Agen Terpercaya   Advertise
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Gejolak Jiwa

Status
Please reply by conversation.

Gee13

Pendekar Semprot
Daftar
10 Apr 2016
Post
1.560
Like diterima
3.847
Bimabet
Mohon maaf sebelumnya saya menghilang cukup lama. Mohon maaf juga banyak cerita yang saya telantarkan karena memang idenya mandeg dan beberapa kesibukan membuat ide tidak mudah mengalir. Namun, kali ini saya dapat masukkan dari salah satu member yang mana karyanya dipercayakan kepada saya untuk dilanjutkan. Terima kasih kepada suhu petercarey, semoga beliau dilimpahkan kesehatan selalu. Atas izin suhu peter pula, saya diperkenankan mengubah judulnya. Di sisi lain, saya tidak berkeinginan mengubah cerita yang sudah dibuat. Lagipula jalan ceritanya sudah cukup bagus.

Judul cerita dari cerbung ini dahulu adalah "Adikku Anak Siapa?". Sekarang saya ubah menjadi

Gejolak Jiwa



Tokoh-Tokoh


Orang Tua Faris [Syarief dan Sari]


Ketua RT [Pak Bahar]


Sesepuh Masyarakat [Haji Samaun]​

Sinopsis Cerita

Kehadiran seorang bayi dengan jerit tangis yang keras dan nyaring ke dunia biasanya disambut antusias serta luapan kebahagiaan dari kedua orang tuanya. Besar harapan pun terlontar melalui cuap-cuap doa dari orang-orang yang berdatangan, sanak famili yang sudah mewanti-wanti jauh-jauh hari. Bayi itu masih merah, sedikit meringkuk karena dinginnya dunia yang lambat laun diselimuti kegelapan. Salah satu dari Wanita-wanita penolong yang rajin berseliweran di rumah sakit segera meletakkannya di sebuah tabung inkubasi hangat. Ibunya kepayahan, melepas perih dalam rangkulan bahu lelaki yang hampir selalu tegang menyaksikan proses persalinan.

"Pah, jangan kasar lagi ya sama anak...", setetes air mata mengalir sendu.

Duduk bersandar di sebuah kursi plastik di luar ruangan, kakak dari si bayi. Ditemani beberapa sanak famili yang lain yang sedang mengobrol sesamanya. Anak itu umur 16 tahun. Roman wajahnya tak mengisahkan ia bahagia dengan kelahiran adiknya. Datar, layaknya orang melamun tanpa punya pikiran tersangkut jelas. Ia sesekali mengusap-ngusap memar di lengannya, terkadang menyeka bibir yang kering. Raut mendung bercampur sambaran kilat, antara murung dan kegeraman pucat. Begitu cerita si sulung di saat kehadiran bungsu yang belum serba tahu bahwa dunia ini amatlah kejam.

Chapter 1

Serundeng, permukiman yang masih dikelilingi petak-petak sawah ini begitu terik kalau siang hari, meskipun pepohonan hijau seperti pohon pisang, beringin, kapuk dan tanaman bambu masih bisa ditemukan di sudut-sudut hutan yang kiranya masih belum terjamah.

Syahdan, saat beberapa petani menjejakkan kaki di pematang sawah untuk berteduh, kerumunan warga mengelilingi mayat lelaki yang tergeletak macam ampas. Tubuhnya bagai bangkai bersimbah darah di halaman depan rumahnya sendiri. Tengkuk leher laki-laki itu menurut warga seperti habis diserang binatang buas. Terkoyak, kulitnya mengelupas seperti jeroan yang tersayat. Lepehan daging yang hilang berhasil ditemukan. Tidak dimakan ternyata. Darah masih mengucur, menyiprat-nyiprat layaknya kepala sapi saat berhasil disembelih seorang jagal. Sementara itu, warga lainnya membantah lelaki yang sudah tak bernyawa ini tewas disebabkan oleh serangan seekor binatang buas. Menurutnya, binatang buas macam apa, sejenis apa. Setahu mereka hewan pemakan daging sudah punah akibat perburuan liar. Muncul dugaan apa karena digigit celeng? Masa iya babi berkeliaran bisa menggigit? Bukankah seharusnya menanduk? Beberapa warga tertawa pandir lalu segera menutup mulut karena momen itu bukan lawakan.


=¥=
Nama gue Faris, gue baru aja lulus SMP dan sekarang gue duduk di kelas 10 di sebuah SMA yang terdapat di Jakarta Utara. Kalau boleh tahu, gue lagi seneng banget akhir-akhir ini karena kedua orang tua gue di usia kepala tiga mereka, menghadiahkan gue seorang adik laki-laki. Buat gue yang hampir selalu di rumah sendirian ditemenin mama, hadiah ini sungguh berarti banget, melebihi kado ulang tahun yang nyaris cuma acara makan kecil-kecilan sama mama di rumah. Gue itu anak rumahan. Mau main sama temen-temen sebaya, entah kenapa gue ngerasa kagak ada yang satu pikiran aja sama gue. Gue merasa gak cocok aja sama mereka yang hobi belajar hobi nongkrong. Kadang gue berpikir juga, mereka yang aneh atau gue yang aneh.

Belum lagi bokap gue, udah pasti marah kalau gue suka kelayapan keluar. Dia minta gue belajar dan belajar terus. Desakanny kuat banget. Gue maklumin sih. Gue orangnya gak pinter-pinter amat. Jadi ya udah kebiasaan kalau habis terima raport gue pasti kena omelan papa. Kadang-kadang juga sih papa sampai main fisik kalau udah pusing, nampar gue kalau gue coba nyahut dia lagi ngomong.

Oh ya, gue sampai lupa kasih tahu nama adik gue, nama adik gue Yoga. Usianya sekarang kurang lebih satu tahun. Sama mama, gue bahu membahu menjaga dan merawat yoga yang masih mungil dan lucu-lucunya. Selain itu, yoga juga lagi rentan banget kena penyakit. Wajar sih, keluarga gue bukan keluarga kaya, meskipun gak miskin-miskin amat. Jadi, gak terlalu sering mama kontrol ke rumah sakit. Paling-paling mainannya posyandu atau klinik. Ya mau gimana bokap gue cuma buruh pabrik. Kerjanya juga pindah-pindah mulu kalau udah habis masa kontraknya.

"Dasar jalang kamu!!!"

"Ppppppppllllllllaaaaaaakkkkk!!!"

"Kamu tega ya Mas nampar aku seperti ini terus?! Ayo lagi! Ayo lagi tampar aku mas! Iniii! Ini!!! Sampai kamu puasssss!!!!!!!.....Aku ini istri kamu loh mas!!! Aku juga baru melahirkan anak kamu!!! Kamu ini emang gak pernah berubah yaa...!"

"Diaaam kamu!! Gak usah kamu ngaku-ngaku istri aku lagi! Lebih baik sekarang kamu kasih tahu aku, anak yang baru kamu lahirin itu anak siapa?! Hayo ngaku anak siapa?!!"

"Addduhhhh Mmmamaaassss! Sakit!! Kamu bener bener jahat!!!"

Mendengar mama sama papa ribut, Gue buru-buru buka pintu kamar yang butut dan sedikit terkoyak bagian bawahnya ini, yang banyak stiker-stiker pada nempel tak karuan. Sontak aja gue langsung kaget, gue lihat papa nyeret mama ke ruang tamu sambil jambak rambut panjangnya. Gue lekas segera nyamparin mereka berdua. Gue berusaha sekuat tenaga gue lepasin tangan papa yang lagi jambak rambut mama kasar banget

"Papa!! Udah paaa!! Udah!!! Kasian mama!!", gertak gue coba melerai pertengkaran mereka. Sementara mama masih terkapar di lantai.

"Mama kamu ini! Emang udah gak tahu diri! Gak tahu malu! Ayo kamu cepet kasih tahu ke anak sulungmu ini?! Ayo kasih tahu ke anakmu?!!", papa yang masih emosi berusaha menampar mama lagi, tetapi gue cegah.

"Udah pah! Udah!!"

"Biarin ris! Biarin papa kamu ini nampar mama!!!", sembap mata mama menatap gue.

"Kamu musti tahu ris! Mama kamu ini udah nyeleweng! Adik kamu itu anak haram!!!", pekik papa memelototi diriku sambil menunjuk-nunjuk mama.

"Enggak bener itu mas! Enggak bener!!! Aku musti ngomong apa lagi sama kamu! Semuanya udah aku jelasin...", mama mewek membantah tuduhan sebelah mata papa.

Aku sejujurnya tak mengerti obrolan mereka berdua. Bagaimana ceritanya papa bisa-bisanya mengatakan kalau adikku anak haram. Masa iya mama berselingkuh.

"Aku kecewa sama kamu, Sari! Aku kecewa sama kamu!!!!!", amarah papa belum padam. Ia terus bentak mama.

"Massss, aku berani bersumpah! Kalau aku gak selingkuh mas!!! Yoga itu anak kamu!!! Darah dagingmu sendiri!!"

"Aaaaaghhhhhhh udaaaah!!!! Aku gak akan percaya sumpah wanita murahan macam kamu!! Lebih baik sekarang aku pergi dari rumah ini!!!!"

Papa melengos pergi begitu aja, meninggalkan mama tanpa maaf. Gue sendiri masih bungkam dengan apa yang terjadi barusan ini. Gue yang kurang paham kemudian jongkok, menenangkan hati perih mama. Tapi entah kenapa, sebaliknya mama yang malah minta gue bersabar. Mama yang nenangin gue yang masih planga plongo kayak orang bingung.

"Kamu yang sabar yaa ris, maafin mama sama papamu ini..."

"Iya maa, faris ngerti kok...", balasku membantu mama berdiri.

"Papa kamu ternyata belum juga mau berubah setelah kehadiran adik kamu....mama gak mau apa yang dia lakuin ke kamu, dia lakuin juga ke yoga...mama gak mau sampai hati yoga dipukulin sama papa kamu..."

"....duduk dulu maa...biar faris ambilin minum..."

Soal mama dan papa bertengkar kayak gini udah bukan hal baru lagi buat gue. Apalagi papa emang suka banget KDRT ke mama di rumah, ya cuma bikin gue kesel dan dongkol aja ngelihatnya. Gue mau bela mama, tapi papa bakal lepasin emosinya ke gue. Dia bakal mukulin gue. Itu kenapa kalau kondisi seperti ini, gue lebih banyak diem jadi saksi bisu ketidakwarasan papa. Entah mengapa papa suka emosian orangnya. Gue cari cari penyebabnya barangkali masalah kantor yang bikin pikirannya tambah rumit di rumah.

Di sisi lain gue heran sama papa, punya istri secantik mama malah disakitin. Dibikin tersiksa tinggal di rumah sendiri. Mama yang tubuhnya lumayan semok di mata gue emang kerap jadi alasan papa anggap mama selingkuh. Semacam pikiran mengada-ngada di otak papa menurut gue. Seharusnya bini semontok mama dijaga, dipelihara biar awet dan harmonis terus sampai ajal menjemput. Ini enggak, malah dibikin lecet terus. Diomelin. Dihajar gak keruan apa penyebabnya. Kasian mama. Sekarang yoga, adik gue dibilang anak haram hasil perbuatan selingkuh mama.

=¥=
"Faris kamu makan dulu sebelum ke dokter yaa...", pesan mama ke gue yang hari ini izin gak masuk sekolah untuk berobat.

"Iya ma,...", gue hanya mengiyakan. Males banget gue ke dokter hari ini. Padahal, badan gue sehat-sehat aja. Gue kata mama musti rajin check up. Biar gak gampang sakit. Tapi gue heran aja. Udah kayak orang kaya pakai check up segala. Sedangkan kehidupan ekonomi keluarga rentan morat marit. Mungkin Ini mama suka banget suruh gue check up. Boleh jadi dia takut gue kena kanker kali ya atau penyakit mematikan lainnya. Gue mah gak peduli. Lagipula berobatnya gratis pakai BPJS. Tapi di sisi lain Gue juga baru tahu BPJS boleh digunain buat check up..setahu gue kan enggak, kecuali yang sifatnya mendesak dan darurat.

Sambil menyendokki makanan sendiri, aku lihat mama sedang menyusui yoga. Bagiku, enaknya jadi bayi bisa menyantap buah dada mama yang agak besar lagi. Sayangnya, aku tahu bukan dedek bayi lagi yang kala merengek bisa menetekki mama. Namun, Aku tak mau dihajar dan dipukuli papa karena berbuat yang macam-macam. Karena nilai ulanganku jelek saja, papa marahnya seakan sudah bikin porak poranda bangunan rumah. Gertaknya yang keras bikin pecah telingaku. Bikin aku terkadang jenuh dan galau sendiri. Begitu sial rasanya aku punya papa sifatnya temperamental.

Walaupun demikian, hubungan papa dan mama sudah tak seharmonis dan sebahagia dulu. Ah, memang papa dan mama hubungannya pernah harmonis? Lebih buruk setelah kehadiran yoga. Papa seperti sudah mengabaikan mama. Mereka sudah tidak saling bertegur sapa lagi walaupun masih tinggal serumah. Meskipun, papa sekarang juga sudah jarang tinggal. Entah kemana dia mengungsikan dirinya.

Aku melamun selagi makan, memikirkan hal itu....

"Apa iya, yoga bukan adik kandungku? Hmm..."

=¥=
"Hayo ngaku! Kamu main api kan sama ketua RT jelek itu?! Kamu dikasih apa sama dia?! Dikasih apa?! Anu si RT jelek itu segede terong?! Iya? Pantas saja anak yang kamu lahirkan tidak ada mirip-miripnya denganku! Dia lebih pantas di lempar ke emperan sungai! Jadi siluman buaya buat habisi bapaknya!"

"Cukup mas! Cukup! Jangan kamu jelek-jelekkan darah dagingmu sendiri!! Jadinya mau kamu apa sebetulnya?!! Lebih baik kamu sekarang ceraikan aku! Ceraikan aku mas!! Aku lelah ditindas seperti budakmu terus..."

"Bah, mulai mengaku kan kamu wanita jalang,..sekarang kamu terangkan kamu sudah jadi lonte siapa?! Terangkan padaku! Aku sudah muak dengan tubuh molekmu yang pastinya sudah bau iler!"

"Kamu ini ya mas! Selalu aja nuduh aku macem-macem...."

"Plllaaaaaaakkk, diammm kamu! Mau aku hajar lagi kamu! Masih kurang sadar kamu! aku tak akan segan-segan membuatmu pulang ke neraka! Jadi pemuas setan! Lonte! Cih!"

Lagi dan lagi papa bertengkar sama mama. Belum ada akhirnya drama penuh penderitaan keluarga gue. Kenapa sih papa gak segera ceraiin mama aja. Kasian si yoga yang masih unyu-unyu malang ini. Andai gue bisa bicara bahasa bayi. Gue ingin tanya pada dia, dulu kamu sel sperma siapa? Dari peju siapa? Kenapa bisa masuk rahim mama? Boleh jadi itu satu-satunya jalan keluar untuk mengetahui adik bungsuku ini anak kandung mama dan papa atau bukan. Bukankah sel sperma itu hidup dulunya sebelum jadi bayi? Nah, mungkin dia bisa ngaku siapa tuannya dulu. Asal sembarang nyemprot saja, cabul!

Gue gak mungkin menghampiri pak bahar ketua rt di lingkungan rumah gue. Yang baru aja gue denger dari papa, dialah bapak kandung sesungguhnya dari yoga. Menurut gue ada benarnya juga sik. Sepintas gue ingat, pak bahar suka-suka menggoda mama kalau berpapasan dengan mama di jalan atau mampir ke rumah apabila ada urusan lingkungan setempat. Terkekeh tak jelas ketua rt kumal dan lusuh itu, matanya bakal bergerilya bebas menyorot tubuh mama. Dada atau paha, di otaknya kukira mama seperti ayam potong yang sudah dikuliti. Telanjang bulat pamer tubuh bergizi, bangsat! Apa aku harus buat perhitungan dengan dia! Heuh!

Gue gak bisa apa-apa, lemah terlalu lemah seperti kerbau malas nan bodoh di pematang sawah. Menyeruduk, papa tanpa perhitungan tinggal cincang gue. Gue bisa-bisa jadi pelampiasan kekesalan dia sama mama. Gue gak mau rumah gue jadi arena Ring antara anak dan ayah. Gue masih sayang papa. Tapi papa, terkadang gak lebih anggep gue udah kayak uji tandingnya. Gue gak mau dipukul-pukul lagi lengan gue, sakit, perih gila!

Ujung pasrahnya, gue cuma nutup telinga hingga kebisingan dunia tidak lagi gue denger. Coba Dengerin musik lewat hape, yang ada hape bawaanny mau gue lempar ke tembok. Terlalu banyak download lagu cinta. Gak meresap, gak ada rasa, Asu. Yang ada tambah mual gue. Lagu Cinta mendayu-dayu itu ditebas kebengisan papa, diancur-baur amarah papa. Jadi pahit.

"Ya Tuhan! Tolong gue!!! Jangan bikin rumah gue jadi kacau balau begini!!"

=¥=
"Hoaaheeemm.....", gue gak minum kopi item, manis ataupun pahit. Yang ada minum susu sapi sebagai pengantar tidur. Menghitung domba bukannya sapi, gak juga mengundang kantuk. Cuma menguap-nguap saja, barangkali sekadar membuang uap-uap panas susu yang gue minum anget-anget.

Ujungnya gue milih nonton tv di ruang tengah yang makin hari makin sepi aja. Papa udah jarang pulang. Ia mungkin bertaruh jadi tenaga kerja di Malaysia atau Hongkong karena bosan jadi buruh kontrak yang nasibnya tak juga menentu. Ah biar saja! Biar dia kena batunya! Disiksa! Dipukuli sampai modar! Heuheu. Duduk di bangku ruang tengah yang kulit demi kulitnyanya mulai compang, langsung aja gue ambil remote tv, teken tombol merah layarnya langsung menampilkan drama kolosal kesukaan gue. Hiyaaah! Hiyaah! Mampus lo siluman, makan azab lo! Pak kyai hebat! Pak kyai jempolan! Ilmu begitu gimana cara nguasain ya! Andai gue punya ilmu begituan, gue bisa menerawang adik kandung gue anak dari siapa. Dan juga mengubur ketololan papa untuk selamanya, biar dia insaf.

Gak lama, gue denger suara yoga meraung-raung dari dalem kamar mama. Gue alpain, justru tangisnya makin memecah gendang telinga gue. Kenapa dia nangis ya. Malam jumat kliwonkah malam ini? Bayi kan bisa lihat iblis dan jin keparat. Kuntilanak menggerayangi yoga? Ah, malaikat ada di sekeliling bayi yang masih suci itu. Boleh jadi, yoga merengek-rengek karena dia ompol. Tapi kan ada mama. Ah, mama palingan sedang berusaha menenangkan yoga. Lama-lama kesal juga aku. Aku kira ketiadaan papa bisa buat aku tenang, hanya mengurangi sajah. Buru-buru aku jalan ke arah kamar mama. Tersengal-sengal nafasku, terkesan sesak di rumah yang tak juga melebarr luasnya.

"Kenapa mah yoga kok nangis?", tanya gue memperhatikan mama sedikit kebingungan dengan adik bungsuku itu.

"Gak tahu nih...., mama juga bingung...", balas mama, menutup kancing piyamanya. Aku duga, baru saja mama menyembulkan puting payudaranya. Sayangnya yoga, tidak ingin minum susu gratisan itu. Ah, jangan macam-macam adikku ini. Jangan minta yang aneh-aneh. Mahal tahu susu formula dedek! Udah minum aja susu gratisan mama. Kalau dikasih juga aku mau! Hee...sinting.

"Terus gimana dong maa?", tanya gue berusaha membantu, tapi mampet tak ketemu solusi.

"Yaudah yoga biar mama aja yang tanganin...kamu mending istirahat ris, besok pagi kamu kan sekolah...."

"Heeemmmm oke deh maa....", kubiarkan mama bersusah-susah mengurus bayi lagi. Lagipula aku yakin itu sudah kemauannya. Kalau sebelum yoga jadi, diketahuinya pasti kalau peju laki itu bisa bikin hamil, bisa bikin anak, bisa bikin makhluk hidup.

Kutinggal rela begitu saja mama yang kerepotan mengurus yoga. Ia juga sepertinya tidak ingin dibantu olehku. Aku kembali menonton tv yang daritadi menanti kuperhatikan. Hah! Kenapa jadi berita kriminal?! Siluman tadi kemana? dipenjarakankah? dibikin madesu, digebuki napi yang jauh lebih setaniah sehingga jadi makin bebal. Jadi makin tahu ia kalau sungguh sial dapat peran siluman. Mending Malaikat saja, ah malaikat tidak asyik. Tak punya nafsu. Siluman hoki, sekali mengganggu, dapat teman satu.

Aku matikan saja televisi. Membosankan acaranya, begitu-begitu saja. Mending jadi penonton bayaran yang katanya pura-pura ketawa dapat rezeki. Melarat aku memang sepeninggal papa. Bergantung sama mama entah dari mana ia mendapatkan rezekinya sehingga bisa menghidupi keluarga ini tanpa seorang lelaki yang membanting tulang.

"Ahh mama, maafkan aku tak bisa apa-apa...semoga ketika aku tidur nanti...aku bisa bawakan uang banyak dari mimpi indahku...aaamiin.."

=¥=
Pulang dari sekolah, bertemankan angin, aku mengigau-ngigau asyik sendiri. Orang-orang di Jalanan tak menyapaku. Padahal, begitu ingin aku mendapatkan sedikit senyuman perhatian dari mereka. Karena aku tak ingin mengemis lagipula dibenci Tuhan, rumah jauh lebih aku rindukan. Akan tetapi Setibanya di rumah, pintu rumah terbuka oleh angin yang mendahuluiku. Ia mencuri start. Buat seisi rumah kembali sunyi. Jauh lebih sunyi. Kemana mama dengan yoga. Mungkin yoga sedang ingin jalan-jalan melihat dunia tempat dimana ia baru dilahirkan. Kasihan anak itu, belum lihat tuannya. Belum berjumpa bapaknya. Kalau benar papa adalah bapaknya sendiri. Dungu laki-laki itu. Bilang saja ia tidak sanggup menafkahi keluarga ini lagi. Atau, bilang saja ia mau cari perempuan muda. Yang anunya masih sempit, masih bisa bikin otong merasakan nikmatnya duniawi.

"Maa! mama! ah benar tidak ada di rumah mama...jalan-jalan kemana ya dia...?"

Aku cek ke kamar mama karena belum percaya. Tak kutemukan sesuatu apapun, kecuali perabotan bayi. Selebihnya, kupandangi kamar dulu, mengenang dimana papa pernah merasakan setidaknya sedikit momen kebahagiaan bersama mama. Dulu mungkin di kasur ini aku dibuat penuh cinta, pada masa-masa awal perkawinan. Amat disayangkan, sebaliknya papa membantah klaim kalau yoga tidak dibuat di atas kasur kayu ini. Bukan pula ia pembuatnya. Kemanakah papa sekarang. Sudah jadi jutawan mungkin ia sambil ditemani wanita-wanita cantik. Menyawer mereka dengan pundi-pundi uang merah dan biru.

"Eh apa ini....????", kutemukan amplop coklat. Mama ingin melamar kerja jadi pembantu mungkin? Atau jadi TKW menyusul papa. Hem, bukan. Kucek isinya yang sudah tidak terkemas rapi. Dan, di dalamnya kutemukan beberapa lembar foto.

"RT SABLENG!!! Tua keparat! Kontolmu lebih pantas entot anus kambing! Persetan!", aku marah. Merah menyala-nyala. Api semakin berkobar-kobar memanaskan hati yang ingin memaki-maki. Aku mulai percaya tudingan papa atas mama. Mama telah nyeleweng dengan pak bahar, si ketua RT jelek itu. Mukanya yang selalu ramah kepadaku ketika bersua. Sekarang ingin sekali kulempari kotoran kucing. Asem!

Pada tiga lembar foto entah siapa yang mengirim. Kulihat mama mulutnya sedang menganga-nganga. Ia yang telanjang bulat dalam foto itu dipeluk-peluk tubuh kerompeng si Rt gendeng. Tetek mama diremasnya. Dalam foto itu pula kulihat si RT ketawa menang. Dia bahagia sekali sepertinya bisa bikin mama menjerit-jerit resah. Lebih dari itu, anunya sesudahnya kuyakin lemas. Hasrat pak rt lepas sudah, sperma itu kuyakin meluncur deras dalam memek mama. Yoga?!! Taiklah kalau dia anak pebinor itu!! Relakah aku punya adik hasil dari perselingkuhan. Aaaddddduhhh kacau pikiranku! Kusuuuutttt!!!!!

"Aku harus buat perhitungan dengan pak bahar! Minta ia jelaskan apa maksud dari foto-foto ini!"

Jadi penguasa itu memang enak, bisa ngatur-ngatur, dihormati, diberi salam, disebut-sebut, disapa senyum gigi, bahkan disumpahi! Edan! Jangan! Kualat kau! Raja walaupun hanya di tingkat RT, pak bahar yang kemana-mana pakai kopiah hitam bisa saja jadi RW kalau dia mau. Kenalannya banyak, salah satu sesepuh pula yang masih hidup, uang melimpah juga bisa didapat dia dari hasil palak tukang jualan sekitar komplek.

Wibawa jangan ditanya, karisma gagah-gagahan dia juara. Orang lewat kalau ketemu dia pasti nunduk-nunduk. Pasti cium tangan. Kasih doa supaya sehat panjang umur.

Meski tua, dia tidak pikun. Muncul Uban dan rontok rambut bukan berarti pak bahar berkurang pintar. Kemana mana jalan kaki dia masih sanggup. Rajin senam bareng ibu-ibu katanya sebab bikin dia bugar. Tak pelak tak payah dia menemui dan menanyai kabar warga-warga. Itu Bikin dia senang. Bikin awet muda. Itu mengapa dia bahagia jadi RT. Bisa sambangi tiap rumah warga. Cara dia Blusukan kata pak rt ya seperti ini. Sedapnya Diseduhi kopi item dan pisang goreng kalau ada. Jadi RW? Nanti-nanti sajalah. Pak bahar tidak serakah kuasa. Dia sadar masih kurang cakap mengurus warga RT-nya. Jam terbang masih rendah. Masih fakir ilmu. Cukuplah RT jadi jabatan terakhir yang ia pikul pikirnya.

Sore itu, Komplek Perumahan Serundeng sedang ramai. Berisik Kicau Anak-anak bocah yang main di jalanan aspal yang tak mau kalah dengan burung. Tendang bola tidak pakai sepatu. Kakinya direlakan kapalan. Jatuh masa bodoh. Berdarah, tidak cengeng. Kata mama anak laki-laki musti kuat kayak papanya yang kerja pagi hingga malam, jadi budak keluarga. Karena tanah lapang komplek jauh, apalagi selalu saja Anak-anak remaja komplek tak mau mengalah pada adik-adiknya, itu kenapa bocah-bocah senang main di jalan. Bisa lihat mobil juga. Kalau Ketemu papah pulang langsung bisa peluk. Minta gendong. Bubar dan selesai main kalau sudah begitu.

"Pak RT? mau kemana pak sore gini?", tanya salah seorang ibu berbadan gembrot. Ia sedang berdiri mengawasi anaknya bermain. Di sisi lain, Mukanya yang kelihatan habis ngaca di rumah berlama-lama di rumah menengok pak rt.

"Ini bu Jaka, mau ke tempat fotokopi....", tukas pak rt menjinjing map berwarna biru.

"Ohh..."

"bu jaka, bapaknya belum pulang?", pak rt berhenti sebentar mengajak akrab.

"Belum pak RT, sebentar lagi paling-paling...ada keperluan apa ya memangnya, pak?"

Tiba-tiba Salah seorang lelaki datang menerobos, menyerobot nafas pak rt dan ibu Jaka,"pak rt! Pak rt! ada berita heboh pak rt!!....", dengusnya.

"Haduh! bikin kaget aja nih si Gandul! Gak ada salam dulu...musti sopan kamu sama orang tua...."

"Iya bu jaka, iya maafin saya sebelumnya..."

"Yasudah, Ada apa Dul? Omong kamu...Katakan kenapa kamu sampai ngap-ngapan begini? Kamu bawa berita heboh apa?", pak bahar tetep tenang, tidak panik, sudah biasa dia menghadapi segala situasi pelik.

"Iya pak, jadi gini....saya tadi baru dapat kabar dari komplek sebelah kalau Istrinya pak kadir hamil...!"

"Wekekekek.. Gandul, gandul...orang hamil dibilang berita heboh, bahagia itu! dangkal otakmu!", ibu jaka tertawa geleng-geleng. Makin yakin dia si gandul yang tamatan SD ini benar-benar ******.

"Bukan hamilnya yang heboh bu jaka! Saya tahu dimana-mana punya anak mustinya seneng, musti syukur kita. Tapi hebohnya ini maksud saya bukan karena beranak,..hebohnya itu karena istri pak kadir hamil gara gara kemasukan burung warga komplek kita ini!"

"Wusssshhhhh jangan asal sembarang omong kamu! Bisa jadi gempar! Mau ditaruh dimana muka para warga?!" gertak Pak bahar

"Heh! Gandul! kamu jangan coba-coba sebar berita yang bikin geger...mengada-ngada pasti kamu ya?"

"Saya berani sumpah bu, berita ini 100 % sahih....itu komplek sebelah lagi pada ngeributin siapa pelakunya...burungnya mau mereka sembelih kalau juga tak mau mengaku"

"Lantas Siapa memang pelakunya dul?", tanya pak rt.

"Nah itu! Belum ketangkap..Istri pak kadir gak mau kasih tahu pak...dia takut bapak dari anaknya nanti digebukki, diarak dan ditelanjangi...tak tega dia jika anaknya lahir tahu bapaknya dikatai warga"

"Wah, repot juga kalau gitu ya..."

"Yasudah pak rt, saya pamit mau kasih tahu ke pak RW dulu soal berita ini...soalnya saya takut terjadi apa apa dengan komplek kita...", gandul lekas pergi buru-buru.

"Yasudah, yasudah, cepat-cepat kamu kabarkan yo! Balai warga bakal rame malam ini..."

"Mari pak rt, saya mau mandikan si Joni, mungkin masalah komplek sebelah biar suamiku saja yang ikut bahas di balai warga.."

Setelah itu Ibu jaka segera menyahuti anak dekilnya yang krempeng untuk cepat pulang dan mandi. Sementara Pak rt berjalan enteng ke arah tukang fotokopi komplek. Desas-desus belum dianggap serius dan seheboh gandul mengabarkan. Untung saja, ibu-ibu yang lain tidak menguping. Mereka milih menggosipi soal hal lain, soal rumah tangga Sari dan Syarif, orang tua faris.

=¥=
"Imam begitu seharusnya pensiun sajah, sudah tak merdu dia baca ayat. Serak Batuknya lebih sering gue denger,..oalah gue lupa, dia kan pak haji....pak haji samaun..orang paling alim di komplek gue..."

Gue baru aja habis pulang dari masjid untuk tunain sholat isya. Sebuah kewajiban buat gue yang muslim, wajib! Biar dapat barokah Allah, lepas dari melarat. Di komplek ini yah gue terbilang remaja yang lumayan soleh ketimbang remaja-remaja lain yang lebih banyak dekem di rumah main hape, atau kelayapan tak karuan naik motor trek-trekkan. Gak percaya? Lihat aja barisan penghuni shaf-shaf masjid. Lebih banyak diisi tua renta dan bocah-bocah bau kencur yang suka iseng dodorin sarung temennya pas lagi solat.

Di sisi lain, Sepanjang perjalanan gue kepikiran soal foto skandal mama dengan pak bahar yang gue temuin sepulang sekolah di kamar mama. Puyeng pala Gue. Mikir apa bener iya yoga anak pak bahar. Padahal Tadi sore gue sebetulnya mau sambangi rumah RT tengik itu, ah si mama keburu pulang duluan. Foto-foto itu terpaksa buru-buru gue letakkin ke tempat semula. Maunya gue sih sergap mama, minta dia jelasin apa maksud dari foto-foto itu. Tapiii...gue gak mau bikin mama tambah pusing. Dia sudah kepayahan mencari uang sebagai ganti kerja papa yang gak tahu diri entah dia berkelana kemana. Apalagi akhir-akhir ini dia sering banget ngelamun. Yang musti gue persalahin lebih dulu itu si hidung RT! Bisa-bisanya terong punya dia dimasukkin ke sangkar nyokap gue. Asyik sialan! Tua-tua belum puas ngentot, boleh jadi karena sarang bu RT sudah peot. Tidak bisa goyang lagi. Sekali goyang jantung kumat. Desahannya bakal lebih mirip jerit sakaratul maut. Heuheu.

"Ada sweeping! Ada sweeping! Ada sweeping! Ada yang mau lempar batu!", ngebut lari seorang anak muda yang gue gak kenal.

"Gak ada banci, gak ada judi, gak ada yang teler miras, sweeping apa ini?", tanya salah seorang bapak-bapak yang pulang dari masjid bareng gue. Planga plongo dia lihat anak muda yang larinya gak jelas ke arah mana. Gue kira sih ke rumah pak RW.

Gak tahu musti tanya ke siapa, gue lekas cabut masuk ke rumah. Eh, Di rumah mama udah baek nyiapin makan malam buat gue. Apalagi dihibur penampilan mama yang cantik banget malam ini. Tempe jadi menarik rasanya. Sekseh, tanpa malu-malu pamer paha di depan gue. Wih, gemuk amat pahanya. Bikin penasaran sama selangkangan tempat gue nongol ke dunia dulu. Wah gak pakai beha juga dia pasti. Puting teteknya nyembul tuh di balik daster lusuh yang udah lama dia pakai. Mungkin supaya lebih gampang kalau-kalau yoga menagih susu. Ehm, Papa sadar gak dan tahan sih ninggalin istri cakep begini? Otaknya udah bergeser kali yah. Alhamdulillah...rezeki anak soleh. Gue lepas dan lipet deh tuh sarung. Terus duduk bareng sama mama deket meja makan. Kunyah makan malam sambil merhatiin mama.

"Yoga kemana mah? Tumben gak rewel", tanya gue mengambil piring.

"Udah tidur dia, kenyang habis minum susu..."

"Emm....", yoga habis nenen langsung pulas, enak betul jadi dedek bayi, masya Allah.

"Ris, kamu nanti wakilin keluarga kita ya musyawarah di balai warga. Papa kan gak ada, jadi ya kamu gantiin..."

"Musyawarah apa ma?", gue heran karena tidak biasanya ada rapat warga mendadak seperti ini. Biasanya pertemuan warga membicarakan 17 Agustusan, halal bi halal lebaran.

"Mama juga kurang tahu, tadi pak rt yang kasih tahu ke mama sore tadi...."

"Mama ketemu sama pak rt?!"

"Iya, kenapa ris? Kamu kok kaget kanget sepertinya?"

Welehhhh, bener-bener mama dan pak rt ada main hati nih jangan-jangan menurut gue. Mama ajak yoga sore-sore jalan, Barangkali bapaknya anak itu alias pak rt kangen sama bayinya, kangen juga sama ibunya. Pengen cium-ciuman. Wedussss!! Gak bisa gue tunda-tunda bicara sama Pak bahar. Musti jelas iniih. Sekalian saja mungkin saat di balai warga. Biar tak susah mencari pak rt yang hobinya jalan-jalan mampir itu.

Gue makan dengan lahap. Rakus karena kesal mikirin pak bahar. Musti bagaimanakah reaksi gue nanti. Hujat menghujat? Kelahi? Papa gak ada sik. Pengen banget papa bogem itu si RT. Bayinya sekalian aja diberikan. Biar itu RT bisa tetein sendiri bayinya. Haha! Tocil! Pasti hidung yoga jadi gatal. Mimik cucu, hidungnya kena bulu nenen. "Uhuk...uhuk...uhuk..."

"Kamu senyum sampai batuk begitu,...mikirin apa kamu ris?", mama penasaran. Masa iya gue balas, "mikirin empunya kontol yang terakhir entot mama..." wkakakakak. Habis mama tuh. Gelagap kikuk pasti dia nanti. Huh...sayangnya gue gak boleh kurang ajar sama mama, nanti surganya menjauh dari gue. Sabar..sabar...ngurut dada gue.

"Gak ada apa-apa ma, kepikiran obrolan temen di sekolah aja...", bantah gue. Jangan sampai mama tahu.

"Hmm ada-ada aja kamu...nanti sebelum berangkat ke balai warga, kamu jangan lupa minum obat dulu ya ris..."

"Beres ma!"

=¥=
"Pak haji masa gak bisa terawang siapa penghamil istri saya?! Usahakan pak haji! Saya mohon! Katanya wali?"

"Diem lo kadir! Jaga mulut lo! Pak haji bukan tukang santet! Lo warga komplek sebelah jangan songong! Sopan dikit sama pak haji! Punya tata krama kan lo!"

"Saya tahu! Saya faham! Kalau pak haji gak mampu, cemen!

"Wah kurang ajar lo kadir! Gue pites sini leher lo!", salah seorang warga hendak memukul pak kadir. Dia bangkit dari duduknya, serasa mau melayang menghajar roman muka pak kadir. Jalannya Musyawarah gagal menemui titik temu. Pak kadir kerasan dan amat yakin penghamil bininya warga komplek Serundeng.

"Hayok! Sini lo! Gue akhiri hidup susah lo! Lo juga kali yang bikin istri gue melendung...", pak kadir tak gentar. Dia menjawab nyali salah seorang warga yang mengajaknya beradu hantam.

"Tahan! Tahan! Tahan!"...."hayoo! saya pegang pak kadir! Lepaskan saja mereka! Biarkan mereka tarung! Seru!", sorak-sorai warga yang menghadiri rapat di balai warga. Malah ada yang bertepuk tangan.

"Aalaaaahhhh! Bacot! Jangan ditahan gue! Congor si kadir itu biar gue penyokkin sini, anunya seukuran anak ayam baru menetas kali, makanya si istri suka kontol ukuran negro"

"Siapa kalian nahan-nahan saya?! Heh?! Kalian mau saya lenyapkan juga?! Bosan kalian punya nyawa?!"

"Sudah! Sudah! Pak kadir! Pak dulman! Harap tenang! Tenang! Kalau jalannya rapat seperti ini tidak ada hasilnya. Kasihan warga yang lain! Kita tidak menemukan jalan keluar. Tidak ketemu pelaku penghamil istri pak kadir"

"Rusuh! Rusuh! Biar tawuran saja pak! Tawuran antar komplek! Kami pengalaman! Supaya Rame malam minggu!" Beberapa remaja menyahut. Bercanda mau melempar kursi.

Cukup ramai dan menyesakkan balai warga Komplek perumahan Candradimuka, tempat faris tinggal. Warga komplek sebelah ikut berdatangan, mengawal pak kadir. Selebihnya, warga Candradimuka yang rata-rata sudah mendengar berita kehamilan istri pak kadir oleh salah seorang warganya. Suasana rapat pun panas, bisa terjadi pukul-pukulan kalau bukan RW-nya berkepala dingin, penyabar luar biasa. Bagaimana tidak Pak kadir meminta penghamil istrinya segera mengaku, menampakkan muka. Dia begitu yakin orangnya hadir di dalam rapat itu. Dugaan pak kadir katanya beralasan. Dia dengar-dengar dan pantau istrinya sering mampir ke komplek serundeng ini. Itulah dasar firasat pak kadir bermula.

Pak haji samaun sampai diseret hadir. Kakek yang seharusnya istirahat di rumah malam-malam itu didesak datang tanpa pikir dia masuk angin atau tidak kemudian. Ini karena Simpang siur lama kalau dia seorang wali, bikin dirinya diminta kasih petunjuk. Sebab karena dia haji yang alim. Yang zuhud dunia. Kuasai ilmu ikhlas dan makrifat. Ketika hadir sayangnya dia lebih banyak diam. Beberapa warga malah khawatir dia bakal mati di tempat karena usia tuanya. Maka, tak heran. Salah seorang warga mengamuk ketika pak kadir merendahkan haji samaun.

"Minta pendapat Wan Salim saja...", usul seorang warga mengacungkan tangan.

"Siapa itu wan salim? Siapa? Katakan... bagus, usulmu saya bayar", pak kadir tertarik perhatiannya begitu juga warga yang lain.

"Dia konon tabib, punya indera keenam...hebat"

"Hayo panggil dia, suruh datang kemari...cepat panggil!", pinta pak kadir merasa diberi harapan.

"Dia mana mau mendatangi, dia maunya didatangi...wan salim mahal! Kepercayaan pejabat loh pak kadir..."

"Hayolah kalau begitu, hayo antar aku ke rumah dia...aku ikut kamu... gak berguna orang-orang ini semua.....rapat madesu"

"Wwwohhhhhh! Wuuuhhh! Pongah lo kadir! Mau kemana lo!", maki beberapa warga yang merasa dihina.

Pak RW dan jajaran RT tak berkutik. Sikap pak kadir yang meninggalkan arena rapat tak omong-omong, membuat warga segera membubarkan diri saja sesuka hati mereka. Rapat dianggap sudah selesai saat itu, tanpa hasil secuil pun, kecuali ricuh. Alhasil, Balai rakyat pun perlahan sepi di bawah malam. Warga-warga sudah pulang ke rumah masing-masing, mau bobok. Mau ngelonin istri. Mau ngobrol sama anak. Sisanya jajaran RT dan RW bergabung bersama beberapa pejabat RT/RW komplek sebelah, melanjutkan pembahasan tanpa warganya.

=¥=
"Wan salim siapa pak RT?", tanya gue nyaris lama menunggu beliau rapat. Dalam perjalanan pulang ke rumah, Gue pakai basa-basi dulu ke pak RT sebelum masuk ke inti obrolan yang gue mau.

"Dia warga komplek kita juga...yah bisa dikatakan dia orang pinter, dukun'lah ya...."

"Hebat betul wan salim ya pak katanya? saya denger barusan dia sampai jadi kepercayaan pejabat..."

"Masalah itu saya kurang tahu, bukan warga saya juga kan hehehe..."

"He'eh, betul pak...."

"Kamu tadi nungguin bapak ya ris? Ada apa yah?", langkah gue dan pak bahar lekas terhenti di tengah jalan.

"Maaf nih ya pak RT, maaf banget sebelumnya, saya bukan mau menuduh bapak macam-macam nih...tapi ya, yang sudah saya lihat begitu adanya...mau bagaimana lagi ya.."

"Ada apa ini? Sepertinya serius betul?", gue merasa pak RT mulai mencurigai ada ketidakberesan dengan sikap gue. Dia agak gemetaran, jangan-jangan sudah takut duluan. Rasain lu!

"Pak, bapak jujur aja ya sama saya...bapak udah selingkuh sama mama saya ya kan?"

"Walah, kata siapa! Tudinganmu berbahaya ris! Bahaya! Mirip pak kadir kamu...", sontak pak rt kaget.

"Udah deh pak, ngaku aja. Saya punya buktinya loh..."

"Emm...bukti???? Tunjukkan dulu buktinya, baru tuding saya kamu. Bawa kamu buktinya? Manah sini....", pinta pak bahar memaksa.

"Ehhmm sayangnya saya gak bawa pak,... udah deh pak lebih baik bapak ngaku aja di depan saya sekarang, daripada saya kasih tahu warga-warga kalau bapak sebagai ketua RT selingkuh sama warganya...bagaimana? Macam apa bapak ketua RT kita ini", gue keukeuh. Eh sikap pak bahar terus mengelak.

"Gak bisa begitu ris, kamu musti tunjukkan bukti dulu...jangan sebar berita yang belum tentu benar...ketahuan fitnah kan kasian kamu dan mama kamu nanti...dosa kamu! Dosa!"

"Errghhhh...yasudah...besok pagi saya tunjukkan bukti itu ke bapak, bapak pasti gak bisa nyangkal lagi...jangan menghindar ya pak", lama kelamaan gue kesal dengan pak bahar, selalu saja menagih bukti. Padahal, sudah jelas gue melihat fotonya sedang telanjang bulat bersama mama.

"Nah begitu baru,....jaman sekarang apa-apa musti ada data nak faris kalau mau ngomong. Ada dalil biar kamu gak ketahuan pepesan kosong. Kalau langsung nyablak nuduh seperti tadi itu, berbahaya! Sungguh amat berbahaya!", pak RT coba menceramahi gue.

"Sudah cukup pak RT, cukup, lebih baik bapak siapkan mental buat besok, siapkan cermin sekalian...supaya ngaca, paruh hidung bapak berbelang atau tidak, istri bapak bodoh, kawin sama burung betet....hahaha...saya pamit pulang pak RT"

"Guuoobllokkkk! Kurang ajar kamu yaa....masih muda udah seperti ini...berandal kamu!", mencak-mencak pak RT ketika gue tinggal pergi. Nyaris lemparan sandal jepitnya kena gue. Huuh..Resek itu ketua RT. Belum ngaku juga dia. Udah ggak pantes lagi dia jadi RT. Wibawanya udah jatuh. Memalukan. Seharusnya tuir-tuir Jadi panutan malah suka kemaluan. Bah! Somplak itu RT!"

Tiba di rumah pukul 11 malam, pintu rumah yang gak ketutup rapat, gue kunci. Gue cek ke kamar, mama dan yoga sudah istirahat bersama. Huh mama...mama...., tubuh seksimu kamu selimuti dong. Gue menghampiri sekaligus menyelimuti mama dengan selimut. Kalau mama sampai Masuk angin kemudian sakit, siapa yang bakal ngurus yoga. Masa gue yang nyusuin yoga. Amit amit! Tuh kan di sela bibir ade bayi ada cairan putih. Susu siapa lagi kalau bukan susunya dari nenen mama. Wkakakak masa susunya Wewe gombel. Pak RT itu istrinya yang kayak wewe gombel. Sekali sedot keluar soda api. heuheu. Setelah itu, gue duduk rebahan sebentar ngambil nafas. Oh ya, sinetron kesukaan gue! Gue langsung nyalain televisi. Yah, udah kelewatan. Udah habis sinetron siluman dan naga terbang. Payah dah gara gara itu ralat. Padahal, gue mau lihat bagian kelahinya itu. Di rapat juga gak terjadi kelahi. Ck... tidur aja dah mending.

=¥=
Malam-malam semakin suntuk. Kelelawar terbang berhamburan mencari makan di tengah komplek. Menelusuri loteng-loteng rumah warga. Menyelinap dari dahan ke dahan. Mereka gelisah terganggu dialog di sebuah rumah usang yang mana Salah satu penghuninya menjadi bang toyib, sudah melalang buana entah kemana. Petualang nasib. Faris tertidur nyenyak di atas kasurnya yang kusam. Sudah lama dia tidak menjemurnya di bawah terik panas matahari. Sungguh kasian derita anak itu. Di sekolah kurang berprestasi. Hidupnya juga pailit. Papanya malah pergi membawa lari tanggung jawab. Boleh jadi berkelana....

Mamanya?

"pak bahar ini gak sabaran banget ya...udah masuk rumah gak bilang-bilang, main telanjang ajah lagi, serem tahu saya lihat kontol bapak..", duduk bersama dia atas kasur, sari menatap keringat menjulur turun dari dada pak bahar. Dia pula menatap serius kontol ketua RT yang bulunya lumayan lebat itu.

"Kamu bikin pak bahar gerah terus sih,..", pak bahar pemanasan sebentar. Meliuk-liukkan badanya lalu meluruskan tangan. Matanya bulat-bulat memerhatikan kemolekan tubuh sari di balik daster yang agak compang dan rasany mudah dirobek itu. Pak bahar berniat bikin ibu dua anak itu puas untuk kedua kalinya.

"Yang kemarin memang belum cukup ya pak bahar?"

"Belumlah...kemarin-kemarin itu kita berdua kan buru-buru ngelakuinnya...sayanya juga kurang begitu puas hehe...memekmu bikin nagih sari"

"Sekarang pak bahar mau apa lagi? Sementara Saya masih heran kenapa saya mau disetubuhi bapak..."

"Karena ini sayang, karena burung ini....burung ini rindu sarangnya, sarang milikmu....wuuh", bangga pak bahar pamer kontolnya yang ngaceng berdiri.

Sambil meloloskan dasternya, sari berkata,"saya heran, berhubungan badan dengan bapak entah kenapa tidak bergairah sama sekali...walaupun cairan kelamin saya beberapa kali keluar..."

Pak bahar diam, tubuh molek sari jadi kurang menarik perhatian semenjak wanita itu mengajukan pertanyaan tembakan. "Kamu masih simpan suvernir pemberian bapak kemarin?"

"Kado yang tak boleh dibuka itu? Masih, malah sari tidak membukanya sama sekali..."

"Begitu yaaa....",..

"Bagaimana pak bahar, dilanjutkan atau tidak ini?", tanya sari memandang pak bahar yang duduk di sampingnya, sepertinya ketua RT itu sudah tidak bernafsu lagi, kehilangan minatkah?

"Lanjut, harus, kamu gak lihat kontol ini masih berdiri...",

"Hayuk cepat pak bahar, saya tidak mau besok pagi kantuk berat mengganggu rutinitas sebagai ibu.."

"Ayo...."

Sari mengocokki lembut kontol pak bahar, lalu memandangi nafas ketua rtnya yang sengal-sengal. "Hehhhs enak sari, tapi amat disayangkan mengapa kamu selalu menolak menghisap kontol bapak ya...oh terusskan..."

"Jijik....", satu kata terlontar.

"Bapak boleh ya kali ini menghisap tetekmu? Yah?"

"Tidak, jangan harap..."

"Kenapa?"

"Ini ASI untuk anakku pak...biar dia cepat tumbuh dewasa, sehat dan kuat...bapak sudah tua, bentar lagi mati"

"Kamu inih masih saja terus menolak...heughhh", kesal pak bahar mendapati sikap sari tak tanggap pada kemauannya. Kemarin-kemarin waktu Pertama kali menyetubuhi sari sifatnya nyaris mirip. Sama malahan. Sari mau disetubuhi, tetapi wanita itu seperti kurang bersemangat. Kehilangan binal seorang betina. Dia merasa ada yang tak beres. Ada yang salah. Sial! Enak sih enak, tapi gak nendang! Begitulah otak kotor pak bahar menyikapi sifat sari. Apa boleh buat nafsunya tetep kenceng, kontolnya ingin ngecrot. Tidak mungkin ditahan-tahan. Masih diuntung ada lahan buat rasakan tubuh wanita gratis. Walau mulanya dia berjuang keluar biaya banyak. Rugi aku! Cuma dapat begini! Kurang apa bayarannya! Wan salim memang mata duitan! Pentol korek!

Kesalnya lalu ia salurkan dengan mengajak bibir sari berciuman. Meski dilarang melahap tetek sari dia masih diperbolehkan memegangnya.

"Cyyuupphh....ohh....sari, mengapa kamu kurang buat pak bahar ini bernafsu sayang...Tidak mengapalah, yang penting bisa entot memek kamu yang masih rapet ini..."

Selagi menyentuh buah dada sari, tak sengaja menetes air susu wanita itu. Pak bahar lalu menyeka dengan jari telunjuknya. Mencucup air susu yang manis tersebut ke mulutnya. Kepengen dia, menyedot dari sumbernya langsung. Apa daya dilarang. Cuma Manyun bibir pak bahar.

"Sari, kalau begini pak bahar gak puas..."

"Nanti kan bapak dapet memek sari juga, muncrat juga, masa gak puas?", tutur sari, tangannya masih lihai mengocokki kontol pak bahar.

"Iya bapak tahu, cuman, kurang meledak aja nafsu bapak, sari..."

"Aduh! Bawel amat udah dilayani! Jadi gini ya.. Jangankan bapak, sari juga gak tahu kenapa gak ada gairah melayani pak bahar...ngerti? Udah gerti?", sari berhenti sejenak.

"Iya? Iyah...bapak ngerti...", sia-sia usaha pak bahar ternyata.

"Udahan aja deh sekarang, sari jadi males...makin gak ada rasa...hambar...."

"Yah jangan gitu sayang, ayo lanjutkan dong...lanjutkan...."

Bingung jadinya pak bahar menghadapi sari. Awal-awal bersetubuh cukup lumayan puas melepas hasrat merasakan memek sari. Kini beda, dia ingin sari lebih membara. Seperti suami istri ceritanya. Jauh dari harapan, pak bakal ngamuk sama wan salim. Barang yang sudah dibayarnya kurang moncer. Sekarang pasrah saja dia apa yang sudah didapat.

"Sari, hayo dong sari...kamu gak kasian sama pak bahar...burung bapak masih berdiri sari..."

"Yaudah sekarang bapak mau diapakan lagi?", tanya sari dengan muka datar.

"Ayo sini, langsung entot aja dah...", frustasi lama kelamaan pak bahar.

Sari kemudian terlentang, tak peduli pak bahar mau ngecrot seberapa sering. Sari jadi seperti tempat buang pejuh pak bahar saja. Tak ada yang dia nikmati sama sekali.

"Eurrrmmmm.....kujilati memekmu sari...aku jilati slephh slepph..aku jilati terusss sleeepphhh sleepph....", masih belum menyerah ternyata pak bahar. Dia berjuang keras agar sari bergairah, supaya percintaan dia dengan sari di ranjang seperti arena malam pertama. Akan tetapi, Lagi dan sekali lagi usahanya tidak membuahkan hasil. Malang!

"Ah Geli pak bahar! Cuma geli! Udah-udah...cukup..., gak ada sensasi, langsung masuk saja penismu...ludahmu bau, cuma cape membersihkan aku ujungnya.."

"Hadddddddohhhhh!!!!"

"Kamu sudah jadi lelaki sekarang, sari?!!! Kamu wanita asli kan?! Kamu bukan transgender?! Wan saliimmmm!!!! Tetek bengek kau!!!!", depresi ringan jadinya malam itu pak bahar. Kasihan....sungguh kasihan. Ditertawai kucing kampung yang lagi berahi di musim kawin.

Bersambung

=¥=
 
Terakhir diubah:
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Wah di remake ya hu, update cerita baru nya jangan lama hu
 
Waduh.. Udh rilis cerita baru lg.. Cerita sebelomnya msh akan di lanjutin kan suhu?
 
MAntabbb suhu gee comeback. Semoga cerita remake ini bisa lancar update y suhu. Cerita orginalnya ane udh baca tp mandek... semangat suhu!!! Ditunggu jg lanjutan astaga bapak 2 nya...
 
akhirnya comeback againt suhu gee13
semoga lancar updatenya
dan ditunggu juga hu buat thread astaga bapak 2 penasaran ma kelanjutannya
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Status
Please reply by conversation.
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd