Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

MISTERI Elite Hunting Club

Frontieres

Semprot Baru
Daftar
22 Jun 2016
Post
41
Like diterima
25
Bimabet
[MAAF OM MIMIN DAN SEMUA MODERATOR, KALO SEMISALNYE ANE SALAH KAMAR ATAU SALAH LOBANG ATAU SALAH COLOK, MOHON SEKIRANYA DITINDAK. ANE HANYA SEKEDAR BERBAGI. SUKUR-SUKUR DAPET IJO-IJO]

Yaudahlah, ga pake kebanyakan telek-telek, mangga... check it out cerita nubi yang sederhana ini..

____________________________________________________________________

Sambil berjalan terus mengekornya menuju ruang tengah, tak sedikit pun aku mengalihkan lensa kameraku selain ke arahnya. Andini punya bentuk dan lekuk tubuh yang proporsional; perut yang ramping ditopang pinggul dan bokong yang padat berisi. Kaki belalangnya yang jenjang menyanggah dalam balutan kulit yang mulus nyaris tanpa cela. Sungguh sebentuk kecantikan yang lengkap manakala ia biarkan rambut cokelatnya tergerai, tapi aku lebih menyukainya ketika digelung, seperti saat sekarang ini. Seolah sengaja mempertontonkan bulu-bulu halus yang tumbuh di sekitar tengkuknya.

Sesampainya kami di ruang tengah, Andini lantas melucuti blouse dan rok hitam selutut-nya, hingga hanya menyisakan dua lembar pakaian penutup bagian-bagian sensual dari dirinya. Sepasang payudaranya yang padat berisi terbungkus bra hitam ia usap perlahan, tak lupa jari-jemarinya yang lentik sedikit ia mainkan di sekitar lingkar kedua buah dadanya tersebut. Kemudian turun perlahan. Memainkan tali g-string berwarna gelap yang masih melekat menutupi bagian terintimnya. Andini begitu menggoda, tak pernah ku sangka, jauh dari penilaian ku sebelumnya yang mengira ia sosok yang introvert, ternyata mampu mengeluarkan sisi sensualitasnya dengan begitu “panas” dan kinky. Sebuah banalitas seksual dari si pemilik wajah nan melankolis, Andini.

Kini, tak ada lagi sehelai benangpun yang menempel pada tubuh janda muda ini, ia membugil, telanjang bulat dan berbaring di atas sofa dengan sebuah sex toys yang perlahan mulai ia gesekan pada klitorisnya. Ku lirik matanya yang mulai sayu. Sayup-sayup desis dan lenguh dari bibirnya yang merah mulai terdengar. Ia bukakan lagi kedua paha mulusnya lebih lebar, hingga dapat kulihat jelas bagian terintimnya yang mulus tanpa bulu. Sangat begitu terawat. Sejurus berselang, ia pun mulai memasukan ujung kepala vibrator tsb ke dalam liang persenggamaannya. Pelan demi pelan, begitu berperasaan. Seiring masuknya senti demi sesenti alat bantu tersebut, tampak gel lubrikasi yang sebelumnya ia oleskan di seluruh batang vibrator dan bibir vaginanya jatuh menetes, sebagian mengalir melewati lubang analnya. Ku sentuh bagian tersebut dengan ujung telunjuk, ia tampak berdenyut sesaat ku mainkan dengan gerakan memutar.

Tak lama setelah mendapatkan orgasme pertamanya, ia merebut kameraku dan menaruhnya di atas meja, lalu sontak menarikku ke dalam pelukannya. Singkat cerita, kami bergumul dengan panasnya, di atas sofa di bawah deru gemericik hujan yang seolah enggan berhenti.

::::​

Jam di dinding menunjukan pukul 21.20.Ku sulut lagi rokokku dan kembali mengecek hasil rekaman tadi, sementara Andini masih di kamar, menidurkan putri semata wayangnya, Kadela.

Bicara mengenai Andini, aku sendiri belum setengah tahun mengenalnya, itupun semenjak ia bergabung dengan bisnis orang tuaku, di tambah satu kebetulan lagi bahwa ternyata kami tinggal di apartment yang sama, hanya saja ia berada tiga lantai di atasku. Dan atas semua factor itulah, aku dan Andini tak butuh waktu lama untuk bisa akrab, dan kemudian menjadi lebih dari sekedar teman, sahabat, pacar dan.. hmm ini bukan pertama kalinya kami berhubungan sex. Dari pengakuannya, perempuan berwajah mungil menggemaskan itu, sudah menjanda di usia 24 tahun dan sampai detik ini masih belum keinginan untuk kembali berumah tangga. Ia bilang, dia sudah asyik sendiri, ia merasa amat cukup dengan apa yang telah ia miliki sekarang. Tapi yang namanya hidup, jelas tak selamanya berjalan datar, ada kalanya cobaan datang di tengah ketenangan. Begitu juga dengan apa yang dialami Andini, sebulan lalu ia tiba-tiba saja butuh dana yang besar hingga mengeruk semua isi tabungannya. Malangnya, itu pun belum cukup, hingga aku tergerak untuk membantunya, meminjamkan hampir seluruh tabunganku untuk membantunya. Dan di sinilah masalah mulai menancapkan akarnya, pasalnya, pernikahanku dengan Darin hanya tinggal dua bulan saja dan 80% biayanya ada di tabungan itu. Bisa saja aku meminta pada orang tua, tapi aku sudah kadung berjanji, aku hanya tak mau mereka mengusut kemana perginya tuh duit. Aku utarakan masalah tersebut pada Andini, hingga tercetuslah ide gila-nya itu. Dia rela menjalani pekerjaan apapun untuk mengembalikan pinjaman uangku, aku tak memaksa sebenarnya, tapi aku tak tahu caranya meredam sifat keras kepalanya. Ia bersikeras tanpa bisa ku halangi lagi.

::::

“jadi besok kamu kirim video itu ke… siapa kamu bilang itu?” Andini keluar dari kamar dengan mengenakan piyama. Di reguknya sisa orange juice dan meraih sebatang Marlboro milikku.

“Pak Jiem”

“kamu beneran mao ngelakuin itu?” Sambungku seraya membenamkan bara rokok pada tatakan gelas.

Ia meletakan pantatnya tepat di sampingku, rambutnya masih sedikit lembab dengan wangi yang langsung disergap penciumanku. Ia juga tak lekas menjawab, ada jeda ketika ia menyulut rokoknya dan meniupkan asapnya ke udara.

“memang kenapa?” Diraihnya remote dan menyalakan tv flat yang terpajang di hadapan kami. “itu memang kemauan aku kok, kamu ga perlu ngerasa bersalah.”

Aku sedikit beringsut dan merangkulnya dari arah samping. “Aku suka rambut kamu kalo basah.” Bisikku manja tepat di telinganya, “wangi”.

“kamu mandi sanaa.. jorok..”

“gah, dingin..”

“kok makin banyak aja yang hilang sih?” Ujarnya menanggapi berita di satu stasiun tv. Sudah sebulan belakangan ini media-media berita gencar memberitakan tentang kasus hilanganya beberapa selebritis tanah air.

“Ah, itu strategi media.” Responku ngasal sembari terus menciumi rambut dan telinganya. Sementara orang yang kuciumi, asyik mengkonsumsi berita-berita bullshit yang “I don’t give a shit”.

“sekarang, si Farrah Quinn juga ikut-ikutan ilang.”

“Biarin deh, biar pada abis tuh orang-orang.”

::::

Keesokan sorenya aku langsung mengantarkan rekaman masturbasi mbak andini ke kediaman Pak Jiem di kawasan hunian elite yang bersinggungan langsung dengan tepi laut. Pak Jiem memang memintanya setelah aku menawarkan Mbak Andini padanya seminggu yang lalu. Pak jiem meresponnya dengan positive. Jelas, harga yang “Wah!” tak jadi perkara bagi konglomerat flamboyant satu ini. Oh ya, ia juga mengajakku untuk melakukan hobi lama kami : “berburu”, tanggal 18 nanti, ia bilang, ia baru saja menemukan lahan perburuan baru di kepulauan Karimunjawa. Tapi tanggal 18 masih ada satu minggu lagi dari sekarang. Seusai urusan kelar dengan pak Jiem, aku langsung menggeber Kawasaki ninja-ku ke kampus Darin. Seperti biasa, bila tak banyak acara, menjemput dan mengantar sang Tuan putri pulang ke kostan sudah jadi harga mati buatku. Pukul 16.30 kami telah sampai di tempat Honey-ku ini indekost, setelah sebelumnya kami sempat mencicip restorant baru yang buka di depan kompleks. Tak jauh dari kost-annya, terdapat sebuah taman yang bisa dibilang luput dari perhatian pengelola kompleks. Di sana-sini banyak tumbuh gulma dan bebungaan liar, tapi kami sering mengunjunginya, sekedar untuk mendengar kicauan burung-burung liar yang singgah atau suara gemericik air di sungai kecil yang mengalir di antara bebatuan. Di tempat sederhana inilah biasanya kami mengobrol dan bertukar pikiran, sekedar merencanakan masa depan sederhana kami : memiliki rumah dengan view menghadap puncak dan menjadi orang tua dari sepasang anak yang lucu-lucu. That’s all.

Di bawah terpaan cahaya lembut sore hari, wajah Darin begitu memesona. Senyumnya, tawa serta candanya tak bisa tergantikan dengan apapun, meski begitu, sesekali terbersit rasa bersalah manakala ku ingat hubunganku dengan Mbak Andini yang sudah melewati batas sebuah persahabatan. Ya, ku akui aku memang nakal, tak selalu setia, tapi rasa cintaku pada Darin tak terkalahkan dengan apapun. Dia lebih dari sekedar gadis manis yang menyenangkan, ia adalah masa depan. Rencana terbesar hidupku.

Mahasiswi psikologi dengan wajah cerah dan tirus, setitik tahi lalat di bawah bibir menambah manis apa yang sudah terlihat manis. Rambut panjangnya yang pekat dan legam itu tak pernah ku ijinkan untuk ia warnai, aku suka ia apa adanya. Lagipun, wajah cantiknya memang jarang tersentuh make up, namun tak berarti ia tak memperhatikan. Penampilan jelas menjadi prioritasnya, tapi ia tahu bagaimana untuk terlihat memesona tanpa perlu tampil berlebih. Yes.. That’s my girl!! Kesederhanaanya justru menjadi point terseksi bagiku.

“Yuk ah, maghrib!” Ajaknya seraya menggamit lenganku melihat langit yang semakin memudar. Kami pun beranjak meninggalkan gemericik sungai yang tak pernah mengalir, bersama burung-burung yang turut kembali ke sarang-sarangnya tercinta.

“malam ini Vita dan Ria ga pulang, kamu mau nginep ga?” Kami terhenti sejenak.

“Nginep? Mau banget laahh”

“dasarr” dicubitnya pelan perutku.

“tapi kamu lewat belakang, nanti aku bukain pintu belakang okey?”

“Ok honey”

“…tapi aku nitipin motor ke tempat biasa dulu key?” Darin mengangguk, lantas berbalik dan berlari kecil menuju gerbang kost-an. Sedikit ku lirik bongkahan daging bokongnya yang berayun manakala ia belari.
::::

Sambil menonton koleksi film-film di laptopnya, aku menunggu ia selesai mandi. Hingga tak lama kemudian si cantik pun nongol dari kamar dengan memakai kaos gombrong (baca : kebesaran) yang membuat tubuh mungilnya tampak tenggelam. Tak hanya badannya yang tenggalam, hotpants super mini yang dikenakannya pun jadi tak terlihat, yang membuatnya seakan tak memakai celana. Tak hanya itu, ia pun datang dengan sebuah loki (gelas kecil) yang terbuat dari kekayuan dan sebotol anggur putih dari balik kulkas.

“weeeeww.. tau aja si ibu..”

Dine and wine, setelah pesanan pizza kami datang kami mulai membuka wine tersebut sembari menonton film-film kesukaan kami tentunya. Film genre comedy-horror kelas B dengan cerita dan karakter-karakter yang sama absurd-nya. Kocak, seru, menghibur dan “fuckable”. Padahal di saat yang sama, lewat telephone Vita dan Ria mengajaknya menonton film para stand up comedian yang notabene lagi booming dan trend, tapi Darin tetaplah Darin, dia bukanlah cewe seperti itu, bukan semata mengikuti selera yang anti-mainstream, ia tak pernah punya keinginan untuk membuang waktu dengan menonton film yang seharusnya tak pernah dibuat tersebut. Yes, That’s my girl, dickhead!!

Malam kian beranjak larut, entah berapa film yang sudah kami tonton, yang jelas, wine kami hanya tinggal botol dan aromanya saja. Wajah Darin sudah memerah sedari tadi, tergeletak “helpless” diatas karpet dengan mata sayu dan paha yang mengangkang. Aku meringsek dan ikut berbaring di sebelahnya. Tapi belum benar-benar aku merebahkan badanku, satu lengan Darin sudah meraba paha bagian dalamku. Alih-alih merebahkan diri, aku justru menindihnya tuk kemudian mulai memagut bibir mungilnya yang masih menyisakan warna pink polesan gincu.

Seraya terus menelusupkan lidahku ke dalam celah bibirnya, ku buka retsleting celana, untuk memudahkan lengan Darin masuk ke dalamnya.

Malam yang deras diguyur hujan ini menjadi begitu hangat dengan Darin yang lumer dalam dekapanku. Berdua kami saling memeluk di balik hangatnya selimut, dan hujan masih saja terus mengguyur, mungkin akan terus mengiring di sepanjang sisa-sisa malam.

::::

Seminggu berselang, tanggal 18 sore aku bersama rombongan Pak Jiem siap menempuh perjalanan menuju lokasi di kepulauan Karimunjawa. Dengan 3 unit mobil suv off-road kami pun bertolak dari Jakarta. Melihat wajah-wajah para rombongan berburu kali ini, hanya wajah Pak Tri yang ku kenal, beliau merupakan salah satu anggota dewan entah dari fraksi dan komisi berapa, yang jelas ia pribadi yang asyik dan seru. Sementara wajah-wajah peserta lainnya asing bagiku, hanya saya jumlahnya memang lebih banyak dari acara setahun lalu, di mana para pesertanya hanya berasal dari kalangan terdekat. Kali ini, bahkan ada beberapa peserta dari luar negeri, Belanda, Jepang dan Australia, ada juga perempuannya. Keduanya sama-sama berasal dari benua sebelah, sama-sama berperawakan atletis, sama-sama berperangai sadis.

Sesampainya kami di pulau yang kerap dijadikan destinasi wisata tersebut, kami masih harus menempuh perjalanan menggunakan helicopter, menuju sebuah pulau tak berpenghuni yang menurut penuturan Pak Jiem pulau tersebut dulunya merupakan tempat pengasingan sekaligus pembuangan di era colonial Jepang. Wow! Cukup jauh juga.

Tapi bila yang kubayangkan adalah sebuah pulau dengan panorama alam yang masih asri, jelas aku kecewa. Pulau ini justru menyajikan pemandangan yang jauh berbeda. Pulau yang lebih cocok dijadikan lokasi syuting film-film horror ketimbang destinasi wisata ini bahkan tak berpenghuni. Aura gelap dan dingin seketika menyergap tatkala kami baru saja menginjakan kaki di pasirnya yang basah dan hitam. Bau amis disertai aroma tak sedap yang sepertinya berasal dari daging-daging yang busuk seketika menguar, seperti jarum menusuk hidung. Itu belum seberapa, karena dalam perjalanan kami selanjutnya, kami disuguhi pemandangan yang lebih mengerikan ketimbang film-film horror popcorn-nya Stephen King. Di sepanjang kanan-kiri jalan yang disesaki pohon-pohon besar tampak ratusan boneka yang tergantung pada seutas kawat. Kondisi boneka-boneka tersebut tampak begitu ngeri sekaligus mengenaskan, di samping tak lagi utuh badannya, sebagian dari mereka juga dalam keadaaan terpaku pada dahan dan batang pepohonan yang mungkin sudah tumbuh jauh sebelum aku lahir.

Tepat pukul 18.00, kami melewati sebuah persimpangan di mana di sisi kanan jalan terdapat bangunan tua yang nyaris ambruk, lengkap dengan tetumbuhan merambat yang amat rimbun, seolah ingin menelannya. Belum lagi, sepasang beringin tua besar mengapit bangunan tua tersebut, makin menegaskan aura-nya yang begitu angker.

“Itu dulunya merupakan rumah tahanan, di sanalah tentara Jepang menyiksa dan membunuh orang-orang kita.” Ungkap Pak Jiem sambil menatap lekat-lekat bangunan tersebut lewat mata tua-nya. Sesekali lampu rem kendaraan di depan kami memantul pada kacamatanya. Aku langsung memasang telinga mendengar penuturannya.

“Di pekarangan belakang bangunan tersebutlah, para eksekutor Jepang masih sering mempraktekan hukuman mati paling sadis di dunia” sambung Pak Tri dari kabin belakang.

“Maksud bapak?”

“Yaa.. hukuman mati seperti menguliti korban hidup-hidup, penyulaan atau ling chi. Kamu tahu ling chi?”

Aku menggeleng.

“Salah satu eksekusi mati paling ekstrim dengan cara mengiris daging di beberapa bagian tubuh terpidana.”

“oh iya, aku pernah mendengar, semacam mutilasi hidup-hidup,” seketika saja aku teringat pada sebuah artikel yang mengulas tentang hukuman mati yang eksist di abad pertengahan. Itu semua berawal dari potret-potret tua yang ditampilkan pada film horror Prancis, Martyrs.

Wow! Sadis.. bila dipikir-pikir, betapa kejamnya dunia yang kita tinggali ini. Menapaki jejak kelamnya manusia memang tak ada habisnya. Aku melirik wajahku sendiri lewat spion tengah.

“Nanti setelah sampai di penginapan, kamu bisa beristirahat dan besok pagi, kita bisa memulai semua persiapan, Bi. Ga usah ribet-ribet, tapi jangan sampai lupa membawa cam-dig dengan baterai terisi full,” ucapnya menutup pembicaraan, karena hostel yang kami tuju sudah tak jauh dari mata. “Oke pak!”

::::

Entah orang gila mana yang mendirikan penginapan di sini, tapi ku akui, hostel ini dibangun dengan cukup megah untuk ukuran “pulau tak berpenghuni”.

::::

Keesokan paginya, beres sarapan aku diberitahu Pak Jiem bahwa kita akan segera berangkat menuju lokasi. Tapi sebelumnya, kami berkesempatan untuk menengok calon-calon buruan kami.

Pak Jiem berjalan paling depan, memandu rombongan memasuki bunker tempat di mana para buruan berada. Dan woow.. kali ini ada banyak buruan, tak seperti tahun kemarin yang hanya berjumlah tiga orang, tahun ini 10x lebih banyak. Ada sekitar 15-20 wanita-wanita muda yang terkurung dalam teralis berukuran besar, mereka semua dalam keadaan telanjang, meronta dan berteriak histeris. Kesemuanya adalah korban dari tindak penculikan yang tengah marak sebulan terakhir ini. Hmmm.. mereka masih tampak muda dan segar-segar. Kebanyakan dari mereka adalah sosialita dan pelacur kelas atas, sisanya perempuan-perempuan jalanan. Tak hanya mereka, Pak Jiem juga sudah mempersiapkan “biduan-biduan” di bunker VIP yang nantinya akan dihadirkan pada puncak acara. Mereka berada di ruang sebelah, para selebriti yang nama-namanya tertera dalam daftar Orang Hilang kepolisian Indonesia. Nama-nama tersebut adalah Nikita Mirzani, Syahrini, beberapa biduan dangdut seperti Ayu ting-ting, Cita Citata, Dewi Persik dan Zaskia Gothik, juga ada nama Bella Sofie, Sheila Marcia, Jessica iskandar dan si cantik Olla Ramlan. Para selebritis dengan biaya perawatan tubuh dan wajah hingga ratusan juta tersebut kini terlihat helpless tak berdaya, menggiggil dan telanjang dalam teralis baja. Mereka telanjang, meronta, histeris, lapar, putus asa dan belum lagi nyamuk-nyamuk rimba yang kan membuat kulit-kulit ratusan juta mereka itu menjadi iritasi dan bentol-bentol.

Usai mengelilingi bunker kini saatnya melepas buruan. Yeap, now is time to hunting!! Anak-anak buah Pak Jiem tampak menggiring kelompok buruan pertama menuju ladang perburuan sementara kami fokus mempersiapkan riffle dan aneka senjata lainnya. Wanita-wanita tersebut diangkut menggunakan truck besar dan kemudian di lepaskan begitu saja dalam keadaan telanjang ke rimba-rimba hutan. Mereka dilepaskan secara berkelompok, 2-3 orang di area yang berbeda dan berjauhan. Dengan alasan, bahwa mereka dibebaskan. Kira-kira setengah hari pasca buruan dilepas, kami, para hunter pun memulai perburuan. Ada yang berkelompok, ada yang lebih senang single seater, ada yang berkuda, ada pula yang memilih berjalan kaki atau menaiki kendaraan, aku dan Pak Jiem masih sama seperti tahun lalu, menaiki Land Rover 4 wd tangguh kesayangannya tanpa lupa mengajak serta kedua dewa-dewi perang kami, Ares dan Athena, sepasang anjing jenis rotweiller.

Tak lama berselang, gema suara letusan senapan dan teriakan dari wanita-wanita malang tersebut silih bersahut. Amis darah dan bau daging terpanggang lambat laun mulai menguar nyaris di setiap penjuru. Aku dan Pak Jiem sendiri berhasil mendapatkan dua orang buruan dari balik semak belukar, dilihat dari penampilannya yang meski kotor dan bau, tapi aku yakin kedua wanita tersebut merupakan seorang sosialita dengan budget jutaan sekali keramas.

“BAMB.. BAMB!!” dengan dua kali tembakan shotgun tepat di kedua kaki salah seorang buruan kami, pak Jiem berhasil mendapat buruan pertamanya. Ares dan Athena segera menyambar, mempercepat proses sakaratul maut wanita berambut panjang tersebut, kedua kakinya hancur menyisakan sobekan daging dan serpihan tulang. Namun begitu masih sempat meronta mana kala Ares menggigit dan menyeretnya.

Aku lompat dari mobil, tak mau buruanku kabur terlalu jauh. Ku kokang senjata dan “Deerr!!!” Tiba-tiba saja sebuah tembakan menyasar tepat kepala buruanku itu, ia pun ambruk seketika dengan luka menganga di kepala dan telinga.

“Anjing!!” Aku membathin. Tak terima buruan ku satu-satunya di dahului hunter lain, ku arahkan moncong senapanku ke arahnya dan memindahkan sebiji peluru shotgun ku tepat ke balik tengkorak kepalanya. I don’t give a shit!! Aku meludah di atas wajahnya yang tak lagi berbentuk. Untungnya ia seorang diri dan tak ada yang melihat saat ku habisi barusan. Ku bilang saja pada Pak Jiem bahwa aku tak sengaja menembaknya.

“Itu udah resiko, udah biarin aja, biar alam yang mengurusnya…” Jawab Pak Jiem seraya memutar balikkan kemudi. Kami bertolak menuju base camp.

Tampaknya, di waktu yang tak lama ini, semangat para hunter membuat durasi perburuan berjalan cukup singkat, mereka semua berhasil menyapu bersih para buruan. Di sudut lain, di bawah rindang pepohonan, sekelompok pemakan daging tampak asyik menyirami daging buruan mereka dengan aneka rempah dan anggur.

“Heyyy buddies.. y’all have to try this!!” Ajak mereka pada kami dari kejauhan sembari mengacungkan-acungkan potongan betis. Pak Jiem menolaknya, tapi tidak dengan aku. Aku menyambangi mereka dengan sebotol Cognac dingin. Tapi aku tak memakannya, hanya penasaran, seperti apa bentuknya manusia panggang. Kepala wanita malang tersebut tergeletak di antara bara dengan kulit-kulit yang mulai mengelupas dan menghitam. Aromanya tak menyengat, paduan beberapa rempah justru membuat aromanya makin menggugah selera. Kalau saja mereka lebih bersih menghilangkan rambut-rambutnya, pasti aromanya makin sempurna. Tak lama, ku lihat kedua bola mata wanita tersebut tampak terbelalak lantaran panasnya bara yang terus dikipas si bule asal Belanda di sampingku ini, mata itu terbelalak dan mungkin beberapa saat lagi akan meloncat keluar dari tempatnya. Aku berbalik pulang ke base camp. Meninggalkan turis-turis gila ini yang sama edannya dengan ….

::::

19.30 Beberapa menit lagi menuju acara puncak, aku masih berada di kamar. Sementara para hunter lainnya sudah bersiap dengan riffle dan perlengkapan mereka, dua jam lalu, para tawanan kedua telah dilepaskan. Aku masih di kamar, sedikit melemaskan otot dan otak dengan relaxing song favourite-ku, “Air On A G String”yang ku repeat berkali-kali sambil menikmati efek-efek psikotropika yang mulai merambat dan menunggangi neuron-neuron otakku. Ku hisap dalam-dalam asapnya hingga terisi penuh dalam paru-paru. Ah, seandainya Darin ada di sini bersamaku… pasti lebih seru. I miss u, sweety…

“Hey Bias!!! Ayooo… ” Panggil pak Jiem dari bawah dengan semangat sakali, tampaknya si tua keladi itu sudah tak sabaran. Aku segera beranjak, menyambar shotgun dan tak lupa juga, sebilah todachi (pedang jepang berukuran kecil di bawah katana samurai) tak boleh lepas dari pinggangku. Dengan langkah yang sediki sempoyongan aku bergegas menuruni anak tangga, berlari kecil menuju di mana Land Rover terparkir dan langsung bergabung dengan Pak Jiem juga Pak Trie. “come on, let’s get the party” teriak Pak Tri sembari memacu gas poll.

Perkenalkan, nama ku Bias, 29 tahun. Perawakanku tinggi dan cukup atletis, kulit kuning cerah hasil peranakan Medan dan Bavarian, rambut gondrong sedikit merah dengan panjang sebahu. Selain fotografi dan nonton film, salah satu hobiku lainnya adalah, berburu. Perburuan ini sudah menjadi ritual tahunan sejak 3 tahun yang lalu, sejak di mana kami “melepaskan” seorang wanita panggilan ke sebuah rainforest di Riau. Dan sejak itu, kami mulai berfikir untuk menciptakan peluang usaha.

_______________________________________________sekian dan terima kasih atas waktunya agan-agan. :)
 
Lah udah....?
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
hahahaha... pade kentang yaak?!
emang sengaja, ini cerita masih bersifat experimental, cuma mao ngetes selera bacaan penduduk semprot bijimane.
Kalo pade suka cerita2 sadis (porn torture), adventure, misteri, twist ending, yakin lah ane punya banyak idea.
 
ceritanya benar-benar membangkitkan kepanasaanku ......
 
hahahaha... pade kentang yaak?!
emang sengaja, ini cerita masih bersifat experimental, cuma mao ngetes selera bacaan penduduk semprot bijimane.
Kalo pade suka cerita2 sadis (porn torture), adventure, misteri, twist ending, yakin lah ane punya banyak idea.

Gw malah lebih suka sama genre torture,bdsm dan gore
Hehehehe
 
Kren bro, harus didetail ini gimana pas berburunya dan targetnya merasakan sakit da lain-lainnya
Sekali kalli kanya kren tuh kalo senjatanya diganti pake peluru bius, biar korbannya ga mati dan dijadiin budak seks slave or dijadiin boneka seks buat anjing" or ada psikopat yg punya kelainan Necro.
pasti seru tuh
 
haghaghag.. nanti suhu... ane lagi ngembangin cerita... masih seputar gore dan keluarganya. Mumpung lagi nganggur nih suhuu.
Ditunggu aja ya suhu.. :ampun: makaciehhh atas kunjungannyeeee :)
 
Bimabet
laaanjuuutt suhuu...
bayanginnya udah bikin on...
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd