Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Sekarang Sedang Jatuh Cinta (Side story 10)

Part 13: Rasa Sayang Yang Dulu Aku Remehkan.


Suara tubuh yg beradu bercampur dengan desahan menggema di ruang tamu yg panas ini. Decitan suara sofa dan kecipak lidah tak mau kalah mengisi ruangan ini. Tiga orang remaja sedang saling memuaskan diri. Aku menghujamkan penisku dengan tempo cepat kedalam vagina Julie, gadis manado tetanggaku yg merupakan anggota idol group kenamaan ibu kota. Sudah sekian kali tubuhnya yg sexy dan membuat para fans bernafsu ini ku nikmati. Dialah partner sex utamaku, seorang gadis yg memiliki nafsu tinggi. Namun hanya aku saja yg bisa membuatnya puas. Sedangkan saat ini lidahku sedang menjilati vagina merah merekah dengan daging vagina yg berlipat keluar, aku yakin ini karena dia sudah sering melakukan persetubuhan sebelumnya. Namun lendirnya yg gurih ini mudah sekali untuk keluar, bagaikan di refill terus menerus untuk ku sesap.

“nggghhh ooohhhh…. Aku beceeeeekkk, lidah kamu teh mantap” Frieska meracau ketika lidahku menggelitiki klitorisnya, sedangkan jariku menyibak dan mengorek vaginanya.

Julie mendorong tubuhku dan melepaskan dirinya. Ia merapikan pakaiannya.

“kak, aku gak mau ada cewek lain…” Julie cemberut padaku.
“Jul tunggu dulu, belom selesai!” balasku berusaha menahan Julie yg pergi meninggalkan kamarku.

Frieska yg sepertinya sudah diselimuti nafsu menarik tubuhku dan membenamkan wajahku di payudaranya yg besar. Payudaranya yg besar, lebar dan kenyal ini benar benar memberikan sensasi baru. Putingnya yg juga besar mencuat membuat siapa saja yg melihat pasti ingin menghisapnya. Frieska bagaikan seorang ibu yg sedang menyusui anaknya. Kucubit putingnya yang sedari tadi sudah tegang menanti nanti untuk diberikan sentuhan. Frieska menggelinjang, melihat reaksinya aku semakin bersemangat. Kupilin putingnya sementara dengan sisa jariku tetap meremas daging payudaranya gemas.

“Mmmphhhh….” Aku membungkam mulut Frieska yg mendesah dengan bibirku.

kucium bibirnya yang merah merekah itu hingga dapat ku kecap rasa manis nya kemudian ku teruskan melumat bibirnya mengubahnya dari sebuah kecupan menjadi ciuman panas. Frieska sama sekali tak melepas pagutan ku di bibirnya. Dia malah mengalungkan lengannya melingkar di leher ku, memaksaku untuk terus melumat lidahnya yang semakin liar menari - nari di dalam mulutku. Aku membaringkan Frieska di sofa ku hampiri Frieska yang terbaring pasrah dengan penis ku yang sudah dalam kondisi tegang maksimal.
Frieska menatap penisku dengan tatapan yang mesum. Ku dekatkan penisku di hadapan vaginanya. Frieska meraih penis ku dengan tangannya, ia membuka lebar pahanya memamerkan vaginanya yg bersih tanpa bulu. Bibir vaginanya sudah becek mengkilap dibanjiri cairan orgasmenya. Kugunakan cairan itu untuk mengolesi kepala penisku sebelum akhirnya kutusukan di lubang vaginanya yang terasa longgar, namun bagian dalamnya begitu longgar. Frieska menutup mulut dengan tangannya saat aku melakukan penetrasi.
Tak perlu banyak tenaga untuk akhirnya lubang kenikmatannya bisa kutembus dengan penisku.

"Sempit banget dalemnya, padahal masuknya gampang." aku memuji vagina Frieska yg seakan mencengkram dengan erat batang penisku.

Tak sabar, Frieska menggoyang tubuh bawahnya naik turun membuat penisku seperti dipijit oleh dinding dinding vaginanya yang hangat. Aku tentu tak mau kalah , ku cengkeram lekukan pinggangnya sebagai tempat bertumpu agar aku leluasa menggenjot lubang vagina Frieska.

"Aaaaaahhhhh genjot yg kuat sa!" ucap Frieska yg sudah dipenuhi nafsu.

Aku menaruh jari telunjukku di bibirnya sebagai isyarat supaya dia tidak terlalu keras bersuara. Tubuhnya ikut terguncang akibat genjotanku, dadanya yg besar naik turun dengan sangat erotis membuat ku semakin bersemangat untuk menggenjot tubuhnya.

CLEK!

Suara dari gagang pintu depan apartementku yg berputar, dari balik pintu masuk seorang gadis yg tampak sedang bahagia dengan membawa sebuah hoodie berwarna hitam ditangannya. Namun raut wajahnya berubah menjadi terkejut melihat keadaan kami berdua saat ini.

“Aku balikin ini, sorry” Della meletakan hoodie itu di samping pintu.

Della membalik tubuhnya, menutup pintu apartementku. Ia telah menghilang dibalik sana. Aku dan Frieska mematung, tubuhku mati rasa. Jantungku berdegup pelan, semakin pelan seakan akan berhenti. Perasaan berkecamuk didalam dadaku.

“Oh Della cuma mau balikin hoodie, yaudah lanjut lagi” Frieska menggerakan pinggulnya pelan, mencoba membuat penisku yg sudah menyusut untuk menegang kembali.

Aku mencabut penisku dari dalam vaginanya, memakai kembali pakaianku yg berceceran dan bergegas mengejar Della yg sudah turun dengan lift. Aku dapat melihat lift itu masih berada di lantai 5.

“Kak, pakai baju lu, trus pulang” kataku pada Frieska yg melihat ku tergesa-gesa.
“Loh tapi sa, kita belom selesai” balasnya masih berusaha menggodaku.
“Selesai, semuanya udah selesai.” balasku pelan.
“Saat gw udah balik ke kamar ini, gw gak mau ngeliat ada lu disini. Jadi mending sekarang pulang. Terima kasih banyak kak Frieska” tambahku sebelum menutup pintu apartemenku.

Aku turun sambil berlari menggunakan tangga darurat, aku berlari sekuat tenagaku. Nafasku tersengal-sengal dan dadaku terasa seperti akan meledak. Mungkin karena sebelumnya aku sedang memacu nafsu sehingga tenagaku hanya tersisa sedikit saja, namun ini tidak ada apa-apanya di banding keinginanku untuk segera menahan Della sebelum semuanya terlambat. Tenagaku sudah hampir mencapai batasnya, aku berhenti sejenak dan melihat kearah papan penunjuk lantai.

3?” aku menarik nafas panjang, mengumpulkan sisa sisa tenaga terakhirku.

Aku kembali berlari menuruni tangga apartementku, sampai akhirnya aku mencapai lantai 1. Dengan keringat bercucuran dan nafas memburu, aku keluar dari pintu darurat ini dan menuju kedepan lift yg berhenti di lantai 1 itu.

“Kosong?!” aku tak percaya melihatnya, ternyata aku masih kalah cepat dengan lift ini.
Loh mas Yusa kok pakai tangga?” tanya Mbak Linda, costumer service apartementku.
“Mbak liat cewek pakai kemeja hitam, rambutnya segini turun lewat lift ini gak?” aku menjelaskan ciri-ciri Della padanya.
“Oh dia belum lama tadi keluar, paling masih di depan halaman apartement ini” balas mbak Linda.

Aku langsung bergegas berlari keluar, berharap bahwa aku masih dapat mengejarnya. Sesaat aku sudah berada diluar, ku tengok ke kanan dan ke kiri untuk mencari keberadaannya. Diujung jalan apartementku ini aku dapat melihat seorang gadis yg sedang berdiri dipinggir jalan raya, seperti menunggu sesuatu.

“Itu dia!” rasa lelahku seakan menghilang ketika berhasil menemukannya.

Aku bergegas berlari kearah tempatnya berdiri itu, namun tubuhku tidak sekuat semangatku. Lariku perlahan memelan, langkahku gontai. Dadaku semakin sesak, aku terbatuk akibat kelelahan. Batukku begitu kosong, bagaikan paru-paru sudah tidak menampung udara sama sekali. Namun aku masih memaksakan tubuhku untuk melampaui batasnya dan kembali mengejar Della. Semakin aku berusaha mengejarnya, semakin terasa jarak antara kami berdua semakin jauh. Pandanganku mulai menjadi samar, namun aku masih dapat sedikit melihat bayangannya dikejauhan itu.

“DELLA!!” aku memanggilnya dengan sisa-sisa tenagaku sebelum tubuhku benar-benar terjatuh.

Pandanganku semakin memburam, namun aku masih melihat samar-samar bayangan Della didepan mataku, bayangannya yg jauh dan kecil itu menatap kearahku. Aku tidak dapat melihatnya dengan jelas, namun aku dapat melihatnya tersenyum kearahku sambil melambaikan tangannya. Ia melambai kearahku seperti mengucapkan selamat tinggal.

“Dell, tunggu” kata-kata itu keluar dari mulutku sebelum semuanya menggelap.


.
.
.
.


Aku mengerjapkan mataku pelan, aku ingat bahwa tadi aku pingsan karena kelelahan. Perlahan aku kembali mendapatkan kesadaran dan penglihatanku.

ini kamarku kan?” Aku berusaha meyakinkan kembali.

Aku kini terbaring diatas kasurku sendiri, masih dengan keadaan seperti sebelum aku pingsan tadi.

kok bisa balik ke kamar?” pikirku bingung.

Aku mencoba menggerakan badanku, namun seluruh ototku rasanya begitu tegang dan sakit. Dadaku juga masih cukup sesak, bernafas saja membuatku kelelahan. Sepertinya untuk saat ini lebih baik aku merebahkan tubuhku sebentar. Kucoba menutup mataku kembali untuk beristirahat.

“udah bangun?” aku merasa mendengar seseorang bertanya padaku.
suara ini?” aku tak percaya mendengarnya.
“Yusa, udah bangun?” suara itu kembali bertanya padaku.
gak mungkin” pikirku dalam hati.
“Kalau udah bisa bangun, makan dulu” kembali ia berkata padaku, membuatku semakin penasaran.

Perlahan kubuka mataku untuk melihat sumber suara itu. Aku dapat melihat Della yg sedang duduk disamping kasurku, membawa sebuah piring berisi nasi dan telur goreng. Ia duduk sambil menatapku tersenyum, menggenggam sendok yg sudah siap untuk disuapkan kedalam mulutku.

“makan dulu” Ia kembali berkata padaku, lembut.

Aku kembali memejamkan mataku, berusaha merasionalkan segala hal yg terjadi saat ini. Memikirkan berpuluh puluh kemungkinan bagaimana ini bisa terjadi. Berusaha menyimpulkan kejadian demi kejadian agar bisa masuk kedalam nalar, sehingga kini tercapai sebuah kesimpulan.

gw masih pingsan dan ini cuma mimpi” Senyum tersungging dari bibirku.

Kembali ku istirahatkan tubuhku dan berusaha untuk tidur, sepertinya memang aku harus kembali beristirahat karena terlalu lelah dan terlalu banyak pikiran yg bercampur aduk sehingga mendapat mimpi seperti ini.

“Aduuuuduuuh!!” Pekikku ketika sebuah tangan mencubit pipiku.
“Sakit!” Aku memegang pipiku yg dicubit kencang sekali dan membuka mataku.

Kembali kudapati Della yg masih berada ditempatnya tadi, masih dengan sebuah piring yg dia letakan diatas pahanya dan sebuah sendok yg berada didalam genggamannya. Bedanya kini wajahnya menatapku dengan kesal dan tangannya bersiap mencubitku kembali.

“iya iya aku makan!” Aku mencoba bangun dari tidurku, namun badanku benar-benar seperti tidak memiliki tulang.
“udah, begitu aja makannya” ia menahanku untuk bangun dan mengarahkan sendoknya kemulutku.

Kini aku makan dengan keadaan berbaring dikasur, dimana Della menyuapiku dengan pelan dan cekatan. Merawatku yg baru tersadar dari pingsanku ini, menemaniku yg terbaring tak berdaya.

“asin banget” kataku ketika memakan telor buatannya.
“Kamu udah makan?” aku mencoba mengajaknya bicara.

Della masih fokus menyendok nasi dan potongan telur goreng di piring itu, bersiap memberikanku suapan berikutnya.

“La, kamu gak marah?” tanyaku kembali, mencari tau apa reaksinya setelah melihatku tadi.

Della tak membalas setiap perkataanku dan tetap menyuapiku, namun ia tak berbicara apa-apa selain menyuruhku makan dan melarangku untuk banyak bergerak. Senyuman dibibirnya benar-benar lembut, ia tidak sekalipun melepaskan pandangannya dariku. Matanya menatapku dalam.
Aku menurutinya dan makan sampai habis, tidak lupa ia memberikan ku air setelah makanku selesai. Mengelap mulutku dengan tissue dan kembali menyuruhku untuk berbaring.

“kamu istirahat ya” Katanya padaku sambil tersenyum.
“iya” balasku padanya.

Kamarku yg temaram karena cahaya dari langit yg berwarna jingga. Cahaya yg sama menyinari wajah Della, kupandang wajahnya dari bawah. Cahaya itu perlahan memperlihatkan seluruh wajahnya. Aku menatap setiap inci wajahnya itu.

“La…” aku memanggil namanya pelan.

Wajahnya benar benar kosong, kulitnya pucat. tak ada cahaya terpancar dimatanya, matanya bengkak dan terlihat jelas sisa air mata di mata dan pipinya. Hanya ada senyuman manis yg sejak tadi merekah, yg bila diperhatikan baik baik senyum itu benar-benar tidak memiliki arti dan makna. Senyuman yg lembut, yg tercipta dari kehampaan yg kini ia rasakan.

“Aku pergi dulu ya, kamu istirahat sampai membaik.” Katanya padaku.
“Kabarin kalau kamu udah baikan…” wajahnya kini berada diatasku yg sedang berbaring.

Wajahnya tepat berada diatas wajahku, senyumannya tersungging dengan jelas. Senyuman yg lebar merekah hingga membuat matanya yg sipit itu hilang. Perlahan kepalanya turun mendekati kepalaku, dahinya kini menyentuh dahiku. Tak berapa lama ia kembali berkata padaku.

“Aku sayang kamu” sesaat setelah kata itu terucap dari bibirnya, ia beranjak dari kursi dan meninggalkanku yg masih berbaring lemah.

Aku berusaha bangkit dari tidurku untuk mengejarnya, namun apadaya ototku tidak mau digerakan. Aku hanya dapat menatapnya dari belakang, menatap tubuhnya yg perlahan lahan menuruni tangga dan kemudian hilang dari pandanganku.

“Della! Tunggu!” Aku hanya mampu meneriakan namanya, tanpa jawaban darinya.
“Lala!” kembali kuteriakan namanya yg juga tidak mendapat balasan.

CLEK!

Suara pintu apartement ku yg ditutup perlahan, menandakan bahwa Della telah keluar dari apartementku. Meninggalkan ku yg terbaring dikasur dan hanya mampu meneriakan namanya.


.
.
.


Seminggu telah berlalu semenjak kejadian itu…

Della tidak pernah hadir saat latihan, ia juga tidak pernah perform di theater setelahnya. Aku mencoba bertanya pada teman teman, member, bahkan keluarganya. Namun semua bungkam seakan menyembunyikan keberadaannya. Aku mencoba bertanya pada Julie, Saktia maupun Gaby. Tapi semua member yg berhubungan dekat denganku benar-benar tidak mengetahui keberadaan Della, ia tidak pernah memberikan kabar kepada mereka bertiga. Aku mencoba mengirimkan pesan, menelfon namun tak ada jawaban darinya. Pesan yg terakhir ia baca adalah pesan dariku yg memberikan kabar bahwa aku telah membaik. Seakan akan hanya kabar itu yg ingin dia dengar untuk terakhir kalinya dariku.

“Gab, Della masih gak ngehubungin kamu?” tanyaku pada Gaby yg duduk disebelahku.
“Gak, terakhir dia ngasih kabar ke sensei kalau dia lagi ada urusan keluarga. Dia juga udah izin lewat ibunya ke management dan di approve” balas Gaby padaku.
“oh gitu, tiba-tiba ilang ya” Balasku padanya, pura-pura tidak mengetahui apa yg terjadi.
“Cie nanyain terus…” balas Gaby padaku.
“bukan gitu, aku cuma penasaran aja” balasku padanya.

Aku kembali memfokuskan diriku pada jalan, melajukan kendaraanku dijalan raya yg sepi ini. Karena hari ini waktu sudah larut malam, Gaby pulang larut karena latihan untuk setlist baru yg sudah berjalan.

“Yusa…” Gaby memanggilku pelan.
“iya?” balasku.
“Kamu udah seminggu ini makannya sedikit, kamu juga banyak diem, dan selalu nanyain Della.” Gaby berkata sambil menundukan kepalanya.
“aku tau kamu khawatir, sama kyak aku khawatir juga…” tambahnya, “tapi cara kamu khawatir ini beda”
“beda apanya? Biasa aja haha” balasku kebingungan akibat perkataannya yg tiba tiba.
“kamu tuh pembohong yg buruk. Jujur sama aku…” Gaby menatapku dengan wajah yg murung.
“kamu cinta sama Della?” ia bertanya padaku, raut wajahnya begitu serius.
“ya gak lah, aku cintanya sama kamu” Balasku padanya tersenyum berusaha meyakinkannya.
“Kamu sayang sama Della?” Tanyanya lagi.

Aku menatapnya bingung, karena raut wajahnya benar-benar serius. Nampak kekecewaan terpancar dari matanya. Ia tidak mempercayaiku.

“Kenapa kamu nanya gitu?” Balasku bertanya padanya.
“gapapa” balasnya padaku, ia menggigit bibir bawahnya.

Aku kembali menatap kearah jalanan, apartement tempat Gaby tinggal mulai terlihat. Aku memelankan kendaraanku.

“didepan aja Sa, kamu langsung pulang aja.” Gaby memintaku menurunkannya didepan pintu masuk.

Aku menurutinya. Menurunkannya didepan pintu masuk apartementnya. Ku buka kaca mobilku sebelum benar-benar pergi, melambai kearahnya.

“Yusa…” Ia kembali memanggil namaku dari luar.
“Kamu sayang sama Della?” Ia kembali bertanya padaku, mulutku tergagap berusaha menjawab pertanyaannya.
“gak usah dijawab, itu bukan pertanyaan” katanya lagi padaku.
“itu pernyataan” kemudian ia meninggalkanku dan masuk kedalam apartementnya.

Perkataan Gaby membuatku tak karuan, aku memacu kendaraanku dengan pikiran berkecamuk. Perkataannya itu seperti sebuah panah yg menghujam tepat ke jantungku. Seperti sebuah petir yg menyambar tepat dikepalaku.

sayang sama Della?” Aku bertanya pada diriku sendiri.
Kamu sayang sama Della” aku kembali mengulang perkataan Gaby itu.
gak mungkin” jawabku sendiri atas pertanyaanku itu.

Aku tak sadar telah berputar putar di jalanan kota Jakarta sedari tadi. Waktu telah menunjukan pukul 1 malam, sudah 1 jam lebih aku berputar putar tak tau arah. Seakan aku lupa jalan kembali ke apartementku dari apartement Gaby. Pikiranku yg kalut membuatku buta arah. Kini aku telah berada dikawasan Tebet, lebih tepatnya berada didepan sebuah warkop.

ini kan kostan Della?” pikirku dalam hati.

Aku memarkirkan kendaraanku dan berjalan menuju kostan Della. Ternyata pagar kostannya telah dikunci, aku hanya dapat memandang pintu kamarnya dari luar. Berharap sebuah kesempatan bahwa dia akan keluar dari pintu itu, menghampiriku dan tersenyum kepadaku seperti tidak terjadi apa-apa.

apakah ini mimpi?” aku menatap tak percaya, pintu kamar itu benar-benar terbuka.

Namun ternyata itu adalah Nadila yg membawa sebuah kantung sampah untuk dibuang keluar. Sepertinya memang tidak mungkin hal seperti itu bisa terjadi, ini dunia nyata bukan sebuah adegan didalam film drama.

“Loh Yusa? Ngapain malem malem?” Nadila menghampiriku yg berdiri diluar pagar.
“Oh gak, kebetulan aja lewat” balasku berbohong.
“Nyari Della? Emang belom tau kalo dia pulang kerumahnya?” Nadila mengeryitkan dahinya karena kebingungan melihatku yg berada didepan kostannya selarut ini.
“Tau gw” balasku padanya.
“Oh jangan jangan…” Nadila bergidik ngeri.
“gak usah mikir macem-macem” Balasku melihat tingkahnya itu.
“haha becanda Sa, galak banget sih.” balasnya tertawa kecil.
“lagipula kalo kamu emang mau…” Nadila memilin milin ujung bajunya.
“kamu boleh kok “paw paw” aku” Balasnya dengan pipi bersemu merah.
“Gak usah aneh aneh. Yaudah kalo gitu gw pulang ya” Balasku padanya.
“tunggu…” ia menahanku.
“kenapa lagi?” tanyaku padanya.
“gapapa, gw cuma mau bilang kalau terlalu rasional juga gak bagus Sa” Nadila menatap mataku.
“Gw ngerti, jadi coba jujur sama diri lu sendiri” tambahnya.

Aku tercekat mendengar kata-kata Nadila. Bayangan akan Della berputar dikepalaku. Perasaan yg kupendam sejak dulu, kembali muncul. Rasa sayang yang dulu aku remehkan ini, menyeruak mengisi hatiku. Perasaan yg ku kunci rapat di pojok relung hatiku, yg diasingkan dan ku kurung ditempat yg gelap, tersembunyi dan tak ada seorangpun yg tau. Perasaan yg kecil namun berhasil mengambil alih posisi Gaby yg sudah mengisi hatiku, perasaan kecil yg kembali menjadi dominan.

Aku berlari ke mobilku, meninggalkan Nadila yg menatapku kebingungan dari balik pagar. Sesaat setelah memasuki mobilku, aku mengambil handphone ku dan menghubungi seseorang. Buru-buru kupacu kembali kendaraanku dijalan kota ini, menuju ketempat orang yg tadi kuhubungi dengan cepat.

15 menit kemudian, aku telah sampai ditempat tujuanku, disana berdiri seorang gadis yg telah mengenakan piyama tidurnya. Gadis itu tersenyum sesaat mobilku berhenti tak jauh dari tempatnya berdiri, aku menuruni mobilku dan menghampirinya.

“Kenapa malem-malem gini ngajak ketemu?” Gadis itu bertanya kepadaku, ia pasti bingung sekali karena aku kembali mengajaknya bertemu.

Aku hanya memandangnya, berusaha menenangkan diriku dan meyakinkan kembali pilihanku ini. Aku menghela nafas pelan, mengumpulkan sisa sisa keberanian yg aku punya.

“Aku mau kita putus” akhirnya aku mengatakan apa yg ingin aku sampaikan.
“hah?” Gaby menatapku tak percaya, raut wajahnya benar-benar terkejut.
"Gab, untuk saat ini kita gak bisa lanjut" Aku memalingkan wajahku darinya, tidak mampu menatap dirinya.
"kenapa? Kamu gak ngasih aku penjelasan sedikitpun" Gaby menatapku dengan kecewa, suaranya bergetar.
"Aku... Harus meyakinkan sesuatu..." Aku mencoba menjahit kata kata agar tidak menghancurkan hatinya.
"Yusa..." Gaby menahan dirinya agar tidak menangis.
"oke, aku paham. Aku tunggu..." Tambahnya lagi kemudian meninggalkanku pergi.

Aku berdiri mematung di depan apartementnya ini, meyakinkan kembali bahwa ini pilihan yg tepat. Tangisku pecah bersamaan dengan turunnya hujan yg mengguyur tubuhku. Apakah semesta ikut bersedih ataukah hanya ingin meledek kisah cintaku yg menyedihkan?

-Bersambung-
 
Terakhir diubah:
Wah gaby sendirian ya? Hehe
Gab, masih ada bahu abang untukmu bersandar.,
Masih gw liatin, belom gw jadiin makan siang :ngupil:
Wah cerita cerita favorit gue pada update barengan gini hahaha
Terima kasih telah dijadikan favorit :kangen:
Keibetsu Shiteita Aijou, Rasa Sayang Yang Dulu Aku Remehkan... tet tereret tet tereret
Kenapa belakangnya ada intro akad?
Yusange pake acara pingsan segala :kacau:

Wah, untung belum ena ena sama Gaby :bye:
Ya gimana abis ena ena estafet langsung lari estafet~
putus... putus... putus....
siap panggil tim katakan putus nich :pandaketawa:
Komo monitor komo!
 
Gua sempet berfikiran yang mergokin itu saktia atau siapalah, gak berfikir kalo della yang masuk dan yah begitulah

Plotnya bagus banget, gua suka bagian drama gini.....

Paw genit banget dah 😑 sini ama abang aja jangan ama yusa ehe

:beer: Cheers suhu
 
Gua sempet berfikiran yang mergokin itu saktia atau siapalah, gak berfikir kalo della yang masuk dan yah begitulah

Plotnya bagus banget, gua suka bagian drama gini.....

Paw genit banget dah 😑 sini ama abang aja jangan ama yusa ehe

:beer: Cheers suhu
Aduuuh jadi malu nih author :capek:
Terima kasih banyak pujiannya hehe
Yah harusnya "curhat" di kamar paw paw dulu haha
Cih mesum...
BUSEET BISA BISANYA YUSA NINGGALIN MEMEK FRIESKA DI TENGAH JALAN.

NIKMAT DUNIA MANA LAGI YANG DUSTAKAN YUSANGE !1!1! :galak::galak::galak:
DITINGGAL DI KAMAR KOK, YG DITENGAH JALAN ITU YUSA PAS PINGSAN HU!
Yusange tersadar ...
Apakah ini yang namanya mukjizat
Harus kena musibah dulu baru tobat, namanya juga manusia~
 
Lagi gini aja banyak nolak, padahal itu udah di ajak "paw paw" juga

Kurang apalagi coba

Btw, nice update kaka, ga selalu harus ada yang klimaks sih, tapi kasian kalo ga dimuntahin di cerita, pingsan kan di jalan
Wkwkw
 
Side story: Happy Birthday!


17 Januari 2019


Kemarin tetanggaku berulang tahun, sejak beberapa hari lalu ia selalu mengingatkan akan ulang tahunnya ini. Tapi ketika hari ulang tahunnya tiba, ia disibukan dengan keluarganya yg datang menjenguk dan teman-temannya yg mengajak bermain. Jadi kubuatkan sebuah Kue ulang tahun yg berbahan dasar Jeruk. Kue yg berwarna kuning cerah dipadu dengan potongan jeruk segar diatasnya kontras dengan hijau daun mint yg menjadi Garnish untuknya hari ini.

“Daripada dia bawel terus, seminggu lebih ngingetin terus hari ulang tahunnya” Aku mengantarkan kue itu ke kamarnya.

Kuketuk pintu kamarnya itu, tak ada jawaban. Kucoba ketuk kembali namun masih tak ada jawaban, padahal jam sudah menunjukan pukul 11 pagi.

“Fen!” panggilku dari luar kamarnya.

Aku berniat kembali ke dalam kamarku, namun sayang bila kue ini sudah dibiarkan terlalu lama. Nanti kuenya bisa menyusut dan tidak soft lagi, jadi kucoba sekali lagi membangunkannya agar kue ini dapat langsung dinikmati.

Tok! Tok!

“Fen!” panggilku sekali lagi.

Aku berfikir sejenak, apakah lebih baik aku buka saja dan masuk. Namun ini adalah kamar wanita, juga ini akan melanggar sopan santun karena aku memasuki kamar orang tanpa permisi terlebih dahulu. Setelah cukup lama menimbang nimbang didepan pintu kamarnya, akhirnya aku memutuskan untuk mencoba membuka pintu kamarnya.

“kalo dikunci tandanya emang gak boleh sembarangan masuk” pikirku dalam hati.

Clek!

Pintu itu terbuka sedikit ketika kucoba memutar knopnya. Aku menelan ludah, bimbang antara meneruskan memasuki kamarnya atau tidak.

“Ah Feni kan suka masuk sembarangan juga!” aku beralasan.

Aku memasuki kamar apartement Feni, kamar yg rapi dan sederhana dengan warna dominan kuning. Kesan ceria, dan cerah terpancar di kamarnya, benar-benar menunjukan sifat si pemilik kamar ini. Aku mematikan lampu kamarnya, acnya dan membuka jendela, cahaya matahari yg sebentar lagi berada di puncaknya menerangi kamar ini. Semilir Angin yg berhembus pelan menyejukan kamar Feni yg sedari tadi malam tertutup rapat.

“Silau~” Kata Feni dalam keadaan setengah tertidur.

Feni yg masih berada didalam selimut, hanya bagian kepalanya saja yg terlihat. Matanya masih terpejam berusaha untuk kembali pulas. Namun tak berapa lama, tidurnya itu menjadi gelisah. Mungkin karena ac yg kumatikan, selimutnya yg tebal dan cahaya matahari yg menyinari kamarnya ini membuatnya kegerahan.

“eh kak Yusa” Feni menyapaku ketika ia membuka matanya sedikit.
“nyalain lagi dong acnya~” Feni merengek padaku.
“Gak! Bangun! Udah siang, nanti theater kan” Aku duduk di bangku riasnya.
“Ah Feni teh masih ngantuk kak” Feni kembali memejamkan matanya.

Aku mendekati kasurnya, kupegang selimut yg menutupi tubuhnya itu. Dalam sekali tarikan, selimut yg menutupi tubuhnya itu berada di genggamanku. Feni yg terkejut karena selimutnya kutarik itu bangun dan terduduk.

“Ih kak Yusa teh ganggu aja!” Feni cemberut padaku.
“kak?” Feni menatapku bingung karena aku tak membalasnya dan hanya menatapnya.

Bagaimana tidak, saat ini didepanku terdapat seorang gadis bertubuh mungil yg hanya mengenakan tanktop putih tipis kebesaran, membuat payudara kanannya yg mungil itu mengintip dari celah tanktopnya yg berantakan. Sedangkan dibagian bawah hanya di tutupi oleh celana dalam putih bergambar minnie mouse, memberi kesan imut nan sensual.

“Kak Yusa! Mesum!” Feni melemparku dengan bantal.
“Ya abis kamu begitu” balasku
“yaampun dedek langsung bangun, Kakak Feni kangen dedek” Feni merangkak di kasurnya kearahku.

Ku tarik tubuh Feni hingga kini berdiri dihadapanku. Kulumat bibir mungil yg merekah itu, tanganku menelusup masuk meremas payudaranya kasar. Feni mencengkram tubuhku agar aku dapat memberikannya kepuasan yg lebih. Dengan nafsu ku hisap bibir Feni sembari sesekali memasukkan lidahku ke dalam mulut Feni, Feni yg sedikit kewalahan mencoba mengimbangiku. Buah dadanya yg mungil itu terus ku remas dengan kuat sambil sesekali putingnya ku pilin dan di tarik.

“Ahhhh.... oouuhhhhh...” Feni mendesah cukup keras.

“Enak banget Fen?” tanyaku.
“Aaaaahhhhh enak Kak Yusa mmmppphhhh” jawab Feni di tengah desahannya yg tanpa henti.

Satu-persatu baju kami telah terlepas dan kini kami berdua sudah telanjang bulat, ku lancarkan serangan pada payudara Feni. ku jilat memutari payudara kiri Feni dan menghisap puting yang berwarna pink itu dengan kuat.

“Sluuurrrppttttt....” suara hisapan mulutku pada puting Feni menggema memenuhi kamar.

“Ahhhh.... geli sayang” teriak Feni sambil meliukkan badannya kebelakang.

Beberapa menit serangan ku itu hingga akhirnya tubuh Feni bergetar karena ia mengalami orgasme, cairan bening keluar cukur deras memancar keluar dari vagina Feni dan membasahi selangkanganku yang berada tepat di depan vagina yang mulus tanpa bulu dan masih berwarna merah.

“Hahahaha.... Sekarang giliran aku” kusodorkan penisku ke depan mulut Feni.

Dengan lahap Feni menghisap penisku, lidahnya bermain di lubang kencingku dan menghisap kepala penisku yang sudah memerah. Ia juga memaju-mundurkan kepalanya sambil sesekali memasukkan penisku sampai seluruh penis itu masuk ke dalam mulutnya.

Ahhhhhh..... Terus Fen” Ujarku sambil memegang kepala Feni dan memaju-mundurkannya dengan cepat sampai-sampai Feni susah untuk bernafas.

“Uhuuukkk.... uhuuukkkk.....” Feni terbatuk saat ku cabut penisku dari mulutnya.

Kemudianku ku dorong tubuh Feni hingga ia terbaring. Tanpa basa-basi kubuka lebar paha Feni dan memasukkan penisku dengan kasar ke dalam vagina Feni.

“Akkkhhhhhhh.....” teriak Feni menahan sakit.

Dengan ganas ku hujamkan penisku ke dalam vagina Feni, suara benturan dua alat kelamin itu terdengar cukup keras. Feni terus berteriak menahan kenikmatan saat penis ku terus memompa vaginanya, hampir sekitar 30 menit kami berpacu dalam gelora birahi. Berbagai gaya telah kami lakukan hingga akhirnya aku menyemburkan cairan kental putih milikku ke dalam rahim Feni yg kini sedang melakukan Woman on Top padaku. Tubuh kami berdua sama-sama mengejang hingga akhirnya lemas. Feni menengadahkan kepalanya, tubuhnya membusur dan matanya terpejam. Feni meresapi setiap kenikmatan orgasmenya pagi ini.

Feni langsung ambruk diatasku yg juga kelelahan setelah menuntaskan birahinya.

“Hoosshhhh....hosshhhhh.... Enak banget Fen, happy birthday ya” ucap ku sambil mendekap tubuhnya.
“Hhhhhh…. Ini kado buat aku? Mesum pisan kak Yusa!” Feni mencium bibirku kasar.

Tubuhnya yg mengkilap terkena sinar matahari yg masuk itu membuat tubuh kurusnya itu semakin sexy, tulang-tulangnya yg menonjol dan payudaranya yg kecil itu malah semakin membuat ku semakin menyukai tubuhnya.

“Lepasin atuh kak, aku mau mandi” Feni menatap mataku dengan puppy eyesnya.
“Jangan gitu dong ngeliatinnya” Aku membuang muka karena ditatap olehnya.
“Kenapa? Kenapa? Hmmm....” Feni tersenyum, aku tak mengerti senyumannya yg terlihat licik itu.
“Kak Yusa, lepasin aku dong… aku mau mandi~” Feni kembali mengeluarkan puppy eyesnya, mengubah suaranya menjadi manja dan memanyunkan bibirnya.
“Arrrrrggghhhhhhh!!”

Aku melepaskan pelukanku ditubuhnya itu, tak tahan melihat Feni yg menjadi manja seperti itu. Feni bangun dari tempat tidur sambil tertawa ketika melihatku yg gesrek akibat ulahnya.

“Hahaha jadi kak Yusa teh gak bisa sama yg lucu-lucu manja gitu yah?” Feni tertawa melihatku gesrek.
“Gak usah ketawa!” balasku padanya melempar bantal.
“Yaampun si dedek sampe bangun lagi” Feni melihat kearah penisku yg menegang kembali.
“Pantes aja Kak Yusa gesrek liat ci Yupi sama Ci Dudut” Feni mendekatiku perlahan.
“Kak Yusa gesrek juga gak sama Feni~” Feni kembali menatapku dengan puppy eyesnya dan membuat suaranya seperti anak kecil.
“GAK!” Balasku berusaha menutupi gesrekku.
“Hahaha tapi si dedek gak bisa boong tuh~” Feni kembali tertawa dan tidak menghentikan suara anak kecilnya.
“Dedek, Kakak Mpen mau mandi dulu ya.” Feni berbicara kepada penisku dan mengecup kepala penisku.
“Arrrrrrrggghhhhh……!!” Tak kusangka hanya dengan Feni menjadi seorang anak kecil dan mengecupnya membuat penisku kembali menyemburkan spermanya, mengenai rambut, dahi, pipi, bibir bahkan hidungnya.
“Aaaahhh Kak Yusa teh!!” Feni memekik ketika Spermaku mengotori wajahnya, ia bergegas lari kekamar mandi.

Aku berbaring diatas kasur Feni. Kamar yg nampang seperti kamar anak SMP yg dipenuhi boneka dan hiasan ini menjadi saksi adegan adegan dewasa yg kami lakukan, sungguh ironi. Setelah cukup mengistirahatkan tubuhku, Ku rapikan kembali kasurnya itu. Kupotongi kue yg tadi ku bawa, pada akhirnya kue ini sudah sedikit menyusut dari saat baru matang tadi.

“gantian mandinya kak” Feni berjalan kearahku sambil mengeringkan rambutnya yg basah dengan handuk.
“entar dulu deh, makan kue ulang tahunmu dulu” ajakku.
“asik kue!” Feni mengambil piring kecil berisi kue dari tanganku.
“Kue doang? Kadonya mana?” Feni menggembungkan pipinya.
“yg tadi itu kan?” jawabku.
“Ih itu mah kado buat Kak Yusa bukan buat aku!” Feni meledekku.
“yaudah kamu mau apa?” tanyaku padanya.
“mmm… sebentar” Feni menatapku.

Feni nampak berfikir, ia memainkan kuenya itu dengan garpu. Tak berselang lama senyuman merekah di wajahnya.

“Aku mau kamu ngabulin 3 permintaan ku” Feni memohon padaku dengan puppy eyesnya.

Mengabulkan 3 permintaannya cukup berat buatku, aku takut tidak sanggup dan tidak punya cukup uang kalau nanti dia meminta sesuatu yg mahal. Namun sepertinya untuk seorang Feni, permintaannya tidak akan jauh dari makanan, jalan jalan, bermain ataupun boneka. Semoga aku bisa menyenangkannya hari ini.

“kalo gak berat, aku gak masalah sih” aku menerima permintaannya.
“permintaan pertamaku, Kak Yusa jadi pacar aku!” Feni mengatakannya dengan semangat.
“Gak!” tolak ku langsung.
“tadi katanya mau ngabulin!” Feni kembali cemberut.
“aku bilang, kalau gak berat gak masalah” balasku padanya.
“Hari ini aja, please~” Feni memohon didepanku.
“Gak bisa Fen” tolak ku kembali.
“sampai malam aja please~”
“gak!”
“kalau aku izin kak Gaby?” ide aneh kembali muncul di otak Feni.

Feni bergegas mengambil HPnya, menelfon Gaby. Pada percobaan kedua barulah Gaby mengangkat telfonnya itu. Feni menyalakan loudspeaker HPnya.

Halo” suara Gaby dari seberang sana terdengar.
“Halo, kak Gebi aku lagi sama kak Yusa” Feni to the point.
oh iya, terus?” Gaby kembali bertanya, ada nada bingung di suaranya.
“boleh gak Kak Yusa jadi pacar aku?” tanya Feni pada Gaby.
Hah?!” Gaby nampak sangat terkejut.
“maksud aku buat sampai malam ini aja, boleh gak? Aku kan lagi ulang tahun” Feni kembali bertanya pada Gaby.
oh… Yusanya mau?” Tanya Gaby balik.
“Halo cintaku, tadi aku udah tolak permintaan dia.” aku mulai berbicara.
oohh… ya… gapapa sih Sa kalo kamu mau” Gaby berkata padaku.
“Aku gak mau, kan aku udah punya kamu” Balasku cepat.
haha iya iya, gapapa kok aku gak keberatan, sampai malam doang kan?” Balas Gaby, sepertinya ia tidak marah dan malah memberikan izin.
“Yeay!! Makasih Kak Gebi!” Feni nampang senang sekali akibat izin yg diberikan Gaby.

Aku kebingungan dibuatnya, mengapa dengan mudahnya ia membiarkanku menjadi pacar Feni. Walaupun cuma sampai malam, tapi ia membiarkanku menjadi milik orang lain. Apakah buatnya aku ini tidak terlalu penting?

Fen, boleh tolong kasih ke Yusa sebentar? Tolong matiin loudspeakernya juga ya” pintanya pada Feni.

Feni mematikan loudspeakernya dan menyerahkan HPnya padaku. Aku menjadi sedikit ketakutan karena tiba-tiba ia ingin berbicara berdua saja denganku.

“Halo” Aku menerima telfonnya.
halo. Tolong kamu jagain Feni hari ini kyak kamu biasanya sama aku ya” Ia berbicara padaku.
“kamu gak marah? Gak cemburu?” Balasku padanya kebingungan.
kalo kamu memang cintaku, jadi pacar orang sehari aja gak bakal bikin kamu berpaling dari aku kan” jawab Gaby, kata-katanya membuat hatiku meleleh.
lagipula, aku tau kok kamu orangnya gimana. Aku percaya kalau kamu gak akan dengan semudah itu diambil Feni dari aku” Gaby tertawa kecil, “karena aku yakin sama kamu. Kamu juga yakin kan kalau aku sayang sama kamu? Jangan berfikir kalau kamu itu gak penting buat aku

Kata-kata Gaby benar-benar membuatku membisu, hatiku semakin tenggelam dalam mencintainya. Aku mengutuk diriku sendiri karena sempat berfikiran yg tidak-tidak pada Gaby. Aku bersyukur bahwa aku memiliki pacar seperti Gabriela Margaret Warouw ini.

“Gab” panggilku.
iya cintaku?” balasnya ketika namanya kupanggil.
“Aku cinta kamu” Kataku padanya, aku tak tau kata apa yg paling tepat untuk menggambarkan perasaanku saat ini.
aku juga cinta kamu Sa” balas Gaby.
“oh iya satu pesan lagi dari aku Sa.” Gaby berkata sekali lagi.
“apa itu?” tanyaku.
kalo setelah malam ini kamu nyaman dan mau lanjut, gapapa lanjutin aja” katanya.
tapi jangan pernah nganggep kita pernah kenal ya, bye” Tambah Gaby kemudian mematikan telfonnya.

Sampai malam, hanya sampai malam…

Aku mengulang kalimat itu berkali kali di kepalaku, memberi doktrin yg cukup agar tidak ada niatan buruk dikepalaku.

“Permintaan kedua, karena udah jadi pacar aku… boleh gak aku panggil Yusa?” Feni kembali memberikan permintaan padaku.
“boleh boleh… karena aku udah jadi pacarmu hari ini” balasku padanya, lucu juga ya pacar sementara ini.
“Asik, yuk makan kuenya… Sa” Feni masih belum terbiasa memanggilku tanpa embel embel kak.

Feni memotong kuenya menjadi potongan yg lebih kecil. Aku melahap kue dipiringku, enak juga ya kue buatanku ini. Aku tak menyangka bahwa aku juga bisa membuat kue yg enak.

“Permintaan ketiga” Feni tiba-tiba memberikan ku permintaan.
“apa lagi Fen?” tanyaku terkejut.
“Suapin” Feni merengek manja padaku, ia mendekatkan duduknya dihadapanku.
“Oke”

Aku mengambil potongan kue itu dengan garpu dan akan menyuapkan kue itu ke mulut Feni, namun mulutnya itu masih tertutup rapat.

“loh katanya minta suapin?” aku kebingungan.
“iya suapin…” Feni menatapku sayu, “pake mulut”
“hah?!” aku terkejut karenanya.

Feni mengambil potongan kue itu dengan tangan kanannya sedangkan tangan kirinya membuka mulutku, diselipkan kue itu diantara kedua bibirku dan ditariknya kepalaku sehingga kini kue itu berada di mulutnya juga. Bibir kami saling bersentuhan, bertukar kue dari mulut ke mulut. Entah sejak kapan kami telah saling memagut dengan liar, entah kapan pula kue itu telah habis didalam mulutnya.

“manis” Feni merangkulkan tangannya di leherku.
“asam” kusuapi lagi kue ke mulutnya.
“mmppphhh….”

Kembali suapan itu menjadi ciuman yg penuh nafsu. Kami terus saling menyuapi sampai tak terasa kue itu telah habis seluruhnya.

“nggghhhh mpppphhhh muaaahhh” Feni melepaskan ciumannya.

Nafas kami kembali memburu. Feni tertawa kecil akibat perbuatan kami berdua.

“udah kak sana mandi, bentar lagi aku harus ke theater” Feni mendorongku keluar untuk kembali ke kamarku sendiri.
“oke aku mandi dulu ya” aku menuju kamarku.

Setelah selesai mandi, aku dan Feni menuju ke sebuah mall untuk bermain ice skating. Kami berdua makan siang disebuah restaurant disana dan setelahnya berjalan-jalan sebentar sampai waktu untuk pergi ke FX tiba.

“Kak…” Feni memanggilku yg sedang melihat sebuah toko figure.
“Andaikan kita…” Feni kembali berbicara namun aku tak mendengar kelanjutannya.

Aku masih fokus melihat action figure “Luffy Gear 4 transformation” yg baru saja dipajang disini. Action figure yg berukuran besar dan sangat mahal ini benar benar keren, mungkin aku hanya bermimpi bisa memilikinya 1 dirumah.

“apa Fen? Maaf tadi gak kedengeran” aku menanyakan kembali apa yg tadi Feni katakan padaku.
“aah… gapapa kok hehe, yuk liat liat lagi, aku gak ngerti mainan!” Feni menarik tanganku yg kembali fokus melihat action Figure lain.

Kami berjalan, mengobrol sambil bercanda. Aku seperti sedang berjalan-jalan dengan Meza, bedanya kali ini kami cuma berdua tidak seperti dengan Meza yg pasti sekeluarga. Feni yg amat ceria dan tidak bisa diam ini benar-benar menyenangkan, apalagi melihatnya yg sejak tadi membeli jajanan tanpa henti namun tetap memiliki badan yg kurus dan mungil.
Aku berjalan-jalan sendiri tak jauh darinya karena ia sekarang sedang menunggu di sebuah kedai stick kentang dari jepang, ia lagi-lagi membeli sebuah camilan. Saat berjalan sendiri, aku melihat sebuah toko yg sepertinya menarik. Didalam toko itu menjual berbagai macam barang-barang lucu dan unik, aksesoris dan hiasan-hiasan.

“Fen udah?” Tanyaku padanya yg saat ini sedang asik mengunyah stik kentang.
“udah, ayuk jalan lagi” Feni berjalan lebih dahulu sambil melompat-lompat kecil kegirangan.

Kami berdua menuju ke mobil karena sudah waktunya untuk ke FX, sebentar lagi akan ada Show Team J dan perayaan ulang tahun Feni. Aku juga sudah berjanji untuk menonton dan berfoto bersamanya.

“oh iya, aku tadi nemu ini” Aku memberikan pada Feni benda yg tadi aku beli.
“Wah apa ini? Makasih ya!” Feni nampak menyukai hadiah dariku itu.
“itu gelang Fen, aku gak tau cocok gak buat kamu. Tapi semoga kamu suka” balasku.
“Suka kok, aku pake ya!”

Feni mencoba memakai gelang itu, ia membuka gelangnya itu dan mencoba memakai kedua gelang itu di tangannya yg kurus. Ternyata gelang itu pas di tangannya. Aku senang bila hadiah ku itu cocok dan disukai.

“Hmm.. Setelah aku liat lagi, kyaknya kamu salah deh kak” Feni mengerutkan dahinya.
“lah kalo bukan gelang trus apa?” tanyaku padanya tak mengerti.
“ini loh kaitannya kecil dan tipis. Ini anting kak hahaha” Feni tertawa karena aku salah mengira kalau itu adalah gelang.
“hahaha dasar kak Yusa, makanya jangan masak sama main game terus!” Feni tertawa geli karena ku.
“wah maaf Fen, aku gak ngerti soalnya hahaha” balasku.
“Meni gede pisan hahaha, Feni teh gak pernah pakai yg gede gini” Feni melihat lagi antingnya itu.
“yah maaf deh jadi gak bisa di pake, nanti aku cariin lagi ya yg bagus” Aku meminta maaf karena kecerobohanku padanya.

Feni menaruh tas tangannya di atas paha dan membukanya. Kemudian ia mencopot anting-anting yg ia gunakan dan menggantinya dengan anting yg kuberikan. Setelahnya ia menatap kearahku dan tersenyum.

“gimana bagus gak?” Feni memperlihatkannya padaku.
“bagus kok, tapi kalo gak suka gapapa Fen gak usah dipake” jawabku.
“Ih suka kok, kan dari kak Yusa. Jangankan antingnya, kak Yusanya teh aku suka”
“makasih ya kak Yusa!” Feni tersenyum lebar kearahku.
“iya sama sama, Happy birthday Feni” aku membalas senyumannya itu.


-Side Story End-
 
Terakhir diubah:
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd