Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Wanita Yang Menutup Aurat

Status
Please reply by conversation.
Chapter 19

"Saya Agus, katanya saya disuruh nemuin Pak Jalu di sini." kata A Agus terlihat tenang, padahal aku yang mendengarnya sangat heran dan bertanya tanya di dalam hati, apa ini rumah ayah A Agus? Karena setahuku Agus bukan anak ayahku.

"Iya, Pak Jalu sudah menelpon tadi, kamar sudah saya siapkan. Silahkan masuk, Mas..!" kata pria tua itu mempersilahkan masuk ke dalam rumah yang berkesan antik. Dalam buku pelajaran sekolah ini adalah rumah adat orang jawa.

"Silahkan duduk...!" kata pria tua itu mempersilahkan kami duduk di kursi kayu jati yang berukir. Kursi Jati di rumah kami ukirannya tidak swbagus kursi di sini. Bahkan usianya pasti sangat tua. Mungkinkah pemilik rumah ini seorang bangsawan. Tapi namanya Jalu? Itu nama orang Sunda.

"Ini rumah siapa, A?" tanyaku heran. Seingatku waktu membuntuti ibu, ibu nginap di penginapan kumuh tepat di samping kamarku.

"Aa juga gak tahu, cuma disuruh ke sini sama Emak." kata Agus sama bingungnya denganku.

Si bapak tua kembali ke ruang tau dengan seorang ibu tua yang membawa minuman dan jajanan pasar untuk kami. Lumayan untuk mengganjal perutku yang sudah kelaparan.

"Silahkan di unjuk, mas mbak." kata si ibu tua membuatku ragu untuk mengambil minuman dan jajanan yang sudah tersaji di meja.

"Eh, maksud istri saya, silahkan dinikmati suguhannya." kata si bapak yang mengerti dengan tatapan heran kami.

Tanpa banyak bicara dan entah siapa yang mulai, kami meminum air putih yang tersedia, berbeda dengan A Agus yang memilih meminum kopi yang tersaji di meja. Setelah kerongkonganku basah, aku mengambil salah satu jajanan pasar yang tersaji dan memakannga hingga habis dua buah.

"Monggo, dihabiskan." kata pak tua yang melihat kami seperti orang kelaparan membuatku malu dan mengurungkan niatku untuk mengambil jajanan pasar yang lain.

"Kalian kalau mau mandi dan istirahat, mari saya antar..!" kata ibu tua yang terlihat ramah dengan kehadiran kami. Entah apa yang menyebabkannya seperti itu. Apa karena orang yang bernama Jalu utu? Lalu kenapa mereka seperti memperlakukan kami dengan penuh penghormatan. Terutama kepada A Agus, sungguh aneh.

"Iya Pak, saya mau numpang mandi dulu..!" kataku antusias. Dari kemaren aku belum mandi, badanku terasa lengket.

"Ecih juga..!" kata Ecih tidak kalah antusiasnya denganku.

dengan diantar ibu tua, aku dan Ecih ke kamar mandi. Kami sengaja mandi bareng untuk menghemat waktu, apa lagi tubuhku sudah sangat lelah dan ingin segera beristirahat.

Selesai mandi kami diantar ke kamar untuk kami menginap, aku lega karena kamar yang akan kami gunakan sangat bagus dan luas tidak seperti penginapa yang pernah kami tempati.

******

Aku bangun dan melihat Ecih tidak ada di sampingku. Ke mana anak itu? Apa mungkin pindah ke tempat A Agus? Dasar cewek gatel, apa gak malu dengan jilbab yang dipakainya? Masa bodohlah. Aku segera meminum air putih yang tersedia di meja samping ranjang. Segar sekali rasanya.

Aku memperhatikan kamar yang aku tempati, luasnya sama dengan kamarku bahkan ranjang besinyapun sama dengan milikku. Berbeda jauh dengan penginapan kumuh yang bertebaran di tempat ini. Sedang asik melamun, Ecih masuk dengan senyum hasnya yang agak centil.

"Dari mana, kamu?_ tanyaku curiga.

"Abis nemenin A Agus ziarah terus ritual ewean..!" kata Ecih nyengir kuda. Semakin ke sini semakin menyebalkan saja, terlebih setelah memeknya jebol oleh Satria.

"Gelo siah, emak enak ewean?" tanyaku jengkel.

"Kemarenkan kamu udah ngrlerasain..!" kata Ecih cuek.

"Baru masuk kepalanya aja, A Agus udah kamu takol (pukul) pake asbok. Untng A Agus gak sampe kelenger. Kalo sampe kelenger kamu bisa masuk penjar." kataku msngingat kejadian kemaren, hampir saja memekku jebol.

"Tapi enakkan?" Ecih berbalik menggodaku. Tidak bisa kupingkiri ada rasa nikmat yang sangat aneh. Andai A Agus bukan kakak lelakiku mungkin persoalannya akan menjadu lain. Karena aku sangat menginginkannya.

"Kamu yang keenakan diewe. Gak malu apa sama jilbab kamu." jawabku sewot dengan godaan Ecih.

Tiba tiba A Agus masuk tanpa mengetuk pintul. Sepertinya dia mendengar perdebatan kami, buktinya dia terlihat cengengesan dua gadis cantik yang sedang berdebat sengit "Pada ribut aja, lagi ngeributin kontol A Agus y?" tanya A Agus dengan kurang ajarnya meremas payudaraku dengan keras membuat hatiku berdesir menikmatinya.

"Aa, tetek Kokom maen remes aja. Istighfar, Kokom adeknya A Agus.!" kataku sewot, tapi aku tidak menepiskan tangan A Agus yang masih meremas payudaraku. Jujur, aku sangat menikmatinya.

"Tapi kamu senengkan, tetek kamu Aa remes?" kata A Agus tiba tiba mencium bibirku dengan kasar membuatku terkejut dan sulit bernafas. Inilah pertama kali bibirku dicium seorang pria. Bibirku terkatup rapat saat lidah A Agus berusaha masuk.

"Aa, apa apan sich?" bentakku dengan wajah merah menahan malu. Malu karena aku justru sangat menikmatinya.

"Enakkan dicium?" tanya Ecih menggodaku, membuat wajahku semakin merah karena malu.

"Gak usah malu, Kom. Kita disuruh ke sini sama Emak buat ritual. Dari pada kamu ritual dengan cowok gak jelas, lebih baik ritual dengan A Agus.!" kata A Agus semakin berani. Tangannya tidak lepas dari payudaraku yang semakin mengeras.

"Bohong...!" kata dengan suara bergetar. "Emak gak akan nyuruh Kokom ritual dengan A Agus..!" kataku ragu dengan apa yang aku ucapkan..

"Kamu pikir siapa yang ngajarin A Agus ewean?" tanya A Agus, wajahnya sangat dekat dengan wajahku sehingga aku bisa merasakan hembusan nafanya. Nafas lelaki yang membangkitkan gairahku.

"Siapa?" tanyaku heran. Lalu apa hubungannya orang yang mengajari A Agus ewean denganku.

"Emak prang pertama yang ngajarin A Agus ewean disaksikan Ayah.!" kata A Agus berbisik membuatku terkejut setengah mati.

"Bohong...!" kataku dengan suara lemah. Jujur, aku percaya dengan apa yang dikatakan A Agus. Bukankah Ibu juga yang mengijinkan Mang Ikat menyusu pada payudaraku dan menjilati memekku. Bahkan karena ibu pula aku bisa merasakan nikmatnya pejuh yang menurut mitos bisa membuat awet muda. Mungkin itu sebabnya ibu awet muda, terlihat seperti wanita berusia 30 tahun.

"Kalau gak percaya, kamu tanya aja sendiri ke Emak..!" kata A Agus sambil mencium bibirku. Kali ini A Agus tidak mengulum bibirku, tapi sensasinya mampu membakar jiwaku.

"Beneran yang ngajarin A Agus ewean, Emak tanyaku untuk meyakinkan diriku sendiri, betapa bejadnya ibu, sampai anak sendiri disuruh melayani nafsu bejadnya.

"Benar, Kom...!" kata A Agus kembali melumay bibirku dengan bernafsu. Kali ini aku mulai mengerti apa yang harus aku lakukan, aku membalas ciuman A Agus dengan bernafsu walau masih terasa kaku. Maklum pemula.

"Beneran Aa mau ngewe, Kokom?" tanyaku malu. A Agus hanya mengangguk mengiyakan.

"Buka bajunya ya. kom?" tanya A Agus tanpa menunggu jawaban dariku untuk membuka bajuku.

Aku seperti terhipnotis, membiarkan bajuku terbuka sehingga tubuh bagian atasku hanya tertutup Bh yang seperti kekecilan karena ukuran payudaraku yang semakin membesar. Aku malu melihat A Agus melotot memandang payudaraku yang tiba tiba saja terlepas. Aku menoleh ke arah Ecih yang berada di belakangku.

"Ecih...!" seruku kaget karena Ecih yang melepas kaitan BHku. Kenapa dia seperti mendukung A Agus untuk memperawaniku, padahal waktu di kosan A Agus dia seperti marah saat kontol A Agus tinggal sedikit lagi menjebol memekku.

"Cobain dech, kamu pasti bakal ketagihan diewe..!" busik Ecih sambil meremas payudaraku dari belakang. Rasanya deg deg ser. Mungkin itu gambaran paling sederhana ala yang kualami saat ini.

Seolah tidak puas dengan keberhasilannya menelanjangi tubuh bagian atasku, A Agus berusaha membuka rok panjang yang menutupi hingga mata kaku dan gilanya au malah mengangkat pinggulku agar rokku bisa terlepaa. Tidak perlu waktu satu menit, semua pakaianku sudah terlepas hanya menyisakan jilbab yang menutupi kepalaku.

Inilah saatnya melepas perawan, semuanga sudah terbuka, tidak ada lagi yang tersembunyi. Aku merapatkan pahaku berusaha menyembunyikan memekku dari pandangan liar A Agus. Siap pria yang tidak tergoda melihat kondisiku yang telanjang, memekku yang berwarna pink membentuk sebjah celah memanjang yang masih rapat. Bersih tanpa bulu selembarpun.

Tiba tiba A Agus mendorongku hingga terlentang. Sejak kapan A Agus buka baju, aku baru sada A Agus sudah telanjang seperti diriku. Kontolnya sudah ngaceng sempurna. Aku menggigit bibir, mungkin benar kontol A Agus yang akan mendobrak selaput daraku. Mungkin ini adalah pilihan terbaik, dari pada memekku dijebol kontol Mang Gandhi, Mang Ikat atau mungkin Asep.

A Agus langsung meremas payudaraku dengan keras sambil menciumi permukaan payudaraku hingga meninggalkan bercak merah seperti yang kulihat di payudara ibu. Nikmat sekali, apakah hal ini yang menyebabkan Adan dan Hawa terusi4 dari surga. Hal ini pula yang menyebabkan Pangeran Samudra dan Dewi Ontrowulan terusir dari istananya.

"Ennnnak Aa...!"aku menjerit liris saat puting payudaraku dihisap disertai gigitan kecil. Kenikmatan yang kurasakan mengalir ke seluruh pembuluh darahku.

"Ampunnnn memek aing kunaon ( memek aku kenapa )" jeritku blingsatan merasakan memekku seperti sedang dijilati sezeorang. Aku berusaha melihat me arah sepangkanganku, ternyata wajah Ecih yang berada di selangkanganku.

"Ecih, memekkj diapain?" tanyaku tidak percaya apa yang dilakulan Ecih, dia sedang menjilati memekku sambil mempermainkan itilku. Ini benar benar nkkmat. Dua orang sedang memberiku kenkkmatan tanpa batas. A Agus yang asik menyusu pada payudaraku dengan bernafsu dan Ecih yang begitu asik menjilati memekku.

"Ampunnnnnn....!" tubuhku tiba tiba mengejang, sejuta kenikmatan membuat terlempar ke puncak kenikmatan, lebih nikmat dari pada saat pertama kali aku mendapatkan orgasme oleh jilatan Mang Ikat. Tubuhku tersetrum ribuan volt kenikmatan tiada duanya.

Mataku terpejam menikmati sensasi terindah, pantas semua orang sangat suka melakukannya. Pantas Ecih dan Tina tidak menyesali keperawananny yang hilang. Inikah surga yang mereka katakan. Inikah surga yang membuat setiap wanita rela membuka penutup auratnya.

"Enak, Kom?" bisik A Agus, tangannya tidak pernah terlepas dari payudaraku yang menjadi merah muda karena remasannya.

"Ennnak banget, A. Aa beneran mau merawanin Kokom?" tanyaku pelan. Aku berusaha menatap matanya untuk melihat keteguhan hatinya.

"Bener.... Aa belom pernah nyobain memek perawan. Kemaren Aa pikir Ecih masih perawan, gak taunya udah bolong juga." kata A Agus melihat ke arah Ecih yang sudah duduk di sampingku dalam keadaan bugil. Kapan anak ini buka baju. Pikirku.

"Tapi pelan pelan ya, A..!" kataku menatapnya A Agus dengan pandangan sayu. Tekadku sudah bulat melepaskan ke perawananku sekarang. Tidak perduli yang akan melakukannya adalah kakakku sendiri.

"Iya, Aa pelan pelan masukinnya, Sayang...!" bisik A Agus segera merangkak di atas tubuhku. Entah siapa yang mengajari, aku membuka pahaku lebar, selebar yang aku bisa. Sekaranglah saatnya mahkota kehormatanku lepas. Siapa yang perduli akan hal itu.

Aku merasakan kontol A Agus menggesek belahan memekku dengan pelan, berulang ulang menstimulasi memekku agar semakin basah. Nikmat, walau kenikmatan terasa agak menggantung, entah kenapa aku ingin A Agus langsung menjebol memekku tanpa stimulasi. Aku sudah ingin secepatnya memekku dimasuki kontol A Agus.

Keteganganku semakin memuncak saat kepala kontol A Agus tepat berada di lobang memekku. Inilah waktunya.

Tok tok tok... "Den Agus, maaf mengganggu, Pak Jalu sudah datang dan ingin bertemu..!" kata Pak Tua dari luar kamar membuyarkan harapanku.

"Eh.... Iyyyyya, Pak. Sebentar..!" kata A Agus gugup. Kedatangan pemilik rumah tidak bisa diabaikan begitu saja. Kami di sini hanyalah tamu.

Bersambung
 
Chapter 19

"Saya Agus, katanya saya disuruh nemuin Pak Jalu di sini." kata A Agus terlihat tenang, padahal aku yang mendengarnya sangat heran dan bertanya tanya di dalam hati, apa ini rumah ayah A Agus? Karena setahuku Agus bukan anak ayahku.

"Iya, Pak Jalu sudah menelpon tadi, kamar sudah saya siapkan. Silahkan masuk, Mas..!" kata pria tua itu mempersilahkan masuk ke dalam rumah yang berkesan antik. Dalam buku pelajaran sekolah ini adalah rumah adat orang jawa.

"Silahkan duduk...!" kata pria tua itu mempersilahkan kami duduk di kursi kayu jati yang berukir. Kursi Jati di rumah kami ukirannya tidak swbagus kursi di sini. Bahkan usianya pasti sangat tua. Mungkinkah pemilik rumah ini seorang bangsawan. Tapi namanya Jalu? Itu nama orang Sunda.

"Ini rumah siapa, A?" tanyaku heran. Seingatku waktu membuntuti ibu, ibu nginap di penginapan kumuh tepat di samping kamarku.

"Aa juga gak tahu, cuma disuruh ke sini sama Emak." kata Agus sama bingungnya denganku.

Si bapak tua kembali ke ruang tau dengan seorang ibu tua yang membawa minuman dan jajanan pasar untuk kami. Lumayan untuk mengganjal perutku yang sudah kelaparan.

"Silahkan di unjuk, mas mbak." kata si ibu tua membuatku ragu untuk mengambil minuman dan jajanan yang sudah tersaji di meja.

"Eh, maksud istri saya, silahkan dinikmati suguhannya." kata si bapak yang mengerti dengan tatapan heran kami.

Tanpa banyak bicara dan entah siapa yang mulai, kami meminum air putih yang tersedia, berbeda dengan A Agus yang memilih meminum kopi yang tersaji di meja. Setelah kerongkonganku basah, aku mengambil salah satu jajanan pasar yang tersaji dan memakannga hingga habis dua buah.

"Monggo, dihabiskan." kata pak tua yang melihat kami seperti orang kelaparan membuatku malu dan mengurungkan niatku untuk mengambil jajanan pasar yang lain.

"Kalian kalau mau mandi dan istirahat, mari saya antar..!" kata ibu tua yang terlihat ramah dengan kehadiran kami. Entah apa yang menyebabkannya seperti itu. Apa karena orang yang bernama Jalu utu? Lalu kenapa mereka seperti memperlakukan kami dengan penuh penghormatan. Terutama kepada A Agus, sungguh aneh.

"Iya Pak, saya mau numpang mandi dulu..!" kataku antusias. Dari kemaren aku belum mandi, badanku terasa lengket.

"Ecih juga..!" kata Ecih tidak kalah antusiasnya denganku.

dengan diantar ibu tua, aku dan Ecih ke kamar mandi. Kami sengaja mandi bareng untuk menghemat waktu, apa lagi tubuhku sudah sangat lelah dan ingin segera beristirahat.

Selesai mandi kami diantar ke kamar untuk kami menginap, aku lega karena kamar yang akan kami gunakan sangat bagus dan luas tidak seperti penginapa yang pernah kami tempati.

******

Aku bangun dan melihat Ecih tidak ada di sampingku. Ke mana anak itu? Apa mungkin pindah ke tempat A Agus? Dasar cewek gatel, apa gak malu dengan jilbab yang dipakainya? Masa bodohlah. Aku segera meminum air putih yang tersedia di meja samping ranjang. Segar sekali rasanya.

Aku memperhatikan kamar yang aku tempati, luasnya sama dengan kamarku bahkan ranjang besinyapun sama dengan milikku. Berbeda jauh dengan penginapan kumuh yang bertebaran di tempat ini. Sedang asik melamun, Ecih masuk dengan senyum hasnya yang agak centil.

"Dari mana, kamu?_ tanyaku curiga.

"Abis nemenin A Agus ziarah terus ritual ewean..!" kata Ecih nyengir kuda. Semakin ke sini semakin menyebalkan saja, terlebih setelah memeknya jebol oleh Satria.

"Gelo siah, emak enak ewean?" tanyaku jengkel.

"Kemarenkan kamu udah ngrlerasain..!" kata Ecih cuek.

"Baru masuk kepalanya aja, A Agus udah kamu takol (pukul) pake asbok. Untng A Agus gak sampe kelenger. Kalo sampe kelenger kamu bisa masuk penjar." kataku msngingat kejadian kemaren, hampir saja memekku jebol.

"Tapi enakkan?" Ecih berbalik menggodaku. Tidak bisa kupingkiri ada rasa nikmat yang sangat aneh. Andai A Agus bukan kakak lelakiku mungkin persoalannya akan menjadu lain. Karena aku sangat menginginkannya.

"Kamu yang keenakan diewe. Gak malu apa sama jilbab kamu." jawabku sewot dengan godaan Ecih.

Tiba tiba A Agus masuk tanpa mengetuk pintul. Sepertinya dia mendengar perdebatan kami, buktinya dia terlihat cengengesan dua gadis cantik yang sedang berdebat sengit "Pada ribut aja, lagi ngeributin kontol A Agus y?" tanya A Agus dengan kurang ajarnya meremas payudaraku dengan keras membuat hatiku berdesir menikmatinya.

"Aa, tetek Kokom maen remes aja. Istighfar, Kokom adeknya A Agus.!" kataku sewot, tapi aku tidak menepiskan tangan A Agus yang masih meremas payudaraku. Jujur, aku sangat menikmatinya.

"Tapi kamu senengkan, tetek kamu Aa remes?" kata A Agus tiba tiba mencium bibirku dengan kasar membuatku terkejut dan sulit bernafas. Inilah pertama kali bibirku dicium seorang pria. Bibirku terkatup rapat saat lidah A Agus berusaha masuk.

"Aa, apa apan sich?" bentakku dengan wajah merah menahan malu. Malu karena aku justru sangat menikmatinya.

"Enakkan dicium?" tanya Ecih menggodaku, membuat wajahku semakin merah karena malu.

"Gak usah malu, Kom. Kita disuruh ke sini sama Emak buat ritual. Dari pada kamu ritual dengan cowok gak jelas, lebih baik ritual dengan A Agus.!" kata A Agus semakin berani. Tangannya tidak lepas dari payudaraku yang semakin mengeras.

"Bohong...!" kata dengan suara bergetar. "Emak gak akan nyuruh Kokom ritual dengan A Agus..!" kataku ragu dengan apa yang aku ucapkan..

"Kamu pikir siapa yang ngajarin A Agus ewean?" tanya A Agus, wajahnya sangat dekat dengan wajahku sehingga aku bisa merasakan hembusan nafanya. Nafas lelaki yang membangkitkan gairahku.

"Siapa?" tanyaku heran. Lalu apa hubungannya orang yang mengajari A Agus ewean denganku.

"Emak prang pertama yang ngajarin A Agus ewean disaksikan Ayah.!" kata A Agus berbisik membuatku terkejut setengah mati.

"Bohong...!" kataku dengan suara lemah. Jujur, aku percaya dengan apa yang dikatakan A Agus. Bukankah Ibu juga yang mengijinkan Mang Ikat menyusu pada payudaraku dan menjilati memekku. Bahkan karena ibu pula aku bisa merasakan nikmatnya pejuh yang menurut mitos bisa membuat awet muda. Mungkin itu sebabnya ibu awet muda, terlihat seperti wanita berusia 30 tahun.

"Kalau gak percaya, kamu tanya aja sendiri ke Emak..!" kata A Agus sambil mencium bibirku. Kali ini A Agus tidak mengulum bibirku, tapi sensasinya mampu membakar jiwaku.

"Beneran yang ngajarin A Agus ewean, Emak tanyaku untuk meyakinkan diriku sendiri, betapa bejadnya ibu, sampai anak sendiri disuruh melayani nafsu bejadnya.

"Benar, Kom...!" kata A Agus kembali melumay bibirku dengan bernafsu. Kali ini aku mulai mengerti apa yang harus aku lakukan, aku membalas ciuman A Agus dengan bernafsu walau masih terasa kaku. Maklum pemula.

"Beneran Aa mau ngewe, Kokom?" tanyaku malu. A Agus hanya mengangguk mengiyakan.

"Buka bajunya ya. kom?" tanya A Agus tanpa menunggu jawaban dariku untuk membuka bajuku.

Aku seperti terhipnotis, membiarkan bajuku terbuka sehingga tubuh bagian atasku hanya tertutup Bh yang seperti kekecilan karena ukuran payudaraku yang semakin membesar. Aku malu melihat A Agus melotot memandang payudaraku yang tiba tiba saja terlepas. Aku menoleh ke arah Ecih yang berada di belakangku.

"Ecih...!" seruku kaget karena Ecih yang melepas kaitan BHku. Kenapa dia seperti mendukung A Agus untuk memperawaniku, padahal waktu di kosan A Agus dia seperti marah saat kontol A Agus tinggal sedikit lagi menjebol memekku.

"Cobain dech, kamu pasti bakal ketagihan diewe..!" busik Ecih sambil meremas payudaraku dari belakang. Rasanya deg deg ser. Mungkin itu gambaran paling sederhana ala yang kualami saat ini.

Seolah tidak puas dengan keberhasilannya menelanjangi tubuh bagian atasku, A Agus berusaha membuka rok panjang yang menutupi hingga mata kaku dan gilanya au malah mengangkat pinggulku agar rokku bisa terlepaa. Tidak perlu waktu satu menit, semua pakaianku sudah terlepas hanya menyisakan jilbab yang menutupi kepalaku.

Inilah saatnya melepas perawan, semuanga sudah terbuka, tidak ada lagi yang tersembunyi. Aku merapatkan pahaku berusaha menyembunyikan memekku dari pandangan liar A Agus. Siap pria yang tidak tergoda melihat kondisiku yang telanjang, memekku yang berwarna pink membentuk sebjah celah memanjang yang masih rapat. Bersih tanpa bulu selembarpun.

Tiba tiba A Agus mendorongku hingga terlentang. Sejak kapan A Agus buka baju, aku baru sada A Agus sudah telanjang seperti diriku. Kontolnya sudah ngaceng sempurna. Aku menggigit bibir, mungkin benar kontol A Agus yang akan mendobrak selaput daraku. Mungkin ini adalah pilihan terbaik, dari pada memekku dijebol kontol Mang Gandhi, Mang Ikat atau mungkin Asep.

A Agus langsung meremas payudaraku dengan keras sambil menciumi permukaan payudaraku hingga meninggalkan bercak merah seperti yang kulihat di payudara ibu. Nikmat sekali, apakah hal ini yang menyebabkan Adan dan Hawa terusi4 dari surga. Hal ini pula yang menyebabkan Pangeran Samudra dan Dewi Ontrowulan terusir dari istananya.

"Ennnnak Aa...!"aku menjerit liris saat puting payudaraku dihisap disertai gigitan kecil. Kenikmatan yang kurasakan mengalir ke seluruh pembuluh darahku.

"Ampunnnn memek aing kunaon ( memek aku kenapa )" jeritku blingsatan merasakan memekku seperti sedang dijilati sezeorang. Aku berusaha melihat me arah sepangkanganku, ternyata wajah Ecih yang berada di selangkanganku.

"Ecih, memekkj diapain?" tanyaku tidak percaya apa yang dilakulan Ecih, dia sedang menjilati memekku sambil mempermainkan itilku. Ini benar benar nkkmat. Dua orang sedang memberiku kenkkmatan tanpa batas. A Agus yang asik menyusu pada payudaraku dengan bernafsu dan Ecih yang begitu asik menjilati memekku.

"Ampunnnnnn....!" tubuhku tiba tiba mengejang, sejuta kenikmatan membuat terlempar ke puncak kenikmatan, lebih nikmat dari pada saat pertama kali aku mendapatkan orgasme oleh jilatan Mang Ikat. Tubuhku tersetrum ribuan volt kenikmatan tiada duanya.

Mataku terpejam menikmati sensasi terindah, pantas semua orang sangat suka melakukannya. Pantas Ecih dan Tina tidak menyesali keperawananny yang hilang. Inikah surga yang mereka katakan. Inikah surga yang membuat setiap wanita rela membuka penutup auratnya.

"Enak, Kom?" bisik A Agus, tangannya tidak pernah terlepas dari payudaraku yang menjadi merah muda karena remasannya.

"Ennnak banget, A. Aa beneran mau merawanin Kokom?" tanyaku pelan. Aku berusaha menatap matanya untuk melihat keteguhan hatinya.

"Bener.... Aa belom pernah nyobain memek perawan. Kemaren Aa pikir Ecih masih perawan, gak taunya udah bolong juga." kata A Agus melihat ke arah Ecih yang sudah duduk di sampingku dalam keadaan bugil. Kapan anak ini buka baju. Pikirku.

"Tapi pelan pelan ya, A..!" kataku menatapnya A Agus dengan pandangan sayu. Tekadku sudah bulat melepaskan ke perawananku sekarang. Tidak perduli yang akan melakukannya adalah kakakku sendiri.

"Iya, Aa pelan pelan masukinnya, Sayang...!" bisik A Agus segera merangkak di atas tubuhku. Entah siapa yang mengajari, aku membuka pahaku lebar, selebar yang aku bisa. Sekaranglah saatnya mahkota kehormatanku lepas. Siapa yang perduli akan hal itu.

Aku merasakan kontol A Agus menggesek belahan memekku dengan pelan, berulang ulang menstimulasi memekku agar semakin basah. Nikmat, walau kenikmatan terasa agak menggantung, entah kenapa aku ingin A Agus langsung menjebol memekku tanpa stimulasi. Aku sudah ingin secepatnya memekku dimasuki kontol A Agus.

Keteganganku semakin memuncak saat kepala kontol A Agus tepat berada di lobang memekku. Inilah waktunya.

Tok tok tok... "Den Agus, maaf mengganggu, Pak Jalu sudah datang dan ingin bertemu..!" kata Pak Tua dari luar kamar membuyarkan harapanku.

"Eh.... Iyyyyya, Pak. Sebentar..!" kata A Agus gugup. Kedatangan pemilik rumah tidak bisa diabaikan begitu saja. Kami di sini hanyalah tamu.

Bersambung


hahahaha.. #SAVEKOKOOOOM... aa agus batal merawanin kokom..
 
Haha..kentaaang suhu... lagi2 perawan KOKOM terselamatkan..
Masih teka teki siapakah gerangan yg beruntung menjebol perawannya kokom, Agus atau Satria atauuuu Jalu sendiri....

Lancroootkan suhu..
 
Makin penasaran aing siapa yg bakal jebol kokom .. apa mungkin Jalu .. sebagaimana Dulu dia juga yg jebol Rini emaknya .. ane dukung dah kalo jalu mah biar ngga mlendung seperti ecih .. itung itung nostalgia sebagaimana Dulu dapat bi Narsih juga Desi .. ibu anak digarap .. anggap Aja obat stress Dan awet muda .. hahaha
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd