Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG [B.O.T.S] Menikmati Sherly, Sang Sekretaris (TAMAT)

perverts

Suka Semprot
Daftar
12 Sep 2011
Post
21
Like diterima
324
Bimabet
Mengetahui tiga orang wanita terdekatku semuanya hamil, memberikan pukulan yang teramat berat bagi penisku. Bagaimana tidak, kehamilan mereka membuat tidak tersedianya sarana pelampiasan penisku untuk melepaskan cairan kenikmatannya. Walaupun sebenarnya harus kuakui bahwa itu merupakan ulah terlalu liarnya pergaulan penisku juga.(Cerita pengalaman pribadiku sebelumnya dapat dibaca di [B.O.T.S] series)

Akan tetapi ada pepatah lama yang mengatakan “di mana ada kemauan, di situ ada lobang”. Mungkin ada benarnya juga. Dan itulah asal mula peristiwa ini terjadi.

**

Selasa, dua Januari dua ribu delapan belas. Seperti biasa, saat itu aku sudah tiba di kantorku sekitar pukul tujuh pagi, meskipun jam bekerja di kantorku mulai pukul delapan pagi. Aku datang lebih pagi hanya untuk menghindari kemacetan yang lebih parah di jalanan ibukota. Maklum, rumahku berada di kota pinggiran Jakarta.

Kuperkenalkan diriku, namaku Rio, usiaku saat ini tiga puluh lima tahun. Karyawan BUMN bidang jasa pengiriman. Istriku bernama Risa, usianya dua puluh sembilan tahun, karyawan BUMN jasa keuangan. Kami telah menikah lebih dari lima tahun, setelah sebelumnya berpacaran delapan tahun lebih, dan telah dikarunia dua anak perempuan, serta saat ini istriku sedang mengandung anak kami yang ketiga.

Ruangan kerjaku tidak terlalu besar, berukuran sekitar tiga kali tiga meter. Aku diberikan ruangan tersendiri karena jabatanku selaku pimpinan unit yang berada langsung di bawah Direksi.

Gedung kantorku ini terdiri dari dua lantai, berada di tanah seluas satu hektar, yang mana setengah luasnya didirikan gedung kantorku ini. Sisanya merupakan lahan parkir dan tempat ibadah yang juga terbuka untuk umum. Kantorku ini merupakan Kantor Pusat, sehingga seluruh anggota Direksi yang berjumlah empat orang pun berkantor di sini. Direksi perusahaanku seluruhnya memiliki ruangan di lantai dua. Ruanganku satu lantai dengan para Direktur dan dua pimpinan unit yang lain. Sedangkan lima unit lainnya berada di lantai satu.

Seperti halnya minggu-minggu sebelumnya, aku mengawali minggu dengan rutinitas menyusun agenda apa yang akan kukerjakan di minggu ini. Agenda ini menyesuaikan dengan agenda Direksi di kantorku. Selanjutnya aku bagikan agenda mingguan yang aku susun ke para stafku agar mereka ikut menyesuaikan dan mempersiapkan data-data yang aku butuhkan di minggu ini.

Setelah selesai membuat agenda, aku keluar ruanganku untuk pergi mencari makanan sebagai sarapanku. Unitku terletak di sayap gedung sebelah utara lantai dua. Ruangan-ruangan Direksi berada di bagian tengah gedung, dekat tangga. Sehingga kalau aku hendak keluar gedung, harus melewati lorong selebar tiga meter, depan ruangan Direksi terlebih dahulu. Sebelum pintu masuk tiap-tiap ruangan Direktur, terdapat ruangan kecil berukuran dua kali dua meter dengan dinding kaca, sehingga dapat terlihat dari lorong, yang merupakan tempat sekretaris tiap-tiap Direktur.

Saat aku menuruni tangga, aku berpapasan dengan seorang wanita yang tidak aku kenal tetapi aku merasa tidak asing wajahnya. Dia memakai seragam yang sama denganku, baju kemeja putih dan celana panjang cokelat muda. Aku membaca di bagian dada kanan bajunya, tertulis Sherly.

Sherly ini memiliki tubuh yang menurutku tinggi. Dengan memakai sepatu berhak lima centimeter saja tingginya sudah jauh melampaui tinggi tubuhku. Mungkin tinggi aslinya sekitar seratus tujuh puluh dua centimeter. Dengan bentuk body yang kurus tinggi langsing, bagai bentuk badan seorang peragawati. Kulitnya tidak terlalu putih, tapi mulus terawat. Rambutnya yang lurus sepunggung dicat sedikit kemerahan, mendukung wajahnya yang cantik. Laki-laki yang normal pasti akan tergoda untuk memandangnya apabila dia lewat.

“Selamat pagi Mba”, sapaku dengan tersenyum ke arahnya.

Sherly membalas hanya dengan senyuman tipis yang nyaris tak terlihat, tanpa memandangku sedikit pun, acuh tak acuh. Aku sempat tersinggung dibuatnya. Sombong amat, pikirku. Emang siapa sih dia?

Aku mendapat jawabannya saat rapat para pimpinan unit dengan Direksi. Ternyata Sherly adalah sekretaris baru salah satu Direktur, menggantikan sekretaris lama yang mengundurkan diri. Mengapa wajahnya begitu familiar buatku, karena ternyata Sherly yang menjadi model iklan perusahaan ini, baik itu iklan media cetak maupun audio visual. Sebelum menjadi sekretaris direktur, Sherly bertugas di bagian frontliner.

Selama dua bulan Sherly bekerja di kantor ini, aku belum pernah sekalipun berbicara dengannya. Karena direktur yang dilayaninya bukan atasan langsungku, berbeda direktorat. Kami lumayan sering berpapasan, akan tetapi kesan sombong masih tetap kurasakan. Sampai membuatku tidak peduli akan kehadirannya meskipun Sherly sudah menjadi dambaan hampir semua laki-laki di kantor ini.

Sampai suatu saat di awal bulan Maret, aku berencana mengajak makan siang seluruh staf di unitku. Aku memang rutin mengajak stafku makan siang setiap bulannya. Lebih ke arah mengakrabkan para sesama pekerja di unitku. Kadang keluhan-keluhan dan saran-saran mereka akan pekerjaannya mudah diungkapkan bila mereka berada di luar kantor. Bagiku mereka adalah rekan kerja, bukan hubungan boss dengan anak buah, yang membedakan aku dengan mereka hanyalah masalah tanggung jawab.

Karena anggota unitku ini cukup banyak, aku persilahkan bagi yang membawa kendaraan untuk bisa langsung ke lokasi makan siang. Sedangkan sisanya aku pesankan taksi online. Saat menunggu taksi online di lobby kantor, keluarlah Sherly bersama Ira yang juga sekretaris direksi. Dengan Ira ini aku cukup akrab, karena aku sering berhubungan kerjaan dengannya yang merupakan sekretaris Direktur Utama.

“Mau kemana elo Ra?”, tanyaku ke Ira.“Mau cari makan siang nih Pak”, jawab Ira.

“Emang Pak Rio mau kemana? Ramean gini?”, Ira balik bertanya.

“Mau makan siang di luar. Elo mau ikut?”, ajakku ke Ira.

“Emang Pak Rio mau makan apa?”, tanya Ira lagi.

“Nasi uduk yang di bawah rel situ. Ikut aja yuk”, jawabku.

“Gimana Sher, mau ikut ngga?”, tanya Ira ke Sherly.

“Aku terserah Mba Ira aja”, jawab Sherly sambil tetap berkutat dengan ponselnya.

“Emang masih muat Pak mobilnya?”, tanya Ira kepadaku.

“Harusnya sih muat, ini dapetnya jenis minibus kok”, jawabku.

Selesai aku menjawab pertanyaan Ira, mobil yang aku pesan datang menghampiri kami. “Nah itu mobilnya. Ayo naik”, sahutku kepada mereka semua.

Selama di mobil baik itu menuju tempat makan maupun arah balik ke kantor dan saat di tempat makan, baru aku melihat sosok Sherly sebenarnya. Sherly ternyata orang yang periang, cuek, cerewet dan tomboy, ini sangat bertolak belakang dengan para wanita lain yang ada di lingkunganku bekerja.

Sejak saat itu, hubunganku dengan Sherly menjadi akrab. Kalau kami berpapasan, selalu dia yang menyapa duluan. Kadang disertai candaan ringan. Kesan sombong tidak lagi kurasakan. Dia pun memanggilku dengan awalan Mas bukan Pak sebagaimana orang lain memanggilku. Bahkan kalau dia sedang bertanya kepadaku mengenai isi dokumen yang dia bawa, posisi tubuhnya selalu menempel ke tubuhku. Selalu saja lengan atasku merasakan empuknya payudaranya yang masih terbungkus bra dan pakaiannya. Ini memancing hasrat laki-lakiku untuk bisa menikmati tubuhnya yang langsing.

Kesempatan itu akhirnya datang beberapa hari kemudian. Berawal dari chat Sherly kepadaku.

“Mas, hari jumat nanti ikut raker?”, tanya Sherly melalui aplikasi chat.

“Iya. Elo ikut juga?”, tanyaku balik.

“Iya, disuruh ikut. Mas naik kereta jam berapa?”, tanyanya lagi.

“Gue naik jam setengah lima. Biar ngga kepagian sampe Yogya. Mau tidur dulu. Kalo elo?”, balasku.

“Aku bareng rombongan Mas”, jawabnya.

“Mas..”, tulisnya.

Aku menunggu kalimat selanjutnya. Status di chat masih tertulis “typing”, tapi lebih dari semenit belum juga dikirimkan padaku.

“Mmm..”, tulisnya lagi.

“Knapa Sher?”, tanyaku.“Nanti di sana temenin aku ngopi ya?”, balasnya.

“Pasti mau ngeroko ya?”, tanyaku.“Iya hehehe”, jawabnya.

“Yaudah hayuk atuh”, balasku.

“Asyiiikk”, balasnya disertai emoticon perempuan menari.

“Trima kasih ya Mas”, lanjutnya lagi.

Saat itu masih belum terpikiran pikiran mesum olehku. Aku cuma bisa menyimpulkan kalau Sherly tertarik juga padaku.

Hari Jumat aku berangkat ke Yogya dengan kereta jam setengah lima sore bersama sembilan orang teman kantorku. Sedangkan Sherly bersama lebih dari empat puluh orang lainnya naik kereta yang jam enam kurang.

Dalam perjalanan kereta, aku chat Sherly. “Udah jalan keretanya?”, tanyaku.

“Udah kok Mas”, balasnya.

“Elo sebangku sama siapa?”, tanyaku basa-basi.

“Sama Mba Ira, Mas. Kalo Mas sebangku sama siapa?”, balasnya.

“Sendiri kok. Dapet yang single seat. Tadi tukeran sama Wina. Soalnya seat Gue sebangku sama Yuli”, jawabku.

“Mas dapet kamernya sendiri atau berdua?”, tulis Sherly.“

Berdua sama Pak Jody. Maunya sih sama elo hahaha”, pancingku untuk melihat reaksi Sherly.“

Hahaha kalo itu mah ngarep namanya”, balasnya.

“Tapi gue kayanya mau buka kamar sendiri. Soalnya Pak Jody kan ngga ngerokok. Ngga enak guenya kalo ngerokok di kamar”, lanjutku.

“Iya nih, aku juga dapetnya sama Putri. Soalnya Mba Ira kan orang Yogya. Dia mau tidur di rumahnya aja”, balas Sherly.

“Tuh kan. Mending sekamar gue aja kalo gitu mah. Biar bisa ngerokok di kamar”, lanjutku sambil berharap Sherly menangkap umpanku.

“Tidur seranjang gitu?”, tanya Sherly menyambut umpan dariku.

“Ya ngga lah. Gue pesenin yang twin bed. Kalo queen bed nanti terjadi hil-hil yang dipengenin gimana? Hahaha”, jawabku sambil menyembunyikan tandukku yang muncul.

“Hahaha iya ya”, balasnya.

“Trus nanti aku bilang apa sama Putri?”, lanjut Sherly lagi.

“Bilang aja elo mau ke tempat sodara dulu malam ini. Baru besoknya elo tidur bareng Putri. Bilang aja gitu.”, balasku.“

Aku nanti ke hotelnya gimana Mas?”, tanya Sherly.

“Elo nanti misah dulu dari rombongan di stasiun. Elo langsung cari ojek ke hotel. Kalo rombongan kan pasti lama tuh berangkat dari stasiunnya. Jadi elo duluan sampe hotel n ngga ketemu tuh rombongan di hotel. Elo langsung ke kamar gue”, jawabku.

“Iya Mas, aku gitu aja nanti”, balas Sherly.

“Nanti kabarin kamar berapanya ya Mas. Aku mau tidur dulu”, lanjutnya lagi.

“Ok”, balasku singkat.

Aku tersenyum kecil mengulang kembali membaca chat aku dengan Sherly. Strategi tahap awal tampaknya berhasil. Kemudian aku berusaha untuk tidur sambil memikirkan strategi selanjutnya yang tepat agar aku bisa menikmati tubuh Sherly malam ini.

Sekitar pukul satu malam, kereta yang aku naiki sampai di Stasiun Tugu. Kami sudah disambut oleh panitia dan diarahkan ke bus mini yang disediakan. Sesampainya di hotel kawasan Tugu, kami menuju lobby hotel untuk dilakukan pembagian kamar. Aku dan Pak Jody mendapat kamar nomor enam nol delapan yang berada di lantai enam. Kulihat di daftar kamar, rombongan dari perusahaanku seluruhnya menempati kamar yang ada di lantai lima dan enam.

Kudekati Pak Jody, lalu bilang kepadanya kalau aku berencana buka kamar sendiri dengan alasan ngga enak sama dia kalau aku merokok di kamar. Aku pun lalu menuju resepsionis untuk memesan kamar. Aku langsung meminta kamar di lantai delapan, supaya tidak mendapat kamar yang selantai dengan orang-orang dari perusahaanku. Setelah melakukan pembayaran dan menyelesaikan administrasi, petugas resepsionis menyerahkan kartu magnetik kepadaku untuk kamar delapan nol dua. Lalu aku bergegas menuju kamarku dengan tidak lupa memberitahu Sherly nomor kamarku.

Kamar yang kutempati berukuran selayaknya kamar tipe deluxe lainnya yaitu sekitar tiga puluh dua meter persegi. Kamar mandi terletak di sebelah kiri pintu kamar, dan di seberangnya terdapat lemari tempat menggantung pakaian serta tepat di sebalah kiri lemari terdapat rak tempat minuman gratis dan pemanas air, lalu di bawahnya ada lemari pendingin kecil. Televisi ukuran tiga puluh dua inchi menempel pada dinding sebelah kanan, sedangkan dua tempat tidur berada di sisi kiri seberang televisi. Terdapat meja menempel pada dinding dekat jendela dengan kursi sebagai pelengkapnya.

Kuletakkan tasku di tempat tidur dekat jendela. Aku sengaja memilih dua tempat tidur untuk meyakinkan Sherly kalau aku tidak mempunyai niat yang terselubung. Aku pun segera mandi. Aku tidak mau bau keringat tubuhku setelah delapan jam di kereta, menggagalkan rencana yang sudah aku susun.

Ting tong. Suara bel dari arah pintu kamar membangunkanku. Aku bangkit dari tempat tidur dan beranjak menuju pintu kamar. Aku lihat keluar kamar melalui lubang pintu. Kulihat Sherly sedang berdiri gelisah di balik pintu. Segera kubuka pintu dan mempersilahkan Sherly masuk.

“Loh kok bisa naik?”, tanyaku.

“Minta tolong resepsionis di bawah buat pencetin liftnya Mas. Geser dikit Mas, kebelet nih”, sahut Sherly sambil merangsek masuk. Lalu Sherly menyimpan tasnya di atas tempat tidur yang masih rapih dan bergegas ke kamar mandi.Aku sudah terbaring di tempat tidurku saat Sherly keluar dari kamar mandi. “Kok tempat tidurnya pisah Mas?”, tanya Sherly sambil nyengir.

“Emang elo mau tidur sekasur bareng gue?”, tanyaku balik.

“Yaaa ngga sih hehehe”, jawabnya. “Nanti gue diapa-apain lagih”, lanjutnya sambil nyengir kembali.

“Yang ada malah gue yang takut elo apa-apain. Nih gue udah pake kancut yang ada gemboknya”, sahutku ditanggapi gelak tawa Sherly.

“Udah ah gue mau ganti baju dulu. Jangan ngintip!”, sahutnya disertai acungan telunjuk kanannya ke arahku.

“Ngintip elo mah yang ada rugi gue” balasku. Lalu Sherly pun ke kamar mandi sambil tertawa.

Tidak lama kemudian Sherly keluar kamar mandi dengan menggunakan pakaian kaos oblong tipis berwarna putih, sehingga terlihat olehku bra warna hitam yang menyangga kedua payudaranya, dan celana pendek bahan jeans warna biru pudar sependek lima centimeter dari selangkangannya sehingga paha putih nan mulus dengan kaki jenjangnya yang indah membuatku terkesima sejenak.

“Hayoo takjub ya ngeliat kecantikan gue? Ngga boleh, ntar kalo kepengen malah pusing loh”, sahut Sherly membuyarkan lamunanku.

“Kalo kepengen kan ada elo ini”, jawabku santai.

“Iya ada gue. Nanti gue jepitin di pintu kamar mandi hihihihi”, Sherly tertawa mengejek.

“Sialan lo”, sahutku sambil ikut tertawa.

“Ngga tidur lagi Mas?”, sahut Sherly sambil membakar rokoknya dengan posisi duduk bersandar di kepala tempat tidur yang sudah diletakan bantal olehnya dan meluruskan kedua kakinya di tempat tidur.A

ku melihat jam yang terpampang di layar ponselku. “Nanggung, bentar lagi subuh. Kumpul lagi kan jam tujuh. Bisa bablas gue”, jawabku.

“Iya juga ya. Yaudah kita ngobrol aja Mas”, sahut Sherly.

Kami pun memulai obrolan dengan menanyakan latar belakang keluarga Sherly, latar pendidikannya, awal mula dia bekerja di perusahaan ini, sampai dengan gossip-gossip yang ada di lingkungan tempat kami bekerja.

Hari terus beranjak terang, aku menyudahi obrolan basa-basi dan mulai mengerahkan jurus-jurus pancingan dengan menanyakan mengenai kehidupan percintaannya.

“Elo tuh udah punya pacar belum sih?”, tanyaku.

“Lagi ngga punya Mas. Udah dua setengah bulanan lah”, jawabnya.

“Kok ngga nyari lagi?”, tanyaku kembali.

“Belum ada yang mau sama aku, Mas”, jawabnya datar.

“Bo’ong banget. Cewe cantik kaya elo mah pasti banyak yang suka”, sahutku.

“Iddiiihh ngegombal. Pasti ada maunya deh”, jawabnya sambil sedikit tersipu.

“Lah beneran. Penghuni-penghuni Ragunan pasti banyak yang suka sama elo”, sahutku sambil nyengir.

“Hahaha kurang ajyaar”, sahut Sherly. “Lagi males aja sih. Belum ada yang sreg”.

“Emang sebelum putus, pacarannya udah berapa lama?”, tanyaku.

“Enam tahun, Mas”, sahutnya kembali datar sambil menghisap dalam-dalam rokoknya entah yang keberapa di pagi ini.

“Anjrit, lama juga ya”, sahutku. Kesian juga ya barang elo dua setengah bulan dianggurin hehehe”, lanjutku.

“Hahaha sialan”, Sherly menanggapi perkataanku.

“Kenapa ngga nyari temen kantor aja? Kan banyak tuh di kantor yang masih pada bujangan. Kalo nyari yang paling ganteng sih udah pasti di samping kiri elo ini ahahaha”, sahutku.

“Percuma ganteng juga kalo udah punya anak bini”, sahut Sherly.

“Anak bini kan di rumah, kalo di sini statusnya bujangan kok hahaha”, sahutku.

“Dasar pe’a”, sahut Sherly ikut tertawa.

“Akunya ngga mau Mas kalo sama temen kantor. Udah tau rata-rata kelakuan orang kantor seperti apa”, lanjutnya.

“Terus kalo elo lagi kepengen gimana donk? Kan ngga mungkin tuh pacaran enam tahun cuma elus-elus jidat doank hahahaha”, pancingku.

“Pe’a nih. Makin pagi, makin ngaco obrolannya”, jawabnya.

“Ya kan cuma pengen tau aja. Udah pada gede ini kan hehehe”, sahutku.

“Ya sendiri aja Mas”, sahut Sherly.

“Pake alat gitu?”, tanyaku semangat.

“Udah ah”, sahutnya.“Cuma pengen tau kok”, sahutku meyakinkan.

“Ngga Mas, ngga suka pake alat. Enakan pake tangan sendiri”, jawabnya.

“Lebih enak lagi pake tangan orang lain hehehe”, sahutku semakin menjurus.

“Enakan barang yang asli lah”, sahutnya sedikit tinggi. “Duh, jadi pengen pipis kan tuh”, sahutnya sambil langsung beranjak ke kamar mandi.

“Yess, terpancing”, kataku dalam hati. Tinggal tunggu saat yang tepat untuk memulainya.Setelah Sherly kembali ke tempat tidurnya, aku kembali melancarkan serangan.

“Trus elo kalo ngewe ama laki elo durasinya berapa lama?”, tanyaku.“Bisa dua jam Mas”, jawabnya.

“Buset, ngga ledes tuh meki?”, sahutku.

“Engga tuh, enak-enak aja hehehe”, jawabnya.

“Trus kalo ngga ada cowo gini, elo masturbasi seminggu berapa kali?”, tanyaku.

“Bisa hampir tiap hari Mas”, jawabnya mengejutkanku.

“Waduh. Sering juga ya”, sahutku.

“Iya, gue orangnya gampang becek. Kalo udah gitu, gitu sengaja bangun malem-malem buat kaya gitu”, sahut Sherly.

“Trus sambil ngebokep gitu?”, tanyaku lagi.

“Iya Mas, aku paling suka kalo cewenya itu tetenya gede, trus sama cowonya diremes sambil dijilat-jilat pentilnya”, jawabnya.

“Berarti dari tadi elo udah becek terus donk?”, pancingku lagi.

“Ya iyalah. Tuh kan pengen pipis lagi”, jawabnya kembali beranjak dari tempat tidur ke kamar mandi.

“Gue jadi sange juga nih”, sahutku sambil mengelus batang penisku dari luar celana saat Sherly keluar kamar mandi.

Sherly melihat ke arah selangkanganku dan berkata, “Mas udah gila nih”.

“Udah, jadi gini aja, karena elo dari tadi udah sange dan butuh pelampiasan, trus gue jadi ikutan sange juga, kenapa ngga kita ngewe aja?”, tanyaku langsung ke sasaran

.“Mas gila ya. Mas kan atasan gue!?”, sahutnya.

“Gue kan cuma nawarin ke elo. Lagian elo boleh kok nanti di atas gue hehehe”, sahutku.

“Yee pe’a nih”, sahut Sherly yang sekarang dalam posisi duduk bersila menghadap ke arah tempat tidurku.

Aku bangkit dari rebahanku dan berdiri di antara tempat tidur kami, menghadap ke arah Sherly. “Sekarang udah jam enam kurang, kalo kita ngewe sekarang, masih ada waktu sejam. Cukuplah buat pelampiasan doank mah. Sekarang penawaran terakhir gue, kalo elo ngga mau, gue mau mandi. Gue mah gampang, paling tinggal coli di kamar mandi”, sahutku seolah-olah ngga butuh.

“Elo mau ngga ngewe ama gue?”, sahutku sambil membentangkan kedua tanganku untuk menyambut pelukan dari Sherly.

“Aduuuhh”, Sherly gelisah. “Ya udah deh”.

Dengan gerakan cepat Sherly berdiri di hadapanku dan memelukku erat, disertai sambaran bibirnya ke bibirku. Aku pun menyambut ciuman ganas yang dilancarkan Sherly. Dia menciumku seperti wanita yang haus akan seks. Berkali-kali mulutnya menghisap bibirku hingga beradu dengan giginya. Sesekali juga giginya menggigit gemas bibir bawahku.

Tangan kananku mulai bergerilya di punggungnya. Kubuka kaitan branya dengan tangan kananku. Setelah terlepas kaitannya, kualihkan tangan kananku ke arah payudara kiri Sherly. Kuremas payudara kiri Sherly yang kurasakan tidak terlalu besar, pas dengan genggaman tanganku. Walaupun kecil, payudara Sherly masih sangat kencang, putingnya pun kusentuh tidak terlalu menonjol walaupun sudah mengeras.

Sherly melepaskan ciumannya. Kesempatan ini kugunakan untuk menciumi pipi kirinya dan leher bagian kirinya. “It’s not right, och it’s not right Mas”, racau Sherly.

Aku lepaskan pelukanku, kuraih ujung bawah kaos putihnya, lalu kutarik ke atas untuk melepaskan kaos dari tubuhnya. Payudaranya masih tertutup bra yang menggantung tak terkait, kuambil kedua tali bra yang menggantunh di kedua bahunya. Bisa kulihat sekarang payudara Sherly yang menurutku sangat indah dipandang. Payudaranya tidak turun sama sekali, masih kencang dan berbentuk seperti buah apel dengan puting kecil berwarna merah muda kecoklatan dan putingnya dikelilingi areola yang berdiameter dua sentimeter berwarna merah muda. Kini Sherly hanya mengenakan celana pendeknya.

“Mas ini salah Mas. Ngga boleh Mas”, sahut Sherly sambil menatapku.

“Udah tanggung Sher”, jawabku, sementara tanganku sibuk membuka kancing celana pendek jeans yang Sherly pakai.

“Elo juga udah bugil kaya gini. Toh yang penting ini rahasia kita berdua aja”, lanjutku. Kancing dan resleting celana pendek Sherly sudah terbuka, posisi celananya sedikit turun ke bawah, tapi masih tersangkut di sekitar pinggulnya.

“Ini rahasia kita aja ya Mas? Ngga boleh orang lain tau”, pintanya padaku.

“Ya iyalah, udah gila apa gue kalo sampe cerita ke orang lain”, sahutku sambil melepas kaos dan celana pendek beserta celana dalam yang aku pakai. Sherly pun melepaskan celana pendek jeans yang masih tersangkut di pinggulnya dan celana dalamnya sekaligus.

Kini kami berdua sama-sama telanjang bulat. Aku melihat ke arah selangkangan Sherly yang ditumbuhi bulu-bulu halus dan tipis, sepertinya Sherly merawat vaginanya dengan baik. Demikian juga Sherly, dia menatap batang penisku yang sudah mengacung keras dengan sempurna.

Sejenak kami saling bertatapan mata. Kemudian tanpa diberi aba-aba, Sherly langsung mengambil posisi berlutut di depanku. Dipegangnya batang penisku dan diusap-usapnya pelan batang penisku dengan tangan kanannya. “Hey there, nice to see you”, ucap Sherly sebelum memasukkan batang penisku ke dalam mulutnya.

Mulut Sherly hampir menelan habis batang penisku. Didiamkan sejenak batang penisku di dalam mulutnya sambil memainkan lidahnya. Lalu Sherly mengeluarkan batang penisku dengan gerakan perlahan diiringi tatapan mata nakal ke arahku. Gerakannya berhenti tepat saat bibirnya berada di kepala penisku. Kemudian dihisapnya kuat-kuat kepala penisku berkali-kali dengan sesekali memainkan lubang kencingku menggunakan ujung lidahnya, sementara tangan kanannya memegang pangkal penisku.

Selanjutnya Sherly mengocok penisku dengan lincahnya menggunakan mulutnya. Kocokan mulutnya terhadap penisku sama sekali tidak menyentuh giginya. Kepala Sherly bergerak maju mundur, kedua bibirnya terus bekerja menyapu dan menjepit erat batang penisku. Secara tak sadar, aku sampai mengerang karena nikmatnya.

Sherly menyudahi kocokan mulutnya pada batang penisku. Dia beralih menjilati batang penisku sampai ke pangkal penisku dengan lidahnya. Diarahkannya batang penisku ke atas, lalu Sherly mulai menjilati kantung buah zakarku sampai mencapai lubang anusku. Kemudian Sherly mengulum buah zakarku satu persatu. Selanjutnya Sherly kembali mengarahkan mulutnya ke batang penisku dan mengocoknya dengan cepat menggunakan mulutnya. Benar-benar nikmat sekali aku dibuatnya. Sherly sepertinya sangat mengerti bagaimana cara memperlakukan penis dengan baik.

Masih belum ada tanda-tanda Sherly menghentikan sepongannya. Aku sudah tidak sabar untuk menikmati vagina Sherly. Kutarik batang penisku dari mulut Sherly, lalu kuangkat tubuh Sherly agar dia berdiri kembali.

“Sekarang?”, tanya Sherly dengan dijawab anggukkan olehku. Sherly duduk di pinggir tempat tidurnya, kemudian membaringkan tubuhnya dengan tetap menghadap ke arahku. Dibukanya kedua pahanya sehingga terpampang jelas bibir vaginanya yang sudah sedikit terbuka. Area selangkangan Sherly benar-benar mulus tanpa cela. Kulit putih mulusnya rata hingga area pangkal pahanya. Tidak ada kerutan selulit di daerah paha bagian dalam maupun luarnya. Labia mayoranya pun putih dengan ditumbuhi rambut-rambut halus. Hanya labia minoranya yang berwarna lebih gelap yaitu merah mudah kecoklatan.

Kuarahkan batang penisku ke mulut vaginanya. Kusapu bibir vagina Sherly yang sudah becek dengan kepala penisku. Lalu kumasukan kepala penisku menembus mulut vaginanya. “Oh my god, oh my god”, Sherly mulai meracau ketika batang penisku bergerak menembus lubang vaginanya.

“Aach”, jerit Sherly saat seluruh batang penisku merangsek masuk ke dalam liang kenikmatannya. “Mentok Mas, enak banget”, sahutnya.

Aku condongkan tubuhku ke arah Sherly dan bertumpu pada tanganku di kiri dan kanan tubuh Sherly. Kutahan kedua paha Sherly dengan kedua lenganku hingga kedua kakinya menghadap ke atas. Selanjutnya kugerakkan pinggulku maju mundur untuk mengocok vagina Sherly dengan batang penisku.

Sherly mendesah kencang dan meracau tidak jelas. Asli, berisik sekali, seperti di film-film porno. Aku sempat khawatir suaranya sampai ke kamar sebelah. “yeaah, yeaah, c’mon baby”, racau Sherly.

“Fuck, fuck, fuck”, Sherly meracau seirama dengan tusukan-tusukan penisku mentok ke dalam lubang vaginanya. Kedua tangan Sherly sangat aktif meremas-remas payudaranya dengan sesekali memilin-milin kedua putingnya.

“Ouch harder, please”, pinta Sherly, aku pun menambah tenaga dorongan saat pangkal penisku membentur bibir vagina Sherly.

“Kebanyakan nonton bokep nih anak”, pikirku. Tapi anehnya suara ini tidak menggangguku, malah semakin bersemangat mengocok vagina Sherly.

“Ouch ouch ouch ouch”, Sherly mendesah semakin cepat. “Akk khu keluar Maasssshhhh”, jerit Sherly disertai badannya sedikit melenting ke atas, otot-otot paha dan kakinya menegang, seluruh jari-jari kakinya tertekuk ke dalam, kepalanya mendanga ke belakang dengan kedua hanya tampak putihnya saja. Kurasakan ada cairan hangat merembes keluar dari lubang vaginanya. Tidak sampai lima menit, Sherly mencapai orgasmenya yang pertama di pagi ini.

“Cium gue, Mas”, pinta Sherly setelah otot-otot tubuhnya mulai mengendur. Aku pun mendekatkan kepalaku ke arah kepalanya. Lalu kembali dilumatnya bibirku oleh bibir Sherly dengan ganasnya. Batang penisku masih menancap di dalam lubang vagina Sherly.Sherly menghentikan ciumannya. “Aku mau dogy, Mas”, pinta Sherly. Lalu aku bangkit dan mengeluarkan penisku dari dalam vaginanya. Kemudian Sherly dengan sigap membalikkan tubuhnya ke posisi menungging dengan pantatnya menghadap ke arahku. Pantatnya yang tidak terlalu montok, tetapi berkulit putih dan mulus tanpa ada noda hingga ke mulut lubang anusnya. Sherly posisi nungging dengan bertumpu pada kedua tangannya dan kedua lututnya sampai dengan tulang keringnya.

Kudekatkan tubuhku ke arah pantat Sherly. Kuangkat kaki kananku ke atas tempat tidur dan menempatkannya di samping kanan tubuh Sherly. Sedangkan kaki kiriku berdiri di antara kedua kakinya yang menjulur keluar tempat tidur. Kuarahkan batang penisku ke lubang vaginanya yang sudah merekah dan mengkilap oleh cairan kenikmatannya.

Kumasukkan batang penisku ke lubang vagina Sherly yang licin. Lalu mulai mengocok vagianya maju mundur. Kedua payudaranya yang menggantung, bergoyang stabil akibat kocokan demi kocokan penisku di vagina Sherly. Dia pun kembali meracau sejak penisku mulai mengocok vaginanya. Sesekali aku membungkukkan badanku untuk menciumnya sambil tangan kananku meremas payudara kirinya dan memilin puting kirinya.

Sherly meracau dengan keras. Tubuhnya ikut digerakkan maju mundur mengimbangi gerakanku, sehingga kocokan batang penisku di vaginanya bergerak dalam tempo yang semakin cepat. “Ouch terus baby, terus baby, aku mau keluar lagi”, racau Sherly.

Kutambah kecepatan kocokanku dan kubenamkan dalam-dalam penisku ke lubang kenikmatan Sherly. Hingga, “aaacchh”, Sherly menjerit panjang. Kucabut batang penisku dari vaginanya. Badan Sherly menegang, bagian betis sampai kaki mengejang sampai tertekuk ke atas, dari mulut vaginanya merembes keluar cairan bening membasahi labia minoranya sampai kliotrisnya hingga menetes ke lantai kamar.

“Lagi Mas. Aku mau main di meja”, sahutnya dengan nafas yang masih tersenggal sambil menunjuk ke arah meja kecil di belakangku. Sherly segera turun dari tempat tidur menuju meja. Dibersihkannya atas meja dengan sapuan tangannya hingga barang-barang yang tadinya berada di sana jatuh ke lantai. Dia pun duduk di atas meja dengan posisi bersandar pada dinding, menekuk kedua lututnya ke atas, kedua kakinya masih mengambang di udara, dan membuka kedua pahanya lebar-lebar. “Ayo Mas sini cepetan”, sahut Sherly kepadaku.

Aku menghampirinya, mengambil posisi tepat di hadapan selangkangannya yang terbuka lebar. Lalu kumasukkan kembali penisku ke lubang kenikmatannya. Sementara itu Sherly melingkarkan kedua tangannya di leherku. Kusangkutkan kedua kakinya di kedua lenganku, dan mulai menggoyangkan pinggulku maju mundur.

Sherly menarik kepalaku dan lalu mencium bibirku. Bibir kami saling berpagutan dengan ganasnya, sementara itu lubang vagina Sherly terus dikocok oleh kerasnya batang penisku.

“Gue pegel Sher, gantian donk”, sahutku beberapa menit setelahnya.

“Di kasur yuk. Gue di atas”, ucap Sherly.

Kucabut batang penisku yang sudah basah kuyup oleh cairan vagina Sherly. Lalu aku naik ke tempat tidurku dan berbaring terlentang. Sherly langsung mengambil posisi mengangkangi aku dengan bertumpu pada kedua lutut dan tulang keringnya. Badannya condong ke depan dan bibirnya menyambar bibirku. Kami saling berpagutan kembali.

Sambil tetap berciuman, kuarahkan batang penisku ke lubang vagina Sherly dengan tangan kananku. “Bisa ngga? Biar aku aja”, ucapnya menghentikan ciuman kami, karena berkali-kali aku gagal memasukkan batang penisku ke dalam vaginanya.

Lalu Sherly mengangkat pantatnya sedikit ke atas, kepalanya melongok ke bawah ke arah selangkangannya, meraih batang penisku dengan tangan kirinya dan diarahkan batang penisku ke lubang vaginanya. Tanpa kesulitan, Sherly berhasil membuat batang penisku tenggelam di dalam lubang kenikmatannya.

Setelah vaginanya menelan batang penisku, Sherly kembali menciumku penuh nafsu. Lidahnya menari-nari di dalam rongga mulutku, dengan sesekali dihisapnya bibir bawahku dengan ganas. Pinggulnya mulai digerakkan naik turun, membuat gesekan antara batang penisku dengan liang vaginanya.

Sherly melepaskan ciumannya, dengan sedikit menegakkan badannya, bertopang pada kedua tanggannya yang berada di samping kanan kiri kepalaku. Sherly melakukan sesuatu dengan vaginanya, dia berkonsentrasi pada gerakan di pinggulnya, karena kurasakan jepitan vagina Sherly lebih kuat. Otot-otot vaginanya mencengkeram erat batang penisku. Penisku terasa bagaikan dipijat oleh vagina Sherly dengan cairan vaginanya yang hangat seolah-olah sebagai minyak untuk pijatnya. Pijatan ini membuat batang penisku geli dan nikmat tiada tara.

“Anjir, lo apain kontol gue?”, sahutku ke Sherly.

“Hehehe enak ngga?”, sahut Sherly

.“Meki lo berasa ngurut kontol gue”, sahutku. “Elo ikut senam kegel ya?”, lanjutku lagi.

“Iya donk”, sahutnya sambil mengedipkan mata kirinya padaku.

Sherly terus menggerakkan pinggulnya naik turun sambil tetap menjaga jepitan otot vaginanya pada batang penisku. Aku tak tinggal diam. Kedua payudaranya yang menggantung beberapa centimeter dari mulutku menjadi sasaranku. Aku lahap puting kanan payudaranya, kuhisap-hisap dan kukulum-kulum menggunakan mulutku. Sementara tangan kananku meremas-remas payudara kiri Sherly yang masih kencang itu, dengan sesekali memilin-milin puting kirinya.

“Sshh shah sshh shhah terus mash enak”, desah Sherly dengan tetap memijat batang penisku menggunakan vaginanya.

Tak lama kemudian Sherly mengubah posisinya. Ditegakkan tubuhnya dan duduk pada pangkal pahaku. Tangan kirinya diletakkan di tengah-tengah dadaku, sementara tangan kanannya berada di paha kiriku. Sambil menekan tubuhnya ke bawah agar batang penisku masuk semakin dalam, Sherly menggoyangkan pinggulnya maju mundur secara perlahan. “Sshh sshh sshh”, desah Sherly menikmati gesekan dinding vaginanya dengan batang penisku. Matanya kadang sesekali terpejam, giginya yang putih menggigit bibir bawahnya, menghayati kenikmatan dunia yang tiada tara.

Aku ikut menekan ke atas dengan menggunakan pangkal pahaku. Hingga kurasakan berkali-kali kepala penisku menghantam mulut rahim Sherly. Gerakan demi gerakan Sherly yang bergerak maju mundur membuat batang penisku terasa nikmat seperti sedang diurut.

Sekitar tiga menit kemudian, “Uooch och och”, desahan Sherly semakin kencang. Sherly hampir mendapatkan orgasmenya lagi. Aku pun tidak tinggal diam, kuletakkan kedua tanganku pada kedua bongkahan pantat Sherly. Kuremas sedikit pantatnya, lalu aku menarik dan mendorong pantat Sherly, sehingga gerakan maju mundur Sherly menjadi lebih cepat.

“Ooch och och mash mash mash”, desahan Sherly semakin kencang dan cepat, seiring bertambah cepatnya gerakan tarik dorong kedua tanganku di pantatnya. Tubuh Sherly bergoyang cepat, gesekan-gesekan batang penisku dengan diinding vaginanya semakin kuat. Daerah tulang selangkaku sudah basah kuyup oleh cairan vaginanya.

“Mash mash mash”, desah Sherly kencang dan cepat. Kedua tangganya sekarang berada di kedua payuranya, meremas-remas ke atas tubuhnya dari arah bawah payudaranya, sambil sesekali memilin-milin kedua putingnya yang mengacung keras. Kepalanya sedikit menengadah ke atas, dengan kedua matanya melihat mengarah ke atas, seolah-olah terlihat hanya putihnya saja.

Lalu tubuh Sherly bergerak terpatah-patah, melonjak-lonjak hebat, lalu terdengar suara setengah menjerit dari mulutnya, “kheluaarrhh”. Badannya mengejang, melenting sedikit ke belakang. Sementara di daerah pangkal pahaku menerima rembesan cairan hangat cukup banyak yang keluar dari liang kenikmatannya. Aku hentikan gerakan tarik dorong pada pantatnya. Kubiarkan Sherly menikmati orgasmenya.Beberapa detik kemudian tubuh Sherly melemas kembali. Jepitan vaginanya pada batang penisku mulai mengendur. Lalu Sherly mendekatkan wajahnya ke wajahku, diletakkan kedua tangannya di kedua pipiku, sambil ditatapnya wajahku dengan tatapan syahdu. “Trima kasih Mas”, sahutnya dilanjutkan dengan mencium bibirku dengan mesranya, sementara batang penisku yang keras masih menancap pada vaginanya.

Kubelai-belai rambut Sherly dengan tangan kananku dari kepala hingga pundaknya, sementara bibir kami berdua tetap saling berpagutan dengan mesranya. Lalu Sherly menghentikan ciumannya, sambil tersenyum cantik, Sherly berucap, “Mas masih lama keluarnya? Mau aku apain?”.

“Ngga, kayanya bentar lagi kok. Terserah kamu aja enaknya diapain”, jawabku.

“Aku sepongin aja ya. Aku mau peju kamu hehehe”, sahut Sherly dilanjutkan kembali dengan ciuman di bibirku, disertai mengangkat bokongnya dari pangkal pahaku yang membuat lepasnya dekapan vagina Sherly pada penisku. Sherly melanjutkan dengan menciumi leherku bagian kiri, terus menjalar ke bawah menuju dadaku. Kemudian Sherly memainkan mulutnya di puting kiriku. Dijilat-jilatinya puting kiriku dengan ujung lidahnya, sambil sesekali mulutnya menghisap dan mengulum puting kiriku.

Setelah puas memainkan puting kiri dan kananku, Sherly kembali mencium tubuhku terus menuju bagian bawah tubuhku. Saat kepalany sampai pada pangkal pahaku, Sherly merubah posisi tubuhnya ke bagian kiri tubuhku. Dengan posisi temgkurap, mengangkat sedikit bagian dada sampai kepalanya dengan bertumpu pada siku kirinya yang diletakkan di antara kedua pahaku. Sementara itu tangan kanannya sudah dalam keadaan menggenggam dan mengocok halus batang penisku yang masih tegak sempurna.

Sherly mendekatkan wajahnya ke penisku, lalu dia pun melahap batang penisku hingga setengahnya berada di dalam mulutnya. Dijepitnya batang penisku dengan kedua bibirnya, kemudian digerakkan kepalanya naik turun, hingga rasa nikmat sepongan Sherly menjalar sampai otakku. Hisapan yang kuat dan jepitan erat bibir Sherly pada batang penisku, ditambah dengan gerakan naik turun yang cepat dan didukung kocokkan ringan tangan kanannya pada pangkal penisku, membuatku merasakan kenikmatan yang tiada tara, sampai-sampai tanpa kusadari keluar desahan dari mulutku. Tak sampai dua menit, batang penisku mulai berkedut-kedut, orgasmeku akan datang. “Terus Sher, bentar lagi gue keluar”, sahutku.

Sherly pun menambah kecepatan kocokan mulutnya pada batang penisku. Kuletakkan tangan kiriku di kepalanya. Dengan sedikit menjambak rambutnya, aku ikut menarik-turunkan kepalanya. Batang penisku berkedut-kedut, seluruh tubuhku mulai mengejang. Crot crot crot penisku menyemprotkan air maniku beberapa kali di dalam rongga mulut Sherly.

Sherly menghentikan kocokan mulutnya pada batang penisku. Mulutnya berhenti tepat di kepala penisku. Seluruh kepala penisku masih berada di dalam mulutnya. Sherly menghisap-hisap kepala penisku, sementara tangan kanannya mengurut pelan dari batang penisku, mencoba mengeluarkan sisa-sisa spermaku yang masih berada di dalam saluran penisku.

“Udah Sher, ngilu”, sahutku sambil sedikit menjauhkan kepalanya dari penisku.

“Manis”, sahutnya sambil menyapu bibirnya dengan lidahnya. “Kamu ngerokoknya ngga banyak ya Mas?”, tanya Sherly.

“Iya. Emang kenapa?”, tanyaku. “Pejunya manis, kalo ngerokoknya sering ngga semanis ini”, jawabnya sambil tangan kanannya terus memainkan batang penisku yang mulai melemas.

Lalu dia pun menggeser tubuhnya supaya sejajar dengan tubuhku. Kemudian diciumnya pipi kiriku dan menyandarkan kepalanya di dada kiriku. Tangan kiriku pun membelai rambutnya.

“Sher, udah jam tujuh lebih. Mandi yuk. Udah telat nih”, sahutku setelah sebelumnya melihat jam yang ada di poselku.

“Bentar, semenit pagi”, sahut Sherly. Sepertinya Sherly ingin menikmati momen seperti ini.

Tak lama kemudian Sherly pun bangkit dan turut menarik tanganku untuk ikut bersamanya menuju kamar mandi. Sudah dapat dipastikan, kami berdua terlambat mengikuti acara yang diadakan oleh kantorku.

**Lanjut Page 3
 
Terakhir diubah:
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
keren keren.... masih banyak waktu khan acara kantornya... yuk dilanjut
 
Wiiihhhh..... boleh tau "Acara Selanjutnya" apa suhu?
Di sela coffebreak g ada "camilan" lain gt?
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd