Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

KEJUTAN DARI ANAK YANG PENASARAN (copas dan ubah dikit dari forum lain semoga tidak merepost agan-agan di sini)

fantasisinta

Semprot Baru
Daftar
10 Jan 2017
Post
37
Like diterima
774
Bimabet
"Mama, kenapa laki-laki suka memandang dada perempuan?"
"Hah?!"
Ini mungkin terdengar aneh dan sedikit nyeleneh dari sekian banyaknya pertanyaan seputar wanita yang Daliman utarakan. Lihatlah, bahkan ibunya sendiri, Kustina, sampai menghentikan kegiatan mencuci piringnya, hanya untuk memandang anak berambut mohawknya yang mengajukan pertanyaan tadi.
"Kenapa kau bertanya seperti itu, Daliman Sayang?"
"Begini..." Daliman mengangkat kedua tangannya, lalu melanjutkan perkataannya yang dijeda tadi.
"Teman-temanku suka berdebat tentang ukuran dada yang bahkan tidak aku mengerti, dan mereka selalu saja memandang dada perempuan seakan-akan hal itu sangatlah menarik bagi mereka..."
"Howallah! Memangnya umurmu berapa sekarang?!"
"18 tahun. Masa Mama lupa umur anak sendiri?"
"Bukan seperti itu, Sayang. Tapi maksud Mama… gimana ya…"
Wajah Daliman memperlihatkan raut bingung. Sekarang, ibunya juga terlihat gelisah ketika mau menjawab pertanyaan ini. Padahal pertanyaan sederhana itu tinggal jawab saja kan beres.
"Gimana kenapa?" Tak kunjung mendapatkan jawaban pasti, kini Daliman kembali medesak, menyadarkan Kustina dari lamunannya.
"Waduh, ini sulit…"
"Sulit kenapa coba? Kan tinggal bilang saja padaku."
Kustina memainkan rambutnya yang diwarnai merah, kegugupannya begitu kentara terlihat di situ. Sebagai seorang ibu rumah tangga yang normal, akan begitu susah baginya untuk menjelaskan perihal itu kepada anak laki-lakinya sendiri. Ini seperti halnya Kustina mengajari Daliman mengenai pendidikan seksual di tengah umurnya yang sudah bisa dibilang matang.
"Papa pasti akan menjawab pertanyaanmu ini. Sana tanya saja ke Papa ya, Anak Cakep."
"Tapi Papa kan sedang dinas ke luar daerah. Bagaimana aku bisa menanyakan ini?"
"Eee..... 'kan bisa telepon? Video call?"
Daliman mengangkat kedua bahunya.
"Papa baru tadi pagi bilang di WA kalau dia kehabisan kuota, jadi aku tidak bisa menghubunginya, Mama. Kalo Daliman videocall sekarang pasti sedang pakai WIFI dinasnya. Kan korupsi itu namanya."
Kustina menggigit kuku ibu jarinya. Sekarang ini dia sedang dilanda kabut kebingungan yang bertamu di pikirannya. Apakah harus ia yang mengajari Daliman perihal ini? Ya ampun, Kustina bahkan tidak habis pikir kenapa bisa anaknya menanyakan pertanyaan yang memalukan seperti itu.
Bukankah sudah seharusnya menjadi kewajiban bagi seorang guru di sekolahnya untuk mendidik Daliman mengenai ilmu ini! Selama dua belas tahun ini mendidik anaknya, mereka melakukan apa saja sih?! Terlebih lagi di masa putih abu-abunya! Ah, sepertinya Kustina perlu mengajukan evaluasi kepada guru-guru Daliman yang kelihatan tidak memenuhi tugasnya sebagai guru dengan baik, terutama guru biologi! Awas saja!
"Jadi begini, Daliman...." Kushina membasuh tangannya yang berbusa, lalu berjalan mendekat ke arah Daliman dan duduk di kursi yang berseberangan dengan anaknya. Dengan Dress putih tanpa lengan yang dipadukan oleh apron hijaunya, Kustina mulai sedikit menyondongkan bagian dadanya yang cukup menggoda.
"Aku ingin menanyakannya kepadamu, apa yang kau pikirkan setelah melihat dada perempuan? Terutama dada mamamu ini. Hmm?"
Daliman mengerutkan dahinya. Kustina hanya bisa melihat itu sambil hatinya bergemuruh tanda tak enak. Sebenarnya ia enggan melakukan ini, tapi mau bagaimana lagi. Sebagai seorang orang tua, Kustina perlu mengedukasi anaknya tentang pembelajaran ini, memberinya pemahaman tentang aspek bilogis baik itu organ reproduksi dan hormon anaknya yang dirasa agak kurang pertumbuhannya.
"Menurutku..., tidak ada yang spesial dari gumpalan lemak yang menggunung itu, apalagi milik Mama."
Pletak!
"Apa kau bilang, huh?!"
Entah kenapa, perkataan Daliman tadi sukses menciptakan gumpalan ungu di dahinya. Bagi seorang wanita cantik seperti Kustina, akan terasa begitu kesal kalau dadanya sendiri tidak memberikan kesan berarti pada lawan jenisnya, apalagi di pandang oleh anaknya yang bahkan tidak menunjukkan minatnya ke arah seksualitas. Ini sungguh membuat harga dirinya sebagai primadona dan ikonik dari wanita tercantik hangus terbakar oleh opini tak bersadar milik anaknya.
"Tunggu... Kok Mama marah sih? Katanya ingin mendengar pendapatku,"
"Aku tidak ingin mendengar pendapatmu yang satu itu!"
"Lalu bagaimana dong? Aku sendiri, 'kan juga bingung, bukankah sudah jelas? Dada itu tidak ada manfaatnya selain gumpalan lemak yang menggunung menjadi dua bagian."
"Coba bilang sekali lagi?"
Dalam duduknya Daliman kembali lagi mengerutkan dahinya tatkala Kustina mengangkat tinjunya di udara. Kendati demikian, Daliman tetap kukuh mempertahankan opininya mengenai definisi dada yang menurutnya adalah gumpalan lemak tak berguna.
"Seonggok gumpalan lemak tak berguna,"
Duak!
Pukulan sayang dari Kustina sukses mendarat di kepala mohawk Daliman.
"Duh duh, kenapa Mama doyan banget mukul sih?"
"Itu salahmu sendiri, o’on!"
"Salahku apa? Bukankah benar apa yang aku katakan tadi?"
Wajah Kustina memerah padam, bukan pada hal yang memalukan, akan tetapi mengarah kepada hal yang menyebalkan.
"Mana tanganmu!" pinta Kustina tegas sembari mengadahkan salah satu tangannya ke arah Daliman.
"Buat apa?" timpalnya sembari terus mengelus bejolan di kepalanya yang memerah.
Kustina memutar bola matanya, entah kenapa sangat kesal sekali melihat wajah Daliman yang sekarang ini.
"Sudah cepat berikan tanganmu kepadaku, sini!"
Wajah Daliman tampak ragu-ragu saat ia mengulurkan tangannya ke depan dengan pelan dan menyambut tangan halus ibunya. Kustina dengan erat menggenggam tangannya dan membawa telapak tangan pemuda tanggung itu untuk mendarat di sesuatu yang menjadikan mata Daliman tampak membesar.
"Bagaimana? Apa kau merasakan sesuatu ketika menyentuh dada Mama?"
Daliman terdiam, Kustina pun juga. Mereka sama-sama bertatapan pada jangka waktu yang tidak bisa di kategorikan sebagai pendek. Delusi bunga nan indah seakan-akan mewarnai pemberhentian waktu mereka untuk saling menatap satu sama lain.
Bulatan mata coklat milik Daliman bertemu dengan mata hitam kelabu bening milik Kustina. Mereka berdua sama-sama saling mendalami arti dari apa yang sudah mereka lakukan ini. Daliman dengan raut semangat khas remaja, dengan Kustina yang ingin menjadi orang tua yang baik untuk mengatasi rasa keingintahuan anaknya itu. Dan hal itu membuat wajah Kustina memerah, bukan pada definisi kesal seperti sebelumnya, akan tetapi pada definisi malu.
"Nghhnneh!" muka Kustina memanas.
"Ke... kenapa Mama mengeluarkan nada aneh seperti i... itu?!"
"I... itu karena kau meremasnya! Jangan tiba-tiba meremasnya dong, Cah Bagus!" pekik Kustina malu sembari membuang wajahnya yang memerah itu ke arah samping kanan.
Sungguh memalukan sekali bagi Kustina, Image seorang ibu yang baik di mata anaknya pasti sudah runtuh akibat desahannya yang tak bisa ia bendung tadi.
Tapi kalau di pikir-pikir, Ini semua salah suaminya! Ya, ini semua salah orang tak berguna itu yang tidak pernah memberinya jatah selama 7 tahun ini! Di otaknya hanya ada dinas dan perintah atasan saja, dunianya selalu berputar hanya untuk menafkahi lahiriah saja. Tidak pernah meladeni seksualitasnya sebagai seorang wanita yang juga perlu dinafkahi batiniahnya juga.
Dalam lubuk hatinya yang terdalam, Kustina begitu mengutuk suaminya karena telah membuatnya menjadi sensitif seperti sekarang ini.
"Ja... jadi, bagaimana menurutmu?"
Daliman masih terdiam. Tangan kanannya yang mendarat di dada ibunya tak memberikan tanda-tanda baginya untuk menariknya kembali. Dengan perlahan, Daliman menggerakan jari-jemarinya lagi ketika meremas gumpalan lemak itu. Ini benar-benar lembut, dan nikmat.
"Hhh....hey! Mama 'kan sudah bilang ja... jangan meremasnya, ahhn!"
Daliman tak mengindahkan perkataan ibunya yang menyuruhnya untuk tidak meremas dadanya. Saat ini, tangannya sedang menelusuri centi demi centi area dada ibunya. Entah kata apa yang pantas untuk mendeskripsikan kelembutan bagian tubuh itu, yang jelas kelembutan dan tekstur sempurna dari gumpalan lemak yang dipunyai ibunya ini pasti mampu membuat siapapun terlena.
"Da... Daliman, i... ini sudah keterlaluan!" Dengan nafas yang memburu, Kustina mengangkat kembali telapak tangan Daliman dari dadanya.
"Mama...," Daliman menatap Kustina dengan raut kecewa di wajahnya. "Kenapa Mama menghentikanku, bukankah tadi Mama yang berinisiatif?"
Wajah Kustina menunduk malu, entah bagaimana ia harus merespon perkataan Daliman kali ini. Yang jelas, pikiran sehatnya begitu menentang atas apa yang sudah ia lakukan tadi.
"I... ini sudah cukup, jadi… bagaimana menurutmu, tentang dada perempuan? Setelah menyentuh dan merasakannya sendiri.”
"Hmm, menurutku itu agak sedikit aneh. Begitu lembut, nikmat, dan entah kata apa yang pantas untukku mendeskripsikannya."
"Nah... baguslah, sekarang kau mengerti bukan kenapa payudara perempuan begitu digilai." Semburat merah tak bisa Kustina sembunyikan tatkala mulutnya begitu lancar mengatakan hal yang menurutnya tak senonoh itu kepada anaknya sendiri.
"Ya, mungkin." Daliman sedikit melirik ke arah bawah, lebih tepatnya ke arah kemaluannya berada. Dibalik celana panjang abu-abu yang dipakainya, kini terlihat agak sedikit menggunung akibat kemaluannya yang tiba-tiba ereksi.
"Mama, aku ingin mangajukan satu pertanyaan lagi."
"Apa itu, Daliman?" Kelopak matanya mengerjap beberapa kali tatkala memandang anaknya yang begitu inten melihat ke arah bawah tempat duduknya. Tunggu, jangan bilang kalau dia…
"Kok tiba-tiba kemaluanku menjadi tegang ya? Kalau pagi-pagi sih aku memakluminya karena mungkin alami, tapi ini kok jadi tegang sendiri ketika menyentuh dada Mama tadi?"
Wajah Kustina memerah padam.
"Kalau i... itu normal kok… bagi laki-laki, seperti Daliman."
Daliman memiringkan wajahnya memperlihatkan ekspresi yang menandakan tak begitu paham dengan apa yang di utarakan oleh ibunya.
"Maksud Mama?"
Kustina tak menanggapi, dia terdiam membisu memikirkan rangkaian kata apa yang pantas untuk menjawab pertanyaan yang terkesan polos dari anaknya ini.
"Daliman, Mama boleh nanya nggak?"
Daliman mengangguk.
"Apa kau pernah menonton video gitu-gituan sebelumnya?"
Daliman memandangi tanda kutip yang dibuat kedua tangan ibunya dengan jari-jarinya. Tanda kutip untuk kalimat ‘video gitu-gituan’ pada faktanya memang memiliki arti yang tidak selalu menjurus seperti yang Kustina inginkan.
"Hah?! Apa maksud Mama sih? Gak jelas."
Dalam duduknya Kustina merasa gemas sendiri melihat tingkah polos yang dilihat dari anak lelakinya ini.
"Ya, video anu… itu loh!" Kustina tak mampu bercakap dengan benar, rasa malu dan canggungnya saat ini begitu besar dibandingkan rasa ingin memberitahu anaknya perihal organ intimnya yang bereaksi demikian.
Seorang pakar kesehatan dalam jurnalnya pernah berkata, bahwa kemampuan komunikasi orang tua adalah aspek yang sangat penting dalam pendidikan seks pada anak. Munculnya rasa malu dan canggung akibat kesan tabu saat menyampaikan hal-hal seks pada anak adalah hal yang wajar. Kustina memaklumi itu, karena dia sendiri sedang mengalaminya.
Bagi Kustina, memberikan penjelasan tentang bagian tubuh dan fungsinya yang termasuk ke dalam organ intim adalah sesuatu yang susah. Apalagi yang harus diajari itu Daliman, anak lelakinya yang sudah berumur 18 tahun.
"Mama tambah gak jelas, apa sih yang dimaksud Mama?"
Kustina tenggelam ke dalam pikirannya sendiri yang entah kenapa lebih menyita waktunya ke timbang menjawab kebingungan yang Daliman landa.
"Apa kau pernah menonton bokep sebelumnya?" Dan dalam satu tarikan nafas, Kustina memberanikan dirinya melintasi batas wajar bagi seorang ibu dan anak dalam ruang lingkup obrolannya. Ini sangat memalukan, bahkan Kustina sendiri pun tidak mampu menutup wajahnya yang memerah padam itu.
"Bokep? Apa itu?"
Ya ampun! Sepolos itukah anaknya ini?! Entah Kustina merasa harus bersyukur atau justru sebaliknya; bersyukur karena Daliman tidak menonton video tak senonoh seperti itu, sekaligus cemas karena Daliman dirasanya tidak memiliki hormon yang normal pada usianya yang sudah menginjak remaja puber ini.
"Bokep itu, video… porno"
Muka Daliman langsung memerah padam begitu pun juga dengan Kustina. Mereka berdua sama-sama tidak mampu hanya untuk menatap satu sama lainnya dengan normal. Mata mereka melirik dan memutari ruangan makan ini yang sekiranya tidak menatap lawan bicaranya. Mungkin karena rasa malunya yang lebih menonjol, hal itu membuat kemaluan Daliman yang ereksi tadi kini mulai melemas.
"Ka... kan Mama sendiri yang melarangku melihat hal begituan waktu dulu! Makanya aku tidak menonton begituan dan menjauhi beberapa hal yang Mama petuahkan kepadaku."
Kustina tersentak. Benarkah dulu ia pernah berkata demikian ke Daliman? Sungguh, Kustina tidak tahu bahwa Daliman tumbuh menjadi pemuda yang sangat menghargai dan menepati saran-saran yang diberikan olehnya.
Kustina menyentuh dadanya sejenak, mencoba untuk menetralisir dampak debaran hatiya sendiri yang entah kenapa begitu senang ketika mendengar itu. Daliman, telah tumbuh menjadi anak kebanggaannya.
"Jadi, begitu ya. Bahkan Mama sendiri tidak begitu ingat pernah berkata seperti itu."
"Maklum, Mama 'kan sudah tua hehe."
"Coba kau bilang lagi?!"
"Maafkan aku, Mama!" Daliman mengatupkan kedua telapak tangannyam di depan dada ketika melihat aura Kuntilanak juga lambaian rambut ibunya yang menjuntai membayangi wajahnya. Itu adalah mode iblis yang sering digunakan Kustina kalau-kalau anaknya bandel. Yup, seperti sekarang ini ia lakukan.
"Hah! Daliman, apa Mama tidak pernah mengajarimu untuk tidak menyinggung umur seorang perempuan?"
Daliman menggeleng disertai cengirannya yang cukup menyebalkan.
"Mulai sekarang, jangan pernah menyinggung soal umur perempuan! Mengerti!"
"Ok, siap bos!"
Kustina terkikik geli. Melihat anaknya yang sudah tumbuh dewasa dan masih polos ini memeragakan hormat ala tentara justru membuatnya lucu. Kustina mengakui bahwa Daliman adalah anak yang paling ia awasi betul-betul. Menurutnya pergaulan seorang laki-laki akan lebih berbahaya dibandingkan pergaulan seorang anak perempuan, makanya ia tidak heran kalau-kalau Daliman tumbuh menjadi pemuda polos yang tak tahu perihal seks dan jajarannya akibat didikan kerasnya.
Tapi, entah kenapa Kustina merasa bersalah sendiri telah membesarkan Daliman begitu ketat. Pasti Daliman tidak pernah merasakan masa remajanya yang bisa saja dia kenang di masa tuanya nanti.
"Daliman, apa kau sudah mempunyai pacar?" Ada sedikit keraguan, dan hal itu membuat Kustina berinisiatif bertanya seperti tadi. Jikalau Daliman tidak pernah menyentuh video laknat itu dan tidak tahu arti menarik dari memandang tubuh perempuan. Jangan bilang, kalau Daliman itu tidak normal.
Tolong, Kamadewa! Jangan sampai membuat Daliman tidak tertarik kepada lawan jenisnya! Ia sungguh tidak mau membesarkan seorang anak homo yang tidak tahu batasan dan keindahan dari seluk beluk tubuh seorang perempuan.
"Mama, kenapa bertanya seperti itu?" tanya Daliman heran.
Kemudian, Kustina memiringkan wajah cantiknya dan menyangganya dengan salah satu tangannya.
"Ini penting, kau masih menyukai anak perempuan, 'kan? Maksudku tidak menyukai sesama jenis?" tanya Kustina dengan hati yang diliputi rasa kekhawatiran, berharap-harap cemas kalau Daliman tidaklah seperti apa yang ia pikirkan tadi.
"Apa sih?! Sudah jelas aku menyukai anak perempuan! Bahkan beberapa aku taksir, seperti Ketua OSIS Sarah salah satunya. Dia itu sungguh anggun dan baik hati sekali kepadaku. Bahkan, terkadang dia mentraktirku di kantin."
"Cie... cieeee... Mama tidak menyangka kalau Daliman kecilku sudah tumbuh menjadi dewasa. kiu kiuuu...," goda Kustina sambil tersenyum jenaka.
Daliman mengibaskan tangannya, mengekspresikan rasa malunya akibat godaan itu.
"Mama! Jangan menggodaku!"
Kushina tertawa renyah. Entah kenapa saat ini ia begitu senang menggoda anaknya yang sedang ada ruam-ruam cinta kepada salah satu teman gadis di sekolahnya.
"Cuit... cuiit... jadi, apakah kau sudah jadian dengannya?"
Daliman menunduk. Wajahnya saat ini menunjukkan ekspresi yang membuat hati kecil Kustina melengos untuk beberapa saat. Ada apa dengannya?
"Inilah yang menjadi kendala, Mama. Aku tidak bisa dengan mudah berkomunikasi dengan orang yang aku cintai."
"Maksudmu menjadi gagap dan salah tingkah gitu?"
"Ya, seperti itu! Ahh, ini terkadang membuatku frustrasi sendiri! Setiap kali aku bertemu dan berusaha akrab dengan Sarah, entah kenapa aku selalu salah tingkah yang membuat lidahku menjadi kelu! Bahkan aku pernah salah mengucapkan sesuatu yang memalukan kepadanya! Aku yakin, dia saat ini membenciku akibat perkataan itu."
Kuthina terkejut, ia tidak tahu keadaan Daliman akan sedemikian parahnya jika berdekatan orang yang di cintainya.
Memang dalam beberapa kasus, ada orang-orang tertentu yang begitu kikuk dan terkesan salah tingkah jika bertemu dan mengobrol bersama dengan orang yang dicintainya. Namun, tidak separah hingga sampai menyebutkan sepatah-kata atau pun gagap. Secara normal, mereka dengan sendirinya akan mengikuti alur percakapan layaknya sedang mengobrol bersama temannya. Itulah sekiranya ia dapatkan dari pengalamannya dulu ketika sedang di dekati oleh suaminya di kampus.
"Apa Mama perlu membantumu?"
Daliman mengibaskan tangan kanannya.
"Tidak perlu, aku bisa mengatasi ini sendiri."
"Kau yakin?"
Daliman mengangguk.
"Sangat yakin," tegasnya
"Benarkah? Aku mulai mengkhawatirkanmu, Sayang," ujar Kustina sembari menggenggam tangan kiri anaknya yang ada di meja. Dengan pelan ia usap tangan itu lalu menatap wajah anaknya dengan sorot mata keibuannya. Kustina benar-benar khawatir dengan keadaan anak lelakinya.
"Jangan khawatir, Mama. Aku sudah punya orang yang bisa membantuku!"
Kustina menaikkan satu alisnya.
"Siapa dia, Daliman?"
"Tante Mirzani! Katanya dia akan membantu kadar pubertasku yang sedikit terlalu...."
"APA!" Mata Kushina membola disertai teriakan ultrasoniknya, dan Daliman hanya bisa menutup telinganya.
"Mirzani kau bilang?! Lebih baik kau bersama dengan Mama saja daripada bersama dengannya!"
Naruto memiringkan wajahnya memperlihatkan ekspresi bingung.
"Memangnya kenapa, Mama?" Daliman melemparkan pertanyaan kepada ibunya.
"Dengar, jika kau pergi meminta bantuannya, aku yakin kau tidak akan bisa membedakan mana dada yang asli dengan dada yang palsu!"
"Apa maksud Mama sih?" ucap Daliman lembut namun dengan nada mendesak.
"Dengarkan aku, sayang. Kau sudah melihat payudara Tante Mirzani yang besar itu bukan?"
"Eeee… iya..."
"Lalu, apa yang kau pikirkan setelah melihat payudaranya yang besar itu?" ujar Kushina sembari memajukan wajahnya ke arah Daliman.
"Yang aku pikirkan setelah melihat gumpalan lemak itu...."
"Ya! Kau benar Daliman! Anggap saja dadanya yang besar itu sebagai gumpalan lemak tak berguna, seperti apa yang kau bilang tadi!"
"Tapi, tapi, tapi… kata Mama tidak boleh mengatakan itu kepada dada perempuan?"
"Prettt! Lupakan perkataanku tadi, yang kita bicarakan saat ini itu Mirzani! Ya! Mirzani yang mempunyai dada besar itu! Tante-tante yang genit itu lho! Jadi, Mama tidak keberatan kalau-kalau kau mengatakan bahwa dadanya sebagai gumpalan lemak tak berguna, he he he he..." ujar Kushina dengan pandangan mata sinisnya.
"Tunggu, sepertinya aku mengerti ini. Jangan bilang kalau Mama iri dengan ukuran dada yang dipunyai oleh Tante Mirzani?"
"Apa kau bilang! Mama tidak iri dengan ukuran dadanya Mirzani! Lagi pula dadanya yang besar itu adalah hasil suntikan tahu!"
"Hasil suntikan?"
"Ya! Itu bisa menjadi besar karena di suntik!" Lebih tepatnya disuntik oleh tangan bule-bule yang mesum. Sejujurnya Kustina itu memang iri dengan ukuran payudara Mirzani yang menggunung itu mampu menaklukkan bule-bule ganteng. Makanya, dia saat ini mencoba memberi sugesti kepada Daliman bahwa payudara besar yang dimiliki Mirzani adalah barang palsu hasil suntikan.
Tapi tunggu sebentar, biarkan dia mengoreksi beberapa ingatannya sekilas. Daliman bilang bahwa dia sudah punya orang yang berinisiatif membantunya, yang itu berarti dia sudah bilang permasalahan internalnya kepada orang itu yang tidak lain dan bukan adalah, Mirzani!
Jadi, Mirzani telah mengetahui permasalahan anaknya yang bahkan dirinya sendiri pun tidak mengetahui permasalahan ini! Dan baru ini mengetahuinya! Sialan! Kenapa ia tidak sadar dari awal kalau-kalau Daliman sudah curhat permasalahan ini dengan orang lain. Hampir saja Kustina lengah, jika ia lengah sedikit saja, keperjakaan anak lelaki polosnya pasti akan diambil oleh tante girang seperti Mirzani.
Awas kau Mirzani! Sudah tua saja masih memburu berondong!
"Dengan kata lain, payudaranya yang besar itu adalah barang palsu! Kau jangan sampai tergoda olehnya, Daliman!" ujar Kushina kemudian dengan mengacungkan jari telunjuknya di udara. Memberinya sebuah petuah baru kepada anaknya, agar mengikuti segala nasehatnya.
"Bagaimana mau tergoda, orang aku saja baru tahu sekarang nikmatnya menyentuh dada perempuan." Timpal Daliman dengan menaikkan kedua bahunya.
Sedangkan Kustina, ia terdiam menunduk memainkan telunjuk jarinya dengan wajahnya yang memerah padam.
"La... lalu, apa kau ingin merasakannya lagi?" ujar Kustina masih dengan wajahnya yang memerah malu.
"Apa tidak apa-apa?"
"Tentu saja tidak boleh, o’on!"
"Yaah… ," ucap daliman lesu sambil memainkan jari-jari kakinya untuk mengukir lantai dengan bayangan imajinasinya yang suram.
"Da... Daliman..., kenapa kau jadi murung seperti itu?"
"Itu karena Mama tidak membolehkanku memegang payudara Mama lagi,"
"Yee, mana boleh! Kau mau jadi anak durhaka?!"
"Kalau seperti itu Mama lebih berdurhaka dong?"
Muka Kustina langsung mengkerut bingung.
"Apa maksudmu?"
"Ya, seperti yang Mama tahu. Bukankah sudah seharusnya seorang Ibu mendidik anaknya sendiri?"
Muka Kustina mulai memerah.
"Lalu, apa yang dilakukan Mama kali ini malah justru sebaliknya, tidak mau mendidik anaknya sendiri."
"Daliman..., itu..., masalah ini..., agak berbeda!"
"Sudahlah, lupakan saja perkataanku tadi. Lagi pula memang sudah seharusnya aku meminta bantuan kepada Tante Mirzani."
Kustina langsung menarik tangan Daliman dan mencegahnya untuk berdiri.
"Tunggu Daliman, Mama bisa jelaskan ini,"
"Tidak ada yang perlu dijelaskan. Mama sudah melakukan tugasnya dengan sebaik mungkin, sekarang giliran..."
"Daliman anakku, setidaknya biarkan Mama mengambil nafas dulu!"
"Oh ayolah, Mama. Aku ingin sesegera mungkin menuntaskan rasa penasaran ini!"
Kustina menggigit bibir bawahnya ketika mendengar itu.
"Baiklah…kau ingin merasakan kelembutan nenen lagi bukan?"
Daliman terdiam, dan mulai memperhatikan wajah Ibunya yang sudah semerah tomat.
"Eeeh… apa Mama baik-baik saja?"
Tak perlu jawaban. Dengan tenaga monsternya, Kustina langsung saja melempar meja makan yang membatasi dirinya dengan Daliman.
"Tu... tunggu! Kenapa Mama jadi beringas seperti ini!"
Tanpa terhalang oleh apapun, tubuh Kustina mulai maju mendekati Daliman yang sedang terduduk di kursinya. Hembusan nafasnya mulai memberat seiring dengan keadaan tubuhnya yang kian mendekat ke arah anak laki-lakinya itu.
"Kau ingin mendapatkan bimbingan dariku, 'kan, Daliman Sayang?"
Daliman meneguk ludahnya kasar.
"Apa kau ingin mendapatkan pelajaran spesial dari Mama?" Kustina menjilat bibirnya sensual.
"A... apa yang dimaksud Mama?!"
“Shh.... shhh... tenanglah, jangan menjadi kaku seperti itu." Tangan lentik Kushina mendarat di dada bidang Daliman yang masih terbungkus kaos oblongnya, memutar-mutar tangannya pelan, lalu turun ke bawah....
"TUNGGU! MAMA AKU HANYA BERCANDA!"
"Eh? Apa maksudmu?"
"Hari ini Mama ulang tahun bukan? Makanya aku berniat mengerjai Mama."
Tangan Kustina langsung saja berhenti dari pekerjaannya mengelus gundukan yang Daliman punyai, dan mulai terdiam mematung menatap wajah anaknya yang memerah malu.
"Jadi?"
"Semua itu hanya bercandaan saja! Aku bahkan sudah tahu rasanya meremas payudara, aku juga sudah tahu kenapa juniorku jadi tegak seperti ini! Aku tidak menyangkanya kalau Mama akan berbuat jauh seperti ini, makanya aku harus menghentikan sandiwaraku."
Muka Kustina mulai menggelap.
"Jadi?"
"Ya, selamat ulang tahun, Mama!"
"Ya, terus?"
"Anu.... itu...." Keringat dingin langsung bercucuran di dahi Daliman. Mukanya tambah pucat pasi tatkala melihat wajah ibunya sendiri yang kian mendekat dengan aura kelamnya. Ya Tuhan, tolong kuatkan junior hambamu ini!
"Mama, aku bisa menjelaskan ini lebih..... Aaah!"
Dengan gerakan secepat para ahli bintang porno, Kustina mulai menurunkan celana Daliman dan mulai melahap benda tegak yang perlu di atasinya sekarang.
"TERIMALAH!!!!"
"MAMAAAAAAAAA!"


The End
kalau mau melanjutkan cerita di komentar thread. sangat disambut dengan terbuka.
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd