Agen Terpercaya   Advertise
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Dindung Sekeluarga

Sepertinya seru ini cerita, tapi pasti ukup lma updtnya ...
 
KKKKKRAUUPPPPP
CRUNCHH CRUNCHHHH


Pukul 8 Malam sedang ada makan malam bersama di rumah Dindung di Bekasi. Mereka melahap buah tangan Papa Dindung yang berupa satai ayam dengan porsi 40 Tusuk. Papa Dindung, Kusumo Hadi, habis pulang dari rumah kawannya yang beralamat di daerah Pondok Gede. Hadi, biasa begitu dia dipanggil, berusia 42 Tahun. Dia adalah seorang Pegawai Tata Usaha sebuah sekolah negeri. Perawakannya gagah dan tinggi walaupun perut sudah agak buncit. Rambut mulai rontok, meskipun tidak menipis seperti Abahnya, Sobur, yang kebetulan sedang menginap. Duduk dekat dengan Abahnya, Hadi bercerita soal banyak hal, baik tentang urusan pekerjaannya hingga ajakan untuk jalan-jalan keliling Jakarta.

Ratna, istri Hadi, duduk di di sisi sebelah kanan suaminya, dia menyimak sambil mengunyah nasi dan lauk. Kadang, dia nimbrung obrolan yang mana dia bisa memberi tanggapan. Lucunya, ayah mertuanya, yang duduk di hadapan Ratna, lebih cenderung melihat ke dia ketimbang melihat Hadi yang sedang berkata-kata. Ratna berusaha bersikap biasa walaupun agak sedikit risih.

"Minggu pagi besok jadi, Bah?", tanya Hadi menumpuk piring di atas piring bekas Abahnya makan.

PPPPPPRAAAANGGG

"HOOMMM.... pergi ke pusat perbelanjaan saja"
"Kalau panas-panasan Abah gak kuat"

"Jadi bener nih gak usah ke Ancol, Monas, Ragunan...?"
KYUUP KYUPP KYUPP KYUPP KYUPP, Hadi meneguk segelas air putih.

"NDAK USAH, NDAK USAH, bukan jaman aku lagi jalan-jalan seperti ituh..."

UHUK UHUK UHUK

"Minum yang banyak, Bah", ujar Hadi kepada Abahnya.
"Terus Abah ke tempat belanja mau apa?"

KYUPP KYUPP
GLEKK GLEKK GLEKK

Setelah meminum air, Sobur menggamit ujung kerah kemeja yang dipakai, dipandanginya sebentar sekujur badan. "baju Abah ini apa masih bagus ndak?"

Hadi tersenyum dan menggapai tangan Abahnya, digenggam kuat. "Okeh, besok kita ke Mall, sore tapinya ya Bah?"

"Pagi ndak buka?", agak kecewa Sobur. Dia ingin melihat kemegahan Jakarta melalui tempat jual-belinya, meniru para pejabat desa ketika mampir ke Ibukota.

"Pasar kalo begitu mah"

"Kalau pasar, Abah bisa beli sendiri..."
"Yasudah pasar saja, kamu kasih uangnya ke Abah besok..."
"Biar Abah pergi ditemani Dindung..."

Hadi menatap tak yakin.
"Beneran gapapa nih, Bah?"

"Iya gapapa..."
"Tapi, kamu harus tetep ajak Abah jalan-jalan ke Ragunan, bagaimana?"

HAHAHAHAHAHA
Tergelak tawa keras Hadi bersama Ratna dan Desi, anak sulungnya yang turut mendengar walau sekilas.

"Yaudah, Ndak usah, Ndak usah.. kalau kamu merasa direpotkan sama Abahmu ini.."

"Yaa enggak dong Bah. Iya, Nanti Aku antar kok kemanapun Abah mau..."
"Rencana awalnya kan gitu..."
"Iya kan? Ya?", Hadi meminta Ratna dan Desi mengiyakan. Keduanya kompak mengangguk. Suara YA terdengar pelan.

"Terserah kamu sajalah. Abah mau istirahat dulu...", Sobur bergegas meninggalkan meja makan. Dia menjulurkan sarungnya agar tidak tersangkut.

Dindung tidak terlibat pembicaraan sama sekali. Dia mendengar tetapi pusat perhatiannya lebih ke acara televisi yang sedang menyiarkan pertandingan sepak bola nasional. Menyuap makanan ke mulut saja kebanyakan jeda. Jarang dia mengunyah. Bumbu kacang satai sudah teraduk merata dengan nasi. Selera makan Dindung terhalau semangat menonton. Sebutir nasi dicuil-cuil. Tiga gigitan menelan daging kambing. Dia tidak pegal memegangi piring. Kaki yang menekuk sebagai tumpuan.

PRRRAAAAKKKK
"ADDDDUHHH HAMPIIRR GOLLL!"
"BEGO! GITU AJA KAGA BISA MASUKKIN!"
"PAAYAAH LUH!"
Dindung menepuk lantai. Dia mengumpat salah seorang pemain yang berdiri di wilayah kotak penalti lawan. Pemain itu mendapatkan bola. Yang tinggal menyontek seharusnya terjadi gol, pemain tersebut malah menendang bola jauh melampaui mister. Kekecewaan Dindung membludak. Klub gacoannya sedang butuh satu gol untuk menyamakan kedudukan.

"HOY DUNG!"

"EH IYA? KENAPA MBAH?!", Dindung mendongak muka ke arah Mbah Sobur yang berdiri di depan dia.

"Besok temanin Mbah, ya?"

"Kemanah?", Dindung agak merasa terganggu fokusnya. Sempat dia melirik lagi ke arah televisi karena pertandingan sepak bola sedang berjalan seru-serunya.

"Pasar, Mbah mau beli baju...."

"OHH SSIPP Mbah, nanti aku temenin...", Dindung mengangguk-ngangguk cepat. Dia mau segera menengok ke arah televisi lagi.

"NAH! NAH! NAH! HAYOK!"

YAK YAK YAK FEBRI! FEBRI! FEBRI! MELIAK-LIUK DIA! ULALALALA.. TENDANGANNYA MASIH MELAMBUNG, celoteh presenter pertandingan berhasil menyalurkan LUAPAN SEMANGAT SUPPORTER yang hadir di stadion kepada para pemirsa di rumah, termasuk kepada Dindung. Nyaris tidak berkedip Dindung memantau pertandingan yang sudah dipantengi semenjak makanan belum disajikan.

"DIUMPAN HARUSNYA ITU! KERDUS!", umpat Dindung kembali.

Seiring berjalannya waktu, Dindung duduk sendirian di Ruang Makan. Babak Pertama Pertandingan sepak bola yang dia saksikan belum selesai. Papa Dindung sudah masuk ke kamar. Begitu juga Mbak Desi. Mama Dindung sedang mencuci piring di dapur. Sementara Mbah Sobur sedang berangin-angin di halaman depan rumah seraya merokok. Di Halaman depan rumah Dindung terdapat Bangku yang busanya sudah menyeruak dan kulitnya terkelupas. Jarang sekali bangku itu diduduki, kecuali Papa atau Dindung yang hendak bersantai. Sekarang bangku itu menjadi singgasana Mbah Sobur. Pria yang akrab dengan suasana desa yang sejuk itu, belum terbiasa dengan suhu kota Bekasi saat dilanda musim kemarau.

PRRRRIIIITTTT
PRRRIITTTTTTT

Babak pertama pun usai. Barulah Dindung menghabiskan makanannya. Dikunyah cepat-cepat nasi beserta daging satai ayam. Satu per satu tusuk sate yang merupakan jatah Dindung pun ludes. Selesai makan, Dindung mengantarkan piring kotornya ke dapur. Sayangnya, Dindung tidak menemukan Mamanya. Dia lihat Mamanya sedang mencopot-copoti pakaian yang dijemur pagi tadi. Bersamaan dengan itu, Dindung menaruh piring sisa makan malam, direndam di sebuah baskom berisi air. Dindung malas mencucinya.

Hendak duduk di depan televisi lagi, Dindung tengok pertandingan babak kedua belum dimulai. Iklan beruntun disertai komentator yang menganalisa pertandingan bergantian muncul. Dindung pun memanfaatkan untuk pergi ke kamarnya yang berada di lantai 2. Dindung ingin mengambil ponselnya yang sedang dicharger. Barangkali sudah penuh baterainya.

"Dung, sini sebentar deh....", selesai menaiki anak tangga, dari kamar yang berseberangan, Mbak Desi yang anggun mengenakan piyama biru muda memanggil. Jantung Dindung berdetak tidak karuan. Dindung agak gemetaran. Kaku cara Dindung berjalan karena dia dihantui bayang-bayang onani sebelum berangkat les pagi hari.

"Adaa apaan?", Dindung mendekat penasaran.

"Bantuin gue...", tutur Mba Desi bersandar pada pintu kamarnya.

"Bantuin apa? Kalau disuruh keluar rumah, gue ogah"
"Lagi asyik nonton..."

"Beneran nih gak mau?", Mbak Desi tersenyum selagi menghampiri adiknya.

Dindung yang tak paham mendesak memberitahu. "Iyaa apaa dulu? Gak usah bertele-tele deh..."

PPPPLLLLOKKKK
Tiba-tiba tangan Mbak Desi meraba kemaluan Dindung.

"EITTTTSSSS....", Dindung lompat menjauh. Batinnya sungguh tak menyangka.

"Yaelaahh pakai pura-pura lagi lo..."
"Katanya gak suka bertele-tele...", ujar Mbak Desi merespon reflek adik kandungnya.

"Maksudnya apa inih Mbak?", tanya Dindung penuh dengan kepolosan.

"HEEUHHH"
"Gak usah pakai nanya, perlu gue jelasin ya?", Mbak Desi menghela nafas seolah dia tahu sesuatu dari diri Dindung.

"Ya iyalah..."

"Lo suka ngintipin gue masturbkan?!"

"HAH?! MBAK DESI SUKA MASTURB?!", lantang suara Dindung. Dia pasang muka pura-pura kaget.

"PSSSSSSTTTT DIEEEM!", ceracau Mbak Desi memandang ke arah bawah, khawatir ada yang mendengar ucapan Dindung barusan. Sedangkan, Dindung mesem-mesem, berasa mengerjai kakaknya.

"Jujur aja, gue minta..."

"INI GUE UDAH JUJUR....", Dindung bersikukuh sekaligus menekan nada bicaranya.

"Lo gak usah banyak ngeles, Dung"
"Apa harus gue bongkar aib lo nih?"

"AIB? AIB APAAN?"

"Tunggu bentar sini...."qe, Desi melesat ke dalam kamar dengan perasaan gemas. Dia ingin mengambil sesuatu dan menunjukkannya kepada Dindung. Sebaliknya, Dindung sedang berusaha memahami apa maksud Mbak Desi dengan kalimat 'BISA BANTUIN DIA GAK'. Terlebih, di luar dugaan begitu berani Mbak Desi menyentuh burung kesayangan Dindung. Imajinasi Dindung berkhayal tidak-tidak. Akan tetapi, sebelum daya imajinya terbang jauh, perasaan tak enak menyelimuti. Mbak Desi keluar dari dalam kamar, menjumput sesuatu yang terjumbul-jumbul. Mbak Desi terkesan jijik dengan apa yang dibawanya.

PLLLAAAAPPP, sehelai celana dalam berwarna KREM dilempar Desi, tepat mengenai MUKA DINDUNG.
"BAU PEJU LO, DUNG"
"HARUSNYA LO CUCI SEKALIAN"


"WAAAADDDUUUUHHHH!"
"KAAACCOOO!
", Dindung gelagapan .

=OOO=

"NAH GIMANA?"
"Apa perlu gue kasih tahu ke nyokap sama bokap kalo soal kelakuan lo ini?"
"Gue kasih tahu aja kali yaa..", Desi menggertak nyali Dindung. Dia berlagak mau menuruni tangga.

Pagi hari sepulang membeli pulsa di warung dekat rumah, Desi masuk ke kamar mandi karena mau buang air kecil. Mulanya dia terkejut dimana bakul cucian yang belum dia rendam dengan deterjen. Akan tetapi, Desi lebih sangat terkejut lagi menemukan celana dalamnya yang tertinggal, terjuntai di atas bak. Dia comot. Celana dalamnya basah oleh sedikit cairan yang tiba-tiba jatuh menetes.

Desi yang sudah mendapatkan pendidikan seks bisa membedakan mana air murni dan mana bukan air. Jelas sudah, cairan yang menetes itu adalah sperma. Dia awalnya bingung siapa yang berani melakukan itu. Dia lantas bertanya kepada mamanya siapa yang mandi barusan ketika Desi pergi sebentar membeli pulsa. Mamanya menjawab DINDUNG. Tidak aneh. Apalagi Desi menyimpan rahasia kalau selama ini dia tahu Dindung mengintipnya ketika sedang masturbasi. Bagi Desi itu sensasi tersendiri. Apalagi dia masih perawan. Dia rasa itu jalan yang paling aman. Namun, semakin hari Desi bosan dengan cara seperti itu, termasuk VOICE SEX dengan pacarnya, Zulfian, yang merupakan teman satu kampus.

Sebenarnya Desi kepikiran untuk melakukan hal yang direncanakannya kali ini kepada Dindung, untuk Zulfian. Bahkan, Zulfian kerap mendorong agar kesampaian. Desi pikir matang-matang. Dia beranggapan Zulfian bisa diluar kendali. Desi tidak mau Zulfian mengambil jatah perawannya. Satu-satunya jalan yang bisa menyalurkan hasrat seksual Desi adalah Dindung, Adik kandungnya sendiri. Menurut Desi, Dindung lebih mudah diatur. Apalagi dia bisa melakukannya di dalam rumah secara diam-diam.

"YAH YAH YAH..."
"jangan gitu dong mbak.."
"Gak lucu kan bercandanya...", imbuh Dindung bergegas mengikuti Desi. Dia kelimpungan, bisa kiamat kalau Desi memberitahukan kekonyolannya kepada Papa dan Mama.

"Berarti? Lo mau kan?", tagih Desi dengan muka masam.

"Mau apaan?"

"CK, jujur mending..."
"Kalau masih ngeles, gue langsung turun ke bawah ini...", ancam Desi. Wajahnya sudah sangat serius.

"HUUUHH IYAA GUE NGAKU MBAK"
"YA MAU GIMANA"
"GUE SANGE NGELIHATIN LO MASTURB"


"Akhirnya ngaku juga lo..."
"Gitu aja pake lama, Pada akhirnya Desi berhasil menaklukan Dindung.

SLAAAAAAAPPPPPP, Desi merampas tangan Dindung, menarik masuk adiknya ke dalam kamar. Didorong Dindung menjauhi pintu. Desi mengunci pintu kamarnya untuk memastikan semua aman. Dia perhatikan Dindung berdiri linglung.

"Jadinya mau apa gak sik nih lo..."
"Pura-pura polos lagih..."

"Emmm.. iya mau sik, ya jelas mau dong, gue cowok tulen kok..."
"tapi nanti kalo ketahuan gimana? Kalo kebablasan gimana?"
"Gue juga gak pengalaman...", tanya Dindung was-was. Padahal, hatinya sedang dirundung kesenangan bak mendapatkan surga dunia.

"AMPUN DEH"
"Ya jangan sampai ketahuan sama kebablasan..."
"Makanya Lo juga kalo napsu musti tahu diri juga..."
"Gue ini kakak kandung lo..."
"Kesempatan yang gue kasih bukan berarti lo masukin titit lo ke memek gue, ngerti?", ujar Desi menunjuk-nunjuk kepala Dindung.

"Oke sekarang mulainya darimana?", Dindung sudah tidak sabaran, menanti-nanti datangnya hari ini.

"Sabar dong adek gue yang ganteng..."
"Udah gak tahan yaa pengen gue isepin titit lo...", Desi menuntun Dindung untuk duduk di pinggir ranjangnya. Desi lalu berdiri di depan Dindung. Melepas kancing piyamanya satu per satu, menurunkan celana piyamanya yang panjang. Desi pamer bentuk tubuhnya yang hanya mengenakan bikini berwarna merah. Dia lalu gantian menurunkan celana Dindung. Ternyata, Dindung tidak memakai celana dalam. Dia turunkan cepat-cepat sehingga mencuat tegak penis adiknya.

TRRRRUIINNGGG

"Gede juga titit lo Dung...", puji Desi tak sabar mengulum.

"Ayo dong Mbak buruan diisep...", Dindung berdiri.

Bukannya menuruti kemauan Dindung, Desi malah mempreteli celana dalam yang dia pakai. Justru juga sekarang dia yang duduk di pinggir kasur. Desi membuka kedua pahanya. Menunjukkan kepada Dindung bulu kemaluan yang terawat. Diusap-usap bibir vaginanya. Kemudian, barulah dia mencengkeram penis Dindung.

"Gue kocok titit lo, tapi lo colok-colok memek gue yaaa.."

"Iyaa mbak..."

Dindung memajukan posisi berdirinya. Dia sedikit membungkuk. Tangannya meraba vagina Desi. Dindung mengandalkan apa yang dia lihat ketika Desi masturbasi. Telapaknya tangannya mengusap-ngusap hingga perlahan-lahan cairan kemaluan Desi sedikit keluar.

Plaap... plapp... plaaapp...

"Auhhhh....", Desi mengaduh. Sensasi ini jauh lebih nikmat ketimbang masturbasi menggunakan tangan sendiri. Dia lampiaskan dengan pamer wajah mendesahnya di hadapan Dindung.

"Aahhhh enakk Dung...."
"Teruss..."

"Iyaaa, tapi lo isepin titit gue dong.."
"Jangan dikocok aja....", pinta Dindung kurang puas penisnya diurut tangan Desi.

"OUUMMMPPHHH", Desi langsung melahap penis Dindung. Maju mundur bibirnya, membasahi batang penis Dindung dengan liur Desi. Andai tidak perawan, mungkin Desi ingin merasakan penis Dindung menembusi vaginanya. Desi tetap menikmati. Penis Dindung sudah memenuhi mulutnya. Desi jilati leher penis adiknya. Kemudian melahap lagi. Desi ingin tahu seberapa kuat Dindung melayani kebutuhan biologis dia.

"Orghhh enak banget....."
"Mbakk, gak sekalian aja gue entot lo...", Desi diam, tengah menikmati penis Dindung.

Membalas apa yang dilakukan kakaknya, Dindung memasukkan dua jari ke vagina desi. Dia colok pelan-pelan. Keluar-masuk, Dindung perhatikan jarinya basah. Dindung melirik Desi yang fokus mengulum penisnya. Dia berencana membuat kakaknya orgasme. Dindung colok-colok tak beraturan. Gregetan Dindung kepengen melihat kakaknya muncrat.

CLOOP CLOPP CLLOPP

"Aaaaaihhhhh aaaaahhhhh...."
"Dung, lo ternyata pinter yaaa...", tubuh Desi melonjak-lonjak. Barangkali refleks, salah satu tangan Desi merangkul Dindung. Penis Dindung kini tidak lagi berada digenggamannya. Desi meremas sprei karena Dindung semakin cepat mencolok vagina desi dengan menggunakan kedua jarinya. Dindung berharap yang lain. Dia ingin mencium bibir Desi. Takut-takut, Dindung ujungnya memberanikan diri.

EMMMMMHHHHHH
UNCCCHHHHH,
di luar dugaan Desi menyambut ciuman bibir Dindung.

Sayangnya, ciuman itu berlangsung tidak lama. Desi keburu meraih orgasme.
"Aaaaaahhhh gue benci iniih..."
"Aaaaaahhhh muncraaaatt gueee...."
"Crrruuushhhhh...."

Tubuh Desi dilepas Dindung. Desi jatuh berbaring di kasurnya. Tidak ada instruksi, tiba-tiba Dindung buka baju dan melepas celananya yang dipeloroti Desi dalam keadaan tanggung. Dindung duduk memperhatikan Desi yang berada di samping. Besar hasratnya untuk meniduri kakaknya. Namun, Dindung dilema karena Desi sudah mengingatkan. Tidak terlalu lama Dindung menunggu, Desi terbangun. Dia tersenyum. "kemarin-kemarin aturan kita masturbasi bareng aja Dung.."
"Hihi..."

Seakan tidak mendengar, Dindung menurunkan tali BH Desi. Lagipula, Desi tidak melakukan perlawanan. Lambat laun, menyumbul puting Desi berwarna pink. Dindung menyukainya, meskipun tidak terlampau besar, seperti wanita yang sudah punya anak. Dindung jamah salah satu buah dada Desi. Dia ingin melumat puting tersebut.

"Ohhh... Kenapa?"

"Ini titit gue belum kelar...", jawab Dindung.

"Ohh kirain apaa..."
"Oke adeku sayaang...", Desi pura-pura manja, meminta Dindung berdiri. Dia bersimpuh. Lalu memasukkan penis Dindung ke mulutnya kembali sambil mencopoti pengait bh.

"Oummpphhhh.......", Desi berpegangan pada paha Dindung.

CYOOPPHH CYOOPPHH CYOOPPHH

"OHHHH ENAAAKK MBAKK...", Dindung meremas-remas buah dada Desi. Digerai ke belakang rambut panjang kakaknya. Tak hanya itu, punggung Desi yang berkeringat, diseka oleh Dingdung menggunakan telapak tangan.

"Ounmnpphhhh... oummmpphhh", Desi semakin lahap mengulum penis Dindung. Bibirnya menganga menyesuaikan ukuran diameter penis adiknya. Maju-mundur cepat Desi menghisap penis Dindung. Kadang matanya terpejam karena selangkangannya tanpa disadari basah lagi. Akan tetapi, Belum selesai membuat Dindung klimaks, tiba-tiba Dindung membangunkan tubuh Desi untuk sama-sama berdiri.

"Mbaak....", Dindung menatap Desi.

"Kenapa Dung..?", liur Desi membekas di sudut bibir.

"Mau ngentot akuh, pliss..."

"Hadduh, bego, kan tadi udah gue bilang..."
"Gak boleh..."
"Udahan aja kalau gitu yaaa...", Desi mengambil tisu di meja riasnya.

"Enak aja udahan, lo udah kelar..."
"Gue belum..."

"Terus harus gimana?"

Dindung berpikir sambil mengelus penis, agar terjaga tetap tegang. Dia bingung bagaimana mengakali bisa meniduri Desi, tetapi tidak sampai menjebol keperawanannya. Justru Desi yang mendapati akal. Desi berbaring mengangkang di atas kasur. Dia meminta Dindung menindih tubuhnya. Dindung awalnya bingung. Ujungnya dia mengerti maksud Desi. Dindung meletakkan leher penisnya di antara bibir vagina Desi. Bagi Dindung itu sudah lumayan enak. Memulai dengan menggesek-gesek, Dindung bertatap muka dengan Desi.

Desi juga menikmati adegan itu. Dia mengoyang-goyang pinggulnya agar penis Dindung terdorong klimaks. Tak cukup, Desi merangkul leher Dindung.

"Ahhhh... Dungg...."
"Genjottnya cepetaan dikit..."
"Gue mau muncrat lagiii...",...

"Iyaa sabar, kakakku sayang..."
"Gini aja enak... lain kali gue entot lo...", pesan Dindung seakan mengancam.

"Aaahh.... Mau keluar lagiii...."
"Dindungggg.... genjotnya cepetan ihhhh...", Desi merengek minta Dinduk segera klimaks.

"Arghhhh iyaaa inihhh Mbak..."
"Orghhh gakk kuaat gueee...", Dindung mencumbu leher Desi.

"Aaaaaaaaaaahhh Dinduunggg...."
"Titit lo nyebeliiinn...."
"Mana peju loo cepeeettt..."
"Memek gue keluar lagii....... CRUSSSSHHH, Desi kegelian. Dia berada di puncak orgasme. Dalam suatu gesekkan kilat bersamaa, tersentuh urat syaraf yang mendesak Dindung untuk menyemburkan sperma.
"Aaarrrghhhhhh Mbak Desssiii!!"

CRRRROOOOTTTTTTTTT


See You Next Episode
 
Terakhir diubah:
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd