Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

BUDHE ANAH JANDA DESA BERTUBUH IBU KOTA. BUDI HARTAWAN (The Series 3)

Terimakesyong atas komeng2nya agan2, ini ay mau siap2 lancroottken cerita tulisan ay, maaf kalo apdetnya agak lama karena cerita ini tersimpan di hardisk komputer ay di rumah. Lagian ay kemarin lagi sibuk ngelayanin boss ay yg lagi doyan2 nya dikontolin.
Besok kalo cerita ini sudah tuntas ay mau tulis lagi tentang boss ay yang gak kalah binalnya dari Bu Siska dan Bu Hesti :tegang:
Salam ngecrootttttt
Jangan pelit LICK and CENDOL ya agan2:D
Biar ay tambah rajin nulis cerita CURMA ini
CURMA=Curahan sperma:semangat:
 
Nih agan2 yang budicrot dan gantcrot dan cantcroottt, ay apdet lagi cerita nya ke logi tentang Bu Hesti, dosen binal si Budi.....
Simpan sperma buat ngecrot di memek yaa, jangan dikecrotin sembarangan....:fmalu::fgenit::tegang::dance:


LOGI 3 Bagian 1
BU SISKA POV
PERSELINGKUHAN BU HESTI


Dua bulan sejak pertemuanku kembali dengan Hesti, ia mengundangku ke pesta ulang tahun pernikahan mereka di Bogor. Pesta kecil itu hanya dihadiri oleh beberapa kerabat saja, dari keluarga suami Hesti dan koleganya di kampus. Aku hadir dengan ‘pasangan tetapku’ sejak menjanda, Budi.

Hesti (atau suaminya) rupanya sudah menceritakan ke’janda’an ku pada kerabat dekatnya sehingga beberapa mata lelaki termasuk keluarga suami Hesti begitu bersemangat berkenalan denganku, aku GR juga. Kuyakin semua yang tadi berkenalan denganku pasti berharap dapat mengambil hati dan simpati dari aku. Siapa sih yang tidak mau denganku? Janda dua anak dengan perusahaan multinasional yang berkembang pesat ini masih menyisakan terlalu banyak pesona yang diinginkan lelaki manapun. Tua muda remaja sampai kakek-kakek di pesta itu sering kali ‘tertangkap basah’ sedang melirik gatal kearahku. Sementara si tuan rumah justru asik dengan suamiku eh anak angkatku, mereka ngobrol tentang materi kuliah, serius sekali kedengarannya. Hesti sudah akrab dengan Budi sejak aku saling memperkenalkan mereka dulu. Dan Hesti- yang juga dosen akuntansi Budi itu- ibarat monitor yang kupakai mengawasi Budi di kampus. Hesti hampir tiap hari melapori aku tentang perkembangannya, dari pergaulan di lingkungan kampus hingga daya tangkap Budi terhadap pelajaran yang diberikannya.

Diakhir pesta, hanya kami-aku, Budi, Hesti dan suaminya yang masih asik mengobrol santai. Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam. Seluruh undangan dan kerabat sudah pergi dan anak-anak Hesti sudah berangkat tidur rupanya. Budi terlibat obrolan serius dengan suami Hesti, tak tahu apa yang mereka bicarakan. Aku dengan hesti duduk di pojok halaman depan, jauh dari mereka. Kami bercanda tentang segala rahasia rumahtangga kami. Hesti yang terlebih dahulu menceritakan masalahnya, ternyata suami Hesti impoten! Aku terhenyak juga mendengarnya karena sejak melahirkan anak keempat yang sekarang sudah berumur 10 tahun, pak Hendro (suami Hesti) yang umurnya memang jauh diatas hesti itu menderita penyakit kencing manis yang cukup akut, ditambah dengan terjadinya sebuah kecelakaan lalulintas yang sialnya semakin memperparah penyakitnya sampai kemudian jadilah ia impoten. Aku terkejut mendengar ceritanya, tapi heran juga, hesti bertutur sambil senyam-senyum seperti senang.

“Hes, kenapa ketawa? Suami sakit begitu kok diketawain?” tanyaku setengah berbisik

“hihi….santai aja Sis, aku ngga terlalu mikirin itu,” jawabnya berbisik pula

“emang kamu selingkuh ya! Pasti deh! Nah lo! Ketauan, dasar liar kamu itu ngga berubah dari dulu, iya kan?” langsung main tuduh saja aku. Tapi aku kenal benar si Hesti, sejak remaja dulu, ia memang doyan gonta-ganti pacar, jadi kalau sekarang pun ia masih begitu tentu wajar saja.

“hihihi….Siska, siska, kamu kayak nggak tau aku aja sis?” yang begituan sih aku kan jagonya, hahaha,” brengsek si Hesti, tertawanya membuat Budi dan Pak Hendro sampai menoleh kepada kami.

“Hey! Ini urusan perempuan, laki-laki kagak bolehikut campur!” katanya kepada pak Hendro, ia setengah berteriak karena jarak antara tempat kami yang cukup jauh sekitar 15 meter.

“Jangan keterlaluan ah, Hes! Kan ngga enak ama suami kamu?” aku menepiskan tangan di depan wajahnya, mengingatkannya akan perasaan pak Hendro kalau tahu pembicaraan kami.

“Duu..du..du, putri malu, segitunya kamu ya? Itu masalahku, lha kamu sendiri apa ngga selingkuh ayooo?” sergahnya tiba-tiba saat aku hendak kembali mengingatkannya agar tak terlalu keras bicara. Aku tak enak pada pak Hendro, lelaki tua itu cukup berwibawa dan membuatku sungkan.

“ayo, kamu ngapain kalo pas lagi ngebet banget kepingin begitu? Masa sih mau swalayan terus? Beli vibrator? Nggak seru dong sis?”

“Jadi benar kamu berselingkuh? Sama siapa?” aku tak memperdulikan pertanyaan beruntunnya, malah terus mengejar jawaban dari Hesti.

“sudah kubilang, kalau aku sih gampang aja, Sis. Barang begituan banyak dimana-mana! Mau yang chinese, arab atau bahkan afrika yang hiiiihhhh!”

“Heeeesss! Jangan keterlaluan begitu ah, jadi benar kan kamu selingkuh?”

“Yaaaahhhh…apa boleh buat Sis, kamu sudah tahu suamiku tak mampu lagi,” wajahnya berubah serius sekarang.

“Trus…, sama siapa?” kejarku

“Emang kamu mau? Ntar aku cariin dech..,” ia mencoba mengalihkan

“Enggak, enggak, aku mau tahu siapa selingkuhanmu, pokoknya harus tahu!” ujarku pura-pura marah.

“iya..iya…tapi jangan marah begitu dooong, aku kan Cuma becanda?”

“jadi kamu ngga selingkuh? Trus gimana ngatasi libido kamu yang hhhh itu?”

“aku ada affair dengan seseorang, Sis,” jawabnya datar, dan kali ini mimik mukanya jujur

“siapa itu Hes,”

“temanku di kampus,” ia berkata sambil menunduk, aku jadi seperti polisi yang sedang memeriksa tersangka maling.

“Dosen? Pegawai administrasi UI?”

“hek eh,” ia mengangguk. Asistenku sendiri, Sis, tapi Please kamu jangan cerita orang lain ya?” ia merajuk

“Hesti, hesti. Kamu pikir aku ini siapa sih? Kamu kan sahabatku dari dulu, Hes. Ngga mungkin lah aku mau ngomong sama orang lain,” aku merangkul pundaknya dan meremas jemari tangan kirinya, untuk menyakinkannya atas kata-kataku.

“tapi aku takut, sis,” sambungnya kemudian

“takut apa? Hey, biasanya kamu dulu perempuan yang paling berani di sekolah,”

“dia….dia….dia suami orang, Sis,” ia tertunduk lagi, seperti menekan perasaan malu.

“Hes, kamu jangan gitu dong! Aku kan sudah bilang kalau selingkuh itu jangan sama orang yang…..,” belum lagi kuselesaikan kata-kataku yang cenderung menghakimi itu, Hesti memotong.

“Tuh kan, iya..iya aku tahu aku salah, tapi mau gimana Sis? Masa mau begituan sama mahasiswaku? Celaka dong, ngga ada wibawa aku jadinya,”

“Trus…mmm, kenapa ngga cari yang komersiil aja?”

“gigolo maksudmu?”

“mmm!” aku mengangguk

“pssst…aku pernah,” bisiknya

“trus..trus?” tambah penasaran aku jadinya

“ngga cocok, seringkali aku pake G tapi yang cocok ngga ketemu, mau terus cari yang gitu aku takut,” terhenti lagi, matanya melirik ke arah suaminya yang masih saja asik ngobrol dengan Budi.

“aku takut penyakit, Sis. Soalnya temanku yang dosen kimia di Fakultas Kedokteran ada yang kena, sekarang sudah koit, iiiihhh aku ngeri dech,” jelasnya sambil menyorongkan wajah padaku, wajahnya tampak sedikit khawatir. Mungkin membayangkan nasib temannya itu.

“sekarang do’i meninggal, sis. Mmmm teman ku yang kena AIDS itu, iiihhhh!”

“emang kamu kena juga? Kok kayak takut banget,”

“enggak-enggak, tapi waktu itu aku langsung check ke laboratorium…,”

“nah lo!” aku memotong

“week! Hasilnya negatif!”

“sampe segitu takutnya, Hes?” tanyaku

“so..soalnya G yang doi pernah pake, pernah juga aku rasain…iiihh kapok dech aku, Sis,” ia merinding lalu memelukku. Hesti dan aku memang dari sejak SMA dulu sudah sehati, seperti sudah kukatakan sebelumnya, dulu kami selalu berbagi masalah, berbagi persahabatan, cerita dan tidak ada rahasia diantara kami. Bahkan pernah suatu ketika kami terlibat cinta segitiga dengan seorang cowok di sekolahku, tapi ujung-ujungnya kami sepakat untuk sama-sama meninggalkannya dengan pertimbangan persahabatan kami lebih penting dari masalah cinta-cintaan seperti itu.
 
Bimabet
Saat ini ingin rasanya aku melakukan apapun yang kubisa untuk menolongnya….

“Tapi Hes, aku ngga setuju kalau kamu harus pacaran sama teman kamu yang sudah beristri itu. Ngga baik menghancurkan rumah tangga orang, Hes,” aku berkata begitu sambil menyandarkan tubuhnya di kursi taman yang panjang , dan kini kami berhadap-hadapan. Pembicaraan kami semakin serius saja, tak peduli malam kian larut. Budi dan pak Hendro sudah masuk kedalam rupanya, kulihat dari sini mereka asik bermain catur di ruang tamu rumah Hesti.

“Iya, Sis. Aku pikir juga begitu, temanku itu menyayangi keluarganya. Ia orang baik-baik. Dan aku juga ngga mau sampai mereka hancur gara-gara maslah ini,”

terdiam kami beberapa saat. Tak tahu harus beri saran apa lagi kepadanya. Aku hanya bisa membelai wajah sahabat lamaku ini, ia masih tampak cantik juga di usia yang terpaut setahun dibawahku itu.

“Sis, aku boleh minta sesuatu ngaak darikamu….,mmm..tapi,”

“Boleh, Hes, boleh, minta aja, aku akan penuhi!” jawabku dengan antusias. Kupikir ia pasti akan memintaku untuk mrncarikan jalan keluar atas masalahnya tadi. Gampang! Kukenalkan saja dengan salah seorang karyawanku yang ok punya, pasti deh Hesti mau.

“tapi permintaan ini hampir mustahil, Sis. Aku takut ini akan justru merusak hubungan kita….,” diam lagi. Giliran aku yang penasaran.

“apaan sih Hes? Masak hubungan kita yang sudah seperti saudara ini akan rusak hanya gara-gara permintaan tolong kamu itu? Emangnya kamu minta nyawaku? Hehehe…ngga la gih! Aku masih mau hidup hahaha senaaang!” tiba-tiba aku jadi tertawa, Hesti sampai terkejut.

“Sis! Aku serius….aku mau seperti kamu, sebahagia kamu……,” ia memotong tawaku. Aku berhenti, dan kembali serius.

“Ok sweety, what do you want me to do? Bilang apa yang aku bisa kasih ke kamu say, percayalah, aku akan berikan apa saja yang kamu mau. Ingat Sis, punyamu adalah punyaku juga, itu ide gila kita dulu waktu SMA, dan sampai sekarang aku masih pegang itu, yah sekarang kamu mesti katakan apa maumu sayang,”

“aku sudah…su..sudah…ah, kamu ngga akan marah kan, Sis?” ia masih saja ragu mengatakan keinginannya.

“ngga mungkin aku marah sayaaaaang…., kamu sudah apa? Jangan bikin penasaran gitu dong ah…,” kupegang kedua tangannya.

“aku takut mengatakannya Sis, aku tahu itu akan membuat kamu shock,” ia masih menolak.

“OK, aku ambil nafas dulu……..hmmmm huuusssss,” kutarik nafas dalam-dalam, hatiku masih penasaran akan permintaan hesti.

“OK, sudah, aku sudah tenang, sumpah demi tuhan aku ngga akan marah. Ngga akan shock,”

“Benar, Sis? Benar kamu ngga akan marah dan merusak hubungan kita ini?”

“bahkan kematian pun tak kan memisahkan kita…..,” aku berkata pelan dan dalam. Membuatnya yakin.

“mmm…sumpah?” ia masih ragu rupanya

“sumpah demi tuhan!!” kuacungkan dua tangan ke atas. Ia semakin yakin rupanya. Tangannya kini menggenggam telapak tanganku. Wajahnya mendekati telingaku, well, dia akan membisikkannya….

“Sis, aku sudah tahu hubunganmu dengan Budi…………,” bisikan halus yang terdengar bagai petir di siang bolong! Menyambar tubuh dan hatiku, menggetarkan jantungku dan membakar tubuhku. Aku serasa melayang mendengarnya, nyawaku serasa terpisah dari raga. Aku lemas dipelukan Hesti. Kakiku ingin berdiri tapi tak mampu. Hesti mengeratkan pelukannya. Malah kini mencium.

Itu rahasia terbesar dalam hidupku! Bahkan hesti sahabatku itupun tak boleh mengetahui skandalku dengan Budi, bagaimana dengan Budi, pastilah ia yang bercerita tentang hal ini. Lalu mengapa? Apakah yang telah membuat Budi menceritakannya? Apakah telah terjadi sesuatu antara Hesti dan Budi? Semudah itukah Budi menceritakannya tanpa ada sesuatu? Ah aku tahu, pastilah telah terjadi hubungan yang jauh antara mereka! Tak mungkin Budi mengatakannya tanpa ada latar belakang apa-apa! Bagaimana denganku? Oh tuhan, haruskah aku ditinggal Budi? No! tapi aku takut Budi juga akan mengatakannya pada orang yang lain lagi, dan pastilah semua akan hancur! Oh keluargaku akan hancur! Bagaimana kalau Rani sampai mengetahuinya? Ya Tuhan tolonglah aku! Seribu pikiran menjalari kepalaku, tubuh lemasku tergolek di paangkuan Hesti sekarang. Ia justru lebih tenang.

Ah, aku tahu…..aku tahu arah pembicaraan ini, hey! Jangan panik dulu! Teriak batinku. Bukankah Hesti, sahabat yang telah kau anggap saudara ini hanya ingin berbagi denganmu? Bukankah kau juga menyayangi Hesti seperti saudaramu? Dan…hmmmm, bukankah…..lebih nikmat mengulang kembali cinta segitiga yang pernah kau lakukan dengan Hesti dulu? Pastilah sekarang ia akan mengatakan bahwa ia telah melakukan hal yang sama dengan yang telah aku dan Budi lakukan, pastilah Hesti sudah pernah tidur dengan Budi, oh seperti apa rupanya? Ada perasaan cemburu bercampur penasaran dalam benakku.

“Maafkan aku, Sis. Itulah sebabnya tadi aku ragu mengatakannya….tapi please Sis, aku yang salah. Aku yang telah membuat Budi bercerita tentang ini, kalau kamu ingin menghukum aku saat ini juga aku siap Sis. Bahkan kalau kamu suruh aku bunuh diri juga aku mau…,”

Aku tak mampu menjawab. Hanya hening, nafas kami terdengar sayup.

“Sis, aku sudah….sudah…..,” lagi-lagi ia berkata ragu, namun nada-nadanya aku sudah tahu arah pembicaraan ini. Beberapa saat setelah itu aku sudah cukup tenang sebenarnya. Pikiran-pikiran positifku berhasil mengalahkan shock tadi.

“Hes, kamu sudah pernah melakukannya dengan Budi, iya kan?...mmmm…,” aku akhirnya meneruskan kata-kata Hesti yang terputus tadi.

“I…ii..iya, Sis. Maafkan aku…ini semua salahku…..aku ngga tahan….aku yang lebih dulu merayunya…aku..aku….,” Hesti terbata-bata,

“Hestiiiiiiii!!!!.....mmmmmmhhhhhh!!!!,” aku berteriak sambil mencubit pipinya. Keras sekali, gemas! Jengkel! Dan….aneh, aku berubah secepat itu. Hesti sampai berteriak keras juga. Untung rumah itu luas sehingga tak ada orang yang mendengarnya.

“Aduuuuhhh!!! Mama!!! Sakiiitttt!!!!” teriaknya saat aku tak mau menghentikan cubitan di pipinya. Dari situ ia yakin aku sudah tenang dan bisa diajak bicara.

“Jadi, kamu nyolong ya! Ini hukuman buat orang yang suka nyolong! Kamu jahat! Hesti! Untung kamu nggak kena penyakit itu, kalo kena, aku juga kamu korbanin! Huh rasain….!!” Aku menjewer, ia terus berteriak, sambil tertawa cekikikan. Aku agak terkontrol.

“I’m deeply sorry, Sis, aku benar-benar gak tahan. Habis kamu yang kenalin,” bisiknya sambil memelukku. Aku membelai punggungnya. Ya sudahlah, kupikir memang sudah rejekinya si Hesti ikut mencicipi anak angkatku itu.

“asal jangan ketahuan orang lain lho, Hes. Aku ngga mau hubungannya dengan si Rani jadi rusak gara-gara ini,”

“Jangan khawatir deh, sayang. Aku jaga rahasia. Cuma kamu yang paling tahu aku, tempatku mengatakan semuanya. Kan kita ngga ada rahasia? Itu sumpah kita, ingat?” Hesti berkata begitu sambil melepaskan pelukannya. Kami jadi berhadap-hadapan di bangku panjang itu.

“Justru aku yang semestinya juga protes ke kamu, sis,” lanjutnya

“protes apaan?” aku tak mengerti.

“lho kan kamu nggak pernah memberitahukan ini sebelumnya?”

“masa yang gitu diceritain? Ah…., sudahlah Hes, jadi kamu mau minta bagian yang itu ya?” aku mengelak dan balik bertanya.

“ Iya sih, Sis. Itu juga kalau kamu ngasih….kalo ngga sih….ya ngga apa-apa…,”

“Aku kasih, tapi apa iya doi mau dibagi gitu?”

“Sini aku bisikin….,” ditariknya kepalaku mendekat

“Doi bilang mau main bertiga?!!”

“Gila!!!” aku berteriak, tapi nanti dulu. Batinku bilang bahwa akan begitu mengasikkannya kalau itu kami lakukan.

“Malah dia suruh aku yang ngomongin ini ama kamu, dia takut katanya,”

“aduuh gimana ya Hes…..aku bingung, belum lagi habis shock yang barusan itu,”

“sudah ah, biar aku yang ngatur, kalian enjoy aja, mau?”

“terserah deh, Hes….,” padahal dalam hati aku berteriak “MAU DONG!!!” iihhh sereem. Gimana nanti ya? Aaahhhh….kuat ngga si Budi menghadapi kami berdua? Pengalaman baru bagiku! Dan Budi juga! Dan mungkin juga Hesti! Ah, aku tak sabar ingin segera melakukannya!

“Kalau begitu, hari lusa aku setting tempat dan waktunya dulu, biar siip, setuju?”

“mm,” aku mengangguk.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd