Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Badai di Pesisir Selatan

ealdynoto

Semprot Baru
Daftar
6 Dec 2015
Post
32
Like diterima
61
Bimabet
Badai di Pesisir Selatan

"Hanya kau harapanku, Ngger." berkata seorang lelaki tua yang duduk diatas amben diruang dalam sebuah Padepokan.

Diluar sesekali suara gemuruh guntur sisa hujan masih terdengar.

"Bagaimana dengan murid-murid yang telah lebih dahulu berguru di Padepokan ini, guru? Apakah mereka tidak akan mempersoalkannya jika guru memberikan tanggungjawab itu kepadaku," Berkata seorang anak muda yang duduk dihadapan orang tua itu.

"Aku kira mereka tidak akan keberatan," berkata orang tua itu. "Mereka memiliki kekuasaan atas sebuah wilayah yang luas sebagai Adipati. Jadi, padepokan serta tanah garapannya ini tentu tidak ada artinya bagi mereka."

"Aku masih terlalu muda, guru. Apalagi aku telah mempelajari ilmu dari perguruan lain sebelum memasuki Padepokan Banarawa. Ilmu yang ada padaku saat ini tidak sepenuhnya murni dari Padepokan Banarawa." kata pemuda itu.
 
Badai di Pesisir Selatan

"Sudah aku katakan sejak kau memasuki Padepokan ini, aku tidak akan mempersoalkan ilmu yang telah kau pelajari dari perguruan lain itu." orang tua itu berhenti sejenak. "Apalagi ilmu itu tidak bertentangan dengan ilmu yang aku ajarkan kepadamu sehingga bisa saling mengisi kekurangan-kekuangan pada ilmu itu." lanjut orang tua itu.

"Aku yakin kau mampu, Lembu Peteng. Pengalaman yang kau dapat di Kotaraja dan di sepanjang perjalananmu sebelum memasuki Padepokan ini serta beragam ilmu yang kau kuasai diusiamu yang tergolong masih muda akan membuat Padepokan ini berkembang semakin baik."

Anak muda yang dipanggil Lembu Peteng itu menarik nafas panjang. Ia tidak bisa mengelak lagi atas permintaan gurunya itu.

Lembu Peteng adalah murid termuda di Padepokan Banarawa yang dipimpin Kiai Pacet. Sementara murid-murid utama Kiai Pacet yang lain telah menyelesaikan masa bergurunya belasan tahun yang lalu.
 
Badai di Pesisir Selatan

Sebenarnya Kiai Pacet telah memutuskan untuk berhenti dari segala sesuatu yang berkaitan dengan olah kanuragan. Ia lebih banyak memberikan pengetahuan pengobatan, pertanian serta olah kajiwan kepada cantrik-cantriknya.

Namun kedatangan Lembu Peteng telah menarik perhatiannya. Apalagi setelah ia mengetahui kedatangan anak itu ke Banarawa atas permintaan seseorang. Seseorang yang sangat ia kenal. Hingga Kiai Pacet merasa berkewajiban memberikan sesuatu yang berguna bagi anak itu.

Lembu Peteng memang berbeda dengan anak muda sebayanya. Diusianya yang terhitung muda ia telah menguasai ilmu yang mendebarkan. Dia telah menguasai dengan tuntas ilmu yang telah ia pelajari dari perguruan lain sebelum ia datang ke Banarawa.

"Tetapi bagaimana dengan Kakang Kasan Besari? Murid tertua yang guru ceritakan keluar sebelum diwisuda. Yang akhir-akhir ini namanya menggetarkan kawasan Pesisir selatan ini." bertanya Lembu Peteng.
 
Badai di Pesisir Selatan

Sejenak Kiai Pacet termangu. Lalu katanya "Ya, agaknya Kasan Besari telah kembali ke Tunggul. Tetapi sepertinya dia tidak akan memperdulikan lagi Padepokan ini. Apalagi, menurut kabar yang aku dengar dia telah mendirikan perguruan sendiri di Tunggul."

"Apakah guru juga mengundangnya dipertemuan besok?"

"Tidak."

"Kenapa, guru?"

"Aku tidak yakin dia mau datang ke Padepokan ini." berkata Kiai Pacet. "Kau tidak usah mengkhawatirkannya. Aku tidak akan serta-merta memberikan semua tanggungjawab atas padepokan ini kepadamu. Aku akan tetap disini sampai kau bisa menyesuaikan dirimu dengan tugas-tugas barumu."

"Jika itu yang guru kehendaki, aku akan berusaha menjalankannya." berkata pemuda itu.

Orang tua itu tersenyum. "Aku yakin kau akan berbuat sebaik-baiknya."

"Ya, guru."

"Sudahlah, sebaiknya kau kembali ke gandok untuk istirahat. Saat ini tentu sudah lewat tengah malam."

"Baik, guru."
 
Badai di Pesisir Selatan

Lembu Peteng pun keluar dari ruang dalam itu lewat pintu samping. Ia turun ke longkangan, sejenak ia mengangkat wajahnya menatap langit. "Agaknya telah terjadi badai di lautan." gumamnya. Ia masih melihat sekilas kilatan cahaya jauh di sisi selatan.

Ia berjalan melewati halaman yang basah menuju gandok. Ia menempati salah satu bilik di gandok kanan. Bilik yang cukup luas dengan satu amben berukuran cukup besar untuk dipakai tiga orang serta yang lainnya berukuran lebih kecil.

Setelah menutup dan menyelarak pintu biliknya, Lembu Peteng pun membaringkan tubuhnya di amben yang besar di bilik itu.

Ia tidak langsung memejamkan matanya. Ada sedikit kegelisahan di diri anak muda itu.

Gurunya telah memanggil murid-murid tertua dari Perguruan Banarawa untuk datang ke Padepokan itu besok. Kiai Pacet ingin memperkenalkan Lembu Peteng sebagai murid bungsu Padepokan Banarawa serta mengutarakan niatnya menyerahkan pucuk pimpinan atas Padepokan itu kepada Lembu Peteng.
 
Badai di Pesisir Selatan

Kiai Pacet mempunyai tiga orang murid utama, serta seorang murid tertua bernama Kasan Besari yang keluar sebelum diwisuda. Ketiga murid itu adalah Adipati Bedalem dari Bethak, Adipati Kalang dari Tanggul Angin serta Adipati Menak Sopal dari Trenggalek.

Selama Lembu Peteng berada di Banarawa tidak seorangpun dari ketiganya yang berkunjung ke Padepokan itu. Sehingga pemuda itu belum pernah mengenal mereka secara langsung.

Anak muda itu menarik nafas dalam-dalam. Dirinya memang merasa kerasan tinggal di Padepokan ini. Padepokan yang berada di Pesisir selatan. Di daerah yang banyak ditemui kawasan rawa-rawanya.

Lembu Peteng yang tinggal di Kotaraja Majapahit merasa lebih tenang dan nyaman berada di Padepokan ini daripada di rumahnya sendiri. Rumahnya yang besar dengan sebagai macam watak penghuninya.

Sejenak Lembu Peteng masih terjaga. Namun bagaimanapun juga akhirnya anak itu pun memejamkan matanya, ia terlelap disisa malam yang tidak terlalu panjang.
 
Ngetik via hp jadul kah?
Apresiasi ni suhu :cendol:
semangat ya meramaikan sf ini.!
Belum bisa komen perihal ni story masih awal :ampun:
 
Ngetik via hp jadul kah?
Apresiasi ni suhu :cendol:
semangat ya meramaikan sf ini.!
Belum bisa komen perihal ni story masih awal :ampun:

Iya gan, pake hp model jadul :D kok tau? Ceritanya terlalu pendek ya? Atau tulisannya jd ruwet kalo diliat pake hp canggih/komputer?
 
Iya gan, pake hp model jadul :D kok tau? Ceritanya terlalu pendek ya? Atau tulisannya jd ruwet kalo diliat pake hp canggih/komputer?
jelas kali gan.. pada pendek, ane juga pake jadul tapi law update mah pake pc biar ga dopost gitu gan :D
tulisan si bagus, rapih malah..
 
Badai di Pesisir Selatan

Pagi-pagi sekali Lembu Peteng telah terbangun. Ia segera keluar dari biliknya lalu turun ke halaman. Halaman masih agak basah akibat hujan lebat yang turun kemarin hingga menjelang tengah malam.

Anak muda itu pun kemudian berjalan menuju pakiwan. Ketika ia melewati dapur, ia melibat cahaya api dari sela-sela dinding.

Lembu Peteng menjengukkan kepalanya lewat pintu dapur yang sedikit terbuka. Ia melihat beberapa cantrik sedang sibuk di dapur.

"Pagi-pagi sekali kalian sudah sibuk di dapur." menyapa Lembu Peteng.

"Ya, bukankah nanti akan ada tamu? Kami akan membuat suguhan," berkata cantrik yang berada di dekat pintu.

"Kalian akan membuat apa?"

"Wajik Klethik dan Jadah," berkata cantrik itu.

Lembu Peteng mengangguk-anggukkan kepalanya. Kemudian ia melanjutkan langkahnya menuju pakiwan.

Sejenak kemudia terdengar derit senggot timba. Anak muda itu mengisi jambangan, setelah jambangan itu terisi penuh ia pun membersihkan dirinya.
 
Badai di Pesisir Selatan

Setelah selesai membersihkan dirinya, Lembu Peteng pun kembali ke biliknya untuk berbenah.

Ketika ia keluar, dilihatnya seorang cantrik sedang meletakkan minuman panas serta ketela rebus di lincak yang berada di serambi gandok itu.

"Kalian juga merebus ketela?"

"Guru meminta kami mencabut beberapa pohon ketela di halaman belakang," berkata cantrik itu.

"Terimakasih," berkata Lembu Peteng

Sepeninggal cantrik itu Lembu Peteng pun kemudian duduk di atas lincak itu. Ia menghirup minuman yang disediakan untuknya, wedang sereh serta memakan ketela yang direbus dengan gula kelapa.

Setelah menghabiskan minumannya serta beberapa potong ketela, anak muda itu membawa sisanya ke dapur. Kemudian ia melangkah ke ruang dalam.

Di ruang dalam, Kiai Pacet sedang duduk menghadapi minuman panas serta ketela rebus. Ketika dilihatnya Lembu Peteng memasuki ruang dalam ia pun memanggilnya.

"Kemarilah, duduklah. Apakah kau sudah makan pagi?" bertanya Kiai Pacet
 
Badai di Pesisir Selatan

"Aku sudah makan beberapa potong ketela rebus, guru,"

Kiai Pacet mengangguk-angguk. "Kau jangan pergi kemana-mana hari ini. Aku ingin kau ikut menyambut kedatangan tamu-tamu kita nanti," berkata orang tua itu

"Baik, guru. Aku akan berada di halaman belakang untuk menjemur kayu bakar, saat hujan kemarin para cantrik tidak sempat memasukkan kayu-kayu itu sehingga kehujanan," berkata Lembu Peteng

Demikianlah, setelah Lembu Peteng minta diri untuk mengerjakan pekerjaannya, ia pun kemudian pergi ke halaman belakang.

Pagi itu cuaca cukup cerah, tidak ada mendung yang menutupi matahari sehingga sinarnya membuat suasana pagi itu menjadi hangat.

Cukup banyak kayu bakar yang kemarin kehujanan. Anak muda itu menata kayu-kayu itu untuk dijemur.

Ketika matahari mulai memanjat semakin tinggi seorang cantrik mendekati anak muda itu. "Beristirahlah sebentar, aku bawakan Ketan untukmu," berkata cantrik itu.

"Ketan dan Serundeng kelapa?"

"Ya,"

Anak muda itu pun berhenti untuk beristirahat.
 
Badai di Pesisir Selatan

Demikianlah, setelah beristirahat sejenak Lembu Peteng pun kembali melakukan pekerjaannya, cantrik yang mengantarkan makanan untuknya pun ikut membantunya.

Sementara itu, sedikit lewat tengah hari seorang cantrik yang berada di halaman samping dikejutkan oleh kedatangan beberapa orang yang berjalan memasuki halaman Padepokan Banarawa lewat pintu regol yang terbuka.

Seorang laki-laki bertubuh tinggi kekar berjalan dipaling depan, disampingnya berjalan seorang laki-laki yang tidak terlalu tinggi namun tubuhnya terlihat kokoh dan kuat. Di belakang keduanya tiga orang mengikuti, dua diantaranya menuntun kuda mereka.

Cantrik itu dengan tergesa-gesa melaporkan kedatangan mereka kepada Kiai Pacet.

Kiai Pacet dengan tergopoh-gopoh turun ke halaman depan menyambut kedatangan tamu-tamunya itu.

Kedua lelaki yang tadi berjalan di depan mengangguk hormat ketika melihat Kiai Pacet. Orang tua itu pun kemudian mempersilahkan mereka naik ke Pendapa.
 
Badai di Pesisir Selatan

Namun Kiai Pacet tertegun ketika ia melihat seorang diantara mereka yang baru datang itu ternyata terdapat seorang gadis yang berpakaian layaknya seorang laki-laki.

Dengan ragu-ragu orang tua itu berdesis "Raden Ajeng Kembang Sore?"

"Ya, Kiai," jawab gadis itu sambil mengangguk hormat.

"Aku tidak bisa menolak ketika anak itu merengek ingin ikut kemari, guru," berkata laki-laki tinggi tegap itu.

"Sekali-kali Kakang Bedalem memang harus mengajaknya berjalan-jalan. Tentu anak itu merasa jemu jika setiap hari hanya berada di sanggar atau Taman Keputren Kadipaten Bethak," sahut laki-laki disampinya.

Sementara gadis yang disebut Raden Ajeng Kembangsore itu hanya menundukkan kepalanya. Sekali lagi Kiai Pacet mempersilahkan tamu-tamunya untuk naik ke Pendapa dan kemudian duduk di pringgitan.

Sesaat kemudian mereka telah duduk di pringgitan. Lembu Peteng yang diberitahu tentang kedatangan mereka pun ikut menemui tamu-tamu itu di pringgitan.
 
Badai di Pesisir Selatan

Setelah saling menanyakan keselamatan masing-masing, Kiai Pacet pun bertanya "Apakah angger Adipati berdua bertemu di tengah perjalanan lalu besama-sama menuju kemari?"

Lelaki bertubuh tegap itu tersenyum, katanya "Adi Menak Sopal sejak kemarin berada di Bethak, guru."

"Aku bermalam di Kadipaten Bethak, guru. Sejak sebelum fajar kemarin aku berangkat dari Trenggalek. Aku memutuskan singgah di Bethak, karena jika aku meneruskan perjalanan tentu akan kemalaman, apalagi kemarin juga turun hujan lebat." berkata Adipati Menak Sopal

Kiai Pacet mengangguk-anggukkan kepalanya. "Pantas, angger Adipati tiba disini pada waktu seperti ini,"

"Kami berangkat dari Bethak setelah matahari terbit, guru." berkata Adipati Bedalem

Percakapan mereka terhenti sejenak, ketika dua orang cantrik masuk untuk menghidangkan minuman panas serta makanan.

Kiai Pacet mempesilahkan tamu-tamunya meminum dan makan beberapa potong makanan yang dihidangkan.
 
Badai di Pesisir Selatan

Sambil menikmati makanan yang disajikan, Adipati Menak Sopal pun sempat bertanya, "Apakah Kakang Adipati Kalang belum datang, guru?"

"Belum, ngger."

Dalam kesempatan itu, Kiai Pacet pun memperkenalkan Lembu Peteng kepada tamu-tamunya.

"Jadi, setelah kami keluar dari Banarawa, guru menerima murid baru lagi?" bertanya Adipati Bedalem

"Ya, sekedar untuk mengisi waktuku. Setelah kalian pergi, aku merasa Padepokan ini terlalu sepi." berkata orang tua itu

Sejenak kemudian, Kiai Pacet mempersilahkan tamu-tamunya masuk ke ruang dalam untuk makan siang. "Kalian tentu belum makan siang," berkata Kiai Pacet

Merakapun tidak menolak. Setelah makan siang Kiai Pacet mempersilahkan tamu-tamunya untuk beristirahat di gandok.

Seorang pengawal Adipati Minak Sopal dan seorang pengawal Adipati Bedalem pun dipersilahkan untuk beristirahat. Namun mereka lebih senang berjalan melihat-lihat Padepokan itu dan kemudian duduk di lincak dibawah pohon jambu air yang berada di halaman samping.
 
Badai di Pesisir Selatan

Sementara itu, tanpa disengaja ketika Lembu Peteng berjalan di longkangan ia berpapasan dengan gadis yang ia ketahui adalah Raden Ajeng Kembangsore, putri Adipati Bedalem.

Anak muda itu menjadi agak gugup, namun ia pun mengangguk hormat.

Gadis itu termangu-mangu, dengan ragu-ragu ia bertanya "Dimanakah letak pakiwannya?"

Dengan agak tergagap, anak muda itu menunjukkan arah menuju pakiwan.

Setelah mengucapkan terimakasih, gadis itu pun berjalan menuju pakiwan sambil menundukkan kepalanya.

Lembu Peteng masih termangu-mangu ditempatnya sambil memandangi langkah gadis itu, jantungnya masih berdebar-debar. Ia memang agak heran melihat gadis yang berpakaian tidak sewajarnya itu.

"Tentu bukan gadis kebanyakan," gumamnya. Dengan agak gelisah anak muda itu melanjutkan langkahnya.

Ketika matahari semakin rendah di sisi barat, Adipati Kalang dari Kadipaten Tanggul Angin telah tiba di Padepokan itu pula.
 
Badai di Pesisir Selatan

Kiai Pacet mempersilahkan muridnya itu untuk naik ke Pendapa dan duduk di Pringgitan.

Adipati Bedalem dan Adipati Menak Sopal ikut pula menemuinya.

"Adi Menak Sopal tiba lebih dulu disini?" bertanya Adipati Kalang

"Ya, Kakang. Aku, bersama Kakang Bedalem berangkat bersama dari Bethak." jawab Adipati Menak Sopal

Demikianlah, setelah menikmati hidangan yang diberikan kepadanya. Adipati Kalang dipersilahkan untuk makan.

"Aku belum lapar, guru. Di perjalan tadi aku sempat singgah di kedai,"

Namun Adipati Kalang tidak menolak ketika Kiai Pacet mempersilahkannya untuk beristirahat.

Ketika malam turun mereka telah berkumpul di ruang dalam untuk makan malam. Namun, Raden Ajeng Kembangsore tidak ada diantara mereka begitu pula kedua pengawal yang menyertai mereka.

Agaknya gadis itu mengetahui jika mereka yang berada di ruang dalam akan membicarakan sesuatu yang penting. Seorang cantrik pun telah mengantarkan makan malam bagi Raden Ajeng Kembangsore serta dua pengawal itu.
 
Bimabet
Badai di Pesisir Selatan

Sementara mereka yang berada di ruang dalam sedang makan, dua orang telah merayap mendekati Padepokan yang telah diselimuti oleh kegelapan itu.

Kedua orang itu dengan hati-hati telah mendekati dinding samping Padepokan Banarawa. Sejenak mereka mengamati kedaan disekitarnya, setelah merasa aman seorang dari mereka tanpa menimbulkan suara meloncat keatas.

Orang itu menggapai bibir dinding, lalu dengan cepat mengangkat tubuhnya keatas dan menelungkup rapat di atas dinding kayu-kayu bulat utuh terjajar yang mengelilingi Padepokan Banarawa.

Orang itu mengamati keadaan di halaman yang luas, ia melihat di pendapa lampu menyala terang. Namun di halaman samping itu sendiri keadaannya cukup gelap.

Ia memberi isyarat kepada kawannya yang masih berada dibawah. Kawannya itu pun dengan cepat meloncat dan menelungkup diatas dinding.

Untuk beberapa saat keduanya menunggu, baru sejenak kemudian mereka meloncat memasuki padepokan itu.
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd