Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.
Status
Thread ini sudah dikunci moderator, dan tidak bisa dibalas lagi.
Bimabet
wah terharu bacanya huu, ini kisah nyata ya? memang menginspirasi, ane jadi inget sama kehidupan ane huu, dan dirasa menasehati juga.kesedihan dari masa lalu buat ane penyemangat disaat2 sulit juga.yg bikin ane bisa tetap maju.tapi disaat tertntu kadang agar bisa melaju harus ditinggalkan juga kesedihan itu.mantaap, dilanjut ya huu.
 
Ayah adalah sosok sahabat​

Bagi seorang anak perempuan, sosok ayah tak akan pernah tergantikan. Hari-hari dan waktu yang kita habiskan bersamanya akan selalu berkesan. Dan terkadang kita sampai tidak menyadari betapa cepat waktu berlalu. Hal ini pula lah yang dirasakan oleh Brittany Gayler.

Ayah Brittany, Jason Gayler mengantar putrinya di hari pertama dan terakhir sekolah. Melalui akun twit**ternya, Brittany mengunggah dua foto bersisian. Satu foto ketika dirinya masih TK, satunya lagi foto di hari terakhirnya di bangku SMA. Dalam waktu singkat, foto tersebut mendapat banyak like. Bahkan sudah mencapai angka lebih dari 60 ribu likes dan 14 ribu retweet. Apa yang membuat foto tersebut begitu istimewa?


Dikutip dari huffingtonpost.com, Brittany yang tinggal di Alvord, Texas ini mengatakan kalau ide agar ayahnya mengantarnya di hari pertama dan terakhir sekolah itu sudah dibuat beberapa tahun sebelumnya. Ketika sang ayah menemukan foto ketika dirinya mengantar Brittany ke sekolah untuk pertama kalinya, dia bilang ingin mengantarnya juga di hari terakhirnya sekolah.

Di hari terakhir ayahnya mengantarnya ke sekolah, Brittany membicarakan banyak hal dengan ayahnya dan merasa waktu begitu cepat berlalu. Dia pun ingat dulu waktu masih TK, di hari pertamanya masuk sekolah ia begitu takut. Bersyukur ia memiliki orang tua yang sangat positif memberinya dukungan dan semangat.

Brittany juga selalu mengenang saat-saat ayahnya mengantarnya ke sekolah dengan naik mobil. "Semua waktu yang dihabiskan bersama ayah digunakan sebagai waktu untuk mengakrabkan diri," papar Brittany. Dia merasa beruntung memiliki ayah seperti Jason. "Aku sangat bersyukur sampai tak bisa dijelaskan dengan kata-kata bisa memiliki ayah yang selalu menjadi sahabat baikku," katanya lagi.

Ada pesan menarik dari foto Brittany dengan ayahnya, bahwa waktu bisa berlalu begitu cepat tanpa pernah benar-benar kita sadari. Setiap momen yang kita habiskan bersama ayah tercinta pun akan selalu jadi kenangan indah.
 
Terima kasih atas kisah2 inspiratifnya, beberapa ada yang releate dengan kehidupan saya.
mungkin nanti, saya akan pm perihal cerita kehidupan saya dan menanyakan solusi terbaik.
 
Terima kasih atas kisah2 inspiratifnya, beberapa ada yang releate dengan kehidupan saya.
mungkin nanti, saya akan pm perihal cerita kehidupan saya dan menanyakan solusi terbaik.
Iyaaa, sama-sama. Kamu juga boleh kok berbagi kisah disini. Berbagi untuk teman-teman lain, biar bisa dapet pelajaran kehidupan.

Silahkan PM, boleh kok, saya akan membantu semampu saya, atau mungkin buat Trit di HTH juga boleh, biar temen-temen yang lain bisa ikutan bantu beri solusi jika sekiranya asa masalah gitu.
 
wah terharu bacanya huu, ini kisah nyata ya? memang menginspirasi, ane jadi inget sama kehidupan ane huu, dan dirasa menasehati juga.kesedihan dari masa lalu buat ane penyemangat disaat2 sulit juga.yg bikin ane bisa tetap maju.tapi disaat tertntu kadang agar bisa melaju harus ditinggalkan juga kesedihan itu.mantaap, dilanjut ya huu.
Iya, semua kisah yang saya bagikan disini kebanyakan berdasarkan kisah nyata sih bang. Dari buku, artikel, ato berita yang kebetulan saya ketahui.

Makasih udah mampir dimari ya.. :ampun:

Moga bisa mendapatkan sedikit manfaat yang berguna untuk kehidupan di RL. :rose:
 
Pengorbanan Seorang Ayah

Dua tahun yang lalu, ayah penuh cinta bernama Kawsar Hossain ini belum mampu memenuhi keinginan putrinya untuk beli baju baru. Jangankan ingin membeli baju yang disukai sang putri, melihat baju tersebut sebentar saja sudah membuatnya diusir dengan kasar oleh penjaga toko karena dianggap hendak mengemis.

Memang, Hossain adalah seorang pengemis. Namun, ia tak pernah berpikir apalagi bercita-cita menjadi seorang pengemis dan peminta-minta sebelumnya. Hingga 10 tahun yang lalu, ia mengalami kecelakaan yang membuatnya cacat. Bus yang ditumpanginya jatuh ke jurang. Beruntung ia selamat. Tapi, ia harus merelakan saat tangannya harus diamputasi dan ia menjadi cacat.

Dikutip dari laman worldofbuzz.com, Hossain mengawali cerita,

"Saya memang seorang pengemis. Sepuluh tahun lalu saya tak pernah berpikir akan menjadi pengemis seperti ini. Meminta-minta ke orang yang lewat di depan saya. Suatu malam, saya bepergian dengan bus, bus itu terjatuh dari atas jembatan ke jurang. Untuk saya masih hidup. Tapi akhirnya saya cacat. Saya tak pernah lagi bisa bekerja seperti dulu."


Putri Hossain yakni Sumaiya menyukai sebuah baju yang sedang terpajang di sebuah toko baju. Baju itu harganya sekitar Rp50 ribu. Sayang, kondisi ekonomi Hossain yang sangat buruk menjadikannya tak punya uang sebanyak Rp50 ribu saat itu. Karena penampilannya yang tidak meyakinkan untuk belanja di toko tersebut, petugas toko pun mengusirnya.

Melihat sang ayah diusir dari dalam toko, buah hatinya yang saat itu bersamanya langsung menangis dan mengajak ayahnya pulang. Gadis kecil itu merasa sakit dan terharu melihat ayahnya diperlakukan tidak baik. Sejak saat itu, Sumaiya mengatakan pada sang ayah bahwa ia tak ingin lagi punya baju baru.

Melihat sang putri menangis, Hossain merasa sangat iba dan tersentuh. Dari hari ke hari, ia menabung sedikit demi sedikit. Hasil mengemisnya yang tak terlalu banyak selalu ia sisihkan sebagian untuk membeli baju keinginan putrinya. Setelah dua tahun menabung, Hossain akhirnya kembali ke toko di mana ia pernah diusir dan membeli baju yang diinginkan sang putri.

Beberapa waktu lalu, Hossain akhirnya memberikan baju warna kuning yang dibelinya untuk sang putri, Sumaiya. Gadis itu tentulah sangat bahagia dan berterima kasih kepada Hossain. Selain memberikan baju baru untuk Sumaiya, Hossain juga mengajak putrinya jalan-jalan. Pria itu bahkan telah meminjam ponsel dari tetangganya tanpa sepengetahuan sang istri agar ia bisa memotret buah hatinya.


Hossain sedang memotret buah hatinya | Photo: Copyright worldofbuzz.com


Hossain mengatakan, "Anak saya tak pernah difoto. Saya ingin memfotonya di hari ia memakai baju barunya. Saya ingin hari ini menjadi hari yang istimewa buatnya. Jika suatu hari nanti saya mampu beli ponsel sendiri, saya akan memotret anak-anak saya. Saya ingin potret tersebut jadi kenangan manis buat mereka."

Saat memotret sang buah hati inilah, aksinya diketahui seorang fotografer GMB Akash. Akash lalu memotret mereka dan memposting foto tersebut di akun sosial pribadinya. Akash juga menceritakan kisah Hossain bersama sang anak. Kisah tersebut rupanya dalam sekejap langsung viral. Terlebih lagi, ketika Akash menuliskan keterangan seperti ini,​

"Sampai saat ini saya tak pernah menyekolahkan anak-anak saya. Namun saya mendidik mereka secara langsung. Kadang-kadang mereka tak bisa ikut ujian, karena untuk membayar uang ujian adalah hal mustahil bagi saya. Suatu hari mereka menangis karena tak bisa ikut ujian. Saya berkata kepada mereka, sesekali tak apa-apa kita tak ikut ujian sekolah, yang perlu kita ingat, ujian terbesar dalam hidup adalah ujian dalam kehidupan sehari-hari - Kawsarr Hossain -"


Saat Hossain mengemis, anak-anaknya selalu mendampinginya dari jarak yang cukup jauh. Pria itu sebenarnya sangat malu jika anak-anaknya tahu bahwa ayahnya bekerja sebagai seorang pengemis dan meminta-minta ke orang lain. Namun anaknya selalu mengingatkan bahwa ia tak boleh malu. Anak-anaknya tak apa melihat ayahnya menjadi pengemis asalkan ia baik-baik saja.

Anak-anak Hossain sangat takut jika sang ayah mengalami kecelakaan lagi dan meninggal dunia karena kecelakaan tersebut.
 
Pengorbanan kecil

Ketika sore sepulang kerja seorang suami melihat isteri yang tertidur pulas karena kecapekan bekerja seharian di rumah. Sang suami mencium kening isterinya dan bertanya, ‘Bunda, udah shalat Ashar belum?’ Isterinya terbangun dengan hati berbunga-bunga menjawab pertanyaan suami, ‘sudah yah.’ Isterinya beranjak dari tempat tidur mengambil piring yang tertutup, sore itu isterinya memasak kesukaan sang suami.

‘Lihat nih, aku memasak khusus kesukaan ayah.’ Piring itu dibukanya, ada sepotong kepala ayam yang terhidang untuk dirinya.

Sang suami memakannya dengan lahap dan menghabiskan. Isterinya bertanya,

‘Ayah, kenapa suka makan kepala ayam padahal aku sama anak-anak paling tidak suka ama kepala ayam.’

Suaminya menjawab,

‘Itulah sebabnya karena kalian tidak suka maka ayah suka makan kepala ayam supaya isteriku dan anak-anakku mendapatkan bagian yang terenak.'

Mendengar jawaban sang suami, terlihat butir-butir mutiara mulai menuruni pipinya. Jawaban itu menyentak kesadarannya yang paling dalam. Tidak pernah dipikirkan olehnya ternyata sepotong kepala ayam begitu indahnya sebagai wujud kasih sayang yang tulus kecintaan suami terhadap dirinya dan anak-anak. ‘Makasih ya ayah atas cinta dan kasih sayangmu.’ ucap sang isteri.

Suaminya menjawab dengan senyuman, pertanda kebahagiaan hadir didalam dirinya.

Kita seringkali mengabaikan sesuatu yang kecil yang dilakukan oleh sosok yang sangat menyayangi dan mencintai kita, namun memiliki makna yang begitu besar, di dalamnya terdapat kasih sayang, cinta, pengorbanan dan tanggungjawab.
 
PERNIKAHAN

Perkara “kapan nikah?” sepertinya jadi topik yang tak ada habisnya jika dibicarakan. Khususnya buat kamu yang sudah masuk usia 20-an ke atas. Rasa-rasanya, semesta seperti bersekongkol hingga membuatmu merasa berdosa kalau-kalau sudah umurnya tapi belum menikah juga.

Padahal, kita perlu kembali merefleksi dan bertanya pada diri sendiri. Apa iya kita harus nikah kalau cuma alasan sudah umurnya? Bukankah sebenarnya banyak hal-hal penting yang harus dipertimbangkan dan dipikirkan masak-masak? Yang pasti, nikah itu bukan wajib belajar, jadi menikahlah tanpa merasa dikejar-kejar oleh usia…

“Eh Ndin, kemaren gue ketemu lagi sama Nina”

“Nina yang mantan lu pas SMA itu?”
“Iya. Dia juga masih sendiri, dan merasa perlu menikah.”
“(((Perlu menikah))) Lalu maksudmu?”

“Aku juga bilang aku cari istri, dia cari suami, pas kan? Dia juga mau kok. Bulan depan aku lamar ke rumahnya.”

Menikah emang kebutuhan, katakanlah untuk mendapat keturunan. Tapi tolong jangan lakukan itu hanya karena paksaan.​


Dari ilustrasi di atas, boleh jadi kita beranggapan mereka sengaja dipertemukan karena memang jodoh. Tapi dari sudut pandang lain, kebetulan keduanya sama-sama sendiri, sama-sama terusik dengan omongan orang di sekitar, dan akhirnya memutuskan bersama karena depresi.

Dua minggu pasca lamaran
“Ndin, si Nina nggak berubah tau nggak sih kelakuan buruknya sejak jaman SMA dulu.”

“Hah? Lha lu main lamar aja. Keburu sih, nikah kok kaya dikejar anjing. Terus, nyesel?”

“Ya gimana, takut abis ini malah nggak nemu perempuan lagi.”

“Astaga.”

Konsensus. Ya, begitulah yang terjadi pada masyarakat kita, Indonesia. Dengan sengaja membicarakan apapun tentang orang lain di belakang. Termasuk ketika-menurut-masyarakat, usianya sudah masuk usia menikah, namun belum juga ada tanda-tanda menuju kesana. Jangankan tanda-tanda, pasangan aja ndak punya.

Peduli amat sama orang lain. Iya sih kita hidup bermasyarakat, tapi dengan atau tanpa menikah, hidup kita masih terus berjalan kok!​


“Eh, lu tau si Winda anak keduanya pak RT itu nggak?”

“Oiya, tahulah. Umurnya tahun ini sudah masuk kepala 3 kan. Kok dia nggak pernah kelihatan jalan sama cowo sih?”

“Iya ya ampun, cantik padahal. Kasian kalo sampe jadi perawan tua.”

Ya begitu. Namanya ibu-ibu rumpik, kurang kerjaan buk? Menikah bahkan di kitab manapun itu jadi sunnah, bukan kewajiban. Jadi, dengan atau tanpa pernikahan kehidupan juga masih akan tetap berjalan. Bukan, bukan mengajari untuk tak peduli lagi pada ikatan sakral bernama pernikahan. Tapi kan jauh lebih kasian, kalau ikatan itu dilangsungkan terus-terusan tanpa ada cinta yang mendasar? Lebih baik jangan…

Karena menikah itu bukan wajib belajar, jadi jangan lantas kamu merasa terkejar hingga siapa pun yang datang langsung disambar.​


Persis seperti ilustrasi pembuka tadi. Tentang ketakutan nantinya tak kan dipertemukan dengan lawan jenis lagi. Akhirnya, pasca dilangsungkannya lamaran atau pernikahan, malah mengeluh kalau kriteria pasangan tak seperti yang diharapkan. Bukan, bukan ngajarin atau nganjurin pacaran juga. Tapi tahapan saling mengenal sebelum menikah itu juga penting, biar nggak ngerasa kaget, apalagi sampai menyesal.

Ada yang bilang, usia 19-21 itu tahapan seseorang memiliki pertanyaan “Gue siapa?”. Selanjutnya di usia 22-24, ketika dia bertanya “Lu siapa?” kepada pasangan atau lawan jenisnya, tahap penjajakan. Nah, setelahnya nih yang rawan bahaya. Katakanlah usia 25-30 atau bahkan lebih, dia bakal bilang “Yuk ah, siapa aja.” Ahhhh…artinya siapapun cewe atau cowo, dengan kata lain lawan jenisnya yang juga tertekan karena omongan orang sekitar untuk menikah karena usia, akan merasa “saling melengkapi” dengan melangsungkan pernikahan. Alangkah sayangnya jika itu terlaksana tanpa dilandasi adanya perasaan.

Menikah itu tentang siap dan mantap, jangan sampai kamu menjalani rumah tangga dengan gagap.​


Sebelum menikah, berilah pertanyaan ini kepada dirimu sendiri: Apakah kamu sudah mempersiapkan sebuah momentum sebesar ini ? Apakah kamu sudah membekali diri dengan berbagai ilmu untuk menyongsong sebuah prosesi teramat sakral ini? Jika jawabnya belum, tundalah sekiranya kamu sudah mantap.

Menikah itu bukan tentang siapa yang lebih cepat. Tapi yakinlah, Tuhan sudah pilihkan waktu dan seseorang yang paling tepat. Jangan tergesa lantaran telingamu sudah panas membara, akibat omongan dari para tetangga. Pantaskan dirimu dulu, bukan saja untuk jodohmu kelak, tapi fokuslah memperbaiki diri di hadapanNya.

Jangan gegabah dan beralasan untuk ibadah. Percuma tampan, punya jabatan, dan mapan. Apa artinya kalau kamu nggak nyaman?​


“Lu ngapain sih Bi mau nikah cepet? Masih umur 28 ini, cowo pula.”

“Orang tua gue Ndin. Terus kemarin gue ikut pengajian juga, ngerasa kesindir gitu sama omongan ustadznya. Katanya, apalagi yang ditunggu, usia sudah waktunya, jabatan ada, udah mapan pula.”

“Tapi lu ngeluh soal kelakuan buruk calon istri gitu? Aneh!”

“Ya nggak papa, nanti mungkin akan kebiasa. Niatnya kan ibadah bro…”

Ibadah sih ibadah, sekaligus menghindarkan kamu dari yang namanya zinaaah. Tapi itu bukan satu-satunya alasan juga buat kamu buru-buru, hingga lupa mempertimbangkan semua hal matang-matang. Janganlah Bang kamu jadikan anjuran agama sebagai alasan untuk buru-buru menikah. Apalagi kalau sejatinya kamu nge-dumel di belakang soal keburukan-keburukan perempuan yang kamu anggap jodohmu itu. Kamu nggak ingin ketergesaan membuatmu salah memutuskan pilihan kan? Persiapan menikah itu bukan hanya persoalan mendaftar di KUA saja!

Percayalah, perkara menunda pernikahan itu bukan berarti kamu “di situ-situ saja”…​


Keinginan untuk berumah tangga itu pasti selalu ada, tapi alasan ini juga nggak bisa kamu gunakan untuk buru-buru cari pasangan lalu nikah. Camkan dibenakmu, nikah itu bukan ikut-ikutan. Nikah itu tentang persiapan. Termasuk siap-siap memilah para calon jodoh.

Jadinya, jangan maksa kalau ternyata pasangan yang kamu anggap jodoh ternyata tidak memiliki klik di perasaan. Tundalah dulu. Pasanganmu sekarang tak selalu jodohmu kelak. Rasakan baik-baik apa “klik” itu benar-benar sudah ada dalam hubungan kalian. Menunda untuk menikah bukan berarti kamu stuck “di situ-situ saja,” kamu cuma nggak ingin kemapanan pun jadi alasan untuk tergesah-gesa.

Jodoh itu perkara waktu kawan, tak usahlah merasa terburu-buru. Tentang siapa yang lebih dulu, misalkan itu adikmu, bukan berarti menjadi masalah besar kan? Hingga kemudian kamupun sembarangan memilih pasangan. Memang tak mudah, mulailah berbenah, dan perbanyak sedekah.

“Menikah itu mudah kok.”

“Iya, menurut lu. Yang susah itu cari JODOHnyaaaaaaa…”
 
Kebaikan Dalam Kesederhanaan

Ada seorang pemuda berusia menjelang 30 tahun. Namun sayangnya, ia hanya memiliki kemampuan berpikir layaknya anak berumur di bawah 10 tahun.

Ibunya dengan penuh kasih memelihara dan mendidik si anak agar kelak bisa hidup mandiri dengan baik, terlebih karena ia merasa anaknya punya kemampuan berpikir yang sangat minim. Si anak sangat mencintai ibunya.

Suatu hari dia berkata, “Ibu, aku sangat senang melihat ibu tertawa, wajah ibu begitu cantik dan bersinar. Bagaimana caranya agar aku bisa membuat ibu tertawa setiap hari?”

“Anakku, berbuatlah baik setiap hari. Maka, ibu akan tertawa setiap hari,” jawab si ibu.

“Lantas, bagaimana caranya berbuat baik setiap hari?” tanya si anak.

“Berbuat baik adalah jika kamu bekerja, bekerjalah dengan sungguh-sungguh. Bantulah orang lain terutama orang-orang tua yang perlu dibantu, sakit atau kesepian. Kamu bisa sekadar menemani atau membantu meringankan pekerjaan mereka.”

“Perlakukanlah orang-orang tua itu sama seperti kamu membantu ibumu. Pesan ibu, jangan menerima upah ya. Setelah selesai membantu, mintalah sobekan tanggalan dan kumpulkan sesuai urutan nomornya. Kalau nomornya urut artinya kamu sudah berbuat baik setiap hari, dengan begitu ibu pun setiap hari pasti akan senang dan tertawa,” jawab si ibu sambil membelai sayang anak semata wayangnya.

Sejak ibunya meninggal, karena kenangan dan keinginannya melihat ibunya tertawa, setiap hari sepulang kerja, dia berkeliling kampung membantu orang-orang tua, kadang memijat, menimba air, memasakkan obat, atau sekadar menemani dengan senang dan ikhlas.

Bila ditanya orang kenapa hanya sobekan tanggalan yang diterimanya setiap hari? Dia pun menjawab, “Karena setiap hari, setibanya di rumah, sobekan tanggalan yang aku kumpulkan, kususun sesuai dengan nomor urutnya. Maka setiap hari aku seakan bisa mendengar Ibuku sedang melihatku dan tertawa bahagia di atas sana.”

Untuk kehidupan saat ini, memang rasanya cukup sulit untuk menemukan orang yang membantu orang lain tanpa ada keinginan untuk menerima balasan. Padahal, esensi kehidupan manusia sebenarnya adalah saling bantu membantu, menolong dan ditolong.
 
Covid-19 tak melulu merugikan dan membuat kita terpuruk. Pandemi ini justru membuat banyak orang bersyukur, hingga menemukan hal yang baru termasuk menyoal percintaan.

Seperti Betty Conner, perempuan berusia 71 tahun ini merasa lebih muda ketika pandemi Covid-19. Hal tersebut dikarenakan ia bertemu teman semasa SMAnya bernama Peter Nickless yang tinggal di Baja California.

Betty mengenal Peter hampir sepanjang hidupnya. Tapi butuh Covid-19 dulu untuk menyadari betapa Peter berharga untuknya. Hampir setengah abad ia menyadari hal tersebut.

Mereka satu sekolah SMA bersama di Richmond, Virginia, pada akhir 1960-an, ketika dia berkencan dengan sahabat Peter dan Peter berkencan dengan sahabatnya. Peter adalah salah satu kapten tim sepak bola di Sekolah Menengah Atas Huguenot. Betty aktif di klub servis, sedikit pendiam dan pemalu.
Setelah lulus, mereka kehilangan kontak. “Terakhir kali saya pikir saya melihatnya di pesta Malam Tahun Baru pada tahun 1967. Saat itu, semester pertama kuliah,” kenang Betty melansir smh.com.au.
Setelah menyelesaikan sekolah menengah, mereka berdua memulai karir, menikah dan bercerai. Namun, setelah 50 tahun berlalu, mereka berdua bertemu di Facebook. Mulai dari situlah komunikasi antara mereka berdua terjalin. Selain Facebook, mereka pun rutin menelepon satu sama lain hingga pesan email.
Komunikasi tersebut menyarakan Betty jika Peter adalah pria yang menawan, cerdas, dengan selera humor yang bagus. Saat pandemi, hubungan mereka justru lebih erat.
Peter mengiriminya catatan Hari Valentine. Beberapa minggu kemudian, dia mengucapkan selamat ulang tahun padanya.

Menyatakan perasaan di tengah pandemi


Kemudian, ketika karantina pada pertengahan Maret, Betty mengkhawatirkan keselamatan Peter. Dia memutuskan sudah waktunya untuk memberi tahu dia bagaimana perasaannya. Dia memiliki sedikit harapan bahwa pengakuannya akan berujung bahagia.

Berusia lansia, mereka berada dalam kelompok usia berisiko tinggi untuk COVID-19, dan mereka masing-masing memiliki kehidupan aktif. Namun, Betty pun tetap mengirimkannya email dengan subjek: “The Teen-Age Betty in Me Confesses.”

“Aku tidak berencana untuk benar-benar menyukaimux tapi akhirnya aku menyukainya. Aku mencoba untuk tidak terlalu menyukaimu, tapi itu lebih sulit dari yang aku kira. Dan ketika menyukai seseorang, mengkhawatirkan keselamatan mereka. Tolong, tolong lakukan karantina ini dengan serius. Saya tahu betapa santai dan tidak cemas dirimu tidak seperti saya. Berhati-hatilah. Sementara itu, saya akan berusaha untuk mengurangi rasa menyukaimu, jadi tidak akan berpikir saya hama, sakit, gila, aneh, dll. !,” tulisnya.

Betty mengakhiri catatannya dengan mengatakan bahwa dia adalah seorang "realis", jadi dia tidak menyimpan mimpi besar tentang salah satu dari mereka yang mencabut hidup mereka untuk bersama. Setelah membaca pesan tersebut, Peter pun tidak menganggap dia hama, sakit, gila atau aneh. Justru sebaliknya.

“Saya menjadi lebih dekat dengannya melalui percakapan kami di telepon, dan cinta serta kasih sayang saya terbangun melalui itu. Aku akan datang padanya,” kata Pater.

Berhubungan kembali di usia 70-an berbeda dengan menjalin ikatan di masa remaja. Peter pun mendatangi Betty. Mereka langsung merasa bahwa sedang memulai babak baru bersama.

“Saya pikir itu sangat membantu bahwa kami berteman - dan mengenal satu sama lain seperti itu, dan kemudian ini perlahan berkembang dan kami menemukan kesamaan yang kami miliki, tentang bagaimana kami memandang kehidupan,” kata Betty.

Mereka merasa beruntung telah menemukan koneksi selama masa yang sulit ini.

Cinta akan selalu menemukan jalan pulang. Seperti perahu layar yang akan kembali ke daratan setelah berkelana membelah samudera.
tak perduli berapa lama ia pergi, berapa jauh ia mengembara, cinta akan kembali pada hati tempatnya bernaung.

source: light of love by Gracie
 
Antara Kebutuhan dan Keinginan

Amelia seorang pemijat yang ternyata bisa memisahkan antara kebutuhan vs keinginan. Berbeda dengan Arin saudaranya. Dari sikap ini, keduanya mengalami nasib yang berbeda.
Bagaimana bisa terjadi? Amelia adalah seorang pemijat yang hanya lulusan SD. Ia tidak bisa melanjutkan sekolah karena tidak ada biaya. Karena kondisi ini, ia bertekad anaknya bisa sekolah setinggi mungkin agar tidak bernasib sama dengan dirinya.

Amelia sangat yakin bahwa pendidikan anak adalah kebutuhan yang harus ia penuhi. Jadi ia berkomitmen untuk menyekolahkan anaknya. Walaupun ia harus menahan diri dari segala macam keinginan.

Atas sikapnya ini, ia kerap dinilai pelit oleh keluarganya. Amelia kerap dibanding-bandingkan dengan saudara kandungnya, Arin, yang rela mengeluarkan uang demi harta benda.

Arin memang tidak berprinsip sama dengan Amelia. Arin lebih suka memanjakan anak-anaknya. Arin hanya menyekolahkan anaknya sampai di tingkat SMP saja.

Apa yang terjadi dengan Amelia sekarang? Anak-anaknya bisa meraih pendidikan hingga S2 dan diterima bekerja di salah satu perusahaan unicorn terbesar di Indonesia.

Anak-anak Amelia hidup sejahtera, memiliki apartemen dengan pemandangan yang indah dan hidup berkecukupan. Bahkan Amelia dihadiahi sebidang tanah oleh anak-anaknya, yang rencananya akan dibangun sebuah rumah megah.

Bagaimana dengan Arin? Anak-anak Arin hanya bekerja serabutan dan berkekurangan dan sering tidak bisa mencukupi kebutuhan dasar mereka.

Inilah kisah keduanya. Amelia memang masih memijat, tetapi cita-citanya sudah tercapai.

Amelia yang lulusan SD saja mampu membedakan kebutuhan vs keinginan. Bagaimana dengan kita?

Dunia ini cukup untuk memenuhi kebutuhan manusia, bukan untuk memenuhi keinginan (keserakahan) manusia.
 
Bimabet
Hai sist,
Cerita terakhir ini bagus. Entah kenapa, prinsip seperti amelia ini banyak yang mencemoohkan di keseharian.
 
Status
Thread ini sudah dikunci moderator, dan tidak bisa dibalas lagi.
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd