Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Decision of Heart (No SARA)

Trimakasih atas updatenya,ceritanya mengalir apa adanya tidak langsung mengarah kesebuah konflik,seperti menceritakan hubungan pak bram dengan tasya kepada keluarga besarnya khususnya ke ibunya tasya,,ceritanya mantaaaap....

Makasih komen yaom @Dafaarkan.
Seperti kita bermain catur tentunya tidak langsung menyeran mungsung tentunya memperkuat pertahanan dulu baru menyerang begitu pula dengan bram dan tasya mencari dukungan dari kelurga besarnya dulu dan ......
Tunggu part selanjutnya ya suhu pasti ada konfik kok tunggu tanggal mainnya

Semoga sehat dan kancar di RL
 
Makasih komen yaom @Dafaarkan.
Seperti kita bermain catur tentunya tidak langsung menyeran mungsung tentunya memperkuat pertahanan dulu baru menyerang begitu pula dengan bram dan tasya mencari dukungan dari kelurga besarnya dulu dan ......
Tunggu part selanjutnya ya suhu pasti ada konfik kok tunggu tanggal mainnya

Semoga sehat dan kancar di RL
Amiin,semoga om Roo238 senantiasa dalam keadaan sehat serta dilancarkan RLnya,
 
Kalau ini boleh saran nih bro bisa tidak payudara Tasya itu di lactating (mengeluarkan susu ) :nenen: oleh bram kusuma karena mengingat waktu kecil. Untuk update berikutnya terserah bagian mana karena ukurannya yang besar kan sayang kalau dianggurin
Mohon ini dijawab ya bro

Kalau tdk dibolehkan/bisa untuk di lactating saya terima aja 😁 cerita yang ada dan tetap semangat buat cerita
Saya suka cerita ini 🔥🔥🔥🔥🔥

Apa tu .... Lactatig .... baru dengaer suhu @ArenDewasaCeruta.
Tak tanya mbah google duku deh
Makasih idenya ..... mantab ....
 
Bimabet
Part 19: Sebuah Pertemuan.

Pov : Tasya Anggraeni

Jam 9 pagi Aku dan mas Bram sudah check out dari hotel tempat kami menginap dan menuju ke rumah om Sriyono yang tak jauh dari hotel, dengan menggunakan Taksi on line, ternyata om Sriyono dan tante Maharani sudah menunggu kedatangan aku dan mas Bram setelah basa basi sebentar kami berempat meninggalkan Jakarta menuju ke Wonosobo tempat tinggal keluarga pak Margono dengan menggunakan mobil pribadi om Sriyono tanpa bantuan sopir sebab mas Bram dan om Sriyono yang akan mengendarai sejara bergantian mengingat jarak cukup jauh kurang lebih 400 km dari Jakarta ke Wonosobo, dengan perjalanan normal bisa memekan waktu 9 - 10 jam kalau langsung ke Wonosobo baru sampai ke sana tengah malam tidak enak bertamu malam malam sehingga mereka memutuskan untuk beistirahat dulu di pemandian air hangat di daerah Slawi, Tagal baru paginya berangkat kembaki ke Wonosobo.

Sampai di Tegal sudah menunjukan jam 7 malam dan langsung ke pemandian air hangat di Guci, Slawi tegal, mereka memesan 2 kamar ukuran standart yang saling berdekatan.

“Wah, enak kau Bram dingin dingin dapat penghangat juga” kata Sriyono

“Gimana mau enak Sri, kalau Tasya baru kedatangan tamu bulanan” jawan Bram

“Ya selamat berkentang ria, aku sih biasa dapat kelonan sudah cukup Bram” kata Sriyono sebelum mereka berpisah untuk masuk ke kamar masing masing.

Aku hanya tersenyum mendengar onrolan dari dua sahabat dan aku masuk kamar terlebih dahulu tanpa menunggu mas Bram ongbrol dengan om Sriyono dan tante Maharani di lobby hotel tersebut. Tak lama kemudian mas Bram masuk kamar dan melepas pakaian dan berganti dengan sebuah kimono dari saten berwarna biru kesukaannya dan mendekapku dari belakang memberi ciuman dan memangku aku di atas tempat tidur holel.

“Tasya, kamu ngak mandi kungkum air hangat belerang yang bisa menghilangkan rasa capek” kata mas Bram

“Gimana to mas Bram, kan aku baru kedatangan tamu dan baru besar besarnya dari semalam sampai 2 hari kedepan” kataku.

“Ya udah kamu mandi didalam kamar aja kan juga ada fasilitas untuk mandi air belerang, aku Sriyono dan Rani ingin mandi di kolam besar di lingkungan wisata ini, sambil cuci mata” kata mas Bram

“Awas ya kalau nakal” kata ku ambil tersenyum, lanjutnya: “Tolong mas Bram kalau keluar di pesenkan sate kelinci yang ada di depan hotel, 10 dan lontong dan minumanyan sekalian”

“Apa lagi, sayang” kata mas Bram sambil mencium bibir ku.

“Udah itu aja” jawan ku

Sementara mas Bram pergi memesan makanan yang aku pesan aku langsung masuk kamar mandi dan mandi air hangat belerang, rasa badan menjadi sangat segar seakan semua capek hilang.

“Ini sayang pesanannya” teriak mas Bram

“Taruk disitu aja” jawabku dari dalam kamar mandi yang tidak di kunci, tiba tiba mas Bram masuk kamar mandi dan menghampiri aku yang masih mandi, aku berhenti sebentar dan memandang mas Bram yang berdiri di depan pintu kamar mandi.

“Kalua sudah mandi, makan satenya dan istirahat ya” kata mas Bram sambil mendekat ke tubuhku yang masih alam keadaan telanjang lalu mencium bibirku sebentar dan melangkah kelar kamar mandi sambil mengucap “Aku tinggal ya”

“Mas” panggil ku

“Mau keluar kok pakai kimono sih” kataku

“Kan mau mandi” jawab mas Bram, lanjutnya “Nanti tinggal lepas aja langsung masuk kolam”

“Bawa sabun juga dan handuk masku sayang” kataku

“Ia ia bawa handuk, sabun nanti beli di alfam***” kata mas Bram

“Hati hati, dan jangan nakal” kataku sambil tersenyum

“Ia ia jeng beres lah itu, mas keluar dulu ya sayang” kata mas Bram sambil memberi ciuman jauh dengan tangan

Aku dan melanjutkan acara mandiku yang agak terganggu dengan masuknya mas Bram tadi.

Sehabis mandi aku makan sate kelinci yang di belikan oleh mas Bram tadi sebelum berangkat mandi di kolam air hangat bersama om Sriyono dan tante Maharani. Sehabis makan aku tiduran di ranjang sambil melihat acara TV yang ada di hotel tersebut.

Aku terkejut ketika bibirku di cium sesorang dan dengan malas aku buka mataku dan melihat pacar tuaku sudah ada di atas ranjang sedang melihat aku tidur dan tersenyum manis, aku segera mengalungkan tanganku ke pundaknya dan ciuman pun terjadi, mas Bram melumat bibirku dengan lembut penuh rasa kasih sayang yang seharian tidak merasakan ciumannya selama dalam perjalanan dari Jakarta ke kota ini, aku dengan manja aku robohkan kepalau di atas dada bidang nya dan tangan mas Bram mengusap rambutku berkali kali aku pun merabai wajah kekasih tuaku menyentuh pipinya, hidungnya dan merabai bibirnya yang tampak tambah seksi di mataku, hanya pandangan kami yang saling berbicara di selah selah senyuman khasnya yang selalu aku meridukan saat ini

Digesernya tubuhku agar mas Bram bisa terlentang dengan santai sambil terus menerus mengusapi rambutku yang terurai lepas sambil bercerita

“Tasya kamu besok pagi akan ketemu ibumu dan ayahmu bagaimana perasaanmu” kata eyang kakung sambil masih membelai rambutku

“Ya, senang lah, seakan akan ketemu ibu kandungku sendiri walau aku ngak ada pertalian apa apa dengan beliau tapi pertalian rasa yang aku rasakan saat ini selama hampir 1 tahun aku meminim asi dari beliau dan itu mahal sekali untuk menentukan kwalitas dari hidup aku ngak pernah merasakan dari mamaku sendiri yang telah tega membuang aku sewaktu aku membutuhkan kasih sayang yang tulus dari seorang ibu, pertalian ini yang membuat aku merasa sangat bahagia menemukan seakan menemukan ibu kandungku sendiri” kataku sambil mememeluk perut masBram dan merebahkan kepalaku ke dadamas Bram rasa nyaman yang selalu aku dapatkan dari kasih sayang tulus dari sosok lelaki tua yang kini menjadi pacarku dan aku merasakan selalu di manja sepanjang hidupku, dan akan menjadi tumpuan hidupku.

Pada saat seperti ini aku tidak berani membangunkan burung garudaku yang gagah perkasa sebab sangkarnya baru di renovasi aku hanya berani menciumi putting sususnya yang mungil di atas dada yang bidang dan ada juga rambut dada yang tidak begitu banyak tapi aku bisa memainkannya sehingga aku terdidur dalam pelukan mas Bramku, kekasih hatiku, pelabuan akhir cintaku.

Pagi harinya jam 5 aku terbangun dan membersihkan diri dan membangunkan kekasih hatiku yang masih pulas dalam pelukan pagi yang cerah suara adhan sudah terdengar, dengan pelan pelan aku bangunkan kekasihku dalam kecupan pada bibirnya dan tak lama kemudian badan kekernya mulai menggeliat dan mata elangnya langsung menatapku dengan pandangan kasih yang tak terhingga ke dua tanganku memegang tungkuh ku dan mendekatkan bibirnya ke bibirku ciuman pagi itu terasa amat nyaman,

“Yang …. bangun …. subuhan dulu “ aku membangunkan dan mengingatkan kuajibannya untuk memanjatkan menghadap Nya dan untuk bersyukur atas limpahan rahmat ka kemudahan yang di berikan.
.
“Jam berapa sekarang” kata mas Bram

“Jam 5 kali, itu baru mendengar suara adhan” kata ku sambil melangkah pergi meninggalkan mas Bram.

Aku mengambil kopi saset dan susu kental manis juga dalam bentuk saset mengambil gelas cangkir dan menuangkan air panas dari termos yang sudah disediaka oleh pihak hotel. Setelah mas Bram selesai sholat, aku dan mas Bram duduk berdampingan di sofa masih dalam kamar, tak lama kemudian terdengar ketukan dari luar

“Bram, Bram, Bram, bangun sudah pagi” kata om Sriyono membangunkan kami berdua

Pintu kamar lalu aku buka dan mempersilahkan om Sriyono masuk.

“He he he tak kirain masih pada tidur” kata om Sriyono

“Mau ngopi om” kataku

“Boleh” jawan om Sriyono masuk kamar dan duduk di sofa

Aku pun membuatkan secangkir kopi lagi yang sama seperti kopi untuk mas Bram.

Om Sriyono memilih duduk di teras dan mas Bram menyusul duduk di teras aku membawa kopi yang sudah selesai ku sedu untuk ku bawa ke teras di mana mas Bram dan omSriyono berada, dan membawakan kopi untuk mas Bram yang tinggal separo, aku juga membawa susuku sendiri dan duduk di samping mas Bram diteras, tak lama kemudian tante Maharani keluar dari dalam kamar dan bergabung dengan kami.

“Tante mau minum apa” kataku

“Sudah Tasya, tante udah bikin teh hangat tadi” jawab tante maharani

“Ayok kita jalan jalan keluar menikmati pagi yang segar dengan pemandangan yang bagus” kata Om Sriyono

“Sebentar om, aku ganti dulu” kata ku lalu masuk ke dalam kamar untuk ganti pakaina sebab saat ini aku masih menggunaka kimono saten yang kupakai untuk tidur semalam, akhirnya mas Bram juga menyusul untuk ganti pakaian sebab mas Bram masih memakai sarung setelah sholat tadi.

Kami berempat keluar dari hotel menghirup udara segar, tak lupa aku membawa kamera yang baru saja aku dibeli sebelum pergi ke Kalimantan. Udara yang sejuk memang tempat wisata dan ini hari libur sehingga banyak turis local ataupun manca yang berlibur akhir tahun ke pemandian air hangat Guci. Walau masih pagi sudah banyak warung makan dan penjual souvenir yang buka, aku duduk berempat disebuah warung makan yang kelihatannya bersih dan memesan teh hangat dan nasi goreng babat untuk sarapan kami.

“Kita chek out dari hotel jam 8, masih ada 1.5 jam untuk bersiap, biar tidak terlalu siang sampai disana” kata om Sriyono

“Ok mas kita masuk hotel dan bersih bersih” jawan mas Bram

Aku dan mas Bram segera masuk ke dalam kamar hotel dan mempersiapkan diri aku, aku melepas semua bajuku masih di kamar tidur hingga telanjang bulat ketika aku mahu masuk kamar mandi tanganku di pegang oleh mas Bram dan mencium bibirku dengan lembut dan aku membalas cuiman bibirnya dengan kelembutan juga, tangan ku segera meraih kaus yang dipainya dan melepas kelalui kepala dan segera melepas gseper celana panjang yang di pakainya dan meloloskan ke bawah, mas Bram langsung mengangkat tubuhku di gendongnya masuk kamar mandi dalam keadaan bugil.

Setelah samapai di mamar mandi aku diturunkan dan segera mas Bram membuka kran shower air hangat pun segera meluncur dari atas, mataku melirik ke bawah melihat penis mas Bram yang setengah tegang dan aku mulai mengisapinya dengan kelembutan dan akhirnya penis itu sudah tegak berdiri burung garudaku gagah ingin terbang ke angkasa raya, aku cium kepala burung garudaku dan desahan pun mulai terdengar mengalun membelah suasana pagi, aku percepat kulumanku keluar masik badan burung garudaku sehingga semakin lama semakin menggelepar leper keenakan eranganpun lebih keras terdengar 10 menit kemudian Burung garudaku memutahkan lahar panas di mulutku banyak dan aku telan lahar dari burung garudaku enak, gurih, asin dan ada manisnya, seperti permen nano nano, aku pandang wajah kekasihku puas dari kemarin menahan nafsunya.

“Lega ya mas” kataku dengan tersenyum

“Terima kasih, kekasih kecilku” jawab mas Bram sambil menarik tubuhku ke atas dan mencium bibirku kembali dan aku membalasnya.

Mas Bram mengambil sabun mandi cair dan di tuangan ke tangannya dan meratakan di sekujur tubuhku kecuali memek ku dan mukaku, setelah selesai aku pun mengambil sabun cair yang sama dan meratakan ke seluruh tubuh mas, dan tubuh dan badanku di tariknya merapat ke badanya dan membawaku ke bawah pancuran shower yang dari tadi sudah keluar airnya.

Setelah bersih semua sabun yang menempel di tubuh ke aku ambil sabun cair lagi untuk membersihkan vaginaku dan wajahku sehingga bersih, mas Bram sudah keluar dari dalam kamar mandi dan mengeringkan badannya dengan handuk yang sudah di sediakan oleh pihak hotel.

Satu jam kemudian aku dan mas Bram sudah siap untuk segera berangkat dan menunggu om Sriyono dan tante Maharani keluar dari dalam kamar hotel.

Tepat jam 8 pagi aku dan rombongan sudah melakukan perjalanan lagi ke Wonosobo lewat jalur toll Tegal – Semarang, keluar dari jalan toll di Weleri belok kanan menuju ke Wonosobo.

Jam 11 lebih modil om Sriyono sudah berada di depan rumah di Wonosobo, rumah sederhana tapi pekarangan cukup luas, rumah terbuat dari kayu semuanya tertata rapi, dengan model rumah khas pedesaan. Mobil langsung masuk kepekarangan rumah itu.

Hatiku berdebar debar saat ini, untuk pertama kali aku akan bertemu dengan ibu yang menyusui aku ketika bayi, tak beberapa lama keluar seorang gadis keluar dari dalam rumah sambil berteriak

“Bu, bune, eyang Sri datang” kata gadis itu sambil berlari menghampiri mobil om Sriyono.

Tante Maharani langsung keluar dari mobil dari pintu tengah menyambut tangan cucu konakannya

“Bagai mana kabarmu cah ayu” kata tante Maharani sambil memegang kepala gadis itu dan di ciumnya ke dua pipinya

“Baik eyang“ kata gadis itu

“Ibu dan bapak mu ada” kata tante Maharani

“Ibu ada eyang sedang bapak baru ke balai desa” kata gadis itu

“Eh, ia Putri, ini kakak mu Tasya” kata tante Maharani,lanjutnya: “Tasya, ini Putri adikmu”

Aku langsung memeluknya, dan kami pun saling mencium pipi, dan aku tatap wajah adikku dan ku ucapkan namaku

“Tasya Anggraeni, panggil Tasya aya ya dik” kataku

“Putri Ayuningtyas, panggil putri aja, mbak” kata putri

Sebentar kemudian keluar seorang wanita yang berusia 40 tahunan, keluar dari tumah sambil berlari lari kecil masih memakai daster yang sudah pudar warnanya dan basah dan kedua tangannya juga basah.

“Bu lik kok ngabari sih mau datang” kata wanita itu sambil menjabat tangan tante Maharani yang sebelumnya mengeringkan tangannya yang basah dengan baju yang di pakainya.

“Ya nih, ngak ada rencana mau kesini juga” kata tante Maharani

“Ya Lastri, ini aku menghantar Bran suami dari Niken Larasati, kamu ingat” kata Om Sriyono

“Oh …. “ kata Sulatri terkejut mendengar nama Niken Larasati, lanjutnya: “Ingat Pak lek”

Kemudian Larasati menjabat tangan om Sriyono dan mas Bram secara bergantian

“Ayo, nduk salim sama pak lik berdua” kata lastri ke anaknya putri

“Lastri, kamu masih ingat, siapa ini” kata tante Maharani sambil menunjuk ke aku

“Siapa ya bu lik ini selalu bikin penasaran” jawab Lastri

“Kamu ingat Tasya, Tasya Anggraeni” kata tante Maharani lagi

“Tasya, Tasya, Tasya Anggraeni” ucapnya sambil mikir sebuah nama yang di sebutnya berkali kali

“Aku ngak ingat bu lek” Kata Lastri

“Tasya ini cucu ibu Niken Larasati, istri pak Bram Kusuma” kata Maharani sambil menunjuk pada mas Bram

“Oh ….“ kata Lastri, sambil terkejut ngak percaya, lanjutnya ”Anakku” sambil berlari dan memeluk Tasya dan menagis

“Maafkan aku ibu, aku baru tahu kemarin setelah tante Maharani bercerita” Kata Tasya sambil memeluk dan menagis juga dalam pelukan Sulastri

Semua yang ada di situ menunduk haru pertemuan antara ibu dan anak yang terpsahkan selama lebih dari 18 tahun.

“Sudah Lastri, kangen kangennannya di dalam rumah aja” kata tante Maharani sambil menggandeng Sulastri dan Tasya masuk ke dalam rumah.

Sesampainya di dalam rumah, ibu masih terus menggamdeng tanganku dan masih terdengar isek tangis tertahan dan sekali kali masih mengusap air matanya.

“Tasya, ibu sangat kangen sama kamu, setelah kamu di ambil oleh eyang putrimu ibu sangat kehilanganmu, untung Putri segera lahir, ibu merasa di pisahkan dari anakku sendiri walau aku tidak melahirkanmu tapi semenjak kamu lahir ibulah yang memberi asi kepadamu sehingga ikatan batin sangat kuat di hati ibu” kata Sulastri

“Sudah ibu, jangan menagis lagi, aku ngak akan meninggalkan ibu lagi, ibu tetap menjadi ibuku selain mama yang melahirkanku tapi sudah membuang aku ketika aku sangat membutukkan kasih seorang ibu, aku juga ngak tau apa jadinya kalau ibu ngak memberi asi ibu ke aku” kata Tasya

“Janji ya Tasya, kam ngak akan meninggakan ibu lagi” kata Lastri

“Ia ibu, aku berjanji ngak akan meninggalan ibu lagi dan akan menjaga ibu, bapak dan adik adikku semuanya” kata Tasya.

“Maaf bu lik, pak lik aku tinggal sebentar mau ganti pakaian yang lebih pantas, dan Putri buat minum untuk pak lik, bu lik dan mbakmu kan baru sampai pasti pada haus” kata Lastri

“Baik ibu” jawan Putri

“Ayok dik, mbak bantu” kaya Tasya

Kedua gads itu melangka masuk ke dalam rumah bagian belakang masuk ke dapur dengan bergandengan tangan

“Dik, kelas berapa kamu sekarang?” tanya Tasya

“Aku sekarang kelas XI, mbak” jawab Putri, lanjutnya ”Mbak masih sekolah atau sudah kuliah”

“Mbak masih sekolah dik, kelas XII sebentar lagi ujian” jawab Tasya

“Tak kirain udah kuliah” jawab Putri

“Apa tampan mbak sudah jadi mahasiswa ya” jawab Tasya

“Benar mbak, sudah pas kalau mbak sudah jadi mahasiswa dewasa banget” jawan Putri

“Sudah punya pacar belum dik” kata Tasya

“Belum boleh pacaran dulu oleh bapak dan ibu” jawab Putri

“Tapi kan sudah ada yang naksir putri kan” kata Tasya,lanjutnya: “Cewek secantik putri ini pasti banyak cowok yang suka”

“Ia sih mbak, juga ada beberapa cowok yang nembak aku, mbak tapi selalu aku tolak” kata Putri

“Banyak cowok yang patah hati dong” jawab Tasya

Mereka berdua tertawa bersama, kebersamaan Tasya dan Putri begitu akrap nya walau mereka baru bertemu, sebab Tasya menganggap putri sebagai adik kandungnya sendiri. Setelah selesai buat minum mereka berdua kembali ke ruang tamu untuk bergabung.

Sulastri juga sudah bergabung kembali dan sudah berganti baju yang lebih pantas dengan memakai pakain baju kurung dan lengan panjang dan berkerudung dengan riasan make up sederhana dan tipis terlihat cantik, walau badannya tampak agak gendut sedikit tinggi 155 cm khas ibu ibu jawa.

“Sini Tasya duduk disamping ibu, masih kangen sama kamu” kata Lastri sambil menepuk tempat duduk yang kosong disebelahnya, Tasya pun tersenyum dan melangkah mendekati Sulastri dan duduk disampngnya.

“Cantik banget sih, anak ibu ini” janjut Sulastri sambil memegang wajah Tasya dan memandang nya denga perasan bangga.

“Ibu juga cantik” jawab Tasya

“Bisaaja kamu Tasya” kata Sulastri

Mereka saling bertegur sapa dan menyatakan keadaan masing masing, dan Putri pun mengambil korsi dari ruang makan dan menaruhnya disamping tante Maharani dan ikut bergabung . Semetara obrolan berlanjut pak Margono datang dari balai desa dengan mengendarai sepeda montor buntut miliknya.

“Assalaualaikum” sapa Margono suami Sulastri

“Walaikumsalam” jawab mereka serempak, lanjutnya: “Eh ada pak lik Sri dan bu lik Rani”

Segera Margono menjabat tangan om Sriyono dan Tante Maharani selanjutnya menjabat tangan mas Bram dan terakir berjabatan tangan dengan Tasya, segera Tasya mengulurkan tangannya dan mencium biku biku tangan Margono

“Putri ambilkan korsi untuk bapakmu” peritah Sulastri

Tanpa menjawab Putri langsung mengambil korsi lagi dari ruang makan dan menempatkan di antara korsi nya dengan korsi ibunya sehingga Tasya ada diantara mereka.

“Kapan datang pak lik, kok ngak kasih kabar dulu” kata Margono

“Ia No, memamg ngak ada rencana balik desa, aku hanya menantar Bram dan Tasya kemari” jawab om Sriyono

“Dik Margono, masih ingat dengan ibu Niken Larasati ngak” kata tante Maharani

“Masih ingat to bulik, karena ibu Niken kehidupan kami menjadi seperti ini” jawab Margono

“Kamu kan belum kenal dengan suami dari ibu Niken kan” lanjut tante Maharani

“Ia, bu lik kan waktu itu beliau baru dinas ke luar negri ya, jadi ya belum sempat berkenalan” jawab Margono

“Inilah Suami almarhumah ibu Niken Larasati, pak Bram Kusuma” jawab tante Maharani dengan menunjuk kearah mas Bram

Margono terkejut mendengar berita duka ini langsung mengucap “Innalilahi wa ina ilahi rojiun” yang di ikuti dengan Sulastri dan Putri bersamaan

“Pak Bram, sungguh aku tidak tahu kalau ibu Niken sudah di panggil Tuhan, maaf” kata Masgono

“Ngak apa apa kok mas Margono dan lagi itu sudah lama berlalu sekitar 2 tahunan lebih” jawab mas Bram

“Dan ini cucu beliau, Tasya Anggraeni” lanjut tante Maharani setelah menunjuk ke aku

Akupun segera bangkit dari duduk nya dan bersimpuh didepan kaki pak Margono

“Maafkan aku Bapak, aku baru tahu kemarin setelah tante Maharani bercerita tentang aku” ucap Tasya

Margono terkejut mendengar penuturan tante Maharani dan sikap Tasya yang langsung bersujud di bawah kakinya. Dengan segera Margono mengangkat tubuh Tasya yang bersujud di hadapannya, dan mendudukan kembali di tempat duduk semula. Masih memandangi wajah Tasya dan mendekatkan bibirnya ke kening Tasya dan menciumnya dengan lembut, pertemuan ayah dan anak yang telah dipisahkan selama belasan tahun ini akhirnya berkumpul kembali.

Sulastri yang duduk disamping Tasya selalu membelai rambut Tasya yang panjang terurai lepas dan sebentar bentar memandangi wajah cantik Tasya sekan ngak pernah puas memandang wajah anak sulungnya.

“Maaf Bapak Margono sekeluarga, kedatangan kami membuat gaduh keluarga ini, pertama saya dan mas Sriyono dan mbakyu Rani hanya mengantar Tasya menemui ibu dan bapaknya yang sudah 18 tahun terpisah karena ketidak tahuan kami sekeluarga karena Niken istriku ngak pernah cerita secara detail peristiwa kelahiran Tasya setelah kemarin aku bertemu dengan mas Sriyono pada acara reoni, aku dan Tasya baru tahu peristiwa itu, maafkan kami” ujar mas Bram

“Ngak apa apa pak Bram, malah kami sekeluarga bersyukur pak Bram dan keluarga mau mampir ke gubuk kami yang reot ini dan hampir ambruk” jawab Margono, lanjutnya “Ibunya anak anak itu yang sering mengis sediri kalau teringat anaknya Tasya dan aku ngak pernah menyangka akan pertemuan kali ini”

“Disamping itu aku juga punya kepentingan tersendiri” kata mas Bram, lankutnya ”Mengenai wasiat atau keinginan istriku almarhumah Nilen Larasati yang mempunyai keinginkan menjodohkan aku dengan cucu aku sendiri Tasya” lalu Bram menceritakan semua pengalaman dirinya semenjak istrinya Niken larasati dalam keadaan sakit sampai meninggal dunia yang mengharapkan Bram untuk mengambil Tasya cucunya sebagai pengganti dirinya menjadi istrinya, “Semula aku ragu ragu atas keinginan istriku ini tapi melihat kenyataan bahwa Tasya sendiri juga menghendaki sebagai pengganti eyang putrinya sebagai istriku dan akhirnya aku pun luluh juga dan berusaha untuk melegalkan hubunganku dengan Tasya dan aku melihat peluang itu dengan adanya akte kelahiran Tasya yang masih menyantumkan nama Bp Margono dan Ibu Sulastri sebagai bapak dan ibu yang syah hukum pemeritah ataupun agama, untuk menjadi wali dari cucuku Tasya dan aku mengharap pada keluaga ini terutama kepada bp Margono untuk menjadi wali untuk Tasya dalam perkawinanku dengan Tasya nanti”

Margono terdiam demikian juga Sulastri tidak bisa ngomong apa apa sementara dalam ruangan ini hening dalam pikiran masing masing.

“Begini No” kata om Sriyono, lanjutnya: “Baik dengan perstujuan kamu dan Lastri atau pun tidak mereka tetap akan hidup bersama, aku melihat hubungan mereka sangat mesra dan tidak bisa di pisahkan lagi, Tasya sudah bulat akan pendiriannya untuk menjadi pendamping eyang kakungnya sebagai istri Bram Kusuma, dan aku juga melihat ke gigihan perjuangan mereka untuk melegalkan hubungan mereka menjadi suami istri, dari pada mereka melakukan dosa sepanjang hidupnya, itu lah No, hanya kamu yang bisa membuat mereka bahagia dan tidak selalu dikejar kejar dosa”

“Ia pak lik, tapi aku minta waktu untuk bicara dari hati ke hati dengan Tasya dan istriku Lastri sebelun aku mengambil keputusan yang salah malah menjadikan boomerang bagi kita kedepannya, aku hanya mita waktu sebentar” kata Margono dengan bijak

“Baik bapak Margono, aku bisa mengerti urusan ini memang berat dan ini memerlukan tanggung jawab juga ke depannya” kata mas Bram

“Kalau begitu urusan mu sudah selesai ya, tinggal menanti jawaban dari keluarga ini” Kata om Sriyono

“Aku malah dek dek gan nih, persis pesakitan yang akan menerima vonis dari pengadilan” jawab mas Bram sambil tertawa.

“Biasa lah itu, kalau menghadapi ayah dan ibu mertua kan selalu begitu, ketika aku melamar Rani dulu juga punya perasaan seperti itu” jawab Sriyono denga tertawa sangat keras dan semua yang ada di situ juga ikut terawa mendengar bayolan dari om Sriyono.

Setelah bicara serios dan kini suasana menjadi cair dengan banyolan bayolan dari om Sriyono dan mas Bram untuk mengubah suasana menjadi ceria kembali.

“Assalamualaikum” sapa seseorang di depan pintu masuk rumah itu

“Walaukumsalam” jawab mereka serempak

“Eh, ada eyang Sri to” kata pemuda kecil sambil mengacungkan tangan dan menjabat tangan mereka semua yang ada di situ dan mencium biku biku tangannya.

“Kamu dari mana Bagas” kata Sulastri kepada anaknya yang baru datang

“Dari rumah Angga, bu bikin layang layang untuk di jual mupung sekolah libur” jawab Bagas yang bediri di samping bapaknya.

“Kenali nih, kakakmu Tasya” jawab ibu

Tasyapun langsung berdiri menyambut uluran tangan Bagas: “Bagas mbak, Bagas Dwikara” ucap Bagas

“Tasya Anggraeni, panggil Tasya aja ya dik” jawab Tasya

“Ini mbakmu anak ibu yang pertama juga, yang baru datang dengan eyang kakungnya” kata ibu lagi

Bagaspun menjabat tangan mas Bram kembali dan menyebutkan namanya

“Om Bram” kata mas Bram menjabat tangan Bagas

“Tasya, kamu ambil gih, makanan yang kamu beli di jalan tadi untuk makan siang bersama” kata tante Maharani mengingatkan Tasya.

Tasya pun berdiri dan melangkah keluar sambil menarik tangan adiknya akan menuju mobil yang ada di halaman rumah, Tasya behenti sebentar dan menatap mas Bram

“Eyang kunci mobilnya” kata Tasya

Om Sriyono yang mengeluarkan kunci mobil dari dalam sakunya dan memejet tombol dan terdengan suara alaram mobil tersebut

Aku dan Putri keluar menuju mobil yang terparkir di halaman rumah dan mengeluarka semua makanan yang di di belinya di perjalanan menuju kemari tadi dan membawanya ke dalam rumah dibantu oleh putri adikku

“Wah ini tamunya yang bawa makan sendiri he he he” kata ibu setelah aku dan Putri masuk ke dalam rumah.

“Aku bukan tamu ibu, aku pulang kerumah aku sendiri” jawab Tasya

Aku dan Putri menyiapkan semua makanan yang aku beli tadi dan menghangatkannya di atas kompor dan menatanya di meja makan setelah semua makan tersaji termasuk nasi yang juga dibelinya di perjalanan tadi.

Tasya kembali ke ruang tamu dan mengajak mereka makan bersama, karena meja makan nya kecil maka semua mengambil makanan dan membawanya kembali ke ruang tamu untuk menyantab makanan mereka, Tasya dan Putri mengambi air putih dan di sajikan di depan meja tamu dan akhirnya Tasya, Putri dan Bagas mengambil makanan dan bergabung kembali di ruang tamu.

Mereka bercengkrama kembali dengan cerita dan suasana ruangan tersebut masih diliputi dengan suasana kekeluargaan yang kental. Sifat welcome dari keluarga ini yang menerima aku dengan apa adanya membuat aku sangat bersukur atas semua anugrah yang berlimpah dari sang pencipta karena kemudahan kemudahan yang diberikan selama ini.

Setelah selesai makan om Sriyono dan tante Maharani pamit pulang ke rumah orang tuanya tante Maharani yang memeng berasal dari Wonosobo ini dan mas Bram juga ikut ke rumah mertuanya om Sriyono mau istirahat disana sedanga aku ditinggal dirumah ini karena aku masih sangat rindu akan belaian seorang ibu dan kehangatan keluarga yang tidak pernah aku dapatkan selama ini, walau aku sekarang hidup bersama mama tapi jarang berkumpul karena kesibukan masing masing.

Setelah semuanya pergi aku, putri dan ibu membersihkan sisi makanan yang ada dan mencucinya bersama sama dalan suasana yang seperti ini membuat aku bahagia keluarga ini memang lain sekali keluarga yang cukup harmonis mementingkan kebersamaan dalan memutuskan segala sesuatunya itulah yang membuat bapak memjawab pernyataan mas Bram ketika melamar aku tadi.

Kami pun berkumpul kembali di ruang keluarga dan bapak ingin bicara dengan aku dan ibu tentang lamaran dari mas Bram tadi.

“Tasya, aku ingin mendengar kisahmu selama ini, terus terang aku masih buta tiba tiba di hadapkan oleh suatu masalah yang aku sendiri tidak tau asal usulnya banyak pertanyaan yang simpang siur dan membingungkan tiba tiba eyang kakungmu melamar kamu menjadi istrinya tadi aku sudah mendengar cerita dari eyang kakungmu sendiri sekarang aku ingin mendengarkan dari mulut kamu mengapa kamu mau dan ingin menjadi istri eyang kamu sendiri” kata bapak dengan lembut dan penuh kasih sayang.

“Bapak, ibu dan adik adik ku semua, aku akan bercerita tentang diriku selama ini sebelum nya aku minta maaf dulu aku baru dapat mememui bapak, ibu dan adik adik ku semua karena memang kurang nya informasi yang aku dapatkan, pernah sekali waktu aku bertanya ke mama tentang siapa pak Margono dan ibu Sulastri mengapa tercantum dalam akta kelahiranku bukan nama papa john Wirasakti dan mama Rini Kusumawardani, tapi mama malah marah marah ngak jelas dan aku malas bertanya kembali, dan aku juga pernah bertanya pada eyang Bram Kusuma tapi ama saja dengan aku ngak tahu siapa pak Margono dan ibu Sulastri itu sebab eyang kakung juga belum mengenal bapak dan ibu sekalian, baru kemarin aku ketemu dengan om Sriyono dan tante Maharani yang mau membuka suatu rahasia yang terpendam selama hampir 18 tahun ini, dari aku memohon pada om Sriyono untuk mengatar aku dan eyang kakung untuk mememui bapak ibu, selain untuk silahturami dan menyampung tali persoudaran yang putus akibat dari ketidaktahuan kami. Selanjutnya mengapa aku sampai mau dan ingin menjadi istri eyang kakung karena semenjak SD aku ikut dengan eyang putri Niken aku melihat kasih sayang eyang kakung dengan eyang putri yang membuat aku iri, dari situlah aku punya keinginan kalau besar ingin menjadi istri eyang kakung yang pada saat itu menurut penilaianku sangat ganteng dan berkarisma sehingga menggetarkan jiwaku ini walau aku saat itu masih duduk di bangku kelas 5 SD, semenjak kelas VII aku di ambil oleh mama dan papa yang tinggal di Semarang dan aku sangat tepaksa meninggalan eyang putri sendiri di Solo walau Semarang – Solo terbilang dekat. Setelah aku kelas X dan eyang putri sudah mulai sakit sakitan dan eyang kakung minta pensiun muda dari dinas kemiliterannya salah satu alasan supaya bisa merawat eyang putri lebih baik lagi, sebelum eyang putri menghembuskan nafasnya di pangkuan eyang kakung eyang putri sempat bertanya ulang kepadaku tentang pernyataanku ketika kelas 5 SD dulu, dan aku pun memjawab masih ingat dan masih ingin menjadi pendamping eyang kakung setelah eyang putri meninggal nanti, tapi eyang kakung punya pendapat lain eyang kakung masih mengangap aku terlalu kecil untuk memutuskan persoalan ini, sampai aku kelas XII dan usiaku 18 tahun sekarang, aku dingatkan kembali dalam sebuah mimpi eyang putri menemuiku dalam mimpi dan mengingatkan akan janjiku untuk menjadi pendamping eyang kakung sebagai istrinya, dan aku sendiri selalu mengharap untuk menjadi istri eyang kakung yang begitu setia ke eyang putri sampai saat menjelang ajal tiba, mengapa eyang putri menginginkan aku menjadi pendaping eyang kakung sebab eyang putri selama hidup membina keluarga dengan eyang kakung tidak bisa terus menerus mendampingi eyang kakung yang punya mobilitasi yang cukup tinggi selalu berpindah dari tempat ke satu tempat yang lain dengan sangat cepat karena eyang putri harus mengelola perusahaan yang diwariskan kepadanya dan sebagai putri tunggal dan menjaga amanah orang tua eyang putri itu lah yang menyebabkan penyesalan yang berkepanjangan, dalam benak eyang putri nanti kalau eyang pensiun akan selalu mendampingi eyang kakung kemana pun eyang kakung berada tapi sang maha pencipta mempunya kehendak lain menjelang pensiun dari eyang kakung malah mendapat penyakit yang mematikan Leokimia, itulah sebabnya eyang putri sangat mengharapkan aku menjadi pengganti beliau sebagai istri eyang kakung, tapi dalam hati kecilku memang aku sudah jatuh hati ke eyang kakung semenjak aku masih muda belia, aku selalu mengagumi beliau dan memimpikan nya setiap saat, memeng banyak juga cowok yang menginginkanku menjadi pasanganku tapi aku ngak bisa menerima mereka karena hatiku sudah terpatri dengan sosok eyang ku sendiri. Baru kemarin awal liburan ini aku bertemu kembali dengan eyang kakung dan aku menyerahkan harta yang paling berharga bagi seorang gadis ke eyang kakung, semula eyang kakung menolak keinginnanku untuk menyerahkan keprawananku kepada beliau tapi dengan kebulatan tekat ku akhirnya menerima juga keperawananku yang ku persembahkan ke eyang kakung karena aku sangat mencintai eyang kakungku seperti eyang putri juga mencintai eyang kakung dengan tulus sampai ajal menjemputnya, satu minggu yang lalu aku diajak oleh eyang kakung ke Kalimantan tengah menemui saudara angkat eyang kakung yang menjadi kepaka suku disana dan aku menjalankan ritual penyatuan jiwa dan raga dengan eyang kakung, dengan ritual itu sebenarnya aku sudah resmi menjadi istri eyang kakung menurut adat orang dayak, tapi belum resmi menurut agamaku dan Negaraku sehingga aku dan eyang kakung berupaya lagi meresmikan hubunganku dengan eyang kakung menurut agama yang ku anut dan Negara, aku pun mempunyai peluang untuk hal ini dengan mengharap dengan sangat kepada bapak dan ibu menjadi wali aku dalam perkawinanku nanti” kata ku sambil menutup ceritaku di depan bapak, ibu dan adik adikku.

Bapak, ibu dan adik adik ku mendengarkan kisahku dengan seksama tampa memutuas ceritaku dari awal hingga akhir.

“Oh Allah nduk menarik tenan kisah perjanan hidupmu penuh perjuangan untu meraih cita citamu ini tapi juga penuh bahaya, kamu sadar ngak sih kalau usiamu dan usia eyangmu sangat jauh berdeda, sekarang memang belum timbul persoalan keluarga yang demikian peliknya banyak persoalan yang akan kamu hadapi sangat rumit, persoalan keluarga bisa timbul sewaktu waktu dan sangat halus sehingga tanpa disadari akan timbul perpecahan dari keluarga itu, serapi apaun kamu menyikapi akan berdampak baik positif atau pun negative apa kamu sudah siap menhadapi itu semua? kata Sulastri ibunya.

“Sudah ibu, pada dasarnya ketidak harmonisan keluarga itu, kalau salah satu sudah tidak jujur, banyak terjadi perselingkuhan disebabkan dari tidak puasnya pasturi tidak jujur pada dirinya sendiri dan pasangannya, itu baik persoalan ranjang sampai persoalan keunangan karena tidak ada kejujuran diantara mereka, kalau semuanya terbuka dan saling percaya dan bisa menjaga diri, maka semua persoalan keluarga itu pasti ada jalan keluarnya dan mencari solusi bersama untuk mengatasi persoalan itu, kuncinya hanya pada kejujuran ibu” jawanku spontan

Sulastri tebengong mendengar jawabanku mengenai persoalan keluarga yang akan ku hadapi kelak

“Memang perbedaan usia aku dengan usia eyang kakung sangat jauh 40 tahun, tapi itu tidakakan memjadi penghalang bagi menyatukan aku dan eyang kakung yang telah menyadari perbedaan itu, hanya karena cinta yang tulus yang bisa menyatukan dan ridho dari Ilahi serta doa yang tak putus” kataku kemudian.

“Begitu tekatmu nduk, ibu hanya bisa berdoa semoga pilihanmu tepat adanya, iya to pakne” kata Sulastri

“Benar bu ne, semua itu tergantung dengan Tasya sendiri yang mau melakukan kita sebagai orang tua hanya bisa tut wuri handayani” kata Margono sang bapak

“Terus rencanamu kapan akan melangsungkan perkawinanmu kelak?” tanya Margono

“Masih lama juga kok pak, mungkin pertengahan tahun ini kalau semua lancar, akupun harus meyelesaikan sekolahku dulu sehingga lulus SMA ini.

“Ya aku setuju, ia to bune” ucap Margono

“Ya pak ne, walaupun dilaragpun mereka akan nekat untuk bersatu walau tidak ada persetujuan dari kita” kata Sulastri

“Jadi Bapak dan ibu mau jadi wali aku” tanyaku sambil berlinag air mataku tanda kebahagian

Bapak Margono dan ibu Sulastri hanya mengangguk mengiyakan.

“Terima kasih Tuhan atas kemurahan yang kau berikan kepada kami” ucapku sambil mengadah kan dua tanganku ke atas.

“Amin” terdengar suara mereka bersama sama, aku langsung berdiri bersujut di depan bapak dan ibu dan mengucapkan teima kasih berkali kali.

“Bapak dan ibu, sebenarnya ada satu hal yang belum aku ceritakan kepada bapak dan ibu soal warisan, hanya aku ngak ingin soal ini akan mempengarui keputusan bapak dan ibu” kata ku

“Ceritakan anakku apapun ceritamu tidak akan mempengarui keputusan ku ini untuk mendukungmu, anakku” kata Margono

“Semenjak aku menerima eyang kakung menjadi calon suamiku dan setelah aku menyerahkan keperawanku ke eyang kakung, ada kata sepakat antara eyang kakung dan eyang putri sebelum beliau meninggal dunia, aku akan mendapat warisan 4 perusahaan yang dirintis eyang putri dengan kerinat dan darah ke 4 perusahaan itu sudah menjadi milikku tapi bukan karena warisan itu aku menerima eyang kaung menjadi suamiku dan aku baru tau ada kesepakan itu setelah aku menyerahkan keperawananku ke eyan kakung.” kata ku kemudian

“Jadi kamu sekarang kaya raya ya” kata Margono

“Bukan kaya raya yang menjadi persoalan nya tapi ada amanah di balik itu untuk mengembangkan perusahaan itu menjadi lebih besar dan aku mau adik adikku mau membantu mengurus perusahaan itu kelak setelah tamat menjadi sarjana” kata Tasya

“Serius, mbak” kata Putrid an Bagas hampir bersamaan

Tasya hanya mengangguk kan kepalanya dan Putri dan Bagas segera berdiri dari korsinya memeluk ku dengan erat sekali setelah lepas dari pelukanku

“Mangkanya mulai hari ini kamu berdua Putri dan Bagas harus rajin belajar soal biaya pendidikan mbak akan tanggung samai kamu bosan belajar” kata ku sambul tersenyum

“Terima kasih mbak” kata mereka sambil meraih tanganku dan menciumnya, dan aku pun menarik wajah wajah mereka satu persatu dan memberi ciuman di kening mereka bergantian..

“Seperti janji ku ke ibu tadi siang aku ngak akan pergi kemana mana dan akan menjaga ibu, bapak dan adik adikku, tapi aku ngak bisa tinggal lebih lama lagi karena stausku masih sekolah sama seperti Putri liburanku juga terbatas sekali seperti Puti dan Bagar masuk kesekolah aku pun harus masuk sekolah aku ingin membelikan alat komunikasi, kamu sudah punya HP Putri” tanya ku

“Belum mbak, HP hanya satu yang dipakai bapak untuk alat komunokasi dengan teman teman kelompok tani” jawab Putri.

“Baiklah, Bagas kamu udah sholat belum dan Putri juga” kataku

“Belum mbak, mbak Tasya apa sudah sholat” jawab Putri

“Aku baru kedatangan tamu ih” jawabku

“Mana mbak tamunya sambil menoleh ke jalan” kata Putri

“Ih, kamu nyebelin” kataku sambil mencubil tengan adikku Putri

“Sakit mbak” teriak Putri sambil berlari menjauh

“Putri, tasnya mbakmu di bawa masuk ke kamarmu gih” kata ibu

“Ia bu” jawab Putri

Putri pun mengambil tas ku dan membawanya masuk kekamarnya

“Sana Tasya kalau mau istirahat di kamar putri aja ya” kata Sulastri

“Bapak dan ibu juga istirahat ya” jawanku sambil melangkah masuk kamar Putri

Aku mengambil ponsel ku dan WA kepada mas Bram

“Assalamualaikum Suamiku” tulis ke WA

Tidak lama kemudian ada balasan dari mas Bram

Wallaikunsalam istriku” balas mas Bram
“Bagaimana udah beres urusan dengan Bapak mertuaku, sayang” lanjut tuls eyang kakung

“Semuanya lancar, Bapak dan ibu sudah setuju untuk menjadi waliku” tulisku
“Tinggal papa dan mama, aja yang belum tahu” ketikku selanjutnya

“Percayalah sama aku, sayangku, mama dan papamu juga akan setuju walau mungkin ada sedikit kendala, tapi suamimu ini sudah dapat jalan eluarnya untuk mengatasinya” balas mas Bram

“Kok mas Bram punya keyakinan seperti itu “ jawabku

Lihat saja nanti, kamu lupa kalau mas mu ini akhi strategi” jawab mss Bram

“Percaya deh, suami siapa dulu, Tasya …. ha ha ha” jawabku sambil memasang mosion orang galau

“Bisa aja kamu” balas mas Bram
“Mas, bawa uang kes 10 juta ngak” tulis ku

“Banyak amat untuk apa” balas mas Bram

“Untuk ku berikan ke ibu dan keluarga ini, sebagai tanda terima kasih ku kepada mereka” kataku

“Kalau sekarang sih ngak ada, tapi kalau besok di usakan deh” katamas Bram

“Makasih, sayang muah …. “ telis Tasya dan menambahkan mosion cium di pipi

“Udah ah aku mau bersih bersih dulu sebentar sore aku akan mengajak putri dan Bagas ke mall untuk membelikan mereka HP biar komnikasiku dengan mereka lancar, mas setuju ngak” tulis ku

“Mas selalu mendungkungmu sebatas itu wajar” tulis mas Bram
Assalamualaikum. istriku, selamat berbelanja” tulisnya
“Wallaikumsallan sayang , jangan lupa sholat” balasku

Akupun meletakkan ponsel ku di meja lalu berbaring di tempat tidur putri.


Bersamnung ke part 20

Semoga terhibur selallu
ROO238
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd