Agen Terpercaya   Advertise
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Rahma [NO SARA]

Status
Please reply by conversation.
Bimabet
biasanya kalo apdetnya lama, bakalan bnyk surpres dorprez dan berujung konti diperes...
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Semangat Hu, utamakan RL..update Neng Rahma itu momer 2
 
LIMA
Dunia ini memang telah didesain sedemikian cerdasnya oleh Sang Pencipta Maha Cerdas, yang ke-Maha Cerdasan-Nya tak dapat tertandingi oleh satu elemenpun di alam semesta. Dia telah menciptakan fisik yang berpasangan, unsur yang saling berkaitan, ataupun kondisi yang dinamis, dengan perhitungan yang maha akurat, sehingga setiap manusia yang hidup menjalani dan memilih takdirnya sesungguhnya pasti akan mengalami semua situasi dan kondisi yang telah disiapkan oleh Sang Maha Cerdas. Semua Manusia pernah merasakan bahagia, meskipun bentuknya relatif bagi tiap-tiap manusia. Semua manusia pernah dalam kondisi yang sangat kaya atau – setidaknya – merasa sangat kaya, begitupun sebaliknya. Semua kondisi ini sudah pasti berlaku bagi seluruh ummat manusia, tidak peduli apapun agama dan kepercayaannya, karena ini adalah Bahasa Tuhan dan aturan-Nya. Ini adalah Kehendak-Nya, maka terjadilah.

Hal inilah yang ku rasakan hari ini. pagi ini aku berada dalam kondisi yang sangat bersemangat. Jika kehidupan ini ibarat sebuah film animasi, maka kalian bisa melihat api yang berkobar di tubuhku, sekaligus bunga-bunga yang bermekaran berputar-putar di atas kepalaku. Bagaimana tidak, Rahma secara tidak langsung telah memberikan gambaran perasaannya padaku. Sesungguhya Rahma memiliki perasaan kepadaku, pastinya positif, tetapi dia belum bisa mendefinisikan jenis perasaan yang bagaimana yang dia miliki. Dia belum bisa memutuskan perasaannya apakah suka, simpati, sayang, cinta, atau nafsu? Ah, sepertinya yang terakhir ini tidak mungkin. Intinya aku bersemangat, dan Nampak sekali pada kinerjaku. Ketika jam 10.30 hampir semua rekan pergi istirahat sejenak, aku masih semangat membolak-balik beberapa berkas dan mencocokkannya dengan konsideran laporan yang ada di dalam komputerku. Apalagi, Rahma yang membuatku semangat saat ini masih berada di sampingku dan juga sibuk dengan kerjaannya.

“Kang, mau nitip?” Tanya Nisa ketika lewat di depan mejaku.

“Emm….Kopi aja deh”

“OK. Bu Rahma?”

“Yah?” Rahma mengangkat wajahnya dari monitor desktop.

“Mau nitip apa?” Tanya Nisa lagi.

“Sama kaya’ Akang deh” jawabnya singkat. Aku menoleh ke Rahma.

“Emang ibu minum kopi juga, ya?” tanyaku dengan wajah penuh selidik. Entah bagaimana model ekspresinya.

“Emang Bapak mesan apa?” Tanya Rahma balik.

“Kopi” jawabku singkat.

“Ehh…***k jadi ding…..teh aja” ralatnya.

“OK sip….” Jawab Nisa mengangkat dua jempolnya lalu keluar dari ruangan ini.

Praktis dalam ruangan ini tinggal kami berdua. Rasanya ingin ku manfaatkan kebersamaan yang langka ini, namun rupanya pekerjaan tidak mengizinkan. Sebenarnya sudah beberapa hari ini kondisi selalu menenpatkan kami berdua saja dalam ruangan ini. hanya saja, kemarin-kemarin itu tampak sekali rasa tidak nyaman pada gestur Rahma ketika kami hanya berdua di ruangan ini. beberapa kali ketika kami hanya berdua, pekerjaanku tidak terlalu menumpuk tapi aku bingung bagaimana memanfaatkan kondisi itu. Sekarang, Rahma sama sekali tidak menampakkan ketidaknyamanan di sampingku. Duduknya rileks tanpa ada gelisah sama sekali. Namun sekali-lagi, kondisi ini harus berlangsung statis karena pekerjaan yang menumpuk. Bahkan untuk menatap wajah putih tertutup cadar itu pun aku tidak sempat. Hanya sempat mencuri pandang namun tak sempat menatap dan menikmati salah satu mahakarya Sang Maha Indah.

Aku baru saja menyortir berkas dan beberapa bukti fisik untuk dibuatkan daftar lampirannya oleh Rahma, hingga aku punya sedikit kesempatan. Ku ambil ponselku lalu ku ketikkan pesan di WA kepada Rahma. Iseng, tentunya.

“Duh, yang lagi serius……”

Tidak beebrapa lama ketika pesan ku kirim, notifikasi di ponsel Rahma berbunyi. Dia menatap layar ponselnya dan ku lihat matanya agak sedikit menyipit. Sepertinya dia sedang tersenyum, lalu dia mengetikkan balasannya.

“Paan sih, ganggu aja J”

Segera ku balas.

“Hehehe….Maaf….”

“Dasar pengganggu ;)

Sejenak ku tangkap ekspresi wajah yang agak jengkel bercampur gemas, setidaknya menurutku begitu, ketika kami bertemu mata, lalu dia melototkan mata indahnya kepadaku. Hmm….mungkin di balik cadarnya ada lidah yang melet. Mungkin. Ku manfaatkan waktu istirahatku dengan menemani Rahma yang sedang sibuk mengetik. Aku tidak ingin lagi mengganggunya, karena gangguanku mungkin bisa saja berakibat fatal bagi kami berdua. Ku putuskan untuk membuka instagram, sekalian stalking instagramnya Rahma. Sekedar info, aku adalah satu-satuanya follower laki-laki yang diizinkan masuk di akunnya yang digembok. Ku buka postingan foto terbarunya, dua buah foto colase yang gambarnya hampir mirip. Sebuah tangan yang mengenakan handsock memegang bunga. Bedanya, foto di kanan memegang bunga berwarna kuning, dan di kiri memegang bunga berwarna putih. Dua-duanya mungkin mawar. Lalu ku baca captionnya.

Musim kali ini mengingatkanku, betapa kita saling mencintai.
Atau, setidaknya aku yang masih mencintaimu.
Semoga engkau sadar, malam-malamku terasa menyakitkan,
Laut dan danau mengering,
Dedaun gugur menjelma tanah purba
Mengapa bukan kau datang sebagai penghujan?
Mengapa kita selalu suka bertahan dalam kesepian?
Permohonanku ini, tak harus kau dengar, sayang.
Ku ingin kita disatukan
(Rindu tak terbayang)



Wow…..sebuah kata sarat makna yang luar biasa indah. Aku sampai merinding membacanya, apalagi tepat berada di samping penulisnya, seorang wanita bercadar yang sedang sibuk menatap monitornya sambil menata tarian jemarinya di atas tuts keyboard demi menyelesaikan tugas yang diembannya. Akhwat di depanku ini tengah terluka dalam rindu mendalam kepada suaminya yang tengah berada di belahan dunia lain, mengajak kebaikan kepada manusia-manusia tapi menguapkan kebaikan kepada istrinya. Sungguh, aku tidak pernah setuju dengan pola seperti ini. engkau meninggalkan keluargamu, membiarkan mereka dalam kekeringan batin, untuk menyirami keluarga-keluarga orang lain, untuk menghidupi manusia-manusia yang bahkan tidak mengenalmu.

Ku buka foto kedua, dua orang wanita berjalan ke arah angel kamera sambil bergandengan tangan. Yang satunya bercadar, dan aku yakin itu adalah Rahma, dan wanita yang satunya lagi agak mungil tanpa memakai cadar, wajahnya sangat cantik dengan senyuman yang sepertinya ku kenali. Eh, Arni? Ini kan foto istriku? Wah, rupanya mereka sangat akrab, terlihat dari gestur mereka di dalam foto, dan terlihat dari paniknya istriku menyuruhku menolong Rahma tempo hari.

Semoga kau sedang sama rindunya
Selepas senja yang meninggalkanku sendirian
Aku menggigil terjamah hujan
Beginilah rupanya rindu sendirian
Rindu yang didiamkan oleh tuan
Sakit…
Akh…rindu ini terasing, tak dikenal pemiliknya
Rapuh, patah berkali-kali
Setidaknya setulus itulah cintaku
Atau setidaknya pernah seperti itu?



Entah apa maksud caption-caption ini, tetapi dalam pandanganku, Rahma sedang mendeklarasikan lukanya ditinggal oleh suaminya selama empat bulan, sekaligus Rahma mendeklarasikan cintanya kepada suaminya yang susah dia pertahankan, meskipun juga susah dia lepaskan. Rahma, penderitaanmu sangat tampak dalam tulisanmu. Ah, mungkin aku tidak bisa membahagiakan akhwat ini, namun setidaknya aku ingin memberikannya sedikit kehangatan dalam dinginnya malam yang tidak terjamah kenikmatan. Ah….entah mengapa senjataku tiba-tiba menegang. Aku semakin bersemangat untuk secepat mungkin menaklukkannya. Hanya saja aku masih bingung bagaimana memulainya.

“Kang, Nih kopinya. Bu Rahma, ini pesenannya” seru Nisa mengagetkanku.

“Iya…” ujaku dan Rahma hampir bersamaan tepat ketika atasan kami, Pak Imran masuk ke ruangan.

“Bagaimana, Bu Rahma?” Tanya nya tapi melihatku.

“sudah 80% pak.” Jawabnya.

“OK. Usahakan besok semua konsideran dan laporan sudah di ruangan saya untuk saya periksa ulang ya?” kata Pak Imran kepadaku.

“Siap, Pak!” jawabku sambil memberi tanda hormat.

Pak Imran kembali meninggalkan kami dan memasuki ruangannya. Satu-per satu rekan kerja yang tadi beristirahat kembali memasuki ruangan dengan wajah yang kembali segar. Saatnya kembali ke realita, yaitu bekerja dengan setumpuk berkas.

***

16.20-atau sekitar itu.

Ruangan telah sepi kecuali kami berdua. Rahma masih sibuk mengetik, sedangkan aku masih sibuk menyortir berkas. Tidak ada suara sama sekali. Tim auditor akan datang tiga hari lagi, dan deadline laporan tinggal besok, dan semuanya harus sudah diperiksa pak Imran, untuk kemudian diperlihatkan kepada tim auditor dan tim assessor untuk diperiksa. Kali ini kami harus kerja ekstra keras dan ekstra lama hanya karena Dian terkena tipes dan sampai hari ini masih diopname. Sungguhpun demikian, Dian bukanlah akar masalah kami.

17.10-atau sekitar itu.

Pekerjaanku telah selesai, tinggal menyerahkan semua berkas yang ku sortir untuk dibuatkan laporannya oleh Rahma. Aku jadi kasihan melihat rekanku ini. sesekali rahma terlihat menghela nafas untuk memperbaharui tenaganya yang suda suap. Entah apa yang muncul dalam hatiku, tiba-tiba saja aku berdiri dari tempat dudukku dan melangkah ke arahnya. Aku tahu tindakan ini mungkin saja akan membuatku malu atau menyesal, tetapi entah mengapa kakiku tetap saja melangkah ke arah Rahma. Ku posisikan diriku di belakang kursinya, dan dengan perlahan ku letakkan kedua telapak tanganku di bahunya. Tentu saja dadaku serasa meledak melakukan ini. ya! Aku memijat Rahma.

“Akkhhh…” Rahma kaget dan tubuhnya spontan melakukan gerakan menghindar.

“Maaf, Bu. Tapi saya kasihan dengan ibu.”

“Gak usah, Kang…..Cuma segini, mah…”

“Sssttt…..” ibu diam saja, nyander, dan rileks. Cuman sebentar kok”

“Tapi, Kang…..”

“ssstt…..”

Perlahan tubuh Rahma yang tegang dan kikuk menerima pijatanku, semakin melemas dan santai. Hingga kemudian dia menyandarkan tubuhnya di kursi dan membiarkanku memijatnya. Sumpah. Rasanya seperti meletakkan petasan yang terbakar sumbunya ke dalam celana dalam, tapi tidak meledak-meledak juga. Sensasi memijat seorang akhwat memang luar biasa. Aku yakin, apa yang aku lakukan ini akan menjadi senjata bunuh diri, jika kedekatanku dengan Rahma hanya kedekatan seperti biasa. Rahma tentu saja tidak akan membiarkan tanganku menjamah bahunya yang mungil ketika tidak ada proses kedekatan seperti sebelumnya.

“Uhhhhh…..” Lenguhnya tanpa sadar menikmati pijatanku. Nafasnya perlahan sudah teratur dan tubuhnya sudah rileks. Aku lalu menghentikan kegiatanku dan kembali ke tempatku untuk membenahi barang-barangku.

“Makasih ya, Kang…..” ujarnya.

“Iya, Bu”

“Neng!” matanya melotot. Indah.

“Eh…iya, Neng”

“Eh, Kang. Kok berkasanya di bawa?”

“Emang kenapa?”

“Lha kan Neng mau bikini laporannya”

“biar saya aja, Neng. Kopiin aja di efdi file nya, ntar malam saya buatin, biar besok tinggal diperiksa ulang”

“Gak pa pa Kang. Biar neng aja yang kerjain besok”

“Sssstttt…..sudahh….kopiin gih….”

“Iya deh….jadi gak enak sama kamu, Kang….”

“Ya tinggal di enakin, atuh…..susah amat”

“Iya deh….nih file nya, Kang. Makasih ya?”

“Iya, ma sama. Yuk balik”

“iya, ini lagi siap-siap”

Rahma masih merapikan barang-barangnya ketika aku akan keluar dari ruangan. Tanpa sadar aku mengusap pelan kepalanya ketika aku melewatinya.

“Eh?” Reaksi Rahma pelan.

“Aku duluan, ya? Salam alaikum”

“Wa alaikum salam”

****
22.38 – atau sekitar itu.

Masih dengan peluh yang membasahi kulit, aku bangkit dari ranjang meninggalkan Arni yang terkapar setelah dia menerima seranganku hingga membuatnya orgasme sampai tiga kali. Setelah aku mendaratkan kecupan ringan di keningnya, Arni lalu pamit untuk tidur duluan dalam keadaan bugil, karena sekujur tubuhnya penuh dengan spermaku yang telah diratakan. Biasa, lah. Perawatan kulit, katanya.

Dengan hanya memakai celana dalam, aku bergegas menuju ke ruang kerjaku untuk segera menyelesaikan laporan Rahma. Untuk beberapa saat, ku pelajari file laporan yang ku kopi tadi sore. Rupanya Rahma hanya lambat dalam mengetik laporan sehingga terkesan lama. Untunglah aku memiliki jari tangan yang berfungsi lengkap dalam mengetik, baik itu pengolahan kata, maupun pengolahan data. Dan terang saja, semua pekerjaannya telah ku selesaikan hanya dalam waktu kurang dari setengah jam saja.

Ku matikan laptop dan meletakkannya di atas meja. Ku ambil ponselku dan kembali membuka instagram Rahma. Ah, Rahma. Entah sedang apa dia sekarang. Mungkin dia sudah tidur karena kelelahan. Ah, kembali terbayang kejadian tadi siang ketika aku memijat bahunya pelan. Bahu yang mungil dan lembut, selembut kepribadian pemiliknya. Ah, semjataku menegang lagi.

Ddddrrrtttt……

WA dari Rahma

“Assalamu alaikum”

“Wa alaikum salam”

“Duh…..langsung dijawab nih”

“Kan kebetulan lagi megang hape”

“Akang belum tidur?”

“Belum”

“Udah makan?”

“Chiehhh….klise banget pertanyaannya. Kaya abegeh baru pacaran tapi masih malu-malu”

“Ih Akang paan sih”

"Kalo Neng udah bobo?"

“Ini lagi ngelonin anak”

“Widihhh….jadi pengenn….hehehehe…..”

Maunya…..”

“iyalah Mau banget……”

Tidak ada jawaban. Satu menit…..dua menit….sepuluh menit…..ah mungkin ia sudah tidur. Ku tutup aplikasi WA ku dan ku buka kembali instagramnya. Stalking dimulai. Rupanya postingan Rahma tinggal satu foto baru, dan semua foto yang lain telah dihapus. Foto air yang tumpah di meja.

Berulang-ulang
Di sebuah sajak malam itu
Di suatu sudut peraduan
Kau candui aku dalam kalbu
Ku kagumi kau dalam rindu
Suara guyuran rinai hujan
Titis gerimis
Kebisuan
Percikan
Kau tahu ?
Persendian rindu beralih jadi sajak yang melata
Dikejauhan sana
Ketika tanganku tak mampu memelukmu
Terimakasih untuk datang dan singgah ketika aku membutuhkan seseorang


Aku termasuk orang yang lemah dalam sastra dan kata-kata, tetapi aku bisa menangkap maksud tulisan ini, sepertinya dan kemungkinan begitu, tulisan ini ditujukan untukku. Ah, mungkin aku kege-eran saja. Tapi entah mengapa situasinya memang seperti ini.

Drrrttt…..WA dari Ani. (Kalian yang sudah pernah membaca thread sebelumnya pasti tau siapa orang ini)

“Kang….”

“Ya?”

“Kamu jelek”

“Memang”

“Cabul”

“Memang”

“Mesum”

“Memang”

(Emotikon jempol ke bawah):thumbdown

Sepertinya Ani sedang dalam keadaan yang sangat panas tapi mungkin tidak ada penyaluran. Atau baru saja selesai bercinta, tapi dia sedang tidak puas. Sepertinya aku ingin mengerjainya. Ku keluarkan senjataku lalu ku foto dan ku kirimkan padanya.

Jujur deh….kangen ini kan? (melampirkan foto)

“Bangke kau, Kang….kangen lah….pake banget”

“Trus kalo kangen, mau gimana?”

“Besok aku ke kampung ya?”

“Heh? Besok? Gak ngajar?”

“Udah libur”

“Oh…..”

“Kang…..vcall donk”

Aku tidak menjawab lagi WA dari Ani, karena ada WA dari Rahma.

“Udah bobo, Kang?”

“Udah….”

“Hehehe….bobo kok ngejawab”

“bobonya gak pake merem”

“Pasti pake mesum :p

“Tau aja”

“Kang…makasih ya, bantuannya. Udah selesai laporannya?”

“Udah. Besok tinggal dikumpul ajah di Pak Imran”

“Aduh….jadi gak enak nih Kang”

“Gak pa pa kali neng. Nyante aja. Btw tadi kok ngebalasnya lama?”

“Hehehe….ketiduran”

“Ketiduran gara-gara gak ada yang meniduri hehehehe…..”

Wah…***wat….kenapa musti kata-kata seperti itu. Gimana kalau Rahma tersinggung? Wah bisa pupus perjuangan nih ceritanya. Aarrrgghhh….aku menyumpahi diriku.

Drrrttt….waduhh….WA dari Ani dan Rahma. Kuputuskan untuk tidak menghiraukan WA Ani. Dengan dada yang menggemuruh, aku membuka WA dari Rahma.

“Bukan ditiduri, Kang. Tapi menunggangi hehehe….”

What….?!!!! Rahma menulis ini? apa benar ini tulisan Rahma? Whoa…..dengan bersemangat segera ku balas WA nya.

“Wah….tipe penunggang kuda nih”

“Hehehehehe…….tau aja”

“Maaf Neng, kok jadi vulgar gini ya? Maaf sekali lagi”

“Iya kang, aku juga gak enak, kok malah terjebak fitnah sama kamu”

“Iya….ya udah. Neng bobo gih sono. Biar ntar malam bisa bangun ibadah lail”

“Iya kang…..Akang juga ya?”

“Iya ntar kalo sudah selesai ngecek ulang nih laporan”

“Ihh akang mah, jadi bikin gak enak lagi. Makasih ya?”

“Iya. Btw boleh minta sesuatu, gak?”

“Boleh kang, Apa?”

Dadaku bergemuruh, tanganku bergetar dan andrenalinku meningkat. Aku sepertinya terjebak antara keinginan yang kuat untuk meminta dengan ketakutan yang amat sangat ketika gagal. Bisa saja ini adalah akhir komunikasiku dengan Rahma untuk selamanya, atau untuk waktu yang lama. Tapi malam ini sepertinya adalah waktu yang tepat, karena pola bicara kami berdua sudah sangat terbuka tanpa sekat. Akhirnya ku hela nafasku dan mengetikkan balasannya.

“Mau minta dikirimin foto Neng tapi yang kelihatan mukanya”

Dengan nafas yang berat ku tekan ikon pengiriman pesan di ponselku. Detik demi detik berlalu begitu sangat lambat dan berat. Rasanya terlalu lama menunggu hingga muncul dua tanda centang berwarna biru di layar. Pesan telah dibaca, namun tidak ada balasan. Ku letakkan ponselku dan pergi mengambil air minum di dapur. Rasanya aku butuh minuman dingin untuk menetralkan gemuruh di dadaku.

Sebuah pesan baru tertera di layar ponsel ketika aku kembali ke ruang tengah. Wow….aku terlonjak kegirangan ketika melihat notifikasi kalau Rahma mengirimkanku fotonya. Wah, seperti apa mukanya? Cantikkah? Kurang cantikkah? Atau tidak cantikkah? Rasa penasaran ini sungguh bagaikan pusaran angin kencang yang seolang ingin menerbangkanku. Dengan perlahan dan dada bergemuruh, ku tekan notifikasi di layar dan terbukalah fotonya.

“Holy Shittt….!!!!!” Tak sadar aku mengucap.


BERSAMBUNG
 
Status
Please reply by conversation.
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd