Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Vanquish 2 : The Next Level

Waduh..bro alan kmn ya?? Weekend dah lewat nih..ara..oh ara..
 
Alan oh Alan kenapa engkau ngilang, , , macam mana aku gak ilang, cumi tusbol aku cumi tusbol aku :D
 
Nape gw dibawa-bawa neh?
Bang Alan nyangkut di dam kali boyong kli tuh.
Ape lagi semedi di puncak Merapi ya?
Wkwkwkwk
 
om alan lagi nyoba ngirim lktcp keknya, tinggalin upil sapa tau di injek sama ts :ngupil:
 
Sekian lama....
Aku menunggu...
Untuk...
Kadatanganmu...


Dangdutan dulu sambil nunggu yang punya rumah nongol kasih suguhan...:jogets: :D
 
Kelihatannya suhu alan lg. Ngapelin binor sebelah nih,

Jd kelupaan update..
Coz.binornya masih kinyis kinyis....
 
Chapter 21
The Anger


Waktu sudah lewat tengah malam, sudah begitu sunyi kondisi di sekitar komplek perumahan ini. Budi sudah sedari tadi terlelap dalam tidurnya, begitu pula dengan rekan-rekannya yang lain. Dia tidur sendiri di kamarnya, sedang Queen yang merupakan satu-satunya tamu perempuan tidur di kamar tamu. Sementara itu yang lain entah tidur dimana, Budi tak terlalu memperhatikan.

Meskipun dalam hatinya masih menyimpan rasa khawatir, terlebih karena kedua mertuanya dan Sakti juga ikut diculik, namun Budi sadar dia harus mengistirahatkan badannya. Saat ini mereka tinggal menunggu informasi dari Shadow sebelum nantinya membuat rencana yang lebih detail dan mengambil keputusan untuk bergerak.

Tiba-tiba Budi terbangun saat mendengar suara orang bercakap-cakap di luar kamarnya. Dia melihat jam dinding, sudah hampir jam 4 pagi. ‘Lumayan, sudah dapat 4 jam aku tidur,’ batinnya. Dia kemudian bangkit dari ranjangnya menuju ke pintu, ingin melihat siapa yang sedang berbincang. Begitu sampai di ruang tengah ternyata sudah ada Shadow bersama dengan Zeus.

“Baru balik ya?” tanya Budi yang segera duduk di dekat mereka.

“Iya. Harusnya sih dari tadi, tapi waktu mau balik aku lihat Marto dan teman-temannya, jadi aku ikutin mereka dulu, mastiin mereka baik-baik saja.”

“Gimana? Aman kan mereka?”

“Yup. Hampir aja kelewat dari batas aman sih, tapi aku udah ngasih peringatan tadi jadi mereka mundur lagi.”

“Hmm, bagus deh kalau gitu. Terus, gimana hasilnya pengintaiannya?”

“Ini, perhatikan baik-baik,” jawab Shadow sambil menyerahkan tabletnya kepada Budi, terlihat sebuah foto disana.

Basecamp mereka ada di sebuah villa. Villa itu berada cukup jauh dengan villa-villa lain maupun dengan pemukiman penduduk. Letaknya cukup strategis bagi mereka, tapi lumayan menyulitkan bagi kita. Coba kamu geser Bud, lihat foto satunya.”

Budi pun kemudian menggeser layar tablet itu ke kiri dan menampakkan sebuah foto yang membuatnya cukup terkejut. Sama seperti foto sebelumnya yang merupakan sebuah villa, namun hasilnya terlihat seperti diambil dengan semacam kamera infra merah. Terdapat banyak titik berwarna merah dan beberapa lagi berwarna oranye yang tersebar di sekitar villa itu.

“Titik-titik merah itu adalah perangkat senjata otomatis yang dikendalikan dari jarak jauh, sedangkan yang berwarna oranye itu adalah kamera pengawas. Jelas sekali mereka sudah benar-benar menyiapkan tempat itu untuk berperang. Kalau kita minta bantuan polisi atau siapapun, akan sangat sulit bagi mereka untuk menembus sampai ke villa.”

“Hmm, terlihat seperti pertahanan yang sangat sempurna. Dari berbagai sudut kayak nggak ada celahnya,” ujar Budi sambil masih memperhatikan foto itu.

“Ya kamu benar, apalagi senjata-senjata itu dikendalikan dari jarak jauh. Tapi kamu tahulah bagaimana caranya untuk bisa menembus pertahanan semacam ini,” ucap Shadow menanggapi.

“Iya, kalau kayak gini harusnya mudah sih. Terus bagaimana dengan jumlah orang mereka? Apa nantinya bakal merepotkan kita?”

“Malam ini nggak terlalu banyak, hanya sekitar 40 sampai 50 orang. Tapi tadi waktu aku turun sempat melihat ada 3 truk yang naik, kemungkinan membawa tambahan orang. Belum bisa dipastikan jumlahnya, tapi mungkin sekitar 100an orang totalnya, masih enteng lah.”

“Aku nggak yakin kalau cuma segitu. Tapi meskipun nanti sampai 200 orang, asal kemampuan mereka cuma sekelas preman-preman pasar, nggak akan sampai bikin kita kesulitan,” ujar Budi memaparkan analisanya.

“Ya kalau cuma preman kelas teri sih, Assassin, Insane dan Hurricane bisa mengatasi itu. Tapi dengan semua yang udah mereka lakukan, yang tujuannya adalah untuk mancing kita semua kumpul kayak gini, rasanya mereka memiliki sesuatu yang spesial, selain adanya Steve dan David McArthur.”

“Menurutmu siapa?” tanya Zeus ikut berkomentar.

“Yang jelas ada Rio gadungan, lalu ada Tono dan keempat Mata Anginnya. Fuadi dan Arjuna bukan masalah, tapi kita harus hati-hati dengan Bastian. Selain itu mungkin beberapa anak buah Arjuna yang bisa merepotkan kita,” jawab Shadow lugas.

Budi dan Zeus mengangguk-angguk mengerti. Tak salah memang orang yang ada di hadapan mereka ini diberi julukan Shadow. Hanya dalam beberapa jam saja sudah mendapatkan informasi seperti ini, yang belum tentu bisa didapatkan oleh intel-intel biasa meskipun sudah berhari-hari menyelidiki.

Mereka bertiga kemudian berdiskusi mengenai strategi yang akan mereka jalankan nanti. Mereka sudah membagi peran masing-masing, dimana saja posisinya, termasuk senjata yang harus dipersiapkan. Tak sampai satu jam rencana mereka sudah jadi, termasuk beberapa rencana cadangan jika nantinya mengalami kendala.

“Yaudah Bud, kamu siapin aja dulu peralatanmu, kalau bisa diseting dari sini, jadi nanti sampai sana tinggal eksekusi aja, dan kalian bisa langsung nyerang. Sekalian bangunin yang lainnya ya, bentar lagi kita berangkat. Pastinya kalau menyerang pagi-pagi buta kayak gini mereka nggak akan terlalu siap, dan kita bisa lebih gampang menghadapinya.”

“Baik Pak!”

Budi dan Shadow pun beranjak untuk membangunkan teman-temannya, sedangkan Zeus nampak sedang menghubungi seseorang. Tak lama kemudian semua sudah berkumpul di ruang tengah kecuali Queen. Wanita itu masih berada di dalam kamar, entah apa yang dia lakukan mereka tidak tahu. Mereka masih fokus dengan rencana yang dijelaskan oleh Zeus. Meskipun kalau sudah berkumpul kerap bercanda dan saling ejek, namun jika sudah waktunya menjalankan misi, aura mereka sontak berubah. Rasa humoris yang terlihat tadi sore kini digantikan oleh aura membunuh yang sangat kuat.

Saat yang lain mendengarkan penjelasan dari Zeus, Budi nampak sibuk dengan laptopnya. Berbekal informasi dari Shadow dia mempersiapkan bagiannya. Semua diseting dulu mulai dari sekarang, karena jika menunggu sampai di lokasi dan baru diseting disana, itu malah akan mengulur waktu mereka, dan bisa-bisa juga membahayakan mereka. Budi bisa dengan mudah mengatur semua itu karena informasi yang diberikan oleh Shadow sangat lengkap, termasuk titik koordinat villa itu.

Setelah selesai mengotak-atik laptopnya, Budi berniat untuk memeriksa emailnya terlebih dahulu sebelum laptop itu dimatikan. Ada beberapa email, kebanyakan laporan pekerjaan dari para anak buahnya yang memang meng-handle semua selama dia cuti. Namun ada satu email yang menarik perhatiannya. Email itu rupanya sudah dikirim beberapa jam yang lalu, dia sampai tak menyadarinya. Nama pengirimnya adalah Eko Lutfi Indrawan!

“Eko, ada apa dia mengirim email?” Budi segera membuka email itu dan betapa terkejutnya dia membaca tulisan di dalamnya.

Dear Venom, and other Vanquish member

We have something special for you guys, chech this out.
And oh yeah, we waiting for you here, all of you.
We know you already know our location, so come here and lets have a party.

Budi melihat ada beberapa file yang dilampirkan di email itu, dia pun mendownload satu persatu dan membukanya. Matanya terbelalak, jantungnya serasa mau berhenti saat melihat file pertama yang dia download. Itu adalah sebuah foto yang sangat mengerikan, foto wajah seorang pria yang terbelalak matanya dengan sebuah lubang tepat di keningnya. Nampak darah mengalir dari lubang itu. Melihat foto itu benar-benar membuat Budi geram, karena pria di dalam foto itu tak lain adalah muridnya sendiri, Eko Lutfi Indrawan, alias E-coli.

Dengan menggeram menahan emosinya Budi membuka file kedua, dan lagi-lagi dirinya dibuat semakin emosi. File itu merupakan sebuah foto yang memperlihatkan 4 orang tewas digantung. Budi mengenali mereka sebagai orang tua dan calon mertua Eko. Dia benar-benar tak menyangka lawannya kali ini benar-benar sekejam itu.

Kemudian dia membuka file download-an ketiganya. Sebuah video yang mempertontonkan bagaimana empat orang gadis tengah digagahi oleh empat orang pria. Budi mengenal dua gadis di video itu sebagai adik kandung dan calon istri Eko, sedangkan keempat pria itu juga dikenali oleh Budi, mereka adalah kakak beradik Steve dan David, Rio dan juga Tono. Masih ada 3 video lagi, dan perasaannya menjadi semakin tidak enak.

Dia paksakan membuka file yang keempat, dan terlihatlah adegan 2 orang polwan yang terikat tangan dan kakinya dengan pakaian terbuka disana-sini, sedang disetubuhi oleh dua orang pria. Kedua wanita itu tentu saja adalah Fitri dan Wanda, sedangkan kedua orang pria itu tak lain adalah Rio dan Tono.

“Sial, kalau Marto dan Ichi melihat video ini, bisa berantakan rencana yang udah disusun,” batin Budi.

Melihat itu semua membuat darah Budi semakin mendidih. Dia sebenarnya sudah bisa menebak isi dari kedua video terakhir, tapi dia diam sejenak, menguatkan hatinya. Dibukanya file kelima yang dia download, dan benar saja sesuai prediksinya. Video itu berisikan adegan persetubuhan antara seorang wanita yang tinggal memakai kerudungnya saja dengan seorang pria berbadan tinggi besar. Wanita itu tak lain adalah Mila, kakak iparnya, istri dari Sakti. Sedangkan pria yang menyetubuhi Mila adalah Arjuna. Dalam video itu jelas sekali terlihat Mila meronta-ronta dan menangis, namun tak berdaya melawan Arjuna yang memiliki tenaga jauh lebih besar darinya.

Arjuna yang menindih tubuh Mila menyetubuhinya dengan sangat kasar, hingga membuat badan indah wanita itu terlonjak-lonjak. Beberapa saat kemudian terlihat tubuh Arjuna menegang, sepertinya pria itu sudah orgasme dan melepaskan spermanya di dalam kemaluan Mila. Sedangkan Mila sendiri juga sempat menegang badannya lalu kembali pecah tangisannya.

Tak kuat melihatnya lebih lama Budi langsung menutup video itu. Masih ada 1 video lagi, dan dia tahu pasti siapa yang ada di dalamnya. Emosi Budi sudah begitu memuncak hingga tanpa sadar membuatnya memukul meja. Teman-temannya sedikit terkejut melihat perubahan dari diri Budi, mereka tahu ada yang tidak beres dan segera mendekatinya. Dari dekat terlihat sekali tubuhnya bergetar, menahan emosi yang luar biasa.

“Bud,” Zeus mencoba menenangkan Budi dengan beberapa kali menepuk pundaknya. Mereka melihat layar laptop Budi dan membaca apa yang tertera disana. Mereka bisa menyimpulkan apa yang membuat Budi sedemikian marahnya.

“Udah Bud, matiin laptopnya. Segera bersiap,” ucap Zeus mengetahui kegundahan hati Budi.

“Masih satu lagi!” ujar Budi dengan suara sedikit bergetar menahan emosi.

“Nggak usah Bud, jangan,” ujar Zeus mencoba merebut laptop Budi. Dia tahu yang dimaksud oleh anak buahnya itu, dan dia tak ingin Budi melihatnya, hal itu akan semakin membuat Budi murka sehingga bisa membuat fokusnya berantakan.

“Masih satu lagi!” Budi mengulangi perkataannya sambil menahan laptop yang hendak direbut oleh Zeus.

Sebelum sempat yang lain melakukan apapun, Budi sudah membuka video terakhir itu. Berbeda dengan video-video sebelumnya yang langsung menampilkan adegan persetubuhan tanpa ada suara, kali ini yang pertama muncul adalah wajah Fuadi yang tersenyum lebar.

“Halo Budi, atau aku harus panggil kamu Venom?” ujar Fuadi dalam video itu.

“Udah berapa hari kamu nggak ketemu sama istrimu? Kangen nggak? Haha. Tenang aja Bud, istri dan anakmu aku perlakukan dengan sangat baik kok. Aku nggak mungkin tega melukai wanita dan anak-anak, apalagi wanitanya secantik dan seseksi Ara, dan anaknya selucu Ardi, haha.”

“Istrimu juga sudah aku ajari berbagai hal Bud, termasuk bagaimana menjadi wanita dewasa seutuhnya yang tahu caranya memuaskan pria, haha. Istrimu benar-benar pintar dan cepat belajar. Mau tahu? Nih lihat.”

Seketika kamera itu berputar menyorot ke sisi ruangan, sampai pada akhirnya memperilhatkan seorang wanita yang sama sekali tak memakai busana, sedang menaik turunkan kepalanya di selangkangan Fuadi. Wajahnya tertutup oleh rambut, namun Budi bisa mengetahui dengan jelas siapa wanita itu.

“Sayang, lihat ke kamera dong,” terdengar suara Fuadi di video itu.

Budi menggelengkan kepala sambil berkata dalam hati, ‘jangan, jangan lihat ke kamera.’ Wanita di dalam video itu juga nampak menggelengkan kepalanya.

“Ayo dong lihat ke kamera, kamu masih pengen ngelihat anakmu kan?”

Dan akhirnya wanita itu menghentikan gerakannya. Terlihat tangan Fuadi menyibak rambut yang menutupi wajahnya, hingga kini nampak wajah sayu seorang wanita cantik dengan air mata yang mengalir membasahi pipinya.

“Tidaaaaaaaak! Bajingan kau Fuadiii!”

Seketika emosi Budi langsung meledak begitu melihat wajah Ara, orang yang dia cintai di video itu. Budi tahu Ara tak mungkin melakukan itu dengan sukarela. Dia tahu istrinya diancam dengan keselamatan Ardi yang juga ikut diculik, sehingga tak punya pilihan lain selain menuruti kemauan Fuadi. Budi, atau siapapun tahu betapa sayangnya Ara kepada anaknya itu.

“Lihat kan Bud? Istrimu ini benar-benar luar biasa. Awalnya susah sekali menaklukannya, dia terus melawan bahkan sempat memukulku beberapa kali. Tapi begitu kena sodok kontolku, dia langsung jadi seperti ini. Akhirnya setelah menunggu sekian tahun bisa juga aku menikmati tubuh indah istrimu ini. Rasanya benar-benar luar biasa, jauh lebih enak daripada wanita manapun yang pernah kucicipi Bud.”

“Dan kamu tahu? Sebelum aku mencicipi tubuh istrimu, sudah kusuruh Dokter Lee Sung Eul untuk melepaskan alat kontrasepsi yang dia pakai. Entah sudah berapa kali aku menanamkan benihku di rahim istrimu, jadi kurasa 9 bulan lagi Ardi akan mempunyai adik, hahaha.”

“Oh iya, kamu sudah lihat video Mila kakak iparmu kan? Dia juga sama, alat kontrasepsinya sudah diambil, dan mungkin sekarang Arjuna sudah berhasil menghamilinya. Tapi kamu tenang saja, aku tidak akan membagi kenikmatan tubuh istrimu ini kepada orang lain, dia hanya untukku seorang. Begitu pula dengan Mila, hanya milik Arjuna seorang. Jadi kusarankan padamu untuk melupakan Ara. Carilah istri lagi, siapa tahu kamu dapat yang lebih cantik dan aku tertarik lagi, akan kukembalikan Ara kepadamu untuk ditukar dengan istri barumu, haha.”

Videopun berhenti. Seketika Budi berdiri dan hendak membanting laptopnya namun badannya segera ditahan oleh Jaka.

“Tenangkan dirimu Bud. Jangan kamu lampiaskan amarahmu sekarang disini. Segera bersiaplah, lampiaskan amarahmu disana. Habisi mereka semua!” ujar Jaka yang terlihat sedikit kesulitan menahan tubuh Budi yang terus meronta dan berteriak, beruntung dia segera dibantu oleh Insane dan Hurricane.

Bukan hanya Budi, namun semua yang ada disitu juga merasakan amarah yang sama. Bahkan Queen yang ternyata juga sudah ada disitu karena mendengar teriakan Budi pun terlihat begitu murka melihat video tadi. Selain itu dia juga menatap Budi dengan pandangan yang agak lain, ada seraut kesedihan disana. Queen yang melihat Budi terus meronta segera mendatangi dan berdiri di depannya.

PLAAAK

Sebuah tamparan keras darinya mendarat di pipi Budi. Tamparan itu seketika menghentikan rontaan Budi, dan dia menatap dengan tajam kearah wanita itu.

“Jangan seperti ini! Ayo cepat bersiap dan berangkat kesana! Habisi mereka semua, dan selamatkan dia!”

Budi sangat terkejut mendengar suara itu. Suara yang keluar dari balik kain merah yang menutupi hidung dan bibir Queen. Dia mengenali suara itu, sangat mengenalinya. Rupanya kali ini Queen lupa tidak memakai alat yang biasa digunakan untuk menyamarkan suaranya.

“Ka... kamu...”

“Ayo cepat, tunggu apa lagi?!” ujar Queen memotong perkataan Budi.

Seketika itu pula kesadaran Budi kembali sepenuhnya. Merasa tak ada lagi rontaan, ketiga temannya pun melepaskan tangan mereka dari tubuh Budi. Budi sempat menatap sejenak kearah mata Queen yang terlihat sedikit memerah. Queen memberinya isyarat dengan anggukan, kemudian dia bergegas masuk ke kamarnya. Budi sadar, meluapkan emosi disini tak ada gunanya. Lebih baik bersiap dan segera berangkat.

*****

Few Hours Earlier

“Gimana Steve, udah kamu kirimkan?”

“Sudah Pak, mungkin sekarang dia sedang mengamuk melihat video-video itu.”

“Haha biarkan saja, semakin dia ngamuk, semakin ngawur nanti kesini, semakin mudah bagi kita untuk menghabisinya.”

“Yah, seharusnya memang begitu, hahaha.”

Fuadi, Steve dan David tertawa lebar. Mereka bertiga sedang berada di ruang kontrol yang berada tak jauh dari bangunan utama villa itu. Baru saja Fuadi meminta Steve untuk mengirim email kepada Budi yang berisi foto-foto dan video yang telah dipersiapkan. Semua ini adalah ide dari Bastian. Dia yakin jika Budi dan rekan-rekannya melihat video itu, mereka akan terbakar emosinya, dan jika sudah seperti itu akan lebih mudah mengatasi jika mereka menyerang ke tempat ini.

Bastian sendiri saat ini sedang dalam perjalanan kembali ke villa setelah tadi mengantar Dokter Lee turun ke kota. Dia merasa Dokter Lee harus dijauhkan dari tempat mereka akan bertempur untuk menghindari hal buruk terjadi padanya, karena memang Dokter Lee masih akan sangat dibutuhkan nanti setelah semua ini selesai. Setelah mengantar Dokter Lee menuju hotel, dia kemudian menjemput Martha. Bastian sebenarnya keberatan kalau Martha harus ikut bersamanya ke villa, namun wanita itu bersikeras ingin melihat keterpurukan mantan kekasih yang sudah menghancurkan hatinya dulu. Dia ingin melihat langsung, karena rasanya pasti akan lebih puas daripada harus mendengarnya dari orang lain.

Melalui telpon Bastian juga sudah meminta kepada Steve dan David untuk memberi tahu yang lainnya agar bersiap-siap. Dengan reputasi dan kemampuan para anggota Vanquish, mereka pasti akan secepatnya menuju ke villa itu, apalagi jika Budi sudah membuka email yang dikirim oleh Steve. Bastian yakin Vanquish tidak akan menunggu sampai hari terang, mereka pasti akan menyerang saat hari masih gelap dengan harapan dia dan semua anak buahnya masih terlelap.

Bastian memang sudah menyiapkan semuanya. Selain senjata otomatis yang tersebar di sekeliling villanya, dia juga telah mempersiapkan semua anak buahnya untuk berjaga. Anak buahnya dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama berada di villa, sedangkan kelompok kedua menunggu di bawah. Kelompok pertama akan dia komando secara langsung bersama dengan Rio dan Tono. Sedangkan untuk yang di bawah, dia sudah menyuruh keempat Mata Angin untuk turun dan bersiap disana. Jika mendapat perintah dari Bastian, maka dengan segera kelompok kedua itu akan naik dan menyerang.

Bastian juga mendapat bantuan dari anak buah Arjuna yang memiliki kemampuan menembak jarak jauh. Dia sudah mengatur dimana saja posisi para penembak jitu itu. Tugas mereka simpel saja, jika Vanquish berhasil melumpuhkan pertahanan di villa itu, baik senjata-senjata otomatis maupun para anak buahnya, maka tim penembak jitu itu harus segera menghabisi para anggota Vanquish.

Steve dan David sendiri bertanggung jawab dengan semua peralatan otomatis yang mereka kendalikan dari ruang kontrol. Mereka juga sudah melengkapi dirinya dengan senjata andalan masing-masing, jika terjadi hal-hal diluar dari yang sudah mereka prediksikan. Sedangkan Fuadi dan Arjuna, mereka hanya akan menunggu dan melihat pertempuran itu, sambil menikmati wanita-wanita yang mereka tawan.

“Bas, hari ini, semuanya akan berakhir kan?” tanya Martha yang duduk di samping Bastian.

“Iya sayang, hari ini semua berakhir. Dan setelah itu, kita akan memulai kehidupan yang benar-benar baru.”

“Benar-benar baru? Maksudmu menikah?”

“Kita nggak akan nikah disini. Setelah semua selesai, kita pergi meninggalkan negara ini. Kita pindah, meneruskan hidup kita sebagai orang lain, di tempat lain.”

“Loh, kenapa gitu?”

“Kamu nggak mau kan habis ini kita dikejar-kejar terus sama polisi? Mereka pasti lama-lama mencurigai kita. Makanya kita harus pindah. Lagi pula, tetap berada disini bakal ngingetin kita sama orang-orang yang kita benci itu, males aku.”

“Tapi kan, kamu bilang polwan yang sama Fitri itu agen interpol? Kita pindah juga pasti bakal dicari interpol kan?”

“Iya, makanya tadi aku bilang, kita akan meneruskan hidup kita sebagai orang lain.”

“Hmm, maksud kamu, Dokter Lee?” tanya Martha yang mulai mengetahui maksud Bastian.

“Yup bener banget. Kamu nggak keberatan kan?”

Martha hanya menjawab dengan menggelengkan kepala. Dia tahu Bastian sudah menyiapkan semuanya, dan sekarang dia hanya harus mempercayai semua rencana itu saja. Tak masalah mau hidup dimanapun atau menjadi siapapun, asal dia bisa terus bersama dengan Bastian. Mereka berdua kembali diam, meneruskan perjalanan menuju villa.

Sementara Fuadi sedang berada di ruang kontrol bersama kakak beradik McArthur, di sebuah kamar di bangunan utama villa itu sedang terjadi sesuatu yang sangat membuat miris. Di kamar itu tersaji sebuah tontonan yang memilukan dimana ada tiga orang yang tubuhnya terikat dengan sangat erat dipaksa untuk melihat orang yang mereka sayangi dikerjai oleh seorang pria. Ekspresi ketiga orang yang sedang diikat itu berbeda-beda, namun yang pasti mereka menunjukkan rasa ketidakterimaannya atas apa yang mereka saksikan.

Aini tak henti-hentinya menangis sejak tersadar dari pingsannya tadi, Wijaya terlihat begitu marah namun tak sanggup lagi untuk mengucapkan sepatah katapun, sementara itu Sakti yang begitu murka sedari tadi berteriak-teriak hingga suaranya serak. Sedangkan pemandangan yang mereka saksikan itu tak lain adalah Arjuna yang tengah duduk di tepian ranjang dalam keadaan telanjang bulat, sedang dioral penisnya oleh Mila yang juga sudah tak memakai apapun.

Meskipun air mata tak berhenti mengalir di pipinya, namun terlihat Mila begitu patuh menuruti setiap kemauan Arjuna. Dalam hatinya dia menolak, terlebih lagi saat ini suami dan kedua mertuanya berada di kamar itu dan menyaksikannya. Namun Arjuna telah mengancamnya, jika tak mau menuruti semua perintahnya maka dia tak segan-segan untuk menyakiti Tika, anaknya yang masih balita. Sebuah perang batin terjadi di dalam diri Mila, tapi akhirnya dia memilih untuk mengalah, menurut dan tunduk kepada Arjuna demi keselamatan putrinya yang bahkan sejak diculik beberapa hari yang lalu dia belum sekalipun melihatnya.

“Kamu lihat ini Sak? Istrimu yang cantik ini, ternyata setelah diberi sedikit pelatihan, bisa menjadi budak yang sangat penurut, haha,” ujar Arjuna sambil membelai rambut Mila yang masih bersusah payah mengoral penisnya yang besar itu.

“Kamu bajingan Arjuna, kalian semua bajingan. Aku bersumpah akan membunuhmu!” ujar Sakti dengan suara yang mulai tak terdengar karena tak henti berteriak sedari tadi.

“Silahkan kalau kamu bisa, itupun kalau kamu belum mati duluan, haha. Tapi aku tak akan membunuhmu Sak, dan juga kalian berdua, aku ingin kalian menikmati pemandangan seperti ini seterusnya. Untuk Pak Wijaya dan Bu Aini, kalian baru melihat menantu kalian menjadi seperti ini, belum melihat apa yang telah dilakukan oleh Fuadi kepada anak kesayangan kalian, haha.”

Wijaya tak lagi bisa berkata apa-apa, terlebih Aini yang hanya bisa menangis. Mereka tak bisa membayangkan apa yang terjadi kepada Ara anaknya. Dulu ketika mereka diculik seperti ini, Fuadi berhasil melecehkan Ara dengan memaksa anaknya itu mengoral penisnya di depan mereka, namun saat itu sebelum sempat berbuat lebih jauh lagi Rio sudah datang dan menghentikan semuanya. Tetapi kini semuanya berbeda, mereka diculik ke tempat ini saat anak dan menantunya sudah berhasil diperkosa oleh pria-pria jahanam itu.

“Udah cukup Mil, sekarang berdiri dan balikkan badan kamu menghadap mereka.”

Kembali Mila patuh pada perintah Arjuna. Dengan sangat terpaksa dia berdiri dan membalikkan badannya. Suami dan kedua mertuanya dapat melihat dengan jelas tubuh telanjang Mila yang biasanya selalu tertutup rapat. Di sekujur dada dan leher Mila nampak beberapa bekas cupangan yang dibuat oleh Arjuna beberapa hari ini. Mila tak berani menatap mereka bertiga, hanya menundukkan kepalanya saja sambil terus menangis. Kedua tangannya berusaha untuk menutupi bagian dada dan pangkal pahanya, namun segera ditahan oleh Arjuna.

“Buka paha kamu, masukin kontolku Mil.”

Lagi-lagi Mila terpaksa menuruti perintah Arjuna. Sempat dilihatnya Sakti menggeleng-gelengkan kepalanya, namun dengan membuka bibir tanpa bersuara Mila mengucapkan ‘maaf’. Mila pun meraih penis yang sudah menegang itu dan mengarahkannya ke bibir vaginanya, saat hendak menurunkan badan Arjuna kembali menahannya.

“Bukan, bukan lubang itu, yang belakang sayang. Aku ingin kamu memperlihatkan kepada suami dan mertuamu kalau lubang belakangmu juga bisa dipakai, haha.”

“Pak, saya mohon, jangan,” ujar Mila sambil menatap Arjuna.

“Kamu mau melawan? Kamu tahu kan akibatnya kalau melawanku. Ayo cepat, sebelum kusuruh anak buahku untuk menyiksa Tika,” ancam Arjuna yang juga terdengar oleh Sakti.

Meskipun perih dan sakit melihat istrinya dipaksa untuk melayani pria lain, namun ada setitik kelegaan di hati Sakti bahwa Mila melakukan semua ini karena berada di bawah ancaman. Dia melakukan semua ini agar anak mereka tidak sampai dicelakakan. Dengan begitu Sakti juga yakin kalau anaknya masih baik-baik saja.

Arjuna mengulangi perintahnya lagi kepada Mila, hingga akhirnya tangan wanita itu mengarahkan penisnya menuju ke bibir lubang analnya. Lubang ini memang sudah beberapa hari yang lalu dimasuki oleh Arjuna. Meskipun sudah tidak perawan lagi karena dulu pernah dianal oleh mantan pacarnya, namun karena sudah sangat lama tidak dimasuki tentu saja membuat Mila menjerit histeris saat pertama kali Arjuna memaksa memasukkan penisnya kesana. Sejak saat itu beberapa kali Arjuna melakukannya hingga sekarang menjadi lebih terbuka dan tak terlalu kesulitan menerima penisnya yang besar.

“Ssshhhh aaaarrgggghhhhh.”

Mila mendesah tertahan saat kepala penis itu mulai membelah bibir lubang anusnya. Dia kemudian menariknya, lalu memasukkannya lagi perlahan. Dia masih merasakan sakit sehingga ingin melakukannya pelan-pelan, namun rupanya Arjuna punya keinginan lain.

“Aaarrrggghhh sakiiiiiiiittt.”

Teriakan Mila pecah saat secara tiba-tiba Arjuna meraih tubuhnya dan menghentakkan dengan kasar hingga penis itu masuk semua dengan paksa di lubang anusnya yang masih kering. Mila hendak bangkit namun Arjuna menahan tubuhnya, bahkan Arjuna langsung menggerakkan penisnya dengan kasar. Kedua kaki Mila dibukannya lebar-lebar hingga dia terduduk dengan badan terlonjak-lonjak membelakanginya.

“Sak, kamu nggak pernah nyobain bool istrimu ini ya? Bodoh banget kamu, haha. Sejak pertama kali aku lihat Mila di pernikahan kalian, aku sudah jatuh hati padanya, dan mulai sekarang dia adalah milikku. Kamu tahu, kontrasepsi yang dia pakai sudah dilepas, dan dari kemarin aku sudah menanamkan benihku disini, haha.”

“Bajingan kau Arjunaa! Bajingaaaaaan!”

Teriakan Sakti hanya ditanggapi dengan tawa penuh kemenangan dari Arjuna. Dia terus menghentak-hentakkan penisnya di lubang anal Mila. Sementara itu Mila hanya bisa menjerit-jerit saja. Tubuhnya dipegangi oleh Arjuna. Kedua tangan pria itu meremas kencang payudaranya. Mila menutup erat matanya, merasa sangat malu kepada suami dan kedua mertuanya.

“Pak Wijaya kenapa kok dari tadi ngelihatin? Pengen ya ngentotin menantunya? Haha,” ujar Arjuna ketika melihat Wijaya yang sedari tadi tak mengalihkan pandangannya dari Mila dan dirinya.

“Jaga bicaramu Arjuna! Aku nggak nyangka kamu begitu biadab!”

“Oh ya? Sama kan seperti bapak dulu?”

“Apa maksudmu?”

“Jangan pura-pura gitu lah Pak. Saya sudah lama tahu tentang yang terjadi antara Pak Wijaya dan Safitri. Ternyata diam-diam Pak Wijaya ini pemangsa anak buah juga ya.”

Wijaya terhenyak mendengar perkataan dari Arjuna. Dia tak menyangka lelaki yang sekarang sedang menyodomi menantunya itu mengetahui skandal masa lalunya dengan Safitri.

“Kenapa diam? Benar kan kata-kata saya? Yah saya akui, wanita itu memang nikmat Pak, haha. Apa Bapak nggak kangen sama jepitan memeknya Safitri?”

“Diam kau Arjuna!”

Arjuna justru makin lebar tertawa mendengar teriakan dari Wijaya. Diapun mengambil ponselnya dan menelpon seseorang. Bicaranya cukup lirih sehingga baik Wijaya, Aini ataupun Sakti tak bisa mendengarnya, namun Mila yang berada dipangkuannya bisa mendengar dengan jelas. “Bawa dia kemari,” itulah yang didengar oleh Mila.

Selesai menelpon dan meletakkan ponselnya, Arjuna mengangkat tubuh Mila hingga penisnya terlepas, namun segera memasukkannya lagi ke lubang vaginanya. Kembali dia menghentak dengan keras membuat badan wanita itu terlonjak-lonjak. Mila hanya bisa pasrah namun paling tidak rasa sakit yang dia rasakan sudah sedikit berkurang. Cairan yang mulai membasahi liang kewanitaannya membuat gesekan antar permukaan penis Arjuna dan dinding vaginanya tak begitu sakit. Tak lama kemudian pintu kamar itu terbuka, melihat semua yang ada di dalam menengok ke arahnya.

“Fitri?!” pekik Wijaya ketika melihat wanita yang pernah memiliki hubungan gelap dengannya itu dipaksa masuk oleh Rio.

“Pak Wijaya?!” pekik Fitri tak kalah kagetnya. Dan lebih terkejut lagi dia ketika melihat apa yang terjadi di kamar ini. Dia benar-benar tak menyangka mereka melakukan hal sekeji ini. Arjuna menyetubuhi Mila di depan suami dan kedua mertuanya yang dipaksa untuk melihat adegan itu.

“Wah wah wah, Pak Arjuna asyik banget ini mainnya? Bagi-bagilah Pak,” seloroh Rio seraya menyeret Fitri untuk memasuki kamar itu.

“Iya nanti aku kasih. Sekarang kamu suruh itu Fitri buat ngelayanin mantan bossnya, katanya sudah kangen dengan sepongan dan jepitan memeknya.”

“Nah Fit, kamu denger kan apa kata Pak Arjuna, ayo cepet kerjakan!” ujar Rio memberi perintah.

“Jangan Rio, pliss jangan. Pak Arjuna, tolong jangan lakukan ini. Apapun selain ini Pak, saya mohon,” pinta Fitri memelas.

“Udah Fit nggak usah membantah, ayo cepet kerjakan! Atau kamu mau besok aku bawa anakmu kesini dalam keadaan tak bernyawa hah?!” ancam Arjuna yang membuat Fitri makin keder.

“Cepet sana Fit!” perintah Rio sambil mendorong tubuh Fitri, hingga terjatuh tepat di depan Wijaya.

Fitri sudah tak memakai apa-apa lagi untuk menutupi tubuhnya. Dia mencoba untuk menutupi daerah payudara dan selangkangan dengan kedua tangannya. Fitri kembali menatap Rio memohon untuk tidak melakukan ini, tapi Rio balas menatapnya tajam, mempertegas perintah yang diberikan tadi. Fitri tahu dia tak punya pilihan lain lagi, dia kemudian menatap Wijaya dengan pandangan yang sendu.

“Jangan Fit, jangan lakukan itu! Jangan turuti perintah mereka!” ujar Wijaya meminta Fitri untuk tak melakukan apa yang disuruh oleh Arjuna dan Rio.

“Maafin Fitri Pak, hiks. Maafin Fitri Bu,” ujar Fitri lirih sambil menatap Wijaya dan kemudian Aini. Isak tangisnya mulai terdengar. Dia memang pernah melakukan ini beberapa kali dengan Wijaya, tapi saat ini kondisinya benar-benar berbeda, dia dipaksa melakukannya di hadapan Aini, istri Wijaya.

“Fit jangan Fit!” ucap Wijaya ketika tangan Fitri perlahan mulai membuka celana Wijaya. Dan betapa terkejutnya Fitri melihat pemandangan di depannya.

“Loh loh, belum diapa-apain kok Pak Wijaya udah ngaceng aja sih? Jangan-jangan karena lihat Mila ya? Wah Sak, lihat itu ayah kamu, ngatain saya biadab, bajingan, eh ternyata dia sama aja, nafsu juga sama istri kamu, menantunya sendiri, haha.”

Wijaya sama sekali tak bisa berkata apa-apa, karena bukti sudah terpampang jelas di depan mata mereka semua. Sebenarnya dia tak pernah punya pikiran macam-macam dengan menantunya, namun melihat tubuhnya malam ini tanpa tertutup sehelai benangpun, dan sedang disetubuhi oleh Arjuna, kejantanannya berdiri dengan sendirinya. Karena itulah dari tadi dia meminta Fitri untuk tidak melanjutkan aksinya.

“Ayo Fit, tunggu apa lagi?”

Mendengar perintah dari Rio, Fitri yang sudah duduk bersimpuh di depan Arjuna segera meraih penis yang beberapa tahun lalu pernah bersarang di liang kewanitaannya itu. Dia mengocoknya sebentar, kemudian menciumi, menjilat kepalanya, dan selanjutnya memasukan batang yang sudah menegang itu ke dalam mulutnya.

“Fiit, udaahh Fit, stoophh.”

Wijaya berusaha keras menahan diri agar tak mendesah. Bagaimanapun juga saat ini dia dilihat oleh istri dan anaknya. Tak bisa dipungkiri, servis yang diberikan oleh Fitri membuatnya teringat akan skandal yang dulu pernah mereka lakukan. Namun kali ini situasinya jelas sangat berbeda. Meskipun begitu Wijaya tak bisa mengelak bahwa kuluman Fitri di penisnya benar-benar nikmat.

Sementara itu Aini memalingkan muka dan menutup matanya, tak ingin melihat semua ini. Dia tahu suaminya pernah punya skandal dengan Fitri, dan dengan berbesar hati dia sudah memaafkannya. Namun kini sang suami kembali dipaksa berada dalam situasi sulit. Bukan hanya suaminya, tapi juga Fitri dan Mila. Dia benar-benar mengutuk keras perbuatan Arjuna. Selama ini dia menyangka Arjuna adalah orang baik yang bisa dipercaya, nyatanya malam ini semua berubah.

Sluuuurrp sluuuuurrpp.

Fitri masih terus mengulum penis Wijaya. Dia sengaja memberikan yang terbaik kepada mantan atasannya itu dengan harapan Wijaya secepat mungkin mendapatkan orgasme, dan mereka bisa segera mengakhiri kegilaan ini. Namun ternyata, Arjuna punya rencana lain.

“Udah Fit, cukup!” perintahnya kepada Fitri.

Fitri menghentikan kulumannya, mengeluarkan penis itu dari mulutnya lalu melihat ke arah Arjuna dengan tatapan heran, sekaligus merasa Arjuna sedang menyiapkan hal buruk lainnya.

“Sekarang, lakukan apa yang barusan tadi kepada Sakti, kasihan lho dia dari tadi cuma bisa teriak-teriak aja,” ujar Arjuna yang membuat semua orang terkejut. Hanya Rio yang terlihat mengulum senyumnya.

“Tapi Pak...”

“Inget Fit, disini kamu nggak punya hak buat membantah. Sekali lagi kamu menolak, aku akan benar-benar menyuruh anak buahku untuk menyakiti keluargamu.”

“Hiks jangan Pak, jangan lakukan itu. Baik, saya akan nurut.”

“Eh Mbak Fit, jangan Mbak, jangan dengerin dia,” ujar Sakti ketika Fitri berpindah di depannya.

Sama dengan apa yang dilakukan kepada Wijaya tadi, Fitri juga membuka celana dan mengeluarkan penis Sakti. Bedanya kali ini penis Sakti masih tertidur lemas tidak seperti Wijaya tadi. Tanpa menunggu lebih lama, Fitri langsung mengulum penis itu, membuat Sakti tersentak badannya.

“Mbaak Fit udaahh.”

Sakti mencoba menggerakkan tubuhnya namun sangat sulit karena ikatan di tubuhnya yang begitu erat. Mila yang melihat semua itu semakin hancur hatinya, bukan karena suaminya saat ini sedang dioral oleh wanita lain, namun dia begitu sedih karena ketidakberdayaan mereka diperlakukan semena-mena oleh Arjuna dan yang lainnya.

“Mil, kontol mertuamu nganggur tuh. Ayo sebagai menantu yang baik kamu harus berbakti kepada mertuamu.”

Mereka kembali tercengang mendengar perkataan Arjuna. Semua tahu maksudnya apa, tapi jelas mereka tak akan mau melakukannya. Mila menatap mata Arjuna dengan penuh amarah, namun yang dilihat justru semakin lebar tawanya. Masih dengan penis yang menancap di dalam vagina Mila, Arjuna mengangkat tubuh wanita itu mendekati tempat Wijaya duduk terikat. Dia kemudian memposisikan tubuh Mila membungkuk hingga penis Wijaya yang masih tegang berada tepat di depan wajahnya.

“Ayo Mil, pakai mulut kamu. Buat mertuamu ini senang, haha!” perintah Arjuna yang disambut dengan gelengan kepala oleh Mila.

“Bangsat kamu Arjunaa, jangan lakukan itu!” teriak Sakti yang berada tepat di samping ayahnya itu.

“Sudah Sak, kamu diem aja. Lihat gimana istrimu berbakti sama mertuanya, sambil menikmati servis dari Fitri, haha,” jawab Arjuna sambil mulai menggenjot tubuh Mila.

Goyangan Arjuna yang begitu kasar mau tak mau membuat Mila terpekik kemudian mendesah-desah. Tentu saja Wijaya mendengar dengan jelas, apalagi beberapa kali kepala penisnya tersentuh wajah Mila.

“Ayo cepet Mil, inget anak kamu!”

Kembali Mila dibuat tak memiliki pilihan. Dengan sangat terpaksa dia membuka mulutnya perlahan. Dia dekatkan mulutnya ke kepala penis Wijaya. Saat kepala penis itu sudah berada di depan mulutnya, tiba-tiba saja Arjuna mendorong kepalanya hingga penis itu langsung masuk memenuhi rongga mulutnya.

“Gimana Pak rasanya disepong sama menantu sendiri? Enak kan? Hahaha.”

Wijaya tak bisa berkata apa-apa. Dia merasa sangat marah, malu, namun sekaligus nikmat. Mila melampiaskan rasa sakit akibat sodokan kasar Arjuna dengan menghisap kemaluan mertuanya itu. Sakti yang sedari tadi melihatnya kini menangis. Dia sangat marah kepada dirinya sendiri karena tak bisa berbuat apa-apa, bahkan kini penisnya mulai mengeras akibat rangsangan Fitri yang tiada henti.

“Wah seru nih dibikin video,” ujar Rio lalu segera mengambil salah satu handycam di kamar itu dan menyorotkan ke mereka. Dia memang ikut terangsang, namun memilih untuk menjadi kameramen dulu sementara waktu.

“Udah cukup Fit, sekarang kamu servis si Sakti pakai memek kamu,” kembali Arjuna memberikan perintah kepada Fitri, yang kali ini tanpa mendapat bantahan sedikitpun dari Fitri.

Sakti hanya bisa menggelengkan kepalanya tanpa bisa berbuat apa-apa. Dia juga merasa malu kepada istrinya karena kini kemaluannya sudah begitu keras karena kuluman wanita lain. Tak berselang lama Fitri sudah memposisikan penis Sakti di bibir vaginanya, dan dengan gerakan yang cepat, Fitri menurunkan badannya hingga penis itu masuk seluruhnya.

Kini Fitri yang membelakangi Sakti mulai menggoyangkan badannya naik turun. Sementara itu di samping mereka Mila yang sedang disetubuhi dari belakang oleh Arjuna juga dipaksa untuk mengulum penis mertuanya. Pemandangan yang begitu erotis bagi Rio dan Arjuna, namun tidak bagi yang lainnya.

Akhirnya setelah beberapa lama Sakti tak mampu lagi menahan dirinya, dia melepaskan spermanya di dalam vagina Fitri, bersamaan dengan orgasme yang didapat wanita itu. Tubuh keduanya terlihat menegang sesaat sebelum tubuh Fitri ambruk di dada Sakti. Di samping mereka, Arjuna juga mempercepat sodokannya karena merasa klimaksnya segera datang. Sampai akhirnya dia menghentak dengan keras badan Mila, menyemburkan bermili-mili sperma di rahim wanita itu. Disaat yang bersamaan Mila ternyata juga mendapatkan orgasmenya dan dia melampiaskan dengan menghisap kuat penis Wijaya, yang menyebabkan mertuanya itu juga tak bisa lagi menahan diri. Tubuh Wijaya menegang saat penisnya menghamburkan cairan kental yang langsung terminum oleh menantunya.

Beberapa saat mereka terdiam, hanya suara tangis Aini saja yang terdengar. Mereka terdiam oleh pikiran masing-masing. Sakti begitu menyesal telah menikmati apa yang baru saja dia lakukan dengan Fitri, disaat istrinya sedang diperkosa dan dipaksa untuk mengulum penis Wijaya. Fitri dan juga Mila, tubuh dan pikiran mereka begitu letih dengan apa yang mereka alami beberapa hari ini. Sedangkan Wijaya terpejam, dia bingung dengan yang dia rasakan. Dia tahu ini sangat salah, tapi dia benar-benar menikmati apa yang dilakukan Mila kepadanya, meskipun dalam keadaan yang terpaksa.

Sementara itu Arjuna menatap Rio, dan Rio hanya mengacungkan jempolnya sambil tersenyum. Nampak mereka sangat sedang dengan apa yang baru saja terjadi. Arjuna kemudian mencabut penisnya dan membuat Mila terjatuh lemas di tubuh mertuanya. Dia ingin memberi waktu kepada kedua wanita itu untuk beristirahat sejenak. Beberapa menit kemudian Rio yang baru saja melepaskan pakaiannya menarik tubuh Mila dan membawanya ke ranjang, sedangkan Arjuna menarik tubuh Fitri. Kembali Wijaya, Sakti dan Aini dipaksa untuk melihat kebejatan kedua pria itu, dimana Arjuna menyetubuhi Fitri, dan Rio terlihat beringas menikmati tubuh Mila yang sudah sejak lama diincarnya.

*****

Present

Budi membuka lemari pakaiannya. Dia sibakkan pakaian-pakaian itu ke samping, kemudian menempelkan telapak tangannya ke sebuah kotak berwarna hitam di dinding dalam lemari. Seketika kotak hitam itu mengeluarkan cahaya hijau, seperti sedang memindai telapak tangan Budi, dan tak lama kemudian dinding dalam lemari itu membuka. Ternyata di dalamnya lagi ada sebuah tempat rahasia yang selama ini digunakan oleh Budi untuk menyimpan peralatan tempurnya.

Dia segera mengganti pakaiannya dengan pakaian khusus yang sudah sangat lama dia simpan di dalam lemari itu. Dia juga mengambil semua senjata yang ada disana, memeriksanya sejenak, lalu meletakkan di pakaiannya. Sebuah masker dia pakai untuk menutupi wajahnya. Sebelum keluar dari kamar dia sempat melihat foto pernikahan dirinya dan Ara, seketika amarahnya kembali menggelegak. Dia mengepalkan erat kedua tangannya, bersumpah akan membunuh mereka yang telah menyentuh istrinya tanpa membiarkan seorangpun lolos. Kematian yang mengerikan adalah harga yang layak bagi siapa saya yang telah mengusiknya.

Saat keluar dari kamar, ternyata keenam temannya sudah bersiap disana. Mereka memakai pakaian yang mirip dengan yang dipakai Budi. Hanya ada beberapa perbedaan kecil yang menunjukkan ciri khas masing-masing. Budi melihat kearah meja, ternyata laptopnya sudah dipersiapkan dan kini dibawa oleh Jaka.

“Sudah kuhapus,” ucap Jaka saat Budi menatapnya.

Tiba-tiba Shadow berjalan mendekatinya, lalu membisikan sesuatu kepada Budi. Agak lama dia berbisik membuat Budi sedikit mengernyitkan dahinya. Dia mendengar baik-baik setiap kata yang dibisikkan kepadanya. Setelah selesai dia menatap Shadow seolah ingin kembali meyakinkan, dan Shadow hanya menganggukkan kepalanya.

“Mas Jaka udah dikasih tahu?” tanya Budi dengan berbisik kepada Shadow.

“Udah, dia juga udah paham kok, inget kan apa yang pernah terjadi dulu?”

“Oke, berarti semuanya udah beres?” kembali Shadow mengangguk menjawab pertanyaan Budi.

Kemudian Budi menatap Queen. Masih ada rasa tak percaya dalam hatinya setelah mengetahui siapa Queen yang sebenarnya. Melihat dan mengenal wanita itu selama ini, sama sekali tak menunjukkan bahwa dia ternyata adalah Queen. Budi merasa bahwa wanita itu terlalu lembut dan kalem untuk menjadi seorang Queen. Sempat ada sedikit kekhawatiran, namun akhirnya Budi menepisnya, karena saat ini wanita itu sudah memakai seragam yang sama dengan dirinya, artinya dia memiliki kemampuan yang tak bisa diremehkan. Meskipun belum pernah melihat seperti apa kemampuan Queen yang sebenarnya, tapi Budi percaya kehadirannya saat ini tidak akan merepotkan, justru akan semakin membantunya.

Mereka kemudian merapat, membentuk lingkaran dengan Zeus berada di tengah-tengahnya. Seketika aura yang mengerikan kental memenuhi ruangan itu. Aura kemarahan, aura balas dendam dan aura membunuh yang begitu pekat. Tatapan mereka bertujuh benar-benar sangat tajam. Orang lain yang melihatnya tentu saja akan merasa ketakutan.

“Baiklah, kalian semua sudah berkumpul. Ingat strategi yang sudah kita bicarakan tadi. Dan kamu Bud, lampiaskan amarahmu disana, teman-temanmu ini akan melindungi. Jangan biarkan satupun dari mereka tersisa, habisi semua!” ujar Zeus memberikan arahannya. Budi menjawabnya dengan sebuah anggukan.

“Operasi ini mungkin akan terlihat sangat mudah, karena beberapa dari kalian pernah melakukan operasi yang jauh lebih sulit daripada ini. Tapi jangan lengah, kalian sedang menghadapi dua orang mantan anggota pasukan elit Inggris, dimana mereka sempat tercatat sebagai anggota terbaik yang pernah dimiliki oleh SAS. Dan kalian juga akan menghadapi seseorang dengan kemampuan strategi perang yang tak bisa diremehkan.”

“Tapi kita adalah Vanquish. Tak ada kata gentar di dalam kamus kita. Dan juga, masih ada seorang teman, yang pasti nanti akan muncul membantu kita. Perhatikan, ini adalah operasi dengan kode merah! Kita sudah diremehkan, mereka sudah dengan berani memancing kita semua untuk keluar lagi. Sekarang saatnya membuat mereka menyesali perbuatan mereka! Buat mereka menyadari bahwa mereka telah berurusan dengan orang yang salah! Masih ingat kan semboyan kita untuk situasi seperti ini?”

Ruthless and Relentless!” jawab mereka serentak dengan tangan kanan mengepal ke atas.

*****

to be continue...
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd