Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

FANTASY Bertahan Hidup

Status
Please reply by conversation.
Musim Semi di Tanah Anarki

Bosan hari-hariku tanpa merasakan dicintai Lina, malam ini kebosanan menggerakkan kakiku untuk sekedar berjalan-jalan menuju gelapnya hutan yang dingin.

Butiran salju tipis mulai menghujani tubuhku, meninggalkan serbuk putih di sekujur tubuh ini.

Cuaca yang tak menentu mengakibatkan paling tidak seminggu sekali pasti langit menghujani hutan ini dengan salju berintensitas rendah.

Kujumpai bunga mawar hutan terlihat berwarna putih indah terpapar pelita bulan, sedikit serpihan salju terlihat di daun-daunnya,

Sebentar kuhirup aromanya begitu harum, kucoba menggenggam batang berdurinya bermaksud merasakan sakitnya tusukan duri-duri kecil itu.

Darah segar kuteteskan tepat di tengah bunga ini.

Aku sudah terbiasa dengan rasa sakit, dan lagipula kini ada Liz yang bisa mengobati luka kecil ini esok hari.

Entah mengapa rasanya menurutku kata “mawar” sangat cocok disandingkan dengan kata “darah”.

Merenung aku dibuatnya, batang berduri ini bagaikan akal pikiran Lina yang kini telah melupakanku sebagai kekasihnya, sedangkan bunga indah harum mewangi ini bagaikan lambang isi hati Lina yang ku tahu pasti jauh di dalam lubuk hatinya, masih tersimpan cinta yang tulus terhadapku.

Jika tanganku terburu-buru menggenggam bagian bunganya, maka bunga ini seketika pasti akan hancur.

Aku harus menyingkirkan duri-duri kecil di batang ini sedikit demi sedikit untuk bisa memilikinya, menggenggam batangnya dengan nyaman agar aku leluasa memandang keindahannya dan menghirup aroma mewanginya.

Saat aku sedang asyik-asyiknya menikmati kegalauanku, tiba-tiba kulihat di langit ada benda misterius berapi hijau jatuh dengan kecepatan tinggi.

“Mbleg”

Terdengar ledakan kecil ketika benda tersebut jatuh ke tanah, terasa samar getarannya di kakiku.

Aku, black dan white segera mengikuti ke arah jatuhnya karena kuyakin benda tersebut tak jauh dari posisiku sekarang karena aku tadi sempat merasakan getarannya.

Sampailah aku tepat di posisi jatuhnya, salju disekitar tempat jatuhnya benda itu seketika meleleh karena panas.

Kukira benda yang jatuh itu adalah pesawat atau helikopter ternyata di depanku sekarang hanya ada sebuah batu seukuran helm standart.

Benda tersebut masih mengangah terbakar, karena penasaran aku mengais salju lalu memadamkan apinya dengan tumpukan salju.

Sempat dipikiranku bahwa benda ini adalah pesawat luar angkasa yang isinya alien, “bisa-bisa aku perang melawan alien nih”, batinku.

Setelah cukup lama aku mendiamkannya, suhunya makin menurun, aku kais air mencair yang hangat dengan batang kayu, aku tusuk-tusuk dengan batang kayu untuk memastikan.

“Syukurlah ternyata cuma batu meteor biasa, bukan telur alien, kurasa aku dulu kebanyakan nonton film alien menyebabkanku banyak berkhayal tentang makhluk luar angkasa”, batinku lega.

Benda ini sepertinya cukup keras, lalu aku keluarkan pisau taktikalku karena penasaran.

Aku tusuk untuk menghilangkan kerak di pinggirnya, tak kusangka batu ini kerasnya minta ampun, hingga ujung pisauku bengkok tumpul.

Padahal ku tahu bahwa pisauku ini adalah pisau asli militer.

Dibuat dari bahan logam terbaik, namun ternyata pisauku yang malah rusak.

Entah sekeras apa batu meteor ini, aku biarkan saja, daripada semakin aku mengoreknya semakin rusak pisauku nantinya.

Aku memendamnya dengan salju lagi dan meninggalkannya begitu saja, lalu aku pulang dengan perasaan kecewa, pisauku rusak di ujungnya karena rasa penasaranku yang berlebihan terhadap batu tadi.

Sampailah aku di perkampungan, dengan perasaan kecewa aku bergegas tidur di samping Lina yang tertidur pulas di gubuk ilalang dekat perapian namun masih berjarak sekitar 5 meter antara tubuhku dan tubuh indahnya yang kini terbungkus selimut.

Black dan White juga ikut tidur di antara tubuh kami berdua.

Karena lelah dan penat akhirnya aku terlelap.

Terik matahari pagi mulai menyilaukan mataku yang baru saja mengalami mimpi indah.

Dalam mimpiku tadi kulihat gemerlap hiasan lampu-lampu terang dan hiasan untaian janur kuning melengkung juga hiasan untaian bunga-bunga ucapan selamat.

Astaga, aku duduk di pelaminan bersama Lina dan dikelilingi ribuan tamu undangan.

Sesekali kami berpelukan untuk berpose ketika berfoto ditonton sanak keluarga kami.

Walaupun itu hanya mimpi rasanya seperti nyata, meskipun tidak mungkin terwujud karena dunia kini sedang kacau.

Meskipun dunia dalam kondisi normal, hal itupun tak mungkin juga terwujud karena kami sejatinya masih sedarah.

Walaupun begitu, mimpi itu seolah menjadi penyemangatku untuk memulai awal hari ini untuk berjuang mendapatkan cinta Lina kembali.

Kusadari disampingku hanya ada selimut yang dilipat rapi, namun tak kulihat sosok Lina disekitarku.

Beranjaklah tubuh ini berjalan-jalan di sekitar kampungku.

Terdengan samar suara tertawa kecil merdu yang sangat aku hafal berasal dari pita suara indah Lina.

Aku mencoba mendekati sumber suara tersebut, dari kejauhan kulihat ternyata Lina sedang bermain-main dan berlarian bersama White di tepian sungai dengan setengah telanjang hanya memakai kutang dan cawat anyaman dari untaian kulit kayu tanpa rasa malu.

Lekuk tubuh indahnya terlihat sangat menggoda, bersyukur sekali aku memilikinya.

Bagiku Lina merupakan salah satu mahakarya yang sempurna ciptaan maestro pencipta jagat raya ini.

Kuhampiri kedua makhluk indah tersebut, Lina dan White.

“Selamat pagi Lina”, ucapku basa-basi bermaksud iseng menyapanya.

White segera menjilati tanganku menunjukkan sifat ramahnya padaku.

“Ardian? Selamat pagi”, jawabnya.

“Apa kamu belum juga mengingatku Lin?”, tanyaku penasaran.

“Aku mengingatmu, namamu Ardian kan? Satu-satunya laki-laki di tempat ini?”, ucapnya seperti judes.

“Aduuuh, bukan itu maksudku Lina, yasudah, kita kenalan aja dulu biar kedepannya bisa akrab ”, kataku penuh harap.

“Baiklah, namaku Arli.....”, ucapnya berniat memperkenalkan diri.

“Arlina Dwi Saputri . . .”, ucapku sebelum ia melengkapi perkenalannya.

“Bagaimana kamu tahu nama lengkapku Ardian?”, ucapnya penasaran.

“Hmmm bukan hanya namamu, Edi Wibowo dan Susanti adalah nama ayah ibumu, Lulu nama kucing kesayanganmu, dan aku Rizky Ardian Putra adalah kakakmu”, ucapku berharap dia mengingatku.

“Aneh selkali kamu bisa tahu banyak, tapi seingatku aku adalah anak tunggal di keluargaku”, ucapnya membantah.

“Aku hafal nama lengkapmu, nama keluargamu, nama kucingmu, bahkan nama kita berdua mirip, semoga itu menjadi petunjuk bagimu untuk segera bisa mengingatku duhai adikku tersayang, oh iya aku tak melupakan juga apa yang menjadi cemilan favoritmu dahulu, ice cream rasa strawberry”, ucapku menyentil ujung hidungnya, beranjak meninggalkannya bermaksud memunculkan rasa ingin tahu dari dalam dirinya.

Kusadari ia bengong masih melihatku berlalu, namun aku tetap tak memalingkan wajahku kebelakang.

Sebenarnya aku payah sekali dalam hal memulai obrolan degan wanita karena aku sejak dulu dilatih to the point hanya bicara yang diperlukan dan penting saja, hingga pembicaraan tadi membuat jantungku berdebar.

Sepertinya pembicaraan kami masih agak canggung, setelah sedikit berbincang basa-basi sebisaku, akhirnya aku memutuskan untuk pergi, aku harus bersabar melakukan perbincangan sedikit demi sedikit melakukan tarik ulur.

Aku lantas duduk bersandar pada pepohonan memperhatikan langkah kecilnya bermain-main dari kejauhan.

Sejuk, segar terasa udara pagi yang kuhirup kaya akan oksigen, mataku dimanjakan dengan lukisan nyata berupa tampilan matahari terbit yang perlahan muncul dari sela pepohonan.

Tak kusangka kini takdirku harus berjuang dalam bertahan hidup di tempat indah ini, tempat indah yang penuh dengan konflik antar suku-suku pedalaman.

View indah di depanku ini bagaikan musim semi di tanah anarki.

Salju yang baru tadi malam turun, kini perlahan mencair karena pagi ini cuaca cerah.

Memang sungguh aneh, pulau yang berada tepat di garis khatulistiwa saja bisa turun salju, entah bagaimana dengan nasib negara dengan empat musim nan jauh di sana.

Dengan posisi senyaman ini dan melihat pemandangan indah bentangan alam didepanku mengakibatkan sesekali aku masih menguap karena aku merasa tidurku tadi malam belum begitu puas.

Akhirnya aku terlelap kembali di pagi itu sambil bersandar di pepohonan.

Saat sedang nyaman-nyamannya,

“Aaa....!”, terdengar teriakan Lina.

Dengan sigap aku berlari ke arahnya.

“Apa yang terjadi Lin?”, tanyaku.

Tanpa menjawab pertanyaanku dia beralih ke belakang tubuhku bermaksud untuk mencari perlindungan.

Terlintas perasaan bahagia karena Lina menjadikan tubuhku sebagai pelindungnya, ditambah lagi ia memegangi tangan kiriku dengan erat karena ketakutan.

Kulihat di depanku terdapat manusia kerdil berambut gimbal, tas kain tebal menggantung di lengannya yang di dalamnya seperti berisi pasir.

“Bolehkah saya meminta sedikit makanan?”, ucapnya padaku dalam bahasa pedalaman.

“Lina, tolong ambilkan sedikit makanan untuk orang ini”, perintahku pada Lina.

Kemudian dengan tergesa-gesa Lina berlari hendak mengambil makanan.

“ini Ardian!”, ucap Lina membawa daging dendeng rusa sambil terengah.

Lina memanggilku dengan “Ardian”, itu berarti ingatannya belum juga pulih karena biasanya dia akan memanggilku dengan “mas”, “kakak”, atau “sayang”.

Aku mengesampingkan hal itu dahulu.

“Pulanglah dulu Lin!” perintahku kemudian ia berlalu bersama White menuju perkampungan.

Setelah itu bergegas ku memberikan daging dendeng yang barusan diberikan Lina kepada pria kerdil di depanku.

Dengan lahapnya manusia kerdil tersebut memakan daging yang ku berikan, hanya dalam waktu kurang dari 10 detik daging tersebut habis tak tersisa, sepertinya orang ini benar-benar kelaparan.

Setelah habis pria tersebut meraih beberapa air sungai lalu meminumnya.

“Terima kasih banyak kisanak”, ucap lelaki kerdil tersebut dalam bahasa pedalaman.

“Untunglah saya ditolong Anda, kalau tidak saya pasti sebentar lagi mati kelaparan”, lanjutnya.

“Apa yang terjadi kisanak?”, tanyaku dalam bahasa pedalaman juga.

“Sudah tiga hari saya menyusuri sungai ini tanpa makanan guna mencari pasir besi”, ujarnya sambil menggigil.

“Baiklah kita lanjutkan perbincangannya nanti saja, sekarang masuklah ke kampungku dahulu sepertinya anda kedinginan juga”, ucapku sambil menuntunnya menuju perkampungan.

Lalu aku menuntunnya ke dekat perapian, para wanita terlihat baru bangun dari tidur dan mereka baru akan mulai melakukan pekerjaan harian masing-masing.

“Hentikan sejenak pekerjan kalian, sepertinya hari ini kita kedatangan tamu!”, ucapku pada para wanitaku.

Kemudian Lina, Nuzu, Kehsa, Rin, Milvi, Riska, Elen, Lika mulai mendekat membentuk lingkaran di sekitar perapian.

Terlihat dari kejauhan Lizbeth juga keluar dari bunker, raut marah sangat jelas terlihat dari wajah Lizbeth yang cantik.

Aku paham kondisinya, pasti dia sedang dalam mode Beatrice dan merasa terusik melihat ada laki-laki asing di sekitarnya.

Segera ku dekati dia, kuelus-elus dengan lembut ramput pirangnya.

“Tenanglah Beatrice, kendalikan dirimu”, ucapku menenangkannya.

“Maafkan aku tuan”, ucap suara kejam lirih tanda perasaannya sudah dalam kendali.

Syukurlah akhirnya dia tenang, kuminta dia duduk menenagkan diri agak jauh dari api unggun.

Lalu aku meninggalkan ia menuju ke perapian.

Laki-laki kerdil ini kulihat wajahnya nanar melihat para wanitaku yang semuanya mengenakan baju tak senonoh dengan wajah cantik-cantik.

Lirikan matanya selalu tertuju pada tubuh adikku Lina, karena kuakui tubuh Lina bentuknya memang paling “wow” diantara wanita lainnya, wajah nya juga juara dalam hal kecantikan dan sialnya, sekarang ia dalam kondisi setengah telanjang juga seperti wanita lain karena pakaian kuning Lina masih tersimpan di rumah akar Lizbeth.

Batang kelaminnya terlihat menonjol tanda sudah tegang maksimal, walaupun tubuhnya kerdil namun ukuran kelaminnya saat ereksi sama seperti ukuran orang normal.

Tatapannya menunjukkan bahasa seolah-olah mau memperkosa Lina yang hanya memakai pakaian hasil anyaman.

Sehingga menunjukkan payudaranya yang hanya tertutupi sebagian, bahkan pinggiran aerola yang berwarna pink kecoklatan juga sampai terlihat karena saking mini nya pakaian yang dikenakan Lina saat ini.

Lina menunjukkan ekspresi risih saat orang kerdil ini seakan-akan menelanjangi tubuhnya dengan pandangan cabul.

“Ehem”, ucapku ketika sampai di perapian.

Melihat kedatanganku, Lina bergegas menuju belakangku untuk berlindung dari tatapan mesum si manusia kerdil, entah kenapa walaupun ingatannya tentangku hilang ia masih selalu menjadikan tubuhku sebagai tempat berlindungnya.

Mungkin itu adalah insting alami gadis manja yang berlindung ke orang yang terlihat paling kuat untuk melindungi dirinya.

Kulihat laki-laki kerdil ini salah tingkah tak enak kepadaku karena kepergok olehku sedang menatap dada Lina, namun aku biarkan saja toh dia hanya menatap tak menyentuh.

Akhirnya kami melanjutkan perbincangan kembali lebih jauh.
 
Update story' Suhu selalu penuh kejutan...:jempol:

Ingatan Lina belum pulih, sekarang sepertinya Ardrian akan ada petualangan baru nihh...:pandajahat:

Kami menantikan kelanjutan fantasi Suhu...:pandabelo:
 
Perjalanan suku Panthera

Ngohweh, seorang pemuda yang memiliki fisik kerdil (dwarf) dari kalangan bawah suku Bjarki (suku beruang), ia ditugaskan oleh kepala suku untuk mencari bijih-bijih besi di sepanjang sungai.

Sebenarnya ia cukup mahir menempa pedang ataupun senjata lainnya, tapi ia selalu gagal dalam membuat mata panah, itu karena matanya minus sehingga mata panah buatannya selalu gagal.

Namun karena suku Bjarki hanya membutuhkan penempa yang mahir membuat mata panah maka akhirnya ia ditugaskan sebagai pencari bijih besi.

Musim dingin diliputi salju putih yang melanda sekitaran perkampungan Bjarki menyebabkan sulitnya mendapatkan hewan buruan.

Biasanya suku Bjarki mengandalkan beruang-beruang cokelat untuk membantu suku mereka menangkap hewan buruan, namun kini para beruang mulai berhibernasi mengikuti insting alamiah mereka saat musim dingin.

Sehingga tak ada pilihan lain kecuali barter dengan suku terdekatnya yaitu Eikthyrnir (Suku rusa) untuk memenuhi kebutuhan makanan sehari-hari.

Untuk memenuhi kebutuhan makanan, warga Bjarki membuat beberapa mata panah yang nantinya akan ditukarkan dengan daging rusa dan makanan lainnya dari suku rusa.

Kepala suku rusa akhir-akhir ini juga semakin semena-mena pada suku Bjarki karena pihak mereka menghargai mata panah yang kaum Bjarki buat dengan harga murah.

Hal itu menyebabkan warga Bjarki harus bekerja lebih keras untuk mencari bijih besi, tak terkecuali Ngohweh, ia harus mencari bijih besi bermodalkan magnet sederhana, entah darimana mereka mendapatkan magnet tersebut.

Ngohweh ditugasi harus mencari sepanjang hari hingga tasnya penuh besi hitam, setelah penuh ia baru boleh pulang.

Sepertinya tadi ia beruntung sempat ditolong Ardian sehingga nyawanya tak jadi melayang karena kelaparan.

Untuk orang normal memang konon kabarnya bisa bertahan hidup satu minggu tanpa makanan sekalipun.

Namun tidak untuk manusia kerdil, tubuhnya yang kerdil membuat metabolisme tubuhnya menjadi sangat cepat, sehingga hanya dalam tiga hari tanpa makanan mereka bisa kehilangan nyawa.

Berdasarkan penjelasan Ngohweh, Ardian menjadi paham akan situasinya, dalam hati ia ingin sekali menolong suku Bjarki yang kelihatan tertindas akibat kesepakatan berat sebelah oleh suku Eikthyrnir, namun ia sadar bahwa sekarang ia hanyalah orang asing yang kebetuan terdampar di hutan ini.

Untuk bisa mengatur dan mewujudkan situasi damai seluruh suku di hutan ini tak ada pilihan lain kecuali membentuk suku baru yang diakui warga hutan ini kemudian membaur.


“Bisakah sukumu membuatkan aku pisau seperti ini?”, tanya Ardian sambil menunjukkan pisau taktikalnya yang tumpul di ujungnya.

“Kami bisa membuatnya, hanya saja detail hiasan tak akan menyamai pisau milik Anda ini”, jawab si kerdil membolak-balik pisau milik Ardian.

“Tak masalah, yang penting adalah fungsinya, aku tak terlalu mempermasalahkan hiasannya, oh iya aku sepertinya juga membutuhkan satu tongkat sihir”, ucap Ardian.

“Baiklah asal bijih besi disediakan dan bayarannya setimpal”, ujarnya.

“Biasanya berapa mata panah untuk ditukarkan dengan satu ekor rusa?”, tanya Ardian.

“Satu ekor rusa untuk 50 mata panah”, jawab manusia kerdil.

“Kalau begitu dua ekor rusa untuk satu tongkat dan satu pisau”, tawar Ardian mencoba berbaik hati dengan manusia kerdil.

“Baiklah, sepertinya itu lebih dari cukup, tapi masalahnya kami kehabisan stok bijih besi kisanak”, ujarnya.

“Tunggu, sepertinya tadi malam aku menemukan benda keras, kurasa benda itu bisa menjadi pengganti bijih besi.”, ucap Ardian sambil mengajak si kerdil memasuki hutan menuju tempat jatuhnya meteor tadi malam.

Berjalanlah ia dan Ardian menuju TKP.

“Wow ini benda yang bagus untuk bahan dasar pembuatan senjata, keras dan rapat, kepala suku Bjarki pasti sangat senang karena beliau suka dengan tantangan menempa benda baru yang misterius”, ujarnya sambil merabai batu meteor tersebut.

“Tapi bagaimana cara membawa benda ini ke pemukimanku kisanak?” tanyanya.

“Tenang saja, nanti dengan kemampuan ramuan ajaib batu ini akan terasa ringan ketika anda bawa”, ucap Ardian bermaksud menenangkannya.

“Jadi deal? Dua ekor rusa untuk tongkat dan pisau?”, tanya Ardian memastikan.

“kurasa tawaran itu terlalu menguntungkan bagiku karena biasanya bahan mentah disediakan oleh kami, baiklah dengan senang hati kuterima tawaranmu”, ujar si kerdil.

Lalu mereka berdua kembali ke gubuk mendiskusikan proses membawa batunya dengan Lizbeth.

Sedangkan Ardian menggambar rancangan tongkat sihir di kulit kayu, pisau taktikalnya pun diberikan pada si kerdil agar ukuran dan bentuknya bisa mirip dengan pesanan, dipastikan ukurannya jelas terbaca agar sesuai dengan yang Ardian inginkan.

Black diperintahkan untuk berburu rusa dan ia beserta teman-teman geng harimau lorengnya mendapatkan tiga ekor rusa gemuk yang hanya digigit tepat di tenggorokannya.

Ardian tak serakah memburu rusa sekali dalam jumlah besar karena bermaksud agar tetap menjaga populasi dan rantai makanan tetap seimbang.

Akhirnya tersedia tiga ekor rusa, satu untuk mereka bakar dan dimakan bersama saat itu juga, sisanya untuk bekal nanti dibawa si kerdil menuju perkampungannya.

“Lalalala...., masukkan berry hitam 3 biji, daun pupanao 3 lembar, ekstrak akar ilalang 9 tetes, satu bunga kumis kucing, satu ekor utuh ratu rayap, sedikit garam, dan sedikit mantra fur vieya unima videl , aduk-aduk hingga merata”, gumam Lizbeth terlihat tertawa gembira didampingi Lika ketika mengaduk bejana di perapian membuat ramuan di depan Ardian dan si kerdil bagai acara memasak live di tv.

Sambil melihat keceriaan Lika dan Liz, Ardian melanjutkan perbincangannya dengan manusia kerdil.

“O iya perkenalkan namaku Ardian, siapa namamu kisanak?”, tanya Ardian.

“Namaku Ngohweh”, jawabnya.

“Hpppp”, tawa Ardian tertahan mencoba menghormatinya.

Sedikit ia menahan tawa karena mendengar nama anehnya yang baru pertama ia dengar terasa janggal di telinganya.

“Baiklah saya rasa urusan saya di sini sudah berakhir, terimakasih kisanak telah memberikan makanan kepada saya, satu minggu lagi ambillah pesanan anda di perkampungan Bjarki, kami akan sangat senang menyambut anda, sekarang saya mau pulang”, ucapnya.

“Baiklah, kebetulan dalam waktu dekat ini saya akan melakukan kunjungan memperkenalkan kampung saya ini kepada suku-suku lainnya, mohon kabarkan kepada kepala suku anda, semoga kedepannya suku kita berdua bisa menjalin hubungan baik”, kata Ardian.

“Baiklah kisanak kepala suku saya juga pasti senang mendengarnya, apa nama kampung anda?”, tanya si manusia kerdil.

“Panthera, Suku Harimau”

“Baiklah saya berjanji akan saya sampaikan kepada kepala suku saya, saya mohon pamit”, tanggapnya sambil berlalu.

Akhirnya Ngohweh meminum ramuan dari Liz, seketika tubuhnya menjadi kuat, dengan gagah perkasa tubuh kerdilnya mengangkat batu sambil berjalan pulang.

Sedangkan dua ekor rusa dibawa oleh dua ekor harimau loreng yang jinak anak buah Black sampai ke pintu masuk perkampungan Bjarki.

Satu hari berlalu, Ardian memutuskan berangkat memperkenalkan hadirnya suku Harimau kepada suku-suku lainnya untuk memulai interaksi agar diakui sebagai penghuni sah hutan ini.

Berpamitan ia pada semua wanita yang bersiap bekerja, namun didapatinya Lina masih tertidur pulas di dalam bunker.

Tak tega ia membangunkan Lina.

Bersiaplah Ardian nekat berangkat tanpa senjata apapun, karena kemarin pisaunya dibawa Ngohweh untuk model pembuatan pisau baru nantinya.

Lizbeth dan Likazkhimo juga berkemas, bersiap mengawal tuannya untuk berpetualang.

Sedangkan Lina dan para wanita lainnya diminta tetap tinggal, Black dan White juga tak di ajak, mereka diberi tanggung jawab untuk memperketat penjagaan di sekitar kampungnya selama tuannya pergi.

Tiga manusia kuat ini beranjak pergi menuju gelapnya hutan.

“Kalian mau pergi kemana?”, ucap Lina yang terengah mengejar.

“Kami bertiga akan berpetualang memperkenalkan suku kita ke suku lainnya Lin”, ucap Ardian menjelaskan.

“Bolehkah aku ikut?”, tanyanya penuh harap.

“Tapi perjalanan kita nanti akan berat Lin”, sahut Ardian.

“Tak apa, lagipula aku takut jika harus menunggu di sini tanpa kalian bertiga”, ucapnya.

Disatu sisi dia senang karena diperjalanannya akan didampingi orang yang dicintainya, namun di sisi lain, ia juga sadar Lina bisa saja akan menjadi beban nantinya.

“Baiklah kalau kamu mau ikut”, ucap Ardian terpaksa setuju.

Lalu berangkatlah ke empat anak manusia ini menuju tujuan pertama mereka ke kampung milik Likazkhimo dahulu, yaitu kampung Slidrugtanni.

Baru satu jam berlalu Lina sudah mengeluh kelelahan dan kehausan.

Terpaksa mereka berhenti beristirahat dan memberi minum kepada Lina.

“Sudah ku bilang kan perjalanannya berat?”, ucap Ardian memperingatkan Lina.

“Tapi aku pengen ikut kalian”, jawab Lina manja.

“Huh, yaudah yuk sini aku gendong”, tawar Ardian.

“Enggak!”, jawab Lina lantang.

“Digendong Lika atau minum ramuan Lizbeth?”, tanya Ardian kembali.

“Enggak!”, jawab Lina makin lantang.

“Aduh nyusahin banget sih ni anak, kelelahan tapi digendong nggak mau, minum jamu nggak mau”, batin Ardian sedikit kesal melihat kelakuan adiknya.

“Yasudah Liz, gunakan akarmu dan bawa Lina!” , perintah Ardian.

“Baik tuan”, jawab Liz mengendalikan akar berjalan di sekitarnya.

Akhirnya mereka melanjutkan kembali perjalanan selama beberapa jam hingga akhirnya Liz mulai lemas karena kehabisan mana.

Mana adalah energi misterius yang tersimpan di setiap makhluk.

Konon kabarnya, dahulu kala sihir pertama kali diajarkan oleh dua malaikat yang memiliki mana tak terbatas sebagai ujian untuk kaum manusia dan kaum jin.

Beberapa sihir diajarkan para malaikat disertai dengan peringatan keras, mereka memberitahukan bahwa sihir bagaikan pedang yang tajam di semua sisi termasuk gagangnya.

Peringatan tersebut intinya mengajarkan bahwa akan lebih banyak kerugian dibandingkan dengan keuntungan ketika menggunakan sihir.

Jika makhluk menyalahgunakan dark magic untuk tujuan mencelakakan orang lain maka ia harus menanggung konsekuensinya entah di dunia ini ataupun di alam yang akan datang.

Terdapat sihir yang dapat memisahkan suami dengan isterinya, ada pula sihir berubah bentuk, mengendalikan alam, santet, sihir untuk mematahkan sihir lainnya, dan masih banyak sekali selain itu.

Sebagian dari sihir-sihir itu dihafal, dicontoh, atau dicatat dalam bentuk grimore (buku berisi mantra sihir) oleh kaum manusia dan kaum jin yang kemudian diwariskan kepada keturunan atau teman-teman mereka.

Tinggi rendahnya mana bisa mempengaruhi kualitas dan kuantitas sihir seseorang.

Hanya manusia yang terpilih yang bisa mengeluarkan dan memanfaatkan mana dengan baik.

Manusia yang tak punya sirkuit sihir alami seperti kebanyakan dukun-dukun membuka segel sihir pembatas dari dunia lain untuk meminjam mana dari kaum jin atau menyewa penyihir dari kalangan jin, tentu saja itu tak dibayar dengan gratis.

Jin tersebut akan menggerogoti jiwa dukun yang melakukan kontrak dengannya sebagai bentuk pertukaran setara.

Praktis sekali memang dengan kemampuan Liz yang bisa mengendalikan akar tanaman, namun Liz lupa dengan batasan mana miliknya dan tak sampai hati ingin mengeluh pada tuannya sehingga ia tetap memaksakan dirinya mengendalikan akar.

Karena lemas maka mau tak mau Liz menghentikan usaha kerasnya lalu kelelahan juga seperti Lina.

“Aduh ini cewek-cewek kok malah ngerepotin gini, yang satu keras kepala, yang satu memaksakan diri”, batin Ardian sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

Akhirnya Lina digendong Lika sedangkan Ardian menggendong Lizbeth.

Namun karena Liz kelelahan maka Beatrice yang mengambil alih menikmati digendong sambil menjilati leher tuannya dari belakang di sepanjang perjalanan.

Lina beberapa kali ditawari untuk digendong Ardian namun tetap tak mau karena ia masih menjaga jarak dengan Ardian yang kini baru saja ia kenal di memori otaknya.

Setelah beberapa lama berjalan akhirnya sampailah di mulut gua yang tak asing lagi bagi Ardian.

Gua yang merupakan saksi bisu pertama kali melakukan sex dengan adiknya.

Melangkahlah mereka menyusuri gua, menembus jalan rahasia hingga sampailah di perkampungan Slidrugtanni.

Walaupun baru terjadi perang namun rumah-rumah di sini tetap utuh, walaupun mereka terlihat barbar namun sepertinya para suku di hutan ini memiliki adab perang yang bagus, perang tanpa merusak properti.

“Likazkhimo?”, ucap mak cik yang samar dilihat.

“Mama”, ucap Lika smbil menurunkan Lina lalu berlari memeluk mama.

Memang beliau bukanlah mama kandungnya namun sebutan mama dilafalkannya untuk isteri kepala suku.

“Dimana kepala suku?”, tanya Lika.

“Dia terbunuh saat perang, 7 dewasa dan 2 anak-anak juga tewas dan belum sempat dilakukan upacara kanibal karena kami tak menemukan korban”, bincangnya dalam bahasa suku pedalaman.

“Ardian? Lina?”, tanya isteri kepala suku menghadap Ardian dan Lina.

“Ya saya Ardian mak cik”, jawab Ardian.

Lalu mereka berbincang karena merupakan keluarga.

Liz hanya tiduran istirahat mengumpulkan mananya kembali.

Setelah berbincang lama akhirnya Ardian tergerak hatinya untuk mendeklarasikan tekadnya kepada orang dewasa dan anak-anak suku Slidrugtanni yang terlihat lemah lesu tak semangat lagi menjalani hidup tentu saja dengan persetujuan isteri kepala suku.

“Tak ada lagi jiwa yang hilang karena peperangan antar suku,

tak ada lagi jiwa yang hilang karena perebutan wilayah,

tak ada lagi jiwa yang hilang akibat perebutan wanita,

mulai sekarang aku Ardian, kepala suku harimau akan memandu kalian wahai para warga Slidrugtanni!”, ucap Ardian Lantang dengan bahasa pedalaman.

“Mulai sekarang tak ada lagi aturan kanibal, karena kanibal termasuk membunuh, dan perbuatan itu akan merugikan banyak orang.

Sekarang kalian bebas menikah dengan wanita yang bukan sedarah, karena kepala suku telah terbunuh maka akan aku tunjuk salah seorang dari kalian sebagai kepala suku baru suku ini!

Kau anak muda, mulai sekarang kau kuberi tanggung jawab sebagai kepala suku Slidrugtanni untuk sementara, untuk seanjutnya kalian bermusyawarahlah jika mau mengganti posisi kepala suku”, ucap Ardian sambil menunjuk salah satu pemuda.

Semua orang dewasa bangkit menari tanda semangat mereka mulai tumbuh lagi berkat semangat yang diberikan Ardian.

Lina mengajarkan anak-anak permainan “tic tac toe” lalu dilanjutkan permainan catur sederhana dari batu.

Para pemuda tak henti-hentinya memperhatikan tubuh Lina yang cantik dan berpakaian amat seksi.

Bahkan ada yang tak tahan kemudian coli sambil mengintip Lina dari dalam rumahnya.

“Terimakasih Ardian dan Lina, dahulu ada yang meramalkan suatu saat akan ada yang memandu suku ini menuju ke kehidupan yang lebih baik saat suku ini mengalami keterpurukan, ini persis seperti yang peramal agung Fohkuruweh katakan”, ucap mak cik.

“Fohkuruweh? Aku ingat betul namanya, dia adalah salah satu murid berbakatku yang meninggal enam puluh tahun lalu”, sahut Lizbeth.

“Wah kebetulan sekali, berarti anda adalah penyihir abadi di hutan ini yang tersohor itu? Saya kira itu hanya mitos, merasa sangat terhormat bisa bertemu dengan anda nona”, ucap mak cik beralih memuja dan memperhatikan Lizbeth.

Memang Lika dahulu merupakan murid dari Lizbeth namun itu semua dilakukannya secara rahasia tanpa diketahui warga suku Slidrugtanni.

“Sudahlah wanita tua, perlakukan aku layaknya anda menyambut orang normal, yang perlu kita hormati hanyalah tuan Ardian, ingat mulai sekarang kalian harus memanggil dengan sebutan tuan Ardian”, nasihat Liz kepada wanita tua, wanita tua tersebut sebenarnya jauh lebih muda dari Lizbeth jadi wajar saja jika Liz menasehatinya.

“Baiklah nona”, ucap makcik.

Kemudian Ardian, Lina, dan Liz dipersilahkan istirahat, sedangkan Likazkhimo berbaur dengan keluarga besarnya melepas rindu.

Ardian dan Lina tidur bersama di rumah ilalangnya dahulu hasil hibah dari kepala suku waktu itu, sedangkan Lizbeth hanya terduduk sambil menyanyi lirih berbahasa mantra yang jarang terdengar oleh manusia.

Hanya saja sesekali Liz mendekati Ardian untuk mencari kehangatan saat malam hari.

Sedangkan Lina juga merasa kedinginan namun tak berani dekat-dekat dengan Ardian karena ia merasa belum cukup mengenalnya dan terpaksa tidur sendirian di ranjang sederhana.

Di cahaya remang ia sodorkan kedua payudaranya yang indah ke tuannya untuk dinikmati.

Dalam diam mereka berdua saling memangut beradu bibir dan sesekali Ardian meremas dan menghisap puting Lizbeth hingga memerah, tak lupa ia menyisihkan rambut pirang indah di sekitar telinga Liz, kemudian menggigit kecil telinga milik Liz hingga keenakan.

Mereka berdua melakukan foreplay dengan halus karena tak ingin mengganggu Lina yang sedang pulas tertidur.

“Tuan pasti pengen ngentotin Lina kan?”, ucap liz sambil menuntun Ardian mendekati Lina yang sedang tertidur pulas.

Kini permainan mereka tepat berada di samping Lina yang sedang tertidur.

Dirabanya kelamin Ardian lalu dengan dua tangan Liz memegangi benda keras tegak berdiri tesebut lalu dijilati seperti ice cream.

Sesekali tangan nakal Liz mendekatkan kepala kontol Ardian yang tegang mendekat ke bibir Lina, hingga kepala kontol Ardian makin keras karena terkena hembusan nafas Lina.

Saat Ardian sedang mupeng-mupengnya melihat bibir Lina yang manis, tiba-tiba Liz langsung melahap kontol Ardian dan mengulumnya secara cepat.

“Ahhhh Lina! ...”, ucap Ardian menahan kenikmatan oral Lizbeth.

Matanya tetap menatap Lina sambil dipuasi mulut mungil, dan itu juga tak masalah untuk Lizbeth karena Liz sadar bahwa dia hanyalah budak Ardian.

Dibiarkan dekat dengan tuannya saja sudah membuatnya bahagia, walaupun cinta Lizbeth tak terbalas dengan cinta Ardian namun ia tetap merasa bahagia karena cinta tulusnya dibalas Ardian dengan nafsu.

“clok clok clok clok”, suara berisik peraduan mulut dan kelamin.

Namun suara itu tak membuat Lina terbangun karena Lina dalam keadaan sangat kelelahan.

Lalu berhenti sejenak, dengan tatapan nakal Liz membuka satu tali kain anyaman penutup payudara yang dipakai Lina secara perlahan hingga payudara pink kecoklatan kini terpampang bebas.

Melihatnya kontol Ardian seakan berontak, dengan menggenggam erat Liz tuntun mendekatkan ke puting Lina lalu kedua pucuk itu diadu, digesek-gesek lembut hingga tak tahan Ardian mengeluarkan cairan bening pre-cum.

Kepala kontolnya dioles-oles hingga cairan pre-cum keluar banyak dan diratakan ke permukaan payudara indah Lina hingga kini payudaranya mengkilap karena cairan Ardian.

Lalu disodorkannya memek Liz menungging tepat di hadapan Ardian yang mupeng.

“Ayo entot Lina kakak, Lina pengen kakak hamili!”, ucap Lizbeth memprovokasi nafsu Ardian.

Karena saking mupengnya maka tanpa ampun vagina Liz langsung digenjot dengan kecepatan penuh hingga Liz kuwalahan namun wajah Ardian tak berpaling dari wajah dan payudata Lina.

Salahnya sendiri ia memprovokasi Ardian, akibatnya tubuhnya terguncang-guncang hebat disodok kelamin perkasa tuannya sehingga mengalami beberapa kali orgasme.

Karena saking nafsunya tanpa berganti posisi ia genjot dalam posisi dogy hingga hampir satu jam lalu ia merasakan ada yang akan keluar dari kelaminnya.

Menyadari tuannya akan segera mengeluarkan cairan hina maka Liz dengan nekat menggenggam kontol Ardian lalu ia pelorotkan celana rok anyaman milik Lina lalu didekatkannya kedua kelamin tersebut hingga kepala kontol Ardian terbenam di vagina Lina.

Waaupun hanya kepalanya saja yang masuk itu sudah cukup untuk jalan masuk sperma ke liang vagina Lina hingga penuh membanjiri liang senggama sempit tersebut.

“Ahhh enak tuan? “, ucap Liz sambil mengocok kelamin Ardian mengadunya dengan mulut vagina Lina sampai keenakan membuat sperma yang dikeluarkannya amat banyak masuk ke lubang kenikmatan milik Lina.

Setelah selesai Liz lalu begitu saja menaikkan celana rok milik Lina tanpa membersihkan sperma yang ada di dalam vagina dan juga sperma yang tercecer di mulut vagina Lina.

Setelah selesai lalu Liz membersihkan kontol Ardian dengan mulutnya hingga bersih, walaupun sudah dibersihkan namun kontol Ardian masih tegak berdiri berwarna kemerahan.

“Enak tadi tuan?”, tanya Lizbeth manja.

“Enak banget sayang”, jawab Ardian.

Dengan lembut ia berdiri lalu membelai wajah tuannya, lalu iseng ia membisikkan sesuatu ke telinga Ardian.

“Pejunya tadi banyak banget, tuan pengen buntingin Lina ya?, pengen kalok Lina hamil?”, bisik Liz.

Lalu secara tak terduga mendengar bisikan Liz seperti itu membut kontol Ardian kembali berkedut-kedut tanda mau mengeluarkan sperma kembali.

Tanpa jeda Ardian langsung menjambak rambut pirang milik Lizbeth secara kasar karena sedang nafsu berat.

Karena rambut pirangnya dijambak tuannya maka tak ada kesempatan bagi wajahnya untuk berpaling.

lalu crot crot crot sisa sperma kembali muncrat dengan derasnya ke wajah Lizbeth hingga belepotan kemana-mana, walaupun begitu Liz tetap tak membersihkan sperma yang ada di wajahnya sampai pagi menjelang.

Hingga kini Lina dan Ardian bangun dari tidur, sedangkan Liz bangun dari istirahatnya.

“Kok celanaku kayak basah lengket-lengket gini?”, ucap Lina yang baru bangun sambil menatap ke arah Ardian.

“Degh”, jantung Ardian mendengar keluhan Lina.
 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd