Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Another Lonely Story

Selamat siang untuk Momod, Sub mod, pertapa, pendekar, guru besar, master, senpai, maha guru, ahli cerita, sesepuh, senior, guru suhu, senpai, tukang, addict, holic, lover, dan para suhu yang terhormat.

Semoga tetap bahagia, sukses dalam segala hal.

Izinkan nubie hijau dan merah kuncup ini, hari ini melanjutkan cerita nubie. Ditengah kesibukan, nubie ingin tetap konsisten bercerita. Dan wajib Tamat.

Cerita fiksi ndeso ini masih sangat jauh dari sekedar lumayan, apalagi di bandingkan dengan para senior dan ahli cerita di forum tercinta ini.

Dari itu, nubie sangat berharap di kasih kritik dan saran atas cerita ndeso ini.

Semoga suhu semua sedikit bisa terhibur.

Selamat siang

Salam semprot ..
Kalau ad ini pasti mau update ni om balak
 
Mulustrasi....


dr. Kamila Purnama Giman





Mira Kusumawati



Ayu Astuti





Sebelumnya....



"Tapi mas.. aku gak merasa beruntung. Aku.. aku.. bo..leh.. memimpin rumah sakit.. asal aku mau nikah sama Arman. Lelaki yang tadi malam datang sama papa. Kalau aku gak mau, semua mimpi ku akan hancur.."

"Hah.. kamu mau dijodohin juga. Aaahhh.. kenapa harus ada yang namanya DIJODOHIN.. aku muak dengan kata itu. Aku.. aku adalah contoh lelaki yang dijodohin Mil.. lihat hasil nya pada aku saat ini. Lihat Mila. Ini lelaki yang dijodohin.." (memukul dada)

"Ya mas.. Mila paham sekarang. Tapi Mila bisa apa? Ini demi melanggengkan hubungan keluarga besar juga, memperbesar kekuasaan. Hanya.. Mila..

bingung mas.."

Mila menunduk, matanya memerah.

"Mila gak mau ngecewain keluarga kan? Juga gak mau hancurin perasaan banyak orang kan? Dan tetap dapat meraih mimpi Mila kan?"

Mila mengangguk halus..

"Aku pun kemarin berpikiran seperti itu. Tapi apa yang aku alamin..? Aku salaaaahh.. beeesaaar... mempercayai seorang yang bernama Ayu Astuti. Iblis betina binal yang sangat menjijikkan. Dia bunuh aku.. tapi Tuhan belum mengizinkan aku pulang ke sana. Dan apa yang aku temui..? Rasa sakit dan kecewa yang sangat pahit dalam hati ini. Sampai aku membiarkan diriku dianggap mati. Lenyap dan musnah. Karena apa? Karena aku benci dan marah pada mereka. Terutama Romo ku. Dan karena aku gak mau terus menerus di rongrong rasa itu, aku mundur, aku rela melepas dan membuang semua milikku dan mimpi ku. Aku mulai dari nol dari tidak memiliki apapun. Ini akibat dari di jodohin.. dan salah jodoh. Aku hanya minta pada Mila, pikirkan baik-baik. Aku gak mempengaruhi kamu, kamu telah dewasa dalam menentukan hidup mu. Hanya pengalaman yang aku alami jangan lah sampai terjadi pada orang lain lagi. Apalagi pada mu.."

"Jadi Mila musti apa masss..??"

"Ya untuk menyenangkan semua pihak, ada dua cara menurut aku. Menerima dan mencoba ikhlas, mencoba mencintai calon jodoh kita atau kedua kita menolak dijodohkan dan kasih tau kita sudah ada pilihan..."

"Mencoba mencintai Arman..? Mila gak bisa mas, gak mauu... "

"Atau Mila ikhlas menerima tapi kondisi nya jelas Mila yang menderita.. lahir bathin.."

"Aku gak mau mass.. aku gak mau.. aku mau nya.. membawa calon ku pada papa dan meyakinkan papa.."

"Yah itu paling bagus. Calon Mila ajak lah ketemu pak Giman.."

"Aku maunya... kamu.... mas yang aku ajak.."

Mila berbisik dan menunduk

"Eh kok.. tapi.. aku kan bukan calon mu. Dan... aku... tidak mencintai kamu.."

"Ya memang.. tapi.. izinkan dan kasih aku kesempatan mencoba merebut hatimu dan membuktikannya.."



~~~©©©~~~



Lanjutannya....


Aryo terbelalak. Dia tak mengira kalau Mila akan mencurahkan perasaannya.

Sejenak Aryo melihat pada Mila. Tapi Mila menunduk dan muka memerah.

Ada perang batin melanda Aryo..



POV. Aryo

Hmmm.. bagaimana ini. Aku jadi serba salah. Aku memang sangat menentang perjodohan, aku ingin membantu Mila. Tapi bagaimana jika ini akan di anggap beda oleh Mila.

"Mila... Aku bukannya menolak tapi aku masih belum bisa. Tapi.. aku akan bantu Mila. Aku akan bilang sama ayah Mila. Kalau itu salah satu cara Mila bisa terhindar dari perjodohan ini. Tapi ada resiko nya lho Mil.. Mila udah pikirkan belum..?"

"Asal sama mas Aryo, Mila mau mas.. resiko terjelek nya paling Mila diusir. Dan.. Mila akan hidup di luar rumah gak apa-apa. Asal sama kamu mas.."

"Ahh.. itu kemungkinan dari ayah mu, kau dari calon suami kamu..? Apa dia akan rela gitu aja??"

"Gak tau, itu urusan dia. Mila gak pernah mikirin dia. Karena Mila gak suka sama sekali sama Arman.."

"Yah.. apa kamu bisa..?"

"Gak tau.. blom mikir kesitu. Yang penting mas nya datang dulu aja yah. Paling nggak mas bilang mau kerja gitu.."

"Hmmm.. gimana yah..? Aku khawatir nanti kalau ayahmu bertanya macam-macam dan aku akan ketahuan kan Mil.."

"Ya mas jawab aja sebisa mas nya. Aku.. aku.. berharap banyak sama kamu mas.."

Mila bicara pelan sambil menunduk

Aku makin susah ini. Aku ingin banget bantu Mila. Dia masih muda, cantik, sebenarnya pintar hanya selama ini sepertinya dia setengah hati dalam mengabdi ini yang bikin pekerjaan nya terlihat jadi terbengkalai.

Ah.. urusan ku juga belum jelas.

Ayu Astuti, gimana status ku ini.

Mira, wanita ku saat ini. Aku merasa nyaman dengan nya. Aku akan menikahi nya segera dan hidup bersama nya.

Saat ini Mila.. dia juga mengungkapkan perasaan nya. Aku belum bisa, entah nanti. Ia makin aku amati sesungguhnya tidak seburuk yang disangkakan orang padanya. Hanya memang dia manja dan terbiasa hidup senang dan dilayani. Disuruh melayani..? Berat memang untuk nya. Setidaknya sampai saat ini. Aku masih menganggap nya teman saja.


Waktu terus berjalan.


Siang itu, keadaan puskesmas kembali sepi. Tapi menjelang jam makan siang, masuk sebuah keluarga yang terdiri dari suami, istri dan dua anak yang masih kecil-kecil.

Mereka mendaftar pada Amih yang bertugas di meja depan. Ternyata yang sakit sang ibu. Nampak tubuh nya dibalut dengan sweater lusuh, memakai hijab dan rok panjang. Aku lihat seperti gejala flu..

Setelah melalui proses administrasi, si ibu muda diminta masuk ruang pemeriksaan di belakang meja nya Amih.

Si ibu masuk ke dalam ruangan dengan ragu dan agak takut-takut. Aku maju..

"Ibu silahkan masuk.. "

"Eh.. iya pak.. makasih.."

"Si akang orang baru di puskesmas yah??"

tanya suami si ibu

"Betul pak. Saya cuma bantu-bantu disini."

"Pak.. ibu takut..."

kata si istri..

"Udah.. gak apa-apa paling sebentar yang penting ibu sembuh.. kasian anak-anak.."

jawab sang suami

"Takut apa ibu..?" tanya ku penasaran

"Ehh.. ehh.. ama Bu dokter.."

Aku terkejut, kok bisa..?

"Udah ibu gak usah takut. Bu dokternya baik kok. Tuh udah nunggu di dalam.."

"Iiihh... Bapak mah gak tau sih.. Bu dokter itu gimana.."

Tampak kekhawatiran di wajah sang istri. Aku lihat ke Amih, juga menunjukkan raut yang seolah meng-iyakan kekhawatiran sang ibu itu. Aku cukup terpukul juga melihat kondisi ini.

"Nggak Bu.. silahkan. Gak usah takut nanti ibu jadi tegang. Itu membuat aliran darah jadi cepat akibat jantung yang memompanya dengan cepat. Memacu tubuh bereaksi negatif Bu. Gak baik untuk kesehatan ibu. Percaya saja Bu, buang semua pikiran buruk yah.."

"Makasih ya pak.."

Si ibu membuka pintu ruang praktek. Nampak Mila sudah menunggu di kursinya..

Dengan senyum lebar, Mila menyilahkan si ibu duduk. Menyalami nya dan berbasa basi sebentar dengan bahasa setempat. Nampak si ibu melotot sebagai akan tak percaya. Dia masih belum bisa senyum karena masih belum bisa terima keadaan yang dia hadapi.

Mila segera menanyakan hal-hal umum proses pemeriksaan. Dan apa yang dirasa juga gimana kejadiannya dan seterusnya. Gak lama, Mila maju dan memeriksa lengan si ibu dan juga tubuh si ibu. Tanya jawab penuh kehangatan. Setelah dirasa cukup, Mila memberikan catatan obat yang akan di berikan pada Amih. Si ibu maju dan menyalami Mila dengan senyum lebar.

"Cepat sembuh ya teh.. udah jangan sering kesini berobat, kasian anak nya. Yang paling penting jaga kesehatan yah.."

"Makasih Bu dokter.. assalamualaikum... permisi.."

"Ya Bu.. wa'alaikumsalam..."


Si ibu keluar. Langsung menuju Amih. Wajah nya cerah, terlihat dari senyum yang terus terpancar.

Amih menerima catatan resep itu dan meminta si ibu menunggu di kursi ruang tunggu.

"Gimana Bu.. ? Kok kaya seneng aja? Emang Bu dokter nya gak marah..?"

"Iiihh... Enggak yah.. dokter nya kok baik yah..? Padahal dulu galak pisan. Ini sekarang baik yah. Ibu di salami, periksa tekanan darah, periksa badan, juga ibu di nasehatin. Gak ibu tanya, Bu dokter udah omong in yang harus ibu jaga dan hindarin. Dokter nya juga senyum terus dan becanda. Ihh.. lain pisan.. ada apa ya yah..?"

"Oh.. bagus atuh.. ayah jadi tenang.. "

"Iya yah.. ibu jadi agak sembuh nih.. padahal tadi pas mau masuk, kepala ibu pusing banget. Ini malah udah ilang pusing nya..."


"Iya tah..?"

"He eh.. "


"Permisi ibu, bapak.. gimana rasa nya Bu udah baikan...?"

"Eh.. udah kang.. udah enakan badannya.."

jawab si ibu

"Padahal belum minum obat kan Bu..?"

"Iya kang belum.."

jawab si ibu lagi

"Itu karena hati ibu gembira. Hati yang gembira itu obat lho Bu.. makanya kalau mau berobat hati harus tenang. Biar dokternya sejago apa juga akan percuma kalau yang di obatin hatinya sedih, marah, kecewa... Pasti obat nya gak manjur. Efeknya sedikit. Tapi kalau hati nya senang, gak pake obat juga udah sembuh. Tapi bukan berarti kita gak boleh berobat ya Bu.. obat itu langsung akan jauh lebih manjur kalau hati kita tenang, ikhlas plus senang.. "

"Gitu ya kang.. itu aku baru denger. Tapi kan gimana, dokter nya sering bikin takut. Dah galak, judes, terus kaya gak niat tuh pengen nya udahan terus periksanya. Tapi ini kok dokter Mila nya beda pak. Jadi baik pisan.."

"Si akang kayanya paham yah soal dokter
..?"

tanya si suami

"Ah.. cuma tau gitu aja pak.."

jawab aku mengelak.

Tiba-tiba seorang datang dari bagian dalam puskesmas..

"Eh.. Yuli, Daus.. siapa yang sakit..?"

"Ehh mamang.. ini si Yuli katanya gering. Tadi malam meriang panas badannya. Tadi saya bawa berobat ke puskesmas. Ini baru selesai lagi nunggu obat.."


"Mang... Ada yang mau Yuli tanya.."

"Aya naon Yul..?"

"Eh.. Bu dokter kok jadi baik yah.. baik pisan ama Yuli tadi.."

"Iya.. kayanya Bu dokter udah berubah.. jadi baik sejak kemarin. Hmmm.. ini kaya nya eee.. nanti aja ah.. nanti mamang ke rumah kamu yah habis dinas.."

"Jam berapa habis dinas..?

"Sore.. ini ada pasien yang rawat inap. Nanti aplusan ama Amin.."

"Oh.. ya deh mang.. kalau sibuk mamang gak usah ke rumah. Kasian mamang..
"

"Nggak.. memang mamang mau ke rumah kamu. Mau bilang kamu, biar kamu bilang ama tetangga. Kalau sakit jangan takut berobat ke puskesmas. Sekarang puskesmas udah lain.."

"Oh.. iya mang.. Mamang datang aja yah.. Yuli juga mau tau.. hihihi..."

"Husshh... Kamu jangan bikin gosip..."

"Iya mang. Yuli paham..."

"Tuh Bu.. denger kata mamang, gak boleh gosip.."

"Iiihh si ayah.. namanya juga ibu-ibu.."


Aku yang melihat kejadian sederhana ini, tersenyum lega. Mudah-mudahan Mila sudah menyadari arti dari pekerjaan seorang dokter. Kata-katanya di denger, nasehat nya di laksanakan untuk kesembuhan si pasien. Itu hanya akan terjadi jika dokter nya di terima dan dipercaya oleh si pasien.

Hari telah tengah hari, aku berniat istirahat dan makan siang. Mila keluar dari ruang praktek dan berjalan ke arahku yang sedang duduk di kursi ruang tunggu.

"Mas.. kita makan siang yuk..."

"Maaf dok.. aku bawa makanan dok..."

"Hah.. kamu di bekali? Eee.. di masakin yah ?"

Aku mengangguk

Mila terlihat kecewa. Aku tau dia pasti iri, sedih. Ah.. tapi mau gimana lagi. Aku harus omong apa ada nya. Aku gak mau gak jujur. Bagaimana juga Mira yang utama buat aku saat ini.

"Mas.. tapi... Besok mau kan mas nya ikut Mila ke rumah? Tadi mas udah bilang mau.. plisss jangan berubah ya mas..."

"Iya dok.. aku mau... Tapi aku gak formal gak apa-apa yah. Aku.. eh... gak punya baju resmi.. "

"Pokok nya mas Aryo harus datang. Dan jangan makan malam besok, makan di rumah Mila."

"Iya dok.. iya.."

Aku lihat Mila pamit ingin makan siang di luar. Entah dimana.. aku pun mencari tempat untuk menikmati bekal makan siang ku.

Sementara itu.. saat puskesmas sedang sepi. Nampak seseorang mengintai dari jauh. Seorang lelaki dari balik pohon semak. Memandang ke arah puskesmas.

Tak lama, lelaki itu keluar dari pengintaian dan melangkah ke arah puskesmas.

Seorang lelaki pertengahan 30 an memakai kaos kerah putih dan celana jeans biru plus sepatu karet hitam. Dia menghampiri meja depan.

"Siang teh.. "

tegur si lelaki ke Amih yang menunggui meja depan

"Ya kang, ada apa..?"

"Saya kebetulan mampir disini karena badan saya kurang enak. Ada dokternya..?"

"Oh.. iya bisa kang.. udah pernah berobat disini..?"

"Belum teh.. baru pertama. Saya tadi dari pelelangan, badan gak enak trus saya di suruh teman kesini minta obat.."

"Bisa pinjam identitas nya kang..?"

"KTP gitu..? Saya gak bawa teh.."

"Yang lain, SIM gitu..?"

"Gak ada teh.."

"Ya udah.. nama nya siapa..?"

"Sumardi.."

"Umur..?"

"33.."

"Alamat nya..?"

"Pandeglang.. kampung Suka Resmi.."

"Oke kang.. tunggu sebentar ya kang.."

"Dokternya ada teh..?"


"Lagi makan sebentar kang.."

"Aduhhh.. nunggu dokter nya lama dong.. saya masih ada kerjaan dan badan saya makin gak enak.. ada wakil nya atau perawat nya yang ngerti gitu teh..?"

"Eh.. gimana yah.. ini yang bertanggung jawab dokter. Kita gak bisa tanganin kang.."

"Wah.. gak bisa begini.. apa ini..??"


"Maaf kang.. ini ada apa yah..?

Aku yang makan di dalam terganggu dan keluar mencari tahu..

"Ini mas.. bapak ini minta di tangani karena badannya gak enak katanya.."

"Iya.. masa saya harus tunggu dokter nya makan..? Saya gak kuat lagi.."


"Ohh.. ya sudah saya tangani. Minta waktu 1 menit ya pak. Maaf kejadian tadi. Bapak silahkan ke ruangan dokter. Biar saya cuci tangan dan minum sebentar.."

"Bapak dokter..??"

Amih melihat ku.. tapi aku tetap biasa saja.

"Eh.. bukan.. saya hanya pembantu dokter sini..."

"Mas... "

Amih mencoba menegur

"Ya baiklah sama mas nya juga gak apa-apa lah.."

sela si lelaki

"Silahkan kang.. "

aku mempersilahkannya masuk.

Setelah dia di dalam, aku pamit sebentar minum dan merapikan makanan ku. Amih yang melihat aku seakan menemui sesuatu yang baru buat nya. Yaitu.. pelayanan nomor satu..

"Gak diteruskan aja makannya mas..?"

"Nggak teh.. nanti saja gak apa-apa.."

Lalu aku masuk ruang praktek..

"Maaf ya kang.. menunggu jadi nya.."

"Gak apa-apa mas.. gak dihabiskan makannya..?"

"Gak kang, akang yang utama. Kasian pasien nunggu.."

"Mas siapa..? Kayanya bukan orang sini yah ?"

"Iya kang.. saya juga baru di sini.."

"Eh... Dari Jawa tengah. Akang apa yang di rasa..?"

"Perut saya mual dan badan saya agak meriang mas..."

"Coba saya periksa pak. Saya cek tekanan darah nya ya pak.. "

Aku memasang alat Sfigmomanometer, alat pengecek tekanan darah di lengan kiri lelaki yang mengaku bernama Sumardi. Saat memasang alat...

"Mas asli Jawa tengah mana? Aku juga di Jawa tengah lama, asli sih sini..."

"Cilacap kang..."

"Wah, saya lama di Purwokerto. Kuliah saya mas..."

"Oh.. iya kang..."

jawabku.

"Kalo mas? Kuliah atau...?"

"Iya kang kuliah di Purwokerto juga di UN****"

jawabku merujuk pada salah satu PTN besar di kota itu. Entah kenapa aku kok bisa memberitahukan nya padahal baru kenal. Mungkin karena pembawaan nya yang friendship aku jadi bicara pada nya..

"Eh.. aku juga dari kampus itu mas.. Wah kita satu almamater ternyata. Aku fakultas TI mas.. kalo mas nya..? Oh.. iya kok aku tanya, ya jelas kedokteran ya mas..?"

Aku sedikit tersentak. Wah aku harus jawab apa ini..?

Aku hanya tersenyum sedikit terpaksa. Untung tindakan ku memeriksa tensi nya telah rampung..

"Tekanan darah nya bagus kang.."

"Oh iya mas.. Alhamdulillah.."

"Maaf ya mas saya periksa nafas nya. Kancing kaos nya mohon di buka.."

Lelaki yang mengaku nama Sumardi itu membuka kancing kaos nya. Aku pakai stetoskop dan menempelkan ujung nya ke dada si lelaki beberapa kali. Aku tidak menemukan sesuatu yang salah pada detak jantung nya dan pernafasannya. Semua oke.. aku minta buka mulut nya dan menjulurkan lidah. Air liur nya jernih dan suhu tubuh aku rasakan normal.

"Pak.. semua sepertinya oke. Atau bapak ada maag?"

kadang maag bisa juga mengakibatkan seseorang jadi eneg, mual dan meriang.

"Iya mas.. saya ada memang.."

"Maaf kang.. "

Aku maju mendekat dan mulai menjulurkan tangan kanan ku menekan perut dia di beberapa titik. Tampak ia sedikit kesakitan.

Aku merasa kan ada yang salah memang di perut nya. Tapi tidak seharusnya sampai membuat dia meriang. Tapi beberapa kemungkinan bisa terjadi.

Aku sudahi pemeriksaan. Setelah menulis obat aku kasih dia untuk diberikan pada Amih. Dia bangkit dan menjabat tangan ku..

"Saya diperiksa oleh dokter siapa ini?"

"Aryo kang.."

"Boleh tau panjangnya mas dok..?"

"Aryadi.. Aryadi Satria Putro.."

"Senang bisa berkenalan dengan dokter. Saya denger dokter nya perempuan, galak lagi, eh.. ada nya dokter lelaki, satu kampus lagi.. Kulo pamit nggeh... Matur nuwun saget.."

"Monggo, sami-sami kang.."

Sumardi melangkah keluar.

Aku merenung di meja praktek. Kok aku bisa-bisa nya omong soal diriku dan meng-iyakan semua omongan nya tanpa ada usaha menyangkal..?

Ada terbersit sedikit keanehan, tapi apa aku pun kurang paham. Aku teringat makanan ku yang baru aku makan setengah, tapi nafsu makannya sudah hilang.

Cukup lama aku merenung. Tentang keberadaan ku saat ini, tentang rencana ke depan nya, tentang rencana pertemuan dengan Bupati besok. Ah.. aku ingin punya pekerjaan disini, aku ingin punya penghasilan, tapi gimana? Semua surat dan dokumen ku ada di rumah di Jawa sana. Bagaimana cara mengambil nya?

Ada cara aku punya pekerjaan, yaitu melalui Mila. Asal aku mau ikuti Mila mungkin aku akan ada pekerjaan. Tapi mengetahui bahwa Mila pun harus di jodohkan pada Arman, aku jadi gak suka pada si bupati itu, ayahnya Mila. Tapi aku perlu.

Ahhh...

Besok aku harus bantu Mila. Paling tidak kemungkinan terjelek nya, dia akan tetap praktek disini kalau dia menolak cepat-cepat menikah. Dan aku bisa bantu-bantu dia. Tapi kalau ayahnya gak suka padaku dan dengan kekuasaannya melarang aku untuk kerja di puskesmas ini, aku jadi pengangguran lagi.

Tidak.. aku gak boleh nganggur. Aku akan meyakinkan ayah nya Mila besok.


Tok.. tokk.. tokk...

Ohh... Iya aku baru sadar aku menempati ruangan Mila. Wah Mila terima gak aku pakai ruangan nya..?

Aku cepat berdiri dan membuka pintu..

"Hai mas dokter... Aduuhh.. aku sakit, mau diperiksa sama mas nya dokter..."

tampak seraut wajah manis berhijab krem dan berbaju coklat muda masuk dengan senyum di wajah. Sambil membawa satu kantung plastik.

"Eh.. nggak kebalik nih Bu dokter Kamila..?"

"Nggak.. nggak kebalik. Aku memang lagi sakit, aku meriang panas dingin ini, apalagi kalau diliatin sama mas dokter.. aduuhh aku bisa.. gak bisa tidur nih.. hihihi..."

"Iiihh.. lebay.. makanya makan jangan telat.."

"Iya aku memang makan nya telat. Karena ini, aku bawa makanan buat kita berdua. Yuk kita makan mas.."

"Eh.. aku udah makan..."

"Iya tapi gak habis kan? Kata Amih karena ada pasien tadi.. tuh makanan mas nya masih bersisa di kamar sebelah. Udah gak enak kan kalo gitu. Udah ini barengan makan ama aku yah.."

"Eh.. tapi.."

"Iiihh.. gak hargai aku udah beli makanan jauh-jauh. Paling nggak temani aku makan kek..."

"Hmmmhh.. ya udah, aku makan.."

"Nah gitu dong.. baru namanya menghargai wanita. Sini biar aku siapin.. kamu duduk aja mas..."

Aku terpaku melihat semua kelakuan Mila. Dia keluar ruangan, lalu sekitar satu menit sudah kembali dengan dua buah piring, sendok dan gelas. Dia lalu membuka makanan yang dia beli, di sajikan di piring. Lalu di berikan padaku. Dia juga membuka makanan dan disajikan di piring untuk dirinya. Lalu dia ambil gelas plastik sederhana itu, pergi mengisi nya dengan air di dispenser air minum yang memang tersedia di ruangan praktek nya.

"Ayo mas.. kita makan.."

Aku mengangguk. Dan aku mulai makan. Mila pun mulai menyuapi nasi ke mulut nya. Aku langsung serius makan, karena memang perutku masih terasa lapar.

Selang beberapa saat, aku merasa ada yang salah. Aku lihat ke Mila. Dia tampak memperhatikan aku makan, sedang sendok nya masih menggantung setengah jalan.

"Hei... Kok bengong gitu..? Ada yang salah ama aku..?"

Mila tertunduk malu. Ketangkap basah oleh ku.

"Nggak mas.. gak apa-apa."

"Kok muka merah gitu..? Makanan nya gak pedas kok.."

"Iiihh... Gak tau ah.. udah makan aja mas.."

Aku senyum geli melihat kelakuan Mila. Tapi aku gak terlalu ambil pusing. Aku melanjutkan makan ku.

Tak terlalu lama, makanan berupa nasi Padang itu sudah habis di piring ku. Aku lihat ke Mila, makanan nya setengah pun belum ada habis.

"Eh.. kok makan nya dikit..?"

"Eh.. itu.. aku emang makan segini.. aku tadi juga pesan porsi setengah.."

"Porsi setengah aja gak habis setengah.. ayo dong.."

"Iya aku makan kok.."

Lalu dia menyendok kembali makanan nya mau memakannya.

"Aku sudah kenyang mas.. aku.. aku udah puas liat kamu makan.."

"Ah... Nggak dong.. ini Mila yang beli lho. Kalo gak makan, aku suapin nih biar habis. Nasi udah dibeli, mubajir atuh.."

"Ya udah suapin ajah..."

Mila menaruh sendok nya.

Aku ambil dan mulai menyuapi nya.

"Hmmmhh.. cewek manja.."

aku senyum lebar..

"Hmmm.. biareenn.."

Mila melahap makanan nya.
Aku jadi merasa lebih akrab dengan nya...

Setelah selesai makan, aku dan Mila keluar. Alat makan juga kembali di bereskan oleh Mila. Aku berjalan ke teras. Beristirahat sebentar sebelum aku akan memeriksa pasien.

Kemudian Amin datang menghampiri aku..

"Mas.. udah makan yah..? Tadi makan samaan ama Bu Dokter..?"

"Iya kang, aku dibawa in makanan tadi. Yah jadi makan sama an. Kang Amin udah makan..?"

"Udah mas.. aku tadi makan di warung depan situ, tapi gak lama langsung balik katanya ada pasien. Cuma ehh.. itu kang.. Bu dokter.."

"Kenapa Bu dokter kang...?"

"Kok bisa yah mau menyiapkan makanan gitu kaya tadi. Kalo sebelumnya, iihh.. boro-boro.. mau makan tinggal perintah, maunya disiapin. Habis makan di biarin gitu aja.. kita yang selalu beresin. Ya kita sih gak masalah, bagian dari kerjaan kita. Cuma aku hanya kaget, kok Bu dokter beda pisan..."

"Yah.. mungkin hatinya lagi seneng, lagi lurus... Hehehe..."

"Mas... "

"Ya kang..."

"Udah disini aja yah jangan pergi lagi. Sejak ada mas nya, beda pisan.. Amin seneng dan semangat kerjanya.."

"Yah kita sama berharap mas. Insya Allah kalau memang jalan Nya, aku akan di sini terus. Cuma aku kan cuma bantuin, gak kerja resmi.."

"Iya yah.. si mas nya gak di gaji. Kasihan juga dong..."

"Nggak, mas Aryo harus jadi pegawai atau dokter sini. Mila akan omong ama ayah. Kalau gak boleh, Mila yang akan bayar mas Aryo.. aku rela sebagian bagian aku buat mas Aryo.."

Mila tiba-tiba muncul dan nimbrung

"Jangan Bu dokter... Itu bagian Bu dokter. Gak bisa kasih saya.."

kataku serius..

"Jadi mas gak mau kerja disini bantu aku..?"

"Aku mau Bu dokter.. mau.. tapi bukan gitu caranya.. buat Bu dokter saja mungkin masih kurang kalo hanya gaji dokter puskesmas desa, aku udah bisa tebak. Apalagi mau di bagi buat aku.. wah bisa kekurangan banyak Bu dokter.."

"Aku gak peduli.. aku bisa mencukupkan diri kok. Asal mas mau kerja bantu aku, itu aja.."

"Aku mau dok... Aku juga perlu.. aku gak munafik.."

"Ya sudah percayakan pada ku.. kang Amin saksinya..."

Aku gak bisa omong lagi. Memang wanita ini kalau sudah ada mau nya, ngotot banget.. dan aku melihat dia semakin menarik..

"Makasih Bu dokter atas kebaikannya.."




Bersambung .... ya suhu

Mohon di berikan kritik dan saran nya ke nubie hijau ini ya suhu terhormat...
 
Terakhir diubah:
apa dokter aryo identitasnya udah diketahui sama kelompok yg buang dulu ato sumardi merupakan suruhan pak bupati?

makin penasaran sama lanjutannya. :D
 
Bimabet
kayanya itu suruhan bapaknya mila, mastiin identitas si aryo. mantap suhu
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd