Agen Terpercaya   Advertise
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Kakakku Tersayang

unwell

Semprot Lover
UG-FR+
Daftar
4 May 2012
Post
224
Like diterima
134
Lokasi
Tangerang
Bimabet
Halo, panggil aja gue Tomy, umur gue 22 tahun. Gue mo cerita tentang hubungan gue dengan kakak kandung gue sendiri. Istilahnya Incest. Jelas menyimpang dan tidak lazim, cuman yang gue mo tekanin bahwa inilah kenyataan hidup yang bukan tidak mungkin terjadi. Karena forum ini adalah forum dewasa dan kita disini bukan untuk menjudge siapa yang bejat dan siapa yang tidak, hanya untuk have fun dan sharing informasi, makanya gue mau cerita disini.

Thanks buat bung Wiro dan rekan-rekan dibelakangnya.Hubungan kami sudah berlangsung selama 3 tahun, sekitar tahun 1997 lah. Waktu itu gue masih kuliah tingkat satu, masih culun banget. Kakak gue juga masih kuliah, cuman udah tingkat akhir. Kita beda 4 tahun. Sekarang gue udah tingkat 4 dan kakak gue sudah bekerja disuatu instansi swasta.

Mungkin gue kasih dulu deskripsi kakak gue itu seperti apa. Dia tinggi, langsing, kulitnya putih banget, pokoknya potongan peragawati. Rambutnya lurus sebahu, wajahnya.... nah ini, bukannya gue nepotisme, tapi dia cakep banget deh, suerrr, ini pandangan objectif cowok terhadap cewek.

Gue sendiri cuman sekuping dia, dan kulit gue gak seputih dia. Kadang2 gue suka mikir, jangan-jangan waktu lahir gue ketukar dirumah sakit. Sifatnya pun ramah, cepat akrab sama orang, nggak sombong mentang2 cakep. Sejak dari dia SMA sampe sekarang, udah nggak kehitung deh jumlah cowok yang nekat datang kerumah gue, apalagi kalo pas malam minggu. Gue sampe sebel ngeliatnya. Ada yang datang rame-ramelah, ada yang belagak pinjam bukulah, pinjam buku kok pas malam minggu, bisa aja lu.

Dia seperti kakak sekaligus orang tua bagi gue, soalnya bokap nyokap jarang dirumah, maklumlah produk metropolitan, semua orang harus sibuk bekerja. Paling mereka ada dirumah pagi-pagi sekali atau malam hari, itu pun juga kalo gak ada dinas ke luar kota. Jadi dia yang ngurus rumah kalo Bo' Nyo' gak ada. Mungkin karena umur kami beda cukup banyak dan gue adek satu-satunya, dia perhatian banget dan lebih banyak ngalah ke gue, walaupun kadang-kadang penyakit jahilnya suka kumat. Hubungan kami cukup akrab dan kompak, saling melindungi kalo lagi diomelin Ortu. Walaupun kadang-kadang berantem itu kan biasa. Pernah gue ketauan sama dia waktu bareng temen-temen nonton bokep dirumah, waktu itu Bokap Nyokap lagi keluar kota. Dia langsung ngebentak "Ini anak-anak kecil pada nonton apaan", waktu itu gue masih SMP hihihihi....

Temen-temen gue langsung kocar-kacir pulang, meninggalkan gue sendirian bersama kaset video terkutuk itu, padahal bukan punya gue, gue yang ketiban sial. Dia ngomelin gue habis-habisan, gue takut banget waktu itu. Semalaman gue gak bisa tidur, memikirkan bencana apa yang besok bakal menimpa gue, soalnya besok Bo' Nyo' pada pulang nih, gue pasti dilaporin. Besoknya gue langsung minta maaf sama dia, disuruh ngapain juga gue rela deh asal nggak dilaporin. Ternyata dia gak marah, gue cuman dinasehatin, filmnya juga gak disita, disuruh balikin ke temen gue. Ohhh indahnya dunia. Rasanya pengen gue cium dia waktu itu, dia cuman senyum-senyum aja ngeliat wajah gue gak seputih mayat lagi.

Mungkin karena pengawasan orang tua kurang, gue berdua agak bebas dalam bergaul. Yah... gue akuin lah kakak gue tuh nggak alim-alim amat orangnya, gue bisa bacalah sedikit-sedikit. Habisnya temennya banyak, mereka seneng banget jalan, kalo libur pulangnya tengah malam terus, bahkan kadang2 gak pulang. Hobynya sih ke cafe, kalo dia pulang suka tercium aroma alkohol dari nafasnya, walaupun gak pernah sampe drunk.

Kalo soal cowok, dia sih nggak tipe suka gonta-ganti cowok. Waktu itu dia punya cowok, mereka udah cukup lama berhubungan. Kayaknya mereka udah dekat banget. Kemana-mana jalan selalu bareng cowok itu. Sering kepergok sama gue dirumah mereka lagi pelukan, kadang-kadang lagi ciuman hot. Kakak gue nih termasuk cewek yang nafsu seks nya tinggi, kalo udah naek, desahan dan rintihannya kayaknya gak bisa ditahan lagi, padahal kan dia tau gue ada dikamar. Gue jadi hoby ngintipin kakak gue itu kalo lagi pacaran dirumah. Biarpun kakak, horny juga gue ngelihat dia kalo lagi in action begitu. Gue rasa sih mereka pasti sudah sering make love. Gue pengen banget mergokin dia lagi make love, siapa tau dia sering make love dirumah kalo gue gak ada, tapi niat gue gak pernah kesampaian.

Nah awalnya sekitar 3 tahun yang lalu. Kakak gue berantem dan putus sama cowoknya. Wah... dia sress berat, berhari-hari gak keluar kamar, gak mau makan, gak mau kuliah, kerjaannya cuman nangis doank dikamar. Terpaksa gue ikutan diruman, nemenin dan jagain dia, gimana coba kalo sampe bunuh diri. Kalo udah bosen sendirian, dia minta ditemenin, terus dia curhat dan ujungnya pasti nangis lagi. Kalo udah gitu paling gue cuman bisa meluk dia dan menjadi pendengar yang setia. Pernah waktu dia lagi curhat begitu terus gue ketiduran karena udah bosen denger ceritanya yang itu-itu aja. Begitu ketauan dia langsung marah besar dan ngambek, gak mau ngomong lagi. Terpaksa gue seharian merayu dia biar mau ngomong lagi.

Seminggu setelah itu hobynya pergi ke cafe kumat lagi, mungkin sebagai pelarian buat melupakan penderitaannya. Pulangnya selalu after midnight, nafasnya udah bau alkohol, terus langsung ke kamar dan tidur sampe siang. Malamnya pergi lagi. Lama-lama gue jadi sebel, habisnya gue udah kayak hansip aja, bukain dia pintu tengah malam. Kalo gue bilangin dia langsung nangis, "Habis gue mesti gimana donk, Tom ?", kalo udah nangis gitu gue jadi ikutan bingung. Malam itu dia pulang larut banget, kali ini dia keliatan agak mabok. Matanya merah dan jalannya agak sempoyongan. "Dari mana aja sih ?" kata gue galak. Dia diam aja terus langsung masuk kamar. Gak lama dia keluar lagi dan langsung lari ke kamar mandi. Gue denger dia nembak disana. Gue samperin aja, takut kenapa-kenapa. Gue lihat dia lagi berlutut didepan WC. Kasihan juga gue ngeliat dia, terus gue pijat pundaknya biar muntahnya keluar semua. Habis itu gue bantu dia cuci muka dan membopongnya kekamar. Dia udah lemes banget, wajahnya pucat pasi.

Gue rebahkan dia diranjang, tapi dia minta didukukin menyender ke tembok. Waktu itu dia masih mengenakan jins dan kaos hitam ketatnya. Dadanya jelas membayang naik turun seirama nafasnya yang mulai teratur. Dia diam aja, teru mulai nangis lagi, sambil mulutnya mulai ngomong tentang mantan cowoknya lagi, rupanya malam ini adalah hari jadi mereka. Aduhh... pusing deh gue kalo udah begini. Akhirnya karena gak tau mo ngapain, gue peluk aja dia, dan membiarkan dia menangis dibahu gue. Dadanya menempel erat di dada gue. Terus terang gue horny jugalah dalam kondisi begitu. Dia terus aja menceracau, tentang cowoknya yang jahat, semua cowok didunia jahat, terus gue bilang gue kan gak jahat. "Iya, cuman kamu yang gak jahat, cuman kamu yang baek" or something like that.

Terus pipinya mulai menempel dipipi gue, dia mulai berbisik ditelinga gue, tambah horny aja gue ngerasain bibirnya menyentuh telinga gue. Masih jelas tercium nafasnya yang berbau alkohol. Gue peluk dia makin kencang, tangan gue meraba-raba punggungnya. Dia juga makin kencang memeluk gue. Nafasnya makin memburu ditelinga gue, kemudian dia berbisik, "Tom, tolongin gue Tom, tolongin gue, sekali ini aja", tau-tau dia mencium bibir gue, gue kaget banget, gue cuman bisa bengong, kemudian dia berhenti dan menatap gue lekat-lekat, matanya mulai sayu, wajahnya saat itu bukan seperti wajah kakak gue yang selama ini gue kenal, "Tom, please, tolongin gue" dia berbisik lagi dengan nafas memburu, kemudian langsung melumat bibir gue, ciumannya panas, lidahnya langsung mencoba masuk kemulut gue, damn she's like a pro. Antara sadar dan nggak, gue mulai membalas ciumannya, pikiran sehat gue waktu itu masih bisa mikir, tetapi naluri seorang cowok berkata lain, antara bingung dan ragu gue mulai merespons ciumannya. Gue gak tau, mungkin karena efek alkohol dan sudah lama tidak make love yang membuat tegangannya tinggi begini.

Sambil tetap mencium, dia mendorong dan merebahkan badan gue, tubuhnya tepat menindih tubuh gue. Ciumannya semakin mengganas, erangan dan rintihannya mulai terdengar, dan kesadaran gue semakin hilang. Bayangan dia ketika bermesraan dengan cowoknya dan keinginan gue yang terpendam mulai menari-nari didepan mata. Kemudian dia menghentikan ciumannya, mengangkat tubuhnya dan duduk diselangkangan gue, lalu dia membuka kaosnya dengan terburu-buru, sekilas terlihat tubuh putihnya yang selama ini belum pernah gue lihat, bra hitam masih membalut dadanya. Hanya sekejap, sebab dia langsung merebahkan tubuhnya kembali dan mencium gue. Gue masih memeluk punggungnya yang telanjang, belum berani meraba dadanya. Sambil tetap mencium, dia mulai menarik-narik kaos gue keatas, gue bantu dia dengan menggerak-gerakkan badan, dan zap.... secepat kilat kaos gue udah nyangsrang di karpet kamarnya. Kemudian dia mulai mencium leher dan dada gue.

Ciuman ganasnya, erangan dan rintihannya, dadanya yang hanya ditutupi selembar kain tipis dan menekan dada gue, dan pinggulnya yang bergoyang erotis mendesak selangkangan gue, mulai memburamkan pikiran sehat dan keraguan gue. Dan begitu bibir dan lidahnya menghisap puting kanan gue, disanalah kesadaran gue hilang sama sekali. Kakak, kakak deh, bodo amat, lagian bukan gue yang memulainya, begitu pembelaan batin gue. Gue langsung membalikan badannya dan menindihnya. "Aahhh.....", terdengar rintihannya lepas begitu berat tubuh gue menimpa tubuhnya. Sekarang giliran gue. Gue cium bibirnya mungil merekah habis-habisan, kemudian bibir gue mulai merambati leher jenjangnya, terus menggelitik daun telinganya, sementara tangan gue meremas-remas dadanya. Lenguhannya semakin keras. Tangan gue mulai meraba punggungnya mencari kait bra hitamnya. Agak susah memang, soalnya gue biasa dibukain...hehehe. Begitu terlepas langsung gue renggut branya, dia membantu mengangkat tangannya. Dan... terpampang lah buah dadanya didepan mata gue, putih mulus dan kencang, dengan puting kecil yang sudah mencuat, ukurannya sebenarnya tidak seberapa besar, tetapi proporsional dengan tubuhnya yang ramping. Gilaa... mimpi apa gue kemaren, hari ini bisa melihat buah dada kakak gue.

Dengan cepat gue langsung menghisap dan menjilat kedua puting itu. Efeknya luar biasa, dia langsung melenguh keras dan mengangkat tubuhnya. Terus gue hisap, jilat, gigit-gigit sedikit, remas, dan tubuhnya mulai bermandikan keringat, diiringi rintihannya, sekilas gue lihat wajah kakak gue itu, kepalanya gak mau diam, matanya terpejam, rambutnya sudah berantakan, wow... seksi sekale. Ciuman gue mulai turun ke perutnya yang rata. Tangannya mulai membuka gespernya sendiri, terus kancing jinsnya, dan terakhir resletingnya. Kemudian dia mulai berusaha menurunkan celananya, pantatnya diangkat, dan kakinya menendang-nendang liar.

Akhirnya gue bantu dia membuka jinsnya. Sekarang terpampang tubuh kakak gue hanya berbalut celana dalamnya. Wow.. indahnya. Gue langsung menubruk dan menindihnya dan kembali kita berciuman panas. Pinggul gue langsung menekan-nekan selangkangannya. Pasti dia bisa merasakan penis gue soalnya gue cuman pake celana pendek buat tidur. Rintihan dan erangannya semakin keras, matanya tinggal putihnya, terutama ketika gue dengan keras menekan selangkangannya, sambil ciuman tak pernah lepas dari bibirnya. Karena udah gak tahan, dia dengan kasar membalikan tubuh gue, dalam posisi setengan menindih tubuh gue, dia mulai membuka celana dalamnya sendiri, menendangnya hingga terlepas, kemudian mulai memelorotkan celana pendek sekaligus cd gue.

Zap... sekarang gue dan kakak gue telanjang bulat berdua dikamar ini. Dalam mimpi pun gue gak pernah membayangkan seperti ini. Gue lihat bulu kelaminnya, gile nih kakak gue, lebat bo'. Penis gue langsung mencuat keatas. Sambil mencium gue, dengan agak ragu dia mulai meraba-raba adek kesayangan gue, jarinya yang lentik dan lembut jelas beda dengan tangan gue yang kasar, sesak nafas gue dibuatnya. Gue beranikan diri meraba vaginanya, bulunya tebal, dan bibir vagina yang hangat dan sudah sangat basah, gile kakak gue lagi horny habis rupanya. Kemudian dia membalikkan badanya kembali sambil menarik tubuh gue, meminta gue diatas tubuhnya.

This is the point of no return. Gue tindih tubuhnya, penis gue menekan keras perutnya. Tubuh kami sudah bersimbah keringat. Gue tatap wajahnya, matanya sayu, nafasnya memburu, bulir-bulir keringat muncul diwajahnya, rambutnya kusut masai, beberapa menempel dikening karena keringatnya. Gue memandang matanya meminta persetujuannya. Dia hanya memejamkan mata dan mengalungkan tangannya di leher gue. Gile gimana nih, waktu itu kesadaran gue balik sedikit, sedikit aja jangan banyak-banyak. Biar bagaimanpun dia kan kakak gue, gila apa gue mau melakukan hal itu sama dia. Lagian gue belum pernah melakukannya, peting-peting doank sih sering, tapi belum pernah sampe penetrasi begini. Masa keperjakaan gue gue kasih sama kakak gue sendiri.

Ditengah keraguan begitu, kakak gue membuka matanya dan berbisik, "Tom, please", kemudian dia mencium gue penuh perasaan, terbias jelas perasaan sayangnya ke gue, sambil tangannya tambah erat memeluk leher gue. Dan keraguan yang tadi langsung hilang. "Kak, gu..gue belon pernah", kata gue jujur. Dia lalu menjulurkan tangannya menggengggam lembut penis gue, kemudian dibimbingnya menuju vaginanya. ia mengangkat sedikit pinggulnya dan gue mulai memposisikan diri, kepala penis gue tepat berhenti dibibir vaginanya. Sentuhan pertamanya seperti sengatan listrik. "Pelan-pelan ya", bisiknya. Kemudian sambil tetap menatap wajahnya, gue mulai menekan penis gue masuk sedikit demi sedikit. Kakak gue mengangkat wajahnya dan menggeliat, sambil membisikkan nama gue, "Toomm..hhhhh...", ekspresi seorang wanita yang dilanda kenikmatan. Gilaaaa banget rasanya, tak terlukiskan, rasa hangat dan jepitan di penis gue, menatap wajah seorang wanit cantik menggeliat tepat dibawah gue, dan kenyataan bahwa wanita itu adalah kakak gue sendiri, benar-benar suatu paduan yang sukar diungkapkan, efek psikologisnya berbeda dengan apabila gue sedang bermesraan dengan cewek laen.

Gue mulai memompa pelan-pelan, kakak gue mulai menggoyangkan pinggulnya menyatukan irama, seiring dengan meningkatnya tensi, sambil tetap mencium bibirnya, goyangan semakin gue percepat. Derit ranjang, suara pergesekan dua tubuh, suara erangan, rintihan, dan desahan kenikmatan memenuhi kamar. Kemudian semakin lama, kakak gue semakin tidak terkontrol, dia memutar-mutar pinggulnya, tangannya mencakar-cakar punggung gue, tubuhnya menggeliat kesana kemari, kepalanya digoyang-goyangkan kekiri-kekanan, selalu lepas kalo gue cium, bibirnya menceracau memanggil-manggil nama gue, desah nafasnya semakin memburu, erangan dan rintihannya semakin keras, sampe gue takut kedengaran orang laen. Gile banget nih kakak gue, jangan-jangan dia udah sering banget beginian, kok bisa jadi ahli banget. Praktek langsung gue emang nol, tapi kalo soal teori beginian, gue boleh diadu sama ensiklopedi seks, hehehe.

Mungkin karena dia udah horny berat, cuman sebentar, hanya beberapa menit saja, dia udah orgasme. Tiba-tiba dia memekik histeris, sambil memeluk gue keras banget sampe gue gak bisa nafas, tubuhnya kaku, wajahnya menggambarkan dia tengah dilanda kenikmatan amat sangat, cantik sekali, dan vaginanya itu.... ampun-ampunan, mendenyut-denyut teratur, semakin basah, dan jepitannya makin keras. Gileee gue jelas gak tahanlah, untung baru kemaren gue coli, kalo gak gue udah KO dari tadi-tadi, namanya juga baru pertama kali. Gue gak sempat mikir lagi, langsung keluar, rasanya banyak banget dan gak berenti-berenti, wah.. gue menyemprotkan air mani gue divagina kakak gue sendiri, wuiihh rasanya kayak dilempar kelangit ketujuh puluh. Gue langsung jatuh lemas, tiduran diatas tubuh kakak gue. Kakak gue juga masih kejang-kejang sebentar, kemudian dia mendesah panjang, dan tubuhnya terkulai lemas.

Begitu gelombang kesadaran perlahan-lahan kembali, berjuta rasa penyesalan, takut, bingung, malu, dan entah apa lagi berkumpul menjadi satu. Gue maluuuuuu banget waktu itu. Setan apa yang ada dibenak gue sampe gue tega menyetubuhi kakak sendiri, kakak yang gue sayangi, darah daging gue sendiri, walaupun dia duluan yang mulai, tapi dia kan lagi agak mabok dan sedang labil emosinya, ya tetap aja gue yang salah. Tanpa ba bi bu, gue langsung bangkit, buru-buru pake celana, dan memungut baju gue, sebelum pergi gue lihat dia masih berbaring sambil berusaha menutupi tubuhnya dengan kain seadanya, dia menutupi wajahnya dengan tangannya. Gue tarik selimut yang terjatuh dibawah, gue selimutin dia, dan tanpa ngomong sepatah kata pun, gue kabur dari situ, masuk kekamar gue sendiri. Waktu itu udah sekitar jam 3.00 pagi, pengen rasanya gue packing ransel gue dan langsung kabur dari rumah ini, gak tau kemana pokoknya pergi jauhhhhhhh banget. Gak ada muka gue buat ketemu kakak gue besok paginya. Mau taro dimana nih muka hhhiiiiiii, ngebayanginnya aja udah gemeteran gue. Gimana kalo hamil, aduhh aduhhh, mendingan gue bunuh diri aja deh. Akhirnya karena letih gue akhirnya tertidur juga.

Bersambung ke Bagian 2
 
Keesokan harinya, gue terbangun. Begitu terbangun yang pertama kali mampir dipikiran gue ya tentu aja kejadian malam sebelumnya. Langsung kalut otak gue. Kepengen rasanya tidur lagi, tidur terus tanpa perlu bangun. Gue lirik jam, udah hampir jam 1 siang, busyet lama juga gue tidur. Gue coba bangkit, alamak, lemeeees banget, seluruh persendian rasanya mo copot. Tapi perut gue yang mulai keroncongan memaksa gue untuk bangun. Gue duduk, ngantuk mulai hilang, pikiran mulai segar, tapi keresahan mulai datang. Takut, resah, gelisah, gundah, gulana, komplit jadi satu. Mulai terbayang berjuta masalah didepan mata, dan gue gak cukup punya modal untuk menanggung beban seberat ini. Shock berat gue waktu itu. Biasanya kalo ada masalah apapun gue ngadu ke Kakak gue, tapi sekarang yang justru jadi masalah adalah Kakak gue sendiri. Lha gue ngadu ke siapa lagi donk ? Ngadu ke orang laen ya sama aja menyerahkan leher buat dipenggal.

Yang jelas hubungan kakak-beradik yang sekian belas tahun terbina rusak total. Luntur begitu gue memasuki tubuhnya, menyebarkan benih gue sendiri di rahimnya. Berubah 180 derajat. Dia Kakak gue, tapi gue sudah pernah menikmati tubuh mulusnya, dan diapun demikian. Gue merasa diri gue kotor banget. Padahal gue cuman punya Kakak 1 biji, sekarang statusnya udah gak jelas. Rasanya gue udah nggak punya siapa2 lagi didunia. Gue gak bisa ngebayangin bagaimana harus bersikap kalau nanti ketemu dia ? Benar-benar nggak ada muka gue. Apa gue langsung bersujud memohon maafnya, kalau perlu pake acara nangis segala biar lebih meyakinkan. Atau gue diam aja, pasrah menunggu nasib, terserah dia deh, gue rela mau diapain juga. Gue juga nggak tau bagaimana sikap dia nanti, dia pasti shock juga. Gimana ya kalo nanti dia marah, ngambek. Kakak gue itu jarang banget marah, paling kalo gue bandel, diomelin dikit aja, tapi kalo sekalinya marah...... wah gue takut deh kalo dia marah. Bukannya takut sih, cuman nggak enak aja. Dicuekin, gak ada yang peduliin gue. Tapi biar bagaimanapun juga, yang pasti hubungan kami berdua tidak akan pernah kembali seperti sediakala. Itu sudah jelas. Itu pil pahit yang harus ditelan.

Lama gue merenung dan merenung ditempat tidur. Berjuta bayangan dan pertanyaan berkecamuk di kepala. Juga bayangan kejadian kemarin malam, tapi langsung tertepis sama perasaan risau gue. Kalo bisa mah gue maunya tinggal terus dikamar ini, nggak usah keluar. Tapi perut gue protes minta diisi dan gue bosen juga disini menunggu nasib, ah masa bodo lah gimana nanti aja. Gue dengarkan baik-baik suasana diluar. Sepi. Nggak ada suara kakak gue, nggak ada suara sibuk dari dapur, nggak ada suara tape atau TV. Hening. Kemana ya dia, apa belum bangun juga? Apa juga lagi bingung dikamarnya? Perlahan gue bangkit dan mengintip dari celah pintu. Kamar gue dan Kakak ada di lantai atas, jadi leluasa melihat ke ruang keluarga dan dapur dibawah. Benar-benar sepi, gak ada orang sama sekali. Pembokat siang begini pasti ada di kamarnya, dibangunan sebelah luar. Dengan mengendap-endap bak maling ayam, gue keluar kamar, berusaha tidak mengeluarkan suara. Gue intip lagi kebawah, yess, aman. Terus gue berjingkat-jingkat menuju pintu kamar Kakak, pas disebelah kamar gue. Gue berhenti disana dan mendengarkan untuk beberapa lama. Lama ...., wah kayaknya Kakak nggak ada dikamar nih, nggak ada suara aktivitas disana. Masih pelan-pelan, gue turun kebawah, melongok ke garasi, mobil nggak ada. Pasti Kakak gue pergi nih. Amaaaaaaannnnn, cihuuuuyyy lega banget rasanya, seperti merasakan hukuman mati yang tertunda.

Gue langsung menuju meja makan, dan tertegun gue disana, ada sepiring nasi goreng sosis yang udah dingin, ini nasi goreng buatan Kakak, pembokat gue soalnya nggak pernah masak nasgor, dia paling2 masak kalo mau sore, soalnya rumah ini kalo siang kosong. Aduh, dia masih perhatiin makan gue, mau nangis gue rasanya, berjuta penyesalan kembali bersarang didada. Kemana ya dia ? Gue yang tadi udah kelaparan, jadi malas-malasan makannya.

Seharian gue bengang-bengong aja nggak ada kerjaan. Hari mulai malam, dan belum ada tanda-tanda Kakak gue pulang. Makin malam, gue makin khawatir, aduh jangan-jangan dia kenapa-kenapa lagi. Gue aja merasa shock dan terpukul atas kejadian ini, apalagi dia. Hati cewek kan lebih sensitive. Udah gitu dia juga dalam kondisi labil lagi, kemudian ditambah dengan kejadian ini. Jangan-jangan dia pulang mabok lagi, terus ntar gue dapat jatah lagi, asyik juga kali ya. Hushhh.... gue langsung tabok kepala gue sendiri. Keadaan kayak begini masih sempat-sempatnya ngeres. Tadinya gue senang dia nggak ada dirumah, tapi sekarang gue kepengen dia cepat-cepat pulang. Berulang kali gue raih gagang telpon, mau telpon HP-nya. Tapi selalu nggak jadi, ntar mau ngomong apa coba?

Tapi tiap ada suara mobil, jantung gue serasa mau copot, gue kalang kabut sendiri, aduh gimana nih, jangan-jangan itu Kakak, gue mo ngumpet dimana nih? Apa pura-pura tidur, apa pura-pura sakit, atau pura-pura gila aja sekalian. Gue jadi serba salah. Karena capek nunggu dan capek fikiran, akhirnya gue ketiduran di sofa ruang tengah.

Kira-kira lewat tengah malam gue terjaga. Masih setengah tidur, samar-samar gue dengar ada seperti suara orang menangis disebelah gue, terisak pelan. Merinding bulu gue, hah... siapa nih ? Jangan-jangan Kakak gue, tapi gimana cara dia masuk, jangan-jangan setan lagi. Gue udah mulai ngaco. Pelan-pelan gue lirik, ternyata benar Kakak gue, kayaknya tadi pintu belon gue kunci. Dia duduk dibawah di karpet tepat disamping gue. Bersender di meja, memeluk lututnya, wajahnya tertunduk rapat ke kakinya. Suara isaknya samar terdengar. Waduh, dia dah pulang, nah lo gimana nih, gue gak bisa kabur lagi, gue mulai panik, ah.. gue pura-pura tidur terus aja. Lama... gue diam, pura-pura tidur, tapi gue kasihan juga, dia tetap duduk disana dan masih terisak. Nggak tega gue, dan lagi ini memang harus dihadapi. Gue kuatkandiri.

"Eh, Kak, udah pulang ?" pertanyaan yang tolol banget, ya terang aja udah pulang. Suara isaknya hilang. Gue langsung duduk, menunduk, diam, gak tau lagi mo ngomong apa. "Tom, maafin gue.... maafin Kakak Tom", tiba-tiba dia ngomong, masih dengan muka tertunduk, dan kemudian tangisnya mulai pecah. "Gue salah, gu.. gue kilaf Tom, gue gak sadar kemaren", dia berkata terbata-bata disela tangisnya. "Gue jahat, jahaaat ...., tega-teganya gue sama kamu, tega-teganya gue ngerusak hubungan kita", "Gue malu banget sama kamu"... "Gue, kakak apaan, ngerusak adeknya sendiri, padahal kamu baek banget, ... gue gak pantes jadi kakak kamu", suaranya makin lirih dan tangisnya makin kencang, sesekali dia mengangkat wajahnya, menghapus air matanya. "Padahal gue janji sama Mama, mau...mau ngejagain kamu, tapi sekarang... sekarang...".

Kata-katanya gak diterusin lagi, disambung tangisnya yang makin menjadi. Belum pernah gue dengar orang dewasa nangis seperti itu. Kakinya makin dirapatkan, mukanya makin menunduk, gak berani melihat gue, pundaknya terguncang-guncang seirama tangisnya. Seperti anak kecil yang sedang merajuk. Aduh gimana nih, gue paling gak tahan ngelihat cewek yang nangis, apalagi Kakak gue sendiri. Ibaaaa banget gue ngelihat dia. Yang ada waktu itu cuman rasa sayang dan kasihan melihat dia begitu menderita dan tertekan. Gue diam aja, lidah gue kelu, gak tau harus ngomong dan berbuat apa. Daripada diam begini gue mendingan ikutan nangis kali ya ?

"Tom... please, ngomong donk, marahin gue kek, apa kek, jangan diam aja...", untuk pertama kalinya dia mengangkat wajah dan menatap gue, matanya sembab, wajah cantiknya tampak begitu letih, kayaknya dia udah nangis seharian. Akhirnya gue bergeser dan ikutan duduk dibawah, bersender di sofa. "Udahlah Kak, yang udah ya udah, habis mo gimana lagi, udah terlanjur, udah kejadian. Gue juga salah, kita sama-sama salah, maafin gue juga ya Kak", kata gue sok dewasa. "Yang jelas gue gak marah kok, bener deh", terang aja gak marah, orang enak kok. "Kakak ya tetap kakak gue, gak berkurang sedikitpun, udah jangan nangis lagi donk ya, gue gak tahan ngelihatnya", kata gue membujuk sambil narik-narik kaki jeansnya. Gue kepengen peluk dia saat itu, menenangkan dia, dia sekarang butuh support bukan malah disalahkan. Dia juga kayaknya kepengen memeluk gue, tapi masih ada rasa rikuh diantara kami akibat kejadian kemarin malam.

Beberapa saat lamanya dia masih menangis dan menceracau menyalahkan dirinya, dan gue terus berusaha membujuknya. Dan akhirnya tangisnya mereda setelah gue berhasil meyakinkannya bahwa gue gak marah dan maafin dia. Setelah itu dan beberapa hari kemudian, hubungan kami agak tersendat, ya tentunya gak seperti dulu lagi, masih ada tersisa rasa rikuh kalo ketemu. Memang sih setelah pembicaraan malam itu perasaan gue plong banget, nggak deg-degan lagi, tapi memang masih ada gap, komunikasi masih jarang terjadi. Kalo nggak perlu-perlu amat, gue masih segan ngomong sama kakak gue. Dia juga begitu. Kalo ngomong juga singkat-singkat aja, seperlunya. Nggak ada canda tawa seperti dulu. Kejadian malam itu juga nggak pernah diungkit-ungkit lagi. Kalo gue lagi nonton TV, kakak gue dikamar aja, juga kalo dia yang nonton TV, gue jadi nggak enak mo ikutan nonton. Yang nyebelin kalo kebetulan acara TV lagi bagus, nah siapa yang duluan deh tuh.

Tapi sekarang timbul problem baru buat gue. Gue sekarang memandang kakak gue dari sisi seksualitasnya. Terbayang kembali kemolekan tubuh putih mulusnya, geliatnya, desahannya, kenikmatan berada didalam tubuhnya. Hal itu juga yang membuat gue segan sering-sering ketemu kakak gue, apalagi kalo dia mau berangkat kuliah, wuihhh .... wangi tubuhnya merangsang banget, yang ada si Junior gue ini gak mau diajak kompromi, dia seenak jidatnya aja ereksi setiap saat, dia menuntut perbaikan gizi seperti tempo hari, ogah katanya kalo makan sabun lagi, gengsi, turun derajat.

Gue udah coba kasih pengertian, bahwa kemaren itu dia salah makan, tapi tetap aja dia menuntut dikembalikan kepada habitatnya. Benar kata orang, kalo udah nyobain gituan sekali pasti ketagihan. Makanya buat elo yang belon pernah, nggak perlu dicoba deh, sakaw nya itu lho yang gak tahan.Kira-kira tiga mingguan setelah kejadian itu, komunikasi kami agak lebih baik sedikit. Udah mulai sering ngobrol, udah mulai ada ketawa walaupun sedikit.

Nah pagi itu, waktu lagi sarapan, kakak gue ngomong, "Tom, jalan yok, temenin gue ke Playan, biasa belanja, ntar gue traktir nonton deh", gue sebenarnya paling malas nemenin dia belanja, habisnya kalo udah belanja bisa semua toko dimasukin, gempor kaki gue. Tapi gue pikir dia sedang berusaha memperbaiki suasana, ya udah gue ikut aja, lumayan lagi ditraktir.

Seharian itu kita muter-muter di Plaza Senayan, belanja, nonton, adu kebut-kebutan di Sega, makan, menyaksikan jam raksasa yang berdentang tiap jamnya. Kami mulai akrab lagi, gue senang karena dia udah mulai sering senyum, ketawa, kadang-kadang jahilnya kumat lagi. Seperti biasa dia menggandeng tangan gue, seenaknya dia nyeret gue kemana dia suka. Keakraban seperti dulu kembali tercipta, ditambah karena selama ini kita jarang ketemu dan jarang komunikasi, jadi timbul rasa kangen, dan mungkin juga karena dia udah nggak punya cowok lagi, jadi rasa sayang dan manjanya sepenuhnya ditumpahkan ke gue. Gue rasa juga karena kita sudah pernah berhubungan sangat intim, sangat pribadi, jadi udah nggak ada penghalang lagi antara kita, nggak ada rahasia lagi, dua-duanya udah saling tahu dari ujung rambut sampe ujung kaki. Dan itu menambah keakraban kita. Tambah sayang gue sama dia, mungkin gue malu untuk bilang bahwa gue sebenarnya mulai jatuh cinta sama Kakak gue.

Dia terlihat begitu cantik dimata gue. Gue juga nggak tau kenapa ada perasaan seperti itu, tengsin juga sih sama diri sendiri, jatuh cinta kok sama kakak. Tapi ya perasaan nggak bisa berbohong. More than bloodhood, more than lover, more than friend, Dan pulangnya akumulasi perasaan itu tertumpah, kejadian tiga minggu lalu terulang lagi, juga di kamarnya ketika gue membantu membawakan belanjaan, entah siapa yang mulai duluan tahu-tahu kita udah berciuman, gue kembali merasakan bibir hangatnya, hanya kali ini lebih lembut tidak tergesa-gesa. Kami berpandangan, dan kayaknya dari situ udah nggak perlu ngomong apa-apa lagi, gue waktu itu horny banget, mana seharian ada didekat dia lagi. Kakak gue pun kayaknya mengerti keinginan gue.

Sekarang semuanya kami lakukan dengan penuh kesadaran. Setelah melakukannya sekali, melakukan untuk kedua kali gampang banget. Kami sudah di ranjang dengan tubuhnya menghimpit tubuh gue, kemudian satu persatu pakaian terlepas, beterbangan gak tau kemana, kemeja putihnya, kaos gue, bra hitamnya, jeans, dan begitu lembar terakhir terlepas, tubuh polos kami saling berpagutan dengan panasnya seperti menumpahkan perasaan selama ini. Gue cium bibirnya habis-habisan, lidahnya menyusup liar ke mulut gue, ciuman turun ke leher, telinga, nafasnya terengah-engah, dia mulai mendesah, dan mulut gue mulai bermain di kedua payudaranya yang putih kencang dengan puting kecil mencuat, lenguhannya langsung terdengar dan tangannya mulai menjambak rambut gue begitu gue mengulum dan menghisap putingnya.

Gue beranikan diri meraba selangkangannya yang ditumbuhi rambut yang lebat, rambut itu terus membayang sampai ke perutnya, dan rintihannya mengalun ketika ujung telunjuk gue masuk ke balik bibir vaginanya, lembut dan basah, dia hanya menggigit bibirnya berusaha menahan sensasi nikmat yang dirasakannya. Tubuh kami mulai basah keringatan, sisa wangi parfumnya bercampur aroma tubuhnya, aroma tubuh seorang wanita, benar-benar memabukkan gue.

Aktifitas jari gue semakin leluasa karena makin lama makin licin. Tiba-tiba dia melepaskan ciumannya dan melenguh panjang sambil memanggil nama gue, matanya terpejam, tubuhnya menegang, dan jari gue terasa dibanjiri oleh cairan tubuhnya, hmm... rupanya dia sudah sampai puncaknya. Setelah itu tubuhnya mulai relax, nafasnya terengah-engah, dia membuka matanya menatap gue, pandangannya nanar. Kemudian dia mendorong tubuh gue, sekarang gantian dia menghimpit tubuh gue, penis gue tertindih perutnya, sambil membelai rambut gue dia mencium seluruh wajah gue, kening, mata, hidung, pipi, dan terakhir dia melumat bibir gue dengan penuh perasaan menyiratkan rasa sayangnya. Lama... kemudian dia melepaskan ciumannya, menatap gue sebentar, dan ciumannya turun ke dada gue sementara jari-jari lentiknya menggengam dan mengelus si Junior, sensasinya gila-gilaan, gue cuman bisa meringis sambil mengelus kepalanya dan mempermainkan buah dadanya, gila nih Kakak gue, kalem diluarnya doank, diranjang aktif banget.

Tadinya gue berharap dia mengulum si Junior, nikmat banget kali ya, tapi gak jadi, nggak tau deh masih malu kali. Nafasnya sudah mulai memburu lagi, lalu dia membalikkan badan dan menarik badan gue. Dia minta dimulai. Gue tindih tubuhnya sambil dia memperbaiki posisi tubuhnya agar senyaman mungkin, dia membuka kakinya dan gue tepat berada ditengah, gue mulai mengarahkan penis gue, sekarang udah tau donk tempatnya. Bertemu dengan bibir vagina luarnya, dia mengalungkan tangannya keleher gue dan menatap mata gue, matanya sayu, wajahnya keringatan, kemudian perlahan gue dorong memasuki relung tubuhnya yang paling rahasia.

Seirama dengan masuknya gue, matanya membalik keatas dan rintihan nikmatnya terdengar jelas. Susah juga masuknya, sedikit-sedikit, yang dulu itu gue nggak perhatiin banget sih tau-tau udah masuk aja. Gue cium bibirnya dan terus gue dorong, pas ketika mentok gak bisa masuk lagi dia menggigit bibir gue, aduh... sakit juga, sampai gue mengerang baru dilepasin. Pelan-pelan gue pompa keluar masuk, ranjang itu kembali berderit-derit menahan tubuh kami, kembali rintihan, desahan, dan lenguhan khas Kakak gue terdengar memenuhi kamar, makin lama makin keras, tubuhnya menggeliat dalam pelukan gue, kadang-kadang dia mengangkat kepalanya, menggigit pundak gue, kadang-kadang dia menjerit kecil kalau gue menekan terlampau dalam.

Dan gak lama, beberapa saat kemudian, rintihannya makin keras, dan cairan tubuhnya terasa semakin banyak, tubuhnya melenting kaku dan dari mulutnya keluar suara seperti orang sekarat, dia tengah dibuai puncak kenikmatan, wajahnya benar-benar cantik pada saat itu, bahagia gue rasanya bisa memberikan kenikmatan seperti itu buat dia. Setelah didera depresi sekian lama, sepertinya ini semacam pelepasan buat dia. Bagian dalam tubuhnya menjepit keras dan berdenyut-denyut, gue gak tahan lagi dan melepaskan semuanya, banyak banget sampe terasa banjir, semua beban pikiran gue selama ini seperti ikut terbuang, gue melayang dan kolaps diatas tubuhnya.

Nafas kami memburu, rasanya gue gak kuat bangkit, gue tetap berbaring diatas tubuh Kakak gue, diapun membiarkan saja, tangannya masih memeluk kepala gue, kayaknya dia juga nyaman dengan posisi seperti itu. Waktu itu rasanya gue sayang banget sama Kakak gue itu. Beberapa saat kemudian, gue membalikkan badan berbaring disampingnya. Kakak mengambil selimut terus menyelimuti kita berdua, pas udah agak sadar begini baru berasa agak-agak malu juga. Kita berdua diam, sibuk dengan pikiran masing-masing.

"Tom...", panggil Kakak gue pelan, "Mmm...?", jawab gue males. "Kamu bobo' disini aja ya, nggak usah pindah, temenin gue", katanya. "Mm..mm...", jawab gue males", "Tom...", panggil Kakak gue lagi. "Mmm...?", jawab gue. "Kamu sadarkan tadi melakukan ini ?" tanyanya. "Mm..mm..", jawab gue masih males. "Jawab donk, am em am em melulu ?", katanya sebel. "Iyaaa....", kata gue lagi. "Kok kita bisa jadi begini ya ? Gimana donk ntar-ntarnya ?", tanyanya lagi. Gue diam aja, soalnya gue juga bingung. "Gimana donk Tom... aahh kamu nih ditanyain juga", katanya dongkol. "Ya gimana donk, Kakak aja bingung apalagi gue", kata gue ikutan sebel, soalnya gue udah mulai ngantuk nih. "Gini aja, kita kan udah pernah terlanjur melakukannya, hubungan kita udah keburu rusak, karena itu ya gampang aja buat melakukan yang kedua, yang ketiga dan seterusnya, menurut gue melakukannya sekali apa seribu kali ya sama aja selama nggak ada yang keberatan, habisnya gimana donk ?", kata gue sok tau.

"Huuuu.. maunya kamu seribu kali, enak aja", katanya. Akhirnya dia diam aja, sibuk dengan pikiran masing-masing, karena nggak ketemu jawabannya dan capek akhirnya kami ketiduran juga.

Bersambung ke Bagian 3
 
Terakhir diubah oleh moderator:
Pagi dini hari gue terbangun, beberapa saat masih bingung gue ada dimana, baru gue sadar gue tidur di kamar Kakak, pantesan bantalnya harum banget, nggak kayak bantal gue... apek dan dekil. Terasa ada hembusan nafas halus dekat telinga gue, gue lirik kesamping, Kakak masih tidur, meringkuk dekat disamping gue, mungkin dia kedinginan tidur dengan hanya tertutup selembar selimut dipagi buta begini. Wajah cantiknya tampak begitu damai dibuai mimpinya. Sebagian pundaknya yang putih telanjang tersembul dari balik selimut.

Gue langsung ingat kejadian beberapa jam sebelumnya, wajah damai itu begitu berbeda tadi, nyooot.... si Junior langsung bereaksi niruin suara "senjata super sakti" nya Ryo Saeba, detektif super cabul. Masih selimutan, pikiran gue menerawang kepada kejadian kemarin siang, jalan dengan Kakak, mulai "baekan" lagi, memulai komunikasi lagi, akrab lagi, becanda lagi, hingga hal itu terulang kembali. Tapi bedanya semalam itu kita melakukannya dengan sadar. Nggak pernah terpikir dibenak gue perbuatan itu bisa terulang kembali. Dulu itu rasanya mau kiamat aja, kayaknya gue udah kehilangan Kakak gue deh, boro-boro mau kejadian lagi, ngobrol aja udah jarang banget. Tapi nanti-nantinya gimana ya ? Gimana hubungan gue dengan Kakak selanjutnya, gimana kita mesti bersikap ? Apa kejadian malam ini cuman accident aja dan nggak akan kita ulangi lagi ? atau malah suatu awal, awal dari bentuk hubungan yang baru ? Naluri bejat gue mah maunya milih option terakhir, tapi hati kecil gue sebenarnya menolak semua ini, gue lebih memilih hubungan seperti dulu. Pure love without lust. Tapi semua sudah terlanjur, nggak bakal deh gue ngelihat Kakak gue seperti dulu. Dibalik tampilan luarnya yang sabar, penuh sayang, dan mengayomi, terbayang geliat tubuh telanjangnya yang liar dan desah nafasnya yang memburu.

Gue pandangi lagi wajahnya lekat-lekat, innocent, dia kakak yang baik, tapi kenapa hal ini bisa terjadi ? Tau ah, gue pusing, gimana antar aja. Yang penting sekarang pikiran gue tenang, Kakak ternyata nggak marah. Nggak kayak tempo hari, otak gue kusyut ketakutan. Gue cabut sekarang aja deh, daripada pagi-pagi nanti, ntar keburu dia bangun, masih berasa tengsin aja gue. Gue bangkit pelan-pelan takut dia bangun, oopps... masih bugil. Buru-buru gue pakaian, sebelum keluar gue naekin selimutnya biar dia agak lebih hangat, balik ke kamar gue dan nerusin tidur.

Pagi hari gue terbangun. Gue inget ada kuliah pagi ini, buru-buru gue mandi dan pakaian, terus turun ke bawah. Oops... Kakak rupanya masih dirumah, udah rapi tapi belum berangkat kuliah, dia sedang masak di dapur. Yah.... gimana nih ? Udah kepalang tanggung, gue langsung berangkat ajalah. Tapi harum nasi gorengnya membuat gue lapar dan lagi dia pasti nyuruh gue makan dulu. Akhirnya gue duduk aja di meja makan sambil sibuk baca koran. "Kuliah Tom ?" sapanya tanpa melihat gue. "Iya" jawab gue. Terus dia diam aja, sibuk ngaduk kuali. Kemudian dia menghidangkan 2 piring dimeja. "Makan dulu Tom", katanya singkat. Terus kami makan tanpa mengucapkan sepatah katapun, kayak orang musuhan. Suasananya nggak enak banget, sama-sama malu, sama-sama salting, kontras dengan suasana kemarin sore yang ceria dan akrab. Gue makan sambil menunduk, pura-pura sibuk baca koran disamping gue, nggak berani mendahului bicara. Akhirnya dia menghela nafas pelan dan bicara, "Tom.... nggak enak ya suasana begini..." dia diam, "Padahal kemarin kita udah mulai akrab lagi... tapi..... " kemudian dia diam, nggak nerusin ucapannya tadi. "Gue kangen suasana kayak dulu Tom...." "Ahh... semuanya emang gara-gara gue..." Wajahnya mulai suram, matanya mulai berkaca, tatapannya menerawang kosong ntah kemana, tapi sekarang dia kelihatan lebih tabah, nggak histeris lagi, mungkin udah pasrah. Gue lagi-lagi cuman bisa diam.

"Mungkin kamu ngeliat gue udah jelek banget ya Tom, mungkin kamu mikir kakakmu cewek nakal yang tega-teganya manfaatin kamu..." sambungnya lagi, "Tapi tolong Tom.... jangan benci sama gue, gue cuman minta itu sama kamu", lalu dia diam, berusaha keras menguasai diri, sempat gue lihat dia mengusap matanya sesaat, makannya nggak diterusin lagi. Gue juga jadi malas makan, "Kakak ngomong apaan sih, ngaco begitu. Siapa yang mikir begitu ? Ya udahlah... apaan lagi sih.... udah kejadian juga. Kan gue udah bilang, Kakak ya tetap kakak gue... nggak berubah. Lagian gue juga kangen sama suasana dulu, cuman Kakak aja yang diam terus, gue kan jadi takut, ntar salah-salah disemprot lagi" kata gue setengah menghibur, setengah ngomel.

Setelah lama diam dia akhirnya ngomong lagi, "Ya udah, makasih kamu nggak benci sama gue, yang penting sekarang kejadian itu nggak boleh diulangi lagi, nggak boleh" katanya. "Tidaaaaaakkkkkkk........ " itu yang teriak bukan gue, si Junior nih yang menjerit histeris, dia meronta-ronta begitu tau makanannya hendak melarikan diri. "Mumpung belum ada yang tau, mumpung belum muncul masalah yang lebih besar, kita harus stop, menjaganya jangan sampe terulang lagi." "Mudah-mudahan hubungan kita bisa kembali kayak dulu lagi, kamu dengar Tom ?" "Iya", kata gue pelan. Setelah diam beberapa saat, "Kamu mau kuliah ? yok bareng, gue anterin". Setelah beres-beres, kita berangkat.

Kira-kira tiga mingguan kita bisa bertahan, tiga minggu gue berusaha menguasai diri, mengusir bayangan tubuh telanjang Kakak dari fikiran gue, berusaha mengacuhkan godaan si Junior keparat ini. Heran deh, beratnya nggak sampai seperseratus berat badan gue, tapi bertingkah banget, suka nggak mau nurut sama gue, kepengen gue air keras aja nih makhluk biar nggak ngerepotin. Kalau sakawnya lagi datang, wuaah.. pusing gue. Apalagi kalo lagi dekat Kakak, nyooot... makhluk botak itu langsung bereaksi.

Tapi janji tinggal janji. Malang tak dapat diraih, mujur tak dapat ditolak, gitu kata pepatah versi gue. Kira-kira tiga minggu setelah itu, rumah kami kedatangan keluarga Oom dari daerah, satu keluarga penuh lengkap dengan anak-anaknya 3 ekor. Mereka mau menghadiri wisuda putra sulungnya, sepupu gue. Berhubung satu keluarga full, sama Nyokap mereka ditempatkan di kamar gue, gue jelas nggak bisa protes, masa mereka disuruh tidur di ruang tamu. Gue sendiri disuruh tidur di kamar Kakak. Wah repot juga nih, bisa tergoda gue, tapi tidur diluar selama seminggu mana tahaaan, bisa kena demam berdarah gue, lagi musim soalnya. "Kak, gue tidur diluar aja deh" kata gue basa-basi. "Eh.. jangan ntar kamu sakit lagi, duh gimana ya ?" Kakak gue juga bingung. "Ya udah, kalo gitu Kakak aja yang tidur diluar" kata gue memberi solusi blo'on. "Enak aja lu, udah bagus gue kasih tumpangan, gini aja, kamu tetap tidur disini, bawa tuh kasur lipat, gelar dipojok sana, awas.. jangan coba-coba mendekati daerah teritorial gue" katanya galak. "Huh... paling juga dia nanti yang masuk daerah teritorial gue" kata gue, untung dia nggak dengar.

Malamnya gue deg-degan, duh gimana ya ntar, apakah akan ada siaran ulangan ? buru-buru gue buang pikiran ngeres itu dari kepala gue, tapi buangnya nggak jauh-jauh. Yang jelas gue harus ikutin kata-kata Kakak, gak boleh ya gak boleh, lagian gue mana berani sih buat mulai duluan, kalo Kakak juga mau, kalo nggak bisa digampar gue, dan diminta dengan tidak hormat untuk tidur diluar berteman nyamuk-nyamuk nakal, taela. Lagian gue juga nggak mau ngorbanin perjanjian kita dan hubungan yang mulai membaik belakangan ini. Kalo perbuatan itu sampai terulang lagi, pasti rusak lagi semuanya. Tapi pas mulai malam gue perhatiin Kakak juga mulai grogi, hampir nggak kelihatan memang, karena dia pintar banget nyembunyiin perasaannya, dia nggak berani bertatapan muka sama gue, selalu menghindar, pura-pura maen sama sepupu gue yang paling kecil, padahal gue tau dia horny berat, cuman sok cool aja.

Gue biarin dia masuk kamar duluan, biar gue belakangan aja nunggu dia tidur, buat menghindari conversation basa-basi yang nambah bikin gue salting. Film udah habis, semua udah pada tidur, gue juga udah mulai ngantuk, baru gue beranjak ke kamar. Gue masuk pelan-pelan, lampu besar udah dimatiin, tinggal lampu baca di samping tempat tidurnya. Kakak tidur miring memeluk guling Mickey Mouse-nya, heran udah gede masih aja suka sama makhluk-makhluk jelek itu. Memakai kaos yang kedodoran dan second skin yang mencetak erat pahanya yang kencang. Wuihh... berdesir juga darah gue, buru-buru gue ke pojok singgasana gue, berbaring dan mencoba memejamkan mata. Susah payah gue mencoba tidur, tapi suasana dan harum kamar ini mengingatkan gue sama kejadian dua malam disini, di kamar ini, geliat, desah nafas, rintihan, kehangatan dan kelembutan seorang wanita yang kini berbaring hanya beberapa meter dari gue. Boro-boro mau tidur, ngantuk aja langsung hilang. Tapi gue dengar Kakak juga membolak-balik badannya, ehmm... dia masih bangun rupanya, nggak bisa tidur juga, soalnya dia biasanya kalo udah tidur anteng. Dia pasti sedang berjuang juga seperti gue, tersiksa banget tuh, mana napsunya gede juga lagi. Pusing juga sih, lamaaaa gue masih terjaga, akhirnya semuanya jadi sayup-sayup dan akhirnya gue tidur juga. Selamat deh malam ini.

Pagi hari gue bangun, Kakak udah nggak ada, hmm... bangun duluan rupanya, gue mandi dan pakaian terus turun kebawah. Kakak ada dibawah, sedang becanda sama sepupu gue. Gue lihat matanya agak merah, hihihi... kurang tidur kayaknya. Siang ini gue janji sama sepupu gue mau nganterin mereka ke Dufan, dan siang itu gue, Kakak, dan tiga anak manis itu pergi ke Dufan.

Pulangnya udah malam, gue capek banget. Kakak udah masuk kamar dari tadi-tadi, gue nyusul nggak lama kemudian. Tadi di Dufan dia ceria banget, becanda sama gue dan sepupu, tapi pas sampe rumah jadi nggak banyak ngomong, mukanya ditekuk terus langsung masuk kamar. Pas udah berbaring, pikiran gue mulai korslet lagi, padahal badan capek, tapi si Botak senut-senut terus, heran makin capek, makin horny rasanya. Perlahan gue mulai dibuai mimpi. Nah, kira-kira tengah malam, tidur gue berasa nggak enak, kok sempit banget sih ni, pikir gue, antara sadar dan nggak gue merasa ada orang yang ikutan berbaring disamping gue, siapa sih ni nyempit-nyempitin aja. Gue lihat kesebelah gue, ditemaram lampu gue lihat Kakak tidur rapat menghadap gue, buah dadanya yang lembut terasa menyentuh lengan gue. Nyooott.... nggak peduli gue masih ngantuk si Junior langsung bereaksi. Matanya terpejam, tapi nafasnya yang panas memburu menyapu wajah gue, menandakan dia tidak sedang tidur. Otak di kepala gue langsung pindah ke kepala botak si Junior, menandakan dia sekarang yang memegang kendali seluruh tubuh gue.

Gue membalik menghadap Kakak dan melingkarkan tangan gue di pinggangnya, wajah kami sangat rapat, benar saja, Kakak nggak tidur, dia langsung bereaksi. Matanya tetap terpejam tapi kepalanya perlahan maju dan melumat bibir gue, pertama dengan lembut, makin lama makin panas, nafasnya menghembus kasar, lidahnya bagaikan ular melilit lidah gue. Gue sampe kehabisan nafas dibuatnya. Dengan kasar Kakak membalikkan badan gue dan langsung menindih, gue rasakan sekarang seluruh tubuhnya diatas tubuh gue.

Tangan gue masuk kedalam kaosnya, memeluk erat dan meraba punggungnya yang mulus, disela ciumannya dia mulai mendesah. Nekat aja langsung gue buka pengait bra-nya, sementara dia mulai menarik-narik kaos gue. Gue bantu dia melepas kaos gue, kemudian gue tarik lepas juga kaosnya, dan dengan cepat dia meloloskan bra dari tangannya dan langsung menindih gue lagi. Buah dadanya yang padat jelas terasa mengganjal di dada gue. Gue remas pantatnya yang hanya dilapisi second-skin ketat, dia melenguh dalam ciumannya. Terus gue mulai buka second-skin-nya, dia membantu dengan mengangkat dan memajukan tubuhnnya sehingga buah dadanya tepat di muka gue, langsung aja gue hisap putingnya yang sudah mencuat, tubuhnya bergetar dan dia mendesis seperti orang kepedasan. Sambil terus melepas second-skin-nya, gue tetap mengulum kedua putingnya bergantian. Dalam posisi seperti itu buah dadanya terasa lebih besar dan begitu padat menekan muka gue.

"Tommm...sshhhhh.." dia mulai memanggil nama gue, tangannya nggak berusaha membuka celananya lagi, tapi memeluk erat kepala gue. Second-skin berikut CDnya sudah terlepas, dalam keadaan telanjang begitu dia langsung memelorotkan celana plus CD gue. Begitu terlepas dia langsung menindih gue. Tanpa penghalang lagi seluruh permukaan tubuhnya langsung menyentuh kulit gue, membuat bulu gue merinding. Kami berpagutan panas beberapa saat, ciumannya mulai turun ke telinga dan leher gue, sementara lebat bulu kelaminnya terasa seperti membelit penis gue. Tangan gue meremas bongkahan pantatnya dan terus turun ke celah vagina-nya, basah..., dia memang sedang horny berat, dan aroma kewanitaannya mulai menyeruak. Rintihan dan erangannya mulai keras terdengar. Peluh kami mulai membanjir.

Kemudian dia merangkak diatas gue dan menggenggam penis gue dan perlahan dia mendekatkan pinggulnya, dia benar-benar sudah nggak tahan. Terasa helm si Junior menyentuh bibir vaginanya. Kemudian setelah masuk sedikit, perlahan dia bergerak mendorong dan duduk di pinggang gue. "Aaaahhhkk.... erangan kami sama-sama terdengar begitu penis gue bergerak masuk ke lubang kewanitaannya, terbenam di dalam tubuhnya. Tubuhnya bergetar dan matanya tinggal putihnya saja. Kakak diam beberapa saat menikmati sensasi itu, untung aja jadi gue bisa narik nafas menenangkan diri. Kemudian dia mulai menggerak-gerakkan pinggulnya, maju-mundur, memutar, pertama perlahan, dengan mata terpejam dan mendesis-desis pelan sambil menggigit bibir bawahnya, dia sepertinya sangat menikmatinya. Kemudian makin cepat dan makin cepat. Rasanya gila-gilaan, si Junior serasa diplintir-plintir dan diulek-ulek.

Gue cuman bisa mendelik sambil menahan nafas menikmati semuanya, menyaksikan Kakak gue dengan tubuh putihnya yang telanjang bersimbah peluh menari di atas tubuh gue yang bersatu didalam tubuhnya, semakin hangat dan basah, terasa cairan kewanitaannya mengalir di biji gue, sementara buah dadanya berguncang-guncang mengikuti gerak tubuhnya. Gue cuman bisa mencoba bertahan sambil memegangi erat pahanya. Tiba-tiba dia menekan keras, terasa ujung penis gue mentok menyundul mulut rahimnya, "Ahhhkk...." dia menjerit seperti orang tercekik, organ wanitanya mulai mendenyut.

"Toomm..hhh..." tubuhnya kaku dan limbung kedepan memeluk gue. Wah.. Kakak diambang orgasme nih, gue juga dikit lagi nih, langsung gue balikkan badannya dan menindihnya, "Ahhhhkk....", jeritannya keras banget, gue sampe takut kedengaran ke kamar sebelah, terpaksa gue tutup mulutnya pake tangan, tapi tangan gue malah digigitnya keras. Aduh.... sakit banget, konsentrasi gue sampe pecah, tapi dia seperti nggak perduli. Sementara tubuhnya masih kaku, matanya nanar dipuncak kenikmatan, dari mulutnya terdengar erangan seperti orang yang sekarat karena terhalang tangan gue yang masih digigitnya keras.

Gue langsung menyetubuhinya secepat gue bisa di sisa-sisa orgasmenya. Organ wanitanya yang berdenyut-denyut semakin menjepit erat, tubuhnya terguncang-guncang menahan badan gue. Dan.... akhirnya diantara berjuta kenikmatan dan perih ditangan gue, gue melepas semua beban, mengalir ke dalam relung tubuhnya, tubuh Kakak gue sendiri, menyatu disana. Sensasinya.... perfect. Setelah itu hanya ada hening dan gelap.

Beberapa saat gue baru tersadar, penis gue masih berada didalam tubuhnya, terasa basah semuanya, gue bangkit dari atas tubuh Kakak. Dia cuman diam terkulai seperti mati, hanya naek turun dadanya yang teratur yang menandakan dia sedang tidur, sungging senyum kepuasan masih terisa di sudut bibirnya. Mungkin dia terlalu lelah akibat kemarin kurang tidur dan seharian mondar-mandir di Dufan, ditambah pergumulan barusan. Perlahan gue gendong tubuh telanjangnya, dia hanya mendesah manja sambil mengalungkan tangannya keleher gue. Gue baringkan di tempat tidurnya dan gue selimutin, balik ke kasur lipat gue yang barusan menjadi ajang pertempuran, kusut masai dan ceceran cairan tubuh kami disana sini. Gue udah gak peduli, pake celana, langsung berbaring dan.... tidur.

Sejak saat itu kami menyadari bahwa semuanya benar-benar sudah berubah, akan sangat sulit sekali menghentikan perbuatan ini. Kami sudah beberapa kali bertekad untuk menghentikannya tapi selalu saja gagal. Kakak udah pasrah, gue apalagi cuek aja. Kami biarkan semuanya berlalu apa adanya. Kami nggak kuasa menolak dorongan biologis itu, meskipun tau ini salah. Mungkin nanti waktu, kedewasaan, kesadaran yang mendalam, atau mungkin sebab-sebab lain yang dapat menghentikan semua ini.

Sejak malam itu, kami melakukan hubungan intim setiam malam, selama seminggu, sampai keluarga Oom pulang. Segala nafsu, hasrat, kami tumpahkan setiap malam. Begitu malam tiba, kami berdua langsung masuk kamar, menyetel tape agak keras sebagai kamuflase, dan mulai bergumul, bergulat, dan saling tindih. Malam hari kamar Kakak penuh dengan aroma sex, rintihan halus, erangan, rengekan dan cekikikan manja, suara tubuh beradu, derit ranjang, dilatar belakangi lagu-lagu fave kami. Kakak memang nafsunya gede banget, gampang banget terangsangnya, seperti nggak kenyang-kenyang, sampe pegel gue ngeladeninnya, cairan wanitanya juga banyak banget, sampe meleleh-leleh keluar gitu, gue nggak tau deh apa emang semua cewek begitu.

Seminggu itu ilmu persilatan gue maju pesat, Kakak membiarkan gue mengeksplor seluruh lekuk tubuhnya mulai dari kepala sampe ujung kaki, kita nyoba bermacam-macam posisi sanggama, dan pada malam ketiga kita udah nyobain oral sex, komentar gue... asin ... hehehe, besok-besok gue harus pake topi, soalnya habis rambut gue dijenggutin, mungkin gue ceritain laen kali aja kalo masih pada minat.

Setelah keluarga Oom pulang, hubungan sex kami terus berlanjut. Sudah seperti kebutuhan sehari-hari, kapan saja dan dimana saja, itu mottonya. Kami pernah melakukannya di kamar mandi, di ruang keluarga, di dapur, di mobil kalo lagi kebelet banget, di toiletnya Argo Bromo, di rumah sakit (sewaktu gue dirawat), pernah juga kita lakukan selagi cowoknya datang dan nungguin dibawah, "Ndi, tunggu bentaran ya", serunya dari atas, terus masuk kamar dan kita lakukan buru-buru, terus dia keluar nemuin cowoknya dengan nafas masih ngos-ngosan. Pernah juga sih hampir ketauan orang, tapi karena kami adek-kakak jadi malah nggak dicurigai. Untung selama ini masih selamat aja.

Gue juga gak tau gimana Kakak menjaga biar nggak hamil, pas gue tanya dia cuman bilang, "Udah itu urusan cewek, kamu gak perlu tau, ntar disalahgunain lagi".Tapi diluar urusan sex, hubungan kakak-beradik kami sama aja dengan orang laen, yang kadang akur, kadang berantem. Diluar itu sih sikapnya sama aja kayak dulu, kadang ngomelin, kadang ngeselin, sering ngerjain, tapi emang lebih sering baeknya sih. Hubungan intim hanya kami anggap sebagai penyaluran kebutuhan fisik, seperti makan minum, analoginya kira-kira sama dengan gue minta Kakak membuatkan nasgor kalo lagi lapar. Memang sih sensasi psikologisnya terasa begitu dahsyat kalo mengingat gue melakukan itu dengan Kakak gue sendiri, Kakak yang gue sayangi.
 
Terakhir diubah oleh moderator:
Panjang banget ceritanya tapi enak dibaca kalo di dalam kamar ada 2 manusia lawan jenis pasti ada setan siap menggoda

Pengalaman yang luar biasa masih ada lanjutannya kah?? :confused::confused:
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
cerita jadul waktu ane masih kuliah nih,, jaman bung wiro ccs hahaa,, macam nostalgia aja
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd