Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

FANTASY Adik Idolaku (PART 5 Updated)

Copas ig

Noh di osa osi dot com cerita ini

Hahaha di osa osi juga gw yg bikin gan. Cuma tiap gw update cerita, sama adminnya ngga dipost dipost / dipostnya lama, jadi ane beralih ke semprot. Santai aja santai hehe
 
Update Adik Idolaku part 4

maap ya gan telat banget. Lagi ribet jd buat ngepost doang aja gasempet. Enjoy ya!



Dinginnya AC kamarku dan sebuah suara yang sayup-sayup berdering membangunkanku dari tidur. Kubuka perlahan mataku, Sonia dan aku masih dalam ranjang dan selimut yang sama. Ia tidur memeluk tubuhku. Dan tubuh kami masih telanjang bulat setelah melakukan pergumulan di pagi hari menjelang siang tadi. Kulepaskan pelukan Sonia perlahan, dan aku berusaha tak membangunkannya. Aku bangkit dari kasur dan menuju ke kamar mandi. Kubersihkan penisku dan bagian sekitarnya yang lengket karena tembakan spermaku tadi. Setelah cukup, kuambil handuk dan kulingkarkan seadanya di bagian bawah tubuhku. Bersamaan dengan keluar kamar mandi, suara deringnya kembali terdengar. Itu pasti hapeku. Tapi masih kutaruh di saku celanaku. Hmmm mana celanaku ya?


Ah itu dia. Tak jauh dari ranjang. Kuambil celanaku dan kurogoh saku kanannya. Tuh kan, benar. Ada telepon dari Vanessa. Kunyalakan TV dan aku kembali duduk di ranjang, di samping Sonia. Kuangkat telpon dari Vanessa.


“Halo?”

“Nah ini akhirnya diangkat. Lo darimana aja Ric? Dicariin anak-anak tau daritadi”

“Di apartemen lah, tidur gue. Kenapa Van?”

“Kok kenapa. Kan jadwal latihan kita jam 12!”, kata Vanessa, kali ini nada bicaranya meninggi.


Aduh mati aku. Aku lupa hari ini latihan perdana kami untuk Awarding Night. Pantas aku bingung rasanya ada yang kelupaan, tapi gara-gara mencumbu Sonia aku jadi tak memusingkannya lagi. Ternyata benar, seharusnya jam 12 aku dan Sonia latihan. Kulihat jam di dinding, sudah menunjukkan pukul 13.00.


“Oh iya, gue lupaaaaa. Baru bangun nih.”

“Yee gimana sih. Bukannya lo tadi ada di kampus? Gery ngeliat lo tadi di kampus, sama Sonia”

“Iya tadi sih ke kampus, trus gue lupa, karena ngantuk ya gue balik. Masih pada latihan? Gue ke sana deh”

“Udah enggak sih. Tadi emang masih latihan nggak pake Piano nggak papa juga. Next awas lo ya”, ancamnya

“Siap bos”, jawabku. “Yaudah thanks deh Van”, lanjutku sambil akan menutup telpon.

“Eh Ric, bentar. Sonia lagi sama lo?”

“Hah?”

“Sonia jg gak dateng latihan. Terakhir kan sama lo.”

“Oh itu. Nggak kok tadi gw misah ama dia. Katanya dia ke tempat temen JKT48nya. Lo telpon aja coba”, jawabku asal. Padahal Sonia di sebelahku sedang tertidur pulas.

“Udah, tadi temen2nya nelpon juga gak diangkat.”

“Wah gw nggak tau Van”

“Yaudah deh, lo bantu kabarin deh Ric, biar minggu depan dia nggak absen lagi’

“Oke bu Bos”


Vanessa menutup telfonnya. Kutaruh hapeku ke meja. Kupencet-pencet remot TV. Acara TV memang sekarang sampah semua. Bosan, kubiarkan TVku menyala. Kulihat Sonia di sebelahku. Kucium keningnya. Ia sedikit menggeliat.


“mmm…”, katanya namun matanya masih tertutup.


Aku kembali bangkit dari tempat tidur. Hampir lupa kalau sedari pagi aku belum makan. Kuberjalan menuju dapur, mencari apa yang kira-kira bisa kuolah. Sial, sepertinya tak ada apapun yang bisa kumasak. Di dalam lemari es hanya ada susu coklat. Kuambil dan kutuangkan di mangkok. Lalu kuambil sereal di atas lemari es dan kumasukkan ke mangkok yang sudah dipenuhi susu tadi. Aku kembali naik ke kasur, dan mulai memakan sereal. Baru 2 suapan, terdengar lagi nada dering, namun tampaknya itu bukan hapeku. Suaranya dari dalam tas kecil Sonia. Ternyata memang hapenya yang berbunyi. Kubuka tasnya dan kuambil. Hmm… Beby?


Kubiarkan telponnya dan tak kuangkat. Namun kedua kali teleponnya berbunyi. Kutaruh serealku, dan kubangunkan Sonia.


“Son, hape lu bunyi nih. Ada yang telpon”, bisikku perlahan.

“mmm…”, ia hanya menggumam tanpa ada niatan bangun dan membuka mata

“Soniaaa… ada telpon nih sayang”, kali ini sambil kuusap kepalanya.

“hmmm…”, ia mulai membuka matanya. Aku tersenyum ke arahnya.

“Ada telpon”, ujarku sambil menyerahkan hape ke arahnya.

“dari siapa?” ia mulai mengambil posisi duduk di kasur. Rambutnya yang sedikit acak-acakan karena bangun tidur, ditambah wajahnya yang masih mengantuk, cukup untuk membuat birahiku naik kembali. Ah sudah sudah. Kubuang dulu pikiran kotorku.


“Beby”

“Oh.” Sonia menerima hape yang sedari tadi kusodorkan. Ia duduk di kasur dan menarik selimutnya ke atas menutupi kedua payudaranya. Seksi sekali.




“Hmmm… Apa beb?” ia mengangkat telponnya.

“Iya hehe ngga jadi ke tempat lo gue. Ini lagi sama temen gue. Kenapa? Ih enggaaaa beneran temeeeeeen beeeeb”


Kulanjutkan makanku sambil sesekali curi dengar ke Sonia. Ia ngobrol banyak hal dengan Beby. Tentu saja aku masih ingat Beby. Dia yang menyemangatiku di handshake terakhir Stella. Tiba-tiba…


“Hmm bentar deh” Sonia menurunkan telfonnya dan menutup dengan tangan agar speakernya tak mendengar. Ia lalu berkata kepadaku.


“Kak Eric, nanti bisa anterin Sonia nggak? Hari ini jadwal aku teateran”


Aku mengangguk.


“Makasiih kak Eric. Halo, iyaaa nanti gue langsung ke FX aja Beb. Oke, dadaaah. Hah, cerita apaan sih? Udah ah bawel” ia menutup telponnya.


“Kenapa beby?” tanyaku setelah ia menutup telponnya.


“Cuma nanya kenapa ngga jadi ke kosannya kok”


“Oooh…”


“kak Eric bagi serealnya dong, laper nih”. Sonia mendekat ke arahku, dan memasang wajah manyunnya. Kuberikan mangkok serealku kepadanya.


“suapiiiin….” Lanjutnya dengan manja.


“hahaha manja banget”, jawabku sambil menyuapinya sesendok. Ia tetap memasang wajah manja, wajah khas anak-anak. Aku gemas melihatnya.


“Kok makan sereal jam segini?”, tanyanya tiba-tiba.


“Iya ngga ada yang bisa dibuat masak nih. Tadi ngga sempet belanja”


“Nanti kapan-kapan aku masakin mau? Aku juga bisa masak loh”


“Boleh. Mau lah sayang”, jawabku.


Sonia tersenyum. Sejurus kemudian ia menyingkap selimut dan turun dari kasur.


“mau ke mana?”


“Mau bersihin badan. Lengket nih kak” jawabnya sambil berjalan menuju kamar mandi.


Terdengar gemericik air dari sana, dan sepertinya pintunya tidak dikunci. Membayangkan Sonia sedang telanjang dan tubuhnya terkena percikan air membuat penisku berdiri lagi. Kuletakkan mangkuk serealku dan berjalan ke arah kamar mandi. Dan benar, pintunya tidak dikunci. Di sana, Aku mendapati pemandangan seperti yang kuinginkan. Sonia membersihkan badannya dengan air. Menyabuni dan kemudian membilasnya. Tentu saja penisku makin tak karu karuan tegangnya, dan otakku makin berpikir mesum. Kudekati dirinya dari belakang, dan tanpa aba-aba kupeluk badannya dari belakang. Ia sedikit kaget dan menoleh ke belakang.


“Ih kak Eric… aku kira siapa. Mau ngapaiiiin”


“mau kamu…mmmmhh” jawabku asal sambil meremas remas kedua payudaranya dari belakang dengan kedua tanganku. Tak lupa sesekali kucium dan kuhisap lehernya.


“eeeh nggh… aaaah…. Ahhhh… kaaaak…. Aku udah bersih bersih tau” jawabnya setengah menolak perlakuanku. Namun aku mengerti bahwa ia hanya pura-pura.


Posisiku masih memeluknya dari belakang. Kuremas-remas kedua payudaranya, kupilin-pilin putingnya. Sonia mendesis setiap kali putingnya kupilin sambil kuhisap lehernya.


“ssshhh… mhhhh oooh….”


Tak ketinggalan, kugoyang-goyangkan pinggulku sehingga penisku yang sudah sangat menegang itu tergesek-gesek ke pantatnya. Semua kenikmatan ini menjadi satu di sekujur tubuhku. Sonia kemudian membalik badannya, dan sedikit berjinjit untuk menciumku. Kusambut ciumannya. Lidah kami beradu. Kedua tanganku menelusuri setiap detail tubuhnya yang sedang kupeluk. Sesekali kuremas pantatnya. Kulepas ciumanku dan targetku adalah kedua payudaranya. Kucium dan kuhisap puting kanan kirinya bergantian.


“mmmhhh… kak ericccc seneng banget siii giniii” Sonia mendesah, dan meracau dalam kenikmatan


“Aku suka banget sama tetekmu sayang. Pengen nenen terus rasanya” jawabku sebentar. Sonia menatapku manyun, namun tampak pasrah. Aku tersenyum kepadanya dan langsung melanjutkan aktivitasku lagi. Memang harus kuakui, kini aku semacam terobsesi dengan payudaranya. Kujilat, kuhisap, kucium, semuanya.


“Main sekali lagi yuk Son…” ajakku.


“Di sini? Ah engga deh kak, aku takut rambut aku basah nanti.” Ia menolaknya.


“Tanggung nih Son, minta dikeluarin”, bujukku sambil mengelus penisku.


“Mmmm engga ah, sini Sonia kocokin aja kalo kak Eric beneran pengen”


Aku tak mau memaksanya, karena takut dia akhirnya nanti ilfil. Kuputar otak. Sebenarnya dikocokin Sonia sudah cukup sih. Namun aku ingin lebih dari itu. Blowjob? Ah tidak tidak, tiba-tiba ada ide lebih bagus yang terlintas di benakku.


“Yaudah, jepit pake toket aja deh”


“Hah?”


“Iya, jepit aja titit aku pake toketmu ini sayang.”


“Gimana caranya kak? Emang bisaaa?”


“Bisa. Sini.”


Kuambil posisi duduk di pinggir bak mandi. Kubuka kedua pahaku dan kusuruh Sonia berlutut di hadapan penisku ini.


“Nah sekarang kamu berlutut, trus nanti titit aku taruh di tengah-tengah toket, udah deh dijepit pake tangan” kataku.


Ia berlutut. Ia sedikit tercengang dengan penisku yang berdiri itu.


“Kak Eric ini mesum banget yaaa, yaaampun” ledeknya sambil mengelus penisku.


“Lo enak banget sih” jawabku asal.


Sonia memposisikan badannya seperti instruksiku tadi. Ia dekatkan tubuh mungilnya ke penisku, dan menaruh penisku di belahan payudaranya. Lalu tangan kiri dan tangan kanannya menekan kedua payudaranya ke dalam sehingga penis tegangku kini terjepit bongkahan daging surganya.


“Gini? Terus?” tanyanya.


“Ngggh….iya bener. Trus nanti kamu mainin tanganmu yang di toket itu Son”


Ia mulai mendorong payudaranya ke dalam. Ia masih bingung dengan maksudku, namun instingnya bekerja dan ketika ia melakukan jepitan pada payudaranya, aku mengerang nikmat.


“uwaaaghhh ahhhhh enak bangetttttt Son…. Aahhhh” erangku. Tanganku berpegangan erat pada pinggiran bak mandi. Kurasakan kenikmatan menjalar ke sekujur tubuhku. This is the best titfuck I’ve ever had!


“Mmmm… bentar deh” Sonia tiba-tiba menghentikan perbuatannya. “Ini kalo kak Eric keluar pasti muncratnya ke mana mana. Tunggu sini bentar”. Ia keluar kamar mandi.


Aku melongo. Lah, mau ke mana tuh anak? Aduh, tanggung banget nih gila masa kentang gini, batinku.


Tak lama ia kembali dengan ikat rambut di tangannya. Oh, dia mau mengikat rambutnya agar tak kena spermaku nanti. Boleh juga idenya.


“Sonia iket rambut dulu ya, biar nggak kena”


Aku mengangguk. Kupandangi gadis ini dari atas ke bawah. Mungil, pendek, pipinya masih chubby, pantatnya padat, dan tentu saja payudara bulat sempurnanya. Kukira tadi aku bakalan turun nafsu karena kentang, namun aku salah. Gerakannya menguncir rambutnya dan kini malah menyanggul rambutnya ke atas, sangat membakar birahiku. Ia kemudian menatapku sambil tersenyum genit.


“Yuk, lanjut”


Sonia kembali mengambil posisi berlutut dan menjepit penisku dengan kedua payudaranya. Ia menaik-turunkan payudaranya, menyusuri setiap batang penisku. Aku memejam dan mengerang keenakan akibat perbuatannya.


“Ooohhh… Aahhh eeennnnaaaakkk, toket lo enak banget Soniaaaa” erangku keras.


Sonia masih melanjutkan aktivitasnya. Mataku memejam dan kepalaku menengadah ke atas menikmati perbuatannya. Sialan, tak lama lagi bakal keluar nih. Ughhh. Kuarahkan pandanganku ke Sonia.


“Gi-gilaaaa…. Ahhhh… enak banget…..anjjj aahhhh” racauku.


Sonia tersenyum. Ia memejamkan kedua matanya sambil memanyunkan bibirnya.



Aku tak kuat lagi, kurasakan cairan spermaku melaju dari batang dan akhirnya menyemprot keluar penisku.


“Aaaaaaaaaahhkkhhh Wawaaaaaaaa…….” Erangku panjang.


Penisku benar-benar menyemprotkan semua sperma itu ke belahan payudaranya. Sonia melihat ke arah tubuhnya sendiri, hampir semua bagian depan tubuhnya tersiram spermaku.


“iiih kak Eriiiic banyak banget giniiiii sampe ke mana-mana gini” protesnya.


Aku tak menjawab. Dengan sedikit sisa tenaga kunyalakan keran, dan aku langsung masuk ke bak mandi. Kuambil posisi tiduran, kubiarkan air hangat dari keran mengalir dari ujung kakiku. Kutolehkan pandangaku ke Sonia, ia tampak membersihkan badannya menggunakan shower.


“Makasih ya sayang” kataku lemah.


Sonia memasang wajah jutek dan manyun. Namun ia menghampiriku dan mencium keningku. Lalu kembali membersihkan badannya. Menyabuni badannya dan membilasnya. Setelah itu yang kulihat hanya sebongkah pantatnya menjauhiku keluar kamar mandi.


“kak Eric, pinjem handuknya ya”, katanya setengah berteriak. Ia pasti menemukan handukku di dekat kasur tadi.


“Iyaaa” jawabku dengan suara seadanya.


Badanku lelah sekali. Kupejamkan mataku beberapa saat. Oh gila, penisku dijepit member. Aku bahkan tak pernah bermimpi tentang kenikmatan ini. Tak lama kemudian aku bangun, dan mulai membersihkan badanku. Kulepas penyumbat bak mandi sehingga air di dalam bak mandiku surut. Kuambil satu handuk lagi dari lemari untuk mengeringkan badanku lalu aku berjalan keluar kamar mandi. Di kamarku, Sonia sudah berpakaian lengkap, dan duduk di pinggir kasur.


“Mau sekarang ke fX?” tanyaku. Kulihat jam kini sudah pukul 14.00.


“Boleh deh kak” jawabnya.


Kupungut baju dan celanaku yang ada di lantai. Kulempar baju ke arah cucian dan baju-baju kotor. Kuambil baju baru. Dan kemudian memakai deodoran dan wangi-wangian. Kupakai baju dan celanaku. Sonia berdiri dan mengikutiku berjalan ke pintu apartemen. Setelah pintu kukunci, kami pun turun menggunakan lift ke basemen. Di lift kami sempat berciuman sekali. Setelah itu kugandeng tangannya ke arah mobilku di parkir.


Hari itu memang macet, seperti biasanya. Namun aku tak mempermasalahkannya karena sepanjang jalan, tangan kiriku dan tangan kanannya saling menggenggam.


“Sonia sekarang perform setlist apa?”


“Nanti perform di Theater No Megami, Kak”, jawabnya.


“Oh baru ya? Aku dulu Cuma sampe DnT aja.”


“Iyaa. Ini habisnya DnT. Belom pernah nonton ya?”


“belom”


“Nonton dong!”


“Ngapain hahahaha. Kan aku Cuma liat kamu aja. Kalo liat kamu aja sih ngga usah nonton.” Kurangkulkan tanganku ke lehernya, sedikit kutarik dan kukecup kepalanya. Sonia melihatku sejenak lalu tersenyum.


“Turun di tempat biasa?”


“Iya kak.”


Kuhentikan mobilku di tempat kemarin.


“Makasih kak Eric” seru Sonia sambil membuka pintu mobil. Aku hanya mengangguk. Dalam hatiku, akulah yang harus berterima kasih. Hihi.


Pintu mobil hampir tertutup, tiba-tiba


“Eh kak Eric”, Sonia menahan pintu mobil. “Besok anterin Sonia futsal dong”, lanjutnya.


“Boleh kok sayang, apa yang nggak boleh” jawabku.


Sonia memasukkan sebagian badannya ke mobil. Lalu mengecup bibirku. Gila, ini kan di pinggir jalan.


“Makasiiiiih” katanya kemudian.


Pintu mobil pun akhirnya benar-benar tertutup. Kutancap gas dan aku pun pulang. Sepanjang perjalanan aku tak habis pikir dengan kejadian hari ini. Bercampur antara tak percaya, senang, sekaligus sange lagi. Dan entah kenapa, setiap melihat Sonia di kampus maupun ketika ia bersamaku, aku merasa berbeda. Mungkinkah aku jatuh cinta padanya?

Lanjut ke Part 5
 
Terakhir diubah:
Mantaap, akhirnya update juga
Beby ikutan dieksekusi boleh jg ni kayaknya..
:cim::cim:
 
Update Adik Idolaku Part 5

Mohon maaf atas keterlambatannya. Enjoy agan agan :)

“Oke, segitu aja latihan hari ini. Good job, seharusnya nggak akan ada masalah untuk bulan depan. Selamat Siang”


Pak Franky menutup latihan paduan suara hari ini. Vanessa dan yang lain pun bubar dan satu persatu keluar ruangan latihan. Kumatikan keyboard dan kuambil tasku. Lalu kuhampiri sosok cewek yang sedang duduk di bangku paling depan, yang sedari tadi melihat ke arahku.


“Yuk”, ajakku padanya sambil memberikan tanganku. Ia menyambut tanganku dan bangkit dari bangkunya. Kami berjalan bergandengan tangan keluar dari kelas dan menuju parkiran mobil.


“Jadi dianterin main futsal kan?”, tanyaku padanya


“Jadi dong, aku udah bawa perlengkapan futsal tuh di belakang”, jawab Sonia.


“Yaudah, yuk”


Kulajukan mobilku masuk ke tol dalam kota. Kami menuju ke sebuah lapangan futsal di daerah Jakarta Utara. Oh iya, bagi yang belom tau, Sonia ini punya kebiasaan bermain futsal setidaknya sebulan sekali. Cewek? Main futsal? Percayalah, ini juga pertama kalinya aku akan menontonnya bermain futsal.


“Lo udah lama suka futsal?” tanyaku


“Iya, dari SMA Sonia selalu main futsal Kak”, jawabnya sambil mengambil tas futsalnya di belakang. “Eh Kak, Sonia ganti baju futsal dulu ya”, lanjutnya enteng.


Woi woi, ini masih di jalan tol, pikirku. Namun sisi lain otak mesumku membiarkan ia berbuat semaunya. “Yaudah”, jawabku


Sonia memundurkan tempat duduknya sehingga lebih banyak ruang di kakinya sekarang. Ia menaruh tas futsalnya di bawah, dan mengeluarkan seragamnya lalu menarunya di dashboard mobilku. Ia melepas sabuk pengamannya. Sejurus kemudian ia menurunkan celana jeansnya. Lalu celana gemasnya juga diturunkan sehingga kini tersisa pahanya bersama dengan celana dalamnya. Mataku tak kuasa berpaling ke arah paha mulus dan celana dalam warna pinknya. Kupandangi keduanya dengan penuh nafsu.


“Hayo liat apa!” tiba-tiba Sonia berteriak mengagetkanku. Ia menutupi pahanya dengan seragam futsalnya. Matanya melotot ke arahku namun raut wajahnya yang pura-pura marah tak bisa ditutupinya.


“Liat kamu” ujarku cuek.


“Kak Eric nakaaaal, liat jalan dooong bahaya tau nyetir ngga liat depan” lanjutnya sambil memakai celana futsalnya.


“Ya habisnya kamu ganti baju di mobilku sih, kan aku jadi nggak konsen nyetirnya”


“Yaudah yang atas ntaran aja deh gantinya” sahutnya setelah merapikan celananya.


“Yaaah jangan dooong”, jawabku tiba-tiba


“Tuh kaaaan iiih kak Eric emang mesum”


Aku tertawa kecil. Sonia lalu melepaskan kemejanya. Kini terpampanglah dua buah payudara favoritku di hadapanku. Seolah sengaja menggodaku, ia tak langsung memakai baju futsalnya. Matanya mengerling ke arahku.


“Tuh kamu sendiri yang godain aku” tukasku.


“Ih kalo nggak mau yaudah!” Sonia bergegas mengambil baju futsal dan akan memakainya


“Eh engga, mau kok” tangan kiriku menahan tangan kanannya.


Kuturukan tangan kanannya, lalu tangan kiriku berpindah ke payudara kanannya. Kuusap usap kedua payudara yang terbungkus bra warna pink itu. Mataku masih berkonsentrasi ke jalan, tapi aku tau Sonia sedang menatapku.


“Sssshhh… Kak Eric Seneng banget sih mainin punya aku” kata Sonia dengan sedikit desahan.



Kualihkan pandanganku ke arahnya. Sonia terlihat memejamkan matanya. Jariku semakin berani memainkan payudaranya. Sedikit kutarik ke bawah, tapi susah juga ya dengan satu tangan begini. Kutemukan putting payudara kanannya, kuusap perlahan. Jujur, susah sekali membagi konsentrasi menyetir dan memuaskan wanita. Hhhh.


“nggg…. Kak ericcc ahhhh” desahan Sonia makin kencang padahal aku hanya memainkan putingnya. Dengan segala kondisi seperti ini, mau tak mau penisku ikut bereaksi dan menegang.


“Duh Son, gw jadi sange nih” ujarku. Kusudahi permainan jariku. Sonia membuka mata lalu bergegas memakai baju futsalnya. Tangan kiriku berusaha mengendorkan sabuk pengaman dan melepas celana jeansku.


“Ih mau ngapain kak Eric??”


“Titit gw ngaceng sayang, gak enak jd sempit. Bantuin gih” rayuku.


“maunyaaaaa!” ledek Sonia. Namun perlahan, Sonia membantu tangan kiriku. Ia membuka sabuk dari celana jeansku. Kupelankan mobilku dan kuambil jalur kiri di jalan tol itu. Kupelorotkan celana jeansku dengan susah payah. Aku kesulitan membuka celana jeansku.


“Sayaang nanti aja deh ini lagi di jalan” Sonia menegurku.


Aku diam saja. Kini mobilku kuhentikan di pinggir jalan, dan akhirnya benar2 kubuka celana jeansku dan kulempar ke kursi belakang. Kini aku hanya mengenakan celana pendek saja. Dan memang, tititku masih berdiri dengan gagah di balik celana itu. Tonjolan itu menarik perhatian Sonia. Ia mengelusnya.


“Duuuh nggak sabar banget sih sayang” katanya sambil mengelus tonjolan tititku.


“nghh..” giliranku mendesah. Aku berkata pelan, “buka dong sayang”


Sonia meraih celanaku dan dipelorotkannya sedikit. Aku membantunya untuk menemukan celana dalam, dan dengan sekali gerakan akhirnya tititku bebas menjulang. Sonia melihatnya tak berkedip. Aku kembali perlahan-lahan melajukan mobilku.


“Trus diapain ini?” tanyanya. Entah dia polos atau Cuma menggodaku saja.


“terserah Sonia mau diapain, titit aku mah pasrah aja kalo udah gini” jawabku genit.


Sonia tak menjawab. Mula-mula ia elus kepala penisku. Lalu tangan kanannya memegang batang dan mulai mengocoknya.


“Ahhh… Sonnn” racauku. Aku masih berusaha berkonsentrasi menyetir. Namun kuakui susah sekali berkonsentrasi kalau penisku dielus oleh wanita seperti saat ini.


Tangan mungil Sonia masih mengocok penisku naik dan turun. Ia menatapku dengan pandangan menggoda. Oh sial, rasanya enak sekali. Tanpa sadar akhirnya dari mulutku keluar kata-kata seperti tempo hari,


“Isep dong sayang”


Sonia menghentikan aktivitasnya. Ia terdiam sejenak.


“Bentar ya”, ujarnya. Ia lalu mengambil tasnya di kedua kakinya. Dan sejurus kemudian ia mengeluarkan ikat rambut. Ia menguncir rambutnya ke atas. Oh my God, apakah aku benar benar akan disepong seorang member jeketi?


“Eh tapi Kak Eric, kalo mau keluar bilang ya, aku nggak mau Kak Eric muncrat di mukaku” katanya dengan pandangan tajam kepadaku. Tentu saja aku yang sudah dipenuhi birahi cepat cepat menyetujuinya.


Sonia kembali memegang batang penisku. Dan perlahan tapi pasti ia menundukkan kepalanya ke arah tempat dudukku. Kepala penisku diciumnya.


“UHHHH AHHH” erangku. Belum selesai keterkejutanku akan perbuatannya, kini aku bisa merasakan bahwa penisku dikulumnya.


“Aaaahhh Oohhh fuckkkk Soniaaaa Oh shiiiiit” teriakku.


Slep, Slep, Slep, hanya itu yang terdengar di mobilku saat ini. Gerakan Sonia mengulum penisku dan mengemutinya. Tangan kiriku otomatis memegang lehernya, untuk memastikan ia tetap menyepongku. Dan seluruh kenikmatan sedang menjalar ke semua bagian tubuhku. Kuambil pintu keluar tol karena lama-lama bahaya juga nyetir tidak konsentrasi seperti ini.


“Yess baby, aaahhh, babyy fuckkk” aku masih mengerang. Memang sepongan Sonia masih amatir. Hanya mengulum penisku naik turun. Tapi aku takkan protes karena kenikmatan seperti ini mungkin hanya mimpi.


“Sonnnn terusinnnnn gueeee aaarghhhh….” Tak henti-hentinya diriku meracau dan mengerang. Hingga akhirnya sampai di perempatan aku sengaja menunggu lampu agar merah. Kuhentikan mobilku dan benar benar kunikmati sepongan Sonia. Kurasakan batangku mulai berkedut dan ughhh… kutarik lehernya hingga kepalanya menjauh dari penisku dan mengakhiri sepongannya.


“Sayang awas gue mau kelu….” CROOTTT CROOTTT CROTTTT belom selesai kalimatku, penisku menyemburkan sperma. Jutaan calon presiden dan professor mati sia sia di dalam mobilku. Menyemprot ke setir mobil, dashboard, beberapa juga ke arah kopling dan tape. Sonia geleng-geleng kepala melihatku menikmati sisa sepongannya.


“Ih yaampun yaampun”, ujarnya keheranan. Ia lalu mengambil tisu dan mengelap mulutnya.


“hah hah hah…. Oh gila wawa enak banget nyepongnya” pujiku sambil kembali berusaha konsentrasi pada lampu yang kini hijau.


“kak Eric minggir dulu dong di pom bensin, aku mau kumur dulu”, pintanya.


“Oke sayang, tuh pas banget di depan ada pom bensin”


Kubelokkan mobilku, dan Sonia turun dari mobil. Ia setengah berlari masuk ke kamar mandi di pom bensin. Kuambil kesempatan itu untuk membersihkan semburan spermaku di dalam mobil. Sebenarnya aku juga ingin membersihkan penisku, namun melihat Sonia sudah kembali dari mobil, kuurungkan niatku. Ia membuka pintu mobil.


“Kak Eric nggak mau bersihin itunya juga?” tanyanya.


“Ntar aja sayang waktu kamu futsal”


“Jadi nggak nonton aku futsal?” lanjutnya kesal. Ia memasang wajah jutek dan bete andalannya.


“Nontonlah, emang mana ada bersihin ginian sampe sejam? Lagian ini susah mau pake celananya lagi”


Ia tak melawan lagi. Ia masuk ke mobil, dan kembali duduk. Kulanjutkan perjalanan kami, dan tampaknya lapangan futsalnya tak terlalu jauh dari tempat kami berada sekarang.


“Itu Kak Eric habisnya tulisan Delta, belok kanan ya”


“Oke”


Tak lama kemudian kami tiba di sebuah lapangan futsal. Kuparkirkan mobilku di ujung barisan mobil lain.


“Kamar mandi di dalem ada kan?” tanyaku.


“Ada kok. Pake gih celananya.” Jawab Sonia sambil mengambil tas futsal di bawahnya. Kupakai celanaku dengan sedikit susah payah, lalu kuikuti Sonia masuk ke gedung futsal itu. Di dalam ia menyapa teman-teman satu teamnya. Sementara itu aku sibuk mencari toilet. Ah, itu dia di ujung lapangan yang paling jauh. Kutinggalkan Sonia dulu, dan langsung kubersihkan bagian bawah tubuhku. Yah, celana dan celana jeansku sih udah nggak ketolong lagi. Aku hanya berharap semoga tidak meninggalkan bercak yang terlalu kentara. Setelah selesai, aku kembali ke lapangan tempat Sonia dan teman-temannya bermain.


Untuk ukuran anak cewek main futsal, kuakui Sonia dan teman-temannya cukup jago. Ah, sebenarnya ini pertama kali aku melihat perempuan bermain bola. Dan Sonia sangat bersemangat dalam bermain futsal ini. Beberapa kali passingnya akurat, begitupun juga tembakannya ke gawang. Dan sembari menontonnya, kadang ia menoleh ke arahku lalu tersenyum. Kulambaikan tangan ke arahnya sambil membalas senyumnya.



Tapi tetap saja, namanya anak perempuan main bola, berlari ke sana kemari, “bola” di dadanya ikut berguncang-guncang. Beberapa kali aku menahan ludah melihat Sonia maupun teman-temannya. Sialan, dasar nafsuku yang besar ini memang tak tahu adat. Kucoba menahan birahi ketika Sonia membuat gol dan merayakannya dengan teman-temannya. Kutahan kerasnya penisku, kucoba berdiri untuk memberi tepuk tangan. Semoga tonjolan ini tak terlihat, gumamku.


Singkat cerita, Satu jam berlalu. Permainan pun usai dan Sonia menghampiriku. Kuserahkan sebotol air mineral kepadanya.


“Hah hah hah makasih” jawabnya sambil menenggak air mineral itu. Sampai habis.


“Ciee 2 gol”, godaku sambil menerima botol kosong darinya.


“Sonia jago kan main futsal? Hahaha”, ia tertawa. Lalu mengambil handuk kecil dari tasnya dan mengusapkan ke muka dan lehernya.


“Iya, gw kaget banget baru ini liat cewe main futsal, ternyata kayak gitu. Ga beda sih sama kalo sama cowok.”


“Ya kan, hahaha”, tukasnya sambil meninggalkan tas futsalnya.


Sonia lalu meninggalkanku, ia menghampiri teman-temannya. Mereka berbincang sebentar lalu saling bersalaman. Tampaknya Sonia pamitan ke mereka semua. Ia kembali berjalan ke arahku. Kupanggul tas futsalnya di pundakku. Kami berdua berjalan menuju mobil. Kubuka pintu belakang untuk melemparkan tas Sonia. Ia masuk ke kursi depan. Setelah itu kususul dirinya masuk mobil.


“Nyalain dong AC nya kak Eric, gerah bangeeeet” pintanya.


“Oke” jawabku sambil menghidupkankan mesin mobil dan AC.


“Naaah, gini kan dingin”, katanya. Ia menurukan sedikit baju depannya untuk diarahkan ke AC. Bagian dalam tubuhnya pasti masih penuh keringat


“Ih bau keringetnya kecut nih” godaku.


“Biarin weeeeekkk…” jawabnya cuek.


Walau begitu tak kupungkiri bau keringat Sonia cukup membuat libidoku kembalik naik. Aku diam saja.


“Eh, abis gini mau ke mana Kak?” tanyanya.


“Hmm ke mana ya? Masih jam 2 gini. Nonton aja yuk Son”


“Ah boleh! Yuk yuk! Tapi ke rumah aku dulu ya, aku mau mandi sama ganti baju dulu”


“Siap sayangku”


Kuinjak pedal gas dan mobilku pun masuk kembali ke jalan tol.



“Son, Sonia bangun” Kuguncangkan pundak Sonia yang tertidur di sebelahku. Enak sekali ini anak tidur, sementara aku juga menahan kantuk sepanjang perjalanan tadi.


“hmmm?”


“Udah sampe nih”


“Hmm oh iya. Loh kok nggak nyasar sih kak?” katanya sambil menggeliat


“Tadi kesasar dikit. Mau bangunin lo tapi lo tidurnya pules banget. Untung gue inget”


“Yaudah yuk masuk dulu” ajaknya sambil membuka pintu mobil dan bergegas keluar.


“Eh… ng…. aku di sini aja deh Son. Ngantuk nih”


“Loh yaudah tidur di dalem aja”


“Hah? Di kamar kamu?”


“yeeee maunya! Di sofa aja. Yuk nggak papa kok”


“Hmm nggak enak, nggak papa deh di mobil aja”


“iiiiih, malu ama Cici ya? Cici lagi nggak ada di rumah kok” Sial, dia menebak tepat.


“Yaudah deh….” Sahutku sambil mematikan mesin mobil dan mengikutinya berjalan masuk ke rumahnya.


Sonia membuka pintu pagarnya. Lalu ia masuk melalui pintu depan dan memanggil anjing-anjingnya. Iya, Sonia memang penyuka anjing. Tiga anjingnya menghampirinya dan Sonia sendiri tampak senang dengan mereka. Ia lalu mengajakku masuk.


“Sini masuk sayang” katanya sambil menggandeng tanganku.


“Permisi… Eh nggak ada orang?” ujarku lirih.


“Ada pembantu doang sih di belakang. Papa Mama lagi ke Semarang. Cici kayaknya lagi kerja deh dianter Ko Fendy tadi pagi. Gatau pulang jam berapa. Eh Kak Eric duduk aja di sofa gih. Sonia bikinin minum. Mau minum apa?” jawabnya panjang lebar.


“Minum ini….” Godaku sambil memegang payudaranya.



“eeeeh, ih kak Eric ah!” ia cemberut.


“maap maap, air putih aja deh” tukasku cepat sambil duduk di sofa.


“Yaudah, bentar ya” katanya sambil masuk ke dalam. Kupandangi seisi ruang tamu dan ruang keluarganya. Rumahnya memang cukup besar dan mewah. Di dinding ada foto masa kecil Sonia dan Stella. Dan tentu saja ada foto keluarga di atas TV Utama. Di meja TV juga terlihat foto mereka berdua semasa Stella masih di JKT48. Ah, masa masa itu :”)


Tak lama kemudian, Sonia datang dengan membawa segelas air putih.


“Nih minumnya Sonia taruh sini ya kak Eric” katanya sambil menaruh gelasnya di meja.


“Makasih Sonia” jawabku sambil mengambil gelas itu dan meminumnya. Kutaruh gelasnya kembali di meja, aku pun duduk di samping Sonia.


“Jadi gini rumahnya idol” gumamku.


“Iya. Biasa aja kan Kak?” tanyanya.


“Ini mah gede kali Son rumah lo”


“Masa sih? Rumah kak Eric pasti lebih gede”


“Hmm enggak kok. Eh belom pernah ke rumah ya?”


“Iya, pernahnya ke apartemen kan”


“Yaudah ntar kapan-kapan main deh ya. Rumahku di Bekasi. Udah pernah bilang belom sih aku?”


“Belooom. Tapi aku tau kok, kapan hari nanya kak Vanessa sih”


“Hah? Kenapa nanya ke Vanessa?”


“Ya nggak papa, kapan itu kan ngobrol gitu sama dia gitu. Nggak boleh?”


“Boleh lah, kenapa coba nggak boleh” balasku sambil mengusap rambutnya menggunakan tangan kiriku. Sonia menyalakan TVnya. Ia menyandarkan kepalanya di pundak kiriku. Semakin lama kami menonton TV, kantukku semakin tak bisa dibendung.


“Hmm ngantuk banget nih aku. Aku tidur bentar ya”


“Iya”


Kulepaskan tanganku dari lehernya. Kuarahkan kepalaku ke pahanya. Sonia mengerti maksudku. Ia membiarkanku menaruh kepalaku di pahanya. Dan perlahan ia menurunkan kepalanya, mengecup dahiku.


Cupp….


“Ih cium cium, belom mandi padahal” ledekku padanya. Memang Sonia masih memakai seragam futsalnya. Tapi tak jadi masalah buatku.


“Yaudah minggir minggir aku mau mandi!” ia kembali pura-pura marah.


“Eh ntar dulu dong, biar aku tidur dulu” tahanku.


Sonia menurut. Tangan kirinya membelai rambutku dengan lembut. Dan tanpa menunggu lama, mataku semakin berat. Aku pun tertidur di pangkuan Sonia.




Kurasakan ada sesuatu yang bergerak gerak di bawah sana. Perlahan tapi pasti tidurku terganggu dan aku berusaha sadar. Antara sadar dan tidak aku bisa melihat celanaku sudah turun. Dan sebuah tangan sedang menggerayangi penisku. Mengusapnya perlahan. Tangan mungil itu seolah berusaha membangunkan penisku yang tertidur seperti tuannya.


“Mhhhmmm…” ujarku.


Kucium wangi parfum ini. Ah, Sonia tampaknya sudah siap untuk pergi. Mungkin ini caranya untuk membangunkanku yang daritadi tertidur. Boleh juga. Kupejamkan mataku. Ayo Son, gw ikutin permainan lo!


“Ngga sabar banget sih sayaaang…. Ahhh” ujarku sambil menikmati kocokannya.


Semakin lama semakin kunikmati permainan tangannya.


“Ahhh… nggghh…. Terus kocokin….”


Menikmati kocokan Sonia sambil memejamkan mata seolah masih tidur memang memberikan sensasi tersendiri. Aku pun punya ide lain.


“Sayang, nenen dooong” kataku manja.


Sonia menghentikan kocokannya di penisku. Aku bisa merasakan tangannya berusaha membuka baju dan bra nya. Setelah berhasil, ia mendekatkan payudaranya ke kepalaku. Kenyal payudaranya terasa dan aku sedikit kaget ketika bongkahan daging surgawi itu membuat wajahku terbenam di dalamnya. Kuhisap pentil itu. Dan kumainkan dengan lidahku.


“Erghh… mmhhh” desahnya lirih.


Ia menutup mulutnya sendiri dengan tangan kirinya agar desahannya tidak ke mana mana. Jujur sebenarnya aku agak kesusahan bernafas dikubur oleh payudaranya. Namun sambil tetap memejamkan mata, demi sensasi ini, jadi aku menahan diri. Payudara Sonia memang favoritku. Kuciumi semua bagiannya, dan Sonia dengan aktif memutar mutar badannya agar semua bagian payudaranya bisa kumainkan pake mulut.


“mmmm….Mmmmaaaaah” lenguhku


Tiba tiba tangan kanannya memegang penisku. Dan mengocoknya kembali. Oh gilaaaaa, ini dia!!! Ini dia favoritku kalo dicoliin pacar pacarku dulu. Nenen sambil dikocokin. Kocokannya makin kencang, dan aku pun semakin naik. Kurasakan batang penisku berkedut kencang dan akhirnya CROOOTTTT CROOOTTT penisku mengeluarkan lahar sperma bagaikan gunung api yang meletus. Bersamaan dengan itu kugigit kecil puting payudaranya.


“ssstt aaawww” teriaknya kecil.


Sebentar.


Itu bukan suara Sonia.


Sambil menikmati sisa kenikmatan dunia ini, aku bingung. Suara Sonia bukan seperti itu. Lenguh dan desahan Sonia juga nggak gitu. Ini siapa???


Perlahan tapi pasti gadis ini mengangkat payudaranya sehingga mukaku akhirnya bebas dan bernafas normal kembali. Tangannya masih memegang penisku yang semakin mengecil. Kubuka mata dengan takut.


Dan pemandangan yang mataku lihat cukup membuatku terkejut dan setengah berteriak,


“STELLA?”
 
WHOA STELLACOR WEY, makin ga sabar untuk next chapter, alias nanggung chapter ini gaada ngewenya
 
Mantaap, akhirnya update juga
Beby ikutan dieksekusi boleh jg ni kayaknya..
:cim::cim:

Hehehehe

Mantap Wawa :adek:

Mantap wawa gann

akhirnya update juga hihihi

Silahkan gan, part 5

Gelar tenda dulu...

Seru nih ceritanya

Terima kasih hu, selamat datang selamat menikmati

Part 5 nya mana?

Baru ane update gan

sip lah di tunda ga jadi masalah asal ini cerita jangan di tinggal

Hahaha ga bakal ditinggal kok, kan udah jadi ceritanya

Ditunggu gan apdetnya :semangat:

Sudah gan, silahkan
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd