Agen Terpercaya   Advertise
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CInta Bersampul

Bimabet
Seru lihatin kedekatan ray dan cia, lanjut lagi suhu...
 
Wkwkww.. Sepi gpplah.. Yang penting berkarya. Lanjutkan
Soal nya masuk di sub forum cerita suhu...
Emang jarang yang mampir di forum ini.
 
wkwkwk.. ane ubah judulnya ah.. biar gak ketauan sama judul kayak di wttpad
 
Part 13







Liburan semester pun berakhir, tak terasa ia naik satu semester lagi yaitu semester 3. Tapi kali ini kelas kembali di pecah. Ray tak sekelas dengan edo dan shanty lagi

"ray tunggu, "

"woiiiiii" teriak edo saat ray keluar dari lift kampus,

"hoiii... "

"budek ah, gue panggil juga." ray hanya tersenyum.

"balik lo?" anggukan pelan ray

"oh ia ray, gimana lo sama cia?" tanya edo sambil menyenggolkan sikutnya.

"gimana apanya?" jawab ray mencoba tak membahas cia di depan edo.

"makin deket gak?" ray tak menjawab pertanyaannya hanya mengangkat bahunya.

"yaahh payah , feeling gue nih ya setelah liat cia semakin yakin ray, kayak cia ada perasaan ke lo dehh" ucapnya sambil menatapnya serius

"sok tauuuuuu!"

"seriusan, kenapa gak coba lo ungkapin sebelum di duluin si andri," ray mengehentikan langkah kakinya.

"Soal itu," ray langsung terdiam sejenak.

"Gue gak yakin do hehe."

"Jujur aja gue udah nyaman kayak gini" helaan nafas ray seolah pasrah, mengingat kembali perkataan andri waktu dulu. Hal itu membuat rasa pesimis.

"ya seenggak jangan di pendam ray, rasanya lebih perih di banding di tolak loh"

"gue bantuin deh.. kalau lo di tolak setidaknya lo tau sebenernya gimana perasaan cia ke lo, gimana?"

"kalau gini terus, lo gak bakalan tau ray, lebih baik sakit mana?"

"tinggal dari lo aja ray" lanjut edo seolah berusaha meyakinkan kepadanya, ray hanya terdiam dan melanjutkan langkah menuju parkiran.

"inget kata-kata gue rayyy" teriak edo saat ray tak menjawabnya dan memilih langsung pulang.

***

Ucapan edo ada benarnya, setidaknya biarkan tau sebenarnya agar ray tak menganggap kedekatan cia adalah sebuah harapan.

Setelah berhari-hari memikirkannya, ray pun dikit demi sedikit menuliskan perasaannya di selembar surat dengan kata-kata yang tak terlalu berlebihan.

"fuhh, selesai" helaan nafas panjangnya saat selesai menulis, di lipatnya dengan rapih dan di masukannya kedalam amplop putih dengan rapih.

"gue gak yakin, tapi setidaknya mencobanya" ray terus memandangi suratnya.

Terdengar beberapa orang berlari dari dalam kelas membuat ray langsung keluar kelasnya.

"ada gempa apa bom?" gumamnya semakin penasaran karena banyak mahasiswa berjajar di pinggir tangga seperti ada sesuatu yang terjadi.

Dengan susah payah ray pun bisa melihat apa yang terjadi dari lantai 4. " itu kan andri" ray melihat andri berdiri di tengah lobby kampus sambil memegang saxophone,

Dan dari kejahuan terlihat cia berjalan perlahan dengan penutup mata. Semua mahasiswa sekejab membisu sampai cia berada di tengah-tengah bersama andri.

Penutup matanya pun terbuka perlahan, cia terlihat sangat terkejut sambil menutup wajahnya. Matanya melihat sekeliling karena begitu banyak mahasiswa yang melihatnya di bawah sini.

"Ciaaaa, " ucap andri menggunakan microphone yang sudah ia sediakan.

"hari ini, aku persembahkan lagu special buat kamu" andri pun bersiap-siap memainkan saxophone nya. Irama yang keluar dari saxophone terdengar suara sangat romantic di tambah lagu yang andri bawakan adalah lagu "kangen" dari band dewa19.

"uwwwoooooo" teriak beberapa orang mendengar kemampuan andri bermain saxophone, membuat ray ikut terkagum. cia terlihat tak bergeming berdiri memperhatikan andri.

Selesai andri meletakan saxophone dan mengambil bunga yang sudah ia siapkan, dengan perlahan ia mendekatinya dan langsung berlutut.

"cia, tak terasa sudah 5 tahun kita saling mengenal, sudah banyak hari yang kita lewati bersama. Aku tahu kamu belum membuka hatimu ke siapapun"

"tetapi hari ini izinkan aku membuka kunci di hatimu dan masuk kedalam hidupmu lebih dalam. Kalau kamu bersedia ambil bunga ini, dan kalau tidak bantu aku berdiri" ray mendengar itu hanya bisa terdiam, tanganya terasa bergetar dan berharap cia menolaknya.

"terima..... terimaa terimaaa.. terimaaaa" teriakan para mahasiswa membuatnya cia terdiam sejenak, dan sesekali matanya melihat sekeliling seolah mencari seseorang.

Cia pun menjulurkan tangannya, dan mengambil bunga di tangan andri." Yehaaaaaaaaaa", teriakan spontan dari mahasiswa lainnya dan tepukan tangan yang begitu meriah.

Ray pun dikit demi sedikit keluar dari kerumunan, ia pun melangkah pelan kembali ke kelasnya.

Tanganya meremas-remas surat yang berisi perasaannya untuk cia, dengan sekuat tenaga ia melemparkan kedalam tong sampah.

"ray!!" teriak edo di ikuti shanty di belakangnya, ray pun tak memperdulikannya, ia langsung mengambil tasnya.

"ray, mau kemana lo?" tanya edo saat ray keluar dari kelasnya,

"balik.. gak enak badan gue" ucap ray pelan sedikit menunduk, shanty menahan tangan edo saat hendak menariknya dan membiarkan ray keluar dari kelas.

Ray memilih melewati tangga darurat sambil berusaha tak memikirkan kejadian tadi, ia pun duduk di tengah-tengah tangga.

"haa" lenguh nafasnya pelan

"Gue tau suatu cia bakal milik andri, tetapi rasanya sesak gini ya?" helaan nafasnya panjang memegang dadanya. Rasanya ingin berteriak dan berharapa ini hanya mimpi,

***

"brrrr. Brrrrrr" getaran di ponsel ray yang sengaja ia silent, karena hari malam ini ia ingin sendiri. sedikit penasaran ray pun membukanya yang ternyata dari cia.

" ray. Bisa ketemu gak malam ini? di tempat biasa?" terbaca. ray hanya terdiam mengetik dan menghapus..

"oke" terkirim, terbaca. ajakan cia yang membuat ray tak bisa menolaknya, walau tau kini cia sudah ada yang memiliki.

Dengan mengayun sepedanya pelan, karena bayang-bayang kejadian tadi siang di kampus membuatnya, benar-benar antara ingin bertemu dan tidak.

"Hei" sapa ray terlebih dahulu. Dan berusaha bersikap seperti biasanya,

"Hei juga," senyumnya dan lambaian tangan seperti biasanya

Entah kenapa rasa canggung kembali datang tak seperti kemarin-kemarin, begitu pun cia. Mereka terdiam seolah lupa yang akan mereka sampaikan.

" Begini" ucap cia dan ray bersamaan,

"Kamu duluaaan." Ucap lagi bersamaan,

"kamu duluan aja ray " ucap cia melihat ray menggaruk-garuk kepalanya, wajahnya cia tersenyum lebar seolah ada yang sesuatu yang ingin cia sampaikan. Ray pun demikian tak bisa berpikir jernih, dan tak mungkin ia membicarakan perasaanya ke seseorang yang kini udah milik orang lain.

"Selamat yah, udah aku duga kamu bakal jadian sama andri haha" tawa ray selepasanya walau terasa sesak di dadanya.

"uhm, iah." Jawabnya pelan sambil tersenyum. Dan kembali terdiam.

"Tapi aku seneng bisa kenal sama kamu selama ini. Dan seneng bisa berteman sama kamu" ucap ray membuka pembicaraan kembali.

"aku juga" ucapnya pelan

"Ray sebenernya" lanjut cia ingin mengucapkan sesuatu, ia pun terdiam sejenak.

"udah gpp kali, aku seneng kok, emang kalian berdua cocok banget. Jadi gak salahkan rumor di kampus," senyum ray di ikuti tawanya,

"mungkin aku bakal jauhin kamu secara perlahan, karena aku gak mau jadi benalu antara kamu dan andri. Dan dengan begitu andri gak akan ganggu lagi sesuai janjinya. Maaf ya cia, mau tak mau tapi aku harus." Gumam ray dengan senyum palsunya..

"kalau gitu, gue balik dulu yah? " cia langsung bangun.

"thanks ya," ucapnya pelan

"buat?" cia menggelangkan kepalanya langsung berlari meninggalkan ray,

"bye" ucap pelan ray sambil terus berdiri sampai langkah cia tak terlihat lagi,

Malam itu benar-benar membuat rasa yang mengganjal di dada, ray berpikir kalau yang ingin cia ucapankan kalau ia sudah menerima andri di hatinya.

***

Sudah beberapa minggu ini ray selalu memperhatikan ponselnya saat bagun tidur, dan juga chatting dengan cia mulai perlahan menghilang.

Tak ada bahan pembicaraan sampai hanya ada tegur dan sapa. Pagi ini juga di tatapnya ponselnya diam tak berdering, ia terus berjalan menelusuri lobby menuju kelasnya dan memilih menaiki tangga.

"brrrrrr brrrr" ponsel ray bergetar. Dengan sigap ia membukanya dan berharap itu cia, tetapi ia salah ternyata itu edo.

"oiii lo di kampus gak? Gue mau omongin" terbaca.

"udah, lagi di lobby" terkirim terbaca,

"oke gue liat lo!" terkirim terbaca. Ray pun menoleh kebelakang tetapi tak ada batang hidungnya edo di lobbi kampus.

"oii ray" teriaknya dari lantai 2. Edo langsung memberi isyarat agar naik kelantai 2.

"ada apa?" tanya ray dengan wajah datar.

"gue denger dari shanty, lo sama cia lost kontak, kenapa emang?" tanya edo penasaran, karena ray tak pernah cerita hal ini kepada siapapun dan memendamnya sendiri.

"yups, gpp lah hehe, lagian dia udah punya cowok. Gue gak mau rusak hubungan dia" ucap ray menghela nafas.

"tapi gak seharusnya lo lost kontak, kan masih bisa sebagai teman" protes edo,

"yah entalah, hehe. Gue ngerasa jadi benalu di hubungan andri sama cia. Itu aja " ray langsung menepuk pundak edo dan menaiki tangga menuju lantai 4 meninggalkan edo yang terdiam,

"apa ada hubungan sama andri?" tanya edo lagi, ray hanya melambaikan tangannya dan meneruskan berjalan.

***

Semakin kau melupakanya tentang perasaan ini, semakin kencang teringat kenanagan kecil yang membuat senyum dan tawa mu lepas tanpa beban. Tak mudah melupakannya karena di setiap tempat yang ku lewati masih terlintas kenangan tentang dirimu.

Kata-kata yang pas untuk ray kali ini, membuat dirnya tersenyum sendiri membacanya,

Jam sudah menunjukan jam 15.00, perpustakaan kampus segera di tutup, ray yang sedang asik dengan bersantai sambil membaca novel harus keluar perpustakaan. Terlihat lantai 4 tak terlalu ramai.

Langkahnya terhenti di lantai 3 saat melihat cia keluar dari wc sambil tangan kanannya memegang pingangnya sendiri dan tangan kiri memegang tembok wc, dengan langkah pelan ia berusaha berjalan.

"Itu cia kan?"gumamnya langsung mendekatinya perlahan, terlihat cia sedikit meringis sambil terus memegang pinggangnya.

"ciaaaaa?" panggil ray saat cia mulai kehilangan keseimbangan dan akhirnya ambruk, ray yang sudah di dekatnya dengan sigap menopang tubuhnya agar tak jatuh tergeletak

"ciaa, bangun heii~" ucap ray panik karena lantai 3 tak ada seorang pun lewat, karena kebanyakan mahasiswa memilih di lobby kampus.

"rumah sakit," ray pun langsung menelpon rumah sakit terdekat karena no telepon rumah sakit gampang di ingat.

Dari pintu lift lantai 3 terlihat andri dan shanty keluar bersama, "itu si ray kan shan?" gumam andri melihat ray sedang menggendong cia di punggungnya memasuki salah satu kelas yang kosong.

"wah brengsekk tuh anak, mau ngapain cia " geram andri langsung berlari menghampiri kelas yang di masuki ray.

Ray langsung membuka jaketnya dan langsung di jadikan bantal kepalanya di lantai kelas." Woii brengsek ngapain lo??" teriak andri yang membuat ray langsung menoleh kearah pintu kelas.

"tunggu gue bisaaa.. jelasin"

"brakkkk" pukulan keras dari andri sebelum ray menjelaskan masalahnya sebenarnya.

"AHHHH" jerit shanty melihat ray terjatuh terkena pukulan keras andri,

"brengsek lo, udah gue bilang jangan deketin cia lagi!!! " ray pun berusaha menangkis pukulan andri, tangan dan kaki andri dengan sekuat tenaga mengajar ray yang sudah tak berdaya.

"andri stoopp,!!!! " jerit shanty histeris melihat ray sudah tak berdaya.

"ah ah ah~" nafas andri terengah-engah setelah mengeluarkan seluruh tenaganya memukul ray yang tergeletak. Andri pun langsung mendekati cia yang masih belum sadarkan diri dan sekuat tenaga membopong cia keluar kelas.

"Cepet ba bawa cia ke rumah sakit" ucap ray dengan nafas yang terputus-putus saat shanty berada di sampingnya untuk membantunya bangun.

"Cepet!!!!" ucapnya lagi dengan keras. Shanty pun langsung keluar kelas menyusul andri.

Pintu lift pun terbuka sebelum andri memencetnya, terlihat 3 orang berpakaian putih-putih membawa ranjang dorong.

"mas andri?" tanya salah satu dari mereka.

"iah saya," mereka pun dengan sigap langsung meletekan cia di ranjang, dan langsung mendorong kembali masuk kedalam lift.

Untungnya ukuran lift kampus tak jauh beda dengan rumah sakit. Shanty memilih tak ikut dan memilih kembali ke dalam kelas untuk melihat keadaan ray.

***

"ahhh apes bangettt hari ini, aw aw" ray meringis kesakitan saat membersihkan wajahnya. Terlihat luka kecil di pipi, bibir, dan pilipis matanya.

"untung gigi gue gak rontok, " ray kembali membasuh wajahnya, sambil menggerakan rahangnya, melihat satu persatu giginya.

"jaket lo!" ucap shanty melempar jaket ray yang menjadi bantalan kepala cia saat ray keluar dari wc.

"thanks" senyum ray seolah ia tak kenapa-kenapa. tetapi wajah shanty terlihat begitu kesal.

"kenapa lo lakuin hal bodoh kayak tadi ha?" tanyanya dengan nada agak tinggi.

"sumpah, gue gak lakuin apa-apa ke cia, dia pingsan keluar dari wc." Jawab ray sambil memakai jaketnya.

"Bukan itu!!!!" jeritnya

"kenapa lo telepon rumah sakit pake nama andri ha?" tanyanya dengan wajah yang begitu kesal.

"demi cia, mungkin dia bakal lebih senang kalau mendengar nama andri dan saat membuka matanya andri berada di sampingnya, di banding nama gue sekarang" jawab ray dalam hati.

"Kalau pakai nama gue, mana percaya orang rumah sakit gue punya duit panggil ambulance,"

"RAY!!!"

"plaakkk" shanty reflek menampar pipi kanannya, karena kesal ray berbohong. ray hanya tersenyum pelan.

"sorry" ucapnya shanty pelan sambil memegang tangannya. ray pun langsung melangkah melewatinya.

"walau lo pakai nama andri. tetap aja lo berurusan sama diaaa dan liat hasilnya muka lo babak belur gitu." ucap shanty lagi yang sudah menurunkan nadanya.

"gue disini buat kuliah bukan berurusan sama andri, dan gue mau ikut dalam masalah lagi" ucap ray datar langsung pergi meninggalkan shanty.

"rayyy, dengerin gue dulu" ucap shanty lagi.

"thanks udah ambilin jaketnya" jawab ray sambil mengangkat tangannya,

"sorry shanty, mungkin itu cara yang terbaik karena buat sekarang semua sudah terlambat" gumamnya lagi, sambil memegang bekas pukulan andri yang masih terasa sakit terutama di bibirnya.



Bersambung...
 
Apes bener kamu ray... Coba berpikir dulu secara tenang jangan pake emosi, cia mau ngajak ketemuan mungkin mau ngejelasin bahwa ia cinta ke kamu ray, bukan malah memojokkan cia.

Tapi ray juga nggak bisa disalahkan sakit hati yang ia rasakan membuat ia seakan ingin menjauhi cia, ane yakin cia malah sedih dan menderita ray jauh dari nya.

Jangan salahkan cia jika ia memilih andri karena kesalahan ray sendiri yang telat mengungkapkan perasaan nya.

Ditunggu update selanjut nya suhu.
 
Kaya nya si cia dapet surat yg di buat ray ntah daro edo atw shanty, soal nya pas kejadian ray buang tuh surat ada wdo aama shanty manggil si ray..

Terus si cia ngajak ketemuan sama ray itu buat ngebahas surat itu, cuma karna si ray yg mgomong dlu akhor nya si cia gak jadi bahas tuh surat(terlajur kecewa) karna ngeliat si ray udah milih jalur ngucapin kata selamat. Kan yg di butuhin cewe itu cowo yang strongs.

Wkwkkww
Maap analysa yg aneh .
 
Ray.. Ray.. Kayaknya bakalan lama jalan untuk Ray & Cia bisa terbuka lagi,
sekarang udah ada Andri +Ortu Cia sebagai penghalang 'hubungan' Cia & Ray :fiuh:



Gimana mau ada SS, lah Ray mau deket ma Cia ada susah, so memang makes sense cerita ini hanya berisi romance & konflik :kacamata:
 

Part 14






Kak rani masuk ke kamar saat tanpa sepengetahuan dirinya karena tertidur pulas dan diam-diam mengoleskan sesuatu ke luka memar ray. Dengan sedikit meringis ray pun terbangun dan sadar kak rani sedang memberikan sesuatu.

"kak rani sakittt pelan dikitt" teriak ray sadar saat kak rani mengoleskan obat memar ke wajahnya. dan terasa agak panas di kulitnya.

"jadi cowok tahan dikit lah, di elus gini masa sakit" dengan gemas kak rani terus mengoleskannya. ray kembali meringis kesakitan saat jari kak rani menekannya agak kencang

"diem napa!, bengkak mukanya nanti" omel kak rani terus mengoleskan obatnya.

"jangan bilangin mama papa ya soal ini" ucap ray saat kak rani selesai mengobatinya.

"gak usah bilang juga mama sama papa udah tau, tuh muka jadi jelek"

"ha serius?" anggukannya pelan.

"iahh, makanya mama suruh olesin obat ke muka biar tambah ganteng" tangan kak rani sesekali memegang luka di dahi ray untuk memastikan obat di oleskan dengan merata.

"lagian kenapa kamu lakuin itu? kan bisa panggil orang?" tatapan wajah kak rani berubah terlihat seperti kasihan atau tepatnya kwahtir kepada ray dengan kejadian seperti ini.

"kak rani tau darimana?"

"temen kamu dua orang kesini sambil bawa tuh obat," ray pun langsung melihat ponselnya, ternyata terdapat notif dari shanty.

"gue beliin salep memar, dan gue minta maaf nampar wajah lo dan juga bilang kejadian ini ke papa mama lo" terbaca.

"gue bakal pura-pura gak lihat kejadian ini, tapi lambat laun cia bakal tau tentang ini" terbaca.

Ray kembali menghela nafasnya membaca chat dari shanty, "masih suka ya sama cia??" tanya kak rani pelan yang ikut mengintip ke ponselnya.

"ha?"

"gak kok, kebetulan aja tadi lewat situ," jawab ray terkejut dengan pertanyaan kak rani.

"kebetulan kenapa gak protes atas perbuatan si andri, kan bisa minta ganti rugi bikin tuh muka jelek." gumamnya lagi.

"ganteng gini masa jelek, haha."

"Anggap aja lagi apes kak." Jawab ray tertawa sambil memegang bibirnya yang terasa nyeri saat tertawa.

"ya udah sana istirahat, gak usah ke warung, oke? " kak rani mengelus rambut dan langsung melangkah pergi.

ray kembali menghela nafasnya karena bisa saja ia minta ganti rugi kejadian ini, tapi ray tak ingin ber urusan dengan andri lagi, dan berharap kejadian ini menjadi hal terakhir ber urusan dengannya.

***

Hari ini ray memakai masker dan juga topi untuk menutupi lukanya, karena sedikit bengkak di wajahnya. Di tambah rumor hangat di kampus kalau andri pahlawan menyelamatkan cia yang pingsan di wc,

"gimana keadaan cia ndri?" tanya salah satu temannya yang duduk di lobby kampus. Secara tak sengaja ray mendengarkan pembicaraanya saat duduk dan tak menyadari ray tak jauh dari dirinya.

"udah baikan, 2-3 hari lagi pulihlah," jawabnya tersenyum, ray menghela nafas lega mendengar ucapan andri kalau cia sudah baikan,

Ray tak berniat mendengarkan obrolan mereka, sudah mengetahui kondisi cia sudah lebih baik itu sudah cukup untuk ray.

"ketemu juga nih anak" terpukan tangan edo di pundak ray, membuatnya sedikit terkejut saat berjalan mengarah ke lantai 2.

"liatin siapa lo ray?" lanjutnya dengan matanya yang melihat sekeliling.

"gak liatin siapa-siapa, ngapain lo cariin gue?" tanyanya sambil berjalan santai menuju kelasnya.

"pengen liat aja wajah lo yang di hajar si andri, haha" jawabnya menarik masker yang ray pakai dan langsung melepaskanya lagi.

"lumayan juga ya, makin ganteng gini kayak laki haha" ledeknya menggelengkan kepalanya melihat bekas lukanya yang masih membiru.

"bilangin shanty thanks buat obatnya" jawab ray pelan.

"yooo, emang lo sama shanty lagi perang dingin?"

"gak juga kok. "

"tapi ray, begitu sukanya kah lo ke cia??"

"sampai di hajar kayak gitu malah diem aja, Itu sama aja lo bikin andri semakin terlihat perfect di mata cia" ucap edo dengan nada yang serius kali ini.

"kayaknya lo berdua emang cocok sumpah" jawab ray

"emang kenapa?"

"nasehatnya sama kayak shanty"

"ha serius shanty bilang yang sama lo percis kayak gitu?" tanyanya langsung berdiri di depan ray dengan tatapan serius.

"iaaa, makanya jangan nyerah sama doiii" ray menaikkan alisnya sambil menepuk bahunya.

"preeet ah!, bilangin orang bisa. Sendirinya malah nyerah hahahaha" tawa lebar edo membalas ledekannya.

"gue bukan nyerah do"

"tapi memang bukan takdirnya haha" tawa ray mencoba tak terlalu memikirkan cia lagi. dan sedikit meringis nyeri di bibirnya.

"entut ah" jawabnya dengan tertawa.

"gue emang pengecut soal cinta, gue gak bisa se gentle andri di depan cia" helaan nafasnya sesekali saat melewati wc di mana cia pingsan. entah kenapa sangat kental ingatan saat cia pinga

***

Tak terasa berbulan-bulan ray sudah lewati dengan perasaan yang campur aduk. Dan kak rani pun segera wisuda bulan depan, tak terasa juga waktu berlalu begitu cepat dan tak terasa juga ia benar-benar lost contact dengan cia.

"kau tau, aku disini diam-diam masih ingin mengetahui kabarmu, apakah semenjak kita tak bertukar kabar lagi kamu baik-baik saja?, tetapi kekwahtiranku sirna. Kamu tampak baik-baik saja, bahkan lebih baik setelah aku tak ada di cerita hidupmu lagi"

Helaan nafas panjangnya langsung keluar kamar, "apaan tuh ma?" tanya ray saat papa dan mamanya sedang membaca selembar kertas.

"ini? Ada yang ajak kerja sama buka rumah ray" ucap mama dengan raut wajah yang bahagia.

"siapa ma?" papa menjulurkan surat kontrak kerja sama, dan tertera nama suatu rumah makan atau tepatnya nama restoran.

"mama papa kerja di sana gitu?"

"bukan, mereka mau buka rumah dan tertarik sama masakan mama sama papa, jadinya mereka mau modalin" sambung kak rani membawakan cemilan.

"sama aja, mama sama papa jadi kokinya mereka"

"gak kok, mereka ambil keuntungan 10% dari keuntungan tiap bulan. Itu perjanjiannya gak lebih " lanjut kak rani.

"ha masa itu doank?" ray sempat curiga karena mana ada semua modal dari orang lain, ia hanya mengambil 10% keuntungannya, dan di tambah membuka rumah makan membutuhkan dana yang cukupt besar.

"mama sama papa juga gak percaya awalnya, sampai pemiliknya langsung ke warung cobain masakan mama dan papa. Dan besoknya mereka ajuin kontrak kerja sama" jelasnya kak rani.

"nanti aku lamar kerja di sana ahhhhhh" senyum kak rani sambil menjulurkan lidahnya..

"hus, kamu dikit lagi lulus juga masa kerja di situ" celetuk mama, membuat kak rani tersenyum,

"gimana menurut kamu?" tanya papa,

"ray ikut aja pa ma," papa pun langsung mendatangi konrak kerja sama. Mungkin ini sebuah kesempatan buat mama dan papa nya menunjukan kelezatan masakannya.

***

Malam ini ray sudah janjian bertemu dengan edo, karena mungkin ia tak akan menyanyi di café lagi.

Ia melakukan hal ini karena bukan karena ekonomi akan membaik, tetapi untuk tak merepotkannya terlalu lebih lagi.

"sorry, gue telat, randy, her, Daniel" tergur ray saat mereka semua sudah membawakan beberapa lagu.

"woles aja ray"

"oii ray, ada yang request lagu nih, dia minta yang bawain lagunya lo" randy langsung menyodorkan secarik kertas.

"ha gue?" anggukan randy, ia pun membuka gulungan kertas yang berisi request lagunya.

"rossa, jangan hilangkan dia" ucap pelan ray,

"bisa gak?" tanya randy.

"bisa kok, yuk" anggukan ray karena ia pernah mendengar lagu ini,

"lagu selanjutnya, rossa- jangan hilangkan dia. Untuk seseorang yang request lagunya. Selamat menikmati" ucap ray sambil mengambil nafas dalam-dalam.

Rossa- Jangan Hilangkan Dia.

Kau yang terbaik yang pernah aku dapatkan
Dan terbaik yang slalu kudengar
Aku tau kini takkan mudah
Tuk bisa terus bersamamu

Karna malam ini
Saat yang terindah bagi hidupku
Oh Tuhan jangan hilangkan dia
Dari hidupku selamanya

Sungguh ku tak ingin
Hatiku jadi milik yang lainnya
Ku bersumpah kau sosok yang tak mungkin
Kutemukan lagi

Apa jadinya jika tanpamu disini
Lebih baik aku mati saja
Bila harus melihatmu
Bersanding tapi bukan dengan aku

Karna malam ini
Saat yang terindah bagi hidupku
Oh Tuhan jangan hilangkan dia
Dari hidupku selamanya

Sungguh ku tak ingin
Hatiku jadi milik yang lainnya
Ku bersumpah kau sosok yang tak mungkin
Kutemukan lagi

Karna malam ini malam ini malam ini
(Saat yang terindah bagi hidupku
Oh Tuhan jangan hilangkan dia
Dari hidupku selamanya

Sungguh sungguh aku tak ingin
Hatiku jadi milik yang lainnya
Ku bersumpah kau sosok yang tak mungkin
Kutemukan lagi.


Di saat ray menyanyi, matanya tertuju kepada meja nomor 10, meja yang paling pojok. Ray melihat cia dan andri duduk disana. Dengan jelas cia terus memperhatikannya bernyanyi,

Ia pun berpura-pura tak melihatnya dan terus menyanyi sampai selesai, dan melihat meja no 10 sudah kosong tanpa seorang pun.

"halusinasi gue kali ya liat cia sama andri" gumamnya pelan, terasa nyata cia memperhatikan bernyanyi. Tapi seperti tak mungkin.

"lo liatin siapa?" tanya edo melihat ray sedikit melamun selesai bernyanyi.

"kayak ada yang perhatiin aja, tapi gue liatin gak ada"

"ouh, perasaan lo aja kali."

"mungkin" ray mengangkat bahunya. dan matanya kembali tertuju ke meja nomor 10.

***

Café yang tadi ramai tak terasa mulai sepi, jam sudah menunjukan jam 12 malam. Cukup malam untuk hari ini karena tak biasanya sampai jam 12 malam. Mungkin kebetulan acara malam minggu.

"gue boleh ngomong ke kalian gak?" mereka semua pun langsung menatap ray saat merapihkan alat-alat.

"thanks buat bantuin gue selama ini, gak terasa hampir setahun gue manggung sama kalian semua"

"gue mau undurin diri, karena ngerasa terlalu repotin kalian semua,"

"biasa kali ray, gak usah gitu, kita aja asik-asik aja kok, ya gak ?" ucap randy.

"yoiii, " jawab edo.

"gue juga mau rapih-rapih pindahan juga"

"ha lo pindah?" anggukan ray menjelaskan sedikit alasannya, dan berharap mereka tak menganggap menjadi batu lompatan ray.

"kalau gitu, lo mau nyanyi lagi calling aja ray, ya gak do?" anggukan edo ikut senang mendengar jawabannya.

"thanks ya udah bantuin, hary, randy, Daniel, edo". Sekali lagi benar-benar beruntung mempunyai teman seperti mereka semua. Yang mau menerima sedikit kemampuannya bernyanyi.

Helaan nafas ray panjang mengingat kembali halusinasinya di dalam café tadi, "gak mungkin dia" senyumnya sambil menambah kencang ayunan sepedanya.



Bersambung...
 

Part 15




Pagi-pagi ray mengemasi barang-barangnya yang segera di masukan ke dalam mobil, karena hari ini ia dan sekeluarga akan pindah ke ruko, tempat dimana mereka membuka rumah makan.

Ray berdiri di pintu gudang, melihat sepeda yang biasa ia gunakan untuk kuliah, alasan yang klasik karena ia tak mau mengingat terlalu lama. Setiap ia mengayun sepeda itu bayangan cia selalu hadir di benaknya, dengan begini berharap ia melupakan perasaan yang belum ia sampaikan.

"Menyalahkan keadaan waktu lalu atau pun sekarang, tak ada gunannya. Aku percaya kita tak bisa bersama karena suatu alasan" gumam ray dalam hati, tak mudah memang semakin berusaha melupakan semakin erat teringat.

"udah semua ray?" anggukan ray pelan, langsung mengunci dan sesekali menoleh kearah dalam gudang.

Barang bawaan terakhir yang tersisa, dan rumah sejak ia kecil akan kosong. Memang berat untuk meinggalkan rumah ini, tetapi demi kebaikan semua.

Ray kini tinggal di ruko yang lumayan besar karena termasuk ruko baru yang tak jauh dari perumahan Oscar.

Hari ini ia akan bertemu secara langsung orang yang mau memodali usaha rumah makan ini. Sebuah mobil alphard terpakir di depan halaman ruko.

Dan tak lama keluar dua orang seperti pasangan suami istri dengan berpakaian santai tak terlalu mencolok seperti orang kaya kebanyakan. "ma itu yang ajak kerja sama ?" tanya ray berbisik

"iah, namanya pak wendy, sama ibu roslanda" jawab mama langsung menghampiri mereka, mau tak mau ray pun ikut menghampirinya.

"ini anak kamu?" tanyanya dengan suara agak berat, saat bersalaman dengan ray, ia hanya mengangguk. Karena karismanya begitu kuat membuat dirinya di segani oleh mama dan papa, termasuk dirinya.

Mereka berdua melihat dekorasi rumah makan yang terlihat sederhana, mama dan papa sengaja pilih untuk mengurangi budget yang mereka keluarkan.

Mata ray menuju ke dalam mobil saat ia membuang sampah yang tersisa di samping ruko, terlihat seorang cewek di dalam sedang menunduk seolah bersembuny.

"kalau gitu kami langsung pamit dan besok-besok makan disini, anak saya di dalam tak mau turun jadi gak bisa lama" suara mereka berdua dari dalam, sekaligus bersalaman dengan papa dan mama.

"mungkin anaknya gak selevel dengan rumah makan kayak gini kali ya ma, makanya gak mau turun" celetuk ray saat mereka sudah pergi.

"hussss, " ucap mama sedikit mengerutkan dahinya dan kembali melanjutkan membersihan yang tersisa.

***

Tak terasa sejak kejadian penamparan itu, hubungan dengan shanty agak renggang. Sebenarnya ray tak marah dengan tamparan shanty.

Tetapi entah harus darimana memulai pembicaraan, karena ray tak ingin kehilangan sahabatnya.

"ray pesanan" teriak kak rani memberi bungkusan kotak dengan label Benteng, entah kenapa papa memilih nama rumah makan benteng.

Tetapi katanya, arti benteng sendiri terinspirasi dari artinya sendiri. Dan sampai sekarang papanya pun tak memberitahukan artinya.

Ia melirik kearah tempat tujuan pengirimannya, yaitu rumah cia, "cepetan tuh" ucap kak rani yang sedang sibuk bolak balik. Entah kenapa jantung terasa berdebar dan terdiam sejenak.

"oke" ray pun langsung memasukan pesanan ke keranjang kusus mengantar makanan di jok belakang motornya. ia mengambil nafas dalam-dalam sebelum memacu motornya.

Saat melintasi taman, ray menurunkan kecepetannya, dan matanya tertuju ke pohon jambu yang berada di tengah taman yang terlihat sudah cukup besar.

"ting tong" ray berharap bibinya yang mengambilnya dan benar tak lama bibi nya keluar langsung mengambilnya. Helaan nafasnya panjang lega.

Ray berhenti di taman, langkah kakinya menuju kepohon jambu yang terawat sangta baik.

"dih, ini kan pohon mangga" gumamnya saat melihat daunnya agak berbeda dan lebih mirip dengan pohon mangga.

"Wah.. di tipu sama abang-abangnya ini" tawa ray sambil menggelangkan kepalanya.

Ia kembali tersenyum-senyum sendiri mengingat malam saat itu, mengingat jejak yang tertinggal di pohon jambu yang berubah menjadi pohon mangga.

***

"ray pesanan lagi, biasa~" ucap kak rani memberikan kotak dan kembali tujuan dengan kerumah cia.

Tak hanya satu dua kali, hampir setiap minggu pasti ada pesanan kearah rumahnya, ray tak ingin menerka cia sengaja memesannya dan mungkin cia tak menyadari kalau ia pesan ke orang yang sama, hanya berbeda tempat.

"makasih" sebuah tangan menjulur dari dalam pagar mengambil pesanannya, dengan samar-samar terdengar seperti suara cia.

"non, kok keluar sih, bibi aja yang ambil" ray berdiri sejenak mendengar percakapan singkat, dan yakin tangan yang mengambil adalah cia.

"ray ray, ayolahh.. " omelnya mengacak-acak rambutnya. Berusaha tak terlalu memikirkannya.

Dan semenjak hari itu, pesanan ke rumah cia pun mulai berkurang, bahkan hampir satu bulan tak ada kiriman kesana.

Jam masih menunjukan jam 8 pagi ray masih sibuk membersihkan lantai dan merapihkan meja., terdengar langkah 2 orang mendekatinya.

"belum buka, nanti jam 9 baru buka" ucap ray agak kesal karena sudah tertera tulisan tutup, tetap saja ada yang masuk.

"ya udah di tunggu buka aja" edo pun langsung menarik kursi dan langsung duduk.

"oh lo do, gue kira siapa~ " ucapnya pelan karena tak edo tak sendiri datang kesini, melainkan bersama shanty.

"ganggu gak? Sorry pagi-pagi kita dateng kesini" ucap edo mencoba mencairkan suasana karena ray dan shanty sudah lama tak berbincang

"gak kok, hehe ada apaan?" tanyanya ikut duduk. Berhadapan dengan edo dan shanty.

"gue mau tanya sesuatu yang penting"

"dan lo harus jawab jujur!!" ucap edo pelan sambil menoleh kiri kanan seolah takut ada yang mendengar,

"oke, ada apa?"

"lo masih perduli gak sama cia, gue tau apa yang terjadi antara kalian sampai harus jaga jarak gini" ucap edo pelan.

"apaan sih lo, haha, ada-ada aja" jawab ray tertawa menggelengkan kepalanya.

"cia sakit ray!"

"Kalau lo masih perduli sama cia kita jengguk sekarang, gue sama edo sengaja mampir buat kasih tau lo" ucap shanty memotong pembicaraan edo yang terlihat bertele-tele.

"sakit???"

"sakit apa??" tanya ray pelan langsung menoleh kearah shanty, mereka langsung saling pandang sebentar.

"nanti gue ceritain oke, kalau lo mau ikut jengguk " ucap edo,

"oke, gue pamit dulu sekalian ganti pakaian." ray langsung berlari masuk kedalam, dan langsung mengarah ke rumah cia.

***

Mobil pun berhenti tepat di depan rumah cia, "tuh lo liat di atas" ucap shanty menunjuk seseorang yang duduk di kursi roda lengkap dengan selang infusenya berada di balkon rumah lantai atas.

"ituuuu cia?" tanya ray tak percaya, rasanya ia pernah melihat hal seperti.

"iah," jawab shanty pelan,

"sakit apa?" tanyanya lagi dengan raut wajah yang benar-benar ingin tahu.

Shanty tak menjawab pertanyaan ray, ia memilih turun dari mobil dan langsung masuk ke dalam rumah,

Jantungnya tiba-tiba kembali berdetak kencang saat melihat kedua orang tua cia, karena sudah lama ia tak bertemu setelah pindah tempat yang baru.

"om, tante, ada yang mau jengguk cia" shanty menarik tangan ray karena terus bersembunyi di belakangnya,

"ohh kamu, langsung ke atas aja"

"tapi jangan sampai ketauan yah dia lagi gak mau di ganggu" jawab mama cia pelan di iringi senyumnya yang membuat suasan tak terlalu mengangkan.

Anggukan ray langsung menelusuri tangga ke lantai atas. Langkah pun terhenti saat melihat cia dari belakang yang duduk di kursi roda bersama seseorang berpakaian seperti suster yang duduk tak jauh dari cia.

"jangan!! " cegah shanty menarik tangan ray saat ia mencoba lebih dekatnya. Ray hanya bisa terdiam dari belakang, matanya menuju ke lengan cia yang terlihat lebih kurus dari sebelumnya.

"sebenernya cia sakit apa shanty?" tanya ray langsung menoleh ke belakangnya,

"eh om, saya kira ada shanty hehe" lanjut ray menyeringai. Sambil melirik mencari shanty yang tiba-tiba menghilang.

"kamu mau tau?, cia sakit apa?" anggukan ray pelan,

"yuk ke bawah dulu sekalian minum" ajak papa cia langsung melangkah ke lantai bawah, ray mengikuti dari belakang menuju ke ruang tamu. Shanty dan edo pun sudah berada di sana.

"om, edo mau parkir mobil dulu ya, tadi kurang ke depan" ucap edo tiba-tiba, langsung melangkah keluar.

"aduhh tante, pinjem wc ya. Kebelet!!" shanty juga, langsung pergi meninggalkan ray dan kedua orang tua cia. Suasana menjadi hening seketika.

"kamu penasaran kan cia sakit apa??" tanya papanya membuka pembicaraan. Ray hanya menganggung pelan, seolah rasanya sangat menegangkan.

"cia sejak kecil udah menderita kelainan ginjal, dan harus mejalani transplatasi ginjal, kamu pernah ketemu dia di rumah sakit. Kamu ingat??" tanyanya membuat ray menerawang kembali ke masa-masa itu, dan teringat kejadian yang tak menyenangkan saat itu.

"apa mungkin ituu .. " ucapnya terhenti, menatap kearah papa cia.

"apa mungkin, cia itu orang yang sama?, saat gue kasih coklat. Dan " gumamnya di dalam hati dan tak melanjutkan ucapannya karena masih tak percaya.

"kamu kasih coklat ke cia saat itu" ucapan papa cia benar-benar membuat yakin kalau waktu itu memang cia.

Ray mengepal tanganya, dan secara tak langsung siapa orang yang membuat mama dan papa nya keluar dari rumah sakit saat itu.

"om sepertinya kena karma saat ini" lanjutnya saat melihat ray mengepal tangannya sambil sedikit menunduk

" Om yakin, kamu kesal sekarang ini, tetapi kemarahan om saat itu ada alasan sendiri."

"alasan itu karena saat hari itu. cia baru sadar dari pasca operasi mengganti ginjal satunya, om takut terjadi apa-apa kalau ia makan sembarangan."

"om tau kesukaannya adalah coklat. Tetap saja om khwatir." Ucap papa cia sambil menyeka matanya dengan sapu tangan.

"om minta maaf ke kamu, karena saat itu om sangat emosi sampai membuat papa sama mama kamu keluar dari rumah sakit." Helaan nafas panjangnya

"Sekarang kamu sudah dewasa, kamu boleh marah, bentak om sekarang. Om terima itu semua dengan lapang dada." Ucapnya lagi seolah pasrah.

"Memang~"

"Rasa nya ingin marah ke om, karena membuat kami sekeluarga melalui masa-masa sulit setelah itu"

"om tak tau, rasanya kelaparan karena satu piring berbagi berempat kan?" tanya pelan.

"kamu juga gak tau!, gimana rasa takutnya om kehilangan cia saat operasi!" ucapnya sedikit menekan nadanya.

"paaa~" ucap mama cia memegang tangan papanya.

"Tetapi apa gunanya marah buat kejadian yang sudah berlalu?" ucap ray sambil ikut menghela nafasnya.

"Mama bilang masa lalu letaknya di belakang, masa sekarang ya hari ini, dan masa depan siapa yang tau?"

"mama sama papa gak pernah menyalahkan om atau tante sedikit pun" lanjutnya memberanikan diri. Dan suasana sana kembali terdiam.

"om takut, om takut kondisi cia terus drop bisa-bisa, ciaaaa" ucapnya tertahan kembali menunduk dan sedikit terisak.

"terus kenapa gak langsung operasi om?"

"ini bukan soal uang, tetapi ginjal gak ada yang cocok. Cia harus tunggu sampai ada donor ginjal. Untuk sementara cia harus cuci darah 1 minggu sekali."

"cia harus transplatasi ginjal lagi, ginjal udah terlalu berat berkerja tahun-tahun ini, makanya dia sering merasakan sakit, dan terkadang sesak nafas karena menahan sakit di pinggangnya." Jawab papanya sambil minum.

Ray kembali teringat saat cia yang terlihat sesak nafas di lorong kampus, bearti cia sudah berjuang dengan satu ginjal sejak operasi itu sampai sekarang. dan menahan sakitnya beberapa tahun ini.

"sampai kapan om?"

"mungkin 7 bulan lagi, bahkan bisa lebih. Karena kita gak tahu siapa yang rela mendonorkan ginjalnya."

"terus udah berapa lama cia di kursi roda ?" tanyanya lagi.

"kondisi cia mulai menurun sejak andri melanjutkan kuliahnya, dan satu bulan ini kondisi cia semakin seolah dia merasa tak ada yang memperdulikannya lagi"

"andri tau masalah ini?" tanya ray pelan.

Anggukan pelan papa cia," andri sudah tau sejak cia masuk SMA, dari situlah mereka menjadi sangat dekat."

"tante juga gak tau apa yang terjadi sama mereka berdua, sampai cia sendiri gak boleh kasih tau andri kondisinya sekarang, padahal tante harap cia punya semangat kalau andri tahu" lanjut mama cia memotong pembicaraan papa nya.

"maka dari itu om sama tante memilih habiskan waktu di rumah, bergantian menjaga cia." raut wajah papa cia benar-benar berbeda, wajah yang menunjukan rasa kwahtir yang sangat dalam.

"cia pasti kuat om!!!"

"Cia yang ray kenal bukan tipe orang yang pasrah kaya gitu~"

"ray yakin, cia pasti kuat om," ucap ray dengan keyakinan kalau cia akan kembali sehat sedia kala.

"om gak tau harus gimana lagi~"

,"Dan terima kasih udah jengguk cia, om sedikit lega karena om bisa menceritakan alasan om " helaan nafasnya di ikuti senyum kecilnya.

"iah, om tante," saat pembicaraan selesai, shanty dan edo langsung muncul bersamaan,

***

Ray, shanty dan edo pun pamit pulang karena tak terasa sudah satu jam lebih, "sejak awal lo berdua udah tau cia sakit?" tanyanya saat perjalanan pulang,

"gue gak tau, tapi shanty yang kasih tau gue" jawab edo menunjuk dengan jempol.

"cia gak izinin siapa yang kasih tau kalau dia sakit, cuman andri dan gue yang tau saat itu" shanty sedikit menyeka matanya dengan tissue,

"cia, gak mau di lihat sebagai orang sakit, makanya di berusaha tersenyum dan seolah tak terjadi apa-apa" lanjutnya

"lo sekarang udah tau kondisi cia bagaimana, gue lega. kenapa gue berpikiran lo masih bisa membuat harapan ke cia kembali" shanty menolehnya kearah kursi belakang.

"entahlah, ~"

"oh ia, soal tamparan lo saat itu, gue gak kesal kok. Dan gue harap kita akrab kaya dulu" ucap ray langsung turun dari mobil.

Ray langsung melangkah cepat masuk kedalam, mencari papa dan mamanya yang ternyata berada di dapur.

"udah jengguk teman kamu?" tanya mama saat tau ray berada di belakangnya.

"iah udah"

"siapa yang sakit emang?" tanya papa

"cia," mama dan papa langsung saling menatap, seolah terkejut.

"sakit apa?"

"papa sama mama pasti tau dia sakit apa kok " senyum ray pelan,

"pa ma, sini bentar" pinta ray, dengan langkah pelan mereka pun mendekati ray yang kini tepat berdiri di depannya.

"maafin ray kalau buat banyak kalian susah~" ray merangkul papa dan mamanya.

"gara-gara ray, papa sama mama, eghgh" ucapnya langsung terisak.

"kamu udah tau semuanya?" tanya papa menepuk-nepuk bahu ray agar lebih tenang, anggukan ray pelan sambil terus merangkul papa dan mamanya.

"iah. ray juga tahu mereka juga yang membuat papa sama mama keluar dari rumah sakit, dan juga kenapa papa sama mama juga terus berpura-pura seolah baik-baik saja"

"ray sa. sayang kaliannn dan sekali maaf~" ucapnya mengeratkan rangkulannya.

"kamu gak salah kok, papa sama mama baik-baik aja asal kamu gak kenapa-kenapa. "

"kan udah mama kasih tau, kan masa lalu letaknya di belakang. kamu tak bisa mengulang masa lalu, tetapi kamu bisa membuat masa depan lebih baik"belain tangan mama di rambutnya membuat ray sedikit tenang. Anggukan pelan ray sambil melepaskan rangkulannya.

Bersambung....
 
wah ternyata benar tebakan ane waktu itu....
makin menarik nih utk ngikutin kelanjutan nya....
ane rasa ray akan mendonorkan ginjal nya demi cia...walaupun nanti nya ia tidak berharap cia mencintai nya, dan apa yg ia lakukan tidak ingin sampe cia tau kebenaran nya.
 
Bimabet
Kayaknya ray bakal mendonorken ginjalnya ke cia deh
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd