Agen Terpercaya   Advertise
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA A High Class First Love Story (BUCIN)

Next update kapan? ><


  • Total voters
    72
  • Poll closed .
Status
Please reply by conversation.
Coba tebak siapa yang mancing-mancing Dodo terus ngakunya diperkaos..;)

Membre mana ada yg bisa jadi kampret :(


duh gagal paham jimayu><

Gamao ><
Hukumannya kamu bilang ke mimin bikin akun ini jadi donat kek kamuh ><




:bata::bata::bata::bata::bata::bata::bata::bata::bata::bata::bata:


Umur g bs bohong :D

Hmm.... Anda menebak umur berdasarkan playlist lagu ya?
Baik, ini salah satu lagu pada playlist saya
:D


EDIT: Wah ternyata forum sudah bisa embedded Spotify :matabelo:
 
Part XIII: Lunar Expedition.

Three days later.

Pria itu kini sudah mulai bangkit dari tidurnya itu. Dia sudah mulai beraktifitas di rumah seperti biasa, seperti makan dan mandi. Dia juga sudah menyiapkan barang bawaan yang akan dia bawa untuk satu tahun ke depan nanti.

Namun, wajah murungnya itu tak pernah berubah sejak hampir seminggu yang lalu itu. Kini tatapannya sangat kosong, seperti mayat yang hidup. Makanan yang dia makan itu adalah fast food yang dia pesan antar ke rumahnya dan pengirim makanan itu dia suruh meletakkan makanannya di depan pintu rumahnya. Barang yang akan dia bawa pun hanya sedikit pakaian yang dimasukkan ke dalam ranselnya itu saja. Rumah yang pria itu tempati pun kini sangat kotor dan berantakkan. Pria itu terlihat juga sedang sangat depresi, nampak dari pria tersebut yang sudah menghabiskan sebotol penuh alprazolam yang dia tenggak tanpa resep dari dokter itu.

Pria itu kini tak mengetahui lagi keadaan dari kekasihnya itu. Seluruh akun sosial media dan akun berkirim pesan milik sang pria sudah diblokir oleh sang wanita. Pria itu tak bertemu lagi dengan sang kekasihnya itu, bahkan di saat-saat terakhir sebelum dia akan pergi untuk dikarantina.

Five months later

Sudah lima bulan pria itu menjalani karantina, dan dua minggu lagi adalah hari di mana pria itu akan pergi mengangkasa meninggalkan bumi. Ya, peluncurannya dimajukan karena semua hal yang diperlukan sudah dinilai siap. Jadi pria itu akan mengangkasa pada awal bulan Juli dan mendarat pada awal bulan Januari.

Seluruh rangkaian tes dan pelatihan sudah dia jalani selama lima bulan ini, dan sekarang adalah konsultasi yang menjelaskan hasil dari serangkaian tes pria tersebut yang berletak di sebuah ruangan kecil, dengan sebuah kaca satu arah di dalamnya.

"Pagi nak." Seorang dokter yang terlihat amat senior masuk ke dalam ruangan kecil yang sudah terdapat sang pria itu lalu duduk di depan sang pria itu.
"I... Iya dok. Pagi." Pria yang sedang bengong itu kaget ketika dokter masuk ke dalam ruangan itu.
"Jadi aku akan membacakan hasil akhirmu dari kegiatan persiapanmu selama lima bulan ini."
"Baik dok."

Dokter itu membuka lembaran kertas yang dia bawa. Setelah dokter itu membaca isi dari kertas itu, sang dokter mengambil nafas panjang.

"Jadi, fisik kamu cukup bagus, begitu pula dengan intelegensimu. Kamu lulus dalam dua hal itu."
"Terimakasih dok."
"Namun, mental kamu sangat buruk, nak. Kamu mengalami depresi yang sudah parah, dan kamu mencoba menutupi hal itu di depan kami."
"Tidak dok. Dokter pasti yang salah dalam memeriksa mental saya."
"Ha ha ha. Kamu tak perlu berbohong pada kami, anak muda."
"Saya tidak berbohong! Saya sudah sangat siap untuk misi ini."
"Apa kamu yakin?"
"Yakin!"
"Namun dari hasil pemeriksaan kami, tubuhmu ini sedang mengalami overdosis alprazolam yang kamu bawa satu tas penuh itu. Beruntung hal itu tak membuatmu meninggal, hanya saja sekarang tekanan darahmu menjadi tidak normal, nak. Kamu juga sering melamun, pandanganku sering kosong."

Pria itu kini hanya memandang meja, tak menjawab ucapan dokter itu.

"Nak, kalau kamu sedang ada masalah, bilang saja kepada kami. Kami akan membantumu."
"Masalahku adalah aku sedang membutuhkan ketenangan, dok."
"Hmm... Oke. Namun sepertinya kami baru bisa memberikan itu setelah ini."

Dokter itu berjalan keluar dari ruangan itu, meninggalkan sang pria sendirian di ruangan itu. Kini pria itu melanjutkan lamunannya itu. Tak lama kemudian, pintu terbuka, dan masuklah seorang dokter yang berbeda dari yang tadi masuk. Dokter itu kini duduk di hadapan pria itu.

"Do..."
"Lo ngapain?!"
"Gue salah satu dokter di sini."
"Oh."
"Sekarang, gue cuman pengen tau, lo kenapa Do?"
"Ga kenapa-napa. Gue cuman lagi ingin ga di ganggu."
"Iya, kamu tak ingin di ganggu sejak lima bulan ini."

Pria itu kini diam tak menjawabnya.

"Do, gue tau lo sekarang sedang nyembunyiin sesuatu dari gue."
"Gue ga pernah nyembunyiin apapun dari lo."
"Biar gue tebak, lo sedang punya masalah dengan Viny..."

Mendengar ucapan itu, sang pria itu langsung bangkit dari duduknya dan mengangkat kerah baju dokter yang kini berada di hadapannya sehingga tubuh dokter itu terangkat.

"UDAH GUE BILANG GAK ADA YANG GUE SEMBUNYIIN DARI LO!!! GUE CUMAN BUTUH WAKTU SENDIRIAN!!!"

Sontak orang-orang yang melihat dari balik kaca satu arah kaget, namun tidak dengan dokter yang kerahnya diangkat itu. Dokter itu tetap terlihat tenang.

"Ga apa-apa kalau lo mau nyiksa gue sekarang."

Ucap dokter tersebut. Sementara itu, sang pria tetap mengangkat kerah baju sang dokter hingga dua menit kemudian dia lepaskan.

"Gue pengen lo keluar sekarang juga Bim."
"Oke, gue keluar sekarang. Maaf udah ganggu waktu sendiri loe."
"Iya ga apa-apa."

Dokter itu pun pergi ke luar dari ruangan itu. Orang-orang yang berada di balik kaca satu arah itu pun juga pergi dari ruangan khusus tersebut. Sementara itu, pria itu kini berpindah dan duduk di salah satu pojokkan ruangan, sambil meringkuk dan memejamkan matanya. Entah apa yang akan dia lakukan.

One week later.

Tak ada perubahan yang berarti dari pria itu, masih sama saja seperti seminggu yang lalu. Tentunya hal ini sangat mengkhawatirkan bagi para dokter yang menjaga kondisi sang pria, walaupun sang pria masih saja bersikeras bahwa dia tidak kenapa-kenapa dan sanggup untuk mengemban misi ini.

"Kondisimu tidak ada peningkatan dari kemarin." Ucap dokter yang paling senior kepada sang pria, di ruangan yang sama dengan seminggu yang lalu.
"Kondisiku selalu yang terbaik." Sanggah sang pria.
"Dengar, nak. Kami sudah tahu segala tentang raga dan jiwamu ini, dan dari pemeriksaan mentalmu sangat terpuruk. Kamu mengalami depresi berat, nak. Jika kamu tak kunjung membaik, misi ini bisa gagal."
"Dok, saya sudah tandatangan di atas kertas bermaterai untuk misi ini. Saya juga sudah memberikan lima bulan waktu saya untuk misi ini. Saya tak mau misi ini gagal!"
"Kalau begitu, jelaskan kepada kami mengapa kamu menutupi dirimu bahwa kamu sedang depresi."
"Tidak! Aku baik baik saja, dok. Aku sedang tidak depresi. Itu hanya kesalahan analisa dokter saja!"
"Baik, saya tidak ingin bercanda lagi. Besok adalah tes terakhir untuk dirimu. Semua hasil tentang fisik, intelegensi, dan mentalmu akan menentukan jalannya misi ini. Semoga kamu bisa melewatinya, nak. Karena yang menentukan lulus atau tidaknya dirimu bukan hanya pak presiden saja, namun juga kepala negara lainnya yang tergabung dalam misi ini. Oke cukup bagi saya, sekoga kamu berhasil besok."

Dokter itu kini pergi dari ruangan itu, pula dengan orang-orang yang berada di balik kaca satu arah. Sementara sang pria kini berada di pojok ruangan sama seperti biasanya.

Pria itu kini berjalan menuju ke kamarnya. Selama perjalanan, pria itu terlihat sangat senang seperti biasanya dia menghadapi orang-orang yang berada di gedung ini selain dokter. Walau demikian, semuanya sudah tahu jika pria tersebut sedang mengalami depresi yang amat berat.

Sesampainya di kamar, pria itu membuka pintu kamar. Namun, dia kaget sekaget-kagetnya ketika kini di hadapannya ada sesosok perempuan kini berdiri membelakanginya.

DXc-Wl-ZEVQAAh-Pc-T.jpg

Pria itu kini mendekati wanita itu.

"Viny..."

Ketika jarak kedua insan itu sudah sangat dekat, secara tiba-tiba wanita itu berbalik badan.

"VINY...!!!"

Mereka berdua langsung berpelukan sangat erat, dan sang wanita juga membenamkan mukanya pada dada sang pria. Saking eratnya, seakan-akan tubuh mereka berdua ini telah bersatu. Air mata kedua insan itu kini tak terbendung lagi, mereka kini berdua menangis sekencang-kencangnya, memecahkan keheningan di ruangan itu.

Sepuluh menit mereka berpelukan erat, kini mereka mulai melonggarkan pelukan mereka itu walaupun tidak melepaskannya. Kini mereka saling memandang wajah mereka masing-masing, mengobati rasa rindu yang telah menggunung itu.

"Maafin aku yang, aku salah dalam menilai kamu."
"Ga apa-apa kok."
"Pas itu aku sampai bandara nyari-nyari kamu ga ada. Kan aku kesel jadinya, kan aku lagi ada tamu. Terus kalau yang ga di jemput nanti di bawa pergi ke rumah dinas. Di situ aku ketemu sama kak Yona. Dia cerita ke aku tentang itu. Akunya udah kebawa emosi. Apalagi pas denger berita kalau kamu bakal pergi ke luar angkasa ninggalin aku. Jadinya ga sempet dengerin kamu ngomong pas itu."
"Iya sayang, ga apa-apa."
"Tapi empat hari yang lalu kak Bimo datang ke rumahku bareng Shani dan kak Yona. Di situ mereka ngomong segala tentang kamu. Kak Yona juga ngomong kalau apa yang dia kasih tau ke aku itu bohong, dan kak Yona udah minta maaf ke aku, dan dia ingin minta maaf ke kamu."
"Iya sayang, aku punya dendam kok sama Yona. Ga apa-apa."

Mereka kini diam dalam waktu yang cukup lama, saling memandang wajah mereka satu dengan yang lain.

"Vin..."
"Iya..."
"Aku kangen sama kamu..."
"Aku juga kangen sama kamu, yang..."

Secara perlahan, kedua berdua kini mendekatkan kepala mereka. Nafas mereka kini menjadi berat. Bibir mereka kini saling bertemu, mereka kini mulai berciuman. Terlihat sekali mereka melakukan ciuman itu dengan sangat perlahan, mereka sangat ingin menikmati ciuman mereka yang sudah lama itu. Kini seluruh bagian mulut dari kedua insan itu telah saling menempel. Kedua insan itu kini mulai saling beradu lidah dan bertukar air liur. Terlihat sangat romantis sekali ciuman yang mereka lakukan itu.


Hingga lima belas menit kemudian, mereka baru melepaskan ciuman itu. Sangat lama sekali ciuman mereka itu. Memang kedua insan itu sudah sangat merindukan saat-saat seperti ini.

"Vin..."
"Iya..."
"Kok kamu bisa di sini?"
"Aku di bawa ke sini sama kak Bimo. Shani juga ikut, katanya mau nemenin kak Bimo. Jadi aku sama Shani juga di sini selama seminggu, sampai kamu berangkat."
"Tunggu. Seminggu? Kamu memangnya udah dapat izin dari orangtuamu? Juga, memangnya ga ada kuliah sama kegiatan JKT48?
"Aku sama Shani ijin kuliah dan kegiatan JKT48 selama seminggu. Kalau orangtua aku sih ngijinin, soalnya orangtua aku kan udah tau kamu."
"Yaudah Vin, bobo yuk."
"Ih masa langsung bobo sih?! Aku kan udah siap-siap."
"Aku capek banget. Lemes banget badan aku. Masih seminggu lagi kok berangkatnya."
"Hmm... Iya deh yang."

Pelukan itu kini sudah terlepas, dan kedua insan itu kini mulai untuk berbaring di atas ranjang yang berada di dekat mereka. Tubuh sang pria berbaring di atas ranjang, sementara tubuh sang wanita dalam posisi tengkurap meringkuk pada sisi sebelah kanan sang pria.

"Sempit ya kasurnya?"
"Ga apa-apa, biar bisa deketan sama kamu."
"Oh ya Vin..."
"Apa yang?"
"Selamat ulang tahun ya Vin. Maafkan aku yang telat banget ngucapinnya, juga nggak ngasih kamu apa-apa ini."
"Iya yang. Ga apa-apa kok."
"Padahal kamu udah memberikanku kegadisanmu itu saat aku ulang tahun..."
"Ga usah di bahas. Kamu memang layak kok yang mendapatkannya."


Kini pria itu mulai mengelus-elus kepala bagian belakang sang wanita dengan tangan kanannya itu.

"Seharusnya aku lebih dekat sama kamu ketika aku denger kamu mau pergi, biar bisa lebih lama sama kamu sebelum kamu pergi. Aku kan udah kesepian lima bulan ga ada kamu, ditambah lagi nanti enam bulan kamu pergi jauh dariku."


Pria itu hanya membalasnya dengan senyuman yang diarahkannya pada sang wanita. Tak lama kemudian, kedua mata insan itu sudah terpejam. Mereka kini sudah tertidur dengan cukup pulas.

====//====
Back to first person POV. It is enough.

At the next day.

Baru saja dibacakan hasil pemeriksaan akhirku, dan aku resmi dinyatakan lulus untuk melaksanakan misi ini. Tentunya semua orang sangat senang sekali mendengarnya. Aku diberi ucapan selamat secara langsung oleh seluruh orang-orang penting yang terlibat dari misi ini, termasuk pak presiden dan kepala negara sahabat yang tergabung dalam misi ini. Tentu membutuhkan waktu yang cukup lama dalam menerima ucapan selamat yang sangat banyak jumlahnya ini.

Aku keluar dari ruangan ini, dan sudah ada yang menungguku persis di sepan pintu. Ya siapa lagi.

"SELAMAT YA SAYANNGGG..."
"Heh Viny! Kamu ngapain di sini? Ngalangin jalan keluar tau ga. Udah gitu suaranya kenceng lagi."
"Iya deh yang. Aku minta maaf. Kan nanti aku bakal kangen sama kamu."
"Ga nyambung."
"Iiiihhhhh..... huft."

Aku memindahkan posisi kami berdua sehingga tidak menghalangi pintu ini.

"Do. Kita ke balkon atas yuk."
"Ayo lah."

Di saat akan melangkah, tiba-tiba dokter yang kemarin memperingatkanku itu kini keluar dari ruangan. Sepertinya lelaki itu ingin berbicara kepadaku.

"Yaudah Do lo nyusul ye."
"Iye."

Benar saja, kini laki-laki itu memulai pembicaraan kepadaku. Sementara itu, Bimo dan Shani pergi meninggalkanku dan Viny di sini.

"Selamat, nak. Kamu lulus ketiga tes terakhir. Saya amat bangga denganmu."
"Tidak, dok. Seharusnya saya yang berterimakasih kepada bapak karena sudah sangat perhatian kepada saya selama lima bulan ini."
"Kamu seharusnya tidak perlu berterimakasih nak, ini sudah pekerjaan saya. Saya khawatir dengan kondisimu kemarin. Saya takut jika proyek ini gagal karena kondisimu saat itu."
"Ah pak dokter ini. Sudah saya bilang saya pasti akan lulus tes. Saya sudah sangat totalitas dalam mempersiapkan diri saya untuk misi ini."
"Ha ha ha ha. Kamu tak perlu berbohong, nak. Pasti karena senyuman manis wanita di sampingmu itu, ya?" Ya, kini Viny berada di samping kiriku sambil mendekap lengan kiriku. Gayanya sudah seperti seorang istri, padahal belum.


Aku tak membalas kalimat itu, aku hanya membalasnya dengan senyuman. Aku menoleh ke arah Viny, kini dia juga tersenyum dan kini juga sedang menengok ke arahku sehingga kini kami saling bertatap-tatapan. Beberapa saat setelah menyadari hal ini, sontak kami saling tertawa, entah mengapa, namun rasanya senang sekali.

"Hehe pak saya izin pergi ya pak."
"Dasar anak muda. Ya, silahkan saja. Nikmati waktu berdua kalian sebelum kalian akan berpisah selama enam bulan."
"Baik pak. Terimakasih ya pak."

Kini aku melangkah pergi dari tempat itu. Viny yang dari tadi tidak melepaskan dekapannya pada lenganku itu kini malah menyenderkan kepalanya pada bahu kananku, padahal kami sedang berjalan. Ya, kami berjalan menuju ke balkon atas dari gedung ini.

Sesampainya di balkon atas, terlihat punggung milik Bimo dan Shani yang kini sedang duduk di atas sebuah bangku kayu yang amat panjang sedang memandang ke arah langit yang mulai berwarna orange ini. Mereka duduk sedikit ke kanan, dengan Shani yang berada di posisi paling kanan sambil meletakkan kepalanya di atas bahu kanan pacarnya itu. Kami berdua pun segera bergabung dengan mereka di posisi sebelah kiri mereka dan dengan posisi yang serupa, hanya saja posisi Viny berada di sebelah kiri.

"Do..."
"Iya..."
"Gue bangga ama lo."
"Gue juga bangga kok ama lo, Bim."
"Gak Do, lo udah jauh di atas gue sekarang..."
"Ga ada, Bim. Gue bisa seperti ini juga gara-gara lo."
"Kata-kata lo barusan tuh basi tau ga."

Mendengar kata itu sontak kami pun tertawa. Senang sekali rasanya, entah mengapa. Kami pun terdiam untuk beberapa menit.

"Do..."
"Apa?"
"Gue bakal kangen ama lo nanti."
"Homo lu anjing."
"Si goblog."

Kami pun tertawa lagi, sama seperti tadi. Namun, aku menyadari kini lengan kiriku kini mulai terasa basah.


"Viny, kamu kenapa?"
"Aku ga mau pisah sama kamu... Huhuuhuuu.... :(" Kini Viny malah menangis dengan kencang.
"Vin, aku hanya pergi selama enam bulan aja kok."
"Gamauuuu.... Aku ga mau kehilangan ku lagi.... :(" Ucap Viny sambil memeluk lengan kiri gue sambil membenamkan kepanya ke dalam lengan gue. Terasa amat erat sekali dia memeluk lenganku ini.
"Vin, aku akan menjaga diriku sendiri kok. Aku juga sangat yakin kok dengan peralatan dan perhitungan dari orang-orang yang sudah bersusah payah membangun misi ini. Aku janji kita akan bertemu enam bulan lagi."
"Bukan itu aja... Aku kangennn.... Huhuuuu... :("

Tangan kananku kini bergerak ke arah kepalanya itu dan kepalaku kini aku arahkan kepada dirinya, sehingga kini wajah kami saling berpandangan.

"Vin..."

Tangan kananku kini mengelus pipi kirinya. Nampak matanya yang berkaca-kaca itu.

"Vin, aku pergi bukan untuk pergi. Aku pergi untuk misi kita semua. Mungkin, anak kita nanti yang akan melanjutkan pekerjaan bapaknya ini."
"T.. Tapi..."

Perkataan Viny barusan langsung aku potong dengan cumanku pada bibirnya itu, yang selalu Viny terima dengan hangat. Aku merasakan lembutnya bibir Viny yang selalu membuatku kangen ini. Walau begitu, tak ada birahi dalam ciuman ini, hanya rasa cinta saja yang mengiringi ciuman kami.

"Aku juga bakal kangen kamu kok, yang. Masih ada enam hari lagi sebelum aku akan pergi."

Kini aku tersenyum menghadap Viny. Viny pun juga kini memandang ke arahku dengan senyuman yang teramat manisnya itu. Sementara itu.


"Dasar bucin."
"Ngaca njing."
"Sok-sokan bilang kangen enam bulan bakal ga ketemu. Padahal kemaren ga ketemu lima bulan juga bisa."
"Yeh si anjing dasar."

Mendengar kata itu, di sebelah gue sepertinya terpelatuk.

"IIIIIHHHHHHHHHHHH..............."

Terlihat ekspresi cemberut kesal dari wajah Viny yang diacarahkan ke arah Bimo. Nampak mukanya yang berwarna merah.

"Eh halo manis. Jangan ngambek dong."
"Haha Vin. Si Bimo bercanda aja kok. Ga usah gitu dong, yang."

Mendengar kata itu, Viny mengangguk dan mulai memandang ke arah matahari yang kini sudah mulai terbenam. Sementara itu, Shani mencubit perut Bimo. Nampak wajah Shani yang terlihat sebal mengarah ke arah pacarnya itu.

"AAAAAAAKKKKKKKKK....."
"Mampus lo anjing."

Kami berdua pun kini tertawa lagi untuk kesekian kalinya.

Two hours later.


PLOK!!!
PLOK!!!
PLOK!!!
"MMMHHHH....!!!"
PLOK!!!
PLOK!!!
PLOK!!!
"Ah Viny..."

Sudah hampir dua puluh menit suara selangkanganku dengan selangkangan Viny yang bertabrakan itu kini memenuhi kamarku. Racauan desahan Viny membuatku ingin terus menambah tempo genjotanku pada vaginanya.

Aku di sini duduk manis menantimu
Aku pun ingin membuat kau tak menyesal


Selain racauan kami, lagu itu juga turut memenuhi atmosfir kamar ini. Lagu ini sengaja aku putar dengan cukup keras agar tak ada yang mencurigai aktifitas maksiat kami ini.

Bahwa kau telah memilih diriku ini
Yang akan terus membuat hidupmu indah


Penisku yang sudah tidak dilayani oleh vagina Viny dari awal tahun itu kini kembali dilayani kembali. Rasanya amat nikmat sekali, tak ada yang berubah dari terakhir kali aku bersetubuh dengannya itu.

"Hmmm.... Yang... Ssshhh...."

Tubuh kami kini sudah terasa sangat basah akibat peluh kami. Tubuh Viny kini nampak mengkilat, yang membuat kedua payudara yang bergoyang-goyang itu terasa amat menggoda. Payudara yang tidak besar namun memiliki puting berwarna merah muda itu selalu membuatku gregetan setiap kali melihatnya.

"Yang... Ah..."

Vagina Viny sangat sigap dalam melayani penisku ini. Pijatan lapisan epitel vagina Viny selalu saja membuatku bertambah nafsu untuk terus menjangkau jauh lebih dalam dari vagina ini. Rasa lembab vagina Viny yang amat lembab juga selalu membuatku seperti melayang, sangat enak sekali rasanya. Tak ada lawan pokoknya!

"NGGAAAHHHHHH...!!! SAYANG...!!! MMMHHHHH.....!!!!"

Tiba-tiba tubuh Viny tegang dan melenting. Viny telah mendapatkan orgasmenya yang sudah lama tak dia dapatkan itu. Sementara itu, penisku yang sedari tadi menahan muntahan spermaku ini merasakan cairan hangat yang mengalir di dalam vaginanya. Seketika pertahananku runtuh.

"Viny..!!! Ngghhhh...!!!"

Lima semprotan panjangku menyemprotkan spermaku di dalam vagina milik Viny. Terasa banyak sekali spermaku yang keluar di dalam vaginanya itu.


Aku mencabut penisku dari vaginanya itu. Nampak spermaku yang meluber dari dalam vagina Viny, sehingga menetes di atas kasur. Kini aku mengambil posisi di sebelah kiri Viny, tengkurap menghadap Viny sambil tangan kiriku mengusap-usap perut Viny yang rata ini.

Hidupmu indah
Hidupmu indah
Hidupmu indah


"Hah... Hah..."
"Hah.. Vin... Makasih banyak ya... Hhh..."
"Hah... Iyaa... Hah... Kan tubuh aku kan milik kamu... Hhh..."
"Hah... Hhh... Tapi kan aku selalu anggap sebagai hadiah... Hhh..."
"Hah... Hah... Kan udah lama aku ga ngasih... Hah.. buat kamu... Hhh..."
"Hhh... Iya... Udah lama..."
"Hah... Banyak banget... Hhh... Bisa-bisa hamil ini... Hhh... Aku lagi subur... Hah..."

DEG!!!

"Vin..."
"Hahaha... Tapi aku bercanda kok... Hah... Aku udah minum pil KB... Hhh..."
"HAAAAAAAHHHHHHHHHHHHHH...." Aku menghembuskan nafas yang panjang.
"Haha sayang... Hhh..."
"Vin... Jangan bikin orang jantungan deh... Hahh... Aku langsung lemes tau ga... Hahh..."
"Hehe... Masa calon ayah ga siap sih... Hhh..."
"Ya bukan sekarang juga... Hahh..." Ucapku sambil mencubit hidungnya itu dengan manja.
"Iiiihhhh...."
"Nakal sih... Hhh..."


Aku pun kini menarik selimut dan mulai menutupi tubuh kami berdua. Badan kami terasa amat lelah sekali. Sekarang saatnya kami untuk tidur.

Six days later.

Beberapa jam lagi, roket yang akan membawaku mengangkasa sudah berdiri dengan tegak untuk meluncur. Kini, aku sudah berpakaian siap untuk meluncur, walau belum memakai pakaian yang disebut Extra-Vehicular Activity (EVA).

"Mas..."
"Ada apa?"
"Kedua orangtua mas sudah menunggu di bawah."
"Oh oke, saya akan pergi ke sana."

Aku pun melangkahkan kakiku ke sebuah ruangan lantai bawah. Saat memasuki ruangan itu, terlihat dua orang yang sudah renta walaupun badannya masih cukup segar di dalam ruangan ini sedang terduduk di atas kursi yang ada. Ya, itu adalah kedua orangtuaku. Aku pun duduk di depan mereka.

"Yah... Mah..." Aku tatap wajah mereka yang sudah dipenuhi keriput itu.
"Nak... Kenapa kamu ga bilang langsung kepada mama ayahmu ini nak, kalau kamu akan berangkat ke bulan?"
"Yah... Dodo..."

Aku tak dapat menahan air mataku ketika aku mengucapkan kata itu. Kini aku menangis di dalam pelukan kedua orang tuaku ini.

Maafin Dodo yah ga ngasih tau ayah sama mama..."
"Ga apa-apa nak. Ayah sama Mama selalu bangga sama kamu. Kamu harta paling berharga bagi ayah dan ibumu ini, nak. Ayah tidak akan marah lagi kepadamu nak.
"Iya sayang. Mama yakin kamu pasti punya alasan mengapa tak segera mengabarkan ayah dan ibumu ini. Sudah sudah sayang, ga usah dipikirin lagi."
"Huhuu... :(" Gue masih saja menangis dalam pelukannya itu.
"Udah dong nak, jangan nangis. Laki-laki udah 26 tahun kok nangis."
"Iya, udah punya pacar juga masa nangis."

Gue kaget mendengar ucapan itu dari mulut ibuku. Sontak gue bangkit dari pelukan orang tuaku.

"Maksudnya mah?"
"Kamu udah punya pacar kok ga bilang mama sama ayah."
"Iya. Tadi ayah sama mama ketemu Bimo terus ketemu sama pacarmu itu. Namanya Fini ya?"
"Viny yah. Pakai 'V' dan 'y'"
"Iya maksudnya itu. Ayah setuju sama pacarmu itu. Cantik, manis, badannya bagus, pintar juga. Cocok banget sama kamu."
"Ngghhh... Iya yah..."
"Kamu pulang langsung kamu lamar yah nak. Mamah udah ga sabar ingin gendong cucu."
"Iya mah..." Ucap gue dengn senyuman terpaksa.
"Mama sama ayah nanti tinggal di rumah kamu di Jakarta ya. Biar bisa deket sama calon menantu mamah."
"Iya mah, mamah sama ayah punya kuncinya kan?"
"Punya dong, kan kamu kasih ke mama dulu."

Namun tiba-tiba pintu terbuka, dan seorang lelaki masuk ke dalam ruangan ini.

"Permisi, bapak, ibu. Namun tuan Dodo sudah harus siap-siap untuk berangkat."

Mendengar ucapan itu, aku dan kedua orang tuaku berdiri.

"Yah, mah, Dodo berangkat dulu yah..."
"Iya nak. Jaga dirimu baik-baik ya, supaya kamu bisa pulang lagi."
"Iya yah."

Aku pun kini memeluk kedua orang tuaku ini. Cukup erat pelukan kami. Entah berapa lama kami berpelukan, cukup lama sepertinya. Setelah dirasa cukup, kami melepaskan pelukan kami.

"Cium dulu dong..." Ucap ibuku.

Memang keluarga kami selalu mencium satu dengan yang lainnya, sebagai bentuk kasih sayang. Aku mencium pipi kedua orang tuaku, sementara itu ibuku juga mencium pipiku.

Setelah mencium kedua tangan orang tuaku, aku meninggalkan ruangan ini dan melangkahkan kakiku menuju ke dalam ruangan persiapan terakhir. Aku memakai pakaian EVA-ku, dan kini bersiap untuk memasuki lorong yang akan membawaku menuju roket.

Semuanya sudah siap. Pakaian EVA sudah aku pakai, tinggal helm-nya saja yang baru akan aku pakai ketika sudah berada di dalam roket. Aku berjalan di dalam lorong, sudah terdapat Bimo, Shani, dan tentunya Viny yang menunggu.

"Sayang... Aku tadi ketemu sama orang tua kamu..."
"Iya yang... Aku sudah tau..."
"Hmm..." Viny nampak tertunduk murung.
"Ga usah sedih, aku bakal pulang kok. Orang tua aku mau sering ketemu sama kamu, masa kamu murung terus sih."

Viny yang tadi nampak tertunduk murung itu kini nampak ceria menatapku dengan senyuman khasnya yang amat manisnya yang akan aku rindukan itu.


"Yaudah sebelum berangkat peluk dulu sini."

Viny pun langsung memelukku dengan sangat erat, seakan tak membiarkanku pergi. Namun, tentunya takdir berkata lain. Kami berpelukan selama sekitar dua menit, sebelum dia lepaskan.

"Jaga diri kamu ya, yang."
"Iya, kamu juga. Kamu jaga juga calon mertuamu itu."
"Iyaa..."

Aku pun kini menatap Bimo.

"Bim, tolong jaga Viny ya."
"Iya, gue akan jaga Viny selama enam bulan. Selanjutnya Viny harus dijaga sama lo. Makanya lo harus jaga diri lo biar bisa pulang."
"Iya, tenang aja. Buat Shani, tolong temenin Viny ya."
"Iya kak."

Aku pun kini berjalan sendirian di atas garbarata. Dari balik kaca, aku dapat melihat dari kejauhan ribuan orang yang berada di sekitar fasilitas peluncuran. Mereka akan menyaksikan peluncuran roket ini. Belum lagi masyarakat dunia yang menyaksikannya melalui TV dan Internet. Tentu aku tak boleh membuat mereka semua kecewa akkbat kesalahanku.

Setelah duduk di dalam kokpit yang posisinya menghadap ke arah atas dan memakai helm, kini aku melakukan serangkaian prosedur sebelum berangkat. Aku memeriksa panel instrumen, dan mengatur segala macam di dalamnya. Setelah di rasa cukup kini aku sudah siap untuk meluncur.

"Semua sudah siap?"
"Siap."
"Baik, kita menuju ke tahap selanjutnya.

Seluruh sistem pengaman roket ini sudah terlepas seluruhnya. Tak ada lagi yang menghalangi roket ini untuk meluncur.

"Lima belas detik lagi roket akan meluncur." Ucap menara pengatur utama via radio. Tubuhku sekarang keringat dingin yang amat luar biasa."

Hitung mundur pun mulai.

"Sepuluh..."

"Sembilan..."

"Delapan..."

"Tujuh..."

"Enam..."

"Lima..." Mesin pun mulai dinyalakan.

"Empat..."

"Tiga..."

"Dua..."

"Satu..." Kini mesin diberikan bahan bakar penuh.

"Meluncur..." Roket pun mulai meluncur ke atas.

Suara derungan mesin kini memenuhi helm ini. Sangat berisik sekali. Juga terasa sekali hentakan gaya ke atas yang terasa di tubuhku. Aku mulai meluncur vertikal tegak ke atas melawan gaya gravitasi. Diriku kini sangatlah tegang.

Beberapa detik setelah meluncur, roketku ini mulai bergerak miring untuk melawan pergerakan rotasi bumi dan meringankan gaya gravitasi bumi. Tak lama kemudian, tahap pertama selesai, roket yang berada di paling bawah kini aku lepas karena tak terpakai lagi. Masih ada banyak tahap selanjutnya untuk perjalanan panjang ini.

Three days later.

Kini aku sudah mencapai orbit bulan. Perjalanan yang amat menegangkan, karena dalam perjalanan, aku harus membalik roket ini di luar angkasa. Jika salah sedikit saja, maka proses membalik posisi akan gagal, dan aku akan terombang-ambing di luar angkasa sendirian. Roket yang pada awalnya berukuran sangat besar ini kini hanya tersisa bagian atasnya saja, memang hanya bagian atas roket saja yang diperlukan di luar angkasa karena gaya gravitasi yang minim.

Kini, roketku akan bergerak untuk mendarat di permukaan bulan. Sesuai perhitungan, aku mulai menjatuhkan roket ini ke dalam gravitasi bulan, hingga beberapa kilometer di atas permukaan bulan aku nyalakan mesin untuk mengatur posisi roket agar tetap berdiri tegak. Diriku sekarang amatlah tegang, tentu aku berharap tak terjadi hal buruk pada diriku ini.

Beberapa puluh menit kemudian, roket ini berhasil mendarat dengan sempurna. Aku pun memberi laporan via radio.

"Roket telah mendarat."

Walaupun terpisah ratusan ribu kilometer, namun aku tetap terhubung dengan pusat kendali yang berada di bumi menggunakan gelombang radio. Di helmku juga terdapat sebuah kamera, yang mengirimkan gambar ke bumi detik-detik diriku melangkahkan kaki di bulan.

Aku membuka pintu, dan mulai turun dari roket, melangkahkan kakiku di atas permukaan bulan.

"Aku telah melangkahkan kakiku di bulan."

Rasanya tubuhku ini sangat ringan sekali. Memang berat badanku menjadi 0,35 kali berat badanku di bumi. Aku memandang sekitar, hanya lahan tandus berpasir dengan pola berlubang yang ada di sini. Tak ada apapun lagi selain itu. Tidak ada kemungkinan makhluk hidup dapat hidup di sini, kecuali membawa bahan-bahan kehidupan dari bumi, dan itu adalah tugasku sekarang.

Aku memandang ke arah langit, dan dari sini aku dapat melihat benda-benda luar angkasa dengan sangat jelas. Bulan memang tidak memiliki atmosfer, jadi pandangan tak akan terganggu. Namun, yang paling jelas adalah bumi yang berwarna biru bagaikan permata yang amat indah itu. Dari sini, bumi terlihat seperti 4 kali lebih besar dibandingkan bulan yang terlihat dari bumi. Indah sekali.

Namun, aku harus bergegas untuk melaksanakan misiku selanjutnya, membangun peradaban di bulan.

Two months later

Diriku kini sudah selesai membangun bakal peradaban di bulan sesuai dengan misi yang aku terima, walaupun terhitung masih amat sederhana. Aku juga sempat membuktikan beberapa percobaan untuk membuktikan hukum-hukum yang berlaku di bumi, dan ternyata hukum-hukum itu juga berlaku di bulan.

Pada bakal peradaban ini, juga sudah terbangun sebuah koneksi radio yang dapat mengirimkan data komputer antara bulan dengan bumi sehingga kini aku dapat berkomunikasi dengan orang-orang yang berada di bumi sana. Walaupun koneksinya teramat payah, namun itu sudah lebih dari cukup dikondisiku yang sendirian ini.

Aku membuka daftar pesan yang masuk, salah satunya dari Viny. Aku buka pesan itu, ternyata sebuah video.

"Halo sayang. Aku kangen deh sama kamu, padahal baru dua bulan. Eh iya, ini sudah dua bulan kan? Kamu bentar lagi berangkat ke ISS dong, terus dari ISS kamu langsung pulang, terus kita ketemu lagi dong. Aku ga sabar deh mau ketemu kamu. Aku kangen kamu tau ga?! Oh ya aku baik-baik aja kok, sama seperti biasanya. Orangtua kamu sama orangtua aku udah ketemu, dan jadinya sering ketemu. Eh udah ya yang, limit. Dadah yang..."


Ah Viny, cantik sekali dirimu ini. Aku juga kangen kamu, kangen banget malah.

Namun, ini juga berarti aku akan kembali meluncur untuk melaksanakan tugasku selama empat bulan ke depan di ISS. Yah, hitungannya sudah setengah jalan.

Setelah memastikan seluruh barang yang akan di bawa termasuk batuan bulan, aku kini memasuki roketku, dan meluncur kembali ke bumi, walaupun sebenarnya tidak ke bumi juga.

Four months later

Misiku di ISS kini hampir selesai. Penelitian-penelitian yang ditugaskan padaku sudah aku laksanakan, dan hasilnya cukup memuaskan. Di sini pula aku bertemu dengan para antariksawan dari seluruh dunia, yang tidak memandang status ini. Aku sudah cukup mengenal seluruh awak dari kapal luar angkasa ini.

Di sini pula aku sudah cukup sering berkomunikasi dengan Viny. Yah mengobati rasa rinduku yang sangat memuncak ini. Sudah ampir enam bulan diriku tak bertemu langsung dengannya.

Hari saat diriku pulang ke bumi pun tiba. Kini aku sudah mempersipkan segala yang aku perlukan untuk kembali ke bumi. Setelah siap, aku masuk ke dalam roket yang selalu menemaniku 6 bulan ini dan mulai melepaskan roket ini dari ISS untuk masuk ke dalam tarikan gravitasi bumi.

Beberapa jam kemudian, roketku ini sudah berada beberapa kilometer dari atas permukaan teluk Jakarta. Parasut telah terbuka, dan beberapa menit kemudian kurasakan roketku ini menghantam air lalu mengapung di atasnya. Tubuhku kini terasa amat berat dan sangat susah untuk digerakkan, juga terasa amat ngilu jika digerakkan, enam bulan berada di kondisi minim gravitasi telah mengubah tubuhku. Beberapa saat kemudian, pintu palka terbuka, dan terlihat orang-orang yang kini berada di atas pintu melihat ke arahku.

"Kamu baik-baik saja kan, nak."
"Saya selalu baik, pak."

Tubuhku kini digotong dari dalam roket ini. Aku kembali menghirup udara bumi yang sudah tak aku hirup selama enam bulan ini. Aku melihat ke arah sekitar, terlihat penjagaan dari polisi dan tentara yang amat ketat. Aku juga melihat masyarakat yang berkerumun menyaksikan diriku ini.

Aku dibawa ke rumah sakit nomor satu di Indonesia, tempat Bimo bekerja, dan memang sekarang Bimo berada di hadapanku.

"Cok, gimana?"
"Ya gitu lah. Ga ada apa-apa."
"Iya gue juga tau ga ada apa-apa. Tapi rasanya gimana?"
"B aja."
"Bacot lu. Lo sekarang gue tampar juga ancur tubuh lo. Tulang sama otot lo jadi ga ada kekuatannya, perlu beberapa minggu sampai kamu dapat beraktivitas lagi, namun belum benar pulih."

Namun, tiba-tiba aku melihat seseorang yang berlari dari pintu, dan itu adalah Viny.


"SAYAAAANNGGG...."

Tubuhku yang sangat susah digerakkan ini tiba-tiba dalam seketika dapat digerakkan. Rasa ngilu yang menderaku ketika bergerak ini pun kini tak terasa lagi. Dengan tertatih-tatih, aku berdiri dan mennyambut pelukan Viny itu.

"Viny..."
"Kangen bangettt.... Huhuhuu..."

Kini aku pun memeluk Viny. Walaupun pelukan kami tak terlalu erat, tetapi tubuh kami menempel erat. Namun, tiba-tiba aku seluruh persendianku terasa ngilu yang amat ngilu. Tubuhku kini terasa sangat lemas sekali, sehingga kini aku tersungkur jatuh ke bawah. Sakit sekali rasanya!

"Sayang! Kamu kenapa?!"

Orang-orang di sekitar kami pun kini mendekat ke arahku.

"Dasar bucin. Dibilang jangan gerak dulu. Tubuh lo masih lemah tau gak."
"I... Iya iya, maaf Bim."
"Ye gue sih bodo amat, lo ini yang ngerasain."

Kini orang-orang di sekitarku menggotong diriku ini untuk kembali duduk di kursiku. Sementara Viny kini berdiri dengan lututnya di sebelah kananku sambil memeluk lengan kananku, dan Shani kini berdiri di sebelah Viny.

"Jadi tambah lama kan proses recovery lo."

Ya udah lah ya.
 
Hoah panjang banget update kali ini ><
Cerita ini sebenarnya belum berakhir, namun sepertinya mulai hari ini TS akan kembali sibuk seperti biasanya ><
Ini saja TS sempatkan update ><
Jadi ya kalau lama ga ada update, bisa dibilang cerita ini udh tamat. Ya kan ngga ngegantung juga kan? ><
 
Gw kira bakal kayak armageddon wkwkwkw

Nice lah panjang banget. Makasih hu udah update seperti ini. Tetap lanjuuut.
 
dodo sempet coli kaga di bulan yhaa???cem buat eksperimen gitu ;);)


Nice update,TS :))))))))
 
Yah kirain thread ini bakal menambah satu janda baru ):

Hehe ngga kok nggak canda canda, nice update bucin~
 
Wah, gw kira bakal mati Dodo pas balik bumi :pusing:

Teknologi roket yang sudah diciptakan umat manusia tidak seburuk itu hu ><


Gw kira bakal kayak armageddon wkwkwkw

Nice lah panjang banget. Makasih hu udah update seperti ini. Tetap lanjuuut.

Kek gmn tuh? :bingung:



receh sekali selera humor saya...

Wah ><


dodo sempet coli kaga di bulan yhaa???cem buat eksperimen gitu ;);)


Nice update,TS :))))))))

Kan selama di bulan doi pakai EVA hu, mana bisa coli ><


Yah kirain thread ini bakal menambah satu janda baru ):

Hehe ngga kok nggak canda canda, nice update bucin~

Waaa ga bisa gitu dong hu ><


Joudan dayo joudan... alias becanda lah mas, tetep dibaca kok. :)

Waaaa makasih banyak ya hu ><


Sayang sekali konfliknya diselesaikan dibalik layar, juga cepetan banget kayaknya konfliknya selesai cuma 2 part padahal kalo di-explore konfliknya lebih jauh pasti lebih bagus tapi ya siapa lah saya ini, bisanya komen doang. wkwkwk.

Makasih hu kritiknya :ampun:

Tapi, nubi ingin memberi tahu aja kalau ceritanya belum tamat, dan mungkin nanti ada yang namanya side story :D
 
apakah mungkin bakal ada side story antara mertua dan menantu wkwkwkwkwk
 
Bimabet
Dodo Meninggal Dunia...
wkwkw wkwkwkw kwkwkw Maksudnya meninggalkan dunia dan keluar angkasa.
garing ya? receh ya?
biarin...
yang penting FLAT IS JUSTICE.

katanya dodo keluar angkasa buat ngecek apakah Bumi itu sedatar nenen pini?
 
Status
Please reply by conversation.
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd