Agen Terpercaya   Advertise
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Jalan nan terjal

Status
Please reply by conversation.
Jalan nan terjal





Part 17













bEESewg.jpg









Malam pun tiba, di sudut jembatan dua anak manusia tengah asik berbincang, cuaca terang dengan sinar sang Rembulan yang sedikit meredup karna tertutup awan menjadi saksi perihnya hati seorang Asti, bahkan tetes air matanya pun tak di sadari oleh orang yang berada di sebelahnya, andaikan Ian tau ia tak akan banyak bicara seperti halnya Asti, canda tawa yang dulu seakan tenggelam oleh waktu.
Satu-satunya harapan telah musnah, Asti terlihat kuat ia tak secengeng sahabatnya, tapi siapa yang tau dalamnya hati seorang Asti? Dan malam ini ia lumpuh, ia merasa lelah menghadapi keadaan yang selalu tak berpihak kepadanya, Lagi-lagi ia kalah ia terluka karna rasa terpendamnya.
Dia berharap setelah sahabatnya menikah Ian akan berhenti berharap kepada Iin, tapi kejadian tadi pagi membuktikan kalau pernikahan Iin dengan Iwan tak mampu memisahkan tali asmara mereka.
Asti tersenyum getir, bahkan saat Ian bercerita panjang lebar pun ia hanya menjawab sepatah dua patah kata saja, sayang Ian belum menyadari perubahan itu. Sayang juga Ian tak melihat tetes air matanya karna posisi duduk mereka bersandar dan saling memunggungi.

“Mbul? Kamu ndak pengen kerja? “


“Eem... Ndak”


“Biar nanti bisa traktir aku lo mbul”



Asti diam, ia malah menekuk kedua kakinya untuk sandaran dagu, kepiluan hati tak bisa membohongi dirinya sendiri, lambat laun Ian menyadari keanehan sahabatnya.

“Mbul? Jajan dulu yuk? “


“Mas Ian lapar? “

“Dikit sih? Tapi rokokku mau habis ini mbul? “


“Aku ngga pengen jajan”


“Antar aku aja yuk! “



Lalu Ian turun dari talut jembatan sedangkan Asti masih tak bergeming, ia duduk memeluk kakinya yang tertekuk dan dagunya masih bertumpu disana, rambut yang tergerai menutup wajah sendunya.


“Mbul? Kamu kenapa to? “


Asti masih saja diam tak menanggapi omongan Ian,


“Kamu marah? Kenapa ada apa? “


“Ngga’ "

Jawab Asti singkat, berbeda dengan Ian yang mulai ngga sabar, Ian tau kalau Asti sudah begitu pasti ada yang ia rasakan.
“ Aku ngga tau salahku apa, tapi kalau kamu merasa aku ada salah yo wis aku minta maaf, dah kita pulang aja”


Ian berdiri menunggu Asti beranjak dari duduknya, Ian menatap lekat gadis di depannya, barulah Ian sadar kalau terjadi sesuatu dengan Asti.


“Mbul? “

Ian meraih pundak Asti, tapi Asti masih saja diam mematung, Ian merasakan tubuh Asti sedikit bergetar.


“ Kamu nangis? Kenapa? Ada apa? “


Sekian lama Ian menunggu jawaban tapi hasilnya tetap sama.


“ Ya udah, kamu tetap diam artinya kamu ngga mau aku ada disini, sekali lagi aku minta maaf ya As? Aku duluan deh”

“Mas? “



Asti meraih pergelangan tangan Ian, dia tau sekali Ian sebut mananya berarti Ian serius.


“Sampai kapan mas seperti ini mas? “


Kini giliran Ian yang tak mau menjawab pertanyaan Asti, sekian lama berdiri mematung akhirnya Ian duduk lagi di tempat semula.


“Mas? “


“Hem... “


“Sampai kapan? “


“Apanya sih? “


“Semua yang mas alami saat ini, apa mas tak pernah memikirkan orang-orang yang menyayangi mas begitu menghawatirkan mas Ian?”

“Lalu? “

“Kembalilah seperti dulu mas? Tatap masa depan yang dulu mas impikan, dan sekarang mas itu terpaku oleh sesuatu yang mas sendiri tau resikonya”

“Masa depan? Yang mana? Yang hancur ini? “


“Mas Ian merasa hancur? Karna satu wanita? “

“Iya”


Asti menggelengkan kepala mendengar jawaban Ian, lalu apakah yang tadi pagi dia lihat itu sebuah pelampiasan kehancuran hidupnya?

“Mas? “
“Iya”

Asti merapatkan duduknya di sebelah Ian, ia memeluk lelaki itu. Trenyuh hatinya melihat teman masa kecil yang selalu membelanya dari apa pun mengalami hal yang membuat dirinya seperti itu, Ia tak tega melihatnya.

“Aku kangen mas Ian yang dulu hiks.. “


Kepala gadis itu bersandar di pundak Ian, ia tak segan lagi menangis, rapuhnya Ian rapuhnya juga. Rambut yang tergerai itu di belai oleh Ian, ia lupa kalau gadis sebelahnya juga membutuhkan kehadiran dirinya.

“Maafin aku ya? Akhir-akhir ini aku sibuk dengan urusanku sendiri? “


“Hu um, “

“Kamu ngga ngantuk? Udah malam lo Mbul?"

“ Iih... Jangan panggil Mbul lagi, aku udah dewasa mas? “


“Dewasa itu kalau kamu udah punya pacar Mbul? “


“Mbuh ah! “


“Eh iya jangan-jangan kamu udah punya pacar ya... Kenalin lah Mbul? “


“Hiiih.... “


Asti mencubit pinggang Ian tapi pelukannya tak juga di lepaskan.

“Bener mau kenal? “
Ucap Asti kemudian.


“Iya?... Siapa kok!”


“Mas pulang gih ambil kaca, emang yang dekat Asti siapa sih? “

“Loooh.... kan aku ngga tau... “

“Ada kok orangnya, “

“Iish... Tinggal bilang aja kok ya?... “


“Gah! Yang jagain aku orangnya galak, nanti di pukulin lagi”

“Hey hey hey.... Ada yang nyindir nih? “

“Emang galak kok, tuh si Jodi sampai sekarang ngga berani godain lagi he he”


“Ey.... Kamu suka dia? “


“Ngga! Aku mau nungguin seseorang yang ngga sadar-sadar aja! “


“Loh... Siapa siih?... “

“Auk ah! “


Suasana pun cair kembali dan malam kembali hening, suara jangkrik menjadi satu-satunya musik yang menemani mereka, Asti tak mau melepaskan pelukannya, mereka diam dan memilih menyelami pikiran masing-masing. Ian bukan ngga tau apa yang di maksud oleh Asti dia sangat tau, bahkan saat Asti menyandarkan kepalanya di bahu Ian, rasa itu benar-benar terasa. Ada debaran yang melebihi rasa sekedar sahabat, sekedar teman masa kecilnya dulu.


“Mbul? “

“Auk Ah! Namaku Asti ih. “

“As? “

“Hem... “

“Kamu tau ngga aku pulang karna apa”

“Iin kan? “

“Yakin? “

“Iya lah, apa lagi coba mas? “


“Yakin ngga karna kamu juga? “


“Ya ngga tau itu kan mas sendiri yang ngrasain? “

“Nanti habis lebaran ke wana yuk? “

“Beneran? Mau..... “

Cup! Tiba-tiba Asti mencium kening Ian.


“Oey kita udah dewasa loh? Main cium aja”


“Biarin sama mas mah ngga apa-apa he he”


“Iish... Dah yuk pulang, aku takut ada setan lewat. “


“Biarin, aku masih betah kok, temenin ya mas?


“ Siap bu bos, aku ngga tanggung jawab kalau nanti si cariin lo ya? He he he”

“Ish.... Biarin aja kan tadi bapak juga tau aku pergi sama mas Ian? “


“Iyo iyo.... “

Sekian lama terdiam lambat laun pelukan Asti semakin erat ia tak mampu lagi menahan rasa yang sekian lama terpendam ia mendongak menatap Ian, malam pertama dalam sejarah hidupnya merasa begitu dekat dengan pemuda yang sangat ia sayangi, entah siapa yang memulai ciuman bibir pun akhirnya terjadi juga, tapi Ian segera tersadar ia akan menyakiti hati kekasihnya yang rela berkorban demi kebodohan yang ia lakukan.
Belum lagi hubungannya dengan Herni yang rencana lebaran ini mau menyusul ke kampung halamannya, semua itu membuat Ian tersadar dan melepas ciumannya.

“Em.. Maaf”


Ucapnya pelan,

“Kenapa minta maaf mas? “


“Ini akan menyakitimu As? “


“Aku sudah biasa dengan semua itu”


“Sejak kapan? “


“Sejak mas Ian jadian sama Iin”


Cup!
Ian pun mencium kening Asti.


“Maafin aku yang ngga sadar akan semua itu, tapi semuanya sudah terjadi aku ngga tau harus gimana lagi As? “

“Jalani yang perlu mas jalani, jangan pernah memaksakan hati mas Ian itu aja kok”

“Terus kamu gimana? “


“Aku ngga apa-apa mas? “


“Maafin aku ya? “


“Hu um”

Entah terbuat dari apa hati Asti ia tak butuh kata-kata manis ia tak butuh status sebagai kekasih, yang ia mau Ian selalu ada untuknya. Senyumnya mengembang dalam pelukan sahabatnya dan malam ini status itu pun hilang tertelan api asmara, kini mereka duduk berhadapan.
Kecupan-kecupan lembut tak terelakkan, dua insan yang kini terjebak dalam cinta segitiga itu tengah di mabuk asmara. Hingga tengah malam Asti dan Ian baru beranjak dari tempat itu.


“Mas? Jangan sampai ada yang tau ya? “

“Iya? “


“Mas mau lebih ngga? “

“Apa tuh As? “

Cup!
Asti mencium pipi Ian lalu tertunduk malu.


“Seperti yang mas lakukan sama Iin itu? Kalau mau Asti kasih kok? “

“Jangan Ngawur ah, dah sampai rumah masuk gih. “


Asti pun tersenyum dan lagi-lagi ia mengecup Ian, kali ini bibirnya yang ia cium, tak peduli kalau mereka berada di depan rumah.




Malam yang sama


Plak!
Plak!
“Perempuan sundal! Berani kamu deketin dia lagi awas kamu! “

“Kenapa hah!... Kamu mau pukul? Nih Pukul!.. “

Plak!
Tanpa segan Iwan menampar Indriani, yah! Iwan tak Terima melihat leher istrinya ada beberapa bekas cupangan, Iwan sudah paham siapa pelakunya, di tambah lagi sore tadi dia di buat malu oleh Ian, emosinya memuncak ia tampar Indriani yang sedang mengandung.
Dendam yang mendalam kepada Ian ia limpahkan ke Iin.



“Tampar lagi... Bakalan ku bongkar siapa kamu mas! Ayo tampar lagi! “


Teriak Indriani sehingga membuat kedua orang tua Indriani terbangun dari tidurnya. Iwan sendiri mati kutu mendengar ucapan Iin, jelas Iwan tak berkutik karna harga dirinya ada ditangan istrinya.


“Ada apa ini to? “

Ucap ayah Indriani, memang mereka tinggal satu atap dengan keluarga Iin karna Iin menolak untuk tinggal dirumah pak Carik, itu sarat dari Iin saat dulu menikah.

“Ngga apa-apa kok pak?”

Jawab Iwan.


“Udah lah! Ngga usah pura-pura kayak gitu, pulang sana! Ceraikan aku sekalian, muak aku lihatnya. “

“In?... “

Ucap sang ayah,

“Kenapa pak? Memang aku ngga cocok sama dia kok, nikah juga karna di ancam. Ngapain juga aku mesti baik-baik sama mereka pak? “

“Yo wis.... Selesaikan baik-baik yo? Ndak enak di dengar tetangga lo nak? “

“ Iin diem kalau dia pergi dari sini pak? “

“Ya ya... terserah kamulah nduk? Bapak tinggal ya? Tapi pesan bapak jangan teriak-teriak, udah malam ini nduk? “



Iin tak menjawab omongan sang bapak, matanya tajam menatap Iwan yang hanya diam saja, namun Iin tau gelagatnya bukanlah gelagat orang yang terima di perlakukan seperti itu olehnya, tak lama Iwan pun keluar dari rumah dan sudah pasti ia pulang ke rumah orang tuanya. Iin segera mengunci pintu rumahnya dan kembali ke dalam kamar.
Yah. Iin lebih tenang tidur sendiri tanpa harus ada rasa khawatir, selama ini rumah tangganya hanyalah status saja, sekali saja Iin di paksa oleh Iwan dan dari situlah Iin tau semuanya, Iwan menikahinya karna dendam karna harga diri karna rasa takut di hina di luar sana, sedangkan Iin hanya butuh Iwan sebagai penutup aibnya saja.
Dan hal itu di manfaatkan oleh Iwan, yah masing-masing punya kepentingan dan tak sedikit pun ada niat untuk memperbaiki hubungan selayaknya orang berkeluarga.
Siang hari setelah menjalankan aktivitas membantu kegiatan berladang sang kakek Ian langsung pergi ke tempat Asti, kebiasaan yang tak pernah berubah dari dulu, tentu kedatangannya di sambut hangat oleh tuan rumah.

“Kulonuwun... “


“Eh Ian... Wah... Bakalan rame lagi ini rumah he he... “


Ucap ayah Asti.

“Loh la biasanya gimana toh lik? “


“Sepi An, semenjak kamu kerja kayak ada yang kurang saja di sini An? "

“ Ah paklik ini bisa aja... He he he... “


“Semalam kalian itu kemana to kok sampai malam baru pulang? “



“He he he duduk di jembatan tok kok paklik? “


“Oalaaah... Tak kira kemana... “


Tak lama dua gelas kopi hitam pun tersaji di atas meja, obrolan pun berlanjut dan berhenti ketika Asti keluar menghampiri mereka. Ayah Asti cukup tau diri ia pergi meninggalkan mereka berdua,


“Mas di luar aja yuk, “

“Panas yo?.... “

Jawab Ian.


“Bawah pohon mangga tu adem”


“Yo wis, ayuk’ "


Lalu keduanya pun menuju tempat yang di tunjuk oleh Asti. Tak lupa kopi yang belum habis pun di bawa oleh Asti.


“ Mas tadi Iin kesini loh? “


“Terus? “

Asti pun menceritakan apa yang Iin sampaikan, jelas penuturan Asti membuat Ian meradang, tak ada yang bisa ia lakukan karna itu ranah rumah tangga seseorang, Tapi Ian takkan tinggal diam, ia akan gunakan caranya sendiri tanpa melibatkan urusan rumah tangga mereka.


Maka malamnya sekitar jam delapan Ian pun pergi menuju ke arah rumah pak Carik, ia duduk di pagar sebrang jalan tepat di depan rumah musuhnya itu, Matanya tajam menatap ke sana, Ian mencoba memancing amarah pemilik rumah tak peduli itu ayahnya atau anaknya yang keluar, bahkan dua-duanya sekalian tak kan membuat nyali pemuda itu menciut, di dalam rumah itu sebenarnya ada sang ayah beserta ibunya Iwan dan Ian tau itu, sayang lelaki setengah baya itu tak berani keluar dari dalam rumah. Ian kesal karna penghuni rumah tak berani keluar maka Ian pun beranjak pergi dari tempat itu.


Trang tang tang tang...

Suara bising motor menghentikan langkahnya, Ian tau pemiliknya dan dialah yang ia cari, senyumnya mengembang karna mangsanya telah mendekat, sengaja ia berdiri dan menghalangi jalanan.
Trang.... Trang.... Trang....

Motor berhenti tepat di depan Ian dan Gas motor pun di mainkan, sayang Ian pemuda yang di mabuk dendam itu tak bergeming dari tempatnya, ia sudah sangat siap menghadapi Iwan.


Brak!!
Brak!!
Tendangan Ian berhasil menghancurkan lampu motor milik Iwan, seperti orang kesetanan Ian menghancurkan barang itu, ia tak peduli kalau di atas motor ada dua orang, tindakan Ian yang anarkis membuat Iwan dan temannya kalap. Mereka pun turun dari kendaraan dan langsung menyerang Ian, dengan sigap serangan di halau dan sesekali Ian melontarkan pukulannya, begitu pun sebaliknya, beberapa kali pukulan Iwan maupun temannya mampir di tubuh Ian tapi semua itu tak dirasakan oleh Ian.

Adu pukul terjadi hingga ke jalan besar kampung, dua lawan satu tak membuat Ian kewalahan ia sanggup meladeni dua orang musuhnya, dengan teknik jaga jarak dan selalu menghindar menjadikan pertarungan seimbang.
Ian terus dan terus mencari kesempatan lengahnya salah satu lawan dan akhirnya ia dapatkan juga,
Rambut ikal Iwan di jambak oleh Ian dan di benturkan ke batang kayu yang berdiri dengan gagahnya di pinggir jalan itu.


Wuuus.....
Plak!...
Bugh!
Tendangan tajam dari belakang yang hendak menyerang Ian di patahkan oleh seseorang dari arah samping tak ayal membuat teman Iwan meringis kesakitan, keadaan berbalik, Iwan cs kini berhadapan dengan empat orang termasuk Ian.


“Bajingan!! “

Ucap Iwan, saat menyadari posisinya berada dalam kepungan teman-teman Ian.


“Lebih bajingan lagi kalau menyewa orang hanya untuk meringkusku cuk!! “

Ucap Ian kemudian, sontak ucapan Ian membuat Iwan dan temannya kaget, ditambah lagi teman-teman Ian semakin mendekat dengannya.

Wuuus....
Bugh!!....
Aris menyerang dengan tendangan yang tak terduga kearah Iwan dan hasilnya Iwan jatuh terjengkang.

“Iyees!.... Tendangan perdana ku cuk! “


Ucap Aris

“Dancuk! Bagianku ndi ki.... “

Balas Bayu.


“Sik Bay! Aku belum puas sama anak Carik ini, dah kalian bertiga sikat aja tuh asu piaraannya biar biang asunya aku yang urus, ha ha ha “

Ucap Ian, mereka Bayu Aris dan Heru adalah teman dekat Ian.


“Cuk! Indra mana? “

Ucap Ian lagi,

“Ntar nyusul katanya cuk! Dah lah sikat yuk. “


Balas Heru dan di aminin oleh yang lainnya, lawan yang tak seimbang apalagi tenaga mereka sudah terpakai untuk melawan Ian membuat Iwan cs dengan mudah di lumpuhkan bahkan nyaris tanpa perlawanan, bahkan teman Iwan yang entah orang mana itu menjadi bulan-bulanan ketiga teman Ian, lagi-lagi Iwan tumbang.
Kegaduhan pun terjadi karna beberapa warga datang menghampiri tempat kejadian saat Iwan dan temannya meringkuk tak berdaya.
Empat sekawan itu dengan santainya pergi meninggalkan tempat kejadian, mereka berkumpul di pinggiran hutan sebelah utara tentu untuk membahas segala kemungkinan yang akan terjadi setelah kejadian.
Tak lama setelah itu mereka membubarkan diri Heru Aris dan Bayu berencana ke hutan untuk merambah hutan, sedangkan Ian memilih pulang.




Ditempat lain seorang lelaki paruh baya asik duduk menemani mbak Mar yang masih menjaga tokonya, ia sopir sewaan yang rencana besok akan berangkat untuk berbelanja kebutuhan Toko.


“ Pak besok berangkat agak pagi bisa ya? “


“Bisa to? Malah lebih enak ndak terlalu panas lo dik? “


“Ho o njih pak, jam enam kepagian ndak pak? “


“Ndak dik, kalau kita mampir dulu ya ndak kepagian he he he”


“Heem.... Panjenengan iku kok modusan toh pak, apa masih kuat to? “


“Kuat apa to dik Mar? “


“Ya kuat mampir kayak sopir biasanya itu lo pak? “


“Ah dik Mar ini bisa saja he he he... “


“Ndak usah mampir-mampir pak? Besok pagi kesini aja jam setengah enam atau mau nginep aja disini? “


“Walah dik, Kalau menginap di sini bisa di gruduk warga kita dik? tapi kalau pulang aku mesti berangkat lebih pagi lagi ya dik, aduh... Piye ya? “


“Ya sudah aku tak nutup toko dulu ya? “



Ucap Marni sembari mengedipkan mata, tentu pak sopir dapat menangkap maksud dari tingkah laku Marni tersebut. Maka setelah Marni menutup toko pak sopir pun segera beranjak dari duduknya dan berjalan meninggalkan toko. Namun hanya dalam hitungan menit lelaki itu datang lagi dan langsung menuju rumah utama Marni.

Dok! Dok!


“Dik Mar?... “


Krieeet...
Pintu terbuka dan pak sopir pun segera masuk ke dalam rumah Marni, godaan Marni saat di toko tadi sudah cukup membuat pak sopir berani berbuat tanpa harus meminta, karna jauh sebelum Marni membuka usaha toko mereka sudah kenal, jadi tak perlu lagi ada rayu merayu untuk mereka berdua.
Marni segera membimbing pak sopir masuk ke dalam kamar.
Tatapan nanar pak sopir menandakan kalau hasratnya mulai naik, tak menunggu waktu lama pakaian yang mereka kenakan pun sudah tak lagi menutupi tubuh mereka, dengan posisi berdiri kedua insan yang di mabuk birahi itu saling meraba, sepasang payudara Marni menjadi sasaran utama si sopir, dengan rakus daging kenyal itu di remas olehnya, Marni sendiri sudah asik dengan batang yang sudah mulai mengeras, batang yang dulu setiap seminggu sekali bersarang di nonoknya itu kini berada dalam genggamannya, batang kejantanan yang sudah siap tancap itu terus dikocok dan sesekali di gesek-gesekkan ke bagian atas nonoknya.
Lama-lama tonjolan daging kecil di nonok Marni pun mengeras, si sopir tak memperdulikan hal itu ia fokus di puting susu Marni.
Marni berjinjit dan sedikit melebarkan kakinya, satu tangannya menuntun dan satunya lagi membuka belahan nonoknya, ia tak sabar ingin segera di masuki oleh batang perkasa itu.
Sleep...

Batang pejal pak sopir dengan mudah masuk ke nonok Marni, pak sopir yang menyadari hal itu segera meninggalkan aktivitasnya, kedua tangannya berpindah memegang bongkahan bokong Marni, dan Marni pun melakukan hal yang sama.
Keduanya merapatkan kelamin dan pinggul pun bergerak maju mundur berlawanan, tak ayal setiap sodokan yang diterima membuat Marni melenguh ke enakkan, Marni yang sudah lama tak terjamah setelah bercerai dengan suaminya meluapkan gairahnya malam ini, apalagi Jono yang menjadi pasangan selingkuhnya
Juga tak pernah memberikan nafkah batin buat Marni menjadikan Marni haus akan sentuhan lelaki.
Kini semua di luapkan kepada sopir sewaannya, setelah kelelahan dengan posisi berdiri Marni menjatuhkan dirinya diranjang, kakinya segera di kangkangkan agar lelaki pejantannya tak kesusahan untuk melakukan penetrasinya, dan benar saja pak sopir langsung membenamkan penisnya yang basah mengkilap oleh cairan kenikmatan Marni, batangnya di diamkan di dalam nonok basah itu dan ia kembali menyerbu buah dada Marni dengan mulutnya.
Yah, lelaki itu terpesona dengan keindahan buah dada yang membusung indah di depannya, Marni yang nafsunya sudah di ubun-ubun tak sabar menerima perlakuan si sopir, ia menaik turunkan pinggulnya sendiri, Marni bergerak liar dibawah, merasa tak puas ia meminta untuk berada di atas dan kini Marni seperti menunggang kuda, gerakannya liar tak teratur lenguhannya semakin menjadi-jadi menandakan klimaksnya sudah dekat, lelaki setengah baya yang menjadi tunggangannya pun menyadari hal itu maka ia pun membalas setiap gerakan yang Marni lakukan, malah si sopir menyodok dari bawah dengan ritme cepat, hasilnya Marni pun kelojotan diatas tubuhnya, cairan putih berbusa mulai menghiasi batang kejantanan si sopir menandakan Marni sudah mencapai titik orgasmenya.
Tak berhenti sampai disitu, tanpa melepas penetrasi tubuh polos berkeringat Marni kini pindah ke bawah dan tanpa memberi waktu lelaki pasangannya langsung membombardir nonok Marni, lagi-lagi Marni di buat lemas karna tak sampai lima menit ia mendapatkan orgasme yang kedua, Marni menyerah ia meminta berhenti sebentar tapi lelaki pejantannya tidak mau menuruti kemauan Marni, hingga akhirnya permainan pun berakhir menjelang subuh, Marni lunglai tak berdaya dan malam ini cairan sperma menghiasi tubuh polosnya.




Bersambung....
 
Status
Please reply by conversation.
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd