Agen Terpercaya   Advertise
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Kisah sang Arini

galihronggo

Kakak Semprot
Daftar
17 Feb 2011
Post
152
Like diterima
57
Bimabet
Pasangan muda Ronggo dan Arini bersama kedua anaknya Hanis yang berusia empat tahun dan Risna enam tahun sedang dalam perjalanan mudik lebaran di dalam bis exekutif ke Sumatera Utara.
Keberangkatan mudik kali ini hampir saja gagal karena ijin cuti Ronggo terhambat penyelesaian tugas yang harus mengejar deadline T minus 3. Setelah lembur 10 hari berturut-turut barulah tugas bisa selesai dan Ronggo diijinkan cuti.
Arini pun pada awalnya pasrah akan kepastian keberangkatan mudik ini. Walaupun tiket bis telah dipesan jauh hari tapi sampai menjelang tanggal tiket, Ronggo belum juga bisa cuti. Mendadak jam 12 siang tadi Ronggo menelepon dari kantor agar siap-siap berangkat ke terminal bis rawamangun. Dengan tergopoh-gopoh, jam dua siang dengan diantar mobil kantor Ronggo sekeluarga berhasil masuk ke bis tepat pada waktunya.
Perjalanan ke Pelabuhan Penyeberangan Merak lancar-lancar saja, tetapi menjelang pelabuhan terjadi kemacetan toal akibat terjadi kecelakaan pada salah pelabuhan penyebrangan. Kendaraan harus antri panjang untuk masuk ke feri penyebrangan. Walaupun AC bis cukup baik, kemacetan berjam-jam membuat lelah dan bosan semua penumpang. Hari mulai gelap.

Hanis dan Risna sesorean tadi tampak ceria karena jadi mudik, mulai lelah dan mengantuk. Arini mengatur duduk bersama Hanis, dan Ronggo bersama Risna. Deretan bangku mereka sebaris ditengah agak kebelakang, dua deret. Saat mengatur sandaran bangku, sentuhan tubuh sang istri memancing kegairahaan Ronggo. Maklum saja lembur dua minggu terus menerus mengakibatkan kegagalan memenuhi setoran wajib. Suasana remang, supir telah mematikan lampu ruangan besar, hanya menghidupkan lampu ruang kecil dan lampu di lantai. ‘Yang’ Ronggo berbisik, ‘kepingin nich’
‘Hushh, ngaco’ sahut Arini sambil mengatur posisi tidur Risna di samping Ronggo bapaknya. ‘Ntar saya ke toilet kalau sikon mengijinkan, ta’ miss call’ desak Ronggo ‘Ahh… jangan, bahaya! ‘Sudah, tenang saja’ ujar Ronggo sembari bangkit dari bangku dan berjalan kebelakang ke toilet.
Ronggo telah mempelajari, situasinya memang memungkinkan. Toilet di bis executif ini berada dibelakang dan dalam ruangan yang disekat dengan pintu khusus. Ruangan ini memang sengaja tidak diisi penumpang, karena hanya digunakan bagi para perokok, atau supir serep istirahat. Saat ini, supir dan kenek sedang sibuk berjuang mengatasi antrian masuk ke kapal.
‘Wah aman nich’ pikir Ronggo setelah masuk toilet. Ronggo langsung me misscall istrinya. Arini mengetahui HPnya memanggil, membaca sendernya,Ronggo. ‘Waduh gimana sih mas Ronggo, kan bahaya’ Keluh Arini. Maklum saja Arini ini cenderung penurut dan sedikit (sedikit sekali introvert). Pekerjaannya sehari-hari hanya ibu rumah tangga, dan pergaulannya hanya sebatas ibu-ibu rt, bisa dikatakan wanita tradisional. Tapi kepatuhannya terhadap sang suami sangat tinggi.

Dia menyadari perjuangan suami dua minggu ini menyelesaikan pekerjaan agar bisa mudik, sangat berat dan melelahkan, sehingga tidak sempat berhubungan intim. Setelah memastikan kedua anaknya sudah terlelap, Arini menyapu pandangannya kepenumpang lain. Walaupun seluruh bangku terisi, tetapi jumlah penumpang yang hanya 26 orang sedang berupaya tidur. Dan yang disampingnya tampak sedang sudah terlelap sejak magrib tadi.
Arini melangkah kebelakang, membuka pintu sekat ruangan, lalu membuka pintu toilet. Akibat sempitnya ruangan Ronggo menggeserkan sedikit badannya agar pintu bisa terbuka dan Arini masuk. Arini agak kaget melihat Ronggo sudah menanggalkan celana panjangnya, hanya mengenakan celana dalam dan kaos t shirt. Ronggo segera merangkul sang Istri ‘Yang, nyoba pengalaman baru yuk’ sambil berbisik ditelinga Arini, dan mengecup belakang telinganya. Daerah itu memang salah satu area peka Arini.

Walaupun demikian toilet yang sedikit bau dan kekhawatirannya membuat gairah Arini tertahan. Tetapi semangat pengabdian istri yang baik mendorongnya untuk merespon dengan baik. Arini balas mendekap sang suami. Ikut sajalah pikirnya tenang. Tangan Ronggo bergerak mengangkat baju terusan panjang sang istri, membelai belai. Mulai dari lutut, bergerak naik perlahan keatas menyentuh celana dalam. Membelai paha kearah dalam berputar-putar, meraba diantara kedua belahan paha.
Merasakan hangatnya gundukan bukit yang terhalang secarik kain berenda. Arini merenggangkan pahanya memudahkan tangan Ronggo melaksanakan
tugasnya. GAIRAHnya mulai meletik, Arini menarik wajah sang suami dan mulai melumat bibirnya. Lidahnya menari-nari dimulut Ronggo, menjelajah dengan mesra. `Hemph..’ mengetahui respon yang baik dari Istrinya Ronggo mulai bersemangat meraba-raba sembari sesekali mencubit pangkal paha Arini. Sesekali jarinya menyelip ke belahan paha yang terhalang lipatan celana dalam. Telunjuknya menggosok perlahan bulu-bulu yang terasa mencuat dari lipatatan celana dalam. Arini mulai mendesah perlahan, tangannya bergerak turun membalas dendam serangan Ronggo. Dengan mudah tangan Arini masuk kedalam celana dalam dan menggenggam sang tongkat yang mulai menggeliat bangun. Arini meraba kebawah membelai pelir sang suami. Arini tahu hal ini yang sangat disukai suami, belaian pada buah pelir. Sembari membelai sembari memijat, membelai dan memijat buah pelir, sang tongkat sudah terjaga sepenuhnya. Merasakan serangan sang istri, Ronggo kembali melancarkan serangan lain, kali ini jari tengahnya mulai menelusup bergerilya kedalam lipatan paha setelah menggeser secarik kain yang menghalangi. Jari tengahnya mulai menelusup masuk sembari menggeser pada tonjolan klit yang dikenalinya. Jari tengahnya mulai bekerja dengan giat dibantu telapak tangannya, menekan-nekan gundukan kemaluan Arini. Ronggo menggesekkan jemarinya sembari mengulum panjang bibir Arini. Lidahnya menjalar-jalar dengan ganas, sesekali membelit lidah Arini. ‘Hemphh ….’ Arini terjingkat ketika Jemari Ronggo mulai menyentuh pusat komando pertahanannya. Semakin Arini terjingkat semakin senang jemari Ronggo menggosok daerah tersebut. Arini mulai tak tahan, dan segera melakukan serangan brutal.Jemarinya menggenggam keras-keras kejantanan Ronggo. Mulai menggosok-gosok dan menarik-narik. Terasa dalam genggamannya sang tongkat mulai berdenyut-denyut. Setiap jemari Ronggo menyerang, Arini setengah geram setengah mendesah mulai menggosok dengan keras bahkan terkadang membetot sang tongkat. Dalam
kondisi normal biasanya Ronggo segera menelentangkan sang istri untuk membela diri terhadap serangan tersebut, dengan berbagai cara seperti mandi kucing, atau oral sex. Tetapi kondisi toilet tak memungkinkan, mau takmau Ronggo mulai terdesak, kejantanannya dibetot-betot Arini. Arini semakin kejam membetot-betot sang tongkat. Entah berapa kali tangan kanan Arini bekerja keras, yang pasti mulai terasa lelah. Karena tangan
kanannya mulai lelah, tangan kirinya mulai membantu, tangan kiri Arini ganti membetot-betot, tangan kanan memijat-mijat buah pelir. Ronggo
semakin terdesak tak berdaya, konsentrasinya mulai lepas, serangannya mulai melemah dan terabaikan. Celana dalam Ronggo sudah melorot jatuh’ ‘Yang ….aduhhh.. yang…..’ Semakin Ronggo melenguh semakin Arini galak.
‘Tumben bang Ronggo agak pasrah kali ini’ pikir Arini. Biasanya inisiatif serangan selalu ada pada Sang suami, Arini biasanya hanya melakukan serangan balik, merespon sebaik mungkin. Tapi kali ini Arini tidak menyadari Ronggo tidak mungkin menelentangkannya. Arini tidak menyadari Ronggo tidak memiliki taktik yang memadai melancarakan serangan diruang toilet yang sempit. Arini senang sekali bisa terus berinisiatif, genggamannya diperkeras, betotannya sesekali lambat tapi
digenggam sekuat mungkin, sesekali digosok cepat tapi diperloggar.

Tangan kanan Arini menggaruk setengah mencakar daerah biji pelir sang suami, sesekali mencubit. Bila Arini merasakan jemari Ronggo menggosok klitnya, Arini langsung bersamaan meremas agak keras kantung kemih sang Suami sekaligus membetot sekeras-kerasnya yang membuatnya langsung terjengkit setengah kesakitan setengah keenakan ‘Yang… uh …uh….’ tangan Ronggo merangkul leher Arini mencoba bertahan sekuat tenaga. Arini tersenyum bahagia, baru kali ini dirinya berhasil memegang insiatif penyerangan setelah tujuh tahun berumah tangga. ‘Yang… lepas ….’ Ronggo terengah-engah, meminta Arini melepas celana
dalamnya. Arini melepas celana dalamnya dan meletakkannya di penggiran wastafel. Ronggo mengangkat baju terusan panjang sang istri, membantu mengangkat sebelah kaki kiri Arini, dan menumpangkannya ke closet yang tertutup. Ronggo mulai mencoba memasuki sang istri, agak sulit. Arini membantu dengan membimbing sang tongkat agar tidak salah arah memasuki liang kewanitaannya. Setelah sedikit masuk, Ronggo menekan, dan masuk.
Agak seret karena posisi kaki Arini yang terangkat sebelah. ‘Eggh…bangg…’ bisik Arini mesra. Menyadari Ronggo telah mamasuki dirinya. Posisi Arini kesulitan, terpaksa kedua belah tangannya membelit leher Ronggo memantapkan posisi, setengah mendekap setengah menggantung. Kaki kirinya terjingat dipinggirian closet, terganjal legan kanan Ronggo yang berpegang kuat didinding. ‘Yang… gimana… bisa??’
sembari bertanya Ronggo mulai menekan. ‘Ayo bang..ahhh’ Ketika terasa ganjalan sang tongkat mendesak tubuhnya. ‘… terus bang’. Arini tidak terbiasa posisi ini, tapi pasrah saja menikmati sodokan sang tongkat.
Ronggo langsung menekan tancap gas, maklum saja telah diserang habis- habisan, kejantaanannya sudah menggelegak setelah tadi dibetot-betot oleh jemari Arini yang lihai. Dorongan dan tarikannya dilakukan secara cepat dan sistematis. Arini tak berdaya didesak-desak kejantanan Ronggo, posisinya tidak memungkinkan melakukan gerakan balasan yang dikuasainya. Arini hanya bisa menahan setiap didesak Ronggo. ‘Yang… nggak tahan lagi nich’ Ronggo mencoba bertahan selama mungkin menyetubuhi istrinya.

Kayuhannya dicoba seteratur mungkin, tetapi kejantanannya mulai berdenyut-denyut hendak meledak. Pikirannya buntu mencoba mencari alternatif gerakan, tetapi tampaknya kondisi ruangan kurang mendukung fore play, apalagi fisiknya agak lemah setelah lembur terus-terusan.
Gempurannya mulai tidak beraturan ‘Nggak apa-apa bang…ayo terus … ahh. ‘ Arini memang bukan tergolong wanita jaman sekarang yang selalu mencari
kepuasan setiap berhubungan intim. Asal bisa memenuhi kewajiban melayani suami, Arini sudah bahagia. Arini sangat senang melihat Ronggo tadi tak mampu membalas betotannya. Ronggo mulai melepaskan kendalinya, gerakan tubuhnya menghujam mulai bergetar, hujamannya mulai liar, berkali-kali ‘Ohh…ohhh….’ berahi Arini mulai membara, dihujam sekuat tenaga.
Bibirnya hanya bisa mengecup leher Ronggo dimana dirinya setengah bergantung.
Hunjaman sekuat tenaga menandai muntahan lahar panas. ‘Yang ….’Ronggo mengulum kuat bibir sang Istri, agak menyesal memahami bahwa dia sampai
duluan, dan tidak berdaya untuk melanjutkan perjalanan. Tubuhnya LEMAS karena posisi hubungan initm yang agak sulit. Semenit berlalu, sang tongkat perlahan-lahan mulai melemas, dalam benaman hangat sang istri.

Akhirnya terlepas sendiri. ‘Yang … tunggu lima menit baru keluar, saya duluan’ Ujar Ronggo sembari memungut dan mengenakan celananya. ‘Iya bang, mungkin agak lamaan’ ‘Oh iya mungkin urusan perempuan’ pikir Ronggo Ronggo melangkah keluar toilet dengan tubuh LEMAS. Karena gelapnya ruang merokok tidak menyadari sang kenek tengah berbaring dan menongolkan kepalanya dari deretan bangku belakang yang menyembunyikan dipan kecil dibalik deretan bangku paling belakang.
Anton, sang kenek, ketika baru saja berbaring, dan langsung menyadari ada peperangan dibalik toilet, buset dah. ‘Buk…buk…buk…’ getaran halusnya mau tidak mau terasa setiap kali silelaki menghujam. Lama juga kupingnya mendengar getaran ini. Benaknya berpikir keras, sialan nich.
Ganggu orang istirahat, apa nggak bisa nyari tempat ngesex ditempat lain. Sialan ntar gue bales ganggu? Wah ada ide….
Ketika Ronggo membuka pintu ruang sekat dan keluar, Anton bangkit dari dipan kecilnya yang tersembunyi dibalik balik tingginya bangku penumpang, loncat kedereratan bangku belakang dan segera mengetuk pintu toilet. Ketukannya disengaja bernada kode ‘tuk ..dok ..dok, tuk ..dok ..dok..’
Arini sedang membersihkan dirinya ketika mendengar ketukan tersebut.
‘Wah kenapa bang Ronggo ini, apa ada yang ketinggalan? Arini membuka slot pintu dan menggeser badannya membelakangi dan, membuka pintu.
`Kenapa bang? Anton masuk dan segera mendapati punggung seorang wanita.
Ketika berbalik terlihat dalam keremangan seorang wanita muda berusia 30-an tahun, bertubuh sedang cendrung mungil, berwajah putih halus manis keibuan, sedang memegang celana dalam. Anton segera menyadari wanita ini ibu dari dua anak yang tadi siang datang tergopoh-gopoh. Postur tubuhnya ditutupi baju terusan panjang khas wanita sumatera. Secara keseluruhan berpenampilan menarik. ‘Oh…. anu ……’Arini kaget menyadari yang masuk bukan suaminya.......

Mohon Maaf agan , suhu semua nya...sedikit copas...
masih belum bisa mencari inspirasi...:ampun::ampun:
mohon nasehat para suhu...
 
Agak bingung nih Gan tapi ceritanya mah bagus sih tapi apa cuma segini to ?
 
terima kasih suhu buat coment nya....masih ada kelanjutannya...masih di masukin sex scene nya dulu......
mohon saran nya suhu...:galau::suhu:
 
Arini sedang membersihkan dirinya ketika mendengar ketukan tersebut.‘Wah kenapa bang Ronggo ini, apa ada yang ketinggalan? Arini membuka slot pintu dan menggeser badannya membelakangi dan, membuka pintu.`Kenapa bang? Anton masuk dan segera mendapati punggung seorang wanita.
Ketika berbalik terlihat dalam keremangan seorang wanita muda berusia 30-an tahun, bertubuh sedang cendrung mungil, berwajah putih halus manis keibuan, sedang memegang celana dalam. Anton segera menyadari wanita ini ibu dari dua anak yang tadi siang datang tergopoh-gopoh. Postur tubuhnya ditutupi baju terusan panjang khas wanita sumatera. Secara keseluruhan berpenampilan menarik. ‘Oh…. anu ……’Arini kaget menyadari yang masuk bukan suaminya, tetapi sang kondektur yang terlihat jelas dari seragamnya. ‘Ibu ngapain dengan bapak yang tadi?? Tanya Anton dengan sopan tapi tegas. ‘Anu…pak ….’ Arini gugup terbata-bata, tangannya yang sedang memegang celana dalam segera disembunyikan dibalik tubuhnya. Tapi terlambat menghindar dari tatapan tajam kondektur. ‘Apakah ibu baru berhubungan badan dengan bapak yang tadi? Ayo ngaku saja’ ‘Ehh… iya pak, dia suami saya’ Arini terpaksa mengaku karena tertangkap basah.

‘Bu sesuai peraturan kami, Ibu sekeluarga harus diturunkan. Perlu ibu ketahui ini bis luar kota jarak jauh. Demi keamanan bis-bis kami selalu dimanterai agar aman dalam perjalanan. Lihat tanda di atas sana, itu simbol mantera kami. Pantangan salah satunya adalah adanya hubungan SEX didalam bis selama perjalanan. Ibu harus turun, kami harus memanterai ulang bis ini nanti di Kantor kami di Tanjung karang’ ‘Aduh…jangan pak’ Arini kaget, dia menyadari sedang ditengah jalan diluar kota, dimusim mudik, sangat sulit mencari bus pengganti. Tiket bus ini saja diperoleh melalui KKN sebulan lalu. ‘Pak… saya ganti uang saja yaaa…’ Arini memelas ‘Tidak bisa, nyawa penumpang terancam dengan tercemarnya bis ini’ ‘Tapi pak … gimana nanti’ “Bukan urusan saya, kami saja sudah pusing harus memanterai ulang nanti, gimana kalo dilihat penumpang lain, bisa berabe’ ‘Pak…tolong pak…’ Mata Arini mulai memerah, suaranya bergetar. `Saya harus lapor supir tentang kejadian ini, melanggar pantangan mantera berakibat munculnya sial yang luar biasa, hampir dipastikan akan makan korban, seperti ban meletus, tabrakan, nyelonong ke jurang’ `Jangan pak’ Air mata Arini mulai menitik ‘Tidak bisa!’

‘Pak… ada cara lain tidak pak? Sambil mulai tersedu-sedu ‘Errr, sebenarnya ada yaitu manteranya ditambal oleh orang yang menciderai mantera tersebut’, Mata Anton berkilat memperhatikan umpannya termakan.
‘Maksudnya, saya yang menambal mantera tersebut? Ujar Arini harapannya terbangkit. Bagaimana caranya?’ ‘Ehh… nggak ah, nggak bisa… sulit’ Ujar Anton jual mahal. ‘Ayo dong pak dimana caranya’ Arini termakan bualan Anton ‘Sulit bu…Kata orang pintar kami, perempuan harus mengulang pencemaran yang dilakukan, dan membacakan mantera ulang pada saat puncaknya, dan tidak boleh bersama dengan orang yang menciderai mantera tersebut, yaitu tidak boleh dengan Bapak yang tadi’ Arini terkesima, mendengar cara tersebut, pikirannya pusing mempertimbangkan konsekuensinya. Selaku perempuan tradisional dari daerah Sumatera, dia sering mendengar cerita-cerita mistis sejenis. Saat ini mau tidak mau dia harus memilih antara percaya atau diusir turun di tengah jalan, saat
mudik, malu lagi ketahuan berhubungan intim ditempat umum. ‘Pak tolong bantu dong pak…’ Arini mencoba memohon ‘Bantu bagaimana….’
‘Itu…memperbaiki mantera yang rusak’ ‘Ibu ngerti nggak sih, ibu harus mengulangi pencemaran dan pada puncaknya membaca ulang mantera tersebut’
‘Iya nanti saya baca, saya kan bisa….. errr.. sendiri’ (masturbasi maksudnya) ‘Itulah yang nggak bisa bu!, Memperbaikinya harus sebanding dengan cara tadi merusaknya, dan siapa yang jamin ibu nggak berbohong. Risikonya tidak sebanding karena menyangkut keselamatan seluruh isi bis’

‘Oooo….’ Arini berpikir keras, kalau gara-gara hal ini tidak bisa mudik, kasihan nama baik suaminya didepan keluarganya dikampung pasti jatuh, karena selama kawin tidak pernah mudik, walaupun sudah berkali kali diundang. Apalagi kalo dipermalukan didepan umum ketahuan berbuat mesum. ‘Pak…. tolong dong pak, hik…hik….’ Arini tergugu saat memutuskan untuk menanggung aib terebut. ‘Aduh bu jangan nangis…., gimana saya membantunya? ujar Anton dengan pura-pura bego. ‘Bantu saya mengulangi ???.itu…, nanti saya baca manteranya, bersama bapak’ ‘Wah…saya nggak ngerti bu…, saya nggak ngerti begituan, saya bisanya nyuci bis’ (Anton membual), padahal sejak jadi kondektur 8 tahun silam diumurnya yang 24 tahun ini sudah lumayan juga petualangannya. Maklum orang terminal. ‘Kamu nggak pernah berhubungan dengan perempuan? Arini setengah tidak percaya memandang laki-laki muda bahkan seperti remaja dihadapannya.
Tampangnya memang agak imut-imut, tingginya sedang, agak kurus tapi liat. Khas orang bekerja fisik, terlihat seperti belasan tahun. ‘Pacar sih punya dikampung, tetapi ketemu belum tentu 6 bulan sekali paling-paling sun pipi’ Anton menundukkan wajahnya, berusaha keras terlihat malu-malu. Yang tampaknya berhasil.

Ooo...... anak ini masih kencur, mudah-mudahan tidak apa-apa berhubungan dengan remaja, anggap saja anak sendiri’ Arini mencoba mencari pembenaran. ‘Mana manteranya’ Arini memberanikan diri, walaupun suaranya agak bergetar. Anton membuka dompetnya dan menyerahkan tulisan aji-aji pelet yang memang jadi salah satu bekalnya merantau. Anton mengajarkan cara membacanya. ‘Cuman dua kalimat? bahasa apa ini?’ sembari Arini mengucap ulang perkataan Anton. Kertas itu diletakkan di pinggir wastafel. ‘Nama adik siapa? tolongin kakak yaaa, ‘ Ucap Arini semanis mungkin, sambil meraih tangan Anton, merasa bahwa dirinya jauh berpengalaman diatas remaja ini. ‘Anton bu…’ pura pura grogi ketika tangannya di pegang ibu manis dihadapannya. ‘Anton? Jangan panggil ibu
dong… kakak lebih pantes..’ sembari mendekapkan tangan Anton didadanya’ ‘Err…iya…iya…bu..ehhh kak’ Anton pura-pura gemetar membiarkan tangannya ditekankan jemari halus di bukit kenyal perempuan manis dihadapannya.

‘Ton…ee …kenapa? kok malu…’ Ujar Arini memerah sendiri mukanya saat mendekapkan lebih erat tangan Anton didadanya. Meyakini keluguan remaja dihadapannya, keberaniannya semakin melambung tinggi. Arini semakin berani menekan-nekan telapak tangan Anton dipayudaranya. Saat menekan-nekankan tangan remaja ini di dadanya, tak terasa GAIRAHnya kontak kembali, seolah-olah kembali membara setelah tadi terpaksa mati mendadak.
‘Anu…kak…anu….’ Anton pura-pura menunduk dan melengos buang muka. Arini dengan gerakan yang indah, tanpa melepas baju terusannya, melepas sendiri kaitan bhnya, membiarkannya merosot sampai keperut. ‘Kak …ehh… kak…’Anton berusaha menahan tawa saat berpura-pura sangat lugu ketika tangannya dibimbing Arini masuk dari bawah baju terusan untuk disentuhkan dipayudaranya. ‘Ayo Ton, remas….’ Arini berbisik saat membimbing tangan Anton menangkup bukit payudaranya. ‘Aduh kak …gimana ini…’ Ujar Anton terbata-bata pura-pura ragu- ragu meremas payudara lunak dibalik baju terusan Arini. Hati Anton bersorak merasakan daging kenyal hangat membara ditelapak tangannya. Pentil susu tampaknya sudah tegang dari tadi, sangat terasa menyenangkan mengganjal telapaknya saat meremas payudara indah itu. ‘Ahhh Anton…ya… ya begitu’ Berahi Arini sudah kembali menyala tersentuh kulit kasar tangan pria remaja yang diyakininya masih lugu ini. ‘Ton.. tekan lebih keras lagi Ton..’ Arini mulai mendesah payudaranya diremas-remas. Wah anak ini sudah mulai
berani, harus semakin didorong keberaniannya pikir Arini, mulai dirayapi berahi yang membara. Tangan Anton mulai meremas sesekali membelai. `Sebelahnya Anton?mmm?ya begitu’ Arini menikmati remasan hangat. Tangan kanan Anton tidak lagi dibimbing sudah bisa meremas sendiri. ‘Lumayan juga ini anak’ pikir Arini sambil mendesah.

Kedua Tangan Arini meraih tangan kiri Anton membimbingnya kepangkal pahanya’. Digosokkannya tangan anton dipangkal pahanya. Arini tersentak sendiri saat kakasaran telapak tangan Anton menjamah bulu-bulu halus kewanitaannya. Dibimbingnya tangan Anton menggosok pangkal paha dan seputar kemaluannya. ‘Kak….. eh ….kak… sakit??? Anton berpura-pura lugu memandang Arini yang merem-melek menahan rasa NIKMAT. Oh Memang NIKMAT masturbasi dibantu tangan lelaki beneran, Mata Arini terpejam menikmati gosokan tangan Anton yang di bimbingnya sendiri.
‘Ahh…enggak Nton… terus…iya… begitu…aduh…’ Giginya menggigit bibirnya sendiri saat Anton mulai memelintir pentil payudaranya. ‘Begini kak….’ Tangan kiri Aton sudah berdikari menggosok-gosok pangkal paha Arini. Arini merasa LEMAS, dan mulai merangkul leher Anton mencari pegangan yang mantap. ‘Ohh Anton…iya… terus… aduhh..ohh’ Pinggulnya mulai bergerak mengejar arah gosokan keras telapak tangan Anton. Mata Arini sudah terpejam menikmati keindahan bara api yang menjalari seluruh tubuhnya. Tubuh Arini mulai bergetar, akibat menikmati sensasi disentuh laki- laki lain. Keremajaan laki-laki ini menggetarkan sensasi Arini membuka alam pikirannya betapa lugunya dia, rasanya seolah-olah ada misi khusus untuk membimbing remaja ini ke alam kedewasaan. Arini meresapi bahwa dirinyalah yang wajib menghantarkan remaja ini kepintu gerbang emas kemerdekaannya. Pintu gerbang kewanitaannya berkewajiban membimbing
remaja ini, atas kebaikannya menolong keluarganya dari aib, pikiran Arini dikacaukan oleh berahi yang tadi mendadak padam dan sontak kembali disulut membara. Pikiran menghianati suami, sudah hilang dari tadi digantikan upaya membela nama baik keluarga dan mengamankan tujuan mudik.

`Uhh?uhh?ssstts..’ Arini menggelinjang keras ketika Anton mulai mempraktekan teknik jemarinya. Ibu jari dan telunjukkan segera mendapatkan klit Arini dan mulai memainkannya. Arini memperat dekapannya. Tanpa disadarinya pinggul Arini bergetar-getar mencoba menghindar dari sentakan kenikmatan saat pusat komando pertahanannya mulai diserang. Saat klitnya dibelai, Arini tidak tahan dan pinggulnya mengeliat mencoba melarikan diri, tapi tidak bisa. `Wah ibu ini boleh juga, GAIRAHnya langsung meledak’ Anton sedikit keheranan menemukan dirinya didekap sekuat tenaga seorang ibu muda alim yang tidak dikenalnya,mendesah-desah dan menggelinjang.’ Tapi pengalamannya membantunya menganalisa situasi,’ Mungkin tadi tidak tuntas dengan suaminya?’
`Oh Anton?.oh?sudah?ohh?Anton..’ Pijatan lembut telunjuk dan ibujarinya pada klit membuat pinggul Arini mulai melonjak-lonjak, mencoba menggelinjang lari menjauh. Semakin tidak tahan, Arini mulai menggigit bahu Anton, ketika dekapannya tidak dapat menahan serangan kenikmatan yang membakar dirinya. Nah luh? Anton gembira merasakan ganasnya Arini menggigit bahunya. Rasaiin nih.`Aduh ?.bu?eh?kak ?kenapa saya digigit?’ seraya dengan agak keras mencobloskan
jari tengahnya keliang kewanitaan Arini, pura-pura reflek ..gituuhh. `Eeghhhh ?..’ Arini tak mampu menjawab, giginya masih membenam dibahu Anton yang masih terbalut seragam kondekturl. Aduh ini anak? tangannya masuk kesitu?, oh mungkin reflek kesakitan kugigit’ Arini tak mampu berpikir normal. Pijatan dan coblosan jemari Anton membuat tubuhnya semakin bergetar menuntut pemuasan. `Anton..ohh..sekarang yaaa?ohhh’ Arini kembali mendesah menerima coblosan’ Pinggulnya mulai menggeliat mengimbangi coblosan jemari Anton. `Sekarang apa kak?..’ Anton menahan senyum mempertahankan kebegoaannya. `Waduh ini anak, bener-bener masih polos’ Arini semakin terengah- engah menahan kobaran birahi coblosan jemari tangan kiri dikewanitaannya dan pijatan keras jemari tangan kanan dipayudaranya. `Lepas celanamu Anton?’ Ujar Arini sudah nekat. `Anu kak?.engg’ `Ayo?.’ Arini Melepaskan diri dan berinisiatif menelanjangi
Anton. Agak membungkuk dan tangannya membuka kancing dan menurunkan resleting, dan menanggalkan celana panjang tersebut. Anton berdiam diri saja, tentu saja pura-pura malu.

Terpampanglah remaja berkemeja kondektur dengan hanya bercelana dalam. `Kak?.’ Anton menekapkan kedua tangannya di pangkal pahanya, saat tangan Arini menyosor celana dalamnya untuk dipelorotin. `Udah Nton, tadi kan katanya mau ngebantuin kakak’ Arini semakin terengah-engah dibakar birahi yang menuntut
pemuasan. Tangannya memaksa celana dalam tersebut untuk segera tanggal `Tapi kak?..’ terakhir kalinya mempraktekan jurus pura-pura lugunya dengan kedua tangannya tetap menekan pangkal pahanya. `Anton ayo dongg?tolongin kakak?’ suara Arini mulai agak serak memohon. `Nanti kapan-kapan kakak yang bantuin Anton kalau dalam kesulitan’ Upaya Arini menebar janji seperti anggota DPR saat kampanye. `Yesss’ sorak Arini dalam hati menjumpai tangan Anton tidak lagi bertahan, Tanggalah celana dalam tersebut. Arini dengan gemas menggenggam sang tongkat, yang ternyata segera mengacung tegak, mengingkari sandiwara majikannya yang pura-pura bego. Wah anak ini belum sunat, pikir Arini saat memeras batang kemaluan tersebut “Kak ?.hhhh?’Anton menikmati genggaman erat
tangan lembut dikejantanannya yang ternyata langsung mengeras. `Yes?’ Anton kegirangan mendapati ibu muda alim ini setengah membungkuk mengerjai kejantanannya. Sebelah tangannya segera meraba bokong sang ibu, menggosok-gosok belahan PANTATnya. Waduh ini anak kecil, besar juga anunya? wah lebih besar dari bang Ronggo.’ Kaget dan agak ragu juga saat Arini menggenggam barang yang sudah full keras itu. Betotannya berhenti. `Kak? aduh?kak? saya lemes ?.sudah kak.’ Anton kembali bergaya bego menikmati betotan Arini di kemaluannya. `Tahan Ton?’ reaksi keluguan tersebut menyentakkan kembali betotan Arini. Keraguannya segera sirna disapu berahi yang semakin menggelegak. Tangan kiri Arini segera memerah kantung kemih Anton, salah satu dari sedikit keahlian
dimilikinya akibat delapan tahun berumah tangga. `Ini anak perlu sedikit diajar?..’ pikir Arini dengan gemas kembali dengan binal menggosok keras pangkal kejantanan Anton. `Tonn?.’ Arini terjengkit saat jari Anton menyelip belahan PANTATnya dan menyentuh pangkal kemaluannya.

`Ihh Anton?. mulai yahhh’ Sesaat setelah betotan dan urutannya diyakini telah berhasil menyiapkan sang tongkat. `Mulai apa kak.. hhhh’ Dengan baju panjang terusan yang masih terpakai yang sudah dipelorotkan keatas, menampakkan bagian bawah tubuh Arini. Perut yang rata dan pangkal paha halus yang dihiasi segundukan bukit kecil lembut yang ditumbuhi pepohonan halus. Arini berniat mengulangi adegan sesaat berselang dengan suaminya. Sebelah kakinya kanannya dinaikkan, dan ditumpukan diwastafel. Agak menjinjit kakinya menumpu kewastafel dengan lutut tertekuk. Anton menampakkan wajah terkesima memandang adegan indah tersebut, bagian bawah tubuh biu muda yang putih MULUS, dengan sebelah kaki terangkat, Rambut-rambut halus menutupi gundukan bukit kecil
dipangkal pahanya, tampak sudah basah, seperti pepohonan tersiram hujan.

`Tangannya sini Ton..’ Arini meraih tangan kiri Anton dan meletakkannya dibawah tekukan lututnya yang kakinya menumpu diwastaafel’ `Pegang dindingnya Ton?.na begitu’ Tangan kirinya segera meraih sang tongkat yang mulai tak sabar menunggu, diarahkannya kegundukan bukit miliknya sendiri. `’Sini Ton?’ `Iya kak’ Anton segera merapat Terasa kekenyalan sang tongkat saat menyentuh gerbang kewanitaannya. Seperti tersengat listrik `Aduhhh. Gimana yah”’ pikir Arini kembali ragu membayangkan dirinya akan dimasuki kejantanan lelaki lain yang bukan suaminya. Tetapi sebenarnya ukurannya yang agak lebih besar dari biasanya lah yang memecut keraguan ibu muda alim ini. `Terus gimana kak?’ pertanyaan bego ini mengalihkan pikiran Arini `Tekan Ton?’ reflek menjawab sembari
tangan kirinya mengarahkan batang kejantanan itu. `Ohh?’ Arini mendesah menjumpai ada sesuatu yang mendesak LUBANG kewanitaannya. Nyangkut `Ayo Tekan lagi Ton’ Arini memberikan semangat sembari tangan kanannya merangkul leher si remaja. Birahinya sudah tak tahan menuntut pemuasan
`Kak ngilu? (penulis: buset nich anak sandiwaranya keterlaluan)

Anton berpura-pura. “Nggak apa-apa, ayo tekan lagi..hhhh,?Anton, tekan Ton?’ `Iya kak’ Anton kembali menekan dengan lebih keras Terasa topi bajanya
sudah berhasil menelusup benteng pertahanan musuh. `Kak ngilu..’ `Agghh?’ Arini agak menggelinjang merasakan ganjalan dimulut rahimmnya.
`te?terus Ton..ohh’. Arini menarik nafas menahan ganjalan tongkat yang kekerasan dan ukurannya lebih dari yang biasa dilayaninya. Blesss, dua pertiga lebih batang kemaluannya masuk ‘ Aduh?,’ tangan Arini yang tadi memaksakan batang itu masuk secara reflek menahan perut Anton, mencegah hujaman lebih lanjut. Arini mengkhawatirkan kebesaran kejantanan remaja ini tidak mampu dilayaninya. `Sudah kak? Anton mebiarkan sejenak kejantanannya menikmati kehangatan kewanitaan ibu alim ini. `Iya Ton gitu, hhhh? sebentar Ton?sebentar’ Arini menarik nafas dalam-dalam, mengatur nafas menahan ganjalan besar dirahimnya, yang seolah-olah menyumbat pernafasannya. Padahal birahinya lah yang telah bergetar menuntut dimulainya perlombaan kenikmatan. Dirinya berjuang keras agar tampak memegang kendali permainan ini. “Sebentar Ton?’ Nafasnya mulai agak mereda `Ahh?’ Arini menggelinjang merasakan batang kejantanan Anton berdenyut seolah menyentak-nyentak liang kewanitaannya. Ternyata Anton mulai mempraktekan teknik kegelnya, yaitu tanpa menggerakkan badan, mendenyutkan batang kemaluannya, seperti pria menahan kencing. Walaupun seolah-olah Anton diam turut perintah, tetapi batang kemaluannya menyentak-nyentak diharibaan kewanitaan Arini. Arini kembali tersengat lemah tak berdaya, mendapai ganjalan keras dirahimnya mendadak menggeliat menyentak-nyentak. Meresapi kenikmatan denyutan sang tongkat, Hondun hanya mampu mendekap sang remaja mencari pegangan. `Aduh kenapa anu anak ini bisa begini’ benak Arini merasakan geliatan rontaan kejantanan dikemaluannya. `Sudah kak?’ kembali Anton bertanya `Ton nanti tarik sedikit terus tekan lagi yaaa’ Arini setengah berbisik kembali memberikan komando. Anton mematuhinya menarik perlahan sampai topi bajanya hampir lepas dan kembali menekan pelan tapi kuat `Ugh? iya
gitu..’ nafas Arini kembali tersedak. `Lagi Ton ?ohhh’ Kembali mendesah menahan hujaman Anton `Tekan lagi Ton’ Arini tidak sabar merasakan lepasnya ganjalan keras untuk dihujamkan kembali. Tubuhnya mulai mampu melayani gempuran Anton, perlahan tapi pasti birahinya yang sangat terpuaskan memampukan kemaluannya meredam geliatan tongkat yang keras itu. Anton mulai mengayuh perlahan tapi kuat, sekitar dua detik selang tiap hujaman dan tarikan. Batang kemaluannya sengaja agak ditekan kedinding kemaluan sang ibu. “Anton?sayang?’ bibirnya mulai ngaco menyuarakan ledakan birahinya `hhh..aduh?ya begitu’. Saat Anton kembali memenuhi hasratnya dengan jelujuran batang keras membeset diding kemaluannya, keras.

Anton sangat senang memandangi wajah terpejam memelas yang ayu ini. Dirinya sangat menikmati pemandangan wajah mengerenyit tersentak- sentak menahan kenikmatan, setiap kali dirinya menghujam keras menekan batang tongkatnya didinding kewanitaan Arini. Arini tidak mungkin mengetahui, bahwa Anton termasuk pakar untuk urusan beginian. Kelebihan Anton adalah wajahnya yang sangat baby face dengan tubuh kurus tapi liat. Lumayan banyak wanita penjaga warung, entah itu dia merangkap sebagai wanita penghibur maupun perempuan baik-baik, diberbagai terminal maupun sepanjang ribuan km jalan sumatera jawa yang merindukan wajah remaja yang imut-imut polos. Mungkin akibat sifat natural wanita yang keibuan rindu mengemong bayi dan anak kecil. Ternyata setelah lelah mengemong sang anak, tak disangka membalas budi dengan memberikan kepuasan tak terduga. Anak kecil tetapi memiliki onderdil perkasa yang menyamai kebanyakan lelaki. Anton tidak terlalu terobsesi dengan sex, tetapi sangat menyukai dimanja wanita, dia membalas kebaikan wanita yang memanjanya dengan kejutan pemuasan birahi. Anton lebih menikmati pemandangan wajah-wajah sayu yang kuyu bersimbah keringat, menggeliat diharibaannya, dihajar oleh kejantanannya. Semakin wajah perempuan tersiksa keenakan, semakin dirinya terpuaskan.

“Kakak?kenapa?.’ Ketika kepala Arini agak terlonjak saat menerima hujaman kesekian kalinya. Seluruh tubuh wanita itu semakin bergelinjang keras. Pinggul Arini mulai berusaha mengejar dengan liar kemana larinya si tongkat keras. `Sshhhhh?.shhh?.’ Arini mendesah keras, orgasme mulai menjalari seluruh tubuhnya. Kepalanya terdongak, matanya terpejam, wajahnya sayu. Nafasnya terengah-engah. Mulutnya terbuka lebar menampakkan rongga mulutnya, mencoba menggapai oksigen sebanyak-banyaknya, akibat nafasnya yang terasa tersumbat. Arini merasa kejantanan Anton sedemian besar mengganjal rahimnya sehingga seolah-olah sampai menyumbat tenggorokan pernafasannya. Kedua Tangannya mencoba bertahan menggayut di leher Anton. Anton tidak perlu bekerja keras, Arini dengan cepat mulai mencapai titik akhir pendakiannya. Desahannya semakin tak terkendali.
Anton hapal situasi ini, tangan kanannya segera meraih bokong Arini, membekap kuat-kuat. `Kak?sakit?’ Menekankan bokong Arini ketubuhnya saat kejantannya kembali menghujam. `Tssstt?.sssshhh?aduhh?’Batang itu kembali menghujam, pinggulnya tak berdaya melarikan diri ditahan tangan kanan Anton,’Tidak Anton ?ohh’ Anton kembali menghujam, stabil. Hanya tangan kanannya semakin keras mencengkeram bokong telanjang Arini. Disengajanya kuku jarinya menusuk tajam daging kenyal dibelahan pantat wanita itu. Cengkeraman bokong itu dilepas saat tubuhnya menarik diri dari liang kemaluan, Arini mendesah saat pinggulnya lega berhasil menggelinjang melepaskan diri sejenak dari ganjalan keras. Tetapi bokong itu segera kembali dicengkeram Anton saat kejantanannya kembali menghujam. `Akhh?’ Kepala Arini tersentak kebelakang, hampir saja membentur dinding bis. Anton mulai merasakan empotan lembut kewanitaan Arini dibatang kerasnya, saat ibu ini mulai mengarungi saat-saat puncak kepuasannya. Terasa bagian bawah tubuh ibu ini mengejang dan menggelinjang. Mencoba melarikan diri dari sergapan tongkat perkasanya. Dirinya menarik perlahan dan segera menghujam kembali, kali ini lebih perlahan tetapi semakin keras ditekankan kedinding kemaluannya. . Arini menggelantung lunglai mendekap dileher anak remaja yang tadinya akan di ajarinya kealam kedewasaan. Kewanitaanya kembali dan kembali dihujam kejantanan anak ini, mendorongnya terus mengarungi puncak kenikmatan. Detik detik berlalu, tubuhnya terasa lemas, Arini sudah lupa diri akan segalanya, pikirannya terbang keawang-awang kepuasan birahi. Bagian bawah tubuhnya mengejang dan kembali mengejang, seiring kedisiplinan Anton menggosok gerbang kewanitaannya dengan tongkatnya yang perkasa. Anton tahu umumnya perempuan alim akan terjaga panjang orgasmenya bila ditopang oleh hujaman kejantanan lambat tetapi bertenaga.

Anton tersenyum puas memandangi wajah kuyu memelas dihadapannya, mengkerenyitkan mata dan mendesah keras setiap kali hujaman kerasnya tiba. Anton senang, karena tahu ibu alim ini sudah lebih dari empat puluh detik mengarungi puncak kenikmatan. Anton berusaha keras menyangga puncak kenikmatan Arini selama mungkin dengan hujaman lambanta tapi sangat bertenaga. Perlahan menekan-nekan dengan kuat. Dengan mempertahankan disiplin Anton mengayuh terus perlahan namun bertenaga. “Oh ?Anton?.ohhh?sudah?Anton?ohh’ Arini menceracau lepas kendali, tersiksa oleh deraan kenikmatan yang kembali dan kembali menghempas seiring kejantanan keras yang menghujam bawah tubuhnya. Lengannya sebisa mungkin begayut dileher Anton. Semenit lebih berlalu pinggul Arini menggeletar dalam cengkeraman tangan Anton dihantamkan berkali-kali kearah desakan sang tongkat, Lenguhannya tak terkendali menyebut Anton sebagai kesayangannya, padahal belum cukup 15 menit dikenalnya. Anton berhasil memaksa Arini kembali dan kembali lagi kepuncak kenikmatannya, setiap kali gelinjangan pinggul Arini mau mereda, Kejantanan pria ini menghujam kembali diiringi cengkeraman keras dibokongnya mendorong kemaluannya menerima hantaman, berhasil memaksa Arini kembali menggelepar. `Ohh..anton?sudah?Anton ?. Sudah?’ Keluh Arini dirasuki orgasme berkepanjangan, rasanya sudah tidak tertahankan. Arini tidak sanggup lagi menerima deraan kenikmatan, lengannya sudah menyerah. Arini sudah sedemikian lemas, bergelayutan dileher Anton, hampir jatuh. Terpaksa kedua tangan Anton memeluk tubuh mungil ibu ini. Agar tidak jatuh. Tangan kiri Anton membelit dari pundak menyilang ke ketiak Arini. Tangan kanan Anton kembali mencengkeram pantat telanjang Arini. Menahannya agar tidak merosot jatuh. Kuku jarinya setengah dicakarkan dibelahan pantat Arini, dibenamkan dalam dalam pada daging kenyal yang sudah sedemian panas membara. Beruntung tongkatnya yang sedemikian keras, mengganjal kuat, membantu tubuh mungil Arini tidak merosot

Wah.. ada ide baru, terbersit dalam pikiran cerdas Anton saat mendekap tubuh yang masih bergetar-getar. Tubuh lemas Arini sepenuhnya dalam dekapan Anak kecil itu. Kemaluannya berdenyut-denyut terengah-engah seusai dipompa kerasnya sang tongkat. Kejantanan Anton yang tidak berkurang juga kekerasannya, terasa demikian mengganjal dikemaluan Arini. Membantu Ibu muda ini meresapi berlalunya keindahan birahi, Anton kembali berkegel ria. Batangnya didenyutkan sekeras mungkin dalam genggaman kemaluan Arini yang masih terengah berdenyut-denyut. Tangan kanan Anton memperkeras cengkeraman tangannya di pantat Arini, menekankan bokong indah itu sekuatnya kekejantanannya. `Kak?.aduh kakk ngilu, ?aduh?’ Anton mulai lagi berpura-pura `Hhhh Anton?.hhh?’Arini tersentak kembali kesadarannya, mendengar keluhan anak kecil ini, didera penderitaan akibat perbuatannya.’Oh Anton?nggak apa?apa.. Ton..’ `Tapi kak?.ngilu kak?aduhh ?’Anton semakin merengek, memperdengarkan kemanjaan suara remajanya. Tangan kanannya sekeras mungkin mencekeram pantat Arini, mendorongnya menekan kejantanannya, menunjukkan seolah- olah tidak tahan didera penderitaan akibat perbuatan Arini, menyiksa dirinya yang sama sekali belum mengerti hubungan suami istri.

Pura-pura tidak disengaja Anton menggigit lembut leher jenjang Arini, menunjukkan ketidaktahannya didera rasa ngilu. Tangan Arini meraih wajah baby face itu kewajahnya. `Anton sayang?.mmphhhh’ Mulut Arini terkulum oleh gerakan tidak sengaja bibir Anton menyentuh bibirnya. Arini spontan bereaksi membalas ganas sentuhan bibir pria itu, bibirnya segera mengulum keras bibir Anton, menghisap kuat, mengemot mulut tersebut dengan bersemangat. Lidahnya mulai menjelajah kemana- mana. Kedua tangannya menggapai rambut dan menahannya agar bibirnya dapat leluasa mengulum bibir Anton. `Anak ini pasti belum tahu pelajaran ini,’ pikir Arini semakin bersemangat mengemut dan menciumi mulut Anton. Matanya kembali terpejam menikmati dirinya sedang memberi pelajaran praktek langsung teknik berciuman yang benar, kepada anak kecil ini. Arini lupa sejenak bahwa dikemaluannya masih ada tongkat keras yang mengganjal. Perhatiannya teralih upayanya menghibur Anton yang tengah tersiksa dengan kuluman yang menggairahkan.

`Ini dia..’ pikir Anton, awalnya Anton tidak merespon kuluman Arini, tetapi setelah sekian lama Arini menciumi bibirnya, Anton mulai merespon secukupnya, lidahnya mulai menjalar, bertarung membelit jelujuran lidah Arini. Anton mulai balas mengemot dan menghisap lembut mulut Arini, seolah- olah menunjukkan telah bisa mencontoh. Anton mengulum semesra mungkin. `Oh anak ini?cepat pintar, mesra sekali ciumannya’ benak Arini menerawang meresapi kemesraan yang diperolehnya ini. Anton mulai menunjukkan nafsunya dengan mengulum lebih keras, seraya mendekap tubuh dan bokong Arini. Arini terlena oleh kemesraan. Panasnya birahi yang membara yang melelahkan jiwa raganya sekarang seolah-olah disirami air sejuk kemesraan dalam dekapan dan ciuman panas, remaja yang dibayangkannya semesra kasih sayang anaknya sendiri. Arini semakin ganas mengimbangi ciuman mesra Anton, tangannya sudah mengacak-ngacak rambut Anton, saat lidahnya berusaha mendominasi permainan ciuman tersebut. `Sudah berapa menit yahh?’ benak Anton mencoba mengingat lamanya mereka berciuman mesra. `Nach sekarang saatnya ?’

Anton menganut teknik seks dari Cina ilmu Tao, dimana ejakulasi bukanlah keharusan dalam setiap berhubungan badan. Anton tengah belajar bagaimana bisa orgasme tanpa ejakulasi. Kalau berhasil hasilnya akan luar biasa, penisnya adalah sama seperti anggota badan lainnya, dapat diperintah dari otak. Seperti diketahui penis seringkali bertindak diluar otak. Disenggol dikit sudah bangun, atau selalu muncrat tanpa dapat ditahan..
Anton melepaskan dekapannya, dan menarik lepas perlahan kejantanannya. `Sleppp..’ Arini shok, tiba-tiba merasakan ganjalan yang tadi sedemikian menyiksa dirinya tiba-tiba menghilang. `”Hhhh?’ Arini mendesah. Wajahnya sayu menengadah, membuka matanya memandang Anton, yang tengah memancarkan wajah baby face lugunya. Arini merasa Anton sedang memandang kagum pada dirinya dengan pandangan penuh kasih- sayang seorang anak terhadap ibunya. Terasa diperutnya ganjalan daging keras sang tongkat yang ternyata tetap mengacung keras. Baju terusan panjangnya kembali melorot jatuh.
`Kak.. terus bagaimana?’ Arini kaget, baru sadar arah pertanyaan anak ini. Dia tadi lupa membaca mantera penambal. Arini kebingungan, `mantera seharusnya tadi dibacakan, kok lupaa waduh gimana nih, kok bisa lupaa’ Arini kebingungan `Ya kaka’ ujar Anton sepolos mungkin `Kakak tadi lupa baca manteraa’ `Maksud kakak, seharusnya tadi kakak baca mantera? Kapan kak, kok Anton nggak ngerti’ `Mana mungkin anak ini ngerti orgasme perempuan’ pikir Arini sok tahu meremehkan, `Iya Ton, seharusnya tadi kakak baca waktu, itunya Anton ada didalam sini.’ `Ya sudah masukan lagi, terus kakak baca mantera, yang penting kata orang pintar harus pada puncaknya’ Anton belagak sok tahu mengusulkan upaya penyelesaian masalah. `Tapi Ton, puncaknya sudah lewat..’ Arini jengah sendiri menjelaskan hubungan suami istri kepada remaja yang dianggapnya anak kecil ini. `Puncaknya kapan? Sudah lewat’ Anton menunjukkan kebingungannya.

`Iya Ton’ “wah gimana dong kak, saya jadinya sama dengan Bapak tadi berhubungan dengan perempuan didalam bis, mencemari mantera. Aduhh kak gimana ini, saya bisa dipukuli Bang Ridwan, (supir maksudnya)’ Anton akting setengah menangis. `Sabar Anton’ Arini membujuk `Kalo dipukuli saja nggak apa-apa, bisa sembuh, tapi kalo dipecat tidak boleh ikut kerja, saya harus kemana. Anton yatim piatu tidak punya siapa-siapa’ Suaranya diupayakan sepilu mungkin. `Gimana kalau kita ulangi sebentar lagi’ ucap Arini cemas, karena menyadari hal itu semakin menyalahi pantangan’ `Ya nggak mungkin kak, kan harus dengan lelaki yang lain kakak menambal manteranya. Waduh kak, bis ini dalam bahaya sewaktu-waktu bisa tertimpa kesialan, pasti makan korban. Saya sudah sering lihat kak. Orang pintar kami sangat sakti, itu sebabnya kenapa bis kami hampir tidak pernah kecelakaan. Peraturan kami keras’ `Ohh sirna harapan Arini `Kak sungguh kak, saya harus segera lapor ke bang Ridwan agar dia bisa mengambil langkah pencegahan’’ sebersit ide tak genah muncul.


Masih bersambung ya gan.....:sayonara::jempol:

mohon masukan nya para suhu....:suhu::banzai:
 
terima kasih ya agan semua.....buat coment nya......
ditunggu aja ya lanjutannya...lagi nyusun inspirasi....hehehehehe:kuat: yang ada....maklum lah nubi...
 
Kayanya copas dari situs xxx yg lain ...
Soalnya pernah baca ...

Ma'af kalo salah ... Tapi kayanya bener copas deh ...
 
BAAHHH... Copas nih! :berbusa::berbusa::berbusa: namanya aja yang diubah Arini->Hindun :|

:galak:
 
wah dah pernah nih, cuma diganti nama pelaku saja, inti cerita sama
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Arini terdiam lama sampai Anton selesai merapihkan kemejanya dan memasang resleting celanyanya. Anton menepak-nepak kemeja mencoba meluruskan yang kusut, suatu upaya yang sia-sia. Kemejanya telah kusut akibat dijadikan arena pertarungan dua manusia dewasa. `AntonaE|’ Arini menggapai lengannya `Pak supir bisa dimintaiin tolong tidak?’ `Maksud kakak, seperti tadi? Nanti kakak lupa lagi, bisa semakin cilaka’ `IyaaE|’ Wajahnya langsung memerah `Mudah-mudahan tidakaE| Kakak akan lebih hati-hati’ `Wah nggak tahu yah, Bang Ridwan mau nggak yah. Bang Ridwan tidak seperti supir lain yang punya pacar disetiap kota, dia sangat takut istri. Tapi dia punya kelemahan pernah saya pergoki dipeluk cewe di pool bis, kalo diancam dilaporin keistrinya pasti dia takut.’ `Iya Ton, coba bujuk pak supir mudah-mudahan dia mau’ Mendengar uraian anak kecil ini, Arini mendapat kesan positif terhadap sang supir yang seingatnya tadi agak gemuk tapi ramah, membantunya menyimpan barang bawaan kedalam bagasi bis’ `Nanti saya bicara dengan supir, kakak kembali duduk saja nanti segera kita ketemu di belakang membicarakan hasilnya. Saya keluar duluan kak. `Iya Anton’ Arini berharap-harap cemas.
`Gimana bang macetnya, ohh tinggal dikit lagi tinggal satu kapal lagi’ Anton menguap menjatuhkan badannya dikursi samping Pak Supir. “Enak kamu tidur, lumayan juga lama karena macet’ Sahut Ridwan, pria agak gemuk berusia 42 tahun berperawakan sedang, dengan seragam sama dengan Anton. `Bang, Anton punya kenalan ibu alim, keren bang, putih mulus, cantik banget’ `Semua cewe bisa aja kenalanmu’ Ridwan mencemooh `Ini lain bang, emangnya Abang aja yang jago perempuan’ “Ah kau ngomong besar doang’ Selama ini memang Ridwan selalu memamerkan kehebatannya menaklukan wanita, dalam obrolan pornonyanya sepanjang perjalanan. Sebenarnya bukan untuk pamer tetapi pengisi waktu mencegah rasa bosan dan ngantuk mengemudi. `Bener bang, bahkan saya bisa minta dia melayani abang, tapi ada syaratnya’ `Maksud kau bagaimana? kalau pelacur mah gampang aja tinggal kau bayar, beres’ “Dijamin seratus persen, ibu alim terhormat, kalau tidak potong gaji enam bulan’ `Buset nih anak,’ Ridwan setengah tidak percaya?’ Kenapa tidak kau saja yang mainin dia? `Anu bang, saya kan nggak pengalaman, pengen belajar langsung dari Abang jagonya’ Cuping hidung Ridwan mengembang bangga `Maksudmu, syarat tadi apa? `Syaratnya dua, pertama saya diijinkan menonton abang main perempuan, mmm itu dengan si Wita tetangga di pool Medan, terus, setelah saya menimba ilmu saya boleh praktek dengan salah satu cewe abang. Tapi abang harus bilang kemereka untuk ngajarin dengan sungguh-sungguh’ `Oo gitu. Syaratnya, masuk akal juga’ Ridwan segera menjawab `Ok’ karena dia yakin tidak mungkin ini anak kecil menemukan perempuan baik-baik yang bisa seenaknya disuruh melayani lelaki lain. `Bener nich bang? JanjiaE|.sumpahaE|’ `Sumpah supir, kalau ingkar kena musibah. Awas kalau nggak bener, hilang gajimu enam bulan’ Janji Ridwan, sambil membayangkan Anton kalah, dan gajinya dipotong, lumayan buat beliin Wita motor bekas. `Begini bang, nantiaE|’ “Nanti aE|.’ Buset nih anak, Ridwan kaget `Iya nanti, waktu didalam kapal saat bis parkir didek, kan semua penumpang naik kekabin, Abang bisa tinggal di bis, nanti ada Ibu keren kenalan saya yang pasti mau melayani abang. “Bener nihhh’ Ridwan mencoba mengingat-ingat ke dua puluh enam penumpangnya, memang ada beberapa ibu-ibu muda dan cantik. `Ok bang’ `OkaE|ok..”
Anton melangkah kebelakang, menyusuri gang bis yang remang-remang
Arini seusai merapihkan dandanannya kembali kebangku, `Kok lama Ndun..’ Ronggo menggeliat menoleh kebelakang menyadari Istrinya telah kembali duduk. “Anu bang, airnya habis, terpaksa agak repot, abang sih nakal. Arini berbisik `OooaE|’ “Nanti mau kebelakang lagi, tadi kehabisan tisu’ Arini membuka tasnya mencari-cari. Arini memandang kedepan, dilihatnya dalam keremangan dua sosok lelaki didepan, supir dan kenek terlibat dalam pembicaraan serius, entah pembicaraan apa. Dadanya tak terasa kembali berdebar keras. Membayangkan berbagai kemungkinan. Ronggo kembali mencoba tidur, kelelahan, dua minggu lembur dan usai melakukan setoran wajib.
Selang beberapa saat dilihatnya tubuh kerempeng si kenek kembali melangkah kebelakang, saat melewati bangkunya menyentuh lengannya, memberikan kode. Selang beberapa saat Arini menyusul kebelakang.
“Kak, hampir habis saya tadi, untung banyak penumpang kalo tidak saya pasti digebukin. Pak supir bersedia tapi saya kena hukuman berat, antara lain potong gaji dan puasa 14 hari’ “Ohh sukurlah” bisik Arini dengan muka merah, menyadari kejadian apa yang akan terjadi sesuai permintaannya. Tapi niat membela aib keluarga cukup kuat memenangkan pertarungan batinnya. `Gimana caranyaaE|’ “Gini kak sebentar lagi bis masuk kapal, seluruh penumpang harus turun. Kakak maksa tinggal saja di bis, bikin saja alasan, jaga barang kek, pusing kek, tangganya tinggi, kek. Disitu kesempatan satu- satunya. Nanti kalau semua penumpang sudah turun kakak sembunyi diruang ini, duduk saja disini. Tunggu, dan jangan lupa manteranya.’ `Terima kasih Ton,aE|memmmphhh’ Arini merangkul remaja ini menghadiahinya dengan kecupan panjang yang mesra. Didekapnya tubuh kurus itu dengan tumpahan kasih sayang seolah-olah dia anaknya yang hilang selama ini. Luar biasa perasaan Arini terhadap Anton. ‘Kak jangan lupa supir kita orangnya alim, dia sangat terpaksa setelah saya ancam lapor keistrinya sedang dipeluk cewe lain’ “Kakak tidak akan pernah lupa kebaikan Anton’ Arini sedikit lega mengetahui lelaki lain yang akan menganukannya lelaki baik-baik, sampai harus diancam. ‘Makasih ya sayang’ jemarinya mencubit mesra hidung Anton
Keduanya kembali kembali kedepan, selang saat yang aman.
Ridwan yang mengintip dari spion gerakan keduanya mau tidak mau percaya `Ehh apa yang kau bilang sama ibu ituaE|’ bisik Ridwan `Tenang aja bang, yang penting nanti saat semua penumpang naik keruang vip, kalau abang menjumpai ibu itu diruang rokok, itu artinya ok, santap saja bang’ `Masa sihaE|’ `Pokoknya ingat dua syarat tadi, atau mau batal, mendingan saya aja nanti dengan ibu itu’ `Ok..ok,aE|’ terburu-buru menyanggupi didorong rasa rasa ingin tahunya, setengah percaya setengah nafsu. Membayangkan menyetubuhi wanita baik- baik adalah sensasi luar biasa. Dirinya sudah bosan menyetubuhi pelacur-pelacur yang bisanya akting terpuasi. Padahal dia menyadari gimana pelacur bisa puas, wong sudah dikerjai banyak lelaki sebelumnya. `Tapi gini bang, ingat saat ibu itu orgasme, abang ejakan kalimat ini aE"la paloma la paladi pajene makariaE|.’ `Apa pula ituaE|’ `Iya itu kondisinya, jangan-jangan abang nggak mampu menakluki perempuan’ Anton mencemooh. `Sialan kau, apa tahumu.., ya sudah.. gimana tadi aE" la palo,,,,. Ok gampang’
`Para penumpang silahkan turun, mengikuti bapak kondektur menuju ruang vip di atas. Disana lebih nyaman. Dilarang tinggal di dalam bis karena mesin bis harus mati sehingga ac ikut mati’ Ridwan mengumumkan setelah bis terparkir dengan baik di dek kapal feri. Para penumpang perlahan-lahan mulai turun, lega bisa meluruskan kaki setelah sekian jam terjebak macet.
`Bang Ronggo, gimana nih bang, ditas ini ada banyak barang berharga, kalau di bawa tasnya besar berat lagi, saya jaga dibis saja deh’ `Tapi kata supir nggak boleh’ `Sebodo amat, barang kan punya kita, lagi pula Arini agak sakit, gara-gara abang tadi’ Bisik Arini sambil mencubit pinggang suami dari belakang.
`Pak kondektur saya bisa tinggal dibis yah, saya agak pusing kalau naik tangga’ Arini menjamah baju kondektur. “Tidak bisa ibu, nanti di bis pengap, acnya mati’ Anton berpura-pura `Ah nggak apa-apa’ Arini memaksa didengar Ronggo `Yah terserah ibu, ayo pak ajak anaknya ikut saya. Ridwan dibawah bis mengarahkan penumpang ke tangga. Anton melewatinya dan berbisik,’ beres bang, laksanakan tugas dengan baik, jangan lupa bacaannya’ `Ya..ya..yaaE|’ Jakunnya tak terasa naik turun menelan ludah.
Setelah semua penumpang menghilang di balik tangga lantai atas, Ridwan kembali kedalam bis, dan mengunci pintunya. Tangannya menggapai dashboar dan menyentuh panel mematikan seluruh lampu. Bis semakin kelam, walaupun masih diterangi lampu ruang kapal dan sesekali sorot kendaraan lain yang sedang parkir. Dia melangkah kebelakang perlahan dan berdebar-debar `setengah percaya setengah berharap’ Eh benar saja, ketika membuka pintu sekat ruang rokok, dirinya mendapati sosok perempuan muda, yang kulit wajahnya halus, putih bercahaya dikeremangan malam. Cantik sekali dimata Ridwan. Ibu itu duduk tegang dideretan bangku belakang. Disamping pintu toilet. Ridwan gugup mau bilang apaaE| Arini yang sudah grogi dari tadi semakin grogi.
Bagai kucing takut ikan curiannya lepas, Ridwan segera menghampiri Arini, duduk disampingnya memandang tajam wajah yang manis. Dalam kegelapan dan sisa cahaya seadanya Ridwan mengagumi wajah keibuan yang segera tertunduk malu dengan muka kemerahan. `Waduh rejeki nomplok, pikir Ridwan’ Takut kalau salah ngmong tangan kiri Ridwan merangkul pundak Arini, tangan kanannya meraba tangan Arini yang saling menggenggam erat dipangkuannya menahan gugup. ‘Wah hebat si Anton’ Bibirnya mengecup lembut pipi halus dihadapnya. Tangan kirinya merasakan pundak itu bergetar gemetar. `Waduh bener- bener ibu baik-baik nehh’ sorak Ridwan. Kecupannya bergeser ke belakang telinga Arini, menyapukan nafas panasnya disana. Hidungnya disapukan sepanjang leher, seusai tangan kirinya menyibak gelombang rambut indah Arini. Diemutnya cuping telinga bawah, yang sontak membuat perempuan itu menggelinjang geli. Kedua tangannya yang tadi saling berpegang tangan, di pangkuannya kaget lepas, sebelah mencari pegangan dikursi, sebelah lagi menahan tubuh pria yang mulai mendekap. Ridwan segera menyadari tangannya tidak lagi menjamah tangan ibu ini tapi jatuh kepangkuannya, digundukan pangkal paha yang tertutup baju terusan panjang. `Ehh aneh juga ibu ini, diam saja barangnya tersentuhaE| atau memang, si kunyuk itu benar-benar berhasil membujuk’ Sembari menjilat leher dan sesekali menggigit kecil kuping yang harum itu, Arini kegelian, baru menyadari tangan kanan Ridwan mulai membelai dan menekan keras pangkal pahanya. `YessaE|.’ Sorak Ridwan menyadari tidak ada reaksi perlawanan dari sang wanita. `Wah kalo begini tancap saja booaE|’ Benak Ridwan berputar. Arini semakin jengah merasakan tangan lelaki ini di daerah terlarangnya. Pikirannya buntu menganalisa situasi, ohh ini akibat perbuatan kami sendiri, beginilah akibatnya.
Semakin berani, Jemari Ridwan mencari-cari kancing atau pengait baju ibu itu, satu satu berhasil dilepas, sembari lidahnya menjelujuri belakang telinga dan leher jenjang Arini. Serangan Ridwan yang tidak sengaja pada daerah utama kepekaan Arini mulai menyulut bara gairahnya. Arini mulai tersengal, sangat gugup membayangkan apa yang akan terjadi. tangan kirinya meremas jok bangku disampingnya akibat serangan geli. Tangan kanannya seolah tidak berani menyentuh tubuh pria yang mendesaknya. Tanpa disadari Arini sebagian besar kancing bajunya sudah lepas. Ridwan menariknya berdiri dan memelorotkan baju terusannya. Arini pasrah melakoni apa yang sudah dibayangkanya akan terjadi. Terpampanglah tubuh mulus indah, kontras putih dalam keremangan malam, berbalut celana dalam dan bh berenda warna cream. Tubuhnya gemetar telanjang dihadapan lelaki lain. Tangan kirinya yang bebas reflek mencoba menutupi wilayah sucinya, tapi terlambat. Kalah sigap. Tanpa basa-basi Ridwan langsung memelorotkan celana dalam cream tersebut, yang segera memapangkan keindahan pangkal paha yang seharusnya pantang dilihat lelaki lain kecuali suaminya. Kaget ditelanjangi mendadak, Arini tak sengaja membantu dengan menggeser dan melangkahkan kaki melepas celana dalamnya. Kuping Rindwan menggesek bukit lembut saat melakukan gerakan itu. Arini hanya bisa memegang rambut pria tersebut agar badannya tidak jatuh.
Ridwan mendorong lembut tubuh telanjang menggairahkan itu kembali duduk. Dia mengambil posisi berlutut dihadapan sang wanita. Tangannya membelainya paha mulus dihadapannya, lidahnya mengecup dan menjilat sebelah paha yang lain. `’OhhaE|’ Arini mulai mendesah, menikmati geli yang membakar birahinya. Pahanya dikatupkan, malu. Ridwan menyadari gerakan ini, kecupannya diganti gigitan kecil, dan sebelah tangannya mulai meraba dari sisi bawah paha Arini. `IhhaE|’ Arini mulai menggelinjang lembut menggairahkan, tangannya mulai berani membelai rambut pria yang belutut dihadapannya. Saat dirasakannya gigitan dipahanya, tangannya tersentak menjambak mesra rambut Ridwan.
Ridwan menyibakkan pangkal paha yang terkatup, dibelainya sepanjang kedua sisi dalamnya, sengaja menyentuh pangkal paha mulus yang hanya dilindungi secupak bulu-bulu halus. `OhhhaE| banggaE|’ Aduh siapa namanya abang ini, Arini cemas dan grogi, saat pangkal kewanitaannya tersentuh lelaki asing. Tapi nikmat. Jelujuran lidah Ridwan mulai menjalari sisi dalam pahanya, bahkan terkadang hampir sampai disana. `Ohh…’ Hindu kembali menggelinjang dan mencoba mengatupkan pahanya’ Tangannya meremas rambut si supir.
Sembari tetap berlutut, Ridwan sedikit memelorotkan Arini dari kedudukannya, sampai hanya pantatnya sedikit tertumpu diujung tempat duduk. Diangkatnya sebelah kaki siibu tersebut kepundaknya, belakang lututnya ditumpangkan kebahunya. Sebelah kakinya diperlakukan sama.
Jadilah adegan tersebut, wajah Ridwan hampir menyentuh kewanitaan Arini, menyapukan nafas panas, seperti awan panas melanda daerah perbukitan, yang menambah bara birahi sang wanita. Hidungnya menyentuh bulu-bulu lembut yang tak berdaya melindungi daerah rahasia. Kedua tangannya masing-masing meremas paha telanjang yang menumpang di pundaknya. Arini mulai menggeliat tak terkendali, nafasnya mulai tersengal, terengah-engah, pikirannya mulai panik membayangkan apa yang akan terjadi. Daerah sucinya mulai dijarah pria asing, aduh gimana ini.
`Argghhhh,aE|’ Arini mengerang keenakan, saat Ridwan melancarkan serangan kilat, mengecup bibir atas kemaluannya. Wangi merk terkenal dari tisu basah meningkatkan aroma harum kewanitaan Arini yang sudah kembali basah. Ridwan sangat bersemangat menghirup aroma indah dari wanita yang diyakininya benar-benar alim ini. Sangat jauh berbeda dari aroma wanita penghibur lain. Gaya tempur Ridwan, jauh berbeda. Taktik andalannya adalah serangan pendahuluan oral. Teknik dan stamina lidah Ridwan pantas diacungi jempol. Hal ini akibat ukuran penisnya yang standar asia, yang kadang- kadang sering diledek para wanita penghibur. Tetapi dengan keahlian oralnya, Ridwan mampu menjatuhkan sebagian besar wania yang dijumpainya. Penisnya hanya dijadikan hidangan penutup.
Lidah kasar Ridwan menyapu mulai dari lubang pantat naik keatas menyikat bulu pepohonan, membajak lubang kemaluan, menumbangkan klit, mengampelas gundukan bukit, terus naik sampai kepusar ‘Bangg ….ohhh….’ Arini terbata-bata wilayah kesuciannya dibajak lidah kasar lelaki ini. ‘Ohhh….’ Arini kembali melenguh ketika Ridwan mengulangi sapuan lidahnya. Tak sadar kedua tangan Arini menjambak keras rambut Ridwan, mencoba menahan sentakan kenikmatan yang mengiringi sapuan lidah yang kasar. ‘Ohhh ….’ kembali Ridwan mengulangi gerakan yang sama, kali ini lebih perlahan tetapi dengan tekanan semakin kuat, bahkan saat menyapu lubang kewanitaan, lidahnya dicucukan kedalamnya. ‘Arini tersentak menggelinjang, tangannnya mencoba meringankan derita kenikmatan dengan menekan keras kepala kepangkal pahanya. ‘Aduhhh …’ kembali Arini mengeluh, upayanya menahan kenikmatan tidak berhasil bahkan semakin membuat Ridwan bersemangat. ‘Bener ibu alim, mudah sekali takluknya’ pikir Ridwan. Pelacur membutuhkan upaya jauh lebih keras untuk sampai tahap ini. Kembali mengulangi sapuan lidahnya. ‘Shhh….’ Arini mulai melemahkan jambakan tangannya dirambut Ridwan ketika dirinya mulai terbiasa dengan deraan birahi keganasan lidah sang supir. ‘Oh..abang..oh…’ desahnya menikmati sapuan lidah Ridwan dikemaluannya, perlahan tapi pasti berahinya dapat mengimbangi gelombang kenikmatan yang ditimbulkan. Pinggulnya mulai menggeliat bergairah menyambut rindu setiap sapuan lidah Ridwan. Ridwan sangat menyukai pinggul yang mengelinjang ini, menambahkan kobaran semangatnya. Sungguh perempuan baik.. perempuan baik. ‘Bagaimana bu… suka?? Ridwan menengadah memandang wajah ayu terpejam dihadapannya. Wajah Arini memerah, terengah-engah disiksa kenikmatan dari lelaki asing, dan ditanya pula, ‘Ngg…’ gimana jawabnya.. ‘Nama ibu siapa?’ (penulis: gila nih Ridwan sudah nyosor barang perempuan baru nanya nama, sialan… sialan..)
‘Arini bang….’ Sebenarnya Ridwan berhenti sejenak untuk mengatur nafas, gerakannya tadi membutuhkan pemulihan nafas, maklum saja mengobrak abrik pangkal pertahanan wanita, diarea yang sangat sempit, sangat terbatas suplai oksigennya. ‘Abang..sia….ssss…’ Arini hendak balik bertanya, juga dengan susah payah mengatur engahan nafasnya. ‘Arini sayang….hemppphhh’ Kembali Ridwan mendadak menyosor daerah suci Arini. Sapuannya berganti arah, bila tadi vertikal, sekarang horisontal, mulai dari sisi dalam paha dibahu kirinya, menjelajah lembut kepangkal paha Arini, menggelitik-gelitik dipangkal paha dengan ujung lidahnya, dan kembali menyapukan pangkal lidahnya yang kasar dikulit mulus paha dalam yang tertumpang bahu kanannya. ‘Ssshhh….’ Arini tersentak menahan serangan model baru ini, Tubuhnya tersentak kebalakang kesandaran bangku. Jemari hanya mampu meremas remas rambut lelaki itu. Menahan kenikmatan setiap periode sapuan lidah.
‘Ohh…’ Selang sekian kali lidah kasar Ridwan bekerja keras bolak- balik membajak pangkal pahanya, Arini kembali merasakan sensasi baru yang sama sekali belum pernah dialaminya. Birahinya kembali meletup, kali ini mulai menuntut sesuatu. Memahami ritme serangan silelaki, Saat lidah lelaki ini masih berkutat di tengah batang pahanya, tubuhnya merasakan gejolak kewanitaannya untuk segera diperhatikan, liang kewanitaanya menuntut untuk segera dijamah kasarnya lidah silelaki, dengan gelinjangan indah. ‘Bang…. aduh…’ tangannya menjambak kembali dan menekan keras wajah silelaki dilubang kewanitaanya, saat tiba saatnya lidah itu menggelitik sekitar bibir kemaluannya. ‘Hempphh..’ hidung Ridwan terganjal gunungan bukit, saat pinggul Arini menggelinjang keras mengejar sapuan lidah Ridwan dibibir kemaluannya, dimana saat bersamaan wajahnya dibenamkan dalam-dalam dengan gemas oleh ibu alim yang sedang mengangkang, kepangkal kemaluannya.
Senang sekali Ridwan diperlakukan demikian, ibu alim telah menjadi ibu yang binal, sukses. Mana ada perempuan alim membenamkan dalam- dalam wajah lelaki asing di liang kehormatannya, dengan begitu bergairah. Ketika lidah Ridwan berpaling kearah lain, untuk berlaku adil menjelajah paha kanan Arini, Arini tidak rela, dia mengatupkan pahanya kuat-kuat, tidak rela lidah itu pergi meninggalkan benteng kehormatannya. Kewanitaanya menuntut penyiksaan lebih lanjut.
Tubuhnya sudah didesak-desak berahi yang menggelegak menuntut hak. ‘Abang…oh….’ Arini sudah menggelinjang kasar. Bahasa tubuhnya jelas, birahinya menuntut segera dimulai pendakian kepuncak. Ridwan memahami bahasa tubuh ini. Lidahnya mulai berkonsentrasi menghajar liang kewanitaan, yang sungguh kurang ajar menuntut dengan membekap wajahnya keras-keras. Lidahnya yang akan mengiringi pendakian Arini.
Dikangkangkannya pangkal paha Arini lebar-lebar, lidahnya mulai dijulur-julurkan kedalam liang yang sudah sangat basah kuyup. Ludahnya sudah bercampur aduk dengan lendir bertaburan. ‘Ahhh….ahhh …ahhh..’ Arini mengerang saat kasarnya lidah menyodok-nyodok dinding kemaluannya. Berahinya sudah lepas kendali, pinggulnya bergeliat-geliat mencoba mengimbangi lidah Ridwan yang berhasil masuk cukup dalam keliang kewanitaannya. ‘Sshh… shhh…shhh’ Jemari ibu alim ini menjambak membenamkan wajah lelaki asing dikangkangannya dalam-dalam, setiap saat Ridwan dengan kasar mencucuk-cucukan sedalam-dalamnya lidahnya. Sesaat berlalu Ridwan dengan tidak juga puas menyiksa ibu alim ini dengan kenikmatan tegangan tinggi. ‘Abang…ohh abang…’ Arini mulai menceracau. Dengan malu-malu mencoba mengundang sang lelaki menuntaskan perbuatannya, dengan cara membenam-benamkan berulangkali wajah silelaki didalam kangkangannya saat dirasakan kepala itu memiliki lidah yang sanggup mengorek-ngorek kenikmatan miliknya.
Ridwan tersenyum dalam hati, bener-bener mudah ibu ini. Lidahnya semakin buas memporak-porandakan lubang kesucian Arini. ‘Abangg…ssss… ohh abang… ohh abang’ Arini semakin tidak tahan, suaranya sudah bergetar hampir menangis. Pinggulnya bergelinjang tak karuan. Tangannya sudah tidak beraturan membenam-benamkan wajah Ridwan. Ridwan semakin buas, lidahnya sudah mencucuk-cucuk sedemikian cepat. Yeah gerakan lidahnya mirip lidah ****** yang sedang minum, sangat cepat, salah satu jurus dasar teknik oral Abang Ridwan. ‘Abang.. ah..a..a..ayoo bang…. ayo…’ Lepas juga kata-kata ini, tanpa terkendali, diledakan gejolak birahi yang menuntut sesegera mungkin dipenuhi haknya. Lupa rasa malu lupa nilai kehormatan. ‘Ayoo bang…ohh.. anuiin dong bang ohhh bangngg..’ Arini merengek dalam hati Saat berlutut, sembari mempertahankan hujaman-hujaman lidahnya, Ridwan melepaskan celananya, agak sulit tetapi berhasil ‘Bang..ahh.. udah bang…sudah…’ suara Arini mulai bergetar menangis. Geliatan pinggulnya sudah tidak membantu, sudah lepas kendali, meronta tak semakin liar terkendali. ‘Gerakannya terakhir berhasil melepas celana dalamnya sambil berjongkok, lidahnya tetap mencucuk-cucuk dengan keras’ ‘Abang..sshhh..shhh.. jahat..bang…nggg..jahat’ Mendadak Arini merasakan lelaki ini perlahan bangkit berdiri sambil tetap memanggul kedua pahanya. ‘Shhh…’ agak lega Arinig terengah menarik nafas, sejenak terbebas dari siksa nikmat lidah kasar lelaki. Tidak sadar tubuhnya agak melorot, karena Ridwan sudah berdiri tegak dihadapannya sambil memanggul kedua pahanya. Ridwan membetulkan posisi berbaring Arini diujung bangku, hanya pinggulnya yang masih menumpu dibangku, punggung dan bahu Arini agak tertekuk pada sandaran bangku. Pikiran Arini kacau, tapi agak lega bisa menarik nafas sejenak.
‘Ihhh….’ mendadak disadarinya ada daging keras tiba-tiba menyodok lubang kemaluannya. ‘Ohhh…’ muncul sedikit rasa khawatir akan disetubuhi lelaki asing, akan tetapi kuatnya desakan birahi menyapu tuntas kekhawatirannya. ‘Arini… ‘ Ridwan menguakkan kedua pangkal paha perempuan itu, sembari sedikit menekan penisnya keharibaan tubuh mungil yang mengangkang lebar menggairahkan dengan paha dipanggulnya. Slep, Sedikit nyelip. Agak mudah, mungkin karena sudah basah kuyup, apalagi sudah dikorek- korek lidah dengan buas. ‘Ohh…’ kembali rasa khawatir menyeruak, ‘aduh tolong..aduh gimana ini..’ benaknya kembali berputar sedikit normal, sesaat setelah diberi kesempatan bernafas. ‘Abang nggak jahat kan…’ Ridwan menggoda wajah ayu kuyu yang terpejam terlentang setengah tertekuk dihadapanya. ‘Nggak bang…shhh’ kemaluannya didera kehangatan ujung penis yang baru sedikit nyelip. ‘Gimana dik… ‘Ohh.. ayo bang….ayo…heggg’ jawaban refleknya bertolak belakang dengan keraguannya barusan, tubuhnya mendadak kembali tidak sabar minta dihajar.
Belum selesai menjawab kemaluannya sudah dihajar dengan hujaman pelan tapi bertenaga, bless …amblas..blass. Posisi mengangkangkan wanita dengan pahanya dipanggul pria, seolah- olah jalan tol memuluskan hujaman silelaki. ‘Ssshh. Tangan Arini menggapai-gapai mencari pegangan, hanya menjumpai ujung bangku yang segera digenggamnya erat-erat.
Walaupun sebenarnya penis Ridwan sedikit lebih kecil dari Ronggo, tapi efeknya sama saja bagi Arini, karena posisinya tersebut. ‘Abang….ohh…’Arini mendesah lega, merasakan pendakiannya dapat segera tuntas Arini tak malu-malu segera menggeliatkan pinggulnya mencoba menyerang sang penis. Arini mencobakan gaya tradisionalnya, gerakan pinggulnya memutar-mutar, dan maju mundur. Biasanya gerakannya ini merupakan responnya melayani Ronggo, memerah kejantanan suami dengan otot kemaluannya. Bakti istri terhadap suami memijat alat vital sang suami, didalam gerbang kehormatannya. ‘Hhhh….’ Arini mendesah sendiri saat gempuran ototnya ditandingi sang penis yang mulai menggosok. Geliatannya bukannya respon melayani, tetapi dorongan berahinya yang menuntut pemuasan. ‘Shhh..shhh..shhh..’Arini mendesah sendiri setiap gerakan pinggulnya berhasil menghasilkan desakan dikemaluannya. Gerakan pinggulnya semakin cepat tak terkendali. Kepala Arini tersentak-sentak kekiri dan kenanan, menahan desakan kenikmatan geliatannya berbuahkan hujaman keras silelaki. Tangannya mencoba menjangkau pinggang pria dihadapannya, agak sulit, lepas sendiri, dan kembali hanya meremas ujung bangku. ‘Bang..,ohh… Arini….ohh…’ pinggul Arini yang memutar segera dihantam penis Ridwan, setiap memutar segera dihantam, semakin buas. “Ohh,,, Arini…ohh sud…hh..sudah bang..shhh’ Ridwan setiap menghantamkan penisnya dengan cermat memandangi hasilnya, berupa wajah kuyu dengan mata berkerenyit terpejam, tersiksa didera kenikmatan, mendesah-desah, sesekali mengeluh keras. Puas sekali rasanya, dirinya sangat berterima kasih pada kunyuk kecil si Anton. Ridwan segera menyadari Arini sudah tiba pada pucak pendakiannya, dia ingin menyiksa sebuas-buasnya perempuan alim ini. Tapi dia teringat pesan si kunyuk. “Arini sayang… (penulis: sompret, sejak kapan jadi sayang-sayangan) ‘.. baca .. Arini sayang, baca…’ ‘Shhh…..’ oh iya…. mantera…ohh…mantera…’ hujaman Ridwan tidak berhenti sejenakpun karenanya, tetap jalan terus… Otak Arini kacau saat mulai mengarungi puncak kenikmatannya. ‘Arini..La paloma…’ Ridwan mengingatkan tak lupa menghujam semakin keras ‘Shh La pa hegg….La…la…hegg..paloma… ‘La paligi…’ Ridwan mengeja, dan kembali menghujam perlahan namun lebih keras. ‘Ohh..la palgggg…hhhh.ligi… ahhh’ Ridwan mengingatkan tapi juga dengan buas menghantam. Susah payah Arini melafalkan lanjutan mantera pendek tersebut, setiap mulai satu kata dirinya menerima hantaman keras. Gerakan pinggulnya sudah berhenti, digantikan geliatan tak teratur. Tubuhnya pasrah, sudah tidak mampu lagi memberikan serangan balasan. Dirinya dengan mudah segera lemah tak berdaya ditaklukan lelaki ini. Terutama akibat tidak siap menghadapi serangan kilat oral Ridwan dengan teknik khususnya.
Pinggulnya bergetar-getar menerima hantaman bertubi-tubi penis Ridwan. Tubuhnya sudah lunglai tak berdaya, meresapi puncak kepuasan melingkupi dirinya. ‘Ohhhh….abang… ohhhh….’ Arini menyatakan kepuasannya. Berterima kasih tentunya, dibantu menunaikan tugas menghindari aib, sekaligus mendapat bonus puncak gairah.
Menyadari Arini sudah sedemikian lunglai, Ridwan agak berkurang semangatnya. Pendakiannya masih panjang. Dia tidak menyukai menghantami batang pisang. Lelaki seumurnya sangat menginginkan wanita menggeliat-geliat dibawah siksaan birahinya.
Ridwan memutuskan beristirahat sejenak. Tangannya mejangkau tubuh mungil dihadapannya, menurunkan kedua paha dari pundaknya, menarik tangannya, mengangkatnya, tanpa melepas penis dikemaluan si perempuan. Ridwan membopong Arini, dan berbalik segera duduk setengah berselonjor dengan tubuh telanjang Arini dipangkuannya. Buset penisnya tetap menancap dengan baik. Arini terpaksa menekukkan lututnya, menyentuh dinding bangku. Tubuhnya lemas mendekap lelaki yang memangkunya. Kepalanya lunglai menyandar dibahu bidang. Tanganya berhasil menggayut dileher si lelaki. Arini terengah-engah menyesapi saat-saat berlalunya badai kenikmatan yang melanda. Pikirannya perlahan mulai kembali dari awang-awang. Mendapati dirinya bagai menunggang kuda, tengah mendekap dan duduk dipaha lelaki asing, …’ohh ibu… anunya…anunya mengganjal diliang kewanitaanya, Arini diserang rasa panik. ‘Aduhh…siapa lelaki ini yaaa’ Tapi dirinya juga segera menyadari dengan lega, sudah berhasil melaksakan kewajiban menambal mantera untuk mencegah aib akibat perbuatannya bersama Ronggo suaminya. Dirinya mulai berterima kasih kepada supir yang sedang memangkunya ini. Tapi ohhh anunya kok masih mengganjal keras…
‘Arini…bisik Ridwan semesra mungkin, bibirnya mengecup belakang telinga Arini yang tergolek dibahunya. ‘Arini sudah …..? (orgasme maksudnya) ‘err..sudah bang…’ Malu sekali dirinya telanjang dipangku lelaki yang namanya sama sekali tidak diketahuinya. Bahkan terpaksa mengakui sesuatu yang sebenarnya sangat intim yang mustahil diucapkan kelelaki asing.
Udara dingin mulai terasa membelai ketelanjangan tubuhnya, ihhh terasa agak dingin. Tapi pangkal pahanya masih terasa hangat membara, sisa pertempuran yang baru saja berlangsung. Tubuhnya yang lunglai bersandar didada Ridwan terasa menyenangkan menghalau dingin yang menyapu punggungnya yang telanjang. Benaknya memerintahkan agar dirinya segera menyudahi adegan ini mengerikan ini. Tapi kesopanannya menahan tubuhnya beranjak bangkit. Arini pasrah menunggu tindakan lelaki ini selanjutnya, dirinya berharap-harap cemas, mudah-mudahan bisa segera terlepas dari rasa malu yang mulai semakin merasukinya.
Geli kembali menyengat, saat dirasakan jari kasar meraba punggungnya, ‘Kulit adik halus sekali, lembut’ Ridwan memuji. ‘Lembut sekali, tidak pernah saya menjumpai kulit selembut ini’ rabaan Ridwan melebar, sebelah tangannya meraba sisi kiri tubuhnya, sebelah tangan lainnya setengah meremas pinggul kanannya. Sedikit rasa bangga menyeruak dalam diri Arini. ‘Tapi dik, yang hebat, Adik begitu panas menggairahkan’ Arini jengah mendengarnya, semakin bangga. ‘Tadi adik hebat sekali, luar biasa’ Tangan kiri meraba ketiak kanannya, membelai bulu ketiak, dan meremasnya’ Tangan kanan Ridwan memijit pangkal bokong belakangnya. ‘Ahhh…abang’ entah remasan atau pujian lelaki ini yang membuatnya mulai terlena. Arini meresapi remasan dan pijatan disekujur tubuh telanjangnya. Dirinya agak lupa ada tongkat keras yang masih terbenam. Ridwan mengecup dan menghisap ketiak Arini ‘Wah…harum sekali dik, mmmm….’ Giginya menggigit mesra ketiak Arini. ‘Abang…’ Arini menggeliat geli. Ridwan memiliki kesukaan berbeda, dirinya sangat menyukai ketiak wanita, karena baginya ketiak wanita memancarkan aroma yang tidak ada duanya. Baginya kemaluan wanita dan payudara merupakan hidangan penutup, hidangan utamanya adalah mencupang habis-habisan pangkal ketiak wanita.
Menikmati santapan yang sedang telanjang menunggangi dirinya, Ridwan mulai melahap ketiak kanan wanita ini. Bibirnya menyeruput keras bulu-bulu ketiak Arini, menghisap-hisap dengan mesra, sesekali giginya mencacah daging lunak disana, seolah menggaruk. Kembali Arini merasakan sensasi asing. Kembali dia menjumpai dirinya dalam posisi situasi yang sama sekali asing. Ketiaknya dijarah dengan cara yang sama sekali tidak pernah dibayangkan. Sensasi seperti tadi kembali merasuki dirinya. Tak sadar, Tangan mulai membalas dengan belaian kepala yang memberi rasa geli campur nikmat. Arini mendekap semesra dia mendekap suaminya.
Puas menjarah ketiak kanan, Ridwan menyapukan lidahnya disepanjang dada telanjang Arini yang hanya sebagain dilindungi bra cream, yang selama ini terlupakan. Ridwan mencari sasaran lain, ketiak kiri. ‘Shhh….’ Kasarnya lidah silekaki mengampelas kulit telanjang dadanya, menjangkiti Arini dengan percik birahi. Sang supir yang masih mengenakan kemeja seragam, mulai membantai ketiak kanannya. Meniupkan nafas panas, mengecupnya dengan lembut, membajak dengan lidah, menggaruknya dengan gigi, mengemutnya dengan kuat, bahkan mencupangnya dengan dahsyat. Bahkan terkadang seolah berniat mencabut bulu ketiak dengan gigitannya. Tubuh Arini mulai menggeliat, nikmat. Birahinya mulai kembali membara. Bagi Arini ulah Ridwan lebih banyak gelinya dari nikmatnya, tapi itu sudah lebih dari cukup membuat matanya merem-melek. ‘Abang…’ Arini mulai berharap bagian tubuh lainnya diperhatikan silelaki asing. Payudaranya mulai cemburu, biasanya yang menjadi pusat perhatian sekarang kok dianaktirikan. ‘Bang…geli…’ Arini mengeluh karena Ridwan kembali menjarah ketiaknya yang lain. ‘Shhh….’ Arini mulai tidak sabar merasakan Ridwan hanya berkonsentrasi diketiaknya. Arini menggeliatkan tubuhnya, mulai sengaja menyosorkan payudaranya kepipi Ridwan. Sial Ridwan cuek saja, bahkan giginya kembali menggigit agak keras. ‘Abang…geli….’ suara Arini seperti memprotes. Dirinya mengharap peningkatan tegangan kenikmatan, tapi tetap diabaikan. Dirinya malu sekali menyatakan keinginannya. Dirinya sudah mengehendaki payudaranya mulai dibantai. Ridwan mulai mengalihkan sasaran serangannya, lidahnya yang kasar kembali menggerus sepanjang dada mulus wanita alim ini, membuatnya menggelepar. ‘Ahhhh …sialll..’ kok cuman lewat. Benak Arini mulai kacau, ketika sasaran Ridwan ternyata ketiaknya yang sebelah lagi. Kembali Arini membusungkan dadanya, mengejar bibir Ridwan, tapi silelaki berkelit dengan mengemut ketiak Arini. Bila sedari tadi Arini dengan kealimannya menahan diri, membiarkan tubuh telanjangnya dikerjai lelaki asing, sekarang mulai tidak tahan menahan keinginan birahi yang telah membara. Kedua tangannya menggenggam sisi kepala silelaki dan dipaksanya dibenamkan ke pangkal payudaranya. Didekapkan kepala tersebut semesra mungkin. ‘Abangg…mmmm’ Suaranya sendu semesra mungkin, menyuarakan hasratnya akan peningkatan tegangan kenikmatan. Arini lega merasakan kecupan pada pangkal susunya. ‘Shhh…bangg…jangan berbekas” Arini kembali menggelinjang saat dirasakan adanya gigitan kuat dipangkal susunya. Bagai ibu yang menyusui anaknya, Arini mulai tidak malu memaksa Kepala Ridwan untuk tidak berpaling ketempat lain. Dibekapnya kepala itu kuat kuat. Selang beberapa saat Ridwan mulai kehabisan nafas, didirongnya tubuh Arini agar sedikit renggang, Dirinya mulai mengatur nafas, tangannya diperintahkan bertugas membelai kedua sisi tubuh Arini, mulai dari Ketiak ke pinggul, kepaha kelutut, dan kembali lagi keatas, berulang kali. ‘Adik hebat….sangat bergairah….’ Ridwan menyuarakan rayuan gombalnya, saat memandang wajah ayu yang terpejam, telanjang dihadapannya menunggangi dirinya. Arini memaksa matanya yang terpejam untuk terbuka, reflek tersenyum sayu menggambarkan rasa bangga dan nikmat. ‘Ahh abang…’ Arini menyorongkan wajahnya dan melumat ganas bibir silelaki, menghisap-hisap lidah Ridwan dengan kuat, mencoba membuktikan kebenaran bahwa dirinya memang hebat bergairah. Heh, Arini sudah lupa duniawi, akibat pujian dan belaian. ‘Mmmm…Arini….. hebat sekali tubuhmu’ Ketika Arini melepaskan lumatan bibirnya. Dia mendapati mata sang supir dalam keremangan malam, bersinar memancarkan kekaguman, menyapu sekujur tubuh telanjangnya yang sedang dalam posisi setengah berlutut menunggang. Dirinya merasakan belaian tangan yang sedemikan rajin membelai seluruh tubuhnya, tak pernah berhenti bertugas. ‘Ah,,,abang, masa…’ Suaranya bernadakan pengingkaran tetapi sungguh berharap hal itu benar. Berahinya semakin tak tertahan, kombinasi dan pujian mengacaukan otaknya. Dorongan api birahinya serasa disiram bensin pujian gombal. ‘Betul dik…sumpah’ Ridwan menyatakan sumpahnya dengan mengecup pangkal susunya. ‘Ah..abang bohongg…sshhh’ Dengan wajah mulai kemerahan menahan rasa bangga dan nikmat yang semakin melambung, kepala itu kembali dibenamkan didadanya. ‘Sungguh dik…abang gemass sekali, hmmpph’ Ridwan menghisap pangkal susu itu dengan kuat. Tak tertahankan kobaran birahinya, Arini sedikit menegakkan tubuhnya dan dengan gerakan indah menggairahkan membuka kaitan bra dipunggungnya, dan meloloskan bra itu melalui kedua sisi tangannya. Mencampakkan seolah sampah tak berguna. Seolah-olah berkata benda sialan itu dari tadi menghambat saja.
‘Yessss’ Ridwan tersentak gairahnya memandang adegan indah yang berlangsung singkat, sangat dekat dihadapannya. Sensasi ibu alim yang melakukan gerakan erotis, dalam posisi menunggang, telanjang, membuka kaitan bra, dan meloloskannya, dihadapan dirinya yang belum 30 menit berkenalan. ‘Kalau pelacur sih biasa, tapi ini ibu alim, coy, jangan- jangan nama gua pun dia nggak tahu’
‘Abang juga….nggg…hebat…’ Sopan santunnya membuat reflek menirukan membalas pujian. Wajahnya kembali memerah, jengah. Arini menutupinya dengan kembali mengecup Ridwan. ‘Hemmphhh hebat apa dik…’ Ridwan menggoda, ‘Abang nakal, shhh’ Arini gemas, membalas godaan itu dengan kasar menjambak sisupir dan membenamkannya kepuncak payudaranya. Kegemasannya dijadikan pembenaran, kerinduan payudaranya untuk segera dijamah. Oh lelaki ini kenapa membiarkan payudaraku begitu saja. “ayo…ayolah…hajar susuku…’ jeritnya dalam hati
‘Sshhh…..’ Efek perbuatannya bagai senjata makan ‘nyonya’ tubuhnya terhentak menerima lumatan dahsyat mulut Ridwan disusunya. Susunya yang sedang-sedang saja ukurannya, terasa diselomoti sebagian besar oleh mulut lelaki ini. Rasanya seperti hampir seluruhnya masuk kekerongkongannya. ‘Bang…ohhh’ Arini kembali menggeliat ketika Ridwan dengan ganas mengemut seluruh susunya keras sekali. Indah sekali pemandangan seorang ibu ayu yang kepalanya terhentak- hentak setiap kali menahan rasa, disusui dengan buas oleh lelaki dewasa. Hisapan Ridwan sangat dahsyat, dan memang itu keahliannya, teknik oral tingkat dasar, mengemut dengan sekuat tenaga. Berkali kali Arini menahan kenikmatan yang mengiringi jarahan disusunya. Berahinya mulai lepas kendali, sekarang bukan kepalanya yang tersentak, tetapi seluruh tubuhnya mulai bergelinjang.
Sedari tadi sekuat tenaga, Arini menahan bagian bawah tubuhnya untuk tidak bergerak, karena adanya ganjalan tongkat keras yang terpaksa harus rela dierami kewanitaannya tanpa daya. Dia ketakutan akibatnya kalau pinggulnya bergerak, oleh sebab itu sedapat mungkin bertahan. Akhirnya mana tahan.
‘Ohh…. abang…eghh’ tak tahan pentil susunya seolah tertelan kerongkongan si supir, pinggul Arini tersentak kedepan, menghujam perut Ridwan. ‘Ahh..dik….’ Arini sedikit menyadari kedua tangan lelaki ini kejang mencengkeram punggungnya saat hentakan pinggulnya tadi. Arini seolah tersadarkan gerakan pinggulnya menghujam kejantanan lelaki asing adalah bukan perbuatan yang pantas bagi wanita alim. Dirinya kembali menahan pinggulnya sekuat tenaga untuk tidak bergerak. Mendadak Ridwan menyerang susu kirinya, dekemotnya sedalam dan sekeras mungkin, bahkan terasa pentil yang sudah keras menyentuh tenggorokannya ‘Shhh…. Benak Arini kembali kacau didera kenikmatan ‘Ohh…ibu…nggak tahan lagi’ Terpaksa pinggulnya dilepas, kembali menghantam membalas dendam atas serangan kenikmatan. Ridwan yang mengetahui ibu alim ini mulai lepas kendali, meningkatkan serangannya. Tangan kanannya dengan keras mencengkeram punggung menahannya tak bergerak, tangan kirinya menyerang dari sisi mengepung ‘flank attack’, menjamah susu kanan Arini meremasnya dengan kuat. Arinig kejang menahan pinggul tapi tak kuat dan segera lepas kendali, kejang dan menggelinjang. Sensasi luar biasa dirasakan sitongkat keras.
Kedua mahluk ini tidak menyadari bahwa sitongkat keras saat ini menjadi korban perbuatan mereka. Tongkat itu digerus-gerus, diremas- remas oleh otot kewanitaan Arini yang setengah mati menahan pinggulnya untuk tidak bergerak, tetapi mulai sering lepas kendali, dan saat lepas dengan buas mencoba membantai sang tongkat. Ridwan menikmati sensasi luar biasa ini, bukan hanya kenikmatan genggaman kuat rahim Arini pada kejantanannya, tetapi lebih pada kelakuan ibu alim yang mulai melonjak-lonjak menunggangi dirinya, silelaki asing. ‘Ohhh…abang..ohhh’ Arini mulai menceracau, mulutnya tidak patuh lagi kepada otaknya. Demikian juga pinggulnya yang semakin sering menggelinjang.
Ridwan mengubah serangannya, sekarang tangan kirinya memelintir kuat pentil susu kanan Arini. Mulutnya sembari mengemut kuat menduselkan kuat-kuat wajahnya kesusu kiri dengan gerakan memutar searah jarum jam, perlahan. Tangan kanannya mencengkeram keras punggung, membenamkan kuku kekulit yang mulus. Menahannya untuk menggelepar.
‘Aduuhhh…bang..eghh’ Arini berusaha melonjak. Tidak tahan menerima kenikmatan susunya dirajam dengan keras, hanya pinggulnya yang dapat bergerak melampiaskan deraan nikmat. Dihantamkan kesatu arah, kepangkal sang tongkat. Setiap pinggulnya menghujam, mau tidak mau kewanitaannya mendapatkan serangan balasan yang setara dahsyatnya, otot kewanitaanya menabrak kejantanan yang demikian keras dan kokoh. Kekerasan tongkat itu mulai melambungkan birahinya kepuncak pendakiannya.
‘Shh …shhh … shhh’ Arini menarik nafas panjang dan mengeluh. Pinggulnya sudah lepas kendali, mulai bergerak sistematis. Setiap pinggulnya bergerak menghantam, kenikmatan menghujam dirinya, Arini semakin tidak tahan dan bergelinjang. Sekarang dirinya sudah dikuasai birahi, tidak ada lagi rasa malu, dirinya wanita baik-baik menunggangi lelaki lain, tidak dikenal lagi. Lonjakan pinggul Arini yang dihantamkan kepangkal paha silelaki, sangat teratur dan bertenaga, sebagai upaya menggapai kenikmatan yang mulai semakin membumbung tinggi.
‘Ohh…ohhh…’ lonjakan tubuhnya tidak cukup lagi mengimbangi kenikmatan yang menderanya, Bila sedari tadi Arini cenderung mendekap Ridwan, sekarang birahinya memerintahkan otaknya agar pinggulnya bisa lebih bebas, bisa lebih …
Arini, merangkulkan kedua tangannya dibelakang leher si supir, badannya direnggangkan sejauh mungkin. Dengan mengandalkan kekuatan pegangan tangannya, pinggul Arini berusaha lebih kuat menghantam. Berharap kewanitaanya dapat bertarung lebih hebat mematahkan kerasnya tongkat lelaki ini yang tidak juga patah dari tadi.
‘Hhhhh…hhhhh..hhhh…’ Efeknya malah berbalik, seluruh daerah suci kewanitaanya terbuka oleh hantaman balik pangkal paha sitongkat, klitnya malah tergerus habis-habisnya’ Sesaat berlalu, Ridwan merasakan remasan kewanitaan wanita ini semakin menjadi, matanya nanar menonton wanita alim berkelojotan menunggangi kejantanannya. Ridwan menyadari wanita ini perlu bantuan, dia menduga stamina ibu alim ini tidak seperti pekerja seks yang seluruh otot tubuhnya terlatih kuat untuk kegiatan ini. Ridwan memperhitungkan hanya pengejaran birahi sajalah yang mempertahankan sekian lama Arini melonjak-lonjak dipanggkuannya menggerus dan menghantami kejantanannya. Hal ini disadari ketika lonjakannya tidak lagi sistematis tapi mulai berkelojotan. Dia masih menginginkan beberapa saat lagi menikmati pemandangan sensasional dihadapannya, wajah ayu berkeringat, sayu dan eksotis, mata yang terpejam-pejam, kepala yang sesekali terhentak kebelakang, mulut yang terbuka lebar mencoba mengalirkan oksigen sebanyak- banyaknya, bergantian dengan erang kenikmatan setiap kewanitaanya menghantami kerasnya kejantanan, yang tetap kokoh bertahan.
Nich bantuan tiba, Ridwan bertindak: Dicengkeramnya kuat-kuat pinggul Arini, ‘Arini…kamu hebat..hhhh, ampun …. abang nggak tahan…ohh’ Ridwan menyuarakan kepura- puraanya, mengharapkan wanita alim ini memperoleh ’second wind’ (kayak petinju)
‘Hhhhh..hhhh..hhhh….’ Arini tersengal-sengal dalam gelinjangannya, dalam benaknya ‘ ohh …. untunglah dia sudah tak tahan…oh .. ini rasakan…inih rasakan.’ Arini kembali terbangkit semangatnya, dengan menghantamkan kembali secara teratur berkali-kali kewanitaanya di pangkal kejantanan selelaki. Tangan Ridwan sekarang bekerja keras dengan cengkeramannya, membantu menarik keras, setiap pinggul Arini bergerak, melipatgandakan efek hantaman. Ridwan memperlambat ritme hantaman pinggul wanita itu, yang segera dipatuhi Arini. ‘Abang…hhh …. nggg … Hin…. ohhh’ Arini menjelang tiba pada puncak yang sedari tadi digapainya. Ridwan seketika melipatgandakan kecepatan tarikan tangannya dipinggul sang wanita, bak piston mobil berkecepatan tinggi. Kejantanannya mulai dirasa berdenyut-denyut, menandakan sitongkat menginginkan segera melakukan lari sprint jarak pendek, mencapai finish.
‘Abangghhhh…’ Tak sadar Arini menjerit dengan suara seolah dari dalam dadanya bercampur hembusan nafas akibat kenikmatan yang terpompa dari sekujur tubuhnya. Tubuhnya ambruk dipelukan Rindwan, pinggulnya lemas tidak mampu digerakkannya, tapi ‘ohhhh …..’ tangan Ridwan dengan buas menarik dan mendorong pinggulnya dengan demikian kuat, dan demikian cepat. Sesaat Ridwan dengan ganasnya memaksa Arini bertahan mengarungi puncak birahinya, dengan menghantamkan kewanitaan Arini dengan cepat dan bertenaga. ‘Dik…baca..dik….’ Ridwan tetap teringat pesan simonyet. ‘Oh iya …Lapa hh la … la…eghhh..loma..’ Ridwan membantu mengeja Arini susah payah melafalkan, karena kemaluannya terus menghantami tongkat keras.
Arini merasakan tubuhnya sangat lunglai, dirinya bersyukur kerena supir asing ini benar-benar membantunya mencegah aib, sampai dua kali malah. Tetapi oh ..ohhh kejantanan itu masih terus menyiksannya, ‘Oh… ibu…sudah …sudah …oh ….’benaknya mulai mengharapkan disudahinya kenikmatan ini.
“bang….bang…sudah..bang…sudah…’ Sebelah tangan Arini yang lemas mencoba menahan pinggul silelaki, Arini lupa pinggulnyalah yang bergerak maju mundur menghantami tunggul sialan yang membenam dikemaluannya. Erang ketidakberdayaan ini, bagai simfoni indah ditelinga Ridwan, tidak sering dirinya mendengar perempuan mengerang menyerah menahan kenikmatan. Kejantannya mulai menggelegak. Tangannya mulai melemas, pikirannya memutuskan gerakan baru. Diangkatnya tubuh lemas dipangkuannya, dibaringkannya di sang wanita disepanjang bangku penumpang. Dengan susah payah, Ridwan berhasil mempertahankan tongkatnya tetap terbenam. Tubuhnya berputar mengikuti rebahan wanita ‘Ohh…’Arini lega, badainya mereda, ‘tapi ..aduh..apa lagi ini…’ pikirannya bertanya-tanya, tubuhnya masih terasa sangat lemas. Dirinya merasakan, sebelah kakinya terangkat lurus, ditumpukan kepundak silelaki. Ridwan bersiap mengambil posisi, kaki kirinya jongkok terlipat dibangku, sejajar dan disisi luar paha kanan Arini, terjepit antara paha dan jok sandaran kursi. Kaki kiri Arini dipanggul dibahunya. Kaki kanannya menggapai-gapai mencari pijakan dilantai bis. Sip, sudah OK. Ridwan mengatur nafas sebentar, bersantai sejenak. Diiturunkan pantatnya menduduki paha kiri Arini, hangat. Dibuka kemeja seragamnya, telanjang full. Dibelainya betis halus yang menempel dipipinya. Dicakarkannya kukunya dari betis itu turun kepangkal paha Arini, cakaran mesra. Matanya memandang kebawah. ‘Dik…, sabar ya..’ ‘Bang sudah bang…’ Arini sedikit menghiba. Matanya terbuka dan mendapati pemandangan yang sudah sering dilihatnya, memandang sembari telentang wajah lelaki diatasnya, siap menyerbu. Yang agak beda wajah ini sangat asing, tidak dikenalnya, namanya saja tidak tahu. Tubuh yang siap menggumulinya ini, tampak agak gemuk setelah lepas dari kemejanya. Tapi yang jelas barang keras terbenam didalam dirinya, ohhh sebentar lagi akan menjadi buas.
Bukannya kasihan, Suara desaan Arini, bagaikan cambuk melecut punggung kuda, Birahi Ridwan kembali menggelegak, pinggulnya mulai menekan, perlahan tapi kuat. “Aduhh bang …. sudah…’ mecoba menghiba ‘Sebentar sayang…kasihan dong sama abang..’ kembali menghujam dan menghujam ‘Ohh..bang…tapi… ohh cepat ya bang..ohh’ Walaupun lemas, kenikmatan kembali menjalarinya, Kedua tangannya sekarang berhasil menjamah pinggul silelaki, menekapnya dan mengikuti hujamannya, seolah-olah mengawasi agar silelaki tidak berlama-lama. Ridwan semakin merasakan gelegak kejantanannya mulai mendekati tujuan, hujaman kejantanannya tetap dipertahankan ritmenya tetapi dengan tekanan semakin keras menggerus dinding kemaluan siwanita, bergantian sisi kiri sisi kanan sisi atas sisi bawah. ‘Ohh.. sudah..bang sudah…’ Kenikmatan kembali menyeruak, Arini kembali menghiba agar kenikmatan itu segera berakhir. Tubuhnya kembali menggelinjang. Desahan Arini semakin memacu Ridwan, dia menyadari sedikit lagi mencapai puncaknya. Sembari menghujam, batang paha Arini yang ada dipelukannya didorongnya merapat ketubuh pemiliknya, ditindihnya. Tubuhnya mengikuti menekan paha itu menghimpit perut dan dada siwanita. Hujamannya semakin bertenaga. ‘Hhhhh….dik….hhh….’ ‘Ohh …bangg…ohh sudah…’ Tetapi tangan Arini yang memegang lemas pinggang silelaki, yang tadinya berniat mengawasi agar tidak lama-lama, sekarang membantu pinggul itu bergerak maju mundur. Dengan sisa sisa tenaganya, tangan itu mencoba membantu. ‘Adik …kemu hebat…hhhh..hebat…’ sembari mempercepat hantamannya’ Tangan Arini terbangkit semangatnya mendengar pujian tersebut, dalam gapaian sisa-sisa kenikmatan, tangan Arini berinisiatif mempercepat hantaman dan tarikan pinggul Ridwan. ‘Adik…hhh…abang…hhhh…sampai’ Kejantanannya meledak, memuntahkan bara panas. Ridwan menikmati sepenuhnya keberuntungannya menggapai puncak kenikmatan dengan menyetubuhi ibu alim ini. Saat- saat ledakan, hujaman pinggul Ridwan sedemikian keras membawa kejantanannya mendalami kewanitaan Arini. Sesaat walaupun sudah meledak, Ridwan sekuat tenaga menggapai-gapai pucaknya dengan hujaman- hujaman keras, dengan ritme cepat menuruti gayutan jemari wanita dipinggulnya yang menghelanya tetap menghujam. “Bang..ohh…’ Tanda sampainya lelaki yang sedari tadi menyiksanya dengan kenikmatan, sontak menghentakkan Arini dalam sensani kenikmatan. Dirinya seolah-olah mau membalas dendam, menghentakkan pinggul silelaki kepangkal pahanya, semakin cepat, mumpung sitongkat masih perkasa. Arini menguatkan diri menerima hujaman sang supir diujung perjalanannya, tangannya membantu pinggul itu untuk terus menghantam disisa momentum perjuangannya, sampai …
 
Ridwan mengangkat tubuhnya, melepas jepitan pada paha si ibu alim, melepaskan paha itu untuk lurus, rapat dengan kaki kanannya. ‘Adik…hebat…’ Ridwan mendekap tubuh telanjang dalam himpitannya semesra mungkin, terasa payudara kenyal hangat didadanya, terasa berdetak-detak dan terengah-engah. Kejantanan Ridwan masih mempertahankan sisa-sisa keperkasaannya, masih terasa keras dikewanitaan Arini, yang sedemikian hangat. Ridwan berulang membisikan pujian ketelinga Arini, betapa menggairahkannya dia. Arini, dalam dekapan lelaki asing, tak berhenti merasakan sisa-sisa kenikmatan dari tongkat yang masih cukup keras menancap dalam tubuhnya. Dirinya sangat bangga dibisikan pujian, walaupun gombal, tetapi dengan tongkat yang mengganjal, ohh ruarr biasa. ‘Abang…ohh…abang …’ Arini balas mendekap lelaki asing ini dengan mesra. Dikejarnya sisa-sisa kenikmatan, dengan menggerakkan kedua pahanya memassage dengan liang kewanitaannya, tongkat yang sudah pasti sudah sangat lelah, akibat memberikannya kenikmatan yang luar biasa. ‘Adik…oh adik sayang…’Ridwan semakin erat mendekap, dibiarkannya berat badannya membebani pangkal paha Arini. ‘Mmmmm abang…’ Arini terus menggerakkan perlahan tapi bertenaga kedua pangkal pahanya memeras kejantanan dengan otot pahanya. Karena indahnya pujian dan sisa-sisa kenikmatan setiap kewanitaannya memeras si tongkat ‘Adik…ohh…enak sekali…dik…kamu hebat sekali…’ Diresapinya massage spesial ala Arini, usai pendakian puncak kenikmatan yang melelahkan. Entah berapa lama berlalu kegiatan massage spesial ini. Sampai akhirnya Arini kelelahan memassage dan si tongkat tidak mampu lagi, lunglai dalam genggaman hangat liang kewanitaan, dan akhirnya lepas.
‘Dik…lebih baik kamu tidur di kabin VIP, disini sebentar lagi akan pengap’ ‘Iya bang’ ‘Sukurlah, tugas mengindari bencana dan aib sudah usai, dua kali sudah ia berhasil menambal mantera yang dirusaknya. Betapa berterima kasih dirinya kepada lelaki ini, juga tidak lupa kepada anak kecil yang tadi.
Di sore kedua perjalanan, bis sudah jauh memasuki wilayah Sumatera Selatan, menuju Lahat. Melewati magrib, kedua anaknya yang tampak lelah setelah seharian bermain gembira, diatur tidurnya oleh ibunya. Arini mengambil duduk disisi suaminya, dibagian jendela. Ronggo merasa bosan 24 jam lebih didalam bis ini, dia mencari kegiatan lain. Dimiringkannya posisi duduknya yang setengah berbaring, dibangku reclining seat, miring menghadap Arini. Tangannya bergerilya memasuki bagian bawah baju terusan panjang, mulai merayapi bagian- bagian peka istrinya. Arini meresapinya. Berlama-lama tangan Ronggo merayap kemana-mana mencoba membangkitkan gairah istrinya, didalam lindungan baju terusan panjang. Dikecupnya sisi telinganya. ‘mmmmm abang’ bisik Arini. Gairahnya bangkit ‘Ndun…ke wc lagi yukk’, Arini mengerti apa yang dikehendaki suaminya. ‘Jangan ah bang’ dirinya ngeri membayangkan konsekuensinya ‘Ayolah Ndun…’Ronggo sedikit memaksa, jarang sekali Arini menolak keinginan seks suaminya, maklum wanita tradisional yang penuh pengabdian. ‘Tapi bang…’ ‘Ayolah…’ ‘Nggak ah bang… sini saja’ Tubuh Arini dimiringkan menghadap suaminya, kedua tangannya bekerja cepat membuka kancing celana Ronggo dan langsung menyelusup masuk kedalam celana dalam, menyergap sepotong daging kenyal yang tampak tidak siap. Tidak siap disergap dan diremas-remas daging itu mulai meronta, mengeras dan menggeliat, hidup dalam genggaman siistri. Arini mengerahkan kemampuanya membetot kejantanan yang mengeras dan memerah pangkal kemaluan suaminya. ‘Ronggo yang agak kecewa, dengan penolakan Arini, menikmati saja serangan Arini. Terobati sedikit kekecewaannya dengan service istrinya. Tangan kirinya yang terhimpit tubuh Arini, mencoba meremas payudara, tangan kanannya yang bebas membelai sekujur tubuh.
Alat vitalnya yang langsung disergap dengan cepat membawa Ronggo menuju gejolak kenikmatan. Istrinya lumayan hebat mempermainkan batang kemaluan dan buah pelirnya, walaupun terhambat celana panjang dan celana dalam yang tidak dilepas. Ibarat menyanyikan lagu, Arini berhasil menyanyikan lagu Ronggo sampai bagian intro pembuka, untuk memasuki bagian selanjutnya, tampaknya sangat sulit. Berlama-lama Arinig mengerahkan semua kemampuannya, tapi hasilnya hanya sampai pada titik itu. Arini bertekad tidak akan berhubungan badan, di wc sialan itu, tidak terbayangkan konsekuensi yang harus ditanggungnya nanti. Sehingga memutuskan untuk melayani suaminya disini. Tangannya mulai lelah, tampaknya kemajuan semakin lambat. Otaknya berpikir keras. Bagaimana ini? Memang demikian, semakin menghadapi masalah, semakin otak manusia bekerja keras. Dia terbayang kejadian kemarin, kewanitaannya dilahap dengan rakus oleh lelaki asing, ohh… mungkin bisa ditiru. Perlu diketahui, Arini sama sekali tidak pernah melakukan oral seks, dioral pernah, oleh suaminya dulu diawal perkawinannya. Ronggo tidak pernah mendorong istrinya untuk melakukan oral. Kegiatan itu bagi Arini lebih seperti dongeng yang tabu untuk didengarkan. Tetapi benaknya tidak mampu melupakan kejadian kemarin malam dioral oleh lelaki asing. Arini memutuskan meniru kejadian kemarin, sebagian akibat tangannya yang mulai lemas, sebagian mungkin karena mengurangi rasa bersalah bagian suci dirinya dioral lelaki lain, sebagian teringat gairah kemarin. Arini menguatkan dirinya. ‘Mas…angkat…’ tangannya mempelorotkan sedikit celana panjang suaminya, Ronggo membantu dengan mengangkat pinggulnya, celana dan celana dalam terpelorot sedikit, melepaskan kejantanan Ronggo mengacung tegak. Dibungkukkannya tubuhnya, seolah oleh hendak tidur dipangkuan suaminya, dikulumnya topi baja itu, membuat Ronggo tersengat. Kaget dirinya mendapati Arini melakukan oral. Kekecewaan Ronggo terhapus, digantinya sensasi baru, istrinya melakukan sesuatu yang sangat diluar dugaan. ‘Ok dehh’ Dalam dua hari Ronggo mendapati dirinya dua kali kembali dalam posisi defensif, tangannya hanya mampu meremas payudara, dan sebagian sisi tubuh istrinya. Singkat kata: Sampai juga Ronggo dipuncak kepuasannya walaupun tidak maksimal Sedangkan Arini hanya sampai stater mesin untuk pemanasan, tapi pemanasannya lumayan lama, selama dirinya mengulum dan menyedot kejantanan sang suami. Berahinya terbangkit dibelai-belai suaminya tercinta. Sama sekali hal itu tidak menjadi masalah, yang penting suaminya terpuaskan. Toh dirinya kemarin baru mengalami sensasi luar biasa.
‘Bapak ibu silahkan turun berisirahat, kita berhenti direstoran Begadang ini selama setengah jam’ Supir mengumumkan, membangunkan seluruh penumpang, sudah jam 8 malam.
Arini sangat malu ketika melewati sang supir yang meliriknya dengan tajam. Keduanya berhasil menyembunyikan dengan baik apa yang telah terjadi. Berpapasan biasa saja. Di bawah, kondektur sibuk membantu para penumpang turun dari tangga bis yang lumayan tinggi kepermukaan tanah. Terutama anak kecil yang harus diangkat turun. Terhadap para wanita sikondektur siap mengulurkan tangan, sambil mengarahkan ‘kamar kecil kekiri terus kekanan’ demikian berulang-ulang.
Saat tiba giliran Arinig, Anton menyambut tangan Arini, tapi khusus tangan ini, diremasnya dengan mesra walaupun sekejap, sambil berbisik ‘Kak…dari kemarin anuku ngilu, sering tegak terus terusan sampai sakit sekali’ Anton menebar pancing. Arini kaget mendengarnya, dia ingat kemarin anak kecil ini membantunya menambal mantera dengan ‘ihhh’ anunya yang besar, dan dia yakin, seyakin-yakinnya Anton tidak orgasme, tidak muncrat maninya. Oooo mungkin itu masalahnya. ‘Bang Ronggo duluan, termos air panas ketinggalan’ Arini mencari cara untuk berbicara dengan Anton, dia kembali naik pura-pura mengambil termos, ketika berpapas dengan supir, anggukan supir dibalasnya dengan muka merah. Ridwan memandang dari atas, buset monyet ini sedang ngomong apa tuh dengan Arini. ‘Anton, ada tempat bebas, biar saya bisa periksa..’ Arini berbisik dengan prihatin saat turun diri tangga bis dibantu kondektur, membayangkan betapa tersiksanya anak ini akibat membantu dirinya. Yess…. Anton bersorak dalam hati. ‘Ee disini tidak ada kak, subuh nanti di …., kita beristirahat agak lama’ ‘Tahan ya Anton, sampai nanti’
Subuh, sepanjang malam Anton mengambil alih kemudi bertindak sebagai supir serap memberikan kesempatan supir tidur. Anton membuat pengumuman ‘Bapak-ibu sekalian kita sampai direstoran …, disini silahkan berisirahat lebih lama, satu setengah jam, silahkan mandi, karena nanti siang mudah-mudahan kita sampai ditujuan’
Saat ada peluang berbicara, ‘Kak sepanjang malam tersiksa banget dehh, anuku tegang terus, gimana kak?’ Anton memamerkan tampang lugunya. ‘Iya, kita cari tempat untuk kakak bisa periksa’ Arini prihatin. ‘Oh terima kasih kak, Gini aja setengah jam lagi, kakak saya tunggu di sana, area istirahat supir, lurus, nanti masuk kekiri, cari pintu yang ada stiker bis ini, gampang kok’
‘Bang, bangun kita sampai di ….,’ nanti saya tidur sebentar dikamar Anton meninggalkan Ridwan yang sudah terjaga bangun, mengecek kondisi bis, memerintahkan kru darat untuk mencuci bis dan segalanya, dengan cepat menyantap jatah kru bis. Dirinya melangkah kearea penumpang yang sedang sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Tampak keluarga Ronggo sedang sibuk dimeja makan, Anton memperhatikan seorang ibu ayu sedang menyisir rambut anaknya yang sedang menyantap hidangan dihadapannya. Tampaknya keluarga Ronggo sudah hampir selesai membersihkan diri, dan tinggal menyantap hidangan subuh. Anton sengaja lewat agak dekat dengan meja tersebut, yang segera terlihat oleh Arini, lirikannya memperhatikan kemana arah anak itu. ‘Anak-anak jangan nakal yaa, kalau mau main, harus dengan papa’ Arini berbisik ‘Bang, Arini mau mandi, kotor sekali rasanya, apalagi abang nakal terus dari kemarin’ Ronggo geli mendengarnya ‘Gih sono… awas jangan ngabisin air, kasihan penumpang lain’
‘Mana ya pintu dengan stiker bis …,’ mata Arini menjelajah deretan 4 kamar, ‘nah itu dia’ Dirinya memberanikan diri membuka pintu tanpa mengetuk, kriyetttt, pintu murahan menjerit. ‘Kakak?’ terdengar sahutan dari dalam ‘Masuk saja saya lagi diwc’ Kamar istirahat supir dilengkapi dengan WC sederhana. Salah satu servis restoran ini, yang membuat para supir menyukai singgah disini, karena tidak perlu berebut toilet dengan penumpang, bahkan perusahaan bis bisa menyediakan sabun odol dll. Sedangkan tempat tidurnya hanya berupa bale-bale dari papan yang mengisi hampir seluruh ruang itu.
Anton di wc, baru selesai membasuh tubuh ala koboi, dan dengan cepat melakukan masturbasi, memaksa penisnya untuk segera bangkit. Sensasi akan ditumpahi kasih sayang seorang ibu memudahkan penisnya menegang. Dengan cepat dia mengenakan baju dan melangkah keluar. ‘Kak…sukurlah kakak datang’ Anton melangkah mengunci pintu. Arini yang sejenak sempat memperhatikan isi ruang, melangkah duduk diujung dipan, karena sama sekali tidak ada kursi. ‘Anton sini coba kakak lihat’ Arini mencermati memang ada tonjolan keras dicelana remaja ini yang coba ditutupi kemeja seragam yang dikeluarkannya. (Kena luhh: emang siotong baru dibangunin) ‘Coba buka celananya,’ Jengah juga Arini berkata demikian, tetapi kesannya terhadap anak ini sudah demikian kuat, bahwa dia menderita karena membantu dirinya menebus aib. ‘Kok masih malu’ Ujar Arini menguatkan diri, melihat anak itu tertunduk malu. Arini berinisiatif membuka kancing celana, bak menanggalkan baju anaknya yang masih balita yang berdiri dihadapnnya. Bedanya kalau anaknya setinggi pinggangnya sehingga dirninya harus membungkuk atau berlutut, anak ini menjulang tinggi dihadapannya, sehingga Arini tak perlu membungkuk. Dengan sigap anton melangkahkan kaki membantu celananya lepas. Tonjolan keras dibalik celana dalam tidak terlalu jelas terlihat karena terhalang bagian bawah kemeja. Arini melanjutkan memeloroti celana dalam itu. …Tuingggg… teracunglah tongkat keras sianak Ihh… Arini terpana, baru sekarang benar-benar disadarinya onderdil anak ini benar-benar onderdil orang dewasa. ‘Ohhh….pantesan…’ Dirinya segera teringat betapa dahsyatnya benda itu kemarin mengaduk dirinya. Ohh bukan, dirinya yang mengaduk benda itu. Anak ini benar-benar tidak mengerti. Dirinya mendadak dilanda sensasi aneh. Bila tadi niatnya 100% akan mengobati anaknya yang sakit, sekarang mau tidak mau dadanya berdegup kencang membayangkan alternatif pengobatan apa yang harus dilakukannya. ‘Ohh ibu…. gimana cara menolong anak ini, kasihan sekali dia’ benaknya berpikir keras. Glek…, Arini menelan ludahnya sendiri terbakar sensasi. Diraihnya tongkat itu, dicermatinya, betul, tidak disunat, dibelainya lembut ‘Ngilu….’ ‘Tidak kak…’ ‘Rasanya sih, kamu harus ejakulasi untuk masalah ini’ ‘Eeee…sering denger sih kak, tapi cuman denger doang, katanya sih muncratin mani, betul ya kak? ‘Kira-kira demikian’ Pusing Arini menjelaskan kepada anak kecil tentang hubungan sex, apa lagi dibawah todongan ‘this big gun’ ‘Oooo gitu, saya pernah lihat kawan gosok sendiri anunya, saya pernah mencoba menirunya, tapi malah sakit dan lecet’ Ujar Anton dengan kebegoan semaksimal mungkin. ‘Gini deh, coba kakak yang gosok, sini baring, buka dulu bajunya’ Arini terdorong bergerak sigap didesak rasa aneh, menarik anton ke dipan dan mendorongnya rebah, usai menanggalkan baju. Dirinya ingat beberapa saat berselang menggosok barang suaminya. ‘Eee…iya…iya kak…’Respon Anton dengan malu-malu. Arini bersimpuh disisi tubuh remaja yang telanjang telentang, dengan tugu monas menjulang seakan hendak menggapai langit-langit kamar. Arini kembali menelan ludah, dan berdebar-debar dengan niatnya memasturbasi anak ini. Tangan kanannya meremas batang penis secara perlahan-lahan, biji kemaluannya dibelai selembut mungkin. Penuh konsentrasi Arini melakukan pengobatan, dibelainya, diremas, dibetot, lembut, sedang, keras, sekeras mungkin. Berbagai teknik dikeluarkannya (padahal tekniknya cuma dua saja lho), sekian menit berlalu, tidak-ada tanda- tanda perubahan, hanya tongkat yang mengacung keras. Diliriknya wajah sianak, yang masih tetap lugu, dengan wajah menunjukkan ketidak- mengertian. Sekian menit berlalu, Berkali-kali Arini menelan ludahnya, dirinya mulai terbakar sendiri api birahi, entah sisa tadi malam, atau karena sekian lama ditodong penis keras yang menjulang dihadapnya. ‘Bagaimana Ton…’ Arini sedikit terengah, ‘Bagaimana apanya kak…’ Anton menjawab lugu, dirinya mulai berjuang mengendalikan siotong yang mulai merasa tersiksa kenikmatan. Ayo tong… tahan…tahan….’ katanya dalam hati. ‘Aduh ini anak…. gimana yahhh…pegel juga nih, wah nggak bisa lama- lama nih…ohh langsung cara itu saja.’ Gejolak birahi dan tuntutan situasi kondisi, terutama mepetnya waktu, membuat otaknya memutuskan melakukan pengobatan ekstrim. ‘Kakak coba cara lain yaa…’ ‘Iya kak…’ Dengan satu gerakan cepat dan indah, Arini menanggalkan seluruh pakaiannya, eksotis sekali. Telanjang bulat. Anton terbelalak dibuatnya, terbelalak bernafsu. Arini bergerak mengangkangi, merebahkan diri, telungkup diatas tubuh sang remaja, diletakkannya kejantanan anton dalam jepitan pangkal pahanya, uhhh terasa sekali mengganjal dalam jepitan pangkal pahanya. ‘Ohhhh hangat sekali anu anak ini,’ benak Arini mulai kacau, sudah campur antara niat pengobatan dan niat birahi. ‘Anton coba, jangan nahan-nahan, kalau enak bilang ya…’ Arini mendekap erat, dan berbisik agak parau. Mayakinkan pasien untuk tabah menahan terapi pengobatan. ‘Kakak baik sekali’, Anton balas mendekap erat, tangannya mulai menjamahi punggung halus wanita ini. Membuat bulu-bulu halus disitu merinding. ‘Wuiiii …berhasil…’ Anton tersenyum menyeringai mulai nampak senyum pornonya. Untung tidak terlihat Arini yang wajahnya mendekap dipundak siremaja, mencari kekuatan. Pangkal paha Arini mulai menjepit batang keras, dalam gerakan lambat, mirip gerakan berenang gaya lumba-lumba, kedua pangkal pahanya memeras keras batang keras si remaja. Tubuhnya didekapkan serapat mungkin, seolah-olah tidak menginginkan sesuatu menghalangi tubuhnya yang telanjang membekap tubuh telanjang yang ditindihnya. Arini menautkan kedua pergelangan kakinya memantapkan posisi agar pangkal pahanya mampu menggerus maksimal.
Anton sangat menikmati beban tubuh harum, yang menekannya, tidak perlu terlalu didekap sudah demikian rapat, mesra. Terasa batang kerasnya digerus-gerus, bahkan sesekali tersiram kehangatan saat menyentuh gundukan bukit kecil dipangkal paha itu. ‘Sedap…’ pikirnya dalam hati.
‘Hhhh… anton bagaimana? Ngilu atau bagaimana?’ Dengan sedikit terengah Arini mengkonfirmasi terapinya apakah menghasilkan sesuatu. ‘Anton…santai saja…hhh’ Ujarnya sambil pangkal pahanya terus menggerus ‘Hhh… jangan ditahan Ton…, bilang yaa kalau …hhh… enak’ Arini sendiri merasakan keenakan saat melakukan terapi tersebut. ‘Ohh…kakak.. aduh kak…ngilu…tapi kak…terus aja… mulai enak…’ Anton memberikan semangat, setengah tertawa menikmati tubuh telanjang menggeliat-geliat tengkurap diatas tubuhnya. ‘Ahhh ngilu..kakak…ahhh..enak..’ Anton sengaja sedikit menyuarakan kenikmatan yang dirasakannya. Setiap kali Arini menggeliatkan pangkal pahanya. ‘Ohh Anton tahan saja ngilunya…hhh’ Arini mulai menginginkan terapi ini berhasil, karena setiap pangkal pahanya memeras, kenikmatan semakin menyeruak tubuhnya. ‘Kak aduh…kak aduh…’ Anton semakin menyemangati, merasakan geliatan tubuh Arini, semakin cepat dan dan semakin kuat memeras kejantanannya, sesekali tubuh Arini mulai mengejang kenikmatan. ‘Hebat juga ibu ini, perasan pahanya dahsyat, jauh lebih hebat dari empotan si Nuning’ Pikir Anton, mengenang cewe anak penjaga warung di kapal fery. ‘Anton…kakak…hhh…tahan’ Arini mulai melenguh kenikmatan, semakin berkelojotan. Perasannya semakin keras dan mulai tidak teratur. Anton tersenyum nakal dan berniat menggoda, ‘Kak…aduh kak…aduh… agak ngilu..’ ‘Hhhh…sabar Anton…hhh tahan..shhh..’ Otaknya semakin kacau, mulai lupa, bahwa dirinya yang seharusnya mengobati anak ini, tapi karena didera kenikmatan birahi setiap pangkal pahanya menggerus, Arini semakin buas. Tubuhnya mulai menggelepar tengkurap, mengupayakan ganjalan keras tongkat itu menggerus pangkal kewanitaannya, setiap pahanya menjepit. Nafasnya semakin terengah-engah mengejar kenikmatan. Arini sudah mulai melupakan niatnya melakuan pengobatan. ‘Kak..ahhh…kak..ahhh…’ Anton sengaja menyuarakan sinyal tidak jelas antara ngilu atau enak. ‘Anton…ohh anton….ohhh shhh….’ pasti anak ini keenakan, pikirannya mengabaikan kemungkinan bahwa sianak kesakitan, dirinya sudah menggelepar tak terkendali, pangkal pahanya lebih sering kejang- kejang. Berahinya sudah mengambil alih peranan otaknya. Tubuhnya sudah menuntut hak kepuasan. “ohhh….anu anak itu…pasti lebih baik diobati didalam’ birahinya menjustifikasi, membenarkan kehendaknya. ‘Ton…shhh…coba cara lain….hhh…’ Arini asal ucap, membodohi anak ini, mengejar kenikmatan. Tubuhnya bangkit bersimpuh mengangkang diatas perut siremaja. Mulutnya terbuka terengah-engah mencari oksigen sebanyak-banyaknya, matanya terpejam kuat, menahan nikmat. Anton tersenyum dalam hati menatap pemandangan ini, ‘buset buaya mau dikadalin’ Pemandangan luar biasa sensasional, seorang ibu alim berkelojotan dengan mata terpejam menggapai-gapai kenikmatan, dihadapannya, menebarkan bualan tingkat elementer. Arini mengangkat pahanya setengah berjongkok seperti di closet, menggapai tongkat keras, ‘ohhh berabe nggak yah ukurannya’ saat detik- detik mengarahkan meriam itu kesasaran, lubang kewanitaan yang sudah basah kuyup dilanda hujan badai, ditekannya sedikit, sleppp masuk. ‘Ohhh…’ sesak dirasakannya, seolah ada yang menyumbat pernafasannya, saat kepala tongkat dipaksa masuk, nyelip sedikit. ‘Hhhhhh…..egghhh’ Arini menghembuskan nafas panjang bagai mengedan saat menekan bagian bawah perutnya turun kebawah ,’Ohh ibu…gimana nih, …sesak…’Ratapnya dalam hati’ Sleppp, sepertiga masuk. Menatap si ibu kesulitan, berhenti ditengah jalan, Anton berupaya menyemangati ‘Kakhhh…ahhh…ngilu…ahh tapi enak kak…oh kakak…’ Siibu terlecut semangatnya, ‘oh..sudah betul..ohh… sedikit lagi’ Dia menarik nafas panjang dan mulai menekankan kembali bagian bawah tubuhnya, sungguh perjuangan berat, sambil mengedan panjang, tubuhnya mengejang kuat…bless…. Masuk lebih dari dua pertiga. ‘Ohhh….kakak nggak kuat…’ Arini ambruk diatas tubuh siremaja, menggelepar. Lemas akibat terasa sedemikian sesak mengganjal kewanitaanya. Rasanya tak kuat lagi menekan lebih lanjut. Yess, Anton puas sekali, ibu alim ini menggelepar telanjang. Kepuasan ini bagi anton lebih dari orgasme, inilah orgasme yang sebenarnya.
Tiba saatnya bagi Anton untuk membalas budi. Dimainkannya teknik kegelnya, didenyut-denyutkannya batang kemaluan yang tercengkeram keras diharibaan Arini. Tanpa badannya bergerak sedikitpun juga. ‘Ohhh..ohhh..ohhh…’ Arini bagai terlonjak ‘aduh,,, anu itu kok bisa kayak gitu..ohh’ Benak Arini kembali kacau, belum reda siksa nikmat setelah gagal berupaya membenamkan barang keras karena demikian sesak mengganjal, barang itu seolah meronta-ronta dalam bekapannya. Otot kemaluannya bekerja keras membekap sitongkat yang seolah-olah berjuang melepaskan diri. ‘Kak…ngilu..ohh kakak ….’ Anton berpura-pura menyemangati Iba timbul dalam diri Arini, mungkin pengobatannya kurang pas, sekuat tenaga dihalaunya dorongan birahi untuk terus mendekap dan menggelepar, perlahan tubuhnya mulai beranjak bangkit, hendak menyudahi kegiatan dokter-dokteran ini. Tampak dibawahnya wajah imut- imut itu menatapnya, sejuta rasa bergejolak didada Arini. ‘Nggak pah-apah kak …hhh, coba lagi…tadi ngilu banget tapi yang terakhir ngilunya kok lain ya kak?. Tangan Anton mencengeram keras pinggul Arini mencegah untuk beranjak. Kembali didenyutkan penisnya ‘Ohhh …betul…ohhh betul…kamu tidak apa-apa kanhhhh?’ Arini mendesah, pucuk dicinta ulam tiba, ‘dirinya kembali mengeluh menahan siksa nikmat rontaan penis itu. Cengkeraman anak itu dipinggulnya, dinilainya akibat reaksi positif pengobatan yang dilakukannya. Sebentar saja akal sehatnya melenakan desakan birahi, secepat itu birahinya melonjak, birahinya langsung mengambil alih kendali, Arini kembali ambruk dan menggeleparkan diri diatas tubuh Anton. Tubuhnya menggeliat-geliat menggapai puncak kenikmatan yang sedari tadi menderanya. Bagian bawah perutnya hanya mampu terkejang-kejang menahan rontaan penis sang anak. Anton membantunya dengan cengkeraman kuat dibokongnya, meremas- remasnya dengan kuat. Lenguhan dan engahan nafas siibu, membuat Anton tahu, bahwa puncak pendakian si ibu segera tiba. Diselipkan tangan kanannya kedada, diraihnya susu kiri si ibu, diremasnya dengan kuat. ‘Oh Anton…’ Merasakan sumber kenikmatan lain, didadanya Arini agak sedikit mengangkat wajahnya “Kakak…Anton sayang kakak …., enak kak..’ Disambarnya bibir siibu, dilumatnya dengan ganas, tangan kirinya mencengkeram kuat punggung Arini menahannya bergerak, tangan kanannya rapat didadanya membantai payudara yang mengganjal didadanya, dengan remasan-remasan buas, terkadang mencakar. Denyutan kegelnya dimaksimalkan. Demikian Anton menghantarkan sang ibu alim kepuncak pendakiannya. ‘Hemmphhhh,’ Hanya pinggulnya lah yang dapat bergerak bebas, menjangkau puncak berahi, dengan geleparan liar tak menentu. ‘Ohhhhhhhh….’ Dalam satu desahan melepas nafas panjang, seolah jauh dari dasar rahimnya, Arini meledak. Kepalanya melepaskan diri dari sergapan lumatan sianak, untuk bernafas. Pinggulnya terkejang-kejang, dirinya terasa kembali terbang keawang-awang, ‘Ohh anak ini, kok baik sekali’, batinnya berujar merasakan tangan sianak memberinya sensasi kenikmatan tiada taranya dengan meremasi payudaranya dan mencakari punggunya. Selang beberapa saat Arini terengah-engah sambil menggelepar-gelepar menikmati puncak birahi, Anton dengan tersenyum puas menatap wajah kuyu menempel dipipinya, matanya terpejam-pejam, sesekali terbuka menampakkan bola putihnya saja, mulutnya terbuka lebar menahan sesak. Dengan cermat diamatinya betapa wajah itu berkerenyit menahan derita nikmat, setiap tangannya meremas keras susunya, atau setiap otot kegelnya bergerak kuat, atau setiap kali pinggulnya kelojotan.
Anton berpikir, investasi ini dipertahankan atau…. Kalau dia tidak ejakulasi kemungkinan mengulangi adegan ini sangat besar. Kalau ejakulasi agak sulit mencari alasan, alasan pengobatan sudah pasti OK coy. Tapi dirinya mulai tak tahan, sudah dua seri menahan ejakulasi. Uh spekulasi aja…
Arini merasakan badai birahi yang melandanya mulai reda, desah nafasnya mulai teratur, Anton tidak lagi membantai dirinya, tangannya lembut memijati punggungnya, bak pelatih tinju mengipasi jagoannya untuk segera bertanding lagi. Tangan kanannya membelai mesra seluruh bokong dan belahan pantatnya. ‘Ohh ibu….indah sekali….’ keluh Arini dalam hati, meresapi. Akal sehatnya mulai kembali, ‘ohhh…anunya masih mengganjal keras…, bagaimana ini? pengobatan kurang berhasil….aduhhh….aku sudah lemas sekali…gimana ini?’
‘Anton gimana, belum ya? Wah berapa lama lagi kita berangkat? Arini bertanya gundah. ‘Iya kak…mungkin karena waktunya terburu-buru, masih ada waktu kak 40 menit lagi’ ‘Sudahlah kak, nggak apa-apa barangkali nanti sembuh sendiri’ ‘Iya tapi Anton tetap sakit, atau gini kakak kasih nomor telp, barangkali bisa ketemu di Jakarta atau di…, nanti kakak upayakan nyembuhin lagi, jangan takut, kakak janji” Menawarkan janjinya mendengar sianak pasrah, Entah memang kasihan ingin ngobatin atau tidak ingin kehilangan anak kesayangan. ‘Makasih kak, makasih, mmmmmphh’ Anton mengecup bibir semesra mungkin, seolah mempraktekan apa yang sudah diajarkan siibu. Perasaan Arini terbuai oleh ungkapan terima kasih sianak. Dirasakannya sianak mendekapnya demikian erat. Sesaat hening berlalu
‘Kak, saya mau nanya boleh? ‘Ya sayang…’ Arini menatap, tangannya membelai rambut wajah baby face. ‘Ngg tadi kakak berusaha masukin ke anu…ngg…susah ya…’ ‘Ya sayang… besar juga itumu, agak sesak, kakak takut kamu semakin ngilu’ Arini berbohong, Tongkat itu masih nancap sebagian besar. Memang dirinyalah yang nggak tahan keenakan. ‘Oooo…. kak, saya punya ide, antara kakak pegang dan masuk’ ‘Mmmmm..gimana…’ tertarik juga Arini ‘Kakak cape..’ “Nggak…nggakk…, coba kakak lihat’ rasa ingin tahunya timbul, ingin tahu apa yang ada dipikiran kesayangannya ini. Anton membalikkan tubuh yang tengkurap, keduanya berguling hati-hati, mencegah sitongkat terlepas. Hebat si Anton, behasil membalikkan posisi tanpa melepas senjatanya. Siibu yang lumayan polos tidak menyadari, teknik ini tidak mungkin dilakukan oleh pria dengan jam terbang rendah. Anton dengan kakinya merenggangkan kedua kaki Arini, membuat sepasang kakinya berada dalam kangkangan siibu. Tongkatnya masih menancap keras, walaupun tidak sepenuhnya. Anton sedari tadi berpikir keras, bagaimana mencapai ejakulasinya tanpa menyakiti, kalau kesakitan pasti hilang nih investasi. ‘Kak tadi tangan kakak meremas, enak sekali lho…’ Remas lagi dongg’ Anton bertumpu dikedua tangannya, hanya bagian bawah perut keduanya yang menyatu. Menatap dengan selugu mungkin. ‘Iya sayang, …’ Arini tersenyum menatap wajah kesayangannya, dengan mudah tangan kanan Arini, menyelip masuk dan menggenggam,’Ihh dari kemarin ini yang selalu nyusahin’ ujarnya dalam hati. ‘Kakak baik deh…’ Anton berkata semanja mungkin ‘Kamu yang nakal…Ton’ sedikit genit Arini menjawab, sekaligus meremas keras. ‘Kakkk….’ Seolah-olah tak sengaja Anton menekan kuat bawah perutnya ‘Ohh…’ Arini kembali tersedak, rahimnya disesaki batang keras, nikmat. Remasannya lepas ‘Kakak yang nakal….’ Anton menarik pelan tongkatnya seolah-olah akan dilepaskan. Tak rela si anu pergi, Arini segera menangkap sitongkat untuk tidak beranjak, dengan kembali meremas dengan kuat. ‘Kakkk…’ Kembali Anton bergaya, dengan menekan kuat, tak sengaja ‘Eghhh….’ tangan Arini yang meremas, mengganjal si tongkat untuk amblas lebih jauh, tapi itu sudah lebih dari cukup, membenam diliang kewanitaannya dan melecut birahi siibu. Merasakan tekanan amblas berhenti, Arini menghela nafas, melepas remasannya, Kembali anton menarik tongkatnya untuk pergi, perlahan sekali. ‘Ohhh ….’Arini seolah-olah menemukan permainan baru, menjelang sianu hampir lepas, tangannya meremas kuat menghalangi pergi, menghimbau masuk kembali. “Hhhh….’ Anton kembali berusaha menekan kuat, dinding kewanitaan Arini dengan batangnya, tapi segera terganjal tangan mungil yang menggengam batang kerasnya. Saat tekanannya berhenti remasan berhenti. Demikianlah keduanya menemui permainan baru, Arini merasa bangga memberikan komando dengan remasan, yang artinya hujaman di kemaluannya, melepas remasan artinya menarik mundur. Anton, berpikir, kayaknya bisa nih, hebat juga remasannya. “Kak…’ ‘Anton…yaa…coba gitu terus…yaaa..terus..ohhh..eghh ‘ Arini mulai terengah memberikan komando, dengan suara dan sinyal remasan. Birahinya sudah kembali membara bahkan seolah hendak meminta penuntasan. Berkali-kali dengan penuh disiplin siremaja mematuhi siibu, menekan kuat dan menerik perlahan. Hal ini membuat siibu kembali menggelepar, kali ini dibawah tindasan siremaja. Anton merasakan kejantanannya mulai berdenyut, mmm ini dia, bisa dilepaskan ‘Anton…’ Tidak tahan Arini meremas kuat, tidak melepaskan remasannya ‘Kak….’ Anton bertanya menahan tekanannya, yang terganjal tangan lembut yang menggenggam keras batang kejantanannya, mengganjal untuk masuk lebih jauh. ‘Hhhh …sebentar sayang’ Tak tahan tangannya pegal, tangan kirinya dengan cepat menggantikan, mulai segera meremas, dengan tenaga baru. ‘Egghhh…’ Anton segera kembali menghuja perlahan tapi kuat. Rupanya tangan kiri Arini tidak selincah tangan kanannya, tangan itu tak berhenti menggenggam batangnya dengan keras. Sinyal bagi siremaja untuk tahan menekan. “Kak…’ Anton bertanya ‘Shh…shhh…terus, agak cepat…ayo…terus, tarik …ohhh..tekan…’ Permainan sedikit berubah, Arini memohon hujaman dipercepat, akibat berahi yang makin memuncak, tangan kananya berganti posisi bagai polisi lalulintas mengarahkan kecepatan gerak naik turun pinggul siremaja. Anton meningkatkan kediplinannya menarik dan menghujam sesuai arahan tangan yang berwenang. Oh nikmat banget, sebagian batangnya menghantami liang kewanitaan siibu alim, sebagian lagi batangnya diperas habis-habisan. Anton mulai merasakan titik akhir pendakiannya mendekat. “ohhh..terus…ohh terus…’ Arini kembali melenguh keras, tak tahan menerima hantaman yang semakin bertenaga, dipangkal pahanya, tangan kirinya sedapat-dapatnya bertahan memeras, menjaganya dari kesesakan yang tak tertahankan, Tangan kanannya yang tadi menuntun pinggul siremaja menghantam sudah tidak lagi diperlukan, Anton sudah mulai berlari, menghujam semakin cepat, mengejar birahi yang sudah sampai keubun-ubun.
Arini kembali meledak, Ditariknya tubuh dalam dekapannya, dijambaknya rambut siremaja, digigitnya telinga dengan gemas. Nah ini dia, Anton sedari tadi menunggu gerakan baru Arini untuk mendukung ide nakalnya. ‘Kakak …. ohhhh’ Anton berpura-pura menggeliat, kupingnya digigit. Memberikan sinyal bahwa daerah itu titik rawannya. ‘Oooo…ini toh kelemahannya…’ Sisa-sisa kesadaran Arini saat sampai pada puncaknya, Kembali dihisapnya telinga tersebut. Anton mengambrukkan dirinya ke tubuh siibu, berpura-pura, ‘hhh…..’ Tentu saja tidak lupa tetap menghantam dengan kecepatan tinggi. Dalam puncak kenikmatannya dengan gemas Arini mengemut separuh telinga itu, ‘Kakggghhh….’ Sudah cukup alasan bagi Anton, dilepaskannya ledakan ejakulasinya, dengan hantaman sekuat tenaga, terus dan terus dan terus. ‘Ugh..ughh…ughh…’tubuh mungil siibu terhentak-hentak menerima badai hujaman sekuat tenaga dari sianak remaja. Sekuat tenaga tangan kirinya meremas pangkal batang kejantanan itu, bertahan mati-matian agar batang itu tidak amblas lebih dalam. Sudah demikian sesak ganjalan yang dirasakannya, rasanya tak mungkin lagi dirinya bisa menahan siksa kenikmatan bila tongkat itu berhasil masuk lebih dalam. Saat ledakan siremaja lumayan lama, mungkin lebih dari tiga puluh kali hujaman sekuat tenaga, yang berusaha masuk lebih dalam, tetapi digenggam demikian keras oleh tangan mungil yang mati-matian bertahan, menjadikan sensasi tersendiri bagi Anton. Arini merasakan badaipun mereda. ‘Ohhh…kak..tadi Anton diapain….rasanya seperti disetrum…’ Ujar Anton selugu mungkin, menyatakan bahwa hisapan ditelinganya itulah yang membuatnya ejakulasi. ‘Hhh…hhh…rasanya kakak tahu masalahmu sayang’ Ujar Arini sambil mengatur engahan nafasnya, sok tahu menganalisa. ‘Ooo…apa…itu kak….’ ‘Sudahlah lain waktu kakak jelasin, sekarang kakak mau kembali, waktunya mulai mepet’ ‘Bener kak?, sungguh? Anton dengan mengejap-ngejapkan matanya menagih janji dan jaminan’ ‘Iya sayang…kakak nggak ingin kamu terus menderita’, dengan mesra dikecupnya pipi anak itu, penuh kasih’ Arini berjanji pada dirinya sendiri, anak ini masih perlu terapi sekali lagi, mmm mungkin cukup sekali lagi, mmm ahh dua kali mungkin cukup, mmm…., tidak satu kali saja cukup. Diagnosa dan bujukan nikmat campur baur. Tapi yang penting dia tidak boleh membuat orang lain menderita karena melindungi keluarganya dari aib.
supir ……


mohon di tunggu kelanjutannya ya gan...

terima kasih komen nya...:jempol::banzai:
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd