Agen Terpercaya   Advertise
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

[copas] Antar Mama ke Dokter

qsanta

Semprot Lover
Daftar
17 Sep 2014
Post
269
Like diterima
977
Bimabet
Update :
- di bawah [5 Agustus 2015]
- halaman dua
- halaman tiga [6 Agustus 2015 ; 17.35 wib]
- halaman empat [6 Agustus 2015 ; 23.46 wib]
- halaman lima [8 Agustus 2015 ; 07.41 wib]
- halaman enam [9 Agustus 2015 ; 14.11 wib]

[copas] Antar Mama ke Dokter

Masa remaja merupakan masa penuh tantangan. Setidaknya itulah yang kurasakan. Mama menjadi tempramen akibat perceraian tiga tahun lalu. Kini mama berusia lima puluh lima tahun, sedangkan aku. “Mama tak mau lagi ngurus suami” katanya saat kutanya kenapa mama gak cari pasangan lagi.

Hidup mama mungkin tak semulus pantat bayi. Menikah di usia tiga puluh lima, ke pada ayah, seorang duda. Ayah menikahi mama sepertinya hanya untuk mencari seseorang untuk memasak dan atau mengurus rumah serta ayah. Ayah dan mama sering ribut, meski ayah tak kerja di PT. Angin Ribut. Hingga akhirnya mama tak tahan, aku kini hidup berdua bersama mama.

Pekerjaan mama hanyalah sebagai petugas di perpustakaan daerah. Apabila di rumah, juga sering mengurus kebun. Sesekali aktif di kegiatan ibu – ibu. Ketidakbahagiaan membuat mama menjadi overprotektif kepadaku. Kenyataan ini membuatku memilih untuk melanjutkan pendidikan selepas sma di kotaku saja.

Di rumah kadang membuat pusing. Hal – hal kecil saja bisa membuat mama marah. Kadang aku membantah, namun malah membuat mama tak mau bicara padaku. Akhirnya aku mengalah. Aku hanya ingin hidup tenang.

Kuceritakan setetes mengenani aku. Wajahku biasa saja, berkacamata -namun bukan kacamata kuda-, akibat keadaan orang tuaku, aku menjadi minder hingga belum pernah merasakan pacaran. Aku sedikit lebih tinggi dari mama.

Tubuh mama agak gendut, montok. Memakai pakaian apa pun selalu terlihat kalau susu mama tak bisa ditahan oleh bh.

Balik ke cerita, tiba – tiba aku merasakan sakit di bagian testisku. Awalnya pagi hari, namun makin lama makin sakit. Malamnya aku mencoba masturbasi hingga keluar. Meski tak sesakit sebelumnya, namun tetap sakit. Aku bingung. Kontolku masih keras. Kucoba masturbasi lagi hingga tiga kali, akhirnya rasa sakit itu sirna. Anehnya, pejuku seperti tak pernah kering, selalu banyak jika keluar. Setelah beberapa minggu, aku mulai takut. Jangan – jangan ada yang tidak beres.

Ke dokter tentu aku malu. Bahkan aku tak pernah ngomong sesuatu yang berbau seksual pada mama. Mama memang sangat konservatif. Namun karena ini menyangkut kesehatanku, aku harus memberanikan diri. Apalagi aku tak mau membicarakan ini kepada teman – temanku.

Malamnya, aku sedang membaca majalah sedang mama merajut. Mama melarangku menonton tv kecuali di kamarku sendiri.

“Mah, Yusup pingin bicara.”
“Apa sayang?”
“Tapi Yusup malu mah”
“Bicara yang bener,” suara mama mulai tegas.
“Ini agak pribadi mah.”

Mama menghentikan rajutannya, matanya mulai menatapku serius. “Kamu punya masalah sama gadis?”
“Bukan mah. Lebih ke kesehatan pribadi.”
“Bicara aja gak usah malu.” Mama mulai kembali merajut.
“Ini mah. Ee... Kemaluan Yusup...”
“Iya, kenapa?”
“Testis Yusup”
“Iya,” suara mama lembut. Hm, tidak terduga.
“Testis yusup sakit mah. Yusup takut kena penyakit”
“Apa kamu main sembarangan sama wanita terus tertular sesuatu?”
“Enggak mah. Yusup gak pernah gituan.”

Mama diam sebentar. “Sudah berapa lama sakitnya?”
“Semingguan kira – kira.”
“Seminggu? Kenapa gak bilang dari kemarin?”
“Yusup malu mah.”
“Mama gak tau tentang itu. Tapi lebih baik kita ke dokter. Tapi jangan ke dokter yang biasa. Ntar muncul gosip yang aneh – aneh. Kita ke dokter lain aja.”

***

Dua hari kemudian kami duduk di ruang tunggu sebuah klinik. Saat masuk, ternyata dokternya perempuan. Namun bukan gadis bertudung merah yang telah menjebak hati seorang vokalis.

Aku dan mama duduk di kursi, menghadap bu dokter. Dokter itu kutaksir berusia lima puluhan. Gendut, berkacamata serta sudah mulai beruban. Namun wajahnya tidak jelek.

Dokter melihat mama, kemudian aku. “Selamat datang. Saya dr. Tari. Ini Yusup ya?” Dokter Tari menatapku. Aku menganguk.

“Mamamu sudah cerita tentang keluhanmu. Namun sebaiknya kamu ceritakan lagi biar jelas. Gimana, mau kan?”
“Eh, Iya...” aku malu – malu. Lalu kuceritakan keluhanku. Sementara dokter mendengar dan mencatat.

“Melihat kondisimu yang masih muda, terdapat pelbagai macam kemungkinan,” dokter menatapku, kemudian menatap mama. Dokter berbicara tanpa merasa malu, penuh percaya diri. Sepertinya masalah seksual merupakan makanannya sehari – hari.

“Mungkin ini hanya salahsatu fase yang terjadi pada remaja, namun begitu kita mesti melakukan tes. Mari ke kasur.”

Aku melangkah ragu. Lalu berbaring di kasur.

“Buka celananya.” Dokter bicara sambil menutup tirai. Membuat mama tak bisa melihat kami.

Kubuka ikat pinggang, lalu kancing celana dan sleting. Dokter memakai sarung tangan karet. Lalu dokter mencoba untuk menurunkan celana. Aku mengangkat pinggangku agar memudahkannya. Akhirnya celanaku hanya selutut.

“Santai saja ya.”

Kurasakan tangan dokter menyentuh dan mengangkat kontolku. Lemas tentu saja. Dokter meremas lalu menarik kontolku hingga mentok. Merabai testisku. Setelah itu melepas tangannya.

“Saat penis atau testis dipegang, apa terasa sakit?” dokter menatapku sejenak.
“Tidak. Tapi masih terasa sakit di testisku. Biasanya hilang setelah selesai ngng ngngna masturbasi.”
“Oh gitu.” dokter menatapku lalu menjilat bibirnya. Aku merasa jilatan di bibirnya agak lama. Entah benar atau karena aku canggung.
“Baiklah, pakai kembali celananya. Setelah itu silakan duduk kembali.” Dokter melepas sarung tangan, mencuci tangan di wastafel dan kembali ke kursinya.

Aku memakai celana lalu ikut duduk di samping mama. Entah kenapa aku masih memikirkan cara dokter menjilat bibirnya.

“Secara fisik normal.” kata dokter. “Namun kita mesti mendapatkan sampel darah dan sperma.”
“Oke,” kataku takut.

Dokter lalu menatap mama, “bagaimana, tidak apa – apa bu?”

“Silakan saja dok,” jawab mama.”
“Tapi pertama, dokter harus menanyakan beberapa pertanyaan dulu.” Dokter melihat kepadaku. “Kamu memiliki pacar hari ini atau setidaknya setahun belakangan?”
“Tidak.”
“Pernah pacaran dengan wanita tuna susila?”
“Tidak.”
“Setidaknya dalam setahun, pernah berhubungan seksual?”
“Tidak.”

Dokter lalu kembali mencatat.

“Kemungkinan ini merupakan fase pubertas yang mulai dilalui. Memang beberapa anak mengalami rasa sakit dan beberapa tidak. Dalam hal ini kamu termasuk yang memiliki rasa sakit. Untuk sampel darahnya nanti bisa temui suster di luar ruangan ini. Seminggu kemudian hasilnya bisa didapat.

“Sekarang soal sperma, saat kamu bilang banyak mengeluarkan sperma, ibu perlu catatan berapa banyak kamu bisa memproduksinya.” Dokter menatap mama, lalu menatapku.

“Sekali lagi ibu katakan penting untuk mengukurnya. Maka dari itu Ibu berikan ini.” Dokter mengambil sesuatu dari laci dan menaruh di meja. Ternyata sejenis gelas plastik bening. Tingginya kira – kira dua belas centimeter sedang diameternya kira – kira delapan centimeter.

“Sebaiknya kamu tak menggunakan kondom saat masturbasi karena beberapa sperma akan terjebak di kondomnya. Salurkan sperma ke gelas ini, nanti tulis berapa ukurannya. Sudah ada garis ukuran di gelas ini. Bisa ya?”

“Iya.”

“Yang perlu diingat, saat kamu masturbasi, kamu perlu mengarahkan penis ke gelas ini. Pastikan agar tak ada yang berceceran walau secuil. Setelah itu, tulis hasilnya pada formulir ini,” dokter kembali meletakan beberapa lembar formulir di meja. Di lembar itu terdapat kotak untuk tanggal, waktu dan kuantitas.


“Untuk penelitian, ibu perlu sampel setiap hari selama dua minggu. Setelah dua minggu, kita konsultasikan lagi. Setelah melihat hasilnya, bisa jadi tes ini dihentikan atau bisa jadi diteruskan lagi. Jelas ya.”


Aku dan mama mengangguk.

“O ya. Sebelumnya setiap kami meminta pasien untuk mendapat sampel ini, setiap pria dibantu pasangannya. Pacar maupun istri. Karena susah bagi pria untuk memfokuskan pensi ke gelas ini saat masturbasi. Dalam hal ini,” dokter menatapku lagi. “Ibu harap kamu bisa melakukannya. Namun apabila ternyata sulit,” sekarang dokter menatap mama. “mungkin kamu bisa dibantu mamamu. Karena hal ini murni untuk kesehatan”

Dokter cukup bicara namun tetap menatap mama.

“Bagaimana bu, apakah anda tidak keberatan?”

Aku melirik mama yang tampak tidak nyaman. “Akan saya coba bantu dok. Ini kan demi kesehatan anak saya. Asal anak saya sembuh,” suara mama terdenga kesal seperti saat mama mesti melakukan sesuatu yang luar dari pada biasa.

“Baiklah,” dokter kini menatapku dan tersenyum. “Jangan sungkan meminta bantuan mamamu. Dokter rekomendasikan agar mamamu bisa membantu mengumpulkan sperma dan melakukan pengukuran sedari awal agar tak terjadi kesalahan yang dapat mempengaruhi hasil penelitian. Ibu perlu pengukuran yang tepat agar hasilnya akurat, tajam dan terpercaya.”

“Iya.”

Dokter lalu menyerahkan gelas dan formulir ke mama. Setelah itu kami keluar ruangan dokter. Mama menunggu sementara aku diambil darah.

Terasa keheningan yang mencekam di mobil saat pulang. Mungkin akibat kata – kata dan perintah dokter. Mama bakal membantuku masturbasi, bahkan melihatku keluar. Selama ini aku selalu melakukannya sendiri tanpa mau ada yang tahu. Tapi kini, aku malu sekaligus senang.

Keheningan akhirnya pecah oleh suara mama yang bicara tegas tanpa malu. “Kita harus melakukan apa kata dokter agar kamu kembali normal. Mama mungkin tak merasa nyaman tapi mama semua harus dilakukan.”

“Iya, makasih mah.” suaraku canggung.

“Kita bicarakan lagi dirumah soal pengaturan untuk mengumpulkan... eh .. tahu kan... spermamu. Kita bicara sehabis makan. Kita mungkin mulai mengambil sampel esok. Jadi jika kamu mau mempersiapkan diri, bilang saja. Tapi mungkin kita bisa melakukan uji coba malam ini. Agar kamu bisa terbiasa dengan mama saat kamu sedang ng... masturbasi.”

Aku belum pernah mama mengucapkan kata – kata itu. Kontolku jadi tegang. Begitu sampai, kututup selangkangan dengan jaket. Di kamar aku langsung masturbasi hingga keluar banyak. Sejam kemudian aku kembali keluar setelah memikirkan mama yang akan menyentuh kontolku. Testisku tak lagi sakit, kurasa aku masih sanggup masturbasi sekali lagi, tapi kutahan buat nanti.

Kali ini kami makan malam di depan tv. Setelah makan mama bicara, “bereskan semua, setelah itu kembali ke sini.”

Aku beres – beres lalu kembali ke ruang tv.

“Sini duduk di sini.”

Mama duduk di sofa, lalu menyuruhku duduk di sampingnya.

“Kita mesti lakukan apa kata dokter. Karena tak tiap orang mengerti kalau ini demi kesehatan, kamu gak boleh bicarain kecuali sama dokter Tari. Paham?” suaranya tegas seperti biasa.

“Iya mah,” jawabku patuh.

“Sekarang kamu gak perlu malu sama mama. Mama udah ratusan kali liat tubuhmu. Meski mama belum liat lagi saat kamu gede atau saat lagi masturbasi. Apa yang kita diskusikan atau lakukan sekarang murni karena medis. Jadi gak perlu malu sama mama.”

“Iya mah.”

“Sekarang jawab mama. Bagaimana biasanya kamu masturbasi, apa yang membuatmu terangsang?” suara mama layaknya seorang guru yang sedang mengajar.

“Eh...” aku mencoba tak malu, namun belum berhasil.

“Ayo, jangan malu,” mama mencoba menyemangati. “Mama tahu remaja seusiamu udah pernah liat porno.”

“Iya mah. Yusup punya film porno. Setelah itu biasanya Yusup masturbasi di kamar mandi. Sperma Yusup muntahkan ke handuk khusus. Biar gak tercampur sama handuk biasa.”

“Mama senang kamu suka kebersihan. Namun mama tak mamu membantu saat kamu sedang melihat yang seperti itu. Mama bahkan gak mau ada saat kamu sedang nonton.”

Aku tersipu malu.

“Tapi mama mesti bantu kamu agar spermamu masuk ke gelas. Jadi mama mesti liat kamu telanjang dan liat penismu ereksi, memegang dan memberi rangsangan hingga spermamu masuk ke gelas.

“Kamu juga perlu rangsangan secara visual, kita tak bisa menghindarinya. Karena kamu udah jujur sama mama, mama juga akan jujur sama kamu. Ayahmu dulu suka kalau mama memakai pakaian yang merangsang sebelum memulai hubungan badan.” Mama berhenti sejenak. “Mama tak keberatan kembali memakainya demi kamu. Jika itu bisa membantumu. Jadi mama akan coba berpakaian untuk membantu rangsanganmu agar kamu bisa cepat keluar.”

Kontolku benar – benar sudah keras saat mama bicara. Aku tak percaya pendengaranku. Jadi mama suka memakai lingerie. Apalagi mama siap memakainya lagi.

“Kamu setuju?”

Tentu saja aku setuju, tapi aku mencoba menahan agar tetap terlihat tenang. “Iya mah, Yusup setuju jika mama tak keberatan.”

“Sekarang kita tentukan aturannya. Mama mungkin membiarkan kamu menyentuh mama jika itu bisa membuatmu cepat keluar. Mama gak ingin aktifitas ini mengganggu aktifitas kita sehari – hari, maka mama ingin agar kamu cepat keluar. Tapi kamu boleh nyentuh setelah minta izin dulu ke mama. Atau setelah mama bilang kamu boleh dan di mana yang boleh kamu sentuh.”

Aku menelan ludah.

“Kedua, biar gak baku. Sebaiknya kita kesampingkan kata – kata penis dan sperma. Kalau kamu mau, kamu boleh berkata layaknya anak seusiamu, misal kontol, momok, susu, pantat, dengan seizin mama tentu. Paham?”

Aku tak percaya mama mengeluarkan kata – kata itu. Aku hanya bisa mengangguk dalam keterkejutanku.

“Sekarang, ada yang mau kamu tanyakan?”

Aku masih linglung menghadapi kenyataan ini, “sekarang Yusup gak bisa memikirkannya mah. Tapi mungkin nanti.”

“Bagus. Sekarang kita rencanakan untuk mengambil sampel di pagi dan malam hari. Berapa kali biasanya kamu keluar saat malam?”

“Biasanya tiga kali.”

“Cukup banyak. Sekarang coba kita lihat apa yang terjadi. Kamu mesti bangun lebih awal kalau mama kerja agar kita bisa melalukan tes ini.”

“Iya mah.”

“Apa kamu perlu keluar sekarang?”

Tentu saja, kontolku sudah tegang. “Iya mah.” aku berusaha terdengar sopan dan dingin.

“Sekarang kamu ke kamar, lepas pakaianmu lalu berbaring di kasurmu. Oh ya, sebelumnya bersihkan dulu di kamar mandi. Setelah itu tunggu mama datang membawa gelas.”

Aku bangkit. Mama pasti melihat gundukan di celanaku namun mama tak berkata – kata. Gak masalah kan sebentar lagi mama bakal melihat seluruhnya. Aku naik lantas ke kamar mandi membersihkan diri. Setelah itu aku telanjang dan berbaring di kasur. Aku mencoba membayangkan apa yang bakal mama pakai.

Setelah beberapa saat, terdengar ketukan di pintu.

“Kamu siap nak?”

“Iya mah.”

Pintu terbuka. Kulihat mama memakai bh dan cd hitam. Mama melihat kontolku yang tegang. Mama menarik nafas.

“Kamu udah terangsang ya. Sepertinya kamu tak butuh rangsangan lagi saat ini.”

Aku memperhatikan saat mama melangkah mendekatiku. Bhnya jelas tak bisa menampung susu mama yang besar. Bh dan cdnya merupakan tipe biasa, cuma warnanya saja yang hitam. Mama lalu berdiri di samping sementara aku berbaring di kasur. Tangannya memegang gelas.

“Kamu benar – benar tumbuh, beda dengan saat mama terakhir liat kamu telanjang,” kata mama sambil menatap kontolku. Lalu mama menatap mataku. Aku seperti melihat tatapan yang belum pernah kulihat sebelumnya.

“Sekarang mama akan kocok kontolmu agar pejumu masuk ke gelas. Kamu boleh menyentuh bagian bawah mama jika itu bisa membantumu.”

Mama berdiri sejajar dengan dadaku lalu membungkuk hingga pantatnya mudah kuraih. Kepalanya ke arah kakiku. Tangan mama mulai membelai kontolku. Tangan lainnya meletakan gelas diantara pahaku. Tapi gelas itu tak menyentuhku.

Kulihat susunya terbungkus bh tergantung di atas perutku saat mama menyentuhku. Aku menyadari susunya mungkin lebih besar dari yang terlihat.

“Ayo, kamu boleh menyentuh pantat mama. Tapi kamu mesti bilang kalau mau keluar.”

Aku menatap pantat mama. Bulat dan indah dicengkram cdnya. Belaian tangan mama di kontol membuatku serasa di nirvana. Lembut pada awalnya, sentuhan mama mulai berganti dengan kocokan. Tangan kiriku mulai membelai pantat mama melingkar. Aku ingin meremasnya namun tak berani.

Aku sadar pertahannku takkan lama. Baru kira – kira satu menit aku lantas bicara, “Yusup mau keluar mah.”

Mama meraih gelas lalu memasukan helm kontol ke gelas sementara tangan lain tetap mengocok kontolku.

Aku memejamkan mata sambil tetap mengelus pantat mama. “Oh... Yusup keluar....” muncratlah spermaku.

Tangan mama membuat kontolku mengarah ke gelas. Setelah selesai, mama mengusap kontol hingga tetesan sisanya berada di telunjuk mama. Lalu mama masukan ke gelas.

“Bagus nak. Kita punya sampel,” kata mama sambil menunjukan gelas penuh peju. Peju itu mencapai garis tertentu yang tertanda di samping gelas itu. “Kegiatan ini berjalan lancar. Kamu bersih – bersih dulu, mama juga mau bersih – bersih.” Mama bangkit lalu berjalan menuju pintu. Mataku tak lepas dari pantat mama yang tak mau diam saat mama melangkah. Aku bertanya – tanya apakah aku bakal bisa melihat lebih dari cd biasa.

Apa yang akan terjadi selama dua minggu ini? Hm... sungguh takkan terduga.
 
Terakhir diubah:
mencengangkan..bikin ngowoh gan. seandainya bisa remas toket mama yg disitu.
 
Lumayan bikin naik birahi ane..
Agan ini pasti suka mamah-mamah STW yang endut montok.

Adegan mesum dibuat lebih detil gan, lebih berekspresi, keluarkan ekspresi nikmatnya..
 
Terakhir diubah:
mirip bgt sama crita dari luar, but it's okay....ane lebih suka versi ente:)
 
Setelah bertahun – tahun menyembunyikan aksiku, kini aku bebas masturbasi. Bahkan mama bisa ikut serta. Sungguh menakjubkan. Meski testisku masih tetap sakit. Mudah – mudahan benar kata bu dokter, ini hanya salah satu fase yang pasti dilalui.

Aku langsung membersihkan diri dan berpakaian. Siapa tahu mama datang lagi untuk ngobrol. Ternyata benar, mama mengetuk pintu lalu masuk. Mama kembali berpakaian normal seperti biasa. Mama mendekat lantas tersenyum. “Sesuai jadwal, esok pagi kita akan mulai sesi pengukuran. Kamu mesti bangun lebih pagi karena mama mesti kerja.”

Aku ikut senyum. “Iya mah,” kuatur suaraku agar setenang mungkin. Kenyataanya, kontolku masih saja tegang.

“Mama tidur dulu nak.” katanya lantas keluar.

Malam sudah menunjukan pukul sepuluh. Kupikir kata – kata mama. Biasanya aku berangkat kuliah setelah mama pergi kerja. Aku penasaran mama akan pake apa besok. Untuk mengalihkan pikiran, aku coba main gim sebentar lalu tidur.

***

“Sup... Yusup... Bangun nak...” Mama membangunkan sambil menggerakkan lenganku.

Aku membuka mata yang masih mengantuk. Mama membuka gordyn membuat kamarku dipenuhi cahaya matahari pagi. Kontolku keras. Kulihat mama memakai rok selutut warna hitam dan blus warna krim.

“Mama telat,” katanya terdengar kesal. Seperti biasa, setiap pagi memang mama selalu terdengar kesal. Kulihat mama memegang gelas. “Ayo, kita mesti cepat.” kata mama sambil menarik selimut. Masih terdengar kesal.

Mama melihat kontolku yang keras dari balik piyama. Aku memang biasa tidur hanya memakai celana saja. Tanpa pakaian. “Setidaknya udah siap nih,” kata mama agak tenang.

Tetap saja, aku masih merasa aneh.

Mama melipat selimut lalu menaruhnya. “Cepat lepas piyamamu lalu berbaring seperti semalam.”

Aku menurut

“Karena udah siang, jadi mesti gini.” Mama menunjuk pakaian yang dipakainya. “Mama gak punya waktu buat ganti baju. Kamu boleh sentuh pantat mama jika kamu mau. Rangsangannya pasti cukup, ditambah tangan mama.”

Aku sedikit kecewa mama tak mengganti pakaiannya. Mama kembali memposisikan diri seperti semalam. Dengan pantat miring agak ke wajahku dan mama mulai mengocok kontolku.

Berkali – kali aku mengimpikan memegang pantatnya. Kali ini aku bisa melakukannya. Sekali lagi seperti semalam, kubuat agar terlihat seperti kurang tertarik, kuelus pantat mama yang kiri. Lalu mengelus yang kanan, dari luar roknya. Kuremas pantat mama

“Jangan buat rok mama kusut,” kata mama tegas sambil tetap mengocok kontolku.

Kulebarkan elusan di pantat mama. Apakah mama akan marah jika aku merogoh melalui roknya? Aku lantas berpikir cepat namun berbicara gagap, “mah... bob... boleh.. ngelus dari dalam rok gak?”

Mama menatap sebentar, lalu bicara dengan nada sedikit keras “Iya kalau bisa membuatmu cepet keluar. Tapi jangan sampai rok mama kusut.”

Ujung rok itu hanya selutut. Perlahan tanganku meluncur dari bawah masuk ke dalam roknya mengelus kaki kanannya. Kuelus paha mulus mama hingga sampai ke cdnya. Aku merasakan paha dan pantat mama sangat lembut.

Kuremas pantat mama dari luar cd lalu mengeluskan jemari dari sisi cd. Mama sepertinya tak keberatan, meski hanya sebentar. Aku merasa akan keluar. “Kayaknya Yusup akan keluar mah.”

Mama langsung mengarahkan helm kontol ke gelas sementara kontolku tetap di kocok. Saat aku meraba pantat mama lagi, kuarahkan dua jari sejalan dengan garis cd mama hingga dekat dengan memeknya. “Ohhh.. ohhh...” aku mulai keluar.

Tangan terampil mama mebuat pejuku semua masuk gelas.

“Bagus nak, bagus,” suara mama terdengar lebih santai dibanding saat mulai. Setelah habis, mama mengusap jemari di kontolku hingga semua tetes tak ada yang sia – sia.

“Ya ampun, banyak sekali nak.” Mama menerawang gelas itu ke arah cahaya mentari. Kulihat kira – kira terisi seperempatnya. “Mama akan catat ini di formulir. Mama pergi dulu ya.” Mama mengecup pipiku lantas keluar kamarku.

Aku memejamkan mata. Pantat mama sungguh besar. Nikmatnya berbaring sambil dibantu masturbasi oleh mama, apalagi sambil mengelus pantat mama. Aku penasaran apa bisa menambah variasi lagi. Sialnya aku mesti kuliah.

***

Aku tak bisa konsentrasi di kelas. Kontol ini rasanya tegang terus memikirkan semalam dan tadi pagi. Hingga akhirnya aku pulang. Mobil mama sudah terparkir. Setelah aku masuk, mama memanggilku. Aku ke dapur mengikuti asal suara mama.

“Sini nak.”

Mama sedang masak sesuatu.

“Mama sudah pikirkan peraturan kita,” mama bilang tanpa hai dulu. “Kita mesti mengatur jadwal kita jadi saat kamu pulang, kita punya satu sesi. Satu sesi sebelum tidur dan atur satu sesi lagi di sore hari untuk malamnya.” Aku tak suka nada bicaranya. Seperti biasa, nadanya terdengar tak menyenangkan.

“Kalau dipikir – pikir, Mama tambah repot saja nak. Mama harap kamu menghargai apa yang mama lakukan.” Suaranya kini benar – benar marah. Mungkin mama telah memikirkannya sepanjang hari di tempat kerjanya.

“Iya mah.” Aku berusaha untuk menenangkannya. “Semoga ini hanya untuk dua minggu saja.”

“Apa kamu gak bohong sama dokter dan sama mama?” Mama mulai menuduhku. “Kalau mama sampai tahu,” nadanya mulai mengancam.

“Ya enggak dong mah.” Aku mulai terdengar putus asa. “Yusup tak tahu bahkan kenapa bisa gini.” Aku mencoba menatap mama.

Mama balas menatapku. Hening beberapa saat. “Baiklah kalau gitu,” suara mama agak tenang. Mama kembali memasak. “Kamu mau mandi?” meski suaranya terdengar santai, namun tetap terdengar seperti perintah.

“Iya mah.”

“Karena kita mesti mendapat tiga spesimen ntar malam, agar cepet, kita ambil satu saat kamu mandi sore. Biar hemat waktu.”

Aku makin bersemangat mendengarnya.

“Iya mah. Yusup gakkan kunci kamar mandinya.”

“Bersihin dulu badanmu, setelah itu panggil mama. Mama gak ada waktu buat bersihin kamu.”

“Iya mah,” kataku sambil pergi naik.

Kulepas pakaian di kamar lalu ke kamar mandi. Aku mandi hingga bersih. Kubuka pintu lalu berteriak, “Yusup siap mah.”

Kukeringkan badang memakai handuk. Aku bayangkan mama datang hanya memakai cd dan bh. Aku jadi malu mama mengetahui betapa mudah aku terangsang. Lantas kupakai handuk menutupi selangkanganku. Mama datang lalu mengetuk pintu.

“Masuk mah.” Jantungku berdetak lebih kencang seperti genderang mau perang.

Mama masuk. Rupanya mama tak melepas pakaian. Tetap memakai blus dan rok. Aku agak kecewa. Tangannya memegang gelas

Mama menatap tubuhku, dari atas sampai bawah. Mama melihatku memakai handuk. Kontolku kembali tegang melihat mama berdiri di depanku.

“Kenapa kamu pake handuk?” kata mama lalu meraihnya hingga lepas. Muncullah kontolku yang sudah tegang. Aku masih malu, belum terbiasa.

“Kontolmu mudah tegangkan?” kata mama sambil menatap kontolku. Kontolku menunjuk lurus ke mama.

“Iya... kan.. masih muda mah.” Aku berusaha agar terdengar tak memalukan. “Lagian Yusup gak bisa ngapa – ngapain mah,” tambahku jujur.

Mama menjilat bibirnya. Aku tak pernah melihat mama melakukan itu, menjilati bibirnya. Aku tak tahu kenapa mama menjilati bibirnya. Mama lantas menatap kembali wajahku.

“Kita mesti melakukan dengan cara lain karena kamu berdiri, gak berbaring.”

“Iya mah. Kayaknya Yusup akan cepet keluar kali ini,” aku penasaran apa mama akan melepas pakaiannya.

“Iya, sepertinya kamu tak butuh rangsangan lain lagi. Tapi tetap, mama lepas dulu blus dan rok mama. Biar gak kotor.”

Mama berbalik memunggungiku lalu melepas blus dan menggantungnya. Aku bisa melihat tali bhnya yang berwarna krim. Mama lalu melepas sleting dan menurunkan rok. Cdnya juga warna krim. Pantatnya besar menantang. Kali ini kulihat cd krim mama lebih kecil dibanding cd hitam mama. Hingga belahan pantat mama agak terlihat. Meski gendut, namun mama benar – benar seksi.

Mama lalu mengangkat kaki untuk menarik roknya. Kaki kanan dulu lalu kaki kiri. Rok itu lalu digantung juga. Mama berbalik, menatapku lalu menatap kontolku. Kulihat bh mama, seperti cdnya, juga lebih kecil dibanding bh hitam. Menampilkan lebih banyak susu mama.

Kulihat selangkangan mama, bahan cdnya cukup lebar di daerah sana jadi aku tak bisa melihat menembusnya. Bahkan tak kulihat sehelai jembut pun. Aku lantas mengangkat pandanganku.

“Udah bener – bener bersih gak?” katanya sambil menatap kontolku.

“I... iya mah,” jawabku pelan.

“Biar mama bilas sekali lagi.” mama menaruh gelas di pinggir bak, mengambil air memakai gayung lalu membasuh kontolku sambil mengelusnya. Sekalian sama testisku.

“Muter,” kata mama.

Aku berputar tanpa tau maksud mama. Mama sekarang melihat pantatku. Mama lantas kembali membasuh pantatku dan menggosoknya.

“Rasanya Yusup mau keluar mah,” suaraku terdengar putus asa, namun tetap kuusahakan setenang mungkin.

“Muter lagi.”

Aku kembali berputar hingga menghadap mama.

“Ya udah, gak perlu buang – buang waktu lagi.” Mama meraih gelas, “kali ini mama masturbasi kamu sambil menghadap.”

Mama lantas berlutut hingga wajahnya sejajar dengan kontolku. Tangan kiri memegang gelas sedang tangan kanan mulai mengelus kontolku. Gelas itu sejajar dengan susu mama. Andai saja gelas itu tak ada...

Saat mama mulai membungkuk, aku melihat belahan susu mama dari atas. Remasan dan belaian tangan mama sungguh nikmat. Tak lama lagi aku akan keluar, namun tiba – tiba mama menghentikan tangannya.

“Kalau gini bisa jadi masalah sepertinya. Mama gak mau andai lepas dari gelas spermamu malah mengotori bh mama. Lebih baik mama lepas dulu.”

Aku tak tahu apa yang terjadi, antara aku dan mama. Yang kutahu pasti, mama akan melepas bhnya. Mama melepas kontolku dan menaruh gelas di lantar. Mama mulai melepas bhnya. Jantungku makin berdebar melihat mama.

Tanpa banyak bicara, mama meraih gelas lagi, menempatkan dan mulai mengocok kontolku. Aku tak percaya apa yang kupandang. Belum pernah kulihat susu sebelum ini, kecuali di film. Susunya begitu besar, areolanya lebar dan warnanya hitam.

Aku hanya bisa melongo melihat susu mama terngguncang seirama kocokan tangannya. “Yusup keluar....” mama mencengkram erat kontol agar pejuku masuk gelas. “Oh... oh.....”

“Bagus nak,” mama terdengar bersemangat saat memerah kontolku. Setelah lemas, kontolku dilepas mama.

Aku lantas dudu di pinggi bak mandi, menutup mata menikmati sisa – sisa sensasi ini.

“Lihat ini,” kata mama saat kubuka mata.

Aku menatap gelas dan melihat pejuku hampir setengah gelas. Namun mataku tak lama menatap gelas. Mataku kembali menatap susu mama. Kurasa mama menyadari aku menatap susunya.

“Oke, cukup kali ini. Mama mau nulis catetan ini dulu. Terus lanjutin masak. Bersihin lalu turun.” Mama bangkit, meraih bh dan pakaian lantas keluar. Aku tak bisa melepas pandang dari pantat mama. Getaran pantatnya, bahkan sepertinya pinggul mama bergoyang lebih dari yang pernah kulihat. Mungkin hanya imaji nasiku, atau benarkah?

Tak pernah kubayankgan akan melihat mama hanya berbalut cd, melangkah keluar dari kamar mandiku. Hm, tidak terduga. Setelah mama hilang dari pandangan, kubersihkan diri lantas berpakaian. Pikiranku kembali ke adegan tadi. Cara mama memandang kontolku, baru kusadari sepertinya mama terpesona. Cara mama menjilati bibir. Cara mama membungkuk saat akan melepas roknya. Saat mama melepas bh, merangsang sekali.

Sebelumnya, di dapur tadi, mama marah padaku, bilang betapa tak nyamannya mama. Aneh.

Aku sangat terangsang diperlakukan sedemikian rupa oleh mama. Namun di benakku aku mulai bertanya – tanya, apakah mama melakukan semuanya sengaja, karena mama memiliki maksud lain yang tersembunyi?

Setahuku, mama tak pernah lagi berhubungan setelah cerai dengan ayah. Meski gendut dan tidaklah cantik, namun pasti mama memiliki hasrat seksual juga. Apakah mama marah di dapur karena merasa bersalah ataukah karena mama juga merasakan kesenangan tertentu lantas merasa bersalah?

Andai itu yang terjadi, kesempatanku untuk lebih berani. Langkah demi langkah. Bahkan aku tak perlu malu akan diri sendiri saat di depan mama, jika mama pun merasakan getaran tertentu. Aku jadi merasa percaya diri untuk sesi berikutnya. Aku jadi sadar akan pancaran seksual tubuhku, aku tak perlu malu lagi.

Kulihat jam, rupanya lama juga aku merenung. Aku turun. Mama sedang menyiapkan makanan. Tentu saja memakai pakaian. Tak ada pembicaraan tentang sesi sebelumnya. Mama hanya nanya hariku di kuliah. Aku menjawab lantas bertanya mengenai hari mama di pekerjaan. Mama menjawab. Seperti ibu dan anak biasa. Namun kali ini kulihat ada sedikit perbedaan di tubuh mama. Seperti agak nakal. Lebih santai dari pada biasa.

Sebelum makan, mama berkata, “bilang saja kalau kamu udah mau keluar lagi.”

Aku mengangguk lantas makan. Setengah jam setelah makan, aku merasa siap. “Rasanya Yusup sudah siap mah,” kataku pada mama yang sedang baca di ruang tv.

Tanpa menatapku mama berkata, “Ok. Kita lakukan di kamarmu saja. Siap – siap dulu mama ntar nyusul.”

Aku berbaring telanjang menunggu mama. Kontolku sudah agak tegang. Aku merasa sedikit santai, dibanding sebelumnya. Saat di kamar mandi, aku tak dapat pantat mama. Kali ini harus dapat. Segera terdengar ketukan di pintu. Mama lantas masuk memegang gelas. Mama memakai bh dan cd warna krim. Susunya agak goyang saat berjalan mendekati ranjang. Kontolku langsung hormat pada mama, tegak grak.

“Kita lakukan seperti malam tadi dan pagi tadi,” katanya sambil memiringkan tubuh. “Kamu boleh sentuh kaki mama lagi kalau kamu suka.”

Aku langsung membelai dan meremas pantat mama dengan tangan kiri sementara mama menyiapkan gelas di antara selangkanganku lalu mulai membelai kontolku. Aku agak kecewa tidak bisa melihat susu mama seperti sebelumnya. Mungkin esok di kamar mandi ada kesempatan lagi.

Pantat mama sungguh indah. Aku merasa kali ini akan bertahan agak lama, meski hanya beberapa saat. Setelah beberapa menit, mama menatapku, mungkin heran akan durasi ini. “Gak terlalu cepat kayaknya kali ini.”

“Iya mah. Mungkin sebentar lagi.”

“Yah, mungkin ini bisa membantu. Mama gak bisa gini semalaman,” katanya tegas.

Kemudian mama melakukan sesuatu yang menakjubkan. Tangannya yang bebas meraih pantat lalu menurunkan cdnya hingga pantatnya terlihat. Mama bahkan menggoyangkan pantat seolah menggodaku.

Aku kembali meremas dan mengelus pantat mama, yang tanpa cd kali ini. Aku menyentuh sedikit daging diantara bongkahan pantatnya.

“Yusup mau keluar...”

Mama meraih gelas dengan tangannya yang bebas lalu memposisikannya. Aku lantas mengelus batas antara anus dan memek mama dengan kedua jari. Mama menggoyangkan pantat mungkin akibat aku menyetuh titik sensitif namun tak protes.

“Oh... oh....” suaraku saat pejuku menyembur memenuhi gelas. Memastikan agar seluruh pejuku tertampung di gelas.

Aku lantas membelai pantat mama saat mama berdiri. “Sana bersihin dulu, mama mau nyatet dulu.” Mama lantas melangkah keluar kamarku. Mataku melihat pantatnya, cdnya masih menggantung agak bawah dari pantatnya. Aku ingin menjilati pantat itu. Lalu mama menghilang dari pandanganku.

Kubersihkan diri, memakai baju. Kukerjakan tugas – tugas kuliah. Kudengar mama beraktifitas di taman. Padahal sudah senja.

***

Sekitar jam sepuluh malam, mama kembali mengetuk pintu kamarku lantas masuk.

“Mama ingin tidur lebih cepat. Kita lakukan sesinya sekarang aja.”

“Iya mah,” aku berbalik dari monitor tempatku mengerjakan tugas.

Kurasa mama bakal keluar menungguku melepas pakaian. “Buka aja pakaianmu sekarang. Gak usah malu.”

Kontolku yang lemas kembali bangun. Kulepas kaosku dan mulai melepas sleting celana jinku. Mama melepas pakaian dan mulai melepas roknya. Mama meletakan pakaian di sudut ranjang. Aku mengikutinya.

Aku berdiri hanya tinggal memakai boxer. Kontolku terlihat sudah bangung. Mama pun berdiri hanya bercd dan bh. Kutarik boxerku turun hingga nampak kontolku. Mama melihat kontolku namun tak berkata. Aku mulai memakai otakku. Mama seperti ingin melihat pantatku saat di kamar mandi tadi. Jadi sebelum naik ke kasur, aku berbalik hingga mama bisa melihatku telanjang dari belakang. Aku berjalan ke jendela dan menutup tirai. Namun tetap ada celah sedikit ditengahnya.

“Cuma ngecek mah biar gak ada yang liat,” kataku seolah berusaha membantu.

Kuyakinkan diri agar mama dapat melihat pantat dan punggungku. Kemudian aku mundur dan menunduk seperti mau meraih sesuatu di lantai, membuat pantatku makin terlihat oleh mama.

Aku lantas berdiri, berbalik lalu berbaring di kasur. Sedari mama masuk kuhindari kontak mama, tapi setelah berbaring kulihat wajah mama. Sepertinya mama terlihat agak merah.

“Mama senang kamu cermat,” katanya sambil tesenyum, suaranya seperti disusun. “Mama tahu semua ini murni medis, namun tetap, kita mesti hati – hati. Agar tiada tetangga tahu. Kamu sendiri tahu, tetangga masa kini, kebanyakan tetangga masa gitu.”

“Iya mah. Yusup ngerti.”

Melihat mama santai dan senang dengan aksiku membuatku ingat akan ideku soal sedikit melangkah per sesi.

Seperti biasa, mama berdiri di sampingku. Saat mama membungkuk, aku mulai bicara, “mah... kalau boleh, agar yusup cepet keluar, karena sebelumnya lama, mungkin mama lepas dulu bh mama, agar..”

Suasana langsung hening, meski tidak bersuasanaseger. Mama seperti merenungkan apa yang kukata, lalu menatap ke arahku. Tampak serius, mama lalu bicara, “Mama setuju, sebelumnya kamu terlalu lama keluar. Mama gak ingin lama – lama. Lagian di kamar mandi kamu udah liat susu mama, jadi gak masalah kalau liat lagi saat kita di kamar.”

Kata – kata mama bagaikan nyanyian Sinatra. Mengalun merdu di telingaku, membuat kontolku merespon. Namun kuputuskan untuk tiada berkata. Sanggupkah aku lebih jauh?

“Makasih mah. Udah membantu. Boleh gak Yusup pegang juga, seperti pada pantat mama? Biar makin cepat keluarnya.”

Masih dengan wajah serius, mama bersuara normal, “oke, tapi sentuhan ringan saja.”

Mama melepas bhnya. Aku tak sabar melihat dan menyentuh susu mama. Kontolku langsung bereaski saat mataku melihat susu mama.

“Mama bisa liat hasilnya langsung,” kata mama sambil menatap kontolku.

“Susu mama bener – bener indah,” aku berusaha terdengar menghargai. “Semoga mama gak keberatan Yusup bilang gitu.”

“Makasih sayang. Mama gak keberatan kok. Dulu papamu juga suka,” nada mama masih terdengar normal.

Mama memposisikan susunya hingga hanya sejengkal dari wajahku. Belum pernah sedekat ini aku melihat susu mama. “Kamu boleh menyentuh dan meremasnya pelan. Agar cepet keluar.”

Aku mulai mengelus susu mama yang menjuntai. Jempolku mengelus pentilnya. Kumainkan pentil mama dengan jempol dan telunjukku. Kupilin pelan hingga berubah jadi agak keras. Kontolku jadi makin berkedut.

“Udah cukup nak,” kata mama setelah beberapa saat, mungkin tangannya merasakan kontolku. “Biar mama keluarin sampelnya sekarang.

Aku melepas genggaman tangan dari susu mama. Meski aku sangat ingin mengisapnya tapi lebih baik aku sabar menanti. Mama mendekatkan pantat kepadaku, lalu menggoyangkannya. Kurasa kini mama tau betapa aku sangat menyukai pantatnya. Gerakan pantat mama sungguh seksi, hampir menyentuh tanganku, membuatku menduga jangan – jangan mama juga menikmatinya.

Mama membungkuk membuat susunya berada di atas perutku. Tangan kanannya kembali mengocok kontol. Kemudian tanpa kuminta, tangan kirinya kembali menarik cd hingga melorot, seperti sesi sebelumnya. Mungkin mama mengira aku akan cepat keluar, karena setelah itu mama langsung menyiapkan gelas dengan tangan kirinya. Kontolku diarahkan ke gelas sambil terus dikocok.

Mama benar. Melihat susu mama begitu dekat dan pantat mama menggeliat seksi membuat aku tak tahan. Beberapa detik kemudian aku keluar menyemprotkan peju ke dalam gelas.

“Bagus nak. Hasilnya bagus,” suara mama terdengar puas sambil menyeka sisa peju pada kontol dengan jemarinya. Mama lantas berdiri dan menerawang gelas. Susunya benar – benar seksi.

Aku hanya bisa menelan ludah melihat tingkah laku mama.

“Udah waktunya mama tidur,” kata mama sambil tersenyum, “sehabis mencatat sesi ini.” Mama lalu membungkuk dan mencium pipiku. Susunya menyentuh susuku. “Selamat tidur nak. Siap – siap untuk sesi esok pagi.”

“Malam juga mah. Makasih atas bantuannya.” aku berusaha agar terdengar bersyukur.

Saat mama melangkah keluar, aku memperhatikan pantat dengan cd melorotnya. Sepertinya mama tak keberatan aku melihat, terbukti mama sedikit menggoyangkan pantatnya.

Testisku tak lagi sakit setelah keluar tiga kali hari ini. Aku puas.
 
Bimabet
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd