Agen Terpercaya   Advertise
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT I M P I A N 1

silahkan

  • dijawab sebisanya

    Votes: 346 45,5%
  • pertanyaan yang berkaitan dengan cerita

    Votes: 537 70,7%

  • Total voters
    760
Wuaasssseeemm tenan iki, sampean huuu.. pinter banget seleksi para reader penggemar cerita sampean huu..
Hayooo.. siapa yg pernah pasang / tau ttg porkas ?
Klo ada yg pernah pasang / tau ttg PORKAS.. berarti wis TUWEK.. 😂😂😂
Tp yg penting, selama msh bs :konak:berarti msh jooosss.. 😂😂😂

Makasih updatenya suhu @Kisanak87 ..
:beer: :semangat:
 
jooosss...SEMONGKOOO !!!
tendangan dan pukulan mungkin membungkam mulut tp pasti tidak akan memadamkan semangat d dada..
 
BAGIAN 10
PEMBEKALAN OSPEK



“Cak, Titip ya. Tolong kasihkan ke Cak To biar diantar kerumah.” ucapku kepada Cak Ndut, sambil menyerahkan sepucuk surat dan sejumlah uang yang aku kirim untuk keluargaku didesa.

“awakmu nduwe duwek ta Lang.? biaya kuliahmu iku akeh lo.” (kamu punya uang kah Lang.? biaya kuliahmu itu banyak loh.) Ucap Cak Ndut sambil melihat kearah amplop yang aku sodorkan kepadanya.

“ada Cak, uangku juga masih cukup untuk beberapa bulan kedepan.” Ucapku lalu aku tersenyum.

“yo wes lah, aku yo ngerti keadaan keluargamu. Seng pinter yo kuliahmu.” (ya sudahlah, aku juga mengerti keadaan keluargamu. Yang pintar ya kuliahmu.) Ucap Cak Ndut sambil menerima amplop ditanganku, lalu menepuk pundakku pelan.

“iyo cak, sepurane wes ngerepoti.” (iya cak, maaf sudah ngerepotin.) Ucapku lalu tersenyum lagi.

“tak samblek loh, lek awakmu ngomong ngono maneh.” (ku tempeleng loh, kalau kamu ngomong gitu lagi.) Ucap Cak Ndut sambil melotot kearahku

“heheheh.” dan aku hanya tersenyum saja.

“lek awakmu kate titip opo ae pas aku durung teko, titipno Mba Jum iki ae. pas aku ngetem nde kene tak jupu’e. Lek seumpamane ono titipan keluargamu yo tak titipno nde kene pisan.” (kalau kamu mau titip apa aja pas aku belum datang, titipkan Mba Jum ini aja. Pas aku parkir bis disini kuambil. Kalau seandainya ada titipaan keluargamu ya aku titipkan disini juga.) Ucap Cak Ndut sambil melirik kearah Mba Jum pemilik salah satu warung di terminal utama kota pendidikan.

“iyo cak.” Ucapku lalu aku mengisap rokokku.

“sepurane Cak, aku gak iso suwi – suwi. Ono pengarahan ospek awan iki.” (mohon maaf Cak, aku gak bisa lama – lama. Ada pengarahan ospek siang ini.) Pamitku kepada Cak Ndut.

“iyo wes, dientekno sek kopimu.” (iya sudah, dihabiskan dulu kopimu.) Ucap Cak Ndut dan aku langsung mengambil gelas kopiku, lalu aku tuangkan dilepek dan aku meminumnya sampai habis.

“suwon Cak.” (terimakasih Cak.) Pamitku, ketika kopiku sudah habis.

“iyo, hati – hati Lang.” ucap Cak Ndut dan aku langsung meraih tangan kanannya dan menciumnya.

“iyo Cak.” Ucapku, lalu aku pergi meninggalkan Cak Ndut dan aku langsung menuju kekampus teknik kita.

Hari ini aku memang sengaja keterminal utama kota pendidikan, untuk menitipkan amplop yang berisi uang dan surat kepada Cak Ndut, agar diserahkan kepada Ibuku. Aku ingin mengabarkan kepada Ibuku, bahwa aku telah diterima dikampus teknik kita. Aku juga mengabarkan kepada Ibu, kalau aku tidak membayar uang masuk karena nilai ujian testku terbaik diantara seluruh peserta ujian lainnya. Dan aku sengaja menitipkan sejumlah uang, untuk membayar sekolah kedua adikku dan sisanya untuk kebutuhan dirumah.

Dan sekarang aku langsung menuju kekampus teknik kita, karena hari ini ada pengarahan tentang ospek gabungan, seluruh jurusan yang ada dikampus teknik kita. Ospek itu rencananya akan dilaksanakan seminggu penuh, untuk kami mahasiswa baru kampus teknik kita.

Aku pergi keterminal ini seorang sendiri, karena tadi Joko langsung kekampus. Dia berkumpul dengan mahasiswa baru jurusan arsitek, untuk mendapatkan pengarahan dari para seniornya. Untuk jurusanku teknik sipil, kemarin sore kami sudah berkumpul dan mendapatkan pengarahan dari para senior kami.

Dan pada saat pengarahan dijurusan teknik sipil kemarin, ada Mas Pandu dan Bang Ramos yang hadir diantara senior – senior teknik sipil. Mereka berdua yang melihat kehadiranku, hanya melihatku tanpa mengajakku berbicara sama sekali. mungkin mereka tidak ingin terlalu menampakkan kedekatannya kepadaku.

Satu yang jadi perhatianku kepada Mas pandu dan Bang Ramos. Mereka berdua tampak terlihat sangar dan mengerikan, ketika menatap siapapun yang ada disekitarnya. Tidak perduli mahasiswa baru ataupun senior – senior yang ada disitu. Tidak ada yang berani menegur ataupun mendekati Mas Pandu dan Bang Ramos, yang duduk sambil menikmati rokoknya masing – masing. Gila. Mereka berdua ternyata sangat disegani sekali disini.

Oke sekarang kembali lagi keceritaku. Setelah naik angkot dari terminal utama, sekarang aku berjalan kearah kampus teknik kita. Tampak dari arah perempatan ini, kampus teknik kita sangat ramai sekali.

“Lang.” panggil Joko yang lagi nongkrong disebuah warung, tidak jauh dari kampus teknik kita. Joko tidak sendiri, dia terlihat duduk bersama Bendu dan Rendi.

“oi.” Jawabku sambil mendekat kearah mereka. Dan setelah dekat, aku lalu bersalaman dengan mereka satu persatu, lalu aku duduk disebelah Joko.

“wes mari ta urusanmu.?” (sudah selesai kah urusanmu.?) Tanya Joko.

Aku hanya mengangguk sambil mengambil kopi dihadapan Joko, lalu meminumnya. Setelah itu aku mengambil rokoknya sebatang dan membakarnya, lalu menghisapnya.

“ramene rek. Ono opo seh nde njeru kono.?” (ramai sekali bro. ada apasih didalam sana.?) Tanya Bendu sambil melihat kearah dalam kampus teknik kita..

“ono seng didodolan porkas.” (ada yang jualan porkas. Porkas = undian lotre sebelum adanya SDSB = togel jaman dulu) jawab Joko dengan cueknya.

“cuuk’i.” sahut Bendu lalu dia tersenyum.

Aku dan Rendi pun hanya melihat mereka berdua bergantian, lalu kami diam beberapa saat.

“kalian berdua kalau ngamen kemana aja.?” Tanya Rendi kepada kami berdua.

“terserah kaki ini melangkah Ren.” Jawabku.

“oo.” Ucap Rendi sambil menganggukan kepalanya pelan, lalu dia menghisap rokoknya.

“eh, besok itu kalau mulai ospek, kepala harus gundul.” Ucap Bendu kepada kami bertiga.

“malas.” Jawab Rendi singkat sambil merapikan rambut lurusnya, yang dibelah tengah dan panjangnya hampir menutupi telinganya.

“aku juga.” Jawab Bendu yang rambutnya juga hampir seperti punya Rendi, cuman rambut Bendu ini agak bergelombang.

“kalau kalian berdua.?” Tanya Rendi kepadaku dan Joko.

“kugundul aja, lagian gak rugi kok kalau aku gundul.” jawabku lalu aku menghisap rokokku.

“iya. rambutku juga kugundul, terus kubiarkan panjang. nanti pas mau wisuda baru aku gundul lagi.” Sahut Joko.

“keat cok, kuliah ae durung mulai wes ngomong wisuda.” (taik cok, kuliah aja belum mulai sudah ngomong wisuda.) Ucap Bendu.

“iki jenenge optimis cok. wong urip iku kudu ono planning kedepan. Opo cita – citamu iku kuliah ae.? gak mikir luluse, terus ga mikir nggolek kerjo.?” (ini namanya optimis cok. orang hidup itu harus ada rencana kedepan. Apa cita – citamu itu kuliah aja.? gak mikir lulusnya, terus gak mikir cari kerja.?) Ucap Joko yang terdengar bijaksana sekali.

“yo gak ngono jes. Maksudku iku, dinikmati ae lah setiap proses perjalanan kehidupan ini.” (ya gak gitu bro. Maksudku itu, dinikmati ajalah setiap proses perjalanan kehidupan ini.) jawab Bendu yang tidak mau kalah.

“jangan terlalu menikmati, nanti kamu terbuai terus keenakan. Kalau begitu biasanya jadi lupa diri dan lupa segalanya.” Ucap Joko yang hari ini sangat bijak sekali.

“assuu.” (anjing.) maki Bendu sambil menggelengkan kepalanya, dan Joko langsung menyeruput kopinya.

“ah berisik kamu berdua. Coli sana.” Ucap Rendi lalu meminum es teh pesanannya.

“jiancok.” maki Bendu dan Joko barengan.

“kamu berdua ini kok cocok banget sih.? kenapa gak pacaran aja.?” Tanyaku dengan cueknya kepada Joko dan Bendu.

“matamu.” Ucap mereka berdua dengan kompaknya.

“hahaha.” Aku dan Rendi langsung tertawa.

Dan beberapa saat kemudian, tiga orang lewat didepan kami lalu berhenti tidak jauh didekat kami. Mereka adalah Trisno, Guntur dan Kinanti. Mereka telah mengikuti ujian masuk tahap kedua dan mereka dinyatakan dinyatakan lulus sebagai mahasiswa baru dikampus teknik kita.




Kinanti Nur Annisa



Kelihatannya mereka bertiga sengaja berhenti didekat kami, karena melihatku dan Joko duduk sambil ngopi disini.

“mambu sangit yo nde kene.” (bau sesuatu yang terbakar ya disini. Sangit = sesuatu yang terbakar = bisa juga diartikan bau kulit yang terkena sengatan matahari.) Ucap Guntur sambil mengibaskan tangan kirinya di dekat wajahnya.

“assuu.” (anjing) maki Joko.

Bendu dan Rendipun langsung melirik kami berdua, lalu menatap tajam kearah Trisno dan Joko.

“iyo, koyo mambune wong kere. Hehehe.” (iya, kaya aromanya orang miskin. Hehehe.) Ucap Trisno sambil melirik kami berdua.

“cukk.” Maki Joko sambil berdiri.

Aku langsung menahan tangannya dan menariknya, supaya dia duduk kembali. Sementara Bendu juga mau berdiri dan aku langsung melihat kearahnya.

“duduk aja ndu.” Ucap Rendi pelan dan Bendu terlihat emosi seperti Joko.

“bedo ambune koyok awak dewe yo. Hahaha.” (beda aromanya sama kaya kita ya. hahaha.) Ucap Trisno lagi lalu tertawa.

“ojo dipadakno ambe awak dewe No. awak dewe iki sugeh, wong sugeh iku gak perlu ngetokno kringet. Hahaha.” (jangan disamakan sama kita No. kita ini kaya, orang kaya itu gak perlu mengeluarkan keringat. Hahaha.) Sahut Guntur lalu ikut tertawa dengan senangnya.

“apasih kalian berdua ini.? Ayo masuk kedalam.” ucap Kinanti dan wajahnya langsung jutek, sambil menarik tangan Guntur. Mereka bertiga menyebrang jalan dan masuk kedalam kampus teknik kita.

“bajingan, disamblek ta arek iku.?” (bajingan, dihajar kah orang itu.?) Ucap Bendu dengan emosinya.

“pengenku yo ngono Ndu. Rasane kudu tak pongor ae congore arek iku.” (mauku ya begitu Ndu. Rasanya mau kupukul aja mulutnya anak itu.) Sahut Joko dengan emosinya kepada Bendu, sambil melirikku.

“ketika ada orang yang menertawaimu atau merendahkanmu, gak usah terlalu didengarkan. Cukup diam dan buktikan, bahwa kamu itu lebih baik dari mereka dan mereka hanya pandai bercakap.” Ucapku lalu aku menghisap rokokku.

“assuu. yo iki seng nggarai niatku mongor bedes – bedes iku gak sido.” (anjing, ya ini yang buat niatku mukul monyet – monyet itu gak jadi.) Gerutu Joko sambil melirikku, sedangkan Rendi hanya memainkan kedua alisnya kepadaku.

“arek endi se iku.?” (anak mana sih itu.?) Tanya Bendu.

“koncoke teko ndeso Ndu.” (temanku dari desa Ndu) Jawabku lalu aku tersenyum.

“koncomu kok nggatheli ngono seh.?” (temanmu kok menjengkelkan gitu sih.?) Tanya Bendu lagi.

“ancene koncone arek iki njacukki.” (memang temannya anak ini membangsatkan) Sahut Joko sambil melirikku.

“lah koen dudu koncoke ta.?” (lah kamu bukan temanku kah.?) tanyaku ke Joko.

“dudu, aku dulormu cok.” (bukan, aku saudaramu cok.) gerutu Joko.

“asuu.” (anjing) makiku pelan.

“sudah, sudah. Ayo kita kedalam.” ucap Rendi sambil mematikan rokoknya lalu berdiri.

“aku ae seng mbayar.” (aku aja yang bayar.) Ucap Bendu lalu berdiri juga dan langsung masuk kedalam warung, untuk membayar pesanan yang ada dimeja.

“Lang, jarno aku sepisan ae mancal raine Guntur karo Trisno yo.?” (Lang, biarkan aku sekali aja nginjak mukanya Guntur sama Trisno ya.?) Ucap Joko yang masih duduk, dengan wajah yang memelas.

“pancalen disek raiku, mari ngono gak po – po awakmu mancal arek – arek iku.” (Injak dulu mukaku, habis itu gak apa – apa kamu nginjak anak – anak itu.) Ucapku sambil berdiri dan Rendi hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.

“telek koen iku Lang - Lang.” (taik kamu itu Lang – Lang.) gerutu Joko sambil berdiri dan aku hanya diam sambil mematikan rokok kami.

Kami berempat pun langsung masuk kedalam kampus teknik kita. Wajah – wajah garang mahasiswa baru kampus teknik kita pun, langsung menyambut kedatangan kami berempat. Suasana yang ramai juga sangat terasa disini. Mahasiswa baru ini saling berkenalan, mengobrol dan bercanda sesama mahasiswa baru. Ada juga beberapa mahasiswa baru yang diam dan hanya menatap tajam kearah sekeliling.

“sangar yo arek – arek iku.” (sangar ya anak – anak itu.) Ucap Bendu melihat kerumunan mahasiswa baru yang berada diberbagai pojokan kampus teknik kita dan dilapangan depan rektorat.

“Iyo ndu, sampe gatel silitku.” (iya Ndu, sampai gatal pantatku.) Jawab Joko sambil menggaruk bokongnya.

“njiji’i arek iki, bajingan.” (menjijikan anak ini, bajingan) Ucap Bendu sambil menjauhkan tubuhnya dari Joko.

“hehe.” Rendi hanya tertawa pelan sambil menggelengkan kepalanya.

“kita lihat dulu pembagian kelompoknya yo.” Ajakku kepada mereka bertiga dan mereka hanya menganggukan kepalanya.

Kamipun berjalan kearah aula utama dan disana juga ramai mahasiswa barunya. Rupanya masih banyak yang belum melihat daftar kelompoknya dan mereka sedang antri didepan papan pengumuman.

“cok. kate tuku porkas ta.? antrine koyok ngene.?” (cok. mau beli porkas kah.? Antrinya kayak beini.?) Omel Bendu.

“koen iku porkas - porkes ae ket mau. Tak tuku buntutmu kapok koen.” (kamu itu porkas – porkes aja dari tadi. Ku beli buntutmu kapok kamu.) Sahut Joko sambil melihat melirik kearah selangkangan Bendu

“matamu iku, larangan buntutku iki timbangane nomor buntut porkas cok.” (matamu itu, mahalan buntutku ini daripada nomor buntut porkas cok. ) jawab Bendu.

“endi seh buntutmu iku.? Ndelok. Gedean endi karo buntutku.” (mana sih buntutmu itu.? lihat. Gede mana sama buntutku.?) Ucap Joko sambil melirik kearah selangkangan Bendu lagi.

“cok, asli. Njiji koen. Bajingan.” (cok, asli. Menjijikan kamu cok.) Ucap Bendu sambil menutupi selangkangannya.

“hahaha.” Aku dan Rendi hanya tertawa melihat tingkah mereka berdua.

Beberapa saat kemudian, suasana dihalaman kampus teknik kita dan disekitar gedung yang dipenuhi mahasiswa baru, tiba – tiba langsung sunyi dan tidak terdengar suara sama sekali. suasana yang ramai didalam kampus tadi, seolah lenyap ditelan bumi.

Lalu.

SRENG, SRENG, SRENG, SRENG, SRENG, SRENG, SRENG.

Terdengar bunyi besi yang digesekkan diaspal dan sangat memekakan telinga. Kami berempat lalu melihat kearah suara itu. dan bukan hanya kami, tapi seluruh mahasiswa baru melihat kearah suara tersebut.

Segerombolan orang sedang berjalan masuk kedalam kampus teknik kita, dengan wajah yang terlihat sangar sekali. salah satu dari mereka membawa parang panjang yang digesekkan diaspal jalan masuk kampus teknik kita. Selain suara yang memekakan telinga, suara gesekan itu juga menimbulkan percikan api diaspal.

SRENG, SRENG, SRENG, SRENG, SRENG, SRENG, SRENG.

Dan yang memegang parang panjang itu adalah Bang Ramos. Dia berjalan dengan tangan kiri memegang parang, sementara tangan kanannya dimasukkan kedalam jaketnya. Mas Wagiyo dengan goloknya dipunggung dan terlihat gagangnya yang muncul dibelakang kepala. Bang Ance yang juga membawa parang yang diselipkan dibalik punggungnya dan lebih panjang dari golok Mas Wagiyo. Kang Ujang dengan kujangnya yang terselip dipinggang dan sengaja diperlihatkan diluar jaketnya. Daeng Betta dengan badiknya yang juga terselip dipinggangnya. Sementara Mas Pandu yang berjalan paling depan, Mas Arief, Bang Ucok, Mas Adam, dan Bli Oka dibelakang, hanya menyelipkan kedua tangannya didalam jaket yang mereka kenakan.

Mereka semua berjalan dengan menggunakan jaket yang sama dan berwarna merah. Tatapan mereka sangat tajam dan tidak terlihat senyum sedikitpun diwajah mereka.

Gilaa. bisa ya masuk kedalam kampus seperti ini, sambil membawa senjata tajam.? Tidak ada yang menegur gitu.? Luar biasa sekali.

Tapi apa tujuan mereka masuk kedalam kampus dengan cara yang seperti itu.? apa untuk menakuti kami mahasiswa baru ini.? terus siapa mereka semua ini.? kenapa bisa mereka sebebas ini.? apa tidak ada yang berani kepada mereka semua.? Terus Mas Pandu ini sebagai apa.? Kenapa dia berjalan paling depan seperti seorang panglima perang.? Apa Mas Pandu ini pemimpin dari kelompok berjaket merah itu.? wihh. Berarti Mas Pandu ini beneran preman yang bukan hanya disegani dijurusan teknik sipil, tapi juga diseluruh kampus teknik kita. luar biasa.

“Pondok merah. Selamat datang dikampus teknik kita, kampusnya para bajingan dikota pendidikan.” Ucap Bendu membisiki kami.

“taik.” Ucap Rendi dan terdengar agak nyaring disuasana yang hening ini.

SRENG, SRENG, SRENG, SRENG, SRENG, SRENG, SRENG.

“cok, jaga omonganmu le’. Untung gak didengar mereka.” (le’ = bule) Bisik Bendu dan dengan cueknya, Rendi membalikkan tubuhnya dan berjalan kearah papan pengumuman. Kami bertigapun langsung menyusul Rendi.

Semua mahasiswa baru yang terfokus pada kehadiran kelompok yang dipimpin Mas Pandu tadi, membuat kami berempat lebih mudah melihat papan pengumuman.

“jangan cari gara – gara sama mereka ya le’, bisa selesai kita dikampus ini.” ucap Bendu yang membisiki Rendi.

“sudahlah Ndu. Gak usah terlalu takut dengan mereka. Gak ada manusia yang paling kuat didunia ini, semua ada kelemahannya. Selagi darah mereka masih berwarna merah, kita bantai saja kalau mereka macam – macam dengan kita.” Ucap Rendi ke Bendu lalu melirikku.

“Sakarebmu le’. Sakarebmu.” (terserah kamu le’, terserah kamu.) ucap Bendu.

“sip iku.” (sip itu.) Sahut Joko sambil mengangguk.

“sap - sip sap - sip ae. wani ta awakmu ambe Mas Pandu.?” (sap – sip sap – sip aja, berani kah kamu sama Mas pandu.?) Ucapku pelan sekali didekat telinga Joko.

“yo ora wani lah. Hehehe.” (ya ga berani lah. Hehehe.) jawab Joko lalu tersenyum.

“kirek.” (anjing.) makiku ke Joko dan Joko hanya focus mencari namanya dipapan pengumuman.

“cok, awak dewe gak sak klompok cok.” (cok, kita gak satu kelompok cok.) gerutu Joko sambil melihat kearahku.

“kita satu kelompok Ren. Hahaha.” Ucap Bendu dengan senangnya, karena dia satu kelompok dengan Rendi.

Aku lalu melihat kepapan pengumuman dan terlihat namaku berada dikelompok tujuh, Rendi dan Bendu dikelompok lima, sedangkan Joko terdampar dikelompok tiga.

“gak po – po, santai ae Jok.” (gak apa – apa, santai aja Jok.) Ucapku.

“Joko iku kepengen ngetutno buntutmu Lang.” (Joko itu kepengen mengikuti buntutmu Lang.) ucap Bendu mengejek Joko.

“gak usah kakean cangkem, endi buntutmu.? Tokno.” (gak usah banyak bicara, mana buntutmu.? Keluarkan.) Sahut Joko.

“matamu iku.” (matamu itu.) Ucap Bendu.

“kalian berdua itu memang cocok. Bener kata Gilang tadi, lebih baik kalian itu pacaran aja.” Ucap Rendi dengan santainya lalu membalikkan tubuhnya.

“asuuu.” (Anjing.) maki Joko dan Bendu barengan.

“sek tala rek. Wocoen iku tugase seng digowo mene.” (sebentar dulu bro. baca itu tugasnya yang dibawa besok.) ucapku sambil menunjuk kearah sebelah papan pengumuman bagian kanan.

Joko dan Bendu langsung melihat pengumuman yang aku tunjuk, lalu mereka membacanya.

“bajingan. Wes rambut dikongkon gundul, awak dewe dikongkon gawe papan nama terus digantung nde dodo. Koyo asu ae.” (bajingan. Sudah rambut disuruh gundul, kita disuruh pakai papan nama didada. Kaya anjing aja.) ucap Bendu dengan emosinya.

“lah iki malah aneh cok. Dikongkon nggowo sego jagung, urapan ambe iwak asen.” (lah ini malah aneh cok. disuruh bawa nasi jagung, urapan sama ikan asin.) sahut Joko.

“wes talah cok, dicatet ae lah. dipikir ngguri iku.” (sudahlah cok, dicatat ajalah. dipikir belakangan itu.) ucapku sambil mencatat tugas yang dibawa besok.

“gak ngono cok, awak dewe dikongkon jam limo isuk tekone. Terus tuku nangdi jam sakmono iku.? Gendeng ta.?” (gak gitu cok, kita disuruh jam lima pagi datangnya. Terus beli dimana jam segitu itu.? gila kah.?) gerutu Joko.

“gak usah diikutin kalau ribet. Gitu aja kok repot.” Ucap Rendi dengan santainya dan hanya dia yang tidak mencatat tugas itu.

“ayo sudah, rokokkan dulu kita.” Ucap Rendi lagi dan kami sudah selesai mencatat tugas yang yang ada dipapan pengumuman.

Rendi lalu membalikan tubuhnya dan ketika dia melangkah.

Buhhg.

Rendi menabrak seseorang yang berkulit gelap dan berambut gimbal. Orang itu berwajah garang dan tatapan matanya sangat mengerikan sekali. dan kelihatannya, orang ini mahasiswa baru seperti kami dan dia berasal dari pulau paling timur negeri khayangan ini.

Orang itu langsung terlihat emosi dan dia bersama seorang temannya, yang juga terlihat emosi kepada Rendi.

“sori mas.” ucap Rendi sambil membalas tatapan orang itu.

“cukimai ini.” maki orang itu ke Rendi, sambil mendekatkan wajahnya kewajah Rendi.

Gigi orang itu mengerat dan menambah kesan garang diwajahnya.

“hajar aja Ton. Ngehe orang ini.” sahut teman dari orang itu dan kelihatannya dia berasal dari ibukota khayangan.

“santai jes, duel ta.?” (santai bro, duel kah.?) ucap Bendu lalu mendekat ke orang yang berasal dari Ibu kota khayangan itu.

“anjing loe.” Ucap orang itu sambil melotot kearah Bendu.

Aku dan Joko langsung saling melirik, kemudian aku langsung memisahkan Rendi dan orang timur itu, sementara Joko memisahkan orang ibukota khayangan dan Bendu.

“woi, woi, santai aja.” Ucapku sambil berdiri diantara Rendi dan orang itu, begitu juga Joko yang berdiri diantara Bendu dan orang ibukota.

“minggir Lang, biar kuselesaikan orang ini.” ucap Rendi dengan tatapan matanya yang tajam.

“ko mau duel dengan saya kah.?” Ucap orang itu sambil menunjuk wajah Rendi.

“tenang kawan, tenang. Kita ini mahasiswa baru loh. kita ini mau cari ilmu disini. kalau niatnya mau berkelahi jangan disini, dijalanan sana.” Ucapku sambil menatap Rendi dan orang timur ini bergantian.

“ko sudah jago kah.?” Ucap orang timur ini kepadaku.

“saya gak suka cari ribut kawan. Saya sukanya berteman.” Ucapku dengan tenangnya sambil menatap orang timur ini.

“perhatian. kepada seluruh mahasiswa baru, calon peserta ospek kampus teknik kita. harap berkumpul dilapangan utama sesuai dengan kelompoknya, sekarang juga.” Terdengar suara dari pengeras suara yang ada dilapangan utama.

“kita belum selesai.” Ucap Orang itu sambil menatapku lalu menatap Rendi.

Rendi hanya mengeratkan giginya, sambil menggelengkan kepalanya pelan. Orang timur dan orang ibukota itupun, langsung pergi dengan emosi yang masih belum tersalurkan.

“Le’, nanti pulangnya kita ajak duel aja mereka.” Ucap Bendu yang juga masih emosi.

“hem.” Jawab Rendi.

“sudahlah, gak usah terlalu diambil hati.” Ucapku sambil merangkul pundak Rendi, lalu mengajaknya berjalan kearah lapangan utama.

Kami berempat lalu berjalan kearah lapangan utama, bersama seluruh mahasiswa baru yang masih berada disekitar aula.

Setelah sampai dilapangan, kami berempat berpisah dan masuk kedalam kelompok masing – masing. Dan dikelompok tujuh, ternyata aku satu kelompok dengan orang timur dan orang dari ibukota khayangan tadi.

Orang timur yang melihatku bergabung dikelompok tujuh dan aku baris paling belakang, langsung menunjuk kearahku sambil melotot. Akupun hanya mengangguk sambil tersenyum kearahnya, yang baris dibagian tengah barisan.

Calon peserta ospek yang berjumlah ribuan dan terbagi puluhan kelompok inipun, langsung ramai ditengah lapangan.

“kalian tidak ada yang bisa diam.?” Ucap seseorang yang berdiri dipanggung dengan lantangnya, sambil memegang mik ditangan kanan dan tangan kiri menunjuk kearah kami. Dia adalah Bang Ucok, salah satu anggota kos pondok merah.

Suasana yang ramai langsung hening seketika, apalagi tiba – tiba datang puluhan bahkan ratusan laki – laki, mengelilingi kami mahasiswa baru. Mereka rata – rata berambut gondrong, beranting – anting, berkaos hitam bertuliskan panita ospek, bercelana levis yang sobek dilutut dan terlihat kalau mereka sedang mabuk. Mereka semua menatap kami dengan tatapan mata yang merah dan mengerikan. Sedangkan dibawah panggung bagian samping, pasukan berjaket merah berdiri sambil memasukkan kedua tangannya dijaket masing - masing.

“kalau ada yang bersuara lagi, kupecahkan tempurung kepalanya.” Ucap Bang Ucok sambil menatap satu persatu kelompok yang ada dihadapannya ini.

Suasana makin hening dan tidak ada yang menyahut ucapan Bang Ucok tadi. Semut – semut yang ada didekat kaki kamipun, sampai lari dan sembunyi didalam lubang yang ada ditanah, karena mendengar suara Bang Ucok yang keras dan menakutkan itu.

Bang Ucok lalu membakar rokoknya, setelah itu menatap kami lagi.

“aku Ucok. Aku coordinator keamanan ospek tahun ini. aku tidak mau banyak bicara. Sedikit saja pesanku, dengarkan ucapan – ucapan dari semua senior yang ada didepan sini dan jangan ada yang bersuara. Kalau ada yang berani bersuara, kupatahkan leher kalian satu persatu.” Ucap Bang Ucok dengan logatnya yang sangat khas.

Kembali tidak ada yang bersuara, mendengar perkenalan yang singkat, padat dan membuat pucat, bagi yang mendengarkannya. Bang Ucok lalu meletakkan mik ditiangnya kembali, setelah itu turun dari panggung dan digantikan dua orang panitia cewe yang cantik – cantik.

Terlihat Bang Ucok berjalan kearah Mas Pandu yang ada disebelah panggung. Mas Pandu lalu membisiki Bang Ucok sesuatu, sambil menunjuk kearah kelompokku dan disebelah kelompokku. Bang Ucok hanya mengangguk pelan dan seperti mendengarkan arahan dari Mas Pandu.

Ada apa lagi ini.? apa yang direncanakan Mas Pandu, sampai menunjuk kearah kelompokku.? Kelihatannya ada yang tidak beres ini.

“oh iya, sebentar dulu nona.” Ucap Bang Ucok ketika kedua cewe itu ingin bersuara dan menyapa kami.

Bang Ucok naik lagi kepanggung lalu berdiri didekat mik.

“salah satu syarat peserta ospek itu harus gundul. Kalau aku lihat, rambutmu semua ini banyak yang gondrong. Salah satunya, Itu, itu, itu, itu.” ucap Bang Ucok sambil menunjuk kearah orang timur yang berambut gimbal, orang Jakarta yang berambut gondrong sepundak, Rendi yang gondrong sampai telinga, dan Bendu yang rambutnya juga sampai telinga.

Itu sih bukan salah satu, tapi salah empat. Gimana sih Bang Ucok ini.?

“maju kalian berempat sini.” Ucap Bang Ucok dengan lantangnya.

Orang timur, orang ibukota khayangan, Rendi dan Bendu langsung saling melihat, setelah itu maju kedepan kearah panggung dengan santainya.

Dan ketika mereka sudah sampai ditengah lapangan,

“JIANCOK, KESUWEN IKI.” (jiancok, kelamaan ini.) teriak Mas Pandu yang tiba – tiba berjalan kearah tengah lapangan, lalu berlari kearah Rendi yang berjalan lambat. Dan.

BUHHGGG.

“aarrgghhh.” suara Rendi terdengar kesakitan, setelah kepalan tangan kanan Mas Pandu dari arah bawah dagunya, masuk dengan telak.

Pukulan itupun membuat Rendi limbung kebelakang, dengan kepala terdanga dan Rendi langsung tumbang ditengah lapangan.

BUUMMM.

Gila, ini acara apa sih.? kok sampai seperti ini acara ospek dikampus teknik kita.? apa ini kekerasan yang dimaksud Bendu pada saat ujian test masuk kemarin.? Ini sih bukan kekerasan lagi namanya, tapi sudah menjurus penganiyaan. Bagaimana gak disebut penganiyaan, pukulan Mas Pandu itu bukan main – main, tapi sangat keras sekali.

Belum hilang kekagetanku, Bang Ramos berlari kearah orang timur, Mas Adam berlari kearah Bendu, dan Bli Oka berlari kearah orang Ibukota khayangan, lalu.

BUHHGGG. BUUMMM.

“Huppp.” Ucap orang timur dengan nafas yang sesak, setelah Bang Ramos menginjak dadanya sampai dia roboh dan terlentang dilapangan.

Gila, postur tubuh Bang Ramos memang tinggi besar dan terlihat dia itu sangat kekar. serangan Bang Ramos pun sangat kuat dan tepat, jadi wajar aja kalau Bang Ramos bisa menumbangkan orang yang mungkin satu daerah dengan Bang Ramos itu.

BUHHGGG. BUUMMM.

Mas Adam meloncat sambil mengarahkan kepalan tangan kanannya, kearah rahang Bendu dan Bendu langsung oleng serta tumbang dilapangan.

BUHHGGG. BUUMMM.

Tendangan balik Bli Oka, mengenai wajah samping orang dari ibukota khayangan itu, dan membuatnya juga roboh ditengah lapangan.

Huu. Kok makin mengerikan sekali sih.? apa ini dibenarkan.? Aku pernah mendengar cerita dari beberapa orang, kalau ospek mahasiswa baru itu memang sangat keras bahkan bisa sampai mengakibatkan korban nyawa.

Aku awalnya tidak percaya dengan ucapan orang – orang itu. tapi setelah aku melihat sendiri dengan mata kepalaku hari ini, ternyata itu benar sekali. gila, ini gila banget.

Ini mengerikan sekali. asli mengerikan. Ini semua diluar perkiraanku selama ini. aku kira bukan kekerasan model seperti ini yang kami dapatkan. Aku kira hanya sekedar teriakan atau sebuah tempelengan saja, tapi ini tinjuan dan tendangan yang bermain. Dan kekerasan ini pasti akan berlangsung selama seminggu acara ospek berlangsung. Gila.

Suasana semakin mencekam dilapangan ini. wajah – wajah garang mahasiswa baru yang terlihat tadi, sekarang langsung menciut dan memucat melihat adegan yang berlangsung dihadapan kami semua ini.

“hey kau berempat, jangan tidur dilapangan. Kalau kau tidak ada yang bangun, aku injak batang leher kau satu persatu.” Ucap Bang Ucok dengan lantangnya, kepada Rendi, Bendu, orang ibukota dan orang dari timur itu.

Mereka berempat langsung bangun sambil memegangi bagian tubuh mereka yang kesakitan. Mas Pandu, Mas Adam, Bang Ramos dan Bli Oka, langsung mendekati mereka berempat, sambil mengeluarkan gunting masing – masing.

Mas Pandu menjambak rambut Rendi, Mas Adam menjambak rambut Bendu, Bang Ramos rambut orang timur dan Bli Oka rambut orang ibukota. Setelah itu.

Krek, krek, krek, krek, krek.

Mereka mencukur rambut yang mereka jambak itu, dengan asal – asalan. Bagian tengah, pinggir, belakang dan atas kepala, dicukur dengan tidak teratur. Cukuran yang sangat tidak rapi itu, membuat rambut mereka terlihat sebagian ada yang panjang dan sebagian lagi ada yang botak. Dan bisa dipastikan, mereka berempat akan menggundul sendiri rambut mereka setelah pulang nanti. Lalu setelah rambut mereka dicukur tidak karuan seperti itu,

BUHHGGG. BUUMMM. BUHHGGG. BUUMMM.

BUHHGGG. BUUMMM. BUHHGGG. BUUMMM.

Keempat orang itu dihajar lagi sampai tertidur dilapangan, oleh Mas Pandu, Bang Ramos, Mas Adam dan Bli Oka dengan sadisnya.

Huu. kejam, ini kejam banget.

“kalau aku lihat kau berlagak preman dan mau berkelahi lagi, bukan toga yang akan kau kenakan nanti, tapi kain kafan. Camkan itu.” ucap Bang Ucok dari atas panggung.

Ha.? Jadi semua panitia ini tau kalau kami tadi sempat mau berkelahi.? Gila. Bagaimana mereka tau.? Mereka kan tidak ada didekat aula, waktu terjadi gesekan tadi.? Terus kenapa cuman mereka berempat aja yang dipanggil.? Kenapa aku dan Joko yang ada disitu tidak dipanggil juga.? Kelihatannya kami semua harus lebih berhati – hati, karena mata mereka ada dimana – mana.

“jangan ada yang buat aturan sendiri, ketika masuk didalam kampus teknik kita. Disini ada aturannya. Suka atau tidak suka, kalian harus mengikutinya. Kalau ada yang tidak terima, aku yang berdiri paling depan.” Ucap Bang Ucok.

“seminggu kedepan ini akan menjadi mimpi buruk buat kalian semua. Kami akan mengajarkan bagaimana kerasnya kehidupan kampus teknik kita dan kami akan mengajarkan aturan yang berlaku dikampus ini. Jadi bagi yang tidak punya mental, lebih baik mulai besok cari kampus lain. KALIAN PAHAM..!!!” teriak Bang Ucok.

“paham mas, paham bang, paham uda, paham kakak, paham kakanda, paham kanda, paham kang, paham kang mas.” sahut kami para maba pelan dan tidak kompak.

“BAJINGAANN.” Teriak Bang Ucok lalu.

BUHGG, NGINGGG.

Bang Ucok membanting mik dengan kuatnya, lalu Bang Ucok loncat dari atas panggung dan berdiri ditengah lapangan sambil berkacak pinggang.

“KALIAN ITU MAHASISWA KAMPUS TEKNIK KITA, KENAPA LEMAH SEKALI SUARA KALIAN ITU.? SUARA PEREMPUAN AJA, LEBIH KERAS DARI PADA SUARA KALIAN TADI. DASAR LEMAH. MAU AKU RONTOKKAN GIGI KALIAN SATU – PERSATU.?” Ucap Bang Ucok sambil mengepalkan kepalan tangan kanannya kearah kami, sedangkan tangan kirinya tetap berkacak pinggang.

Uhhh. Ngeri kali abang satu ini kalau marah, gila.

“KAU BEREMPAT BANGUN, BANGUN, BANGUN, BANGUN.” Ucap Bang Ucok sambil menunjuk Rendi, Bendu, Orang timur dan orang ibukota yang sudah duduk ditengah lapangan.

Mereka lalu berdiri sambil memegangi bagian tubuh mereka yang masih kesakitan. Dan ketika mereka berempat sudah berdiri tegak.

BUHHGG, BUHHGG, BUHHGG, BUHHGG.

Bang Ucok berlari kearah mereka berempat, sambil mengarahkan injakan kearah perut mereka masing – masing. Bendu dan orang dari ibukota khayangan langsung terlempar kebelakang dan roboh, lalu berguling – guling dilapangan sambil memegangi perut mereka yang kesakitan. Sementara Rendi dan orang dari timur, hanya termundur beberapa langkah, lalu mereka berdua membungkuk sambil memegangi perut mereka masing – masing. Lalu,

BUHHGG, BUHHGG, BUHHGG, BUHHGG.

Bang Ucok menghajar Rendi dan orang timur itu sampai mereka berdua tertidur dilapangan, seperti Bendu dan orang dari ibukota itu.

Mereka berempat tertidur dan terguling – guling dilapangan, dengan darah yang mulai keluar dari sekitar wajah mereka.

Cok. gila, terus sampai kapan hal seperti apa ini akan berlangsung.? Apa menunggu mereka berempat masuk rumah sakit.? Kok kejam sekali panitia ini.? ini berbeda ketika kami bertemu mereka dikosan pondok merah waktu itu. Mereka sangat bersahabat dan selalu bercanda. Tapi hari ini. mereka bukan hanya sadis, tapi juga tega dan kejam sekali.

Bang Ucok lalu melihat kearah barisan kami lagi.

“siapa lagi yang mau jadi jagoan disini.?” Ucap Bang Ucok sambil melotot kearah kami. Lagi dan lagi, tidak ada yang berani bersuara.

“oke kalau tidak ada yang bersuara. Mungkin cukup itu dulu perkenalan dari kami panitia keamanan. Setelah ini dengarkan pengarahan dari panitia bagian acara dan jangan ada bertingkah aneh. Karena kami semua akan memperhatikan kalian satu persatu.” Ucap Bang Ucok, lalu dia menghisap rokoknya dan berjalan kearah pinggir lapangan, bersama Mas Pandu, Bang Ramos, Mas Adam dan Bli Oka.

“oh iya, kalian berempat bangun dan masuk kedalam barisan kelompok kalian masing – masing. Kalau kalian tidak bisa jalan sendiri, biar kami yang angkat terus kami buang dijalanan depan kampus.” Ucap Bang Ucok sambil membalikan tubuhnya dan menunjuk kearah Rendi dan ketiga orang yang masih kesakitan dilapangan.

Mereka berempat yang tertidur, langsung bangun perlahan dan berjalan sempoyongan kearah barisan kami. Wajah mereka berempat tampak berdarah – darah, dengan rambut yang acak – acakan. Dan setelah mereka sudah bargabung dengan kami, dua orang panitia cewe yang ada dipanggung langsung menyapa kami dan menjelaskan tentang aturan ospek yang akan kami jalani seminggu kedepan.

Lalu setelah itu, kami semua disuruh membuat lingkaran kecil sesuai dengan kelompok masing – masing.

Selain satu kelompok dengan orang ibukota dan orang dari timur tadi, ternyata aku juga satu kelompok dengan Ratna.




Ratna Silvi Juwita



Wajah Ratna tampak terlihat ketakutan dan dia hanya menganggukan kepalanya ketika melihat kearahku.

“selamat siang.” Tiba – tiba datang seorang wanita cantik, lalu masuk kedalam lingkaran kecil kami dan berdiri ditengah – tengah kami.

“siang mba.” Jawab kami pelan dan suara kami tidak ada yang terdengar keras, karena panitia keamanan terus melihat kearah kami.

“kok mba.? Tadi kan disuruhnya kalau panitia yang perempuan dipanggil Yunda dan yang laki – laki dipanggil Kanda. Kok masih belum paham sih.? atau panitia keamanan saya panggil kesini, biar mereka yang menjelaskan.?” Ucap wanita itu dan langsung membuat kami semua terkejut.

“enggak Yunda, kami paham.” Jawab Kami pelan.

“bagus. oh iya perkenalkan, nama saya Sarah. Saya yang akan menjadi bina damping kalian selama seminggu ini.” ucap wanita itu sambil menatap kami satu persatu.




Sarah

“saya titip pesan buat kalian semua, agar mematuhi semua peraturan yang berlaku dan jangan ada yang melawan panitia. Karena kalau kalian bermasalah, bukan hanya kalian saja yang kena, tapi aku juga.” Ucap Yunda Sarah.

Walaupun Yunda Sarah ini cantik, tapi wajahnya terlihat dingin dan tatapannya juga sangat tajam kearah kami. Tidak ada sedikitpun senyuman yang keluar dari bibir manisnya kepada kami. Gila, apa semua wanita cantik dikampus ini, memang jarang tersenyum ya.?

“sebelum kita memilih ketua kelompok, saya ingin mengenal kalian satu persatu. Dimulai dari kamu.” Ucap Yunda Sarah sambil menunjuk kearahku.

Aku yang terkejut karena tiba – tiba Yunda Sarah menunjuk kearahku, langsung menarik nafasku dalam – dalam, lalu mengeluarkannya perlahan.

“nama saya Gilang Yunda. Saya berasal dari kabupaten sebelah dan saya mahasiswa baru jurusan teknik sipil.” Ucapku memperkenalkan diriku, setelah itu dilanjut teman – teman kelompokku yang lain.

“saya Toni, saya berasal dari pulau paling timur dan saya jurusan teknik mesin.” Ucap orang timur yang duduknya tidak jauh dari aku. Dan setelah memperkenalkan diri, Toni langsung membersihkan darah yang keluar dari ujung bibirnya.

“saya Wawan, saya berasal dari ibukota khayangan dan saya jurusan teknik elektro.” Ucap orang yang berasal dari ibukota khayangan. Sama seperti Toni tadi, Wawan langsung membersihkan darah yang menetes dari pelipisnya.

Setelah itu perkenalan dilanjutkan yang lain, yang lain dan yang lain lagi, sampai selesai semua memperkenalkan diri masing – masing.

“kalian berdua jangan buat masalah lagi ya.?” ucap Yunda Sarah ke Wawan dan Toni.

Mereka berdua hanya melihat kearah Yunda sarah tanpa menjawabnya. Tampak diwajah mereka, masih tidak terima dengan perlakuan para senior tadi.

“oke, sekarang kita lanjut memilih ketua kelompok. Ingat, ketua kelompok ini tugasnya sangat berat sekali. Ketua kelompok ini bertanggung jawab terhadapan semua teman - temannya. Dia harus bisa mengendalikan teman – temannya dan dia harus bisa memberikan contoh yang baik bagi teman – temannya.” Ucap Yunda Sarah.

“dan sekarang. sebelum aku tunjuk sendiri, siapa diantara kalian yang mau mengajukan diri sebagai ketua kelompok.?” Tanya Yunda Sarah.

Tidak ada yang menjawab pertanyaan Yunda sarah dan semua teman – teman kelompokku yang berjumlah hampir tujuh puluh lima orang ini, langsung menunduk satu persatu. Hanya aku saja yang masih menegakkan kepala dan menatap wajah Yunda Sarah yang cantik itu.

“baiklah. kalau tidak ada yang mau, saya aja yang menunjuk.” Ucap Yunda Sarah sambil melihat kearahku.

Jangan, jangan aku yang ditunjuk. Akupun langsung menundukan kepalaku pelan.

“Kamu.” Ucap Yunda Sarah sambil menunjuk kearahku dan aku langsung terkejut dibuatnya. Akupun sampai menegakkan kepalaku lagi dan menatap kearah wajah Yunda Sarah.

“setuju.” Ucap semua teman – temanku sambil mengangkat wajah mereka masing - masing dan menoleh kearahku.

Duh, kenapa juga aku gak menunduk dari tadi ya.? jadi kepilihkan aku. gila.

“karena teman – temanmu setuju, kamu gak bisa menolaknya. Sekarang kamu berdiri didekatku.” perintah Yunda Sarah kepadaku.

Hiufftt. Huuuu.

Aku menarik nafasku dalam – dalam, lalu mengeluarkannya perlahan. Setelah itu aku berdiri dan berjalan kearahYunda Sarah yang menatapku dengan dinginnya.

“Yunda.” Ucapku sambil mengangguk pelan dan tersenyum kepadanya.

“sampaikan sepatah dua patah kata kepada teman – temanmu.” Ucap Yunda Sarah, tanpa membalas senyumanku.

Aku lalu membalikkan tubuhku dan melihat kearah teman – temanku yang duduk dilapangan ini.

Wajah mereka terlihat tertekan dan ketakutan, kecuali Toni dan Wawan loh ya. Sepertinya aku harus membangkitkan semangat mereka, agar mereka bisa santai saja menghadapi ospek yang baru dimulai esok hari.

Sebenarnya gak perlu takut menghadapi situasi seperti ini. Itu akan menambah beban dan kami tidak akan bisa menikmati acara ini. Kalau kami takut atau tegang, justru itu yang bisa membuat kami melakukan kesalahan, yang seharusnya tidak perlu dilakukan.

Hiufftt. Huuuu.

Kembali aku menarik nafasku dalam – dalam lalu mengeluarkannya perlahan.

“selamat siang teman – teman. Ijinkan saya berbicara disini sebagai ‘kita’, bukan sebagai ‘aku’.” ucapku dengan tenangnya.

“kita semua berada disini, berawal dari sebuah mimpi. Mimpi tentang kehidupan masa depan yang akan kita jalani nantinya. Masa depan yang perjalanannya sangat panjang dan berliku.” Ucapku sambil melihat satu persatu teman kelompokku.

“perjalanan yang panjang dan berliku itu, dimulai dari satu langkah kita. Dan langkah kita selanjutnya, semua tergantung dari diri kita masing – masing. Mau menyerah dengan keadaan yang sudah terlihat jelas didepan mata kita saat ini, tapi resikonya kita disebut sebagai pecundang. Atau kita akan terus melangkah untuk melewati setiap momen yang ada didepan kita, dan kita disebut sebagai pemenang.” ucapku.

Wawan dan Toni langsung melihat kearahku dengan tatapan yang mulai sedikit bersahabat kepadaku.

“maaf, bukannya aku menggurui kawan. Kekerasan yang kita alami saat ini, mungkin hanya sebagian kecil dari kenyataan kerasnya kehidupan diluar sana.”

“manis, pahit, suka atapun duka, itu semua tergantung dari diri kita masing – masing dalam menikmatinya kawan.”

“untuk memulai langkah kita saat ini, mungkin akan terasa lebih mudah, kalau kita bergandengan tangan. Bisa saja sih kalau kita memulainya dengan melangkah sendiri – sendiri dan berbeda arah. Tidak salah dan tidak ada yang melarangnya kawan. Tapi alangkah indahnya kalau kita semua bisa bersama dan saling bergandengan, sampai perempatan tujuan hidup kita selanjutnya, untuk melanjutkan pilihan hidup. Setelah itu terserah, kita akan menuju jalan mana yang akan kita lewati, setelah keluar dari tempat ini.”

“proses belajar melangkah itu, paling mudah kalau diawali dengan bergandengan tangan. Setelah kuat berdiri dan bisa berlari, larilah dan kejar Impianmu dengan semangat yang sudah kita pelajari bersama.” Ucapku dan semua teman – temanku, langsung tersenyum dan wajahnya terlihat mulai agak sedikit santai.

“yang mau belajar melangkah bersama, berdiri dan genggam tanganku.” ucapku sambil merentangkan kedua tanganku.

Toni langsung berdiri, lalu berjalan kearahku dan menggenggam tangan kananku, sambil mengangguk. Wawan juga berdiri dan menggenggam tangan kiriku, lalu dilanjut semua teman – temanku yang lain berdiri dan saling menggenggam. Kami berdiri melingkar dengan saling menggengam tangan dan Yunda Sarah berdiri ditengah kami.

“semoga Yunda mau menuntun kami sampai selesai.” Ucapku dan Yunda Sarah hanya melihatku lalu melihat kearah teman – temanku.

“kalian semua tau, dalam menjalani hidup ini, aku punya satu kata yang selalu kupegang dan menjadi kekuatanku dalam melangkah.” Ucapku lalu aku diam beberapa saat. Teman – teman melihatku dengan tatapan yang penuh tanda tanya.

“semongko.” Ucapku dan mereka semua langsung mengerutkan kedua alis matanya.

“semangat nganti bongko, yang artinya semangat sampai mampus.” Ucapku dan mereka semua langsung tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.

“dan kalau berkenan, aku mau menularkan semangat ini kepada kalian.” Ucapku.

“semangat nganti bongko”

“semangat nganti bongko”

“semangat nganti bongko”

Ucap mereka pelan dan berbisik.

“Disini langkah kita akan kita dimulai. Disini Impian kita akan kita wujudkan. Disini mimpi kita akan kita raih. Semongko.” Ucapku dengan bibir yang bergetar.

“semangat nganti bongko” ucap teman – temanku pelan dan kurang kompak.

“semongko.” Ucapku agak keras.

“semangat nganti bongko” ucap teman – temanku yang mulai kompak dan agak keras.

“SEMONGKO.!!!.” teriakku.

“SEMANGAT NGANTI BONGKO..!!!” teriak teman – temanku, sambil mengangkat tinggi – tinggi tangan kami yang saling menggenggam ini.

Suara kompak kami terdengar keras dan membahana dilapangan ini. Suara kami membuat semua orang terdiam dan suara kami perlahan menjadi penyemangat kelompok – kelompok lain yang berbisik sedari tadi.

“SEMONGKO.” Teriak salah satu mahasiswa baru dari kelompok tiga dan itu suara dari sahabatku, Joko Purnomo. Dia berdiri sendiri diantara teman – teman kelompoknya yang masih duduk, sambil mengepalkan tangan kiri keudara.

“SEMANGAT NGANTI BONGKO..!!!” teriak seluruh mahasiswa baru yang ada dilapangan, dengan tangan kiri mereka yang juga terkepal keudara.

Suasana dilapangan langsung menjadi penuh dengan semangat, dari semua maba yang dari tadi berbisik ketakutan.

Semangat kami semua menggelora dan membara dilapangan kampus teknik kita, siang hari menjelang sore ini. Tidak ada lagi terlihat wajah – wajah ketakutan seperti tadi. Sekarang yang ada hanya wajah – wajah yang garang penuh semangat dari mahasiswa baru kampus teknik kita.

“BAJINGAN.!!! MINTA DIBUAT MAMPUS YA KALIAN.?” teriak Bang Ucok dari pinggir lapangan dan semua mahasiswa baru langsung terdiam, lalu perlahan kembali menampakkan wajah yang ketakutan.

“cukimai.” Gerutu Toni sambil melepaskan pegangan tangannya, lalu melihat kearahku dan diikuti seluruh teman – teman kelompokku. Mereka semua menatapku dengan tatapan yang begitu memelas.

Ditempat lain, semua mata mahasiswa baru kecuali dari kelompokku, menatap kearah Joko yang masih berdiri dan terlihat salah tingkah.

“KASIH MAMPUS MEREKA SEMUA.” Teriak Bang Ucok kepada seluruh panitia keamanan, sambil menunjuk kearah kami.

“JIANCOK.” Teriak panitia keamanan sambil berlari kearah kami dan.

BUHHGG, BUHHGG, BUHHGG, BUHHGG.







#cuukkk. Salah ucap ya aku diacara pembekalan ospek ini.? telek cok. (taik cok) yang penting semongko.!!!
Duancuk... Kok sitik men update
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd