Agen Terpercaya   Advertise
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

superkudit

Adik Semprot
Lomba Cerpan
Daftar
5 Jul 2018
Post
149
Like diterima
46
Bimabet
ml3JlSJp_o.jpg

fQEodsrU_o.png

Salam suhu-suhu sekalian, akhirnya saya sempet juga nulis cerbung yang diadaptasi dari entry cerpan saya waktu LKTCP 2018 yang berjudul RITUAL.
Akhirnya mutusin reboot, dengan skala yg lebih besar dan cerita yang beda. Tapi desain Laila saya ubah dikit karena desainnya yang di Ritual itu sebenernya desain karakter untuk project komik.
Lastly don't expect too much yak! Sama kek Ritual soale ini, cuma jadi tempat buang sampah karena di karya lain yg untuk kerjaan, saya gak bisa sembarangan bunuh karakter. Jadi di sini saya nulis gak pake mikir lagi, yg penting libas aja hahahaha.

Enjoy

FGjkhB35_o.png

Guyuran gerimis yang berlalu cepat membuatku tersadar dari lelap. Kepalaku rasanya berat, pusing, perutku mual. Aku bahkan tak bisa mengingat dengan jelas apa yang terjadi sebelumnya. Lantai putih bersih memantulkan cahaya yang begitu menyilaukan, Pandanganku masih samar tapi indera pendengaranku perlahan mulai menangkap suara-suara. Kucari kaca mataku namun tak bisa kutemukan, tapi ketika aku mulai beradaptasi dengan cahaya, semuanya terlihat lebih jelas.

Huh? Di mana ini? Aku mulai mereka memori seharian ini. Seingatku, hari ini aku ada rapat dengan editor untuk membahas novel kedua, setelah itu aku pulang menggunakan Grab. Hanya itu yang kuingat. Tapi tempat ini bukanlah kontrakanku!

Kulihat sekeliling ruangan serba putih ini, cukup luas, seperti aula. Di salah satu tembok ada sebuah layar yang ukurannya sangat besar, seperti layar bioskop.

"Di mana ini?!"

"Hoi, aku di mana?!"

"Tolong! Seseorang!!"

"Keluarkan kami!"

Riuh teriakan semua orang menggema di aula itu. Delapan belas, dua empat, tidak... Termasuk diriku, ada dua puluh enam orang di sini.
Setelah kuperhatikan lagi, pakaian mereka semuanya seragam! Hanya sebuah kain kafan kusam putih yang dililit bak handuk. Sekilas kulihat daging menggantung di balik kain seorang laki-laki. Itu penis! Aku baru saja melihat penis! Jantungku mulai berdebar kencang ketika melihat kain yang dikenakan seorang gadis tak sengaja terlepas. Dia menjerit dan menutupi dada dan kemaluannya.

A-apa? Telanjang? Dikeramaian begini? Jangan-jangan....

Aku menunduk untuk memeriksa tubuhku sendiri.

Kulihat belahan buah dadaku terekspos begitu saja, setengah areolaku nyempil dari lipatan kemben yang melingkar di dada. Kuraba tubuh bagian bawahku. Hilang! Aku tak mengenakan celana dalam! Hanya kemben ini yang melindungiku dari ketelanjangan! Kupeluk tubuhku kuat-kuat, tapi ketika lenganku menyentuh leher, aku merasakan sesuatu yang tak biasa. Seperti ada sesuatu di tengkukku.

Yang lain juga tampaknya mulai menyadari itu dan mulai panik. Ada yang menjerit, ada yang menangis, ada yang mengamuk.

Suara statis memekakan telingaku, arahnya dari empat buah speaker yang berada di masing-masing sudut ruangan. Sepertinya seseorang, sengaja menculik kami. Bunyinya berhenti dan berganti menjadi suara wanita yang terdengar sintetis, seperti bot atau mesin asisten pribadi pada smartphone.

ADAM DAN EVE… SELAMAT DATANG DI EDEN!

******************************
OTqnq4eW_o.png

KLOojeHL_o.png

eTGDJXTj_o.png

jihSJUhP_o.png

******************************

******************************
GKvF59IE_o.png


******************************

******************************

tWP41rPf_o.png

 
Terakhir diubah:
LkyDVRgH_o.png

“Apa-apaan ini?! Dimana ini?! Tunjukan wajahmu! Saya polisi!”

Seorang wanita membentak ke arah salah satu speaker sudut tembok. Terang saja itu menarik perhatian kami, ada petugas polisi di sini! Apa kami akan baik-baik saja?

“Oi... oi, Bu Polwan... Lo pikir lencana lo sekarang ada gunanya?" hardik seorang pria bertato kobra.

"Saya cuma menjalankan tugas!"

Lelaki sangar itu tertawa terbahak-bahak, dia mendekati sang polwan, tangannya menjulur ke arah dadanya namun dengan sigap, wanita itu meraihnya dan menekuk tangan pria itu ke belakang punggung.

"Jangan macem-macem! Ini bukan waktunya cari masalah!"

"Hooo.... Gue demen sama cewek yang bersemangat kayak loe!"

Sang polwan melepas kunciannya, tanpa rasa bersalah pria itu tersenyum sambil menjilat bibir atasnya. Jujur saja, itu membuatku bergidik ngeri

“DI LEHER KALIAN TERPASANG CHIP YANG MENJADI INDIKATOR STATUS PESERTA!”

Huh? Chip? Aku memegangi tengkukku. Terasa seperti benda kaca yang menempel di sana. Kulirik ke tengkuk orang lain, semuanya terpasang benda yang sama. Kristal kecil berwarna merah jambu untuk wanita, dan biru muda untuk yang laki-laki.

“ADAM DAN EVE TAK BOLEH DIPISAHKAN, JARAK MAKSIMAL MASING-MASING ADAM DAN EVE ADALAH SEPULUH METER!”

Siapapun yang ada di balik loudspeaker itu tampaknya mengabaikan kami, seperti sebuah kaset yang diputar. Komunikasi ini bukanlah komunikasi dua arah.

“INISASI PELABELAN PESERTA!”

Layar besar itu tiba-tiba menyala, menampilkan visual futuristik berwarna biru dengan interface tampilan split seperti akan menampilkan dua data yang berbeda secara bersamaan.

“ADAM NOMOR SATU, BAGUS SUSANTO, EVE NOMOR SATU, ASTRID MARYAM!”

Mataku melotot, kututupi mulut dengan telapak tanganku agar jeritan tak keluar. Layar itu menampilkan foto telanjang seorang laki-laki di sisi ADAM dan perempuan di sisi EVE. Kupicingkan mata agar bisa melihat tulisan-tulisan yang lebih kecil karena aku tak mengenakan kaca mataku. Bahkan informasi-informasi seperti pekerjaan, keluarga, bahkan sesuatu yang sangat pribadi seperti skandal hingga fetish seksual. Aku tak tahu apa itu benar atau hanya mengada-ada.

Bip Bip

Aku menoleh ke arah kanan setelah mendengar suara itu. Seorang pria muda bengong menatap layar, kristal di tengkuknya berkedip beberapa kali lalu berhenti. Kuperhatikan wajahnya, dia adalah laki-laki di layar! Bagus Susanto! Lalu yang wanita?

Suara kristal berkedip terdengar dari arah lain. Itu polisi wanita tadi! Wajahnya seakan tak percaya ketika melihat apa yang ada di layar. Matanya mulai berkaca-kaca, seperti semua aibnya diekspos ke banyak orang.

Astrid Maryam, di kolom pekerjaan benar tercantum kalau dia bekerja di polsek, dan seorang masokis. Antara kagum, terkejut, dalam artian yang lain. Aku hanya tak menyangka jika orang yang pekerjaannya begitu dihormati juga memiliki hasrat seksual seperti itu.

Satu-persatu data peserta diekspos pada layar. Banyak yang menangis, beberapa berusaha mematikan layar besar itu dengan mencari tombol, kabel, atau memukulnya bersamaan, tapi semua usahanya sia-sia. Aku hanya gemetaran dan bersandar di tembok. Tanganku menggenggam erat lipatan kain kafan di dadaku, menyadari pola yang ada setelah melihat biodata orang-orang yang tertera.

Kami semua punya kesamaan, bukan sekedar orang yang diculik secara acak. Semua orang di ruangan ini memiliki perilaku seks menyimpang!

“ADAM NOMOR 13, ESA PRAYOGA… EVE NOMOR 13, LAILA PRAMESWARI…”

Seperti berhenti rasanya jantung ini melihat foto yang tertera di layar. Foto diriku berpose nakal, seluruh tubuhku terekspos tanpa benang mungkin paling mencolok di antara foto-foto wanita lainnya karena ukuran payudaraku yang paling besar. Aku bahkan sempat mendengar beberapa orang bersiul ketika melihat layar.

aZDjyH62_o.jpg

Tapi bagaimana mungkin mereka mendapatkan foto ini? Ini foto pribadiku yang kukirim ke pacarku beberapa hari lalu. Ataukah… Dia terlibat dengan semua ini?!

Kurasakan hentakan listrik kecil mengalir ke seluruh tubuh. Bunyi kedipan kristal terdengar nyaring, seolah ada di otak membuatku jatuh berlutut. Seorang anak laki-laki mendekatiku dengan ragu, Kurasa seorang anak SMA. Posturnya kecil jika dibandingkan dengan semua laki-laki di ruangan ini. Wajahnya juga plain dan tak memiliki kesan apapun, terlihat sangat membosankan. Kristal biru di tengkuknya masih berkedip, lalu berhenti bersamaan dengan kristal milikku.

Dengan cepat aku menoleh kembali ke layar. Esa Prayoga, umur 18 tahun, pekerjaan mahasiswa. Ini laki-laki yang ditampilkan di layar bersamaku! Umurnya lima tahun lebih muda dariku, tapi dia tak terlihat seperti seorang yang sudah lulus sekolah wajib.

“HARAP MENCARI PASANGAN ANDA! SEBELUM MEMULAI STAGE!”

Semua kembali riuh, namun tak satupun mengerti apa maksudnya.

“Mbak Laila, ya?” bisik pemuda di hadapanku malu.

“I-iya…”

“Layar itu, kita dipasang-pasangin, maksudnya apa?”

Aku menggeleng tak tahu, tapi aku punya firasat buruk jika meninggalkan Esa. Kuambil tangan pemuda itu agar tak pergi terlalu jauh dariku. Entah kenapa aku merasa harus melakukannya.

Satu petak tembok tiba-tiba terbuka, memberikan jalan keluar dari ruangan ini. Semua orang berebut keluar kecuali aku dan Esa.

“Tu-tunggu! Jangan keluar dulu!”

Aku berteriak pada mereka, kurasa karena perasaan tak enak ini membuatku bertidak secara refleks. Semuanya melihat ke arahku, mengharapkan penjelasan.

“Pengumumannya bilang harus cari pasangan, kan? Siapapun yang ngelakuin ini, kalau dia bisa culik kita, pasang benda ini di leher kita, dapat informasi pribadi kita… Aku rasa peringatan-peringatan tadi juga bukan main-main!”

Beberapa yang masih bisa berpikir tenang terdiam, tampaknya setuju dengan kata-kataku, tapi tak sedikit juga yang makin panas karena sudah muak dengan semua ini.

“Aku gak peduli sama mainan itu orang! Mau cari pasangan kek, mau ngapain kek! Bodo amat!” teriak seorang wanita dengan rambut digulung.

Jika tak salah ingat, namanya Irma. Seorang arsitek berusia 34 tahun yang beberapa kali selingkuh dari suaminya.

Irma berjalan cepat melalui lorong, namun tiba-tiba kristal di lehernya berbunyi nyaring, disusul kristal milik laki-laki berbadan kekar di tengah ruangan. Kilat kecil terlihat menyambar dari kristal keduanya.

“Gyaaaaah!!!!”

Irma terjatuh, tubuhnya menggelinjang hebat seperti disetrum dengan tegangan tinggi. Pria kekar itupun terjatuh dan bergetar.

“Hyahhh!”

Beberapa perempuan menjerit dan menghindar ketika laki-laki itu mulai menyemburkan kencingnya kemana-mana. Kulihat Irma di lorong juga tampaknya sama.

Kain yang dikenakan mereka sudah lepas, membuat keduanya telanjang dan menyemburkan kencing kemana-mana. Lima menit kemudian mereka berhenti, tak bergerak. Bau hangus tercium tajam hingga ke hidungku.

“Minggir! Saya perawat!” teriak seorang wanita muda yang berusaha masuk ke kerumunan.

Wanita itu memeriksa memegang pergelangan tangan sang pria, lalu lehernya.

EVE NOMOR 11, IRMAWATI… ADAM NOMOR 11, TORA INDRAYANA… TERELIMINASI! SISA PESERTA ADALAH DUA BELAS PASANGAN!”

Jeritan panik semua orang menggema di ruangan itu. Irma dan Tora melebihi jarak 10 meter yang ditentukan, dan konsekuensinya adalah kematian!

“Tenang semuanya! Mohon tenang!”

Seorang laki-laki mengangkat kedua tangannya untuk menarik perhatian, “pertama-tama kita harus cari pasangan kita biar ga bernasib sama! Setelah itu kita keluar sama-sama, cari cara kabur dari tempat ini! Sekarang siapa yang nomor empat? Pasanganku nomor empat!”

“Saya!”

Perawat tadi mengangkat tangannya, pria itu lalu menyambutnya. Tak butuh waktu lama untuk mengerti, kini semua orang mencari pasangannya sesuai nomor yang diberikan. Begitu semuanya mendapatkan pasangannya, kami berjalan melewati lorong dengan saling beriringan.

Aku melihat wajah Irma ketika lewat di tengah lorong. Matanya melotot, mulutnya menganga. Air kencingnya menggenang dan mengalir di sela-sela ubin, bahkan dadanya basah karena air ASInya keluar. Aku tak tahu kenapa, itu justru membuat tubuhku terasa panas… Aku horny.

“Aduh!”

Aku menabrak laki-laki yang berjalan di depanku, pasangannya juga melihatnya heran. Pria bertato kobra itu menoleh ke arah mayat Irma dengan senyum lebar. Dia adalah laki-laki yang sempat sempat bersitegang dengan Astrid kalau tidak salah namanya Raka, sedangkan pasangannya bernama Ningsih.

“Cewek bego hahaha…”

Raka mendekati tubuh tak bernyawa Irma sambil melepas kain yang menutupi pinggangnya. Menunjukan penis besar yang berdiri menantang.

Ini gila, orang ini benar-benar sinting! Aku berusaha mengingat lagi informasi yang tertera pada data Raka. Sementara laki-laki itu merangkak dan mengarahkan penisnya ke vagina Irma yang masih berbau seperti daging hangus. Semua orang melihat aksi persenggamaan itu dengan ngeri.

Tangannya menggerayangi payudara Irma lalu memerasnya dengan keras. Air susunya muncrat dari puting hitam itu, bak air mancur. Sambil terus menggenjot, Raka menyedot air ASI mayat itu seperti seorang bayi.... Bayi yang sangat mengerikan!

"Oh! Baby, dikit lagi gue keluar!" jeritnya lantang, gerakan pantatnya juga makin cepat, membuat mayat itu terkulai kesana-kemari karena belum mengalami rigor mortis.

"Ooooh!!!! Mantap!!!"

Dia.... Dia mencapai klimaks! Psikopat ini berejakulasi di dalam manusia yang sudah mati. Meninggalkan liang peranakan yang menganga, tak mungkin menutup lagi karena ototnya telah berhenti bekerja. Cairan kental mengalir ke luar.

"Ughh.... Hoek!!!"

Kudengar suara beberapa orang yang sudah tak tahan akhirnya muntah.

Raka memijat bahunya sendiri lalu tersenyum ke arahku, Esa juga perempuan yang jadi pasangannya.

"Oke, ronde dua!"

Dia menjambak rambut Irma, mengangkat kepalanya agar sejajar dengan penisnya yang kini mengeras lagi.

"CUKUP!!" teriakan seorang laki-laki menghentikan aksi amoralnya.

Itu si nomor empat! Cowok kharismatik yang bisa menenangkan orang-orang untuk segera menemukan pasangannya. Kalau tidak salah namanya Hendra, seorang pengacara. Di sebelahnya si perawat berlindung karena takut.

"Aku ga peduli kamu punya kelainan apa, tapi di sini kita semua dipasang-pasangkan, itu artinya kalau ga mau mati, kita harus kerja sama buat cari jalan keluar!"

"Tuan sok pemimpin rupanya," Raka menjatuhkan Irma dan berjalan mendekati Hendra, "Keluar? Loe gak tahu diri ya? Kalian gak sadar tempat ini apa?" ujar Raka lantang.

"Kamu Raka Iswara, kan?! Saya baru ingat, kamu masuk DPO karena kasus pembunuhan berantai!"

Spontan semua orang menjerit mendengar apa yang dikataka Astrid sang polwan.

"Terus kenapa? Lo mau nangkep gue? Hahahaha... Dasar munafik! Kalian semua ini orang-orang munarik!!" jeritnya, "kalian sudah lihat sendiri kan? Di layar, semuanya sudah jelas! Cuma orang bego yang gak sadar!"

Aku terkejut mendengar kata-kata buronan ini. Dia bicara soal pola! Kesamaan kami semua yang ada di sini, mungkin itu menjadi alasan kenapa kami diculik dan bisa mengarah ke jalan keluar.

"Loe hanya nahan diri karena gak mau dicap orang aneh, gak mau orang lihat loe dengan jijik! Tapi pada dasarnya loe semua itu menjijikan!!,bukan begitu, neng masokis?!"

Astrid langsung menampar Raka, matanya berkaca-kaca. Sungguh kejam memang perkataannya, tapi aku tak bisa menyangkal. Raka benar! Kami semua adalah orang-orang dengan kelainan seksual yang mungkin sangat aneh bagi masyarakat.

Munafik.... Munafik... Munafik.... Aku adalah seorang yang munafik!

Selama ini, aku selalu memasang wajah sebagai wanita lugu, sopan dan santun di hadapan teman-teman, keluarga bahkan kekasihku. Hubungan seks yang kami lakukan begitu biasa, aku ingin lebih! Tapi tak mau dia menganggapku orang aneh, takut dia akan meninggalkanku.

Bahkan keluarga dan teman-teman dekatku sendiri pasti mengira aku masih perawan. Aku adalah teladan bagi orang tuaku, role model bagi adik-adikku. Tapi pada kenyataannya, aku ini seorang perempuan binal yang terkurung dalam cangkang ekspektasi. Aku hidup dalam ekspektasi orang lain.

“Aku… Harus dekat-dekat sama orang ini?!”

Ningsih, pasangan Raka bergetar hebat. Aku bisa paham dan kasihan padanya, berpasangan dan harus minimal berjarak 10 meter dari seorang pembunuh penikmat necrophilia dengan tendensi sadisme. Siapa yang tak takut?

“Yeah, baby… Nanti giliran loe! Loe sukanya ngentot kayak gimana? Bakal gue kabulin sebelom loe mati!”

“Hiiiy!”

Ningsih tersungkur, kakinya lemas karena takut. Dia bahkan tak bisa mengontrol kandung kemihnya sehingga cairan kekuningan mengalir dan membasahi kain kembennya. Esa juga terduduk ketakutan, kami memang yang paling dekat dengan Raka saat itu. Dia bahkan sempat menatap mataku dan tersenyum bagai psikopat.

Orang ini… Berbahaya!

"Aku gak mau mati di sini! Terserah dia mau ngapain!" seru seorang laki-laki di kerumunan, lalu berjalan ke ujung lorong bersama partnernya diikuti beberapa yang lainnya. Orang itu benar, tak ada waktu untuk bersimpati, ataupun membantu orang lain sekarang ini. Satu-satunya orang yang harus kufokuskan hanya Esa, orang yang menjadi ADAMku.

Mataku menoleh ke mayat Irma yang tergolek di tengah lorong. Itu yang terjadi jika ADAM dan EVE tak bekerja sama. Batasannya yang sejauh ini kuketahui hanyalah jarak, tapi bagaimana jika salah satu dari ADAM atau EVE terluka, atau lebih parah mati? Apakah satunya juga akan mati? Aku tak mau ambil resiko!

Aku berjongkok dan mendekat ke arah Esa yang pelanga-pelongo seolah tak mengerti apa yang terjadi.

"Esa... Kan, ya? Mbak rasa kita harus bekerja sama, jangan sampai terpisah!"

Esa menatapku bingung lalu menangguk. Aku tak bisa menerka intensi cowok ini, apakah dia bodoh atau pura-pura bodoh? Bisakah dia dipercaya? Atau masih menyembunyikan identitas aslinya, karena jujur saja... Esa adalah satu-satunya orang yang tak sempat kulihat datanya karena terlalu syok saat foto bugilku diekspos di layar. Tapi saat ini, mau tak mau aku harus percaya, bersikap baik seperti Laila si santun, topeng utamaku untuk membaur di kehidupan sosial.

"Ayo, Esa... Kita juga jalan!" ajakku.

Kami akhirnya sampai di ujung lorong. Sebuah ruangan dengan kursi di tiap sisi tembok, mirip seperti yang ada di wahana roller hiburan, dengan sabuk pengaman dan lainnya. Kurasa ini sebuah lift untuk mengantar kami ke tempat yang diinginkan si pelaku. Jumlahnya ada tiga belas, masing-masing bisa diduduki oleh dua penumpang.

“ADAM DAN EVE DIPERSILAHKAN MENGAMBIL POSISI!”

Aku dan Esa mengangguk lalu berjalan ke salah satu kursi dan mengenakan pengamannya. Pasangan lainnya juga melakukan hal yang sama.

Kursi mulai bergetar, lantai di bawah kami terbuka dan kami melesat jatuh. Aku tak bisa mendengar suara pasangan lain karena tertutup teriakan kami, juga lorong-lorong gelap.

Benda itu akhirnya berhenti, napasku dan Esa ngos-ngosan dengan jantung yang berpacu tidak karuan, kemben yang kami kenakan juga sudah terbuka kesana-kemari. Mengekspos kemaluan kami, tapi masih terlalu lelah dan kaget untuk sekedar menutupinya.

Kutarik napas dalam lalu berdiri dari kursi itu. Merapikan kemben sambil membelakangi Esa, agar tak bisa melihatku, walau sebenarnya itu sia-sia karena semua orang sudah melihat tubuh telanjang peserta lainnya.

Kini kami berada di sebuah area seperti sungai dengan gua dan air terjun kecil. Ketika kulihat langit-langitnya berupa kubah kaca, aku menyadari kami masih berada dalam ruangan. Pohon-pohon yang terhitung besar juga tumbuh di dalamnya. Aku tak bisa menemukan peserta lain. Hanya ada aku dan Esa.

STAGE PERTAMA : TEMUKAN BUAH TERLARANG!”

“Mbak… Mbak Laila… Itu!”

Aku menoleh ke arah kolam yang ada di sampingku. Seseorang, bukan… Sesuatu langsung menyelam tepat setelah mengintip kami dari permukaan. Apa itu? Buaya? Tidak, itu terlihat cukup humanoid! Manusia? Dan lagi Buah Terlarang itu apa?! Yang jelas aku merasa sangat takut.

“E-Esa… Sembunyi!” teriakku panik ketika melihat gelembung meletup-letup dari kolam itu.

iY3XjbI5_o.png
 
Terakhir diubah:
Gabungan Kami Sama Iiu Tori, Cabin In The Woods, Hunger Games dan Kamen Rider Ryuki sih hahahaha.

Ini versi penyempurnaan dari cerita saya di LKTCP yg judulnya Ritual tahun lalu
waw worth banget nih buat ditunggu lanjutannya. jadi semakin penasaran.

sering kepikiran bikin genre survival kek gini... tapi suka males ngetiknya haha.
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd