Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

11th Story : I Love You, L.P.

Hiatus??

  • Ya

    Votes: 9 11,5%
  • Tidak

    Votes: 69 88,5%

  • Total voters
    78

WizeMan

Kakak Semprot
Daftar
24 Sep 2012
Post
185
Like diterima
138
Lokasi
West Java
Bimabet
Malam itu, suasana perkotaan mulai sedikit lengang. Aku mendatangi sosoknya yang termenung di sudut kafe.
"Sorry, gue telat. Banyak kerjaan." Kataku sambil duduk.
"Iya. Enggak apa - apa. Gue juga belom pesen."
"Mas, tolong menu." Aku melambaikan tangan memanggil pelayan yang sigap memberikan daftar menu. Aku menuntaskan pesananku.
"Elu bisa bantu enggak? Gue butuh banget duitnya." Pintanya
"Serius elu? Bukannya job elu lagi banyak - banyaknya?" Aku tidak percaya.
"Ada sih job yang hasilnya lumayan. Tapi, elu tahu lah kondisi gue kayak gimana."
"Ya elu terus terang kalo elu itu jangan dijadiin tumbal macam kayak gini."
"Udah gue coba. Dan, nyokap malah pressing gue abis - abisan."
"Gue kasihan sama kondisi elu yang sekarang."
"Gue rela ngelakuin apa aja buat ngebahagianin orang disekitar gue. Apalagi, keluarga. Gue enggak mau kena murka."
"Jujur, duit segitu gue belom ada. Beneran gue."
"Duh, gue butuh banget duitnya. Bisa didamprat gue sama nyokap."
"Elo enggak minta sama gebetan elo itu?"
"Dia udah banyak gue mintain tolong. Sungkan minta dia lagi."
"Terus kenapa minta tolong ke gue?"
"Cuman elu yang gue pikir bisa nolongin."
"Gue enggak ada duit segitu."
Makan di kafe malam itu membuatku sedikit tenang. Dia masih berusaha pada pendiriannya untuk membantu keluarganya. Walaupun, aku miris melihat kondisinya sebagai tulang punggung keluarga yang diperah habis - habisan. Masih ingat, ketika dia mencurahkan isi hatinya kepadaku dan menceritakan kondisi keluarganya yang benar - benar tertutup tidak terekspos media. Terkadang prinsip apa yang terlihat belum tentu sebenarnya yang di dalam itu berlaku. Dan, hal itu terjadi kepada perempuan ini.
"Elu mau balik kemana?" Antarku ke parkiran.
"Ya ke BSD. Nyokap sendirian di rumah. Palingan naik taksi."
"Ada duitnya?"
"Kalo untuk itu, gue masih ada. By the way, thanks udah nraktir gue."
"Gue minta maaf belom bisa bantuin elu." Sesalku.
Dia berjalan keluar dan berdiri di dekat jalan untuk mencegat taksi lewat.
"Gue anterin aja elu balik."
"Enggak. Gue enggak mau ngerepotin."
"Justru repot kalo elu kenapa - kenapa di jalan."
Aku memintanya untuk naik di sedanku. Walaupun agak kuno, mobil ini masih bisa berjalan dengan baik. Dia duduk di depan menemaniku berkendara.
"Thanks udah mau nganterin pulang."
"Anggap aja ini permintaan maaf gue buat elu."
"Iya, gue ngerti koq."
"Sayang aja sih. Coba kalau gue kenal elu dulu."
"Emang kenapa?"
"Asli, gue suka sama elu. Cuman, ya gue sadar diri aja. Gue bukan model apalagi artis."
"Kenapa elu bisa suka sama gue?"
"Gue udah suka sejak pertama kali kenal aja. Dulu, elu belum seterkenal ini. Dan salah gue juga enggak ngungkapin perasaan gue ke elu. Waktu ada berita elu punya gebetan, sakit sih gue. Ya tapi mau bagaimana lagi. Yang penting gue bisa liat elu seneng aja udah cukup." Ungkapku jelas.
"Iya, itu salah elu. Kenapa elu enggak nyatain ke gue kalo elu suka." Mendadak dirinya lesu.
"Coba kalau elu bilang suka sama gue duluan. Enggak begini ceritanya." Imbuhnya.
"Gue minta maaf. Semua udah berlalu. Dan, gue nyesel enggak ngelakuin itu. Gue minta maaf ya. Gue enggak bermaksud nambahin beban pikiran elu."
"Udah telat juga, mau gimanapun itu udah masuk ke pikiran gue sekarang. Rese elu ah."
Sepertinya aku benar - bensr membuatnya pusing. Akan tetapi, aku sudah lega mengatakan apa yang kupendam selama ini kepadanya.
"Halo, Mah. Aku enggak balik malem ini. Aku ada syuting malem." Dia menelepon Ibunya.
Aku tidak mendengar jelas respons Ibunya.
"Iya, Mah. Nanti kalau udah selesai, Aku transferin uangnya ke paman." Di tutupnya ponsel itu dan dimasukkannya ke tas tangannya.
"Gue boleh minta bantuan elu, enggak?"
"Bantuan apaan?"
"Anterin gue ke Kapuk. Gue mau nenangin diri."
"Yaudah kalo gitu. Gue anterin."
Mobilku berbalik arah menuju utara perkotaan. Jalanan lancar membuatku bisa sampai cukup cepat. Sepanjang jalan, Dia selalu merenung menatap kosong ke jendela mobil. Aku masih takut mengganggu pikirannya sekarang. Sampai di sana, dengan arahannya kendaraanku parkir di sebuah apartemen yang cukup sepi.
"Elu malam ini sibuk enggak? Temenin gue dunk. Gue mohon."
"Kalo itu mau elu, gue enggak apa - apa."
Kami berdua masuk. Security disana menyapa kami dengan ramah. Sepertinya dia sudah mengenal perempuan yang ada bersamaku. Setelah naik lift, dia berjalan menuju salah satu pintu dan membuka kuncinya.
"Akhirnya sampe." Katanya lepas.
Aku menutup pintunya. Dia memelukku setelah aku berbalik. Kudengar sesenggukan tangisan darinya.
"Gue enggak kuat begini terus."
"Elu yang sabar, ya."
"Tiap hari gue banting tulang buat keluarga gue dan mereka selalu ngarepin lebih dari gue. Gue cuman pengen idup gue tenang aja." Ceritanya di tengah tangis.
"Gue pengen idup normal." Imbuhnya.
Tidak ada yang aku lakukan selain menjadi tempat sandarannya. Aku membelai kepalanya membuatnya nyaman.
"Elu jangan nyerah, ya."
Dia menatapku dan menarik kepalaku mendekat. Dia menciumku tanpa aku duga. Aku menyambutnya tanpa membatasinya.
"Sorry, gue enggak maksud buat minta itu sama elu." Kegugupanku berlangsung ketika dia selesai melakukannya.
Dia tersenyum. Kemudian, dia membimbing tanganku ke pinggang dan tangannya ke memeluk leherku. Suasana itu begitu canggung. Ditambah, saat ini aku tengah bersamanya.
"Gue minta tolong bantuin gue lupain beban idup gue bentar. Gue capek diginiin terus sama kehidupan. Gue pengen sama elu, pacar telat gue."
"Pacar telat..." belum sempat aku menyelesaikannya. Dia menyambar bibirku lagi.
Bibir kami saling lekat mencumbui. Seperti kekasih lama yang melepas rindu, bergairah dan tidak henti. Kenikmatan oral itu membuat kami lupa dunia.
Sambil tetap berciuman, aku mendorong tubuhnya ke dinding menahan tangannya disana. Aku berusaha menguasainya yang pasrah. Aku berhenti untuk mengambil nafas.
"Maafin gue..."
Dia mengangguk dan memelukku.
"Temenin gue bobo malem ini. Gue takut enggak bisa ketemu elu lagi."
Aku menggiringnya menuju tempat peraduan. Kami duduk dan kembali melanjutkan ciuman kami yang tertunda. Perlahan aku mulai meraba tubuhnya. Begitu juga dengannya yang mulai menanggalkan pakaianku satu persatu. Praktis, aku pun turut menelanjanginya sebatas melepas pakaian luarnya. Jemarinya menggelitik kontolku yang terbungkus celana dalam.
"Aakkhhhh.....geli kamu gituin." Aku mencubit bra yang dipakainya,
"Eeehhmmmmm.......nyubitnya pas di pentil.."
Kelamaan, aku memasukkan tangannya masuk ke dalam celanaku menyentuhkannya dengan kontolku. Dikocoknya kontolku hingga terasa sesak.
"Mmmmmmmhhhh......Lepasin aja ya.....udah sesek gini..." katanya.
Aku telanjang bulat di depannya yang masih memakai pakaian dalam. Dilepaskan bra yang melekat menutupi toketnya yang membusung. Warna putingya serupa dengan warna bibirnya. Coklat muda pudar.
"Elu enggak mau ini?" Godanya menimbang toketnya.
Tanpa basa - basi, aku menikmatinya dengan mulutku. Aku memilin puting yang tersedia dan memainkannya dengan manja. Sentilan dan putaran lembut menggairahkannya.
"Aahhhh.....pelan - pelan.....mmmmmhhhhhh.........aaaaaahhhh......."
Secara bergantian, aku menikmati toketnya hingga puas. Dia mengasihiku layaknya bayi yang menyusui. Selama itu, aku meraba daerah paha dan sekitar memeknya yang basah.
"Ooooohhhhh......yyyyyyeeeeeaahhhhh.......mmmmhhhh....aaahhhhhh...."
Giliranku memuaskannya. Aku melepas celana dalamnya dan meregangkan kedua pahanya. Dengan bulu jarang di atas memeknya, pemandangan ini membuatku kagum. Aku mengendusnya dan semerbak bau kewanitaan memenuhi pikiranku.
"Sssshhhhhhhhhh..........sssshhhhhhhh......."
Sebuah sapuan besar mengawaliku proses eating out memeknya. Aku membuka belahannya dengan jari dan warna merah muda itu menyegarkan mataku. Aku tidak ingin jemariku menyakiti memeknya dan menggunakan lidahku untuk menjelajahinya. Aku mendengar desahnya tersengal dan bergetar seperti tersetrum. Ciuman dan hisapan lembut di aku persembahkan juga untuk memeknya. Pahanya menekan membuat ruang sempit bagi kepalaku.
"Aaaaaahhhhhh...........ssssssssshhhhhhhh.........mmmmmmmmhhhhhh........"
Jilatan tipis dan berpola kulakukan menggelorakan nafsunya. Suguhan ternikmat dari seorang perempuan sepertinya yang tidak ingin aku sia - siakan.
"Brenti......stop,..gue enggak tahan......ahhhhhh.......pipis.....gue......mau....pipis....."
Dia mengencingi mukaku. Tapi, kurasa itu adalah orgasmenya. Aku tetap melahapnya hingga usai.
"Sorry, gue udah enggak tahan..."
"Enggak apa - apa. Gue seneng koq."
Tubuhnya lelah kusandarkan pada ujung kasur membuatnya sedikit menyandar. Aku mengangkanginya dan menyodorkan kontolku ereksi. Dia meludahi tangannya dan mengoleskannya. Dikocoknya kontolku di depan wajahnya.
"Aaahhhh.....enak kocokan elu......aaaahhhh...."
Dipeganginya batangku dan ditarik ulur menimbulkan efek nikmat tidak tertahankan. Dicobanya untuk memasukkan kontolku di mulutnya. Jilatan lidahnya mengantarnya masuk. Segera sudah masuk separuh, aku menggerakkannya maju mundur. Dia menuruti apa yang kulakukan. Kontolku keluar masuk ke dalam mulutnya.
"Mmmmmmmppppphhhhhhh.........mmmmmmmmpppppphhhhhh......mmmmmmmmmmmpppphhhhhhhh......"
Dilepaskan kulumannya dan berhenti sejenak. Ditatapnya aku penuh harap.
"Perawanin gue..."
"Elu yakin? Gue enggak minta lebih dari ini.."
"Kalo pun ada kesempatan lain, enggak masalah. Gue cuman pengen perawan gue lepas sama elu."
Mendapat permintaan ini, aku berpikir keras.
"Jawab dunk. Jangan diem aja." Dia menunggu jawabanku sambil mengocok kontolku.
Aku tidak menjawabnya. Aku mengambil sebuah bantal dan menyisipkannya di bawah pinggangnya sehingga memeknya sedikit terangkat. Dia menutup kedua wajahnya dengan tangan.
"Jangan gitu. Berasa gue merkosa elu kalo gitu." Kataku sambil memegangi kedua tangannya dan menggenggamnya di kanan kiri kepalanya.
Tidak kubiarkan matanya lepas dariku. Kontolku sengaja kugesekkan dahulu sebagai pemanasan.
"Kalo sakit bilang ya...."
Dia mengangguk pelan seraya kontolku menjebol memekmya.
"Aaaaarrrrrrhhhhhhhhh........nnnnnnnggggggggghhhhhhhh........mmmmmmmmppppphhhhhhhh.......sakit.....sakit......" desah kesakitannya tergambar jelas.
"Elu enggak apa - apa?" Khawatirku,
"Terusin....masukin terus.....mmmmmmppphhhh.......nnnnngggggghhhhh......"
Aku memasukkan seluruh kontolku dan mendiamkannya sebentar. Memeknya memijat kontolku di dalamnya. Wajahnya sayu kelelahan.
"Hihihi....jadi rasanya gini pecah perawan?" Nafasnya tersengal.
"Kalo enggak nyaman, gue cabut aja."
"Enak aja. Elu mesti kelarin ini..."
Aku mulai menggerakkan pinggulku.
"Ooooooohhhhhhh........oooooooohhhhhhhhhh.......aaaaaaakkkkkkkkhhhhhhh........aaaaaaahhhhhhhhhhh......"
Aku menggenjot tubuhnya. Kontolku melesak masuk tanpa henti.
"Shit....memek elu peret....."
"Aaaakkkkhhhh.........entot.........entot......."
Mulutnya kubungkam dengan ciuman. Sementara, dia mulai menikmati proses penetrasiku dengan memelukku. Toketnya kuremas semakin membangkitkan gairah. Kami lupa bahwa kenikmatan dunia seperti ini tidak pantas untuk kami lakukan. Yang jelas, pikiran kami telah dirasuki oleh perasaan nafsu yang menggebu.
"Nungging elu...." ujarku sambil membalik tubuhnya.
Kontolku bercampur dengan darah perawannya. Aku kembali menghujamkan kontolku di posisi di mana dia merangkak. Kontolku leluasan menggaruk isi memeknya.
"Ssssssshhhhhhhhhh...........ooooooooooohhhhhhhhh...........mmmmmmhhhhhhhhhhhh.............uuuuuuuuggggghhhhhh......."
Toketnya menggantung bebas tidak kubiarkan. Satu tangan lainku menjambak rambutnya dan menariknya ke belakang. Aku terus memacu tubuhnya yang berada di kendali kontolku.
"Kontol elu.......enak......parah.......Aaaaaaahhhhhhhh..........aaaaaaaahhhhhhhhh...........oooooooohhhhhhhh.........ooooooooohhhhhhh......"
"Elu mau gue entotin terus?"
"Entotin....gue.....ampe......mati...."
Mendengarnya berkata seperti itu, sedikit membuatku tidak bersemangat.
"Koq pelan? Genjot gue yang kenceng..." desaknya.
Kini, aku berganti posisi. Aku memangku tubuhnya dan dia memasukkan kontolku dengan posisi duduk menghadapku. Aku menjaga ritmenya dengan memegangi pinggangnya.
"Oooooooooggggghhhhhh.......ooooooooogggghhhhhhhh.......berasa banget........ooooooogggghhhhhh.........nagih........nagih,......."
Aku menyusu di toketnya sambil menghantamkan kontolku.
"Elu jangan mati....entar siapa yang gue mintain susu....."
"Demen banget ama tetek gue......isep aja.....ini punya elu....."
"Elu enggak jawab janji gue......"
Dia menciumku singkat. Kemudian, dia mendorongku berbaring dan menjepit kontolku erat.
"Aaaaarrrrgggghhhhh.......jangan dijepit......" ungkapku.
Dia tidak menggubrisku. Aku tidak dapat melihat langsung wajahnya karena tertutup rambut. Tangannya menyandar di dadaku. Sejurus kemudian, dia mengoyak pertahananku seperti orang kesetanan. Ditambah jepitannya semakin menyiksaku.
"Brenti......brenti.......gue enggak tahan.......diginiin...."
Bukannya berhenti, dia semakin liar dan terus - terusan mengejar klimaks. Aku berusaha melepaskan diri menghentikan aksinya. Aku menyingkap rambutnya. Tapi, terlambat bagiku.
"Gwwwwwwaaaaahhhhhhh.........."
"Oooooooooooooohhhhhhhhhhh......."
"Ccccrrrooootttt.........ccccccccccrrrrrooooooottttttt..........ccccccccrrrrrooooootttttt......"
Hal yang aku khawatirkan terjadi. Kontolku menyemburkan pejuh hangat di dalam memeknya. Aku tidak kuasa melawan ketidakberdayaanku. Aku kembali menyibakkan rambutnya. Wajahnya menangis haru.
"Gue....kelepasan....ngecrot di dalem...."
"Gue bahagia banget......pejuh elu nyembur di dalem....."
"Entar elu gimana?"
"Gue enggak mau bicara......gue berasa jadi cewek yang guna...."
Dia terbaring lemas di atasku. Aku menarik selimut dan menutupinya.
"Gue boleh ngomong sesuatu?" Katanya.
"Elu mau ngomong apa?"
"Gue seneng banget bisa deket sama elu."
Malam itu, kami menjadi kekasih tak resmi. Dan anehnya, perasaanku tidak senang.
Esok harinya, aku tidak menemukannya berbaring di atasku. Aku bangun dan tidak menjumpai tasnya. Dia telah pergi. Terselip sebuah kertas di dekat meja.
"Gue sayang sama elu L.P. "
Bukannya aku berbunga - bunga dengan kertas yang ditulisnya ini. Melainkan, timbul perasaan tidak nyaman seperti saat kata - katanya tadi malam.
"Firasat apa ini..."
Beberapa hari kemudian, media mengumumkan telah terjadi pembunuhan seorang model berinisial NGH di sebuah cottage di utara kota. Dan kasus berlanjut menyeret perempuan berinisial LP yang diduga diotaki oleh TY dari ide VY. Perempuan yang berinisial LP adalah seseorang yang aku kagumi. Ya, dia adalah Lidya Pratiwi. Aku sangat terkejut dia bisa terlibat kasus pembunuhan seperti ini. Perasaanku campur aduk mengetahui peristiwa ini.
"Kenapa elu gitu? Kenapa?" Aku masih tidak percaya.
Begitulah cerita dari seseorang penumpang yang enggan menyebutkan namanya kepadaku. Aku menurunkannya di tepi jalan. Aku tidak mengetahui secara pastinya di mana dia berada. Dia berpesan kepadaku untuk menjenguk Lidya di rutan.
"Permisi, Nona Lidya?" Sapaku.
"Iya. Siapa ya? Saya belum pernah bertemu dengan anda."
"Saya Grha, supir taksi online. Seseorang memberi titipan untuk disampaikan kepada anda."
Aku menyerahkan sebuah amplop yang diberikan orang itu kepadaku.
"Ini enggak mungkin. Enggak mungkin!" Katanya setelah membuka amplop itu.
"Dimana dia sekarang? Dimana!" Dengan nada sedikit keras.
"Saya tidak tahu. Beliau turun di tepi jalan. Dia berpesan untuk memberikannya kepada anda, Nona Lidya."
Dia menangis sambil memeluk isi amplop tersebut. Aku meninggalkannya supaya tidak mengganggunya. Sepertinya dia adalah orang yang penting bagi kehidupannya.
Kertas itu bertuliskan sebuah kalimat sederhana.
"Gue juga sayang sama elu."

Dibalik tulisan
"Gue sayang sama elu, L.P."











Atas Perhatiannya diucapkan terima kasih
 
Akhirnya ad crita grha lagi.. Ud lama menanti2.. One of the best series..
 
Wah tp lakon laki cerita ini bukan Grha ya? But, tetep mantep! Lanjut lahh
 
untuk semuanya terima kasih dan akan diupayakan untuk tetap berkarya
 
Bimabet
terima kasih untuk semuanya dan diupayakan menyajikan yang terbaik
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd