Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

FANTASY Bertahan Hidup

Status
Please reply by conversation.
suasana pun menjadi sunyi sembunyi dibalik sepi,
menata satu cerita menjadi kenangan dalam jiwa,
mempersatukan suka dalam duka,
suram serta keindahan,
menjadi coretan lama dalam kehidupan,

masih ingatkah janji yang pernah kau ucap,
ketika senja menebarkan warna jingganya,
menyaksikan bait bait yang kau untai,
menjadi syair yang begitu indah,

karna kau bagian dari hidupku,
isi dari irisan jiwaku,
yang membuatku mampu tegar selalu,
arungi hudup karena janjimu,

lina oh lina...

Bisakah aku melihatmu lagi,
Meski dalam gelap sekalipun,

Tersamar bias dirimu akan belenggu pikiranmu,
Melupakan kisah yang terajut dalam benang sutra,
Terlempar bak bulu domba yang tak berguna,
Mengasingkan ku dari kedalaman sisi hatimu,
Hingga dalam keterasinganku,
Aku menyadari gugahan bayang kerinduan.
 
Terakhir diubah:
Janji Ksatria

Hellfire Hammer
, sebuah palu yang mengandung kekuatan cahaya. Fragmennya dikumpulkan dari logam putih yang hanya terdapat di sekitaran magma gunung berapi, kekuatannya melambangkan keagungan matahari.

Purification Necklace, sebuah kalung pemurni. Air, tanah, api bahkan perasaan yang tercemar dapat dimurnikannya. Kekuatannya melambangkan kesucian air.

Black Grimore, sebuah senjata legendaris peninggalan salah satu penyihir dark elf, di dalamnya berisi mantra-mantra sihir tingkat tinggi, kekuatannya melambangkan gelap.

Forbidden One , sebuah senjata sihir berupa cermin, dapat meniru senjata jenis apapun di dunia ini. Namun ia tetaplah memiliki keterbatasan, ia hanya mampu meniru setengah dari kekuatan original senjata legendaris tingkat atas, kekuatannya melambangkan ruang dan waktu, ia hanya mau dimiliki oleh seseorang yang memiliki sihir berkapasitas besar. Itulah mengapa sebelumnya Lizbeth dan Ardian tak mampu mengambilnya.

Tiga dari ke empat pusaka tersebut telah berhasil diambil, hanya cermin yang masih tergeletak tak mau dimiliki siapapun.

“Hmmmh bukankah aku sudah bermurah hati padamu manusia serakah? Jika tidak segera kau jawab maka segera kucincang rekan-rekanmu yang berharga ini. . .” ucapan shabh sambil menggerakkan tangannya sendiri membentuk kepalan tangan secara perlahan.

Gerakan tangan tersebut menyebabkan beberapa rambut hitam yng diliputi aura kegelapan menjadi meruncing lalu blesh! Lengan Lina yang mulus tiba-tiba mengeluarkan darah segar karena sedikit luka tusukan.

“Lina . . .!” teriak Ardian panik.

“Baiklah-baiklah . . . “

“Pilihan ke tiga! Ya ke tiga!”, beri aku waktu, aku akan mencarikan gadis elf untukmu, sebagai gantinya berjanjilah bebaskan aku dan ketiga rekanku dan jangan lukai mereka saat aku pergi! Ucap Ardian tegas.

“Baiklah aku berjanji, namun jika sampai matahari terbit kau belum juga mendapatkan apa yang ku minta, maka jangan salahkan aku jika mereka kujadikan sarapan” ucap Shabh sambil menyeringai.

“Tunggu, pintu masuk piramida ini tertutup longsor, bagaimana aku bisa melewatinya?”

“Ayolah, jangan bodoh, gunakan pedang dihadapanmu itu untuk menghancurkan dinding masuk dan sebagai senjatamu, lagipula senjata terkutuk itu sekarang milikmu hahahaha” tanggapan Shabh.

Tanpa buang-buang waktu Ardian segera memungut gagang pedang yang tadi tergeletak.

Seketika perasaan aneh muncul, tekanan aneh yang menakutkan kembali dirasakannya.

Dengan situasi gawat saat ini ia tak peduli, ia genggam erat pedang aneh tersebut, seketika besinya tumbuh menjadi utuh persis seperti saat dipegang Shabh tadi namun tampilannya kini tak begitu banyak mengeluarkan aura hitam.

“Warna hitam ya? Hahahaha! Dasar Naif!”, respon Shabh melihat warna pedang yang digenggam Ardian.

Shabh duduk santai sambil menunjuk salah satu sisi tembok piramida, seolah sebuah kode agar Ardian segera enyah.

Mengerti dengan maksud tunjukan tangan Shabh, Ardian bergegas menuju dinding lalu dengan kuat ia mengayunkan pedangnya.

Satu kali ayunan dinding tersebut seketika roboh, ayunan tersebut menyebabkan shockwave hitam yang seketika dapat menghancurkan bebatuan sampai berkeping-keping.

“Bruak brul . . .grrrrr”

“Degh . . . Degh . . . Degh . . . Degh . . .”

Ia terengah-engah, jantung Ardian tiba-tiba berdetak lebih cepat, ternyata pedang ini begitu menguras tenaga ketika diayunkan.

Walaupun begitu ia tetap mencoba tegak dan berniat melanjutkan perjalanannya demi menyelamatkan Lina dan lainnya.

“Kalian tenanglah, aku berjanji, aku pasti akan kembali untuk menyelamatkan kalian semua!” Ucap Ardian menenangkan Lina, Liz, dan Bjarldor kemudian ia berlalu sambil terengah.

Dengan cepat ia berlari menuju balik dinding yang tadi dihancurkan, dibalik dinding tersebut ternyata adalah pintu masuk ke tiga, area ini merupakan area yang pernah ia lewati.

Ia tahu di pijakan di depannya itu terdapat ranjau yang memicu keluarnya panah sihir dari arah samping, namun tak ada waktu untuk berpikir jernih.

Dengan langkah cepat ia lari melewati pijakan yang berisi jebakan panah sihir,

Swirl . . . Swirl . . .Swirl . . . suara panah melesat dengan cepatnya ke arah tubuh Ardian.

Namun dengan adanya pedang yang dimilikinya kini, anak panah yang melesat tersebut segera ditangkisnya dengan mudah, walau agak kelelahan namun ia mulai terbiasa jika mengayunkannya tak terlalu kencang.

Tak ada luka sedikitpun hingga ia sampai di pintu masuk ke dua yang sebelumnya tertutup longsor karena kekuatan berlebihan dari Beatrice tadi pagi.

“Ngohweh! Kau di sana?” teriak Ardian”

“Ya! Ada apa? Kami masih berusaha menggali! Apa kalian baik-baik saja? Apa terjadi sesuatu dengan kepala suku Bjarldor?” tanya selidik ngohwek karena khawatir terhadap kepala sukunya.

“Aku tak bisa menjelaskannya sekarang, yang penting sekarang kalian keluarlah dari gua ini! Cepatlah!”

“Baiklah” ucap Ngohweh dengan segera menghentikan aktivitas menggalinya lalu keluar dari gua beserta para dwarf lainnya.

“Swikh . . . Bledam . . . Brrlll . . .”

Ditebasnya kuat-kuat, seketika longsoran tersebut hancur dan tercipta satu jalan sempit.

Kembali detak jantungnya seakan berdegub lebih cepat akibat mengayunkan pedang misterius secara sekuat tenaga barusan.

Segera ia keluar dari gua dengan langkah sedikit lemas dan nafas terengah-engah.

Ia lihat beberapa dwarf berdiri sambil memegang cangkul, sekop, dan ember.

Langit sudah mulai gelap, tak ada waktu lebih untuk menjelaskan situasinya sekarang kepada semua orang, ia berpikir akan lebih baik jika segera berangkat untuk mencari elf.

Sebelum pergi Ardian memperingatkan kepada warga Bjarki.

“Jangan sekali-kali ada yang berani masuk ke gua, didalamnya ada begitu banyak jebakan, tunggulah aku, aku akan menyelamatkan kepala suku kalian!”

“Ngohweh! Dimana aku bisa menemukan gadis elf?”

“Apa yang terjadi tuan Ardian?”

“Jawab saja, tak ada waktu untuk menjelaskannya!”

“Telusurilah jalan setapak ini, nanti kau akan sampai ke hutan larangan! Para Elf tinggal di dalam hutan tersebut. Berhati-hatilah saat malam hari para Ent mengintai!” ucap ngohweh sambil menunjukkan jalan setapak di perbukitan.

Ia simpan pedang misterius ini di pinggang, ia letakkan begitu saja di sela-sela sabuk hitam yang dipakainya, karena ketika tidak digenggam pedang ini hanya berupa gagang kosong.

Tanpa memperdulikan peringatan Ngohweh, ia segera mengambil sebuah tali yang tergeletak lalu berlari menyusuri jalan setapak tanpa ragu.

Sementara itu di tengah-tengah hutan larangan, terlihat banyak sekali pepohonan yang menjulang tinggi.

Diantaranya terdapat beberapa pohon berumur ratusan tahun yang berukuran raksasa, karena saking tinggi dan rindang daun-daunnya maka sinar matahari siang pun tak mampu menembus sampai tanah.

Beberapa keluarga elf terlihat sedang tidur nyenyak tergantung di ketinggian.

Tempat tidur mereka hanya berupa hammock yang terbuat dari akar dan dedaunan, hammock tersebut tergantung seperti ayunan yang melayang, terbentuk secara alami dari akar pohon yang menyerupai pohon beringin.

Matahari mulai terbenam dan digantikan dengan pelita bulan purnama, para elf baru saja bangun dari tidur mereka dan hendak memulai aktifitas hariannya.

Dengan lincahnya kaki kecil mereka melangkah turun melewati dahan-dahan tipis tanpa sekalipun merusaknya, sekilas jika diperhatikan, keterampilan mereka berjalan di ranting dan batang pepohonan seakan lebih lincah dibandingkan dengan orangutan.

Elf memiliki karakter nokturnal, waktu tidur mereka berkebalikan dengan waktu tidur manusia normal, mereka mulai tidur di pagi hari dan akan bangun saat petang, oleh karena itu sebagian aktifitas pokok mereka dilakukan pada malam hari.

Kebiasaannya itu terjadi secara terus menerus semenjak dulu, kebiasaan itu lama kelamaan memunculkan kemampuan lebih pada pendengaran dan penciuman, serta mempunyai adaptasi khusus pada mata untuk dapat melakukan aktivitas pada kondisi yang minim cahaya.

“Ih aku sebel deh kak, setiap malam ayah selalu saja memintaku untuk berlatih memanah” ucap seorang gadis elf yang bernama Sariel sambil menyiapkan panah dan tak lupa mempersiapkan juga mata panah asli buatan dwarf, tak dapat dititupi kekesalannya itu menyebabkan raut wajahnya cemberut.

“Turuti saja kemauan ayah kita, lagipula kita juga harus menghormati tradisi memanah dari para leluhur” ucap seorang kakak yang mencoba menenangkan dan memberi semangat pada adiknya.

“Tapi aku kan nggak suka memanah kak, lagipula aku kan nggak berbakat sama sekali dalam hal memanah, tak seperti kak Nam”

“Berlatihlah, nanti lama-lama kamu juga pasti akan terbiasa dan pada akhirnya menyukainya” ucap seorang ahli memanah yang bernama lengkap “Namriel Veleinor” sambil membelai rambut indah adiknya.

“Sepertinya Dewi Elune tak menakdirkan ku menjadi pemanah”

“Hush . . . jangan sembarangan bicara . . . kamu itu lemah karena kamu saja yang malas-malasan berlatih, pokoknya kamu nanti harus berlatih selama sepertiga malam nonstop!”

“Tapi kak? . . .”

“Tenang saja sa, kakak akan menemanimu berlatih kali ini” lagipula kakak sedang tidak ada pesanan memburu rusa.

“Yay . . . Jadi semakin smangat kalau ada kak Nam menemaniku saat berlatih”

“Yasudah, persiapannya sudah selesai kan? Yuk kita berangkat!”

Dua gadis elf berparas cantik ini mulai berjalan pelan menyusuri hutan dengan anggunnya, pinggulnya berlenggak-lenggok bagai penari profesional, langkah kaki mereka berdua juga begitu tenang bagai hembusan angin.

Umur Sariel saat ini adalah 43 tahun sedangkan kakaknya berumur 120 tahun, terdengar sedikit janggal memang, namun begitulah bangsa elf.

Elf terkenal memiliki umur panjang secara alami, umur 40 tahun adalah setara dengan gadis remaja di dunia manusia biasa.

Setelah berjalan cukup panjang akhirnya mereka sampai di tempat berlatih.

Segera mereka naik ke batang pepohonan yang lebih tinggi dengan bantuan pohon misterius yang dapat bergerak.

Mulustrasi Sariel

Sumber: https://*****gram.com/savanna_blade/?hl=ms


“Swirl . . .”

“Aduh meleset lagi!” keluh Sariel kecewa karena baru saja mata panahnya meleset jauh dari target.

“Kamu harus lebih berkonsentrasi! Biar kakak beri contoh!” ucapan memberi nasihat dari Namriel sambil menarik busur panahnya.

Bukan hanya satu mata panah dalam sekali tembak, namun tiga mata panah sekaligus melesat tepat ke tiga lingkaran target yang berbeda, dan semuanya menancap tepat di bagian tengah target.

“Wow hebat sekali!” kekaguman Sariel melihat keterampilan memanah kakaknya itu.

“Tunggu ada aroma yang aneh baru saja kucium, mendekatlah padaku Sariel!” ucapan Namriel memperingatkan adiknya sambil mengendus-endus aroma asing tersebut.

Sementara itu, tiga jam tanpa henti Ardian berlari tak kenal lelah, sampailah ia di kawasan suku rusa yang dinamakan hutan larangan.

Wilayah ini berada di perbukitan sehingga kondisinya berkabut, tipis oksigen, dan sangat gelap, bahkan bulan purnama tak terlihat karena saking rapatnya dedaunan.

Suara berisik langkah larinya tak sengaja membangunkan salah satu ent, lalu “krengkeeeet . . . bruak . . .”

Satu buah batang pohon menghantam tepat ke arah perut sixpacknya hingga Ardian merasa mulas.

“Apa ini?”

Sebelum ia berhasil mengetahui apa yang terjadi sebenarnya, sebuah bogem kayu kembali melesat lagi ke arahnya.

Namun ia segera menghindarinya dengan menggulingkan tubuhnya ke samping.

Sepertinya bukan tanpa alasan hutan ini disebut hutan larangan, hutan ini dihuni beberapa pepohonan misterius yang disebut Ent.

Ent adalah tumbuhan yang telah tercemar energi sihir, menyebabkan tumbuhan ini dapat bergerak menyerang dan berbicara.

Ent amat marah jika ada orang asing mengganggu tidurnya yang nyaman.

Setiap malam mereka akan tidur dan melakukan proses respirasi karena jika siang hari mereka harus bekerja keras untuk melakukan proses fotosintesis.

Pada siang hari tumbuhan akan membutuhkan karbon dioksida dan menghasilkan oksigen, itulah mengapa dirasakan hawa sejuk segar dan suasana nyaman ketika berteduh di bawah pohon saat siang hari.

Namun sebaliknya saat malam hari, tumbuhan akan mengeluarkan karbondioksida berkonsentrasi tinggi, itulah salah satu alasan mengapa beberapa orang pingsan atau meninggal saat tidur di bawah pohon saat malam hari.

Sejenak Ardian sadar lalu berdiam diri, ia tahu bahwa tumbuhan bergerak ini bereaksi pada suara dan getaran.

Jalan senyap kembali dipraktekannya sepertihalnya saat latihan gerilya di militer dulu, alhasil ia aman karena langkahnya kini tak terdengar.

Sambil menengok kanan kiri waspada ia lanjutkan perjalanannya semakin dalam ke hutan larangan.

Lalu ia terkaget seketika ada serangan panah dari arah atas.

“Swirl . . . Swirl . . .Swirl . . .” suara tiga panah yang melesat sekaligus.

“Demi Dewi Elune!”

Teriakan salah satu gadis Elf yang bernma Namriel, ia dalam posisi siaga memasang kuda-kuda memanah, berada di atas pohon bersiap melepaskan tembakan selanjutnya.

Ardian menyadari bahwa salah satu wanita pemanah tersebut terlihat sangat pro dalam hal memanah, ia menggunakan tiga anak panah dalam satu kali tembak, menyebabkan Ardian kuwalahan menghindarinya.

Sedangkan wanita satunya yang bernama Sariel terlihat masih belum begitu ahli dalam memanah, ia hanya menggunakan satu anak panah dalam sekali serang, itupun selalu jauh dari target sasaran.

Seketika semua Ent disekitar dua wanita tersebut terbangun namun anehnya mereka tak menyerang Sariel dan Namriel yang berteriak tadi, malah para ent membantu menggerakkan batang-batang mereka untuk memudahkan pijakan si gadis elf, sepertinya mereka sudah saling mengenal dan melindungi satu sama lain.

Ardian sadar misinya kali ini bukanlah misi pertarungan atau perundingan, namun tak lain ini merupakan misi penculikan, jadi ia harus melakukannya secepat mungkin.

Ardian mengincar yang terlemah diantara dua gadis tersebut.

Mata indah yang tajam dari kedua elf menyusuri setiap sudut, bola mata mereka melirik ke kanan lalu beralih melirik ke kiri mencari keberadaan Ardian.

“Sreeeek”

Ardian tersandung akar pohon yang timbul dari dalam tanah, karena gelapnya hutan ini, penglihatannya tak begitu bisa diandalkannya, karena suara berisik tersebut tiga anak panah seketika langsung mendarat ke arah Ardian.

Lalu Ardian dengan sigap menghindarinya, namun gerakan menghindar tersebut menyebabkan beberapa suara berisik yang lebih.

Lalu sesetika “Bruak” kembali perutnya dihantam bogem raksasa dari lengan Ent disekitar Ardian.

Perutnya amat sakit, rasanya bagai dihantam besi berkecepatan tinggi.

“Sial mereka benar-benar cerdik!” batin Ardian sambil memegangi perutnya sendiri yang tengah kesakitan.

Ardian menyadari bahwa elf tadi tidak berniat langsung menembak ke tubuh Ardian namun panah tersebut memang sengaja digunakan untuk memancing agar Ardian menghindar, bergerak secara tiba-tiba menyebabkan suara berisik maka Ent akan menyerangnya secara otomatis.

“Aku harus lebih berhati-hati!” batin Ardian.

Dalam kondisi hutan penuh batang dan ranting seperti ini, penggunaan pedang dirasanya sangatlah tidak efektif.

Ia terpaksa mengeluarkan pisau hitam buatan Bjarldor dan menyiapkan tali yang dibawanya tadi.

Ia ikat tali di salah satu batang tumbuhan yang tentu saja bukan Ent, lalu sisi tali lainnya ia pegang bersiap-siap jika salah satu elf itu berjalan melewati, ia akan segera menarik tali sehingga wanita tersebut akan jatuh tertelungkup.

Ardian bermaksud menjauh, tujuannya adalah memancing kedua elf tersebut untuk turun dari pepohonan lalu menjebak salah satu dari mereka.

Keadaannya sesuai rencana, salah satu gadis tersebut secara gegabah malah turun. Ia adalah gadis bernama Sariel yang lemah tadi.

Sedangkan pemanah tiga mata panah masih bersembunyi di gelapnya dedaunan di atas pohon.

Sariel terlihat waspada melihat ke kanan dan ke kiri, lau ia berlari.

“Gila, larinya kencang amat . . .” batin Ardian.

Si gadis tersebut berlari dengan kencang namun anehnya langkah kakinya tak sedikitpun menimbulkan suara berisik khas langkah kaki manusia biasa, langkah gadis tadi bagaikan angin yang berhembus begitu saja di dedaunan kering.

“Swirl . . .” satu tembakan dilancarkan Sariel kembali, namun masih saja meleset.

“Sial posisiku sudah ketahuan!” batin Ardian.

“Tunggu dulu, ada yang aneh, gadis yang berada di tanah tadi panahnya tak satupun bisa mengenai tubuhku padahal jaraknya cukup dekat. Sepertinya matanya buram atau mungkin ada sesuatu hal?”

Dengan modal asumsi tersebut dengan berani Ardian memunculkan diri, rencananya adalah ia akan menunggu tembakan tiga mata panah diluncurkan, menghindarinya, dan dalam waktu jeda reload pemanah pro tersebut ia akan menyergap gadis yang berada di tanah.

“Swirl . . . Swirl . . .Swirl . . .”

Benar saja sesuai rencana, tiga mata panah langsung mengarah tepat ke kepala Ardian, dengan sigap ia hindari ketiga panah tersebut dengan berguling, lalu ia bangkit dan berguling sekali lagi untuk menghindari hantaman bogem Ent.

Secepat mungkin ia maju ke arah gadis yang ada di bawah, gadis cantik tersebut terlihat ragu ketika hendak memanah Ardian namun tetap ia lakukan,

“Swirl . . .” namun anehnya tembakannya meleset jauh dari tubuh Ardian, padahal jarak tembaknya hanya sekitar lima meter.

Bergegas ia rebut dan membuang panah dari tangan si gadis, tubuh seksinya ia pegang kuat-kuat, menyekap mulutnya dari posisi belakang, lalu membawanya ke kegelapan.

“mmmmmmmmmm” suara yang keluar dari mulut gadis tersebut ketika dibekap Ardian.

Diam atau kubunuh kau sekarang juga! Ucap Ardian lirih karena takut ada Ent yang terbangun.

Tangan Ardian ia lingkarkan ke bagian bawah dada gadis yang ditangkapnya itu sambil mengunci kedua tangannya sehingga pantat gadis tersebut jelas menempel erat ke selangkangan Ardian, lalu pisau hitamnya ia gunakan untuk mengancam leher si gadis.

Sariel pun amat ketakutan, ia menitikan air mata, ia tetap diam mencoba tak melawan.

Pemanah tiga mata panah pun juga turun karena mengetahui rekannya berhasil ditangkap oleh Ardian.

“Lepaskan adikku, aku mohon! Jangan sakiti dia!”

“Dia adikmu ya? Letakkan panahmu, atau adikmu aku bunuh sekarang juga!”

“Baiklah!” ucap Namriel sambil membuang busur dan mata panahnya ke tanah.

“Siapa nama kalian, sebutkan cepat!”

“Namaku Namriel, dan ia adikku bernama Sariel, sebelumnya perlu kau ketahui bahwa kami berdua adalah puteri dari Earldhorath Veleinor, kepala suku Eikthyrnir, beliau pasti takkan melepaskanmu begitu saja ketika mengetahui kedua puterinya terluka!”

“Apa kau mencoba mengancamku gadis kecil? lucuti bajumu! Dan bernyanyilah!”

“Tapi . . .”

“Cepat Namriel atau adikmu akan aku bunuh!”

“Jangan bunuh adikku!, baiklah aku akan telanjang dan bernyanyi” perkataan Namriel sambil melucuti pakaiannya sendiri secara perlahan.

“mmmmm hmmmmm hmmmm” keluh Sariel sambil geleng-geleng kepala tanda tak tega kakaknya dilecehkan oleh orang asing.

Buah dada Namriel bergelantungan begitu indah, kedua benda kenyal tersebut tersaji di depan mata Ardian, sedikit pelita rembulan menyebabkan tampilannya samar bagai gambar hitam putih.

Sambil menitikan air mata Namriel bernyanyi:


Sinar rembulan yang agung

Elune... Elune...

Kehadiranmu menenangkanku

Langit malam memberkati setiap kelahiran

Menjanjikan kedamaian di tanah Eikthyrnir


“Cukup suaramu jelek sekali, dan pasti kau sudah tidak perawan kan?”, ucap Ardian.

“Tentu saja aku masih perawan!” tegas Namriel.

Dimana aku bisa mendapatkan gadis elf perawan yang suaranya merdu?

“Kau mencari Elf Moonsong? mari kutunjukkan! Ikuti aku!” ucap Namriel mencoba menjebak Ardian dengan mengarahkannya ke pepohonan Ent yang padat.

Ia sebenarnya sadar bahwa adiknya adalah penyanyi paling merdu dari sukunya. Namun ia tak rela jika Sariel diculik dibawa pergi orang asing.

“Ada yang aneh, sepertinya aku dijebak!” batin Ardian, dengan cepat Ardian melepas kuncian tangannya terhadap Sariel, lalu melilitkan tali ke arah tangan dan kaki Namriel, hingga kini tubuhnya terkunci di salah satu batang pohon yang bukan merupakan Ent.

Lalu tangannya beralih hendak menusuk leher Namriel, ancaman Ardian bukanlah ancaman iseng belaka.

Diarahkannya pisau hitam tersebut lalu sedikit darah mengucur dari leher Namriel karena sedikit tusukan sisi tajam mendarat di lehernya.

“Aku tahu kau mau menjebakku kan Namriel?”

“Kakak!” ucap Sariel khawatir terhadap kakaknya yang lehernya sedikit mengeluarkan darah itu.

Ditarik-tariknya tubuh Ardian dari belakang mencoba menjauhkan leher kakaknya dari pisau tajam, namun apa daya tenaga seorang gadis remaja elf ini tak mampu menggerakkan tubuh Ardian yang kokoh.

Lalu tiba-tiba Sariel bernyanyi dengan merdunya demi menyelamatkan kakaknya dari kematian.



Sinar rembulan yang agung

Elune... Elune...

Kehadiranmu menenangkanku

Langit malam memberkati setiap kelahiran

Menjanjikan kedamaian di tanah Eikthyrnir

Elune... Elune...

Pelitamu menaungi malam yang gelap

Menjadi pelindung dalam hidup kami

Berkatilah selalu langkah kami dengan keagunganmu . . .


Ardian tertegun mendengar nyanyian tersebut, baginya nyanyian Sariel tadi merupakan nyanyian paling merdu yang pernah ia dengar selama hidupnya. Pisau yang tadi berada di leher Namriel pun kini dijauhannya.

“Aku masih perawan, dan aku bisa menyanyi! Lepaskanlah kakakku, jangan bunuh dia, aku mohon!” ucap Sariel memohon sambil menitikan air mata.

“Baiklah Sariel, tak akan kubunuh kakakmu tapi kau harus ikut denganku!”

“Baiklah tapi berjanjilah kau lepaskan kakakku!”

“Baiklah!”

“Tidak . . . Tidak . . . Sariel . . . jangan bawa adikku, bawa saja aku! Bawa aku! “ ucap Namriel sambil telanjang menangis dalam kondisi terikat tali, tak merelakan adiknya akan dibawa Ardian.

Tanpa menghiraukannya, Ardian menuntun Sariel pergi dari tempat gelap ini menuju Bjarki.

“Ayahku pasti tak akan melepaskanmu begitu saja biadap!” ucap Namriel terdengar samar karena kini Ardian makin menjauh.

Akhirnya Ardian berhasil mendapatkan Elf perawan bersuara merdu bernama Sariel.

Lama sudah Ardian dan Sariel berjalan dalam diam menempuh perjalanan keluar hutan.

Dirasanya kecepatan langkah Sariel makin melambat, ia lihat dengan seksama kaki cantik salah seorang dari bangsa elf tersebut ternyata mulai lecet-lecet karena gesekan dengan bebatuan terjal.

Sedangkan Ardian masih lancar berjalan karena ia menggunakan sepatu militer.

Ardian peka terhadap kondisi kaki gadis tersebut yang lecet-lecet, Ardian memasang kuda-kuda, berniat menggendong gadis cantik tersebut.

Tanpa bicara sedikitpun, Sariel naik ke punggung Ardian lalu mereka melanjutkan perjalanan kembali.

Disela-sela diam mereka, Ardian mencoba membuka pembicaraan.

“Maafkan aku Sariel!” ucap Ardian Lirih.

Sariel hanya diam tanpa kata.

Lalu beberapa saat kemudian ia akhirnya mau berbicara juga dengan Ardian.

“Mengapa kamu tega melalukan ini?”

“Ceritanya panjang dan rumit” jawab Ardian dengan ekspresi murung.

“Aku siap mendengarkannya”

“O iya siapa namamu penjahat?”

“Namaku Ardian, baiklah, aku akan menceritakannya padamu, aku memiliki keluarga yang harus kuselamatkan, hanya dengan nyanyian elf aku bisa menyelamatkan mereka” lalu Ardian menceritakan lebih lanjut.

Setelah penjelasan Ardian panjang lebar, Sariel menanggapinya.

“Walaupun begitu tak seharusnya kau lakukan hal sekejam itu terhadap kakakku Ardian! mengapa kau tak datang ke perkampungan kami secara baik-baik? tanya Sariel sambil menitikan air mata mengingat penderitaan kakaknya diakibatkan perbuatan Ardian.

“Itu karena waktuku terbatas hanya sampai matahari terbit” jelas Ardian tanpa memberitahukan bahwa Sariel akan dikorbankannya kepada Shabh sebagai menu sarapan.

“Baiklah aku akan membantumu! Namun setelah aku membantumu segera bebaskan aku!” tawar Sariel.

Ardian hanya membalasnya dengan senyuman, tak tahu harus menjawab apa kepada gadis cantik yang berada di punggungnya itu.

“Kita harus cepat, waktuku amat terbatas” ucap Ardian mengalihkan pembicaraan.

Matahari sudah hampir terbit, akhirnya setelah berjalan semalaman, sampailah ia di bukit Bjarki, lalu dengan langkah lelah ia masuk ke dalam piramida kembali.

Dengan susah payah ia menghitung kelipatan bilangan untuk melewati pijakan jebakan sampai akhirnya selesai.

“Lina kau masih disitu?” ucap Ardian sesaat setelah sampai di ruang tengah piramida.

“Kak Ardian!” teriak Lina yang masih terikat sambil menunjukkan ekspresi wajah khawatir dan ketakutan, dari salah satu lengan Lina terlihat sebuah luka dan beberapa aliran darah yang mengering.

“Lama sekali! Aku sampai bosan! Ucap Shabh yang masih belum beranjak dari singgasananya sejak tadi malam.

“Aku sudah membawanya, dia adalah gadis elf yang masih perawan, ia pun pandai bersyair dan bernyanyi”

“Tunin?” ucap Sariel sambil menunjukkan ekspresi ketakutan.

“Jangan takut, menyanyilah duhai gadis elf yang cantik!” perintah Shabh.

Sariel sejenak menatap Ardian, Ardian hanya mengangguk kecil lalu memalingkan wajahnya karena tak tega.

Sebentar kemudian Sariel bernyanyi beberapa lagu dengan merdunya.

“Hahahah, bagus sekali, aku sangat terhibur, suaramu sungguh sangat merdu, suara merdumu menjadikan perutku semakin lapar” ucap Shabh yang kini tubuhnya berubah kembali menjadi bentuk naga hitam.

Mulutnya menganga lebar bersiap untuk memakan santapan berupa gadis elf perawan yang tersaji di depannya, menunjukkan gigi-giginya yang berupa taring tajam.

Sariel tak tahu apa yang sebenarnya terjadi, namun ia sadar bahwa ia akan segera dimakan oleh tunin di depannya itu.

“Elune ... Elune ...!” Ia hanya bisa bergumam, terduduk lemah ketakutan sambil memegangi kepalanya sendiri, tak tahu harus mencari perlindungan kemana.

Perasaan Ardian saat ini juga sedang kacau, disatu sisi ia sangat ingin Lina dan Lizbeth kembali kepadanya.

Namun ia merasa tak tega juga jika gadis tak berdosa yang bernama Sariel ini dimakan Shabh.

“Swish” shockwave hitam menghantam kepala sang naga, membuat kepalanya sampai terdongak ke belakang.

Serangan tersebut berasal dari Ardian, otak warasnya kini dapat berpikir dengan baik, ia sadar perbuatannya melibatkan Sariel sejatinya merupakan kesalahan, ia tak mau keserakahan menguasai dirinya lagi.

Ia bermaksud melawan dan akan mempertaruhkan nyawanya sendiri untuk menyelamatkan semua orang.

“Grrrrrrr apa yang kau lakukan Ardian? Apa kau ingin melawanku? Hahahahaha, apa kau pikir kekuatanmu cukup untuk mengalahkanku?" ucap Shabh meremehkan Ardian.

“Mundur Sariel!” perkataan Ardian sambil terengah-engah akibat baru saja mengayunkan pedang.

Ia bermaksud untuk melawan Shabh satu lawan satu.

"Shabh! Bukankah kau ksatria? Mari berduel!" ucap Ardian menantang sambil memasang kuda-kuda, ia pegang kuat pedang bayangan dengan dua tangannya bersiap melawan Shabh.

“Hahaha baiklah, jangan kau menyesal dan jangan tarik lagi kata-katamu seperti pengecut!” ucapan Shabh yang tubuhnya kini berubah lagi menjadi bentuk menyerupai manusia.

Ia berjalan pelan menuju peti-peti harta, lalu mengambil senjata cermin bernama “Forbidden One”.

“Cermin buatan Demon yang menarik” gumamnya lalu seketika cermin tersebut diubahnya menjadi pedang yang sangat mirip dengan milik Ardian lalu ia angkat tinggi-tinggi.

“Sumpah ksatria, namaku Dabbat al Shabh, aku akan bertarung sampai salah satu dari kami mati!” Ujar Shabh mengucapkan adab sumpah ksatria kuno.

“Haaaaaaaa . . . .” Teriak Ardian yang langsung melangkah maju hendak melakukan serangan pertama terhadap Shabh mumpung lawannya sedang lengah, ia berlari lalu seketika ingin menebas tubuh Shabh tepat di lehernya.

“Swish . . .”

Sebelum Ardian mencapai Shabh, Shabh tiba-tiba sudah meluncur sangat cepat bagai angin, kini tubuhnya sudah berada di sisi belakang Ardian dan menurunkan pedangnya sendiri, posisi mereka kini saling memunggungi.

“Terlalu cepat, itu tadi bukanlah kecepatan manusia biasa” batin Ardian, dari pipinya mengalir darah, ia tersayat satu luka sedalam sekitar satu centimeter hanya dalam waktu sekejab kurang dari satu detik barusan.

"Lamban!" ucapan Shabh sambil membetulkan gaya rambutnya.
 
Terakhir diubah:
suasana pun menjadi sunyi sembunyi di balik sepi,
menata satu cerita menjadi kenangan dalam jiwa,
mempersatukan suka dalam duka, suram serta keindahan,
menjadi coretan lama di dalam kehidupan,

masih ingatkah janji yang pernah kau ucap,
ketika senja menebarkan warna jingganya,
menyaksikan bait bait yang kau untai,
menjadi syair yang begitu indah,

karna kau bagian dari hidupku,
isi dari irisan jiwaku,
yang membuatku mampu tegar selalu,
arungi hudup karena janjimu,

lina oh lina ...

Bisakah aku melihatmu lagi,
Meski dalam gelap sekalipun,

Tersamar bias diri mu akan belenggu pikiran mu,
Melupakan kisah yang terajut dalam benang sutra,
Terlempar bak bulu domba yang tak berguna,
Mengasingkan ku dari kedalaman sisi hati mu,
Hingga dalam keterasingan ku,
Aku menyadari gugahan bayang kerinduan.
Aduh ini kok menyentuh hati banget, Lina mulai berpaling hati ke suhu nih, kalimatnya bener-bener indah, kalau ada lomba puisi ente pasti menang hu! :genit:
 
Status
Please reply by conversation.
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd