Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

[CHALLENGE 2] The Dream Painter

Dian Barra

Semprot Lover
UG-FR
Daftar
29 Nov 2010
Post
252
Like diterima
349
Bimabet



Kamu suka hujan?
Aku juga.
Karena setiap hujan, aku pasti akan mengingat hari itu.
Saat ucapan lirih dan lembutmu, terdengar di telingaku.
Pertanyaan dalam hati kita sama,
benarkah ini akan menjadi yang pertama sekaligus yang terakhir?

Kamu adalah yang paling menarik.
Sosok sempurna yang ada dalam dirimu.
Semakin aku mengagumimu, semakin aku merasa kehilangan.
Kehilangan?
Apakah kamu pernah menjadi milikku?

Aku titipkan hatiku padamu, kamu titipkan hatimu padaku.
Dengan janji, akan kita kembalikan, saat kita bertemu lagi.
Harapan kita, akan bertemu lagi.
Yang dulu terjadi bukanlah perpisahan.

Aku memahami arti harapan dari kata ‘jika kita bertemu lagi’...
 
Terakhir diubah oleh moderator:
The Dream Painter
by Dian Barra



Sebulan pun berlalu, dan Jodi masih berada di kota kecil ini. Semua kemampuannya sudah dicurahkan dalam persiapan ujian masuk perguruan tinggi negeri. Setelah mendapat restu dari orang tuanya, Jodi membulatkan tekad untuk bisa masuk perguruan tinggi negeri di ibukota propinsi.

Karena, ada Aya di sana, dan Jodi ingin menyusulnya kesana. Harapannya, dia akan berada di satu universitas dengan gadis yang selama ini dikaguminya. Dan semua perjuangannya sebulan terakhir, telah di tuntaskan pada ujian yang telah dilaksanakan sejak tadi pagi. Jodi kini bisa tersenyum lega, yakin akan bisa diterima dan menyusul Aya ke sana.


Aya masih menatap ke luar jendela bus yang di tumpanginya. Perjalanan ini sebentar lagi akan membawanya kembali ke kampung halamannya. Setelah sebulan penuh bergulat dengan buku dan soal, kini saatnya ia kembali dulu, menunggu pengumuman apakah ia akan diterima di perguruan tinggi impiannya. Pikirannya menerawang semakin jauh meninggalkan raganya, bahkan sudah terlebih dahulu sampai ditujuan sana, di halte dekat sekolahnya dulu. Sedang apa dia sekarang, bathin Aya.

Memang Aya tidak mengabari sesiapapun masalah kepergiannya kemarin. Bahkan pada Ifa, Susi, dan Rima pun dia tidak memberitahu. Apalagi Jodi. Duh, apakah dia mencariku? bathin Aya bertanya dan memantul kembali ke dinding ruang hatinya.

Kini, Aya kembali.
Sedikit memaksa pada ayahnya agar diizinkan kembali ke rumah ibunya terlebih dahulu, menunggu pengumuman kelulusan di kota kecilnya saja.

Illustrasi Aya :


Aya tertunduk, tangannya meraba sebuah buku tulis penuh sketsa yang berada dalam tas dipangkuannya. Bathinnya berbisik lirih, semoga bisa bertemu denganmu, malaikat penjagaku…


Diaz menatap sosok gadis berkulit putih bertubuh tinggi semampai berbalut kerudung putih, rok jeans dan kaos lengan panjang biru muda yang berjalan turun dari bus menuju ke arah angkutan kota di terminal itu. Tangannya segera membuang puntung rokok yang tinggal setengah, sebuah senyum sinis yang lebih mirip seringai serigala hadir di wajahnya.

Akhirnya dia kembali. Aku bisa membalaskan dendamku.

Dengan segera dia mengikuti kemana sang gadis melangkah. Dilihatnya sang gadis sudah naik ke sebuah angkot yang berada paling depan. Penumpang angkot itu baru dua orang, seorang remaja dan seorang ibu tua. Setelah sang gadis naik, dengan segera Diaz ikut masuk ke angkot tersebut, dan menutup pintunya.

“Jalan, Pul…“ kata Diaz pada sang supir sambil menepuk bahunya. Saipul sang supir itu menoleh dan menatap Diaz, setelah mendapat kode gerakan kepala dari Diaz, ia pun menyeringai dan segera melajukan angkotnya keluar dari terminal. Penumpang di dalam angkot itu segera keheranan dan mulai cemas, terutama sang gadis, karena angkot belum penuh dan kini pintunya pun tertutup setelah Diaz yang berpenampilan seram ikut naik.

Diaz mengeluarkan belati, dan menatap pada penumpang angkot yang kini tampak ketakutan.
“Kalau mau selamat, jangan macam-macam…! Diam semuanya…!” bentaknya pada seluruh penumpang angkot. Kini pandangannya diarahkan pada sang gadis yang tampak sangat ketakutan, dan Diaz pun tertawa melihat ekspresi wajahnya.

“Apa kabar, Aya cantik…?” seringai Diaz pada sang gadis, yang ternyata adalah Aya.
Aya menyadari siapa lelaki yang ada di hadapannya ini, Aya kini sangat ketakutan, tubuhnya sampai gemetar.

“Dulu, boleh ada yang jadi pahlawan buatmu..” kata Diaz lagi. ”Sekarang…., he.. he.. siap-siap ya, kita nanti akan bersenang-senang…”

Aya kini mulai menangis, sungguh dia sangat ketakutan kini.

“Ha.. ha… ha… Ke gudang tempat biasa, Pul…“ tawa Diaz sambil menyuruh sang supir.

Angkot itu melajut cepat menuju arah pinggiran kota, dan di sebuah jalanan yang sepi dan tak ada rumah disekitarnya, Diaz menyuruh sang supir berhenti sejenak. Remaja dan ibu tua itu disuruhnya turun, lalu angkot itu kembali melesat cepat. Tinggallah kini sang gadis seorang diri, tampak sangat ketakutan sambil mendekap tasnya.


“Joo….” teriak Ibu memanggil Jodi.

“Iya, bu… Sebentar…” jawab Jodi sambil menghampiri Ibunya.

”Coba kamu jemput Bude Sri di dekat lapangan di timur kota, kamu tahu, kan..? ”

”Yang dekat pabrik tas…? Iya Jodi tahu, Bu…”

”Iya… Udah cepat sana, tadi Budemu bilang, di angkot yang dinaikinya itu dirampok preman…”

Jodi terkejut, segera diraihnya jaket dan helm, kemudian Jodi langsung pamit dan menuju lokasi tersebut dengan sepeda motornya. Sekitar 20 menit kemudian, dia sudah menemukan Budenya didekat lapangan, masih bersama anak remaja yang se-angkot dengan beliau tadi.

”Di angkot tadi masih ada penumpang satu lagi, Mas…, cewek cantik…” kata si remaja pada Jodi, ”sepertinya cewek itu yang jadi target si preman, karena preman itu tahu namanya, dia menanggil dengan sebutan ”Aya cantik”, gitu…”

Jodi terkejut saat mendengar si remaja menyebut nama Aya. ”Ciri-cirinya gimana…?” tanyanya cepat.

Jodi kini mulai panik. Ciri-ciri yang disebut anak itu pas sekali dengan ciri-ciri Aya, berikut ciri preman yang menculiknya termasuk sebuah gudang tadi sempat diucapkannya.

Orang itu lagi, pikir Jodi.

Jodi segera menelpon Alfa.

”Halo…”

”Fa, kamu segera ke rumah Aya, kasih tau Kak Erry… Katakan Aya diculik oleh temannya yang pernah berkelahi dengan Kak Erry dulu… Aku sekarang di timur kotam, seputaran lapangan dekat pabrik tas…”

Alfa terkejut mendengar kabar itu, ”Kamu yakin, Jod…?”

”Yakin… Ada Budheku saksi mata saat Aya dibawa, kebeneran satu angkot…”

”Oke, aku segera ke rumah Aya…”


Jodi memohon maaf pada Budenya, dan menjelaskan bahwa penumpang yang masih ada di angkot yang dinaiki oleh Budenya tadi adalah teman sekelasnya, dan Jodi berniat menolongnya.

”Yo wis, aku rapopo… Biar nanti minta tolong carikan ojeg aja…” jawab Budenya. ”Kamu hati-hati lho, Jo…”

”Inggih, Bude… Jodi mohon pamit dulu…”

Jodi akan menstarter motornya ketika hapenya berbunyi. Alfa yang menelponnya.

”Halo…”

”Jo, ini Kak Erry…” terdengar suara bernada panik di seberang sana.

”Iya, Kak…”

”Tolong, Jo… Kamu kejar ke gudang tua yang dekat kebun jagung… Kalo gak salah di Desa Wonosari, arah ke selatan…” kata Kak Erry cepat. ”Tanya saja dengan orang-orang saat kamu sampai Wonosari, gudangnya agak masuk ke dalam. Abis ini aku langsung menyusul kesana…”

”Ok, Kak… Jodi paham…” tukas Jodi cepat, dan segera melarikan sepeda motornya menuju ke arah selatan.


Diaz mengikat Aya di salah satu tiang penyangga gudang tua tersebut. Mulut aya sudah disumpalnya dengan sapu tangan. Kedua tangannya terjulur ke atas, terikat menjadi satu dan ditarik tali pada balok yang melintang di atasnya. Kakinya tidak terikat, tapi jadi agak menjinjit karena tubuhnya bagaikan dikerek ke atas pada ikatan tangannya itu.

Aya menangis terisak, mencoba meminta belas kasihan Diaz.

”Ini semua ulah kakakmu…” kata Diaz dingin. ”Dia sudah meniduri adikku, lalu meninggalkannya begitu saja. Sekarang aku yang akan menidurimu, biar impas…”

Aya semakin ketakutan, kepalanya menggeleng kuat sambil menangis. Kini sudah terbayang apa yang akan dilakukan Diaz padanya.

”Kenapa…? Kamu keberatan, heh…?” kata Diaz sambil mendekatkan wajahnya ke wajah Aya, menatapnya dengan tajam.

”Adikku mencintai kakakmu setengah mati, tapi kakakmu malah mempermainkannya, merenggut keperawanannya lalu meninggalkan adikku begitu saja…” kata Diaz lagi. Amarah dan dendam tampak jelas dari sorot matanya yang memerah.

Aya bisa mencium bau ciu yang keras dari nafas Diaz. Kini Aya hanya bisa menangis, mengharapkan belas kasihan Diaz, mengharapkan ada yang bisa menolongnya. Diaz melangkah dan duduk di sebuah kursi tua, menyalakan rokoknya dan menenggak minumannya.

Aya semakin ketakutan ketika Diaz menatapnya dengan pandangan yang semakin mengerikan. Diaz menatap Aya, menyusuri lekuk tubuhnya dengan tatapan penuh nafsu.

Wajah yang cantik… bathin Diaz. Tubuhnya juga proporsional, kulitnya pun sangat putih bersih. Diaz menyeringai membayangkan apa yang ada di balik pakaian yang dikenakan Aya.

Lalu Diaz berdiri menghampiri Aya. Aya bergerak panik dalam kuatan ikatan pada tubuhnya, suara tangisnya pun terdengar semakin keras.

Jarak tubuh mereka kini tak sampai satu meter. Diaz menghembuskan asap pekat rokoknya ke wajah Aya, dan Aya langsung membuang muka. Diaz terkekeh.

”Kamu memang cantik, Aya….” Katanya sambil menyeringai, dan membelai pipi Aya. Aya langsung membuang muka.

Tangan Diaz kini dengan santainya malah turun ke pinggul Aya.

”Padat…” katanya sambil meremas pinggul indah itu.

Aya berusaha bergerak sebisanya berusaha menghindari sentuhan Diaz. Tapi Diaz malah menangkap pinggul Aya, dan Aya kini tak bisa bergerak lagi.

Tangan Diaz kembali meremas pinggul Aya hingga pantatnya yang sekal.

”Mantaaaap….” kekeh Diaz. Tangannya meremas pantat sekal Aya dengan perlahan. Diaz sangat menikmati perbuatannya.

Sementara Aya semakin terisak tak berdaya.

Puas meremasi pantat Aya, kini tangan Diaz bergerak ke atas, menyusuri sisi tubuh Aya, dan berhenti di bawah payudara Aya yang kini semakin tampak menjulang. Dengan lembut Diaz meremas buah dada indah itu dari luar baju yang masih lengkap dikenakan Aya, bergerak perlahan meremas dan memijatnya ke arah atas.

”Besar juga… Montok… Berapa ukuran tokedmu…?” tanya Diaz menatap Aya. ”36 ya…?”

Aya memejamkan matanya, semakin keras menangis.

”Jawab…!” bentak Diaz. Aya menjerit tertahan karena sumpalan di mulutnya, jadi dia hanya bisa mengangguk.

”He.. he… he… Pantesan montok banget…”

Tangan Diaz kembali menikmati buah dada Aya, meremasnya dengan perlahan namun sangat intens. Mau tak mau Aya pun terkadang melenguh dalam tangisannya.

”Kenapa…?” tanya Diaz sambil tertawa. ”Enak, ya…?”

Aya menggeleng kuat, tangisnya semakin memilukan.

”Kurang nikmat, heh…?? Kalo gitu aku bikin lebih nikmat ya…”

Tangan Diaz kini menyelusup ke dalam kaos yang dikenakan Aya, membelai dengan lembut mulai dari perut Aya yang langsing dan rata. Aya bergerak karena merasa geli. Diaz terus mengusap, menikmati kehalusan dan kelembutan kulit perut Aya, menggelitiki pusar dan sisi perut Aya secara bergantian. Aya semakin menggelinjang karena perlakuan Diaz, tersiksa karena merasa dilecehkan. Tangisan Aya semakin memilukan.

Tangan Diaz membelai ke punggung Aya, dan dengan kecepatan dan keahlian seorang penjahat kelamin, sekali jentik pengait bra yang dikenakan Aya sudah terlepas. Aya menjerit tertahan, matanya terbelalak ngeri.

Diaz mengangkat kaos yang dikenakan Aya, sekaligus mengangkat bra yang dikenakan Aya dan menyampirkannya di atas buah dada Aya. Kini buah dada Aya sudah jelas terbuka, putih, mulus, dan bulat menantang. Puting dengan aerola mungilnya membuat matanya melotot kagum. Jakun Diaz bergerak cepat penuh nafsu.

”Waaaahhhh….” Tatapnya kagum penuh nafsu. ”Luar biasa tokedmu, Ya…”

Aya menangis keras walau tertahan sumpalan sapu tangan di mulutnya, matanya dipejamkan erat sambil menggeleng dengan kuat. Tangan Diaz mulai meremas buah dada Aya yang indah, sekaligus keduanya diremas dengan kedua telapak tangannya yang kasar, dan pada akhirnya bermuara pada pilinan lembut pada putingnya.

Aya sampai merinding, tapi tertutupi oleh rasa takut yang luar biasa. Tangisnya yang keras segera terpotong oleh sebuah lenguhan keras ketika mulut Diaz tiba-tiba mengemut putingnya dengan penuh kelembutan.

Diaz sengaja memperlakukan Aya dengan lembut, mencoba menikmati tubuh indah yang sudah dibuatnya pasrah pada apa pun tindakan Diaz. Diaz sudah mendengar cerita adiknya Ina, bahwa Ina bercinta dengan Erry karena rasa cinta Ina pada Erry. Kini Diaz memperlakukan Aya dengan hal yang sama, seakan Aya adalah pacarnya yang harus diberikan kenikmatan penuh dan diperlakukan dengan lembut. Lagi pula, gudang ini terpencil dan mereka kini hanya berdua saja setelah tadi Ipul sang supir disuruh pergi oleh Diaz. Diaz merasa aman dan merasa telah memegang penuh semua kendali keadaan saat ini.

Dengan penuh nafsu, Diaz melumati buah dada Aya, memberikan rangsangan hebat selain memuaskan rasa kagumnya pada keindahan buah dada Aya. Akibatnya, Aya kini mulai merasa geli, walau masih teramat takut hingga susah merasa terangsang. Tapi Diaz tak peduli, dia sibuk menikmati mainan barunya yang indah.

Buah dada Aya yang sungguh putih itu, kini mulai tampak kemerahan di beberapa tempat, dan basah karena ludah Diaz yang intens menjilatinya. Aya mendongak menahan rasa geli dan rasa takut pada pemikiran akan sampai sejauh mana perbuatan Diaz.
Hampir setengah jam Diaz memuaskan rasa kagumnya pada buah dada Aya, dan Aya kini sudah tidak menangis lagi, setengah mati menahan rasa nikmat dan geli yang mendera buah dadanya bertubi-tubi. Buah dada yang sebelumnya tak terjamah oleh siapa pun, bahkan belum pernah terlihat oleh siapa pun selain pemiliknya sendiri, kini sudah penuh dengan cupangan merah dan bau air liur Diaz yang memuakkan bercampur aroma ciu.

”Gimana, nikmat kan…?” tanya Diaz sambil menyeringai, menyudahi permainannya pada buah dada Aya. Aya kini megap-megap karena perbuatan Diaz.

Diaz menarik saputangan yang menyumpal mulut Aya, dan membuat Aya kini bisa bernafas dengan lega, menyempurnakan aliran udara memenuhi paru-parunya yang tersenggal.

Diaz nyengir menatap Aya yang terengah-engah.

”Kita lanjutkan ke yang lebih nikmat, ya…? ”seraingainya penuh nafsu.

”Ampuuuunnn Maaasss…., hu… hu… Tolong lepaskan saya….” Tangisan Aya langsung terdengar.

”Gak bisaaaaa….. he.. he… he…. Udah nanggung nih, sayang kalo barang bagus gak dinikmati dulu…” kata Diaz sambil terkekeh sambil meremasi buah dada Aya.

Aya kembali menangis semakin keras, bahkan kini mulai menjerit.

”Silakan saja kalo mau menjerit… Sekalian menjerit yang keras… Kamu kira di pinggir hutan begini akan ada yang mendengarkan kamu, hah…” kata Diaz mengintimidasi Aya, dan sukses membuat Aya kini menangis sesugukan karena merasa jeritannya tak berguna.

”Anak pintar… ” kata Diaz tertawa. ”Sudah, simpan saja tenagamu buat nanti menjerit-jerit lagi nanti, tapi jeritan kenikmatan, ha… ha… ha…”

Diaz berjalan untuk mengambil kursi yang tadi didudukinya, kemudian menyeret kursi itu hingga mendekati tubuh Aya. Tanpa berbicara Diaz duduk, dan mengangkat rok yang dikenakan Aya. Kemudian kepala dan separuh tubuh bagian atasnya sudah lenyap di balik rok jeans panjang yang dikenakan Aya.

Aya terpekik ketika merasakan kedua tangan Diaz menyelusup diantara kedua pahanya, dan merasakan buah pantatnya segera didekap telapak tangan Diaz yang kasar, dan bagian depan vaginanya dapat merasakan kasarnya rambut Diaz, dan rasa panas dari nafas Diaz di depan liang kewanitaanya yang masih terbungkus celana dalam dan hotpans tipis. Seketika kakinya langsung melebar karena dorongan tangan Diaz. Kepala Aya langsung terlonjak ke belakang ketika merasakan mulut Diaz sudah mencaplok vaginanya walau masih tertutup oleh celana.

Hawa panas yang Aya rasakan pada bagian bawah sana karena hembusan nafas Diaz. Aya seketika menjerit penuh kengerian karena sebuah perbuatan yang tak pernah dia bayangkan sebelumnya.

Jeritan memilukan itu terdengar bersahut-sahutan, tiada henti seiring gigitan sang serigala pada titik mematikan pada tubuh mangsanya. Setengah mati Aya menggerakkan tubuhnya, agar Diaz tak dapat mengakses ke vaginanya seperti itu. Namun Diaz masih saja melumat vagina Aya yang masih terbalut celana dalam itu. Rontaan Aya semakin menggila.

Diaz segera menarik hotpants sekaligus celana dalam Aya dengan keras, terdengar suara robek di bawah sana. Jeritan Aya semakin membahana, karena kini Diaz bisa langsung mengakses vaginanya tanpa penghalang lagi.

Diaz masih sibuk menggerakkan kepalanya, menggoyang agar lidahnya semakin maksimal mengerjai permukaan vagina Aya. Bibir dan lidahnya bergerak kompak memberikan jilatan dan kecupan, bahkan hisapan.

Suara tangis dan jeritan Aya, sungguh terdengar memilukan.

”Sekarang, menu utama…, ha… ha… ha…!” Diaz tertawa keras, sambil menyapu bibirnya yang penuh belopotan ludahnya sendiri.

Diaz merangkul Aya, tangannya bergerak membuka kancing dan restliting rok yang kenakan Aya. Dengan segera dipelorotkan rok itu, jatuh di lantai dan segera ditendangnya agar tersingkir dari kaki Aya.

Aya hanya bisa terisak, kini dirinya sudah tidak bertenaga lagi.

”Jangan, Mas… hikz…. Aya mohon jangaaann….” Isaknya pilu.

Dias tak peduli. Segera dia melepaskan celananya, dan membiarkannya melorot sampai ke lutut. Diraihnya kaki Aya, dan Diaz kini menempatkan tubuhnya dengan penis yang sudah teracung tegak dan menempelkannya ke vagina Aya.

”Sekarang aku bisa merasakan juga apa yang sudah kakakmu rasakan…!” katanya sambil tertawa penuh kemenangan. ”ha… ha…. ha…. begini rasanya ngentot adik teman sendiri…!”

Aya hanya mampu sesugukan saat Diaz menempelkan kepala penisnya dan berusaha memasukkannya ke liang vagina Aya. Walau sudah dioral sekian lama, vagina Aya yang samasekali tidak terangsang membuatnya kesulitan menjejalkan kepala penisnya ke dalam liang vagina Aya.

”Aaahhh….! Ampuuun Maaass…! Sakiiiitttt….!” Jerit Aya ketika kepala penis Diaz mencoba masuk, tetapi karena vaginanya kering maka hanya kepedihan yang dirasakan Aya pada liang vaginanya itu.

”Aasssuuuu….! Susah bener sih…!” maki Diaz.

Diaz meludah di telapak tanganya dan membalurkannya ke kepala penisnya. Kemudian Diaz mencoba lagi. Masuk… Kepala penis Diaz mulai membelah liang vagina rapat milik Aya.

Aya melolong, menjerit kesakitan.
Diaz mendengus, mencoba dengan keras agar penisnya bisa masuk lebih dalam lagi.
Tapi tak ada kemajuan, yang ada kini kepala penisnya mulai merasa perih. Diaz kembali memberi ludah ke kepala penisnya, dan mencoba menusuk lagi.

Kini sudah masuk lebih dalam dari yang pertama tadi.
Aya menjerit, antara kesakitan dan ketakutan yang teramat sangat pada perkosaan yang dihadapinya kini. Diaz mencoba bersabar, dengan perlahan Diaz mulai memajumundurkan kepala penisnya dalam liang vagina Aya agar bisa masuk semakin dalam.

Kini Diaz bisa merasakan, sebentar lagi dia akan mencapai batas selaput dara Aya. Jeritan Aya semakin keras saat kepala penisnya mampu mencapai batas itu.

Diaz menyeringai puas.
Dengan sekali hentakan lagi, maka akan robeklah selaput dara Aya, membayar keperawanan Ina yang diambil oleh Erry.

Diaz berkonsentrasi, mengumpulkan seluruh tenaga pada pinggulnya, bersiap melepaskan tembakan terakhir yang akan menjebol tembok penghalang kesucian Aya.

BUUUGGGKKKHHH…!

”Aaaaaaakkkkhhhh…..!”

Buuuggggkkkhhhh….!

”Aaakkkhhhh…. Aaaaannnjjiiiiiiinnnggggg…..!”

Diaz terguling, tautan penisnya dengan liang vagina Aya terlepas seiring dengan terhempasnya tubuh Diaz ke lantai dan kemudian meringkuk penuh kesakitan. Dua kali hantaman balok kayu ke punggungnya membuatnya terkapar.

Sebuah tendangan keras menghantam wajahnya, saat kesadarannya masih belum belum pulih untuk melihat siapa yang penyerangnya itu.

”Jodi….” kata Aya lirih.


”Nyari opo tho, Le…?” sapa seorang pria tua pada Jodi yang masih celingukan di pinggir jalan, di atas sadel sepeda motornya.

”Eh… Bapak…” kata Jodi terkaget. ”Maaf, Pak… Mau numpang nanya, apa di daerah sini ada bangunan gudang yang tidak terpakai…?”

”Gudang bekas pabrik kopi, maksudmu…?” tanya si Bapak balik., ”… ada… Itu kamu ikuti jalan masuk yang belok kiri itu, teruuuuusss aja, nanti dekat ladang jagung ada gudang tua…”

”Ooh, gitu… Makasih banyak ya, Pak… Saya permisi…”

Sebuah bagunan gudang kini tampak di depan sana, Jodi menghentikan sepeda motornya dan meninggalkannya begitu saja di pinggir jalan yang dipenuhi rumput itu. Segera ia berlari ke arah gudang itu. Semakin dekat ia dengan gudang itu, semakin jelas telinganya mendengar suara jeritan perempuan.

Jantung Jodi semakin berdebar kencang, dia mempercepat larinya.


Jodi sudah tak mengatakan apa pun, seluruh perhatian dan tenaganya kini hanya dicurahkan untuk menghajar Diaz. Emosinya yang membludak, ditumpahkannya pada dua kali hantaman balok kayu, yang kemudian disusul dengan tendangan ke kepala Diaz.

Jodi terengah-engah, nafasnya sesak seiring dengan emosinya yang sudah mencapai ubun-ubun. Dicobanya untuk mengatur nafas sejenak, untuk kemudian melepaskan sebuah tendangan lagi ke kepala Diaz.

Duuaaaaggghhhhkkkk….

Diaz pingsan setelah tendangan kedua ini. Bibirnya penuh darah, beberapa giginya lepas, dan tulang hidungnya patah.

Jodi sampai jatuh berlutut, kemudian mencoba menenangkan nafasnya yang semakin tersengal. Dicobanya untuk mengendalikan emosi. Tatapan matanya penuh dengan kemarahan menatap Diaz yang kini tergolek tak sadarkan diri.

Setelah nafasnya tenang, Jodi perlahan berdiri, kemudian menatap Aya yang terikat dan tergantung pada kedua tangannya. Hatinya hancur menatap kondisi Aya yang sangat mengenaskan. Aya masih mengenakan kerudungnya, tapi kaos dan branya sudah tersingkap ke atas memamerkan buah dadanya, sementara bagian bawah Aya polos tanpa sehelai benangpun, memperlihatkan pinggul yang indah dan kaki yang mulus jenjang dengan hiasan bulu halus dipertemuan kedua pahanya.

Jodi hampir menangis melihat keadaan Aya.

Jodi segera berusaha melepaskan ikatan tali yang sejak tadi mengunci Aya dalam ketidakberdayaan. Cukup susah.
Akhirnya ikatan itu terlepas. Jodi segera meraih tubuh Aya dan mendekapnya. Aya menangis dalam dekapan Jodi.

”Sudah…. Cup… Sudah…” Jodi mencoba menenangkan Aya, tangannya mengusap kepala Aya. ”Sudah aman… Aya sekarang tenang, ya….”

Jodi membiarkan Aya menangis dalam dekapannya. Sebelah tangannya memeluk tubuh Aya, sementara sebelah lagi membelai lembut kepala Aya yang masih terbalut kerudung, mencoba menenangkannya.

Akhirnya, Aya bisa juga tenang, walau masih sesugukan dengan sisa tangisnya. Dengan dibantu Jodi, Aya membenahi pakaiannya yang awut-awutan. Jodi melepas jaketnya dan mengenakannya di tubuh Aya.

Aya menatap Jodi penuh rasa terimakasih. Jodi pun menatap Aya, walau tak bisa di pungkiri wajah Jodi terlihat begitu sedih.


Suara memekakkan dari puluhan knalpot sepeda motor berhenti di depan gudang itu, tak lama setelah Aya selesai membenahi pakaiannya. Saat Erry dan teman-temannya berlari masuk ke gudang itu, Jodi sedang mengikat Diaz yang masih pingsan.

”Ayaa… Kamu gak apa-apa, dek…??” teriaknya khawatir begitu dia melihat Aya. Aya segera berlari memeluk kakaknya dan menangis lagi.

”Kaaakkk… Aya takut banget….” Tangis Aya dalam pelukan kakaknya. Tiba-tiba Aya terkulai pingsan dalam pelukan kakaknya.

Erry terkejut, setika Erry memeluk Aya penuh rasa bersalah, matanya menatap Jodi yang kini sudah berdiri setelah selesai mengikat Diaz. Perlahan Erry melepaskan pelukan Aya, dan menyerahkan Aya yang masih pingsan pada Jodi, sebelum memburu Diaz yang masih tergeletak.

”Setaaaaannnnnn……!” teriak Erry penuh emosi. ”Gue bikin mampus lo, anjiiing…!.” Katanya sambil menendangi tubuh Diaz bertubi-tubi.

Beberapa teman Erry terlihat ikut terpancing emosi. Mereka menghajar tubuh Diaz yang tak berdaya.

Teman-temannya yang lain mencoba untuk menenangkan mereka. Terjadi tarik menarik antara yang masih ingin menghajar Diaz, dengan yang ingin melerai.

”Sudah…! Sudaaahhh…!” teriak salah seorang di antara mereka. ”Kalo anak ini sampai mampus, kita bisa berurusan dengan polisi…!”

Akhirnya, tindakan Erry dan teman-temannya yang menghajar Diaz mereda. Jodi hanya mampu menatap apa yang mereka lakukan. Erry segera menelpon ayahnya, dan menceritakan apa yang terjadi.

Tak lama kemudian, tempat itu sudah dipenuhi oleh polisi. Saat polisi tiba tadi, di gudang itu hanya ada Jodi, Erry, Aya dan Diaz yang terkapar. Seluruh teman-teman Erry sudah disuruhnya pergi, agar tidak berurusan dengan polisi.

Ambulan membawa Aya ke rumah sakit, sementara mobil pick-up polisi mengikutinya dengan Jodi dan Erry duduk di bagian depan, dan tubuh Diaz yang masih tak sadarkan diri digeletakkan di bak mobil, dijaga oleh beberapa orang polisi.


Dua hari setelah peristiwa itu.

Jodi duduk di kursi sebelah ranjang tempat Aya dirawat. Aya masih terbaring, tertidur dalam pengaruh obat penenang. Beberapa kali Aya berteriak histeris saat dia terbangun, dan itu membuatnya harus diberikan obat penenang oleh dokter.

Jodi menatap Aya dengan penuh kesedihan. Visum untuk Aya sudah dilakukan walau hasilnya belum keluar. Jodi menggenggam tangan Aya, mencoba memberikannya kekuatan, juga pada dirinya sendiri.

Sejak kemarin, Jodi telah memberikan keterangan di kantor polisi berkaitan dengan kejadian yang menimpa Aya. Begitu pun kini, Jodi diminta menjaga Aya karena Erry dan ibunya masih harus memberikan keterangan pada polisi saat ini.

Kepala Aya bergerak, menoleh lemah ke kiri dan ke kanan. Keningnya berkerut, mulutnya agak terbuka. Jodi menatap dengan cemas. Dia ingin Aya segera sadar, namun tak ingin Aya histeris kembali.

Jodi sudah hampir lari untuk memanggil dokter, saat mata Aya terbuka dan menatapnya lemah.

”Jodi….”

Jodi tersenyum, membalas tatapan Aya dengan lembut. ”Aya… Syukurlah Aya sudah bangun…”

”Sebentar, ya… Jodi panggilkan dokter dulu….” kata Jodi, tapi langkahnya terhenti ketika melihat tangan Aya terangkat, berusaha menggapainya.

”Gak usah…” jawab Aya lemah. ”Aya gak apa-apa, kok…”

Jodi meraih jemari Aya, dan langsung digenggam erat oleh Aya. ”Jodi di sini aja, temani Aya…” kata Aya, dan Jodi segera duduk kembali sambil tetap menggenggam tangan Aya.

”Aya haus, Jo…”

Jodi segera memberikan Aya minum dari gelas air putih melalui sedotan. ”Sedikit saja dulu…” kata Jodi.

”Tadi Kak Erry dan Ibu ada di sini… Tapi sekarang sedang keluar sebentar, katanya ada yang di urus. Jodi yang disuruh nemenin Aya di sini…” kata Jodi.

”Keadaan Aya gimana, Jo…? Apa kata dokter…?” tanya Aya langsung, sambil menatap Jodi lekat, meminta jawaban yang jujur dari Jodi. Jodi tersenyum lembut pada Aya.

”Kata dokter, Aya baik-baik aja… Aya akan segera sehat…” jawab Jodi, yang sebenarnya tak tahu apa yang harus dia sampaikan sebagai jawaban atas pertanyaan Aya.

”Bohong….” Kata Aya lirih. ”Aya diperkosa, Jo….” Aya kini mulai menangis.

”Ssshhh… Sudaaahh… Jangan dipikirkan dulu… Gimana mau sembuh kalo Aya masih mikirin itu terus…” kata Jodi mencoba menenangkan Aya.

”Aya sekarang sudah kotor, Jo… Sudah gak ada artinya lagi, Aya sudah rusak… Gak ada lagi yang bisa Aya banggakan…” tangis Aya semakin menjadi.

Jodi semakin erat menggenggam tangan Aya. Mencoba menenangkan Aya.

”Kata siapa…? Siapa yang bilang Aya kotor…? Siapa yang bilang Aya sudah rusak…?” kata Jodi sambil tersenyum menatap Aya. Tangannya membelai kepala Aya.

”Tapi Aya diperkosa, Jo…” jerit Aya lemah, airmatanya mengalir dan segera diusap oleh Jodi.

”Tapi gak kalo buat Jodi…” kata Jodi sambil menatap Aya dengan penuh kasih sayang. ”Aya tetap gadis terbaik yang pernah Jodi kenal… Buat Jodi, Aya tetap suci. Jodi juga belum tau gimana kondisi Aya, tapi seburuk apa pun itu, tetap gak pengaruh buat Jodi… Aya tetap yang terbaik buat Jodi…”

”Aya sudah gak pantas menerima itu, Jo… Aya sudah kotor… Aya sudah rusak, gak suci lagi…” tangis Aya semakin menjadi.

”Pantas, kok… Masih sangat pantas…” kata Jodi lagi, sambil membelai wajah Aya. ”Terimalah Jodi menjadi kekasihmu… Sejak dulu Jodi sangat mencintai Aya, terimalah cinta ini… Akan Jodi buktikan bahwa itu semua samasekali gak mempengaruhi rasa cinta Jodi pada Aya…”

Jodi menatap mata Aya lekat-lekat. Mengusap airmata Aya yang mengalir.
Mereka kini saling menatap dalam.

”Kenapa baru bilang sekarang….?” bisik Aya lemah. ”Kenapa gak bilang dari dulu, saat Aya masih suci…”

”Sama saja…” balas Jodi sambil tersenyum. ”Rasa cintanya tetap sama… Bahkan kini rasa cinta pada Aya semakin besar… Jodi sangat ingin menjadi pacar Aya, menjadi kekasih Aya… Aya mau kan, menjadi kekasih Jodi…?”

”Tapi sekarang keadaan Aya….”

”Ssshhh… Jangan diungkit lagi hal itu…” sergah Jodi cepat, memotong ucapan Aya. ”Jodi sudah bilang, kan…? Buat Jodi, Aya tetap yang terbaik, gak ada yang berubah…”

”Aya gak layak menerima rasa cinta darimu, Jo…”

”Siapa bilang….?” kata Jodi dengan lembut.

”Keadaan Aya sekarang ini…”

”Makanya…. Segeralah sembuh… Lupakan semua peristiwa pahit itu. Aya harus semangat untuk pulih kembali. Karena Jodi sangat ingin melihat Aya bisa pulih lagi. Harapan terbesar Jodi saat ini adalah melihat Aya pulih seperti sediakala, itu yang akan membuat Jodi bahagia….” kata Jodi sambil menatap mata gadis yang sangat dicintainya ini.

Aya menatap Jodi dalam-dalam, mencoba menyelami kesungguhan ucapan Jodi.

”Aya mau, kan… membuat Jodi bahagia…?” tanya Jodi sambil membalas tatapan Aya. ”Terimalah cinta Jodi… dan kita saling berjanji untuk saling membahagiakan sampai akhir hayat kita…”

”Jodi baik banget sama Aya…” kata Aya lirih, menatap Jodi penuh rasa haru. ”Keadaan Aya sudah hancur begini, tapi Jodi malah meminta Aya menjadi kekasih Jodi… Tapi Aya merasa sudah gak pantas lagi buat kamu, Jo…”

”Terimalah Jodi, nak…” tiba-tiba suara bariton yang berwibawa terdengar dari arah pintu kamar. Serentak Jodi dan Aya menoleh ke arah suara itu. Tampak seorang pria setengah baya berseragam perwira polisi, Kak Erry dan Ibunya.

”Ayaaaahhh….” Aya langsung berteriak, menangis memanggil ayahnya.

Ayah dan ibunya langsung menghampiri Aya. Jodi segera berdiri memberikan tempat untuk sang Ayah. Kini Jodi menyaksikan Aya memeluk ayah dan ibunya sambil menangis.

Sebuah tepukan hangat dirasakan Jodi di bahunya. Kak Erry menatapnya dengan hangat, dan merangkul Jodi dengan erat, sambil memperlihatkan sebuah map berwarna kuning. Jodi tersenyum sambil mengangguk hormat pada Kak Erry.

Tak lama berselang, tangis Aya pun reda, dan ayah memanggil Jodi dan Kak Erry.

”Ayah sudah tahu semuanya, ayah sudah dengar semua pembicaraan kalian tadi…” kata ayah sambil menatap Aya dan Jodi bergantian. Kak Erry dan Ibu hanya tersenyum-senyum menatap mereka.

”Ini hasil visum dokter…” kata Ayah sambil mengambil map kuning yang diulurkan oleh Kak Erry. ”Syukurlah, hasilnya adalah kabar baik bagi kita semua… Organ genital Aya memang mengalami memar dan lecet, tapi itu akan segera sembuh…”

Aya dan Jodi menunggu dengan cemas apa yang akan disampaikan ayah selanjutnya.

”Syukurnya… dan kabar baiknya….” kata Ayah sambil tersenyum, sengaja menahan penjelasannya untuk membuat kedua anak itu penasaran.

”Pelaku belum berhasil merusak keperawan Aya…” kata Ayah sambil tersenyum bahagia. ”Selaput dara Aya tidak sampai terkoyak…”

Seketika terdengar ucapan syukur dan bahagia dari Aya dan Jodi. Sang Ayah tersenyum menatap mereka berdua.

”Makanya… Ayah tadi bilang, terimalah cinta Jodi…” kata Ayah sambil menatap Aya. ”Jodi sudah menunjukkan ketulusannya padamu, padahal dia belum tahu bagaimana sebenarnya keadaanmu.... ”

Aya dan Jodi saling menatap, rasa bahagia terpancar dari kedua mata mereka yang saling bertemu pandang.

”Ayah dan Ibu, merestui hubungan kalian apabila kalian memang ingin menjadi sepasang kekasih…” kata Ibu sambil tersenyum lembut pada kedua anak itu.

”Tapi kalo Erry belum mau memberikan restu buat mereka, Bu…” kata Erry tiba-tiba.

”Lhooo…. Kenapa bisa begitu, Er…?” tanya Ayah.

”Jodi harus bisa menunjukkan kalau dia memang bersungguh-sungguh, Yah… Dia harus menjaga Aya dengan baik….” kata Erry tegas. ”Restunya nanti saja, kalo mereka mau menikah…”

Sang Ayah tertawa mendengar perkataan Erry.

”Kalau begitu, mulai sekarang kamu harus memberikan contoh yang baik buat mereka berdua…” kata Ayah sambil menatap Erry. ”Gimana…? Bisa kamu…?”

Erry langsung terdiam dengan penuh malu. ”Akan Erry usahakan, Yah…”

”Bagus…” kata Ayah sambil menepuk pundak Erry dan merangkulnya.

”Jodi, kamu harus bisa membuktikan apa yang kamu bilang pada Aya tadi…” kata Ayah sambil menunjuk Jodi. Jodi langsung salah tingkah di buatnya.

”Maaf, Oom… Masih belum bisa…” jawab Jodi pelan, tapi jelas terdengar.

”Kenapa belum bisa…?” tanya Ayah dengan heran. Matanya menatap Jodi dengan tajam.

”Aya masih belum menerima cinta saya, Oom…” kata Jodi lirih, sambil menundukkan wajahnya.

Seketika tawa Ayah dan Kak Erry meledak di ruangan itu, sementara Aya memeluk Ibunya dengan erat karena merasa sangat malu.

”Sudah, Yah…” kata Erry sambil tertawa. ”Kita nikahkan saja mereka berdua…”

”Ibuuuuuu……” Aya menjerit penuh rasa jengah dan malu, sambil bersembunyi di bawah ketiak ibunya. Sementara Jodi semakin menundukkan wajahnya karena malu.

Ayah, Ibu, dan Kak Erry malah semakin keras mentertawakan mereka.


Aku akan melanjutkan kebiasaanku
Melukis wajahmu dengan pensil di sebuah buku tulis
Walau kini tak lagi aku lakukan dengan diam-diam
Karena kamu sudah tersenyum dari sana, menanti jemariku selesai menggoreskan garis wajahmu

Aku memang si pelukis mimpi
Tapi kini aku tidak melukismu sebagai gadis impianku lagi
Karena yang aku lukis kini
Sudah menjadi impian kita

Jalanilah hari bersamaku
Dalam sebuah janji untuk setia selamanya
Dampingi aku, berikan kekuatan untukku
Agar aku mampu melukis impian kita di masa depan
Untukmu
dan Untukku.

Aya tersenyum menatap Jodi, setelah membaca sebuah puisi yang tertulis disebuah kertas putih yang diselipkan dalam novel yang berjudul Rasa Cinta di Ujung Senja milik Aya yang baru saja dikembalikan Jodi padanya.

Tangan Aya meraih tas yang di bawanya, dan mengeluarkan buku tulis milik Jodi yang penuh dengan lukisan Aya di dalamnya.

”Ini… Aya kembalikan juga bukunya…” kata Aya sambil membuka halaman terakhir dan menyerahkannya pada Jodi. Jodi pun meraih buku itu, sambil menatap sketsa wajah Aya yang terakhir di buatnya.

Jodi tersenyum.
Sketsa berjudul The Dream Painter itu telah ditambahi tulisan oleh Aya dengan tinta berwarna biru.
by : my Guardian Angel

Tahukah anda jika cinta tidak hanya bisa mengalir lewat tatapan mata...?
Cinta juga bisa hadir lewat tulisan yang menyentuh hati..




s e l e s a i
 
Terakhir diubah:
Ucapan Terima Kasih


The Dream Painter adalah sebuah kisah tentang dua anak manusia, yang harus mengalami sebuah peristiwa pahit dalam hidup mereka.

Peristiwa pahit yang mempersatukan mereka
Yang menjadi jembatan untuk hati mereka

Kisah ini, sejatinya adalah sebuah kisah yang saya buat sebagai bentuk kekaguman saya pada sebuah karya yang berjudul First Love Story dari Suhu Mexsivi, yang kemudian diteruskan oleh Suhu KeyBiru13. Kisah yang sangat saya sukai, sekaligus memberi inspirasi.
Kepada kalian berdua, terimalah ini sebagai tanda hormat saya pada kalian berdua, sekaligus permohonan maaf dan permohonan izin untuk menggunakan karakter dan kisah yang sudah kalian buat.

Juga kepada Juri event kali ini, semoga kisah ini memenuhi semua syarat, dan tak ada peraturan yang dilanggar.

Terimalah persembahan Dian Barra untuk event kali ini.
Semoga bisa dinikmati
 
Terakhir diubah:
wuih, langsung posting aja bang? :beer: mantab :D
 
wuih, langsung posting aja bang? :beer: mantab :D

sumpah, bang...
daftar event ini jadi beban banget...
pengen buru buru selesai :D
nanti lah bisa di edit lagi, beneran ini buru buru ngerjainnya...

bebas euy... :semangat:

abang juga rilis geh... dah lama selesai kan, ceritanya..? :beer:
 
habis ini. sibuk nyari gambar ilustrasi :D
 
tipikalnya om DB, bikin cerita galau.
tapi cukup happy ending. :D
Ane kali ini bikin ending yang aneh. :D
 
Cinta nya dapet bingittttt,
Tapi adegan perkosaannya
Keliatan kalo si om g tega :ha:
Berhubung saya org yg belum sreg bener ama genre ini
Ceritanya bisa sy nikmati secara keseluruhan

Ngomong opo to ak iki
:bingung:
 
lah sama, ane juga nggak sreg ama genre ini.
Makanya cerita ane agak nyeleneh. Hihihihi
 
nyimak! Geleng geleng bacanya, para suhu semprot ijinkan newbie membacanya!
 
tipikalnya om DB, bikin cerita galau.
tapi cukup happy ending. :D
Ane kali ini bikin ending yang aneh. :D

ane baca Black Valentine nya abang, gak bisa sekali... :benjol:

Mantap punya, sekalinya keluar mainstream, langsung extreme... :beer:
 
:suhu:
menyentuh sekali..


mari..bang!
:ampun:
:kopi:
___​

makasih banyak, suhu... semoga bisa dinikmati karya seadanya ini... :beer:

Cinta nya dapet bingittttt,
Tapi adegan perkosaannya
Keliatan kalo si om g tega :ha:
Berhubung saya org yg belum sreg bener ama genre ini
Ceritanya bisa sy nikmati secara keseluruhan

Ngomong opo to ak iki
:bingung:

asleee gak tega, bang...
Aya adalah tokoh favorit ane di cerita suhu mexs itu, ada rasa sayang buat ngerusak Aya... :galau:

lah sama, ane juga nggak sreg ama genre ini.
Makanya cerita ane agak nyeleneh. Hihihihi

setuju... :D
rasanya seperti makan bakpau pake cuka :p
perkosaan jadi scene terakhir yang ane garap... :galau:

Tapi salut buat idenya Panitia, AntiMainstream... :jempol:

nyimak! Geleng geleng bacanya, para suhu semprot ijinkan newbie membacanya!

Silakan, suhu...
semoga bisa dinikmati... :beer:
 
hebat salut mungkin hanya bisa bilang karya yang luar biasa sangat menyentuh perasaan keren ,,,,,,
 
:baca: dulu dan tinggalin jejak :taimacan:
 
haduh haduh haduh haduh hanya bisa baca dan menikmati ceritanya! Kelas berat lagi ini, kalau ane yang jadi jurinya, pasti dah pusing sendiri! Pokoke top lah :beer: tombo ngantuk
 
cerita nya bang arci ber-MindF**k ria :pusing:

ceritany bang DB menyentuh hati :hua:

:ampun::ampun::ampun:
 
Bimabet
Ish... Ish... Ish... Ckckckckckck ...
:jempol: dahsyat bener bang...

Plot yang benar-benar memukau, dari Beginning, Middle hingga Endingnya, ane nyaris nggak mau melewati satu huruf pun untuk dibaca.
Konflik yang diramu begitu hebat oleh penulis hebat, dan yang paling bikin ane sampai meneteskan airmata bahagia (seakan-akan anelah tokohnya) pada bagian Endingnya...

#ngomong apa sih ? Kayak penulis hebat aja :)#

Pokoknya, The Best :jempol: sanggup membuat ane (mewakili para reader) terbawa arus cerita...

:beer: :jempol:

Mnohon maaf bang DB, dah komen yang panjang...
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd