Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Keluarga Pak Trisno

Kaya nya om black belum sempat memikirkan kelanjutan kisah ini :bingung:
 
Suhu black ayo dong di update

Sayang dah, klau ampe gk di lanjut
 
Siang di hari minggu ini kami mengadakan sedikit pesta kecil-kecilan. Tepatnya adalah pesta ulang tahunku yang ke 46.

Sebuah Barbeque Party yang hanya dihadiri oleh kami sekeluarga, yang kami gelar di taman halaman belakang rumah. Sebuah tungku pemanggang daging kami tempatkan ditengahnya. Dengan arang yang telah membara, memanggang beberapa lempengan daging sebesar telapak tangan yang berjajar diatas anyaman besi seukuran batang pinsil.

Steek daging sapi buatan sendiri, dalam beberapa menit lagi sepertinya siap untuk dihidangkan. Aromanyapun begitu mengundang selera.

Tak sia-sia aku dan Doni mempersiapkan ini semua semenjak pagi tadi. Mulai dari meracik bumbu dan membakar arang hingga membara seperti ini. Belum lagi harus menggotong meja makan dari dalam rumah dan meletakannya disini, untuk kemudian istriku dan Nanda menyajikan berbagai makanan yang sebagian besar kami dapat beli atau pesan. Seperti kue tart ulang tahun dan berbagai makanan ringan lainnya.

Semua itu kami siapkan sendiri tanpa bantuan orang lain, termasuk pembantu rumah tangga.
Tini, dalam tiga hari belakangan ini lebih banyak menghabiskan waktunya di dalam kamar. Plek atau pendarahan dari kandungannya itulah yang menjadi penyebab. Sepulang dari kampungnya seminggu lalu, dia terpaksa harus ekstra sibuk, karena pekerjaan yang ditinggalkannya selama tiga hari jadi menumpuk, dan terpaksa harus dirapel.
Kesalahan kami juga yang memang sengaja menumpuk pekerjaan dengan harapan agar dikerjakan olehnya sepulang dari kampung. Dampaknya adalah dari rahimnya mengeluarkan darah berwarna kehitaman, dan detik itu pula dia ambruk bagai tak bertenaga. Tentu saja hal itu membuat kami sekeluarga panik, dan segera kami antar ke dokter kandungan. Dokter menyarankan agar dia harus banyak istirahat dan dilarang melakukan pekerjaan berat.
Usia kandungan yang masih muda memang rentan, dan rawan terjadi plek seperti itu. Dan kalau dibiarkan bisa berakibat keguguran. Saat nanti usia kandungan berusia diatas empat bulan, janin akan lebih kuat, sehingga kemungkinan akan terjadi plek relatif kecil. Itu yang dikatakan dokter, dan solusinya adalah istirahat total, setidaknya sampai usia kandungannya itu berumur empat bulan nanti.

Akhirnya untuk sementara kami mempekerjakan pembantu rumah tangga lepas, yang hanya datang pada pagi hari, dan pukul empat sore dia pulang, yang kami bayar secara mingguan. Namun pada hari minggu seperti ini memang sengaja kami menyuruhnya untuk libur.


"Gimana nih Chef kita.. Udah mateng belum?" seperti biasa, akhir-akhir ini istriku selalu tak ingin melawatkan momen-momen seperti ini tanpa dokumentasi. Sedari tadi dirinya sibuk dengan hobinya itu. Merekam segala kegiatan kami dengan handycam ditangannya. Sesekali benda itu diletakannya diatas meja saat dirinya sibuk, namun tetap dalam posisi on record.

"Kayaknya sih udah nih..." jawabku, sambil membolak-balik irisan daging dengan menggunakan penjepit kue (cake tongs). Penampilanku sekarang ini memang tak ubahnya seperti koki profesional, dengan celemek putih membalut bagian depan badan, serta penutup kepala koki. Sedangkan Doni, sibuk mengipasi bongkahan arang agar tetap membara. Hanya Nanda yang kini cuma duduk dikursi depan meja makan, dengan tak henti-hentinya mulutnya itu mengemil makanan ringan yang ada dimeja. Sepertinya perut buncitnya itu tak kunjung kenyang walau sedari tadi diisi makanan. Mungkin ada benarnya juga kata orang, saat mengandung bayi laki-laki, nafsu makan si ibu jauh lebih tinggi ketimbang mengandung bayi perempuan.

"Oke, saatnya kita cicipi.." dengan bangga dan penuh percaya diri, satu persatu lempengan daging yang telah masak kupindahkan pada piring besar berbentuk ceper, lalu kuhidangkan diatas meja.


*********​


Santap siang yang cukup spesial di hari ini. Di hari ulang tahunku. Dan aku pula yang memasak serta mempersiapkannya. Tampaknya mereka begitu menikmati masakanku itu. Terutama Nanda, putriku, sekaligus ibu calon anakku, atau calon cucuku. Ah, peduli apapun itu sebutannya, yang pasti anak yang dikandungnya itu adalah hasil dari benih yang kutabur.

"Yang ulang taun koq justru yang penampilannya paling kusut, mana badannya bau asep lagi.." tegur istriku, dengan mulut masih mengunyah potongan daging..

"Iya pa, dimana-mana kalo yang ulang taun tuh yang paling rapi, pakaian bagus,wangi. Bukannya pake celana pendek, kaos singlet, pake celemek lagi.." tambah putriku.

"Yah, mau gimana lagi? Semuanya kan harus aku sendiri yang menyiapkan. Tapi it's oke lah, aku suka koq melakukannya. Justru ini mendatangkan keasyikan tersendiri bagiku. Anggap sebagai hiburan lah.." timpalku.

"Apa? Papa sendiri yang menyiapkan? Jadi sedari tadi Doni bantuin gak dianggap nih?" protes Doni yang juga dengan mulut penuh dengan daging yang dikunyahnya.

"Ah, ya enggak dong. Maksud papa, yang mengkordinir ini semua kan papa.." sanggahku. Sementara istriku sepertinya telah menyudahi makannya, seraya kembali meraih hendycam yang sebelumnya diletakkan diatas meja.

"Yeee.***k bisa gitu dong. Tanpa Doni belum tentu semuanya bisa beres. Siapa yang menyiapkan arangnya sampai membara begitu? Lalu siapa yang nyuci bawang,cabe, dan..." sewot Doni lagi, yang segera kupotong.

"Ah, itu kan cuma pekerjaan yang enggak membutuhkan skil. Pekerjaan kuli gitu lho.." tepisku. Tentu saja aku hanya bermaksud menggoda bocah bau kencur itu.

"Eeee...Enak ajaaa... Papa gitu deh. Kan...."

"Eeeeee... Sudah-sudah.. Dua laki-laki ini koq malah saling ngotot sih..." potong istriku sambil mengarahkan lensa handycamnya kearah kami. Dan seperti biasa kembali ia mengoceh layaknya seorang reporter.

"Momen yang tak boleh begitu saja dilewatkan.. Pesta kebun, peringatan ulang tahun suamiku tercinta, yang sekaligus papa dari anak-anak kami tercinta. Mmmm..sekaligus juga calon kakek dari anak yang dikandung putri kami.. Eh, kakek atau ayah ya? Ah, masa bodo lah.." oceh istriku, dengan nada menggoda.

"Mamaa..mulai deh.." tegurku, sambil tersenyum dengan sindirannya itu.

"Ini lho pa. Momen seperti sekarang ini sangat sayang bila tidak didokumentasikan" terang istriku

"Ulang tahunku maksudmu? Pada ulang tahunku yang lalu kamu juga tidak mendokumentasikannya toh?" paparku. Ya, memang pada ulang tahunku yang ke 45 tahun lalu, kami juga melakukan hal yang serupa disini, tapi aku masih ingat bahwa istriku tidak mendokumentasikan peristiwa itu, padahal waktu itu bahkan kami mengundang beberapa famili dekat kami.

"Beda dong pa... Mmmm.. waktu itu kan aku dan Nanda tidak sedang hamil tua seperti ini.. itulah makanya menurutku momen ini sangat bersejarah, dan wajib kita dokumentasikan.. Iya enggak anak-anak?"

"Yo'i mam.." jawab Nanda yang masih saja ngemil walau telah menghabiskan dua potong daging seukuran telapak tangan.

"Baiklah, kita jumpa kembali dengan keluarga kami yang super bahagia ini.. Oh iya pemirsa, yang lagi ngemil kentang goreng ini adalah Nanda, anak pertama kami. Penampilannya kini berbeda ya pemirsa, sedikit lebih gemuk, karena.... Nanda, coba kamu berdiri dulu dong sayang.."oceh istriku. Paham dengan yang diinginkan mamanya, putriku itu berdiri tersenyum, seraya berputar sejenak sambil kedua tangannya menjinjing ujung dasternya, seolah dengan bangganya mempertunjukan perut buncitnya yang dibalut daster putih transfaran itu.

"Wooowww...sudah delapan bulan setengah pemirsa. Jadi, mmm..ya, kira-kira dua minggu lagi kemungkinan anak kami ini akan dikaruniai putra yang lucu.."

"Dan ganteng dong ma.." tambah Nanda yang masih berdiri.

"Pastinya.." sambung istriku.

"Oh iya pemirsa... Siapa sih bapak dari calon putranya Nanda itu...? Siapa ya..? Mmmm.." istriku terdiam sesaat sambil tersenyum menatapku

"Ooww..tentu saja pria disampingnya itulah orangnya. Betul sekali pemirsa, suamikulah yang menghamili putri kami tercinta ini, papanya, tentu saja ayah kandungnya, so sweet kan pemirsa..." cerocosnya, sambil mengarahkan lensa kamera kearahku, yang langsung diikuti dengan tubuh Nanda yang duduk dipangkuanku, sedang tangannya menggelendot manja pada pundakku. Sambil tersenyum kearah kamera, beberapa kali bocah itu mencium pipiku seolah ingin menunjukan didepan kamera betapa sayang dirinya padaku. Huupp..tubuhnya ini bertambah berat saja rasanya.


"Wooww..betapa mesra dan romantisnya mereka pemirsa. Bagaimana kalau kita wawancarai mereka.." diraihnya botol saus yang ada diatas meja. Seolah botol itu adalah sebuah mike, sisi bawah botol diaracungkan kearah Nanda.

"Bagaimana perasaan kamu Nanda, setelah mengandung delapan bulan ini?"

"Mmmm... Pastinya bahagia dong.." jawab Nanda.

"Kamu ceritakan sendiri ke pemirsa dong sayang, siapa sih bapak dari anak yang kamu kandung itu?"

"Ini orangnya.." jawabnya, kali ini diikuti dengan mengecup bibirku.

"Ia, dijelasin dong Nanda, siapa dia..supaya pemirsa mendengar langsung dari kamu.."

"Owhh..begitu. Oke deh. Halo pemirsa. Ini nih, yang hamilin Nanda adalah papa aku sendiri lho, papa kandungku yang ganteng ini nih.." terang Nanda, diikuti dengan mencubit gemas pipi kananku.

"Koq bisa hamil sih Nanda, emang diapain sih?" tanya istriku

"Ya iyalah... Orang dientotin terus tiap hari, ya jelas hamil kaliii..."

"Wooww.. Dientotin bagaimana?" kembali istriku bertanya.

"Ya itu lho... Memek aku dimasukin pake kontol papa yang gede ini nih." terangnya, diikuti dengan meremas lembut batang penisku yang dibalut celana pendek. Lalu kembali melanjudkan ocehannya.

"Lalu dikocok-kocok maju mundur...digoyang-goyang...Mmmm..sedaaaaapp.." saat menjelaskan itu, matanya terpejam, seolah tengah membayangkan rasa nikmatnya, yang dibarengi dengan menaik turunkan bokongnya itu, lalu memutarnya, sehingga batang penisku yang berada dibawahnya terkena "imbasnya" menjadi sedikit menegang akibat nikmatnya goyangan bokongnya.

"Terus..crot..crot..keluar deh pejunya, masuk kedalam memek aku....makanya Nanda bisa hamil pemirsa.. Gitu lho." lanjut Nanda.

"Wooww..so sweet. Bagaimana rasanya waktu dientot itu Nanda, coba kamu jelasin kepemirsa TV.. Mmm..TV apa ya? Incest chanel.. Ya, pemirsa TV Incest chanel dirumah.."

"Ah, masa' reporter TV bisa lupa nama stasiun tvnya sendiri sih.." godaku.

"Biasalah gangguan teknis..Ayo Nanda coba terangin ke pemirsa dong sayang.."

"Rasanya... Wooww..sukar dilukiskan pemirsa, pokoknya nikmat..nikmat..nikmat..banget deh.. Mau tau kayak gimana? Coba'in aja dirumah.." terang Nanda, sambil mengacungkan kedua ibu jarinya.

"Tentu kamu bahagia dong sayang..."

"Oww..tentu dong, aku bahagia sekali punya papa seperti ini, punya keluarga seperti ini.. Owwhh..thanks god.."

"Wooww...betapa beruntungnya kamu Nanda.." sambung istriku.

"Oke pemirsa.. Sekarang kita wawancarai papanya Nanda, Pak Tris.."

"Selamat siang Pak Tris... Ih, bapak tuh hebat banget deh, anak kandungnya sampe dibuntingin gitu. Apa sih yang mendorong bapak bisa melakukannya.."

"Yang pertama adalah rasa cinta seorang ayah kepada putrinya yang begitu besar, dan yang kedua putriku ini begitu seksi dan gemesin, sehingga membuat kontol saya ini serasa cenat-cenut ingin menikmati lobang memeknya." terangku sekenanya, aku tau penjelasan seperti itu yang dia inginkan.

"Wooww.. Kegadisan putri anda ini apa juga anda sendiri yang menikmatinya?"

"Owhh.. Sudah barang tentu dong, batang kontolku sendiri yang memerawani lobang memeknya itu.." hampir tertawa juga aku mengatakan itu. Tapi masa bodo lah, toh seperti biasa, istriku membuat dokumentasi konyol seperti ini hanya sekedar untuk lucu-lucuan saja. Yang hasil rekamannya bakal kami putar dan saksikan bersama di layar tv ruang keluarga, sebagai hiburan segar sambil ketawa ketiwi.

"Wah, luar biasa sekali Pak Tris ini..Anda benar-benar beruntung pak.. Oke kalau begitu pemirsa......" sampai disitu istriku berdiri dari kursinya, dan menaruh handycam itu pada pada ujung atas tripot yang sebelumnya memang telah disiapkan tepat disebrang meja makan.

Disetel beberapa saat posisi dudukannya dengan sesekali melihat pada layar monitor, ditekan-tekannya beberapa saat tombol pengaturannya, dan setelah mendapatkan posisi yang diinginkan, dengan berlari kecil kembali dia bergabung kemeja makan bersama kami.
Kini handycam telah nangkring diatas tripot dengan posisi lensa mengarah kepada kami. Istriku berdiri ditengah-tengah kami sambil mulai mengoceh seperti biasa.

"Tadaaaa...inilah saya pemirsa.. Seperti juga putri kami, saya juga sedang hamil lho pemirsa.." ujarnya, sambil mempertunjukan perutnya yang hamil besar itu.

"Coba tebak pemirsa, siapa bapak dari calon anak yang saya kandung ini... " sesaat matanya melirik kearah aku dan Doni.

"Yah, inilah calon bapaknya..." ujarnya, sambil menepuk-nepuk bahu Doni yang saat itu tengah duduk sambil menikmati minuman ringan.

"Mmm..Dia adalah.. ini dia pemirsa... Doni, putra kandung kami, adiknya Nanda. Dialah yang menaburkan benih didalam rahimku, ibu kandungnya ini. Ah, aku merasa bangga dan bahagia sekali bisa mengandung anak dari hasil buah cintaku dengan anak laki-lakiku ini... Sesuatu banget gitu lho pemirsa.. Eh, Doni..kamu berdiri sebentar dong sayang.." dengan lembut diraihnya lengan bocah itu untuk berdiri.

"Nah, gitu dong... Tapi kenapa juga malu-malu gitu sih... Nyantai aja dong sayang. Oh iya pemirsa... Anak saya yang ganteng ini sebenarnya banyak cewek-cewek yang naksir lho.. Tapi dia gak tertarik tuh.. Dia justru tertariknya sama mamanya... Dengan saya ini, ibu kandungnya. Saking tertariknya dia sama saya, sampai-sampai kalau dia onani itu yang dibayangin saya... Aduuuhh Doni, mama jadi tersanjung sayang. Tapi itu dulu. Sekarang sih dia gak perlu onani lagi, dia bisa dengan sebebas-bebasnya ngentotin mamanya ini. Ya, akhirnya sampe bunting begini ini deh.." sementara Doni yang disamping istriku hanya senyum-senyum saja menyikapinya.

"Tapi anak saya ini betul-betul mantep lho pemirsa.. Dia pintar membuat mamanya puas lahir batin... Kontolnya itu lho pemirsa, bikin ketagian..." kali ini Doni telah memposisikan diri dibelakang istriku, sambil kedua tangannya mengelus-elus perut buncit mamanya. Sedang hidungnya tak henti-henti menciumi tengkuk dan leher "istrinya" itu.

"Tuh, liat aja pemirsa.. Begini nih, kalo udah deket sama mamanya, maunya ngegelendot ajaa... Aaww..geli sayang, nanti dulu dong..." aksi yang dilakukan Doni membuat istriku sesekali menggelinjang kegelian, terutama saat lidah pemuda tanggung itu mulai menari-nari dilehernya.

"Eh, tunggu dulu dong sayang...aaww. Oh iya, kita berfoto bersama dulu ya, gak lama koq.." ujar istriku.

"Sudah di shooting, ngapain juga mesti dipoto lagi. Rekaman video kan lebih kongkrit ketimbang hanya sebuah gambar.." celetukku.

"Eh, jangan salah ya pa...hasil foto memiliki kekuatan tersendiri yang tidak bisa diwakili oleh rekaman video" terangnya.

"Ah, terserah kamu lah..." jawabku malas, karena aku memang kurang begitu memahami tentang hal itu.

Sejurus kemudian istriku masuk kedalam rumah. Tak sampai lima menit telah kembali dengan kamera foto DSLR ditangannya. Kamera yang kami beli saat kami berlibur ke Singapura setahun lalu, dengan harga setara dua buah motor bebek. Belum lagi beberapa buah lensa khusus yang dibeli istriku di Jakarta. Seperti lensa yang akan dipakainya sekarang ini, lensa yang dikhususkan untuk modeling, yang akan menghasilkan gambar yang tajam dan ditail, seperti di majalah-majalah mode. Setidaknya itu yang dikatakan istriku saat aku mengantarnya membeli lensa itu dikawasan fatmawati beberapa waktu lalu.

"Coba kita berdiri semua. Mmm..dimana ya.. Oke, kayaknya disebelah sini lebih baik, pencahayaannya cukup, dan gak ngelawan matahari.." pintanya, sambil menunjuk kearah samping meja makan, lalu memutar arah kameranya yang telah terpasang diatas tripot.


Beberapa kali kami berpoto bersama dengan mensettingnya secara auto shutter, sehingga kami berempat dapat bergaya dengan berbagai pose.


"Lucu juga.. Bagus bagus nih hasilnya. Tapi..." ujar istriku, sambil melihat-lihat hasil fotonya pada monitor.

"Apa lagi yang kurang, udah bagus-bagus begitu.." tanyaku, yang sebagian juga telah kulihat hasilnya saat dia mendisplay beberapa foto kami.

"Kayaknya kalo kita semua dipoto sambil telanjang, dalam keadaan aku sama Nanda lagi hamil besar begini, bakalan lucu juga kali ya, pasti unik dan eksotis deh... Oke? setuju...? Setuju dong.. Ayo guys semuanya, buka baju..." perintahnya, seolah tanpa perlu lagi mendengar persetujuan dariku, langsung saja dilucuti daster yang melekat ditubuh nya itu.

"Wah, boleh tu ma.. Kayaknya seru deh..." ujar Nanda, antusias.

Melihat semuanya mulai melucuti pakaiannya, akhirnya akupun juga mengikutinya. Ya, kini kami semua telah bugil, sehingga perut buncit kedua wanita ini tampak jelas terekspose ditempat terbuka dengan sorotan cahaya matahari, walau sebenarnya kami terlindung dibawah pohon talok yang cukup rindang. Namun tetap saja disiang hari seperti ini bahkan urat-urat berwarna kebiruan yang menghiasi perut buncit mereka terlihat begitu jelas bagai garis jalan pada peta kota.

Dan kini, tubuh-tubuh bugil kamipun menjadi objek bidikan lensa kamera yang memotret sendiri secara otomatis itu.

Setelah puas berpoto, kembali kami duduk dikursi meja makan, sedangkan kamera photo DSLR yang sebelumnya dipasang diatas tripot kini telah kembali diganti oleh perangkat handycam yang mengarah pada kami. Berbeda dengan sebelumnya dimana kami masih mengenakan pakaian lengkap, kini kami duduk dalam keadaan tanpa selembar benangpun.


"Oke, sebelum kita memasuki acara pemotongan kue tart, kini kita nyanyikan bersama lagu selamat ulang tahun..." oceh istriku, diikuti dengan bertepuk-tepuk tangan sambil menyanyikan lagu selamat ulang tahun.


"Selamat ulang tahun...ayo semuanya.. Sambil tepuk tangan dong.." suasanapun menjadi riuh oleh suara mereka bertiga

"Suamiku tercinta, aku ucapkan selamat ulang tahun ya, semoga sehat selalu..panjang umur...dan juga.. panjang kontol...hi..hi..hi.. Asal jangan panjang tangan ya.." Ah, bisa saja istriku ini, lalu istriku mencium pipi kanan dan kiriku.

"Selamat ulang tahun papa cayang...mmuuaacchhh..." kali ini dari Nanda, yang diikuti mencium mesra pada bibirku.

"Met ulang taun ya pa..." kali ini Doni, yang menjabat, lalu mencium tanganku.


"Ayo pa.. Sekarang potong kuenya dong... Potong kuenya..potong kuenya..potong kuenya sekarang juga...sekarang juga..sekarang juga.." pinta istriku, diikuti dengan menyanyikan lagu diikuti oleh kedua anakku.

Akhirnya aku potong seukuran kecil kue yang aku letakkan diatas piring kecil.

"Wah, siapa ya.. yang terlebih dulu papa berikan kue ini..?" bingungku, sambil melirik pada istriku dan putriku.

"Kayaknya kalo untuk saat ini, Nanda lebih berhak deh pa.." saran istriku.

"Serius nih. Kamu gak apa apa sayang.." tanyaku pada istriku, karena pada acara ulang tahunku yang lalu lalu, selalu istrikulah yang pertama kali kuberikan potongan kue..

"Gak apa koq, nyantai aja... Secara defakto, Nanda sekarang istrimu lho pa..dan dia sedang hamil anakmu..itu artinya, Nanda adalah orang yang paling spesial bagi papa. Kalo aku sih, tentunya dengan dia nih..." terang istriku, diikuti dengan memeluk dan mencium Doni yang duduk tepat disampingnya.

"Oke deh kalo begitu..." akhirnya piring kecil berisi kue tart itu kuberikan pada Nanda.

"Ah, gak seru deh... Terlalu mainstream...kuno.." celetuk istriku tiba-tiba.

"Aduuuhh...kenapa sih ma?" heranku pada istriku

"Iya, ngasih kuenya gak seru.. Oke deh, mama ajarin nih.." ujarnya, seraya mengambil piring kue yang dipegang Nanda.

"Begini nih pa... Papa olesin titit papa kekuenya lalu papa suapin langsung kemulut Nanda, begitu terus sampai kue yang dipiring ini abis.. Itu lebih romantis pa... Oke? Ngerti maksud mama kan?" terang istriku, Ah, ada aja ide konyol istriku ini.

"Oke deh, aku paham..." jawabku

"Oke deh, biar piringnya mama yang pegangin. Papa cukup olesin aja kontolnya dikue, lalu suapin ke Nanda.." terang istriku.

"Wah, seru nih... Ayo pa...Nanda dah gak sabar nih.." ujar Nanda.
Seperti yang diajarkan istriku, batang penis kubenamkan pada kue tar yang dipegang istriku, bahkan dia juga ikut membantu dengan jari telunjuknya mengolesi kebeberapa sudut batang penisku.

"Oke, udah cukup tuh pa..lagian kayaknya Nanda dah gak sabaran deh..." batang penisku kini telah berubah wujud seperti pisang dilumuri adonan tepung dan siap untuk dimasukan kedalam wajan dengan minyaknya yang mendidih, akhirnya masuk kedalam mulut menganga putriku.
Sloopp..clloopp...glek..gek...slloopp.. Batang penisku yang diemut lembut praktis menjadi menegang besar. Kali ini Nanda mulai menjilati sisa-sisa kue Tart yang juga membaluri buah pelirku.

"Mmmm...lezaaatt.." ujarnya setelah penisku telah bersih oleh jilatan dan hisapannya.
Kembali penisku kucelupkan pada kue tar yang masih tersisa. Seperti sebelumnya, istriku juga membantu mengolesinya. Lalu kembali kumasukan kedalam mulut Nanda yang telah tak sabar menunggu.

"Wooowww... Romantis bukan pemirsa.. Jangan ngiri ya.." oceh istriku, dengan wajah mengarah pada handycam.

Sekitar empat kali aku menyuapi Nanda dengan cara yang ganjil tadi, habis juga kue tart yang ada dipiring kecil itu, yang tentunya telah berpindah kedalam perut Nanda.

"Makasih pa..." ucap Nanda, sambil menjilati sisa-sisa krim dibatang penisku.

"Sekarang giliran aku lho pa..." kini istriku yang menagih hal serupa.
Kali ini sepotong kue tart, dan kembali kutaruh diatas piring kecil. Kali ini Nanda yang memegangi piring tersebut, sementara aku mulai membenamkan batang penisku pada kue tart. Seperti yang dilakukan istriku sebelumnya, Nanda juga membantu mengolesi krim kue itu kepermukaan batang penisku.

Lalu, hap.. Dengan rakusnya istriku langsung melahap batang penisku.

"Mmmm...yamiii...sedap pemirsa..bukan main..." ujarnya, saat aku tengah memolesi hatang penisku untuk yang kedua kalinya.
Seperti halnya Nanda, dalam empat kali suap, piring kecil itu telah kosong. Kini aku bersiap untuk memberikan potongan kue berikutnya kepada Doni.


"Doni juga sama lho pa..." ujar istriku.

"Maksudmu?" tanyaku.

"Iya, kamu ngasih kuenya seperti pada Nanda dan aku.. Yang kayak tadi itu lho.." betapa terkejudnya aku mendengar ide nyleneh itu. Walaupun aku termasuk suka melakukan seks yang nyleneh, tapi membayangkan batang penisku dihisap oleh sesama jenis, aku masih belum bisa

"Apa apaan sih kamu ma.. Ya enggak bisa begitu dong. Memangnya aku kaum LGBT apa?" protesku.

"Doni enggak mau ma... Emangnya aku Bang Ipul.." protes Doni

"Tuh, kamu dengar sendiri ma...Doni aja enggak mau koq.." ujarku.

"Pliss deh... Satu kali ini aja... Apa salahnya sih.. Ayo dong..." mohon istriku.

"Pokoknya Doni enggak mau ma... Gak mau.. Titik." Kali ini Doni mempertegas keberatannya.

"Tuh ma, kita gak bisa main paksa lho.. Kamu mesti ingat dong, dikeluarga kita ini gak dibenarkan adanya pemaksaan.. Semua yang dilakukan harus ikhlas dan jujur.." terangku.

"Oke deh, mama paham... " pasrah istriku. Namun setelah itu dia seperti tengah berpikir untuk beberapa saat.

"Mmm..tapi bagaimana kalo mama kasih usul. Kalau kue itu tetap disuapin oleh kontol papa, tapi kedalam mulut mama. Nanti dari mulut mama, baru deh kue itu mama lepehin kedalam mulut Doni. Setuju enggak?" ujar istriku.

"Kalo itu sih Doni setuju-setuju aja deh.." jawab bocah itu.


Satu suapan kue tart bersama batang penisku telah masuk kedalam mulut istriku, beberapa saat kemudian kulumannya penisku dilepasnya. Kini mulutnya itu terkatup rapat seperti menahan sesuatu didalamnya.

Sejurus kemudian dia berdiri sambil memberi isyarat kepada Doni yang masih dikursi agar membuka mulutnya. Yang diikuti oleh pemuda itu dengan menganga lebar sambil wajahnya menengadah keatas.

Dan, plehh..tumpahlah isi dari mulut istriku kedalam mulut Doni. Glek..glek.. Tanpa dikunyah lagi, kue tart bercampur air ludah istriku itu ditelannya dengan antusias.

"Gimana nikmat kan sayang..." tanya istriku, yang langsung diikuti dengan melumat bibir bocah itu. Untuk beberapa saat mulut mereka saling berpagutan dengan hot. Sebelum akhirnya istriku kembali mengulum batang penisku yang telah diolesi kue tar oleh Nanda. Dan kembali diulangi cara sebelumnya hingga empat kali balik, yang diakhiri oleh senyum bahagia yang terpancar dari wajah putra kami itu.

"Nah..sekarang kamu baru tau nikmatnya kan.. Ayo bilang apa sama papa..." oceh istriku.

"Terima kasih kue tartnya pa..." ucap Doni.

"Sama-sama Doni.." jawabku.

"Terima kasih juga mama..untuk campuran air ludahnya...he...he..he.." ucap Doni sambil memeluk istriku dari belakang

"Ih, bisa aja kamu... Kamu tuh ya, paling suka sama ludah mama... Dasar anak jorok kamu hi..hi..hi.." goda istriku, dan dibalas oleh gigitan lembut Doni pada tengkuk istriku.
 
*********​


"Ngomong-ngomong, koq masih belum ada yang ngasih papa hadiah ulang tahun nih, taun lalu mama ngasih jam tangan, Doni ikat pinggang, Nanda dompet. Sekarang mana nih..

" Sindirku, karena sampai saat ini masih belum terlihat bungkusan kotak kado dengan dihiasi ikatan pita seperti biasanya.

"Nih pa...Udah Doni siapin dari tadi." ujar Doni, sambil mengambil bungkusan kado dari bawah meja makan.

"Terima kasih Doni..." ucapku, sambil menerima bungkusan yang langsung aku buka saat itu juga. Yang ternyata isinya adalah sebuah topi, dan langsung aku pakai.

"Makasih topinya ya Doni, kayaknya cocok nih untuk papa..."

"Sama-sama pa... Jangan lihat nilainya lho pa. Tapi lihat keikhlasannya dalam memberi." ujar Doni.

"Ah, bisa aja kamu. Ya iyalah, itu topi paling juga kamu beli dipinggir jalan, yang harganya lima belas ribu.." goda Nanda.

"Eh, enak aja. Itu aku beli di mall tau, harganya 95 ribu.." sanggah Doni.

"Nanda sama mama mana nih.." tagihku, karna tidak juga kulihat tanda-tanda mereka mengeluarkan bungkusan kado. Namun mereka justru saling tatap, seolah ragu untuk mengatakannya.

"Mmm...gimana ya pa.. Mama minta maaf nih.. Mama gak sempet beliin kadonya. Kan papa tau sendiri, semenjak mama hamil begini jarang keluar rumah, bawaannya males aja..." sesal istriku

"Iya pa... Nanda juga enggak sempet beli'in nih, sama deh alasannya seperti mama..." kali ini Nanda.

"Iya deh, papa ngerti koq. Nyantai aja.. Berarti kali ini kadonya cuma "Do'a setulus hati" ya, kayak yang di lagu itu.." sindirku, yang kulanjudkan dengan melantunkan sedikit lagu milik band Jamrud itu.

"Ih, papa bisa aja nih... Iya deh ni, mama kasih kado spesial...hi..hi..hi.." ujar istriku, yang langsung diikuti dengan menekan salah satu buah dadanya dengan kedua tangan, dan bersamaan dengan itu menyembur cairan putih tepat kearah wajahku.

"Aawww.. Apa apaan ini.." protesku, sambil mengusap-usap wajahku.

"Ayo Nanda, kita serang papa..." kini kedua wanita hamil tua itu malah berdiri dengan payudara mengarah kewajahku, dan sroott...sroottt... Wajahku betul-betul menjadi sasaran tembak air susu yang seharusnya diperuntukan bagi calon bayi-bayinya nanti.

"Terus Nanda, jangan kita kasih ampun dia. Hi..hi..hi.."

"Iya ma... Ayo pa buka mulutnya, Aaaakkk.." walau dengan mata terpejam karna semburan ASI, kubuka juga mulutku, yang langsung diterobos masuk oleh cairan gurih namun tidak manis itu.


Setelah puas mengerjaiku, akhirnya mereka berhenti. Tinggal aku yang masih megap-megap dengan wajah basah kuyup. Topi yang baru saja dihadiahi Doni terpaksa harus kulepas karena juga ikut basah.

"Kalian ini, betul-betul ter-la-lu.." ujarku berpura-pura protes, sebenarnya aku suka juga dikerjai seperti tadi, ada sensasinya tersendiri, bahkan membuat birahiku bangkit, itulah mengapa terakhir tadi sempat juga aku emut dengan gemas puting-puting susu mereka, bahkan kuhirup beberapa kali cairan ASI nya.

"Oke deh, sebagai pengganti kado ulang tahun, aku dan Nanda akan puasin papa sampai benar-benar puas.. Dan kamu Doni, untuk sementara ini kamu harus rela cuma jadi penonton ya sayang.." terang istriku.

"Oke deh ma... Doni sih setuju aja.." jawab pemuda itu.

"Oh iya Doni, kamu mama kasih tugas menjadi kameramen aja ya. Coba kamu ambil handycam yang di tripot itu. Ingat, nanti kamu shoot dengan angle-angle yang bagus ya sayang.."

"Oke ma, jangan kawatir.."


*********​


"Ayo, kita main diatas rumput aja pa, biar lebih membumi. Abis, tadi papa pake acara emut-emut susu mama sih, mama jadi horny deh." ajak istriku, sambil menarik pergelangan tanganku.
Dengan satu dorongan pada dadaku, aku langsung terjerembab telentang diatas rerumputan taman.

"Udah siap untuk kita puasin pa?" tanya istriku, dengan posisi berdiri mengangkangi wajahku, sehingga dari sini dapat kulihat jelas belahan liang vaginanya yang lebih merekah disaat hamil muda seperti ini. Sedangkan Nanda hanya berdiri disamping istriku.

"Ya iyalah ma... Papa ingin satu hari ini kalian berdua menjadi budak pemuas seksku. he.he..he.. itu sebagai hukuman karena kalian tidak memberi kado ulang tahun.." gurauku.

"Wooww.. Baik yang mulia.. Untuk hari ini, istri dan anak kandungmu ini telah rela menjadi budak nafsu yang mulia..dan kami akan menuruti apapun yang mulia inginkan.. Betul begitukan Nanda, wahai putri kandungku.." canda istriku.

"Ih, mama lebay ah..."risih Nanda.
Untuk beberapa saat istriku meliuk-liukan tubuhnya. Wooww..sungguh eksentrik sekali tubuh dengan perut hamil itu bergoyang bak penari striptis tepat diatas wajahku. Beberapa kali mengangkang menunjukan padaku belahan vaginanya yang merekah, atau sesekali membelakangiku bergoyang mempertunjukan pantatnya bak "goyang itik" ala penyanyi dangdut.

"Papa mau jilat memek enggak?" tawar istriku, sambil masih meliuk-liukan badannya.

"Mau dong ma...plis deh, papa dah gak tahan nih liatin mama goyang seksi banget.." pintaku, kuikuti dengan menjulurkan lidah, bersiap menyambut belahan vaginanya menghampiri wajahku.

Secara perlahan, atau tepatnya sengaja dibuat perlahan, selangkangannya merunduk mendekati wajahku dengan kedua tangan menyibak bibir vaginanya.

Sial, hanya beberapa senti vagina yang merekah bak bunga mawar yang tengah mekar itu menyetuh lidahku, dengan cepat diangkatnya kembali keatas sambil dirinya tertawa menggoda.

"Hi..hi..hi... Gak sabar amat sih, dah nafsu ya..." godanya.

"Pemirsa...papanya anak-anak ini udah nafsu banget kepingin jilatin memek aku. Kasih atau jangan ya? Kasih aja ya, kasian...hi..hi..hi.." ocehnya, kepada kamera yang kini dipegang oleh Doni, yang sedari tadi mulai sibuk mondar-mandir mengambil gambar dari segala sudut yang dia inginkan.

"Nih, silahkan dinikmati ya papa sayaang.." ucapnya, sambil berjongkok menyodorkan vaginanya kewajahku, yang langsung kusambut dengan sapuan lidah.

"Uuuuughhhh...nikmat sekali paa..." desah istriku, dengan kedua tangannya masih menyibakan bibir vaginanya, yang kini bukan lagi sekedar kujilat, namun kupagut dan sesekali kusedot dengan gemas.

"Aawww...uughhhh..nikmatnya.. aaahhh..." gelinjangnya, dengan sesekali pantatnya bergerak keatas, namun itu hanya berlangsung beberapa saat, karena bokongnya itu segera kutahan dengan kedua tanganku, dan kutekan kebawah, sehingga dirinya tak bisa lagi bergerak dengan apapun yang kulakukan.

"Nanda, kamu koq malah bengong begitu sih sayang...uugghhhh.. " tegur istriku, yang melihat Nanda hanya duduk diatas rumput.

"Tunggu instruksi..." jawabnya cuek.

"Pa, tunggu dulu sebentar deh..." pinta istriku, yang segera kuhentikan sejenak aksi oralku.

"Papa mau dientotin dari atas atau dioral dulu sama Nanda..?" tanya istriku.

"Wah, pake tanya segala. Biasanya juga langsung tanpa ba bi bu.." ujarku.

"Lain dong pa, kan misi kita sekarang pingin puasin papa, jadi kita tanya dulu dong apa yang papa mau.." Jawab istriku.

"Iya pa, makanya dari tadi Nanda diem aja... Kan ceritanya kita pelayan seks, iya gak ma..." oceh Nanda.

"Ya udah, Kalo gitu biar Nanda langsung WOT aja." jawabku.

"Ayo Nanda, sekarang kamu entotin kontol papamu dari atas ya sayang..." perintah istriku.

"Oce deh..." jawab Nanda, yang segera memposisikan dirinya berjongkok diatas batang penisku, dengan saling membelakangi istriku.

Digenggamnya sejenak batang penisku, sempat kulihat dia meludahi telapak tangan kirinya lalu dioleskan pada vaginanya. Dan, bless..amblas sudah batang penisku tertelan dalam vagina hangatnya.

Zlleepp...zlleepp...zlleepp... Bokongnya mulai nergerak naik turun dengan kedua tangan bertumpu pada pahaku, sedang kakinya menapak pada rumput taman, sehingga batang penisku bisa tandas menghujam dinding rahimnya saat bokongnya itu bergerak kebawah. Walau posisiku membelakanginya, namun bisa kubayangkan bagaimana perut buncitnya itu juga ikut bergerak naik turun seirama goyangannya, pasti sangat eksotis. Ah, untunglah Doni yang masih menshooting kini berada tepat didepan Nanda, sehingga momen itu bisa diabadikan.


"Coba mama sekarang berbalik, papa mau nikmatin sun-hole mama..." pintaku, setelah sekitar lima menit aku menikmati vaginanya.

"Nih, silahkan dicicipin gurihnya lubang bo'ol aku pa..." ujar istriku, yang kini telah berbalik arah, sehingga dirinya menghadap pada punggung Nanda.

Setelah tadi aku puas mengoral liang vagina istriku, kini lubang anusnya yang menjadi sasaranku berikutnya.

"Uuugghhhhhh...." desah istriku, saat lidahku mulai menyusuri sekujur liang anusnya itu.

"Owwhh...pemirsa.. Sekarang bo'ol aku lagi dijilatin nih sama papanya anak-anak.. Suami saya emang paling suka sama lobang pantat...uugghhh. Jorok ya pemirsa, masa' lobang tai dijilatin sih.. Zzzz...Aaghhh.. tapi saya juga suka lho jilatin lobang pantat, tanya aja tuh sama kameramennya..dia juga paling suka kalo mamanya ini jilatin bo'olnya. Iya kan sayang...?"
"Iya deh ma..." jawab Doni, sambil membidikan lensa kameranya kearah sang ibu.


Sambil menikmati sentuhan lidahku yang semakin liar mengorek-ngorek liang analnya, kini lidah istriku mulai menjalar menyusuri tengkuk dan leher Nanda. Bahkan sepertinya kini mereka saling berciuman.

"Hey, Doni.. liat nih, mama sama Nanda sama-sama cewek saling ciuman... Kenapa kamu tadi mama suruh ngisep kontol papa aja gak mau sih. Curang deh kamu...mmm..cloop..slluurrffpp.." oceh istriku. Disela-sela kesibukanku dan terhalangnya pandangan oleh bokong istriku, hanya itu yang dapat aku dengar, selebihnya hanya suara kecipakan mulut yang tengah berpagutan.


*********​

Sekitar tujuh menit Nanda memompa batang penisku dengan posisi WOT, bukanlah aksi yang ringan, apalagi dengan beban perutnya yang sebesar itu, kurasakan tetesan peluhnya membanjiri pahaku, dan gerakannyapun tak lagi semantap pada saat permulaan tadi, bahkan sesekali bokongnya hanya berputar sehingga membuat penisku serasa ngilu dibuatnya.


"Ma, coba stop dulu.. Papa mau kalian berdua telentang diatas rumput.." pintaku.

"Oke papa sayang, apapun yang papa mau, kita pasti lakukan..Ayo Nanda, kamu berhenti dulu ngentotin papamu.. Lagian kamu udah cape' tuh kayaknya, biar papamu yang gantian ngentotin kamu, oke.."ujar istriku, Ah, kata-kata istriku yang seperti itu memang selalu membuat syahwatku bertambah naik. Dan sepertinya dia tau itu, sehingga dari mulutnya itu selalu berusaha untuk merangkai "kata-kata indah" yang membuatku terbuai dalam birahi yang semakin membara.

Kini keduanya telah berbaring telentang dengan berdampingan. Kusaksikan sejenak dua tubuh berperut buncit itu dengan kedua kakinya yang mengangkang memperlihatkan belahan vaginanya yang basah dan tampak berkilat dibawah pencahayaan matahari siang ini. Ah, sungguh eksotis.

"Tahan dulu pa.. Pliss..entotin lubang anus Nanda aja.." Pinta Nanda, disaat batang penisku baru saja masuk separuh diliang vaginanya, dan terpaksalah aku cabut kembali.

"Tuh pa, anakmu sudah minta disodomi...Tau sendirilah Nanda, kalau udah begitu tandanya dia sudah mau klimaks tuh.." oceh istriku, diikuti dengan menjulurkan lidahnya menyapu bibir Nanda, yang segera disambut oleh putriku itu, hingga kini kembali mereka saling berpilin lidah.

Dengan kedua pahanya kuangkat, dan kedua betisnya kusampirkan dipundakku, kini batang penisku telah kutelusupkan kedalam liang anus putriku, dan...pok..pok..pok...pok... Langsung kugenjot dengan kekuatan penuh.
Pemandangan ibu dan anak yang tengah saling berpilin lidah membuat nafsuku semakin bertambah. Ludah kental mereka seolah juga ikut menari seiring gerakan kudua lidah itu, sesekali membentuk untaian tipis yang saling berhubungan saat istriku menarik lidahnya keatas, atau membentuk seperti busa sabun saat dengan liarnya lidah mereka saling menggelitik hingga menimbulkan suara berkecipakan yang riuh.


"Aaaaaaggghhhhhhh....Nanda mau keluar paaa... Entotin bo'ol Nanda yang lebih kuat pa...." racau Nanda, sambil kedua tangannya menjambak rerumputan yang menjadi alas tubuhnya.
Plok...plok...plok...plok....tubuhnya yang telah basah kuyup oleh keringat menambah riuhnya tumbukan saat aku semakin kuat menghantam liang analnya.

"Aaaaaaaahhhhhhhhhhh...... Sedaaaaapppppnya ngentooootttttt....uuuuuuhhhhh..." lenguh putriku, yang menandakan dirinya telah klimaks.

"Sudah pa... Anakmu sudah K.O tuh, sekarang gantian dong papa entotin mama...." pinta istriku, sambil mengusap-usap belahan vaginanya.

Segera kucabut batang penisku dari liang anus Nanda, dan bless...kini liang vagina istriku yang menjadi sasaran berikutnya.

"Aduuuhh..enaknya bapak ini, abis ngentotin bo'ol anaknya yang lagi bunting, sekarang gantian ngentotin memek istrinya yang juga lagi bunting..." oceh istriku, sementara batang penisku mulai menghujami liang vaginanya.

"Aduh pa... Kamu nggenjotnya gak usah kasar begitu dong sayang, kasian kan calon cucu kamu didalem. Nanti calon bapaknya marah lho.." ujar istriku, seraya melirik Doni yang masih menyuting adegan kami.

"Gak apa-apa ya Don, biar calon anakmu nanti jadi lebih kuat he..he..he.." godaku. Walau akhirnya kuperlambat juga goyanganku untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan pada kandungan istriku ini.

"Biarin don, nanti kamu bales papamu. Kamu entot Nanda lebih kasar lagi ya hi..hi..hi.." balas istriku.

"Zzzz...uuuhhhh... Nah, kalo gini kan lebih enak pa, lebih rileks...kita bisa ngentot sambil ngobrol kan.."

Benar juga apa yang dikatakan istriku, ada sensasi tersendiri berhubungan badan sambil mengobrol seperti ini, terutama obrolan yang berbau mesum tentunya.

"Eh pa, mama mau tanya nih.."

"Tanya apa?"

"Mmm...itu lho, waktu tadi mama memancing papa sama Doni supaya beradegan homo, kenapa kalian terkesan enggak suka sih..."

"Ah, mama ini ada-ada saja deh, emang kami gak suka mau diapain..." jawabku.

"Seperti halnya papa suka kalau liat mama sama Nanda beradegan lesbi, mama kan juga suka kalau lihat kalian beradegan homo... Membayangkan bagaimana Doni menghisap kontol papanya, atau papa menghisap kontol anaknya...wooww pasti sesuatu baget deh pa..." oceh istriku.

"Huss..jijik ah, sudah deh gak usah dibahas..." tepisku.

"Iya deh..." pasrah istriku.

"Eh, pa..."

"Apa lagi?"

"Kita beruntung sekali ya pa, dianugrahi keluarga seperti ini.."

"Seperti apa?"

"Ya, seperti ini...kita sekeluarga bisa saling ngentot satu sama lain.."

"Iya dong...papa juga merasa beruntung sayang..." jawabku, semakin lambat saja gerakan bokongku, dan lebih berkonsentrasi dengan topik yang dibicarakan istriku.

"Mama ingin kita selamanya seperti ini deh pa..." ujar istriku

"Mama gak ingin kebahagiaan ini berakhir..." sambungnya.

"Mana ada didunia ini yang abadi.." jawabku.

"Mmm..kalau kita semua mati, kira-kira diakhirat kita pasti masuk neraka kali ya pa...dan pastinya gak bisa begini lagi dong, mama takut pa..." Ah, semakin ngawur saja istriku ini.

"Tenang saja sayang... Papa yakin, nanti kita semua pasti masuk surga, dan di surga nanti kita bisa berkumpul lagi dan kita bisa ngentot lagi selamanya..." yakinku.

"Bener pa?"

"Bener dong sayang...percaya deh, disana kita akan membangun keluarga yang lebih indah lagi..."

"Mmmmuahh...semoga ya pa.." ujar istriku, diikuti dengan mengecup lembut bibirku.

"Bukan semoga sayang, tapi memang itu pasti..." kembali kuyakini istriku.

"Aaahhh... Indahnya.." ucap istriku.

"Indahnya apa sayang?" tanyaku.

"Indahnya Incest...hi..hi..hi..." jawabnya, yang langsung kulumat bibir seksinya itu.



Beberapa saat kemudian kurasakan puncak kenikmatan mulai menjalar kesekujur sendi-sendi tubuhku, dan...

"Aaaaaaaaaahhhhhhh....aku keluar sayang.... Istriku tercinta...aaaaaggghhhh....." lenguhku, mengekspesikan rasa nikmat yang kurasakan.

Tak beberapa lama tubuhku ambruk diatas rerumputan, tepatnya ditengah-tengah tubuh istriku dan Nanda walau sebenarnya aku lebih ingin ambruk diatas perut buncitnya itu, namun segera kuurungkan, aku kawatir berat tubuhku yang menghimpit perutnya bisa berakibat buruk bagi si bayi.


"Sudah puas papa sayang...suamiku tercinta...suami yang ngentotin anaknya sendiri sampai bunting hi..hi..hi.." goda istriku, sambil memencet-mencet hidungku.

"Iya istriku tercinta, istriku yang lagi bunting karena dientotin sama anak kandungnya sendiri.. papa puaaas banget..." balasku.

"Ih papa... Padahal mama belum klimaks lho.. Mama kentang nih pa.." rajuk istriku.

"Ya udah, suruh Doni ngentotin kamu tuh..."

"Owwhh..jadi gak apa-apa nih, sebetulnya tadi kita udah sepakat lho, untuk hari ulang tahun papa ini, Doni cuma jadi penonton... Tapi kalo papa maunya begitu sih, itu lebih baik. Makasih ya pa..."

"Ayo Doni, sini puasin mama sayang... Kameranya kamu taruh dimeja aja nak...tapi tetap posisi on lho.." Ajak istriku, seraya tersenyum menggoda, sambil mengangkangkan kedua kakinya, mempertunjukan kepada putranya itu liang vagina yang telah penuh dengan spermaku, bahkan dari bagian bibir bawah vaginanya tampak mulai menetes membasahi rumput taman dibawahnya.


Baru saja Doni hendak menancapkan batang penisnya kedalam vagina ibunya itu, tiba-tiba istriku menahannya, seraya menarik tangan Doni agar mendekat pada istriku yang berbaring direrumputan.

"Sini mama bisikin sayang..." istriku mulai membisikan sesuatu kepada putraku itu, entah apa yang dikatakannya. Namun setelah itu wajah Doni tampak seperti sedikit murung.

"Mmmm..enggak mau ah ma..jijik lagi.." protes Doni, namun ptotesnya itu tidaklah tegas, ada terkesan keragu-raguan dihatinya.

"Emang kamu suruh apa sih ma? Jangan macem-macem deh.." penasaranku.

"Ih, mau tau aja sih papa...pokoknya ada aja.."

"Gimana don...plis dong Doniku sayang...suami kecilku...mau ya..." mohon istriku.

"Mmm..gimana ya? Ya udah lah kalo begitu..." sepertinya bocah itu menyetujui ajakan istriku. Tapi? Apa sebenarnya yang harus dilakukan Doni, sehingga dia seperti ragu seperti itu.

"Horeeeee....makasih ya sayang...kamu memang anak mama yang paling baik.. " girang istriku.

"Wah, kayaknya bakalan seru nih... Jadi penasaran" celetuk Nanda. Yang kini menyandarkan pipi kirinya diatas dadaku, sedang tangan kanannya merangkul tubuhku

"Ayo, cepet dong sayang, mama dah gak sabar nih.." rajuk istriku, saat dilihatnya bocah itu hanya menatap liang vagina istriku yang telah basah dan lengket oleh air maniku. Hmmm.. Jangan-jangan bocah itu akan...

Ah, benar seperti apa yang kuduga, ternyata putra kami itu disuruhnya untuk menjilati spermaku yang kini telah bersarang didalam liang vaginanya.

Dengan agak ragu-ragu akhirnya lidah bocah itu menjilati liang vagina yang telah disibaknya oleh kedua ibu jarinya. Aih..sungguh keterlaluan istriku ini, rupanya dia menyuruh Doni untuk memakan air maniku itu.
Hmm..tapi sepertinya dia tidak menelannya, melainkan hanya ditahan didalam mulutnya. Apakah dia tak sanggup menelannya? merasa jijik? Tapi, kini dia justru menghampiri istriku dengan mulut yang terkatup rapat. Dan...Ah, aku baru paham, ternyata dia akan melepehkan isi didalam mulutnya itu kedalam mulut istriku yang telah menyambutnya dengan mulut menganga lebar.

Plehh..gumpalan cairan kental berpindah dari mulut Doni kedalam mulut istriku, dan glek...dalam satu tegukan, hilang sudah, masuk kedalam lambung istriku, yang dibarengi dengan mata istriku yang terpejam, seolah begitu menikmati cairan kental itu.

"Terima kasih sayangku..." ucap istriku, diikuti dengan melumat mulut bocah itu, mulut yang baru saja membawa cairan spermaku tadi. Seolah dalam mulutnya itu masih terdapat sisa-sisa sperma yang masih
dapat dia cicipi.

"Ayo lagi sayang...dimemek mama masih banyak tersimpan peju papamu lho...habiskan ya sayang...sampai kering.." pintanya, seraya mendorong kebawah kepala Doni agar mendekat keselangkangannya.

Tidak seperti sebelumnya yang terkesan jijik, kini bocah itu lebih rileks, bahkan lidahnya itu berusaha menyeruak hingga kedalam dinding vagina istriku.

Hanya beberapa detik, dia kembali merangkak keatas, menumpahkan "hasil jerih payahnya" kedalam mulut sang bunda. Seperti sebelumnya istriku langsung menelannya, dan juga diikuti dengan melumat mulut Doni dengan ganas.

Tidak seperti sebelumnya, tanpa istriku menyuruh, kali ini Doni langsung merayap turun menuju selangkangan mamanya. Hmm..untuk kali ini sepertinya bocah ini mulai menikmatinya, itu dapat kupastikan saat dengan lugasnya dia menyeruput isi didalam lubang nikmat mamanya. Srrrryyuuffff...setelah satu sedotan langsung dia kembali merangkak keatas untuk melakukan hal yang sama seperti tadi.

Dan aksi itu berlangsung hingga dua kali lagi setelah itu, setelah dirasakan tak ada lagi yang tersisa, barulah bocah itu menghentikan aksinya.

"Maksaih ya Doni... Kamu mulai suka kan sayang....apa mama bilang.." ujar istriku.

"Eh, pa...liat tuh, si Doni kayaknya mulai suka sama peju papa... Gimana kalau lain kali papa ngecrot langsung dimulut Doni...pasti seru kali ya pa...?" oceh istriku, yang hanya aku jawab dengan senyum.

"Gimana Doni?" tanya istriku pada Doni.

"Iya, betul tuh... Perlu dicoba.." ujar Nanda.

"Uh, enak aja... Tak usah ya.." jawab Doni malu-malu.

"Huuu...pura-pura aja nih anak... Ayo sekarang kamu langsung entotin mamamu... Mama udah horny berat nih sayang..." pinta istriku.

Tanpa menunggu lama-lama, Doni langsung menggenjot vagina mamanya yang berbaring telentang itu dengan posisi misionary. sambil duduk bertumpu pada lututnya, kedua tangannya merangkul paha istriku. Tak sampai lima menit kedua insan itu mencapai puncak kenikmatannya secara bersamaan. Hmmm..suatu klimaks yang cukup riuh dan dahsyat, semoga saja pekikan istriku itu tak sampai terdengar dari luar tembok pagar yang bertinggi hampir lima meter ini.

"Aaaaaaaaaaggghhhhhhh.....Anjjiiiiiiing....mama keluar sayaaaanngg..." sebuah pekikan yang cukup eksentrik, hingga aku tersenyum menyaksikannya. Dan itu dibarengi dengan mengangkat bokongnya tinggi-tinggi, sehingga perut buncitnya itu terlihat lebih mengembang.
Berbeda dengan istriku yang begitu riuh, Doni hanya mendesah pelan, cuma ekspresinya saja yang unik, dengan mata terpejam, sedang gigi atasnya menggigit bibir bawahnya. Mirip preman pasar mabuk miras oplosan yang tengah menikmati musik dangdut. Namun bokongnya bergerak satu dua seiring semburan spermanya yang menaburi rahim ibu kandungnya itu.



*********​


Selang beberapa menit setelah itu, kami berempat hanya berbaring malas diatas rerumputan taman. Aku memeluk Nanda yang berada disampingku. Sedangkan Doni berbaring dengan berbantalkan paha mamanya.

Sejurus kemudian istriku bangkit dari posisi berbaringnya. Duduk sejenak dengan ekspresi yang masih terlihat malas. Menguap satu kali sambil mengikat kebelakang rambutnya yang berantakan itu. Setelah dengan lembut menurunkan kepala Doni yang masih menjadikan paha kanannya itu sebagai bantal, dia berdiri, melangkah menghampiri cam recorder yang masih nangkring diatas meja.

"Halo pemirsa... Sampai disini dulu ya, acara incest mania untuk siang hari ini. yang kali ini bertema... Mmmm.."Ulang tahun papa". Semoga tayangan ini dapat menghibur dan juga memberikan inspirasi bagi keluarga anda tercinta untuk berincest ria juga seperti kami, karena itu nikmat banget lho pemirsa.. Coba deh kalo gak percaya...
Oh, iya pemirsa.. Mohon do'anya ya, semoga calon anak saya, dan juga calon anak putri saya, yang tengah kami kandung ini, dapat terlahir dengan selamat dan sehat.. Biar kalo udah gede nanti kan bisa bergabung juga dalam acara kesayangan kita ini, biar tambah seru gitu lho, iyakan? Oke deh, segitu dulu ya.. Dan seperti biasa, kami segenap kru tidak lupa mengucapkan, salam incest selalu... Incest maniaaa...mantaaappp..." oceh, istriku diikuti dengan menekan tombol power pada alat perekam itu. Lalu kembali dirinya bergabung bersama kami, berbaring diatas rerumputan yang dinaungi pohon talok yang rindang, dan dimanjakan oleh semilir angin yang menerpa tubuh kami, hingga akhirnya kami memejamkan mata dengan wajah-wajah yang damai.
 
Terakhir diubah:
Bimabet
Pertamax!

Mantab suhu! thanks udah update stlh sekian lama
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd