Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

SHARE Kekaisaran Jomodolo (Tamat)

sabekti2009

Suka Semprot
Daftar
13 May 2024
Post
15
Like diterima
5
Bimabet
Raja Bekti Jomodolo bersandar di atas Lili Matarem, tubuhnya menempel di tubuh Lili. Tangan Raja Bekti menjelajahi kulit lembut dari Lili, merasakan lekuk tubuhnya dan keringat terlihat mengalir di wajahnya. Nafas Lili Matarem mendesah saat jari-jemari Raja Bekti menyentuh ke putingnya yang mengeras, mengoda dan mencubitnya dengan lembut.

"Kali ini, berikan aku anak yang tampan dan kuat," bisiknya di telinga Lili, napasnya terasa panas di kulit Lili.

Lili mengerang, pinggulnya terangkat untuk bertemu pinggul Raja Bekti Jomdolo. "Hmm, ah, sebentar oh...ya, Rajaku, kali ini aku akan membuatmu...Ah...senang," jawabnya, suaranya serak karena hasrat.

Mereka berdua melakukan french kiss, lidah mereka berdua berduel dan menjelajah. Raja Bekti Jomodolo tidak akan pernah puas dengan seleranya, sentuhannya, aromanya...

Di dalam keheningan kamar mandi istana yang megah, Raja bekti Jomodolo dan Lili Matarem tenggelam dalam percakapan yang intens. Air hangat mengalir di atas kulit mereka, namun pikiran Kaisar Bekti terganggu oleh pertahanan yang tampaknya tak tergoyahkan dari Kerajaan Sondau. "Sial, tidak bisakah aku menembus pertahanan kerajaan Sondau kali ini?" gumamnya dengan frustasi.

Lili Matarem, dengan sabar dan pengertian, membalas. "Sabar rajaku, engkau yang sebelumnya adalah jendral di kerajaan Matarem ini pasti bisa mencari solusinya." Namun, kata-katanya hanya menambah bara pada amarah Raja Bekti. "Jika bukan karena Ayahmu yang sebelumnya berusaha melenyapkanku karena cemburu dengan prestasi militerku, huft... masih untung aku hanya mengasingkannya." ucap Raja Bekti dengan nada kesal.

Lili Matarem, dengan suara yang lembut namun tegas, memotong, "Cukup, Aku menghargai dan berterima kasih atas itu... aku menikah denganmu bukan karena takut tapi karena mencintaimu."

kaisar menatap Lili Matarem, dan dalam sekejap, semua kekesalan itu lenyap. Mereka berdua tahu bahwa perang bukan hanya tentang kekuatan, tapi juga tentang strategi. Raja Bekti menyadari bahwa kuantitas bisa mengalahkan kualitas. "Kita harus memobilisasi dan merestruktur ulang serta memperkuat jumlah pasukan kita dan menggunakan kekuatan itu untuk mengepung Sondau dari segala arah. Seperti air yang mengalir, kita akan menemukan celah terkecil dan menggunakannya untuk membanjiri pertahanan mereka." ucap Raja Bekti dengan tekad baru.

Kemudian Lili Matarem berbicara "Jika langkah itu yang Raja ambil bukankah akan menambah jumlah supply makanan dan menambah anggaran militer?"

Raja Bekti membalas "Setelah menaklukan Kerajaan Sondau kita bisa memikirkannya, jika tidak dilakukan aku akan menunggu 10 tahun lagi, jika peperangan ini mengalami kemunduran"


---

Di medan perang yang penuh dengan asap dan teriakan, Yessi Sondau, putri dari kerajaan Sondau, berada di antara tenda-tenda medis, merawat prajurit yang terluka. Wajahnya yang pucat mencerminkan kekhawatiran yang mendalam. Stok perban bersih menipis, dan jumlah korban terus bertambah.

Tiba-tiba, seseorang pelayan mendekatinya dengan terengah-engah, membawa kabar yang mengejutkan. "Yang Mulia, saya punya kabar. Kerajaan kita telah menyerah." Dalam proses perundingan, Kaisar Bekti menunjuk penasehat kepercayaanya bernama Perdana Menteri untuk melakukan negosiasi dengan Kerajaan Sondau. Setelah itu, Kerajaan sondau dan Matarem telah setuju untuk bersatu menjadi Kekaisaran Jomodolo, sebuah keputusan yang akan mengubah nasib kedua bangsa.

Dengan bersatunya dua kerajaan yang bersejarah, Kekaisaran Jomodolo mempersiapkan sebuah perayaan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Perkawinan antara Kaisar Bekti Jomodolo dan Putri Yessi Sondau akan menjadi simbol dari persatuan dan kekuatan baru yang akan membawa kedamaian dan kemakmuran bagi rakyatnya.

Di tengah kebun istana yang hijau, di bawah naungan pohon-pohon tua yang rindang, sebuah upacara pernikahan yang sederhana namun penuh makna diselenggarakan. Tidak ada panggung megah atau dekorasi yang berlebih, mengingat pasca-penaklukan, Kaisar Bekti harus berhemat.

Yessi Sondau terpaku, hatinya tenggelam dalam keputusasaan. Dia tahu bahwa hari ini akan tiba, namun kenyataan itu tetap sulit diterima. Dia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. Namun, dalam hatinya, amarah dan kebingungan bercampur menjadi satu. Bagaimana mungkin kerajaannya, yang telah membeli senjata musket terbaru dan mengadopsi taktik militer gaya barat , bisa kalah begitu cepat?

Pada saat itulah, Kaisar Bekti Jomodolo mendekatinya dengan senyuman yang menenangkan. "Hey cantik, apakah anda tidak penasaran bagaimana kerajaan Sondaumu takluk?" tanyanya dengan lembut, Yessi Sondau, meskipun hatinya terluka, tidak bisa menahan rasa kagumnya terhadap strategi yang telah dilakukan Kaisar. Yessi Sondau menyadari bahwa pengorbanan yang telah dibuat oleh prajurit dan kesatrianya tidak akan sia-sia.

Pernikahan ini, meskipun sederhana, menjadi simbol dari komitmen Kaisar Bekti Jomodolo dan Yessi Sondau untuk memprioritaskan kesejahteraan rakyatnya. Mereka berdua berjanji untuk bekerja keras dalam memulihkan kekaisaran dari dampak perang, dan memastikan bahwa setiap keputusan yang diambil akan membawa kebaikan bagi seluruh rakyat Jomodolo.


---

Lima tahun telah berlalu sejak penyatuan dua kerajaan yang hebat, dan kini, di tengah-tengah pesta kekaisaran yang meriah, Kaisar Bekti Jomodolo mengumumkan Permaisuri barunya Yessi Sondau, kepada rakyat dan bangsawan. Suasana penuh dengan tawa dan music gamelan perpaduan antara Matarem-Sondau, setiap tamu undangan membawa hadiah dari kerajaan mereka masing-masing, namun satu hadiah menarik perhatian lebih dari yang lain.

Seorang tamu asing dari negeri yang jauh, Vanetia, memberikan hadiah yang belum pernah dilihat sebelumnya. Dengan penuh rasa ingin tahu, Kaisar Bekti mendekati tamu tersebut yang memperkenalkan dirinya dengan kata-kata yang asing, "Jomodolo Impperatori potentissimo et potentissimo, Marcopolonix nomen meum, qui Vanetia venit." Para hadirin, termasuk Kaisar Bekti, terdiam dalam kebingungan mendegar bahasa yang tidak mereka mengerti.

Namun, Permaisuri Yessi Sondau, dengan kecerdasann dan pengetahuannya yang luas, segera memahami ucapan Marcopolonix dan mulai berkomunikasi dengannya. Kaisar Bekti, yang menyaksikan interaksi ini, merasa takjub dan bangga dengan kemampuan Permaisurinya, namu segera menyadari bahwa dia telah melupakan sesuatu yang penting yaitu hadiah dari Marcopolonix.

Dengan rasa ingin tahu yang besar, Kaisar menyela percakapan mereka, "Tunggu sebentar bisakah Permaisuri mengartikan ucapan dan benda apa yang sangat berkilau dan berdetak aneh itu?" Yessi Sondau, dengan tenang, menjawab, "Kami berdua membahas tentang bisnis dagang rempah-rempah. Utusan tersebut bermaksud menndirikan benteng kecil di Pasurungan untuk keamanan bisnisnya. Soal hadiah itu, bernama Jam Waktu yang memberitahu kita waktu yang tepat."


---

Kesabaran Lili Matarem sudah di ambang puncak melihat kemesraan antara Bekti Jomodolo dan Yessi Sondau baik di istana maupun di ranjang. Meskipun Lili Matarem diizinkan untuk tetap berada diistana karena jasa dan pengorbanannya serta menganugrahi Anda 3 Putri cantik jelita. Ketika urusan negara sudah selesai malam pun datang.

"Ratuku," katamu, suaramu rendah dan penuh nafsu. "Aku ingin mencicipi setiap inci tubuhmu." Yessi dan Lili sama-sama membalas "Ratu yang mana? HeH"

Yessi dan Lili bertukar pandang, seringai muncul di sudut bibir mereka. Mereka tahu apa yang akan terjadi, dan mereka lebih dari siap untuk itu.

Pertama, giliran Yessi. Dia berlutut di depan Anda, matanya tidak pernah lepas dari mata Anda saat dia meraih penis Anda. Dia melingkarkan tangannya di sekeliling tubuhmu, memberikan beberapa pukulan eksperimental sebelum dia mencondongkan tubuh dan memasukkanmu ke dalam mulutnya.

Kaisar Bekti mengerang pelan saat dia mulai melakukan Fellatio, bibir dan lidahnya dengan ahli memuja penis Kaisar. Anda bisa merasakan setiap inci tubuhnya, kehangatan mulutnya, cara dia menghisap dan menjilat serta menggoda Kaisar hingga ke ambang kegilaan.

Tapi kemudian, giliran Lili. Dia mendorong Yessi ke samping dan mengambil tempatnya, bibirnya sendiri melingkari penismu dan lidahnya berputar-putar di sekitar ujung penismu. Perbedaannya terlihat pada teknik mereka, Yessi lebih tegas dan lugas, Lili lebih halus dan menggoda. Tapi keduanya membuat Anda liar, dan Anda bisa merasakan klimaks terbentuk di dalam diri Anda.

Kaisar Bekti mundur, penis Kaisar berkilau karena air liur mereka. "Giliranku," ucap Kaisar, dan Yessi serta Lili sama-sama tersenyum, tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Kaisar Bekti Jomodolo meraih Yessi terlebih dahulu, menariknya berdiri dan menciumnya dalam-dalam, lidahmu saling bertautan dan tanganmu menjelajahi tubuhnya. Kaisar dapat merasakan putingnya mengeras karena sentuhan Kaisar, dan Kaisar tidak dapat menahan keinginan untuk meraih dan meremasnya.

"Brengsek," rintih Yessi, kepalanya tertunduk ke belakang sambil terus menggoda payudaranya. “Iya Kaisar Bekti, begitu saja.”

Tapi kemudian, kamu mengalihkan perhatian Kaisar Bekti ke Lili, yang sedang memperhatikan kalian berdua dengan tatapan lapar di matanya. Kaisar menariknya mendekat, tangan Kaisar menyentuh pantatnya saat Kaisar menciumnya dalam-dalam, lidah Kaisar menari bersama dalam pelukan penuh gairah.

"Brengsek, aku akan cum," erang Kaisar, dorongan antara suami istri tersebut menjadi semakin tidak menentu saat kamu kehilangan kendali.

"Lakukan," erang Yessi, jari-jarinya masih menggerakkan klitorisnya. “Cum untuk kita, Kaisar Bekti.”

Dan kemudian, dengan satu dorongan terakhir, Kaisar berhasil. Anda merasakan diri Anda meledak di dalam diri Lili, air mani Anda memenuhi dirinya saat dia berteriak kegirangan. Yessi cums juga, orgasmenya sendiri mengguncang tubuhnya saat dia ambruk ke tempat tidur di sampingmu.

mereka bertiga berbaring di sana, terengah-engah dan kehabisan tenaga, tubuh kalian saling menempel dalam tumpukan keringat dan kepuasan. Dan saat Kaisar Bekti Jomodolo mengatur napas, Kaisar tidak bisa menahan senyum, merasa lebih terhubung dengan kedua wanita ini daripada sebelumnya.

"Itu luar biasa," katamu, suara Kaisar rendah dan penuh emosi.

"Ya, benar," Yessi mengiyakan, tangannya meraih tangan Kaisar.

"Saya tidak sabar untuk melakukannya lagi," tambah Lili, suaranya dipenuhi rasa takjub dan gembira.


---

Di kediaman yang tersembunyi, Perdana Menteri menerima surat yang membuat jantungnya berdebar. Petani di wilayah Pasurungan telah memberontak, sebuah pemberontakan yang bisa menggoyahkan fondasi Kekaisaran Jomodolo. Namun, alih-alih melapor kepada Kaisar Bekti Jomodolo, ia segera bertemu dengan mata-mata kepercayaan Lili Matarem. Dalam keheningan hutan yang dingin, mereka berdua merencanakan langkah selanjutnya.

"Jangan gegabah dengan rencana Restorasi faksi Matarem," intruksi Perdana Menteri itu tegas. Mata-mata itu mengangguk, memahami betul beratnya tugas yang diembannya, lalu pergi meninggalkan Perdana Menteri yang menatap rembulan, berbisik, "Oh maafkan aku, Permaisuri Yessi... Anda memang pintar dalam urusan dagang tapi tidak dengan politik."

Seminggu kemudian, Kaisar Bekti Jomodolo bersiap untuk menumpas pemberontakan petani. Dua ribu kaveleri dan enam ribu pasukan berbaris, siap atas perintahnya. Sebelum berangkat, ia berpamitan dengan Permaisuri Yessi, mencium keningnya lembut dan berbisik, "Tunggu aku dengan sabar, empat bulan ini pemberontakan pasti berakhir." Permaisuri Yessi, dengan wajah yang berbinar, membalas, "Aku percaya padamu, Kaisar. Tapi sebelum itu, bukankah sebaiknya Anda meminta bantuan dari Vanetia?" Kaisar hanya bisa memberikan kecupan hangat di bibirnya, lalu berpamitan dengan Putra Mahkota yang masih berusia tiga tahun.

Untuk memastikan keselamatan Permaisuri Yessi Sondau dan Putra Mahkota, Kaisar Bekti menulis surat rahasia kepada kesatria dari Divisi Telik Sandi untuk mendukung Komandan Latupono, kesatria setia yang menjaga Permaisuri Yessi Sondau.

Komandan Latupono, seorang kesatria berusia 42 tahun dari Divisi Jawara, memiliki reputasi yang memukau dalam urusan keamanan dan pertahanan kota. Dia adalah penjaga setia Yessi Sondau.

Malam itu, Lili Matarem bersiap untuk langkah besar. Restorasi faksi Matarem akan dimulai, sebuah langkah yang akan mengubah kekuatan politik jangka panjang di dalam Kekaisaran. Dia siap mengorbankan segalanya, termasuk harga dirinya, demi faksi Matarem.

Di istana, kekacauan berderu di telinga Permaisuri Yessi Sondau. Putra Mahkota hilang, dan kepanikan menguasai pikirannya. Tiba-tiba pintu terbuka memperlihatakan Lili Matarem yang wajahnya dipenuhi kekhawatiran. "Cepatlah, Permaisuri Yessi, kita harus segera mengungsi, Putra Mahkota aman, ikutlah denganku ke tempat aman," desak Lili.

Tanpa ragu, Pemaisuri Yessi mengikuti Lili ke tempat yang aman, meninggalkan kekacauan di belakang.

Di luar istana Komandan Latupono dan pasukannya berhadapan dengan penyerang misterius berpakaian hitam. "Siapa kalian, mengapa berani menyerang istana?" teriak Latupono.

Penyerang itu hanya menjawab dengan suara dingin, "うるさい、黙って早く死ね、この野郎"

Komandan Latupono, Kesatria dari Divisi Jawara, dengan mata yang menyala, memberi isyarat kepada pasukannya. "Jangan biarkan mereka mendekat! Lindungi istana dengan nyawa kalian!" Perintahnya bergema, dan pasukan Jawara bersiap untuk pertempuran yang akan menentukan nasib Kekaisaran Jomodolo.

Di tengah kekacauan yang menggema, Komandan Latupono dan pasukannya berdiri teguh. Mereka adalah benteng terakhhir yang melindungi istana dari serangan misterius. Dengan mata yang tajam dan gerakan yang terlatih, mereka menghadapi penyerang berpakaian hitam yang hanya berbicara dalam bahasa asing dan nada yang kasar di telinga mereka.

"Kita tidak akan menyerah," teriak Latupono, suaranya mengatasi deru angin malam. "Prajurit istana bentuk formasi bersama, dan kita akan melindungi tanah ini hingga akhir!"

Penyerang berpakaian hitam itu menyerbu dengan kecepatan yang mengejutkan, tapi Kesatria dari Divisi Jawara tidak gentar. Mereka bertarung dengan keberanian yang tak tergoyahkan, selain menyerang dengan golok, mereka mengkombinasikan dengan pukulan dan tendangan. Menunjukkan bukti dari latihan dan dedikasi Kesatria dari Divisi Jawara.

Komandan Latupono Kesatria dari Divisi Jawara, yang berjumlah 86, mampu mengimbangi pasukan berpakaian hitam. Kesatria dari Divisi Jawara harus memutar otak untuk mencover dan melindungi pasukan garnisun di istana. Strategi dan Komando dari Komandan Latupono menjadi penentu dalam pertempuran ini.


---


Malam itu, langkah kaki Permaisuri Yessi Sondau dan Lili Matarem menari bersama irama malam, mengiringi simfoni jangkrik dan cahaya kunang-kunang yang berkelip. "Bukankah ini sangat indah, Permaisuri Yessi?" canda Lili dengan senyum merekah. "Iya, pemandangan alam di malam ini sungguh indah," jawab Permaisuri Yessi, matanya berbinar menatap keindahan yang terhampar di depannya.

Mereka berdua tertawa, melupakan sejenak kekacauan yang terjadi di istana. Tawa mereka bergema, seolah menjadi bagian dari alam itu sendiri. "Lihatlah kunang-kunang itu, Permaisuri Yessi," kata Lili sambil menunjuk ke arah semak-semak di mana cahaya-cahaya kecil itu berdansa. "Mereka seperti bintang yang turun ke bumi, ya?" Lili matarem sambil melihat ke wajah Permaisuri Yessi dengan riang gembira.

Permaisuri Yessi mengangguk, tersenyum lebar. "Ya mereka seperti permata yang berkelip di kegelapan malam." Namun, senyumnya perlahan memudar, diganti oleh kerutan di dahinya. "Tunggu, Selir Lili... sebaiknya kita istirahat dulu. Dan mengapa kamu terus membawaku jauh dari jalan menuju desa terdekat? Bukankah lebih baik kita mencari kuda?"

Lili Matarem menoleh, matanya masih tenang. "Kita hampir samp..." katanya, mencoba menenangkan Permaisuri Yessi Sondau yang mulai curiga. Namun, sebelum dia bisa menyelesaikan kalimatnya, sebuah anak panah melesat dan menghujam punggungnya, Lili terjatuh dengan tiba-tiiba.

Permaisurii Yessi Sondau, dengan cepat berlutut di sampingnya, mencoba membangunkannya. "Sadarlah, Selir Lili! Kalau tidak, kita berdua akan mati di tempat ini," desaknya suara penuh kepanikan. Namun, Lili Matarem tidak merespon, tubuhnya lemas tak berdaya.

Dengan mata yang melebar karena ketakutan, Permaisuri Yessi Sondau menoleh ke depan dan melihat sosok yang tidak asing baginya "Apakah Anda tidak punya hati? Ini putri Anda sendiri!" teriaknya, amarah dan ketakutan bercampur menjadi satu. "Ternyata rumor tentang Raja Matarem sebelumnya memang benar..."


---

Kekacauan masih terjadi di dalam maupun luar istana. pertempuran sengit berdarah antara pasukan Divisi Jawara yang dipimpin Komandan Latupono melawan Pasukan misterius. Pertempuran yang semula tampak tidak seimbang kini berubah arah dengan kedatangan Kesatria dari Divisi Telik Sandi. "Komandan kami datang untuk membantu" Kesatria Divisi telik sandi berjumlah kurang lebih 113. Melihat bala bantuan tambahan itu Latupono sangat lega.

Pertempuran berdarah itu berlangsung sengit, namun akhirnya, setelah lebih dari satu jam pertarungan, kemenangan berpihak pada Kekaisaran Jomodolo.

"Bajingan siapa sebenarnya orang-orang yang berpakaian serba hitam ini?" tanya Latupono dengan nada berwibawa saat ia membuka penutup wajah salah satu penyerang. Para prajurit yang menyaksikan mengira mereka berasal dari Mingxi, namun seorang Kesatria dari Divisi Telik Sandi berkata, "Aku rasa ini orang-orang dari Koloni Selatan Silla, bukan?" mereka semua yang ada disitu saling menatap.

Latupono, sambil mendengarkan lapooran dari ajudannya, memberitan intruksi dengan suara yang tegas, "Cari tahu keberadaan Perdana Menteri. Apakah dia juga terlibat dalam konspirasi ini?"
Kekhawatiran menggelayuti pikirannya, saat membawa pesan tiba dengan berita yang lebih mengkhawatirkan. "Komandan, Permaisuri Yessi dan Selir Lili tidak berhasil mencapai tempat aman."

Ajudannya segera melapor, "Lapor Komandan Latupono, dari pasukan garnisun, kita memiliki 210 prajurit yang masih bertahan, dan korban yang jatuh..." Suaranya bergetar saat menyampaikan jumlah korban yang tidak sedikit.

Memahami situasi yang genting tanpa ragu, Komandan Latupono memerintahkan, "Siapkan kuda terbaik kita. Kita harus segera menemukan Permaisuri Yessi dan Selir Lili. Kita tidak punya waktu untuk berduka."


----

Kembali ditempat Permaisuri Yessi Sondau dan Lili Matarem yang terbujur tak sadarkan diri tapi masih bernapas berada... dengan sombongnya raja Matarem sebelumnya berkata "Aku Garung Gula raja Matarem yang sah tidak rela jika faksiku mencium kaki dari faksi Sondau anda permaisuri Yessi" saat langkah kakinya mulai mendekati Permaisuri Yessi dan Lili yang tak berdaya... tiba-tiba terdengar suara Perdana Menteri "Sudah cukup Sahabat lamaku GARNA" dengan dikawal 3400 pasukan. tanpa berpikir lama tabib segera mengevakuasi Permaisuri Yessi dan mengobati Lili di tempat aman.

Garung Gula hanya tertawa sinis, “Aku adalah raja. Aku berhak melakukan apa saja demi kekuasaanku.” Perdana Menteri menghela nafas panjang, “Kekuasaan bukanlah segalanya, Garna. Kau telah melupakan hal itu.”

Perdana Menteri yang melihat Garung Gula merasa kasian dan berucap "Lihat dirimu Garna kamu saja tidak mempunyai pasukan terlebih baru saja kamu melesatkan anak panah pada putrimu sendiri Lili Matarem"

Saat itu, Perdana Menteri dan pasukannya merasa sangat yakin bahwa mereka akan dapat menangkap Garung Gula dengan mudah. Namun, mereka tidak mengetahui bahwa Garung Gula telah mencapai tingkat petapa dan telah menguasai ilmu kanuragan Gelap Ngampar. Garung Gula kemudian mengangkat tangannya ke udara dan berteriak, “Gelap Ngampar!” Tiba-tiba, langit menjadi gelap dan petir menyambar ke arah pasukan Perdana Menteri. Dalam sekejap, seluruh pasukan Perdana Menteri roboh dan tidak berdaya.

---

di lain tempat sekarang... Pusat markas Divisi Telik Sandi di Truwollan yang merupakan bekas ibukota Kerajaan Matarem. setelah melakukan investigasi mendalam, Kesatria dari Divisi Telik Sandi berhasil mengungkapkan identitas penyerang misterius tersebut. Mereka ternyata berasal dari Shatsumi, sebuah daerah terisolasi yang jarang diketahui orang. Yang lebih mengejutkan lagi, otak di balik serangan ini adalah Vanetia, yang ternyata telah menyewa pembunuh bayaran untuk melakukan serangan ini. "Akhirnya cepat kawan-kawan segera kirim pesan ke Komandan Latupono untuk menginformasikan hal ini"

Sementara itu, di sebuah tempat yang berbeda Komandan Latupono sedang mencari keberadaan Perdana Menteri yang di duga sudah mengamankan Permaisuri Yessi dan Lili Matarem. Komandan Latupono dan para Kesatria dari Divisi Telik Sandi dan Jawara, melihat awan gelap dilangit dan segera menyadari sesuatu. salah satu ajudannya mulai mendekat dengan kudanya mengatakan "Komandan bukankah itu Cokro yang tidak asing?" sambil melihat langit yang menghitam.

Para bawahan yang sama-sama menaiki kuda, termasuk Latupono sendiri, setuju akan hal itu dan berkata, “Mari kita selidiki aliran Cokro itu. Perasaanku ini mengingatkan dengan Raja yang telah jatuh, yaitu Garung Gula." Saat Latupono masih muda saat berperang melawan Kerajaan Matarem 23 tahun yang lalu di dekat perbatasan Ngayoharta.

Komandan Latupono tiba-tiba menyadari sesuatu dari belakangnya dan memberi perintah, “Berhenti, informan dari Truwollan ada di belakang kita.” Mereka segera menghentikan kuda mereka dan berbalik untuk menyambut informan tersebut.

Informan itu memberikan pesan penting, “Jangan percaya dengan Selir Lili Matarem.” Pesan itu membuat Latupono terkejut, tetapi dia tahu bahwa dia harus tetap tenang dan bijaksana dalam mengambil keputusan.

“Vanetia…,” gumam Latupono, “Saya tidak pernah menyangka mereka akan sejauh ini.” Dia tahu bahwa ini bukan lagi sekadar pertempuran, tetapi perang yang harus dia menangkan demi keamanan kekaisaran Jomodolo. Dia bersumpah akan membawa Vanetia ke pengadilan dan memastikan bahwa keadilan akan ditegakkan.

Dengan pesan tersebut, Latupono menjadi lebih waspada dan siap untuk menghadapi apa pun yang akan datang. Dia tahu bahwa perjuangan ini tidak akan mudah, tetapi dia siap untuk melindungi kekaisaran Jomodolo dan rakyatnya. Dia juga berjanji pada dirinya sendiri bahwa dia akan mencari tahu lebih banyak tentang Selir Lili Matarem dan alasan mengapa selir Lili tidak boleh dipercaya.

---

Setelah menerima pesan dari informan, Komandan Latupono dan pasukanya bergerak dengan hati-hati menuju arah awan gelap. Mereka berharap untuk menemukan Permaisuri Yessi Sondau dan Selir Lili Matarem serta mengetahui nasib Perdana Menteri dan pasukannya.

Setelah beberapa jam perjalanan, mereka akhirnya tiba di lokasi yang ditunjukkan oleh awan gelap. Di sana, mereka menemukan tenda medis tempat Permaisuri Yessi Sondau dan Selir Lili Matarem dirawat. "Tabib apakah kondisi Lili sudah stabil?" tanya Permaisuri Yessi, kemudian tabib membalas "dibutuhkan waktu 8 bulan atau 1 tahun dan untungnya Yang Mu eh maaf maksud saya Selir Lili beruntung anak panah tidak mengenai tulang belakangnya Permaisuri Yessi"

"Tabib cepat ceritakan dimana Putra Mahkota dan hentikan sandiwara ini jujurlah, kalau tidak Golok ini menancap ke lehermu" ucap Komandan Latupono dengan nada serius"

"Ampun komandan, orang rendahan ini juga dari tanah Sondau kami semua hanya mengikuti perintah Perdana Menteri" setelah bersujud tabib itu melirik ke arah Sellir Lili.

Kesatria dari Divisi Telik Sandi yang sebelumnya mencari tau keberadaan Perdana Menteri akhirnya datang "Lapor Komandan Latupono sepertinya pasukan Perdana Menteri kini melawan Paduka raja matarem yang terasing Garung Gula."

"ini akan menjadi pertarungan yang panjang... Pasukan Kekaisaran apakah kalian sudah siap?" ucap Latupono memberikan semangat sebelum bertempur dan memerintahkan untuk semua yang ada di tenda tersebut untuk di bawa ke Truwollan untuk di interogasi kecuali Permaisuri Yessi Sondau dan Lili Matarem yang masih tidak sadarkan diri.

Tanpa membuang waktu lagi, Komandan Latupono memerintahkan pasukanya menyerang secara terpisah saat menghadapi Garung Gula.

Saat mereka tiba di lokasi pertempuran, mereka melihat Garung Gula yang tampak kelelahan tapi masih berusaha melawan. Sementara itu, salah satu pasukan Perdana Menteri memberikan informasi "kami masih tidak percaya pasukan kami dari 3400 sekarang hanya tersisa kurang lebih 1360 komandan laporan sele..." Komandan Latupono memberikan penghormatan terakhir dengan kesedihan dan amarah, tentara yang memberikan laporan kepadanya akhirnya gugur.

Garung Gula, meski tampak lelah, masih berusaha melawan. Senjata yang dia bawa bukanlah pedang, melainkan anak panah. Setiap kali dia melesatkan anak panah, jalur yang dituju memiliki kekuatan cokro yang tidak stabil, membuat pasukan yang berada di jalurnya terhempas. Namun, yang mati hanyalah mereka yang terkena anak panah, sedangkan yang terhempas hanya mengalami luka ringan.

Setelah anak panahnya habis, Garung Gula kemudian memakai pecut yang terbuat dari rotan dibalut kulit sapi. Dia melancarkan serangan demi serangan, berusaha menghentikan pasukan Latupono.

Melihat ini, Komandan Latupono dan pasukannya memutuskan untuk menggunakan tangan kosong. Mereka tahu bahwa pedang mereka tampaknya tidak mempan terhadap Garung Gula. Mereka berusaha menghindari serangan-serangan Garung Gula dan melancarkan serangan balik.

Di tengah pertempuran yang sengit, Latupono tiba-tiba berteriak, "Tombak sekarang!" dari arah belakang Garung Gula, belum sempat dia melihat kebelakang secara mengejutkan terdengar bunyi nyaring dari arah kanan Dor!! dan kiri Dor!! Garung Gula, "Selamat datang di Era baru" kedua kesatria dari Divisi Telik Sandi mereka berdua saat menyadari aliran cokro Garung Gula sudah dikunci oleh Komandan Latupono, mereka bersama-sama menembakkan musket type-1777.

"ARgggg" erang Garung Gula.

Namun, Garung Gula tidak menyerah begitu saja. Dengan tekad terakhirnya, dia mencoba menghindari tusukan-tusukan tombak. Namun, sayangnya, takdir telah memutuskan. Tombak-tombak itu menembus tubuhnya, dan dia jatuh ke tanah dengan tenaga yang semakin melemah. Garung Gula Raja Matarem yang terasing, akhirnya mengembuskan napas terakhirnya.


---

1 Minggu kemudian Ujung Galuh ibukota Kekaisaran Jomodolo, Lili Matarem akhirnya membuka mata, tersadar.

"Selir Lili akhirnya kamu bangun" ucap permaisuri Yessi dengan didampingi oleh Putra Mahkota sambil terseyum.

"Iya Permaisuri dan Syukurlah Putra Mahkota baik-baik saja" balas Lili Matarem.

"Aku percaya padamu Lili" setelah itu Permaisuri Yessi menunjukan surat Perdana Menteri kepada Lili Matarem. melihat itu Lili Matarem hanya tersenyum mengingat malam saat membuka pesan dari Perdana Menteri.


Surat Kepada Yang Mulia Lili Matarem, Putra Mahkota Kekaisaran Jomodolo
Dengan hormat,

Kami, para penasihat dan pejabat tinggi Kekaisaran Jomodolo, dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab, ingin menyampaikan pesan ini kepada Yang Mulia. Penyatuan yang kita upayakan saat ini adalah langkah besar menuju kestabilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Jomodolo.

Namun, dalam perjalanan menuju tujuan mulia ini, kita dihadapkan pada tantangan yang kompleks. Keamanan Putra Mahkota menjadi prioritas utama. Kita tidak boleh lengah dan harus berhati-hati dalam memilih siapa yang kita percayai. Intrik dan ambisi pribadi dapat mengancam stabilitas dan keutuhan kekaisaran. Malam hari telah menjadi waktu yang rawan, dan pihak Vanetia mungkin akan melancarkan serangan. Kita harus waspada dan siap menghadapi ancaman ini.

Kami memahami bahwa status Anda saat ini mungkin menjadi perbincangan di antara para bangsawan dan faksi Sondau di istana. Namun, kami mengharapkan agar Anda tidak mempermasalahkan hal ini. Kekaisaran Jomodolo memerlukan kebersamaan dan soolidaritas dari semua pihak. Kita harus bersatu demi masa depan yang lebih baik.

Status Lili Matarem sebagai selir tidak mengurangi peran dan pengaruh Anda. Anda memiliki kebijaksanaan dan keberanian yang diperlukan untuk membantu memimpin Kekaisaran. Sementara itu, Permaisuri Yessi Sondau, sebagai ibu dari Putra Mahkota, memiliki tanggung jawab besar dalam membimbing dan mendukung penerus tahta.

Sebagai Perdana Menteri, saya berjanji akan selalu mendukung faksi Matarem. Bersama-sama, kita akan menjaga kestabilan, memperkuat pertahanan, dan memajukan kesejahteraan rakyat. Harap bersabar, Yang Mulia. Kita berada di jalur yang benar, dan keberanian serta kesetiaan Anda akan membawa kita menuju kejayaan Kekaisaran Jomodolo.

Hormat kami,

Perdana Menteri Kekaisaran Jomodolo.



---


Setelah tabib datang berkata, "Permaisuri Yessi dan Yang Mulia putra mahkota, untuk sekarang Selir Lili harus istirahat untuk perawatan," mereka berdua meninggalkan kamar dengan langkah yang berat. Udara di dalam ruangan itu terasa lebih dingin, dan suasana menjadi tegang.

Beberapa menit kemudian, pintu terbuka dan masuklah Komandan Latupono, Kesatria dari Divisi Jawara. Matanya yang tajam menatap langsung ke arah Lili Matarem yang terbaring lemah di tempat tidur. "Sudah cukup permainanmu, Selir Lili. Cepat jawab, apa tujuan Anda memanggil saya?" tanyanya dengan suara berat.

Lili Matarem, meskipun terbaring, memiliki aura yang tidak bisa diabaikan. Dia memberikan senyum licik kepada Latupono dan menjawab dengan suara yang hampir tidak terdengar, "Kemarilah, berbisik kepadanya, 'Sebaiknya Anda melihat gaya hidup bangsawan Wirasaba daripada harus mencurigai saya" dengan napas terengah-engah melanjutkan kembali ucapannya "Wirasaba memiliki rahasia, mulailah dengan menelusuri jejak kekayaannya yang tak masuk akal."

Ketika Latupono meninggalkan kamar Lili Matarem, pikirannya dipenuhi dengan kecurigaan dan tekad. Dia tahu bahwa tugas berat menanti dan dia harus bertidak cepat untuk memastikan kebenaran dibalik kata-kata Lili Matarem.

Satu bulan berselang di sebuah pelabuhan dii Sondau Kalapa, Suasana pesta pernikahan anak bangsawan Wirasaba penuh dengan tawa dan nyanyian. Namun, di balik keramaian, ada mata-mata yang mengawasi, menunggu saat yang tepat untuk bertindak.

Wirasaba mengangkat gelasnya untuk berbicara, suara mergema di atas keramaian, "Nah, hadirin yang saya muliakan, malam ini terima kasih telah menghadiri pesta pernikahan putra ke-2 ku. Aku berharap pesta ini bisa berlangsung meriah HA HA HA HA... Tapi ingat, kebahagiaan ini dibeli dengan harga yang pantas. Dan bagi mereka yang berani menghalangi, mereka akan merasakan betapa beratnya konsekuensi yang harus dihadapi."

Kesatria dari Divisi Telik Sandi bernama Ranggawuni, yang telah menyamar sebagai salah satu tamu, maju ke depan dengan langkah pasti. "Bangsawan Wirasaba," katanya dengan suara yang menggema, "cepat ikutlah dengan kami. Kamu ditangkap atas dugaan korupsi yang menyebabkan pemberontakan di Pasurungan."

Kerumunan tamu terdiam, dan terkejut dengan pengumuman tersebut. Putra Wirasaba, yang baru saja menikah, berdiri dengan rasa tidak percaya. Insiden ini akan menjadi titik balik dalam sejarah Kekaisaran Jomodolo, sebuah momen yang akan dikenang sebagai penumpasan 'Tikus di Kekaisaran Jomodolo.'

---


Di Kastil Nerva, Pasurungan, para pemimpin Vanetia berkumpul dalam keadaan darurat. Cahaya lilin berkelap-kelip di dinding batu yang kokoh, menciptakan bayangan yang menari-nari seiring dengan ketegangan yang terasa di udara. Sparax Nerva, dengan wajah serius, memandang para bawahannya yang duduk di sekeliling meja bundar.

“Suspicabar hoc Imperium expansioni nostrae resistere,” ucap Sparax Nerva, suaranya mengema di ruangan tersebut.

“Dux Sparax Nerva, fortasse auxilium a gentibus orientalibus petere debemus, ut coloniis meridionalibus Sillae?” jawab bawahannya dengan gugup

Seseorang bawahannya bangkit berdiri, wajahnya pucat, “Minime, hic manere debemus"

"Spero auxilia a patria nostra bellum hanc confecturam esse, etiamsi capita nostra a Jomodolo Imperio in pretium praecisa sunt.” Sparax Nerva berucap dengan nada putus asa.


---

Kaisar Bekti Jomodolo berdiri tegak di atas bukit, memandangi lautan manusia yang bergerak seperti ombak di bawahnya. Mereka adalah petani yang memberontak, menyerang dengan semangat namun tanpa koordinasi, seperti badai yang mengamuk.

"Ini lebih mudah dari yang kubayangkan tapi entah mengapa belum ada pergerakan dari Vanetia" ucap Kaisar Bekti Jomodolo

Namun, di tengah kekacauan muncul seorang pria dari Vanetia, Sparax Nerva. Dia datang untuk membantu petani, membimbing mereka melalui penerjemah yang dia sewa. Dia membawa mereka ke kastilnya yang masih berada di wilayah Pasurungan, memberikan mereka perlindungan sementara dan strategis.

Interaksi antara Kaisar Bekti Jomodolo dan Sparax Nerva tidak bisa dihindari. Mereka bertemu di medan perang, mata mereka saling bertatapan. Kaisar Bekti, dengan murah senyumnya, berbicara "Kau telah mengacaukan tanahku, Nerva. Aku pastikan setelah membawamu ke pengadilan, kepalamu berada ditanganku dan mengajukan tuntutan ke negerimu atas pembayaran sebagai ganti rugi"

Nerva tersenyum, balasnnya dingin "Aku hanya membantu mereka yang tidak bisa membantu diri mereka sendiri, Kaisar. Jika itu berarti melawanmu, maka aku akan melakukannya"

Pertempuran itu berlangsung sengit tapi karena jumlah pasukan Vanetia yang sedikit akhirnya mau tidak mau Sparax Nerva memerintahkan pasukannya untuk mundur ke kastilnya.

Saat Sparax Nerva melihat dari kejauhan melihat pasukan petani belum masuk ke kastilnya, dia menerima kabar mengejutkan dari bawahannya, “Praefectus castrorum Nerva cecidit et nunc ex duabus partibus pugnare debemus.”


----

50 hari kemudian, Di Vanetia Doge Lorenzo Morosini, pemimpin Vanetia, menerima berita tentang kekalahan Sparax Nerva dan pasukannya. Dia merasa terpukul, tetapi dia tahu dia harus bertindak cepat.

Doge Morosini memanggil dewan penasihatnya dan memutuskan untuk mengirim utusan ke Kekaisaran Jomodolo. Mereka membawa pesan bahwa Vanetia akan menerima hukuman yang dijatuhkan kepada Sparax Nerva dan bawahannya, dan akan menerima deportasi tentara reguler, koki, pembantu, dan ahli penempa yang tidak terlibat dalam konspirasi.

Sementara itu, di pengadilan Kekaisaran Jomodolo, Sparax Nerva dan bawahannya dijatuhi hukuman mati. Mereka dituduh melakukan konspirasi dengan mengirimkan pembunuh bayaran dari Satsumi untuk menyerang istana. Meskipun Sparax Nerva berusaha membela diri, bukti terlalu kuat untuk ditolak.

Berita tentang hukuman mati Sparax Nerva dan bawahannya, serta deportasi tentara reguler, koki, pembantu, dan ahli penempa, menyebar cepat melalui koran di seluruh Europa. Berita ini juga mencakup fakta bahwa Kekaisaran jomodolo memiliki struktur hukum berdaulat dan bukan orang bar-bar, seperti yang banyak orang percaya.

Dengan berita ini, reputasi Kekaisaran Jomodolo meningkat, sementara Vanetia harus berurusan dengan ganti rugi, dalam jangka waktu 1 tahun Vanetia harus mengirimkan 40,050 Ducat kepada Kekaisaran Jomodolo.

---

Lili Matarem dan Kaisar Bekti Jomodolo, berdiri di depan makam besar yang terletak tak jauh dari Ujung Galuh. Di tengah keheningan itu Lili Matarem maju 3 langkah kemudian membacakan aksara kuno Matarem sebelum mereka berdua memasuki makam. Lili membaca dengan hati-hati, Tulisannya berbunyi:

"Ca Cipto Wening, Ra Rasa Ingsun Handulusih, Ka Karsoningsung memayuning Bawono, Da Dumading Dzat kang tanpo winangenan, Ta Tatas lan Wibowo."

Setelah Lili Matarem dan Kaisar Bekti Jomodolo sampai di depan batu nisan Garung Gula, kaisar Bekti berbicara dengan lembut,

"Yang Mulia Garung Gula, maaf sebelumnya dalam 1 tahun tidak datang berkunjung, kami harap engkau tidak menyimpan dendam sampai di alam kubur. Istirahatlah dengan tenang."

Mendengar itu Lili Matarem hanya terdiam. air matanya mengucur deras. Mata Lili Matarem tidak melihat ke arah batu nisan ayahnya, akan tetapi ke arah batu nisan Perdana Menteri. Lalu berucap...

"Kaisar Bekti, anda benar-benar sedih atau takut dengan mendiang Ayahku?, berpikirlah secara rasional setelah ini banyak urusan negara yang harus kita selesaikan."

"Kamu benar Lili Matarem, tidak lama lagi ujian negara juga akan diadakan"

Dengan langkah yang pasti, Kaisar Bekti Jomodolo dan Lili Matarem meninggalkan makam besar, membawa dengan tekad untuk membangun Kekaisaran Jomodolo ke arah yang lebih baik. Di tengah perjalanan pulang, mereka berdua terlibat dalam diskusi mendalam tentang masa depan Kekaisaran.

"Kita harus memulai dengan dasar yang kuat, Lili Matarem," kata Kaisar Bekti Jomodolo dengan nada yang penuh semangat. "Struktur hukum kita harus mencerminkan keadilan dan kebijaksanaan, seperti yang diajarkan oleh Republic Vanetia. Kita akan mengadopsi ulang sistem hukum yang memungkinkan rakyat untuk berpartisipasi dalam pemerintahan."

"Kaisar bekti, sebaiknya anda kaji ulang dahulu sebelum memberikan titah, aku tahu sewaktu anda di kastil Nerva selain anda menemukan buku rampasan tentang apa itu Republic juga menemukan Blueprint kapal Vanetia."

Kaisar Bekti Jomodolo mengangguk, "Setuju Lili, kita bisa memulai dengan membentuk 'Dewan Penasihat Rakyat' yang akan terdiri dari wakil-wakil terpilih dari setiap provinsi. Mereka akan memiliki suara dalam membuat kebijakan dan reformasi."

Mereka tiba di Istana dan segera memanggil para ahli hukum dan penasihat untuk merancang kerangka kerja baru. Setelah berhari-hari berdiskusi, mereka mengumumkan pembentukan 'Dewan Penasihat Rakyat' mengadakan pemilihan pertama, dengan syarat untuk setiap masing-masing calon lulus dalam ujian negara. Rakyat Jomodolo menyambut perubahan ini dengan antusias, merasa memiliki suara dalam pemerintahan mereka.

Dengan struktur hukum yang baru dan berdaulat, Kekaisaran Jomodolo diharapkan kedepannya berkembang menjadi pusat perdagangan dan budaya.


---

Saat 'Dewan Penasihat Rakyat' mulai membahas perubahan yang akan datang, suasana rapat menjadi tegang. Beberapa bangsawan dari faksi Sondau yang lebih konservatif, yang merasa terancam oleh perubahan yang cepat, mulai menyuarakan keberatan mereka.

"Perubahan ini terlalu radikal," ujar seorang bangsawan tua dengan suara gementar. Kita tidak bisa hanya mengubah tradisi yang telah berlangsung selama berabad-abad dalam sekejap mata."

"Pak Tua yang terhormat tolong jaga sikap anda, Kepikunan anda telah melupakan atas apa yang terjadi dengan Bangsawan Wirasaba" balas Bangsawan dari Faksi Matarem sambil memberikan senyum kepada bangsawan tua itu.

Permaisuri Yessi Sondau, dengan kelembutan hatinya, menanggapi dengan tenang, "Perubahan memang menakutkan, tetapi stagnasi lebih berbahaya. Kita harus beradaptasi dengan zaman agar Kekaisaran Jomodolo tidak tertinggal."

Seorang bangsawan muda dari faksi Matarem, yang mendukung ide-ide progresif, berdiri dan berkata, "Kita harus melihat ini sebagai peluang, bukan ancaman. Dengan membuka pintu bagi rakyat untuk berpartisipasi, kita akan memperkuat fondasi Kekaisaran Jomodolo."

Debat berlanjut, dengan argumen yang disampaikan dari ke dua sisi.

---

Tujuh hari setelah rapat yang menegangkan itu, suasana di istana Jomodolo telah kembali tenang. Lili Matarem, berdiri di balkon istana yang menghadap ke taman yang luas, merenung dalam kesunyian pagi.

“Hmm, begitu ya… Aku tahu ini tidak mudah,” gumamnya, pikirannya melayang mengingat perdebatan yang telah terjadi.

Dari kejauhan, sosok Kesatria Ranggawuni mendekat, siluetnya tercetak jelas di dekat jendela yang terbuka. “Kalau begitu, Yang Mulia Lili, itu saja informasi dariku,” ucapnya, suaranya mengandung sedikit kekhawatiran.

“Tunggu, Kesatria Ranggawuni,” Lili memanggilnya sebelum dia sempat pergi. “Ada yang harus aku sampaikan. Memang berat bagimu yang merupakan orang Sondau, tapi ini semua demi kepentingan bersama dan jangan lupakan itu.”

Kesatria Ranggawuni berhenti, membalikkan badannya untuk menghadap Lili. “Kebaikan Yang Mulia Lili tidak pernah aku lupakan, saat membiayai saya dalam ujian negara sebelumnya. Tanpa Yang Mulia, sekarang aku bukanlah siapa-siapa.”

Lili Matarem tersenyum lembut, menghampiri Kesatria Ranggawuni. “Aku memahamimu. Melihatmu yang berdiri sambil menangis karena bercita-cita menjadi Kesatria dari Divisi Telik-Sandi, itu mengingatkanku pada semangat yang harus kita pertahankan.”

Kesatria Ranggawuni, dengan mata yang berbinar, mengangguk. “Terima kasih, Yang Mulia. Aku akan selalu mengingat bahwa apa yang kita lakukan hari ini adalah untuk masa depan Kekaisaran Jomodolo yang lebih baik.”

Setelah memastikan Kesatria Ranggawuni telah pergi, Lili Matarem berdiri sendirian di balkon, menatap ke arah langit yang mulai berwarna jingga dengan senyum tipis. Kemudian, tiba-tiba, dia tertawa dengan suara rendah yang menggema,

"GHaaa Ha Ha Ha Ha," suara tawanya terdengar diri, hampir tanpa emosi, namun tetap mempertahankan elegansi yang selama ini dikenal orang-orang darinya.

Tawanya perlahan mereda, dan dia kembali ke ekpresi tenangnya. "Faksi Sondau sebentar lagi akan berada dalam kendaliku, Permaisuri Yessi," bisiknya pada diri sendiri. "Tetapi, apa yang bisa Permaisuri Yessi perbuat setelah ini"

Dalam kesunyian pagi itu, Lili Matarem merenungkan langkah selanjutnya.

---


Di Hangkuk-Namdo, Wilayah expansi baru Selatan Silla. Berdiri seorang Laksamana muda bernama Yi-Sun Hae sedang berbincang dengan pedagang dari Kekaisaran Jomodolo.

"Laksamana Yi-Sun Hae, bisakah Anda percaya? saya hampir menukar kompas terbaik saya dengan peta yang ternyata hanya gambar bocah bermain di pantai!"

Yi-Sun Hae mendengar itu tertawa "Ah, pedagang yang sangat ceria dan baik hati, di Hangkuk-Namdo kita memanggil itu 'seni' bukan peta. Tapi jangan khawatir, saya yakin bocah-bocah itu akan menemukan harta karun lebih cepat daripada kita dengan kompas itu"

Pedagang membalas "Saya harus mengakui, Laksamana, bahasa Anda sungguh fasih, Anda berbicara bahasa kami seolah-olah lahir di pasar Ujung Galuh."

Yi-Sun Hae, "Terima kasih, namun saya harus mengakui bahasa tawar-menawar Anda sehebat cara Anda menyembunyikan kompas dari pandangan saya. Saya hampir yakin itu adalah trik sulap!"

Pedagang tertawa mendengar itu, membalas "Ah Laksamana, jika saya bisa menyulap, saya akan menukar semua muatan ini dengan kapal Anda yang megah!"

Yi-Sun Hae memberikan sedikit guyonan lagi "Jika itu terjadi, mungkin harus mempertimbangkan karier baru sebagai pesulap, karena tampaknya saya akan kehilangan lebih banyak daripada sekedar kompas!"

Mereka tertawa bersama. Setelah muatan Khas Hangkuk-Namdo berupa kain sutra yang halus dengan pertukaran rempah-rempah eksotis dari Kekaisaran Jomodolo dan kerajinan yang indah telah selesai diangkut ke kapal, Yi-Sun Hae memanggil seorang pembantu kepercayaan dari Eorini, pria itu diberi nama dengan sebutan Jang-Min, yang telah menunjukkan kesetiaan dan keahlian luar biasa dalam membantu Selatan Silla.

Jang-Min mendekat, menunjukkan rasa hormatnya kepada laksamana. "Laksamana Yi-Sun Hae, ada memerlukan bantuan saya?"

Yi-Sun Hae menatap Jang-Min, matanya serius. "Jang-Min, kamu tahu betapa pentingnya hubungan kita dengan Kekaisaran Jomodolo. Aku ingin kamu menemani pedagang ini kembali ke kapalnya dan memastikan bahwa muatan kita dikirim dengan aman"

Jang-Min mengangguk, mengerti pentingnya tugas tersebut. "Saya akan melakukan yang terbaik, Laksamana Yi-Sun Hae. Tapi saya harus memberitahu Anda, beberapa dari Eorini tidak senang dengan cara kita membangun koloni ini. Mereka merasa terancam oleh perubahan yang kita bawa"

Yi-Sun Hae menghela napas, menyadari kompleksitas situasi tersebut. "우리는 부족과 대립하기보다는 그들과 협력하는 방법을 찾아야 합니다. 우리는 정복하기 위해 여기에 온 것이 아니라, 건설하기 위해 왔습니다.”

Tanpa mereka sadari, seseorang Kesatria dari Divisi Telik-Sandi mendengarkan percakapan mereka dan perlahan menjauh. Dia bergerak untuk kembali mencari lebih banyak informasi tentang area ekspansi baru Selatan Silla ini.

---


Dalam keheningan malam di Hangkuk-Namdo, Kajen, seseorang kesatria dari Divisi Telik-Sandi, berjalan dengan langkah yang tenang dan terukur menuju kedai minum tradisional Baekje. Cahaya lampu minyak yang redup menyambutnya saat ia memasuki kedai, tempat percakapan dan tawa mengisi ruangan. Namun, Kajen tetap waspada, matanya yang dingin memindai ruangan, mencari informasi yang bisa berguna bagi misinya.

Kajen memilih tempat duduk di sudut yang jauh dari keramaian, tempat yang sempurna untuk mendengarkan tanpa menarik perhatian. Seseorang pelayan mendekat, membawa arak hangat, minuman yang sering dinikmati di malam yang dingin.

Pelayan berbicara kepada Kajen... "Arak hangat untuk mengusir dingin, Tuan?"

"Terima kasih, tapi aku disini bukan untuk minum, Aku mencari berita tentang Selatan Silla."

Pelayan itu mengangguk, memahami bahwa Kajen bukanlah pelanggan biasa. "Daripada mencari tahu tentang negeri saya, apakah Anda tidak tertarik dengan Tokugawa Shuken?"

Kajen mendengarkan dengan seksama, memilah setiap kata yang diucapkan pelayan. "Itu di luar misiku yang sekarang" sambil menyodorkan 2 keping koin emas Selatan Silla kepada pelayan tersebut dengan hati-hati dan melanjutkan pembicaraanya. "Insiden penyerangan istana memang sulit dilupakan"

''Kami tahu pembunuh bayaran dari Shatsumi menyerang Istana Kekaisaran jomodolo, tapi mereka adalah ninja biasa, bukan bagian dari Tokugawa Shuken."

Kajen menatap pelayan itu dengan intensitas yang baru. "Ganti rugi dari Vanetia telah diterima," katanya, suaranya tetap rendah dan terkendali "Namun, uang bukanlah ukuran kesetiaan. Aku perlu tahu lebih banyak tentang Selatan Silla."

Sambil berjalan menyusuri jalan setapak yang dipenuhi dedaunan musim gugur, Kajen merenungkan tentang Selatan Silla. Apakah mereka kawan atau Rival? Atau mereka hanya berfokus mencari tanah baru?.
Kajen memutuskan untuk mengunjungi pelabuhan keesokan harinya, tempat kapal-kapal dari Selatan Silla sering berlabuh. Mungkin di sana, ia bisa mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang situasi internal selatan silla saat ini. Dengan langkah yang pasti, ia menghilang ke dalam bayangan.


---

Di tempat lain, di pelabuhan Sondau Kalapa, seorang insinyur berumur 53 tahun bernama Adimantara sedang sibuk dengan pekerjaanya. Adimantara adalah seorang insinyur yang sangat dihormati, dikenal karena keahliannya dalam merancang dan membangun kapal perang yang kuat dan handal.

Saat ini, Adimantara sedang berada di tengah-tengah proyek besar. Dia sedang merancang kapal perang baru, yang akan menjadi kapal terbesar dan terkuat dalam armada Kekaisaran Jomodolo. Adimantara menatap blueprint yang ada di depannya, matanya memandang detail-detail rumit yang ada di kertas itu.

"Aku tak menyangka orang Vanetia begitu gila dan detail dalam merancang kapal perang di blueprint ini," gumamnya kagum dan terkejut sekaligus. Adimantara menunjuk ke berbagai bagian kapal pada blueprint dan menjelaskan strukturnya.

"Kapal ini mempunyai tempat meriam berat untuk dek teratas, Meriam ini memiliki jangkauan jauh dan menembakkan peluru meriam besar"

Kemudian, Adimantara menujuk ke bagian tengah blueprint. "ini adalah dek tengah, tempat kita menempatkan lebih banyak meriam dan persediaan. Dek ini juga berfungsi sebagai lapisan perlindungan tambahan untuk dek bawah."

Terakhir, Adimantara menunjuk ke bagian bawah blueprint. "Ini adalah dek bawah, tempat ruang mesin dan kamar tidur awak kapal berada. Meskipun berada di bagian bawah kapal, dek ini sangat penting untuk operasional kapal."

Adimantara melanjutkan, "Setiap bagian dari Proyek Palapa-1, Garuda-2, Bayasuro-3, dan Adimantara-4 harus mengembangkan dan mengikuti blueprint Vanetia ini" Untuk memastikan kapal ini dapat bertahan dalam pertempuran dan melindungi awak kapalnya.

Setelah Adimantara selesai menjelaskan blueprint, salah satu bawahannya, seorang pekerja keras bernama Bambang, mengangkat tangan.

"Tuan Adimantara," kata bambang "saya punya pertanyaan."

Adimantara menoleh ke arah Bambang. "Ya. Bambang? Apa pertanyaanmu?"

Bambang menarik napas dalam-dalam, kemudian bertanya "Tuan, apakah kita bisa membuat kapal yang bisa terbang?"

Sejenak, ruangan itu sunyi. Kemudian, tawa pecah. Adimantara tertawa terbahak-bahak, begitu juga dengan pekerja lainnya. Mereka tahu bambang selalu punya ide-ide aneh dan lucu.

"Kamu bisa saja, Bambang," kata Adimantara sambil menepuk bahu Bambang, "kamu selalu bisa membuat kami tertawa. Mungkin suatu hari nanti negara kita bisa membuat kapal terbang. Tapi untuk saat ini, mari kita fokus pada kapal perang ini, ya?"

Bambang tersenyum lebar, mengangguk. "Baiklah, Tuan. Saya hanya berpikir, bagaimana kalau musuh kita tidak mengharapkan serangan dari udara?"

Semua orang di ruangan itu tertawa lagi. Meski pertanyaannya lucu, mereka tahu Bambang selalu berpikir di luar kotak.


----

Di tengah hiruk-pikuk Kekaisaran Jomodolo, di sebuah lapangan latihan padepokan yang berjarak 3 kilometer dari luar istana. Latupono, sang Komandan Divisi Jawara, berdiri tegap menghadapi barisan Kesatria muda yang baru. Matahari terbenam memancarkan cahaya keemasan, memberikan aura kuat pada sesi latihan yang akan dimulai.

“Kalian semua telah terpilih karena keberanian dan ketangguhan hati,” ujar Latupono dengan suara yang menggema. “Namun, kekuatan sejati berasal dari dalam, dari napas yang kalian hirup dan semangat yang kalian bangkitkan.”

Latupono mendekati seorang Kesatria yang tampak tegang, bahunya kaku dan napasnya pendek. “Kamu yang disana, pukulanmu kurang tajam dan lemah,” katanya sambil menunjuk. “Ikuti aku.” Dengan gerakan yang hampir tidak terlihat, Latupono menempatkan tangannya di diafragma Kesatria tersebut. “Napas adalah kunci. Hirup dalam-dalam, biarkan udara mengisi setiap sudut tubuhmu, lalu hembuskan dengan kekuatan penuh.”

Saat Kesatria itu mengikuti instruksi, sebuah pukulan kuat terlontar dari tangannya, membuat sasaran latihan bergoyang hebat. “Bagus!” seru Latupono. “Itulah awal dari ‘Pukulan Sondau’, pukulan yang murni dari kekuatan manusia, tanpa campur tangan ilmu memedi.”

Kemudian, Latupono berpaling ke Kesatria lain yang tampak kelelahan. “Dan kamu yang disana, sebaiknya istirahat dulu. Jangan memaksakan diri. Kekuatan bukan hanya fisik, tapi juga kebijaksanaan untuk mengetahui kapan harus berhenti.”

Malam semakin larut dan Latupono memperagakan Pencak Silat Sondau, sebuah gaya bertarung yang elegan namun mematikan, di mana setiap gerakan adalah pencapaian dan setiap serangan adalah realita kehidupan. “Teknik pukulan maenpo,” jelasnya, “adalah teknik khusus murni dari kekuatan manusia, bukan pinjaman.”

Bersamaan dengan itu, Komandan Latupono mempraktekkan teknik tersebut, dia juga teringat saat-saat melawan Garung Gula. Dia melihat bayangan memedi sudah mulai menghilang dari matanya satu demi satu dan mulai memberikan pukulan terakhir supaya Garung Gula dapat dikalahkan bersama pasukannya pada malam itu.

Latihan berlanjut dalam keheningan, hanya suara nafas dan pukulan yang terdengar. Kesatria muda mengikuti setiap gerakan Latupono dengan penuh perhatian, mempelajari bukan hanya teknik, tapi juga filosofi di baliknya. Mereka belajar bahwa setiap pukulan bukan hanya untuk mengalahkan lawan, tapi juga untuk mengatasi rintangan dalam diri sendiri.

Ketika sesi latihan berakhir, Latupono berdiri di depan murid-muridnya, “Ingatlah, kekuatan yang kalian miliki adalah warisan dari nenek moyang kita, yang telah mengasahnya melalui ratusan tahun dan ingatlah kita sekarang dalam perahu yang sama. Gunakanlah dengan bijak dan hormat.”


---


Di padepokan yang terletak di dekat sungai mata air bersih, sekitar 3 kilometer dari luar istana, 3 murid teladan: Vino (18), Oka (18), dan Tirta (18). Mereka ber 3 menghabiskan hari-hari dalam disiplin dan pembelajaran. Mereka adalah murid yan berdedikasi, masing-masing dengan keunikan dan bakatnya sendiri.

Oka membuka sesi diskusi dengan menunjuk pada buku Konstitusi Kekaisaran Jomodolo : Hukum dan Tata Negara. "Lihat ini," katanya, sambil menujuk pada teks konstitusi yang terbuka di hadapan mereka...

  1. Hak Asasi Manusia: Konstitusi menjamin hak-hak dasar setiap warga negara, termasuk hak atas kebebasan berbicara, hak atas pendidikan, dan hak atas perlindungan dari ketidakadilan.
  2. Pembagian Kekuasaan: Konstitusi membagi kekuasaan antara Kaisar, Dewan Penasihat Rakyat, dan lembaga-lembaga lainnya. Ini bertujuan untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan.
  3. Kewajiban Warga Negara: Konstitusi menetapkan kewajiban warga negara terhadap kekaisaran, termasuk kewajiban membela negara dan menghormati hukum yang berlaku.
  4. Prinsip Keadilan: Konstitusi menegaskan prinsip keadilan dan perlindungan bagi semua warga negara, tanpa memandang status sosial atau keturunan.

Vino dan Tirta setelah melihat, memandangi halaman yang penuh dengan prinsip-prinsip keadilan yang telah membentuk fondasi kekaisaran mereka. "Konstitusi ini juga membagi kekuasaan antara Kaisar, Dewan Penasihat Rakyat, dan lembaga-lembaga lainnya," lanjut Oka. "Ini bertujuan mencegah penyalahgunaan kekuasaan.

Tirta mengangguk, namun ada keraguan di matanya. "Hukum tertulis ini memang indah, tapi bukankah tugas kita hanya menjaga keamanan nanti?" tanyanya, suaranya mencerminkan keingintahuan seseorang pemuda yang ingin memahami tempatnya di dunia.

Vino, yang selalu bijaksana, membalas dengan tenang. "Sebaiknya itu untuk nanti Oka. Jika kita bisa menjadi Kesatria dari Divisi Jawara, itu sudah lebih dari cukup. Kita harus memahami hukum ini untuk melindungi Kekaisaran dengan bijaksana, bukan hanya dengan kekuatan."

Ketiganya kemudian melanjutkan hari mereka, membawa pelajaran dari hukum dan negara ke dalam setiap aspek latihan mereka, mempersiapkan diri untuk menjadi pelindung yang bijaksana dan keberanian bagi Kekaisaran Jomodolo.

Pada hari libur, ketiganya berjalan bersama ke pasar Ujung Galuh. Pasar itu ramai dengan pedagang yang menjual barang-barang dari seluruh kekaisaran, dan aroma rempah-rempah yang menggoda.

Vino tertarik pada pedagang senjata, mempelajari kerajinan pedang dan tombak. Oka, di sisi lain, terlibat dalam diskusi dengan seorang cendekiawan yang sedang berkunjung, berdebat tentang filosofi hukum. Tirta menemukan permainan papan strategi dan segera mengajak orang-orang di sekitarnya untuk bermain.

Tirta, yang selalu ceria, berjalan mendekati seorang gadis muda yang memilih kain di salah satu stan. "Hei, apa kabar? Aku Tirta Kesatria dari Divisi Jawara," katanya dengan senyum lebar.

Gadis itu tersenyum sopan. "Aku Sarina. Ada yang bisa kubantu?"

Tirta menggoda "Tentu saja Sarina. Bagaimana kalau kita berdua menjadi pasangan yang harmonis di pasar ini?" belum sempat Sarina membalas pertanyaan Tirta "Antosan sakedap, Sarina aku mencintaimu maukah kau menjadi istriku?"

Sarina memandang Tirta dengan tajam dan sedikit cuek "Sepertinya aku lebih suka laki-laki yang lebih menghargai ucapanku terlebih dahulu, maaf Tirta aku menolaknya"

Vino dan Oka, yang mendengar percakapan itu, tertawa terbahak-bahak. “Bukankah gadis Sondau lebih cantik, Tirta?” ucap Oka sambil mengejek.

Tirta membalas, “Iya, tapi menurutku gadis dari Matarem lebih cantik… untuk dilihat dari jauh!”

Semua orang tertawa, dan suasana di pasar semakin riuh. Ketiganya tahu bahwa momen seperti ini adalah bagian dari hidup mereka sebagai kesatria, di antara latihan dan tugas-tugas berat.


---


2 Tahun kemudian, ketika Kaisar Bekti Jomodolo terbaring sakit, kabar tentang penyakitnya menyebar ke seluruh kekaisaran. Para tabib istana telah mencoba segala cara, namun tak satu pun yang berhasil. Pada saat yang genting, muncul seorang penyembuh berpakaian putih dari Levantine, yang dikenal dengan pengetahuan medisnya yang luas.

Penyembuh itu, yang bernama Hakim Al-Shifa, membawa dengan dirinya ramuan dan metode pengobatan yang belum pernah dilihat di Jomodolo. Dengan izin Kaisar, Hakim Al-Shifa mulai merawat Kaisar dengan campuran herbal dan teknik penyembuhan dari Levantine.

Ketika matahari terbenam di ufuk barat, menandakan akhir dari hari yang panjang, Kaisar Bekti Jomodolo terbaring lemah di ranjangnya. Penyakit yang telah lama menggerogoti tubuhnya kini mendekati akhir perjalanannya. Di sampingnya, Hakim Al-Shifa berdiri dengan penuh hormat, bersyukur atas kepercayaan yang diberikan kepadanya.

Dengan suara yang serak namun penuh keteguhan, Kaisar Bekti berbicara kepada Hakim Al-Shifa, “Engkau telah membawa kesembuhan dan pengetahuan ke tanah kami, dan meskipun aku tidak dapat diselamatkan, rakyatku telah belajar banyak darimu.”

Hakim Al-Shifa, dengan mata yang berkaca-kaca, mengangguk dengan rasa terima kasih yang mendalam. Kaisar Bekti melanjutkan, “Aku memberikan izin kepadamu untuk membangun tempat ibadah bagi mereka yang mengikuti ajaranmu. Biarlah itu menjadi simbol persatuan dan kebijaksanaan yang engkau bawa ke Jomodolo.”

Saat malam tiba, Kaisar Bekti Jomodolo menghembuskan nafas terakhirnya dengan damai, dikelilingi oleh keluarga dan penasihatnya. Berita tentang kematiannya menyebar dengan cepat, dan seluruh kekaisaran berduka.

Namun, dalam kesedihan itu, ada juga harapan. Tempat ibadah yang dibangun atas izin Kaisar Bekti menjadi pusat pembelajaran dan pertemuan bagi semua orang, tidak peduli latar belakang atau keyakinan mereka. Hakim Al-Shifa memimpin upacara pembukaan tempat ibadah tersebut, menghormati ingatan Kaisar Bekti dengan doa dan syukur.

Ketika berita tentang penyakit Kaisar Bekti Jomodolo di umur 39 tahun, menyebar melalui koran kekaisaran, rakyat Jomodolo dihantui oleh kesedihan yang mendalam. Penyakit yang telah mengambil nyawa Kaisar adalah Sipilis, kondisi yang pada masa itu sering dianggap sebagai kutukan atau hukuman. Namun, Hakim Al-Shifa, dengan pengetahuannya yang luas, telah mengajarkan kepada tabib-tabib istana bahwa penyakit ini adalah kondisi medis yang dapat dicegah dan diobati.

Dengan berpulangnya Kaisar, Hakim Al-Shifa memanfaatkan kesempatan tersebut untuk mengedukasi rakyat tentang pentingnya menjaga kesehatan dan kebersihan, serta nilai-nilai kesetiaan dan komitmen dalam hubungan. Pesan ini disebarkan tidak hanya melalui koran tetapi juga melalui ceramah di tempat ibadah dan pertemuan komunitas.

Tempat ibadah yang dibangun atas izin Kaisar Bekti menjadi lebih dari sekadar tempat suci itu menjadi pusat komunitas di mana rakyat Jomodolo berkumpul untuk belajar dan mendukung satu sama lain dalam masa sulit. Mereka menghormati ingatan Kaisar dengan berkomitmen untuk menjalani hidup yang lebih sehat dan penuh kasih sayang.


---

Dalam Kekaisaran Jomodolo, setelah kepergian Kaisar Bekti, fokus beralih pada pembangunan infrastruktur yang ambisius dan persiapan Putra Mahkota Joyokarbe (8) untuk naik takhta. Meskipun masih muda, Joyokarbe menunjukkan kebijaksanaan yang melebihi usianya. Dengan dukungan Perdana Menteri yang menjadi walinya, ia memberikan persetujuan untuk serangkaian proyek yang akan membawa kekaisaran ke era baru.

Pembangunan Infrastruktur:

  • Jalan Raya Joyokarbe: Sebuah jaringan jalan raya baru dibangun, menghubungkan ibu kota dengan provinsi-provinsi terpencil, memudahkan pergerakan barang dan orang.
  • Pelabuhan Baru Bekti: Untuk menghormati mendiang Kaisar, pelabuhan baru yang modern dibangun, meningkatkan perdagangan internasional dan membuka kekaisaran untuk wisatawan dan pedagang asing.
  • Sistem Irigasi Garna: Mengambil nama dari leluhur Joyokarbe, sistem irigasi canggih dibangun untuk mendukung pertanian, memastikan keamanan pangan bagi rakyat Jomodolo.
Pendidikan Putra Mahkota:

  • Joyokarbe menerima pendidikan yang luas, tidak hanya dalam pemerintahan dan militer tetapi juga dalam seni dan ilmu pengetahuan. Ia sering terlihat berdiskusi dengan para cendekiawan dan mengunjungi proyek-proyek infrastruktur, menunjukkan minat yang tulus dalam kemajuan kekaisarannya.
Peran Perdana Menteri:

  • Perdana Menteri, sebagai wali Joyokarbe, mengambil peran aktif dalam mengawasi proyek-proyek dan memastikan bahwa kebijakan Kaisar Bekti terus dijalankan. Ia juga mempersiapkan Joyokarbe untuk menjadi pemimpin yang adil dan bijaksana.


Dengan langit yang cerah dan matahari yang bersinar terang, Vino, Oka, dan Tirta bersiap untuk menjalankan misi yang diberikan oleh Kekaisaran Jomodolo. Misi mereka kali ini adalah melindungi proyek pembangunan infrastruktur Jalan Raya Joyokarbe dari ancaman bandit yang berjumlah 11 orang.

Vino, yang bijaksana dan tenang, mengatur strategi pertahanan. Ia memposisikan diri di titik yang paling krusial, siap menggunakan kecerdasannya untuk mengantisipasi gerakan lawan.

Oka, dengan semangatnya yang tak pernah padam, memilih untuk berpatroli di sekitar area, mata dan telinganya peka terhadap setiap gerak-gerik yang mencurigakan di bawah sinar matahari yang terik.

Tirta, yang selalu ceria namun tangguh, bersiap dengan senjata andalan yaitu katana, siap untuk melindungi pekerja dan proyek dari serangan yang mungkin terjadi.

Ketika bandit-bandit mulai menyerang di siang bolong, mereka bergerak cepat, namun tidak cukup untuk mengelabui ketiga Kesatria yang telah siap. Vino dengan cekatan mengarahkan sahabat-sahabatnya, membagi dan mengisolasi bandit agar lebih mudah ditaklukkan.

Dengan sebuah ledakan keras dari MT-1782 Mod, Oka menembak bandit pertama, yang jatuh seketika. “Eh, kamu lama sekali,” teriaknya ke Tirta, yang dengan lincah mengelak dan membalas serangan bandit lain dengan katana.

Tirta, dengan gerakan yang secepat kilat, mengayunkan katana dengan tebasan presisi yang mematikan, tertawa. “Bukankah kita harus menunjukkan keahlian kita dahulu?” serunya kembali.

“Apakah kau tidak lihat mereka membawa senjata tajam, Tirta?” Oka membalas dengan senyum nakal, sambil membidik bandit selanjutnya.

Pertarungan berlangsung singkat namun sengit. Ketiga sahabat Kesatria berhasil mengalahkan bandit dan mengamankan proyek pembangunan. Mereka berdiri bersama, napas mereka masih terengah-engah, namun hati mereka dipenuhi rasa bangga dan kepuasan.

Di tengah perjalanan pulang yang penuh tawa dan canda, Vino berusaha menarik perhatian Tirta dan Oka dengan menjelaskan teknis tentang MT-1782 Mod. Namun, kedua sahabatnya lebih tertarik berbicara tentang strategi pertempuran yang baru saja mereka lalui, sambil sesekali melempar lelucon yang membuat perjalanan terasa lebih ringan.

Vino mengangkat senjata MT-1782 Mod dengan penuh semangat. “Senjata kembangan dari Songosari Industri memang keren,” katanya. “Teropong optiknya tidak hanya memungkinkan penembak untuk mengincar target dengan presisi tinggi dari jarak jauh, tapi juga dilengkapi dengan pengukur jarak otomatis dan kompensasi sudut tembakan. Penembak dapat melihat informasi penting tanpa mengalihkan pandangan dari target.”

Tirta menggelengkan kepala. “Jangan lagi, Vino. Bunyi senjata itu terlalu berisik buatku,” ujarnya sambil menepuk bahu Vino.

Oka, yang selalu bersemangat tentang makanan, menyela, “Setelah melapor kepada Panglima Latupono, kita mampir dulu ke kedai sindaju. Aku lapar!”

Vino melanjutkan penjelasannya, “Silinder berputar pada MT-1782 Mod telah direkayasa ulang untuk mengakomodasi peluru 7.8x56mmS yang lebih efisien. Mekanisme kokang senjata api juga diperbarui dengan sistem penguncian baut otomatis. Setelah menembak, tuas kecil yang terintegrasi dengan ergonomis akan secara otomatis mengeluarkan selongsong peluru kosong dan memuat peluru baru, mempersiapkan penembak untuk tembakan berikutnya dengan gerakan yang hampir tanpa usaha.”

Namun, tanpa disadarinya, Tirta dan Oka telah lebih dulu pergi, meninggalkan Vino dengan senjatanya yang berkilau di bawah matahari sore.



---

Di Ujung Galuh, Kekaisaran jomodolo mengundang empat wakil delegasi untuk membahas situasi deklarasi dan agresi militer yang dilakukan oleh Mingxi, yang bertujuan untuk merebut klaim atas Daeman Jeollyeong, koloni Selatan Silla yang terletak tak jauh dari wilayah Mingxi.

Meja bundar di ruangan mewah itu dikelilingi oleh lima tokoh berpengaruh, mereka duduk dengan tegang, mata saling memandang, dan perasaan ketidakpercayaan menggelayuti udara. Di tengah meja, peta Kepulauan Daeman Jeollyeong terbentang, menyorot wilayah pesisir yang menjadi pusat perdebatan.

  1. Syarif Batutah dari Republic Tanah Samudra : Dengan jubah putih dan sorban di kepalanya. Syarif Batutah mewakili kekuatan spiritual dan kebijaksanaan dari Republic Tanah Samudra. Matanya tajam, dan suaranya tenang saat dia berbicara, Kita harus menemukan solusi yang bijaksana. Perang hanya akan mengorbankan banyak nyawa."
  2. Raka Tinu Palonga dari Kerajaan Bajau: Rambutnya yang panjang dan berwajah hitam menunjukkan pengalaman hidup di laut. "Apakah kita sebaiknya bersikap netral?" tanyanya, menggambarkan kekhawatiran.
  3. Beylik Sulayman Bolkinah dari Bruneia: Dengan jubah emas dan mahkota bertatahkan permata, Beylik Sulayman adalah simbol kekayaan dan kekuasaan Bruneia. "Ini semua salah Anda, Perdana Menteri," katanya tegas kepada pemimpin sementara Kekaisaran Jomodolo.
  4. Beylik Iskandur dari Pattania: Beylik Iskandur, dengan jenggot tebal dan mata yang cerdas, mengepalkan tangannya "Sudah aku duga ini akan terjadi," katanya merunjuk pada agresi Mingxi. "Tapi mengapa Anda mengundang kami ke sini? Apakah hanya untuk membicarakan senjata yang kami jual kepada mereka?"
  5. Perdana Menteri Kekaisaran Jomodolo: Pria berjubah merah dengan tanda kebesaran di dadanya duduk di ujung meja. "Aku mengundang kalian bukan untuk membicarakan senjata," beliau membela diri. "Kita harus mencari cara menghadapi agresi Mingxi dan melindungi kepentingan kita.


Semua mata tertuju pada koran yang diletakkan di tengah meja. Berita deklarasi perang Mingxi kepada Selatan Silla menambah ketegangan. Di saat genting ini, Tokugawa Shuken dari Yamate Shogunate berdiri dan menyatakan, “Kita harus bersatu. Persekutuan antara Selatan Silla"


---


Di kota Minch'on, angin laut membawa desas-desus perang yang semakin dekat. Pasukan gabungan Selatan Silla dan Yamate Shogunate, di bawah kepemimpinan Ryu Ja-Kyung dan Shimizu Toshikane, mengatur barisan pasukan mereka dengan disiplin yang ketat. Mereka memandang ke arah laut, di mana ombak bergulung membawa kabar akan kedatangan armada Mingxi yang besar dan menakutkan.

Sebelum Ryu Ja-Kyung dan Shimizu Toshikane memberikan semangat moral kepada pasukannya, mata-mata dari Shimizu Toshikane memberikan pesan

"清水敏兼司令官 バジャウ王国のラカ・ティヌ・パロンガ国王が支援に来られたとの報告に来た。" ucap mata-mata itu kepada Shimizu Toshikane.

"Selamat pagi kawan-kawan! Apakah perang belum dimulai? Aku datang untuk membantu" Raka Tinu Palonga berteriak sambil mendekat sambil menenteng senjata MT-1782 Mod yang dilapisi emas murni dengan didampingi penerjemah dari kerajaannya.

Kerajaan Bajau terkenal akan pasukan pertahanan yang kuat dan disiplin, memiliki angkatan darat 5600, untuk armada lautnya 210 kapal tempur ringan, 59 kapal perang berat.

Selatan Silla memiliki angkatan darat sekitar 54200, untuk armada lautnya 300 kapal tempur ringan, 276 kapal perang berat.

Yamate Shogunate memiliki angkatan darat sekitar 128600, untuk armada lautnya 700 kapal tempur ringan, 91 kapal perang berat.

Sementara itu, di kamp Mingxi yang masih berada di kapal utama, Zhu Xi Huang membagi pasukanya menjadi dua gelombang serangan. Gelombang-1, yang terdiri dari 162000 prajurit, akan menyerang melalui darat, sementara gelombang-2 dengan jumlah yang sama, akan mengikuti dengan serangan laut yang menghancurkan. Armada lautnya yang terdiri dari 572 kapal tempur ringan dan 416 kapal perang perang berat.

Ryu Ja-Kyung, dengan baju besi yang mengkilap dan tatapan yang tajam, berdiri di atas bukit, mengamati pasukannya. “Kita akan berjuang dengan keberanian leluhur kita,” katanya dengan suara yang menggema di antara barisan tentara. “Kita akan melindungi Daeman Jeollyeong dengan darah dan jiwa kita!”

Shimizu Toshikane, dengan Katananya yang terhunus, berjalan di antara para samurai Yamate, memberikan semangat. “Kita telah berlatih untuk saat ini,” ujarnya. “Kita akan menunjukkan kepada Mingxi bahwa persahabatan kita dengan Selatan Silla dan Kerajaan Bajau lebih kuat dari baja!”

Raka Tinu Palonga, dengan membawa MT-1782 Mod emasnya memberikan perintah kepada pasukannya "Bunuh dan kita minum-minum, berpesta setelah perang berakhir Ho Ho Ho."

Pertempuran berlangsung dengan intensitas yang belum pernah terjadi sebelumnya. Ledakan senjata api menggantikan lesatan anak panah, dan asap mengepul di medan perang baik darat dan laut yang masih berada di wilayah Daeman Jeollyeong.

Di tengah hujan peluru dan ledakan, pasukan gabungan memanfaatkan topografi dan sumber daya alam. Mereka mengali parit di sekitar Kota Minch'on, menciptakan benteng alami yang melindungi mereka dari serangan langsung. Tidak hanya parit tapi juga karung yang diisi pasir untuk memberikan pertahanan lebih. Parit-parit ini menjadi tempat berlindung bagi pasukan yang lelah dan tempat strategi bagi pemimpin-pemimpin militer 3 persekutuan tersebut.

Ketika gelombang-2 Mingxi mendekat, Raka Tinu Palonga dari Kerajaan Bajau, mengambil alih. "Biarkan mereka merasakan kekuatan kita!" serunya saat armada bergerak maju untuk menghadapi armada Mingxi. Disebelahnya, Selatan Silla dan Yamate Shogunate membentuk formasi yang rapi. Kapal-kapal perang mereka, dengan lambung yang kuat dan layar mengggembung, siap menghadapi serangan Mingxi.

Pertempuran dimulai, langit dan laut berubah menjadi arena kehidupan dan kematian. Kapal-kapal perang dari 2 kubu saling bergerak maju, meriam-meriam menggelegat, pelulur-peluru bersinar di udara.

“繼續攻擊他們,輕型運輸船準備天龍火箭,顯示明熹帝國是金龍” Zhu Xi Huang dengan senyuman yang memperlihatkan gigi uniknya, seakan penasaran apa yang terjadi selanjutnya.


---


Ketika gelombang kedua serangan Mingxi mendekat, langit di atas Daeman Jeollyeong menjadi gelap oleh bayangan kapal-kapal perang yang mendekat. Namun, di tengah kegelapan itu, ada cahaya harapan yang bersinar dari armada gabungan Selatan Silla, Yamate Shogunate, dan Kerajaan Bajau.

Raka Tinu Palonga berdiri di depan, mengarahkan kapal-kapalnya dengan keberanian yang tak tergoyahkan. “Sekarang, kita tunjukkan kekuatan sejati kita!” teriaknya. Kapal-kapal Bajau, dengan manuver yang lincah, memotong jalur kapal-kapal Mingxi, mengirimkan tembakan yang mematikan dan menghancurkan kapal-kapal transportasi musuh satu demi satu.

Pertempuran berlanjut hingga senja, dengan kedua belah pihak mengalami kerugian yang besar. Asap dan api menjadi saksi bisu atas keberanian dan pengorbanan yang terjadi di laut yang bergelora. salah satu jendral Mingxi menabuh genderang perang, lalu berkata...

"不要放棄,漢人的精神不滅,我們還能戰鬥到最後一滴血。" Sambil menyanyikan, dinginnya angin kencang di tepi sungai dingin Yi.

Dengan keberanian yang membara dan tekad yang tak tergoyahkan, pasukan Mingxi menghadapi tantangan yang belum pernah mereka bayangkan. Zhu Xi Huang, pemimpin mereka yang ambisius, berdiri di dek kapal utama, matanya menyapu cakrawala yang di penuhi oleh asap dan api.

Kekalahan demi kekalahan yang dialami armada transportasinya telah mengguncang kepercayaan dirinya, namun, Zhu Xi Huang mempunyai pandangan visioner, tidak akan menyerah begitu saja...

Di front darat pasukan Mingxi bergerak maju dengan kekuatan penuh, senjata mereka siap menembakkan hujan peluru terhadap siapa saja yang berani menghalangi. Namun mereka mendapati bahwa pasukan gabungan telah bersiap diri dengan baik, parit-parit yang telah digali menjadi benteng pertahanan yang kuat, melindungi pasukan 3 aliansi dari serangan langsung.

Ryu Ja-Kyung pemimpin pasukan Selatan Silla, berdiri di belakang parit, mengarahkan pasukannya dengan tenang. "Tetap fokus, jangan biarkan mereka mendekat." perintahnya, suaranya tenang namun penuh otoritas.

Shimizu Toshikane, yang katananya hanya akan digunakan dalam pertempuran jarak dekat, mengawasi barisan samurai Yamate. Mereka akan menyerang jika musuh berhasil mendekat, ketika pasukan Mingxi mendekat, Shimizu Toshikane memberikan isyarat gerakan tangan yang hampir tidak terlihat, sebuah komunikasi tanpa kata yang telah dipahami dengan sempurna oleh para samurai. Mereka mengatur posisi dan mulai menyerang dengan semangat bushido meskipun banyak diantara mereka yang gugur terkena tembakan.

Pertempuran berubah menjadi tarian maut, di mana setiap gerakan adalah perhitungan dan setiap serangan adalah puisi. Shimizu Toshikane, dengan katananya yang terhunus, menjadi pusat dari badai yang tenang.

Kembali ke front laut dimana Raka Tinu Palonga, dengan MT-1782 Mod emasnya, tertawa keras di tengah dentuman senjata. “Tetap dalam formasi! Kita akan menyambut mereka dengan pesta peluru!” serunya, semangatnya menular ke seluruh armada kapal perang yang dipimpinnya.

Pertempuran berlanjut dengan intensitas yang memuncak. Pasukan Mingxi, meskipun dilengkapi dengan senjata yang sama, menemukan bahwa kekuatan sejati tidak hanya terletak pada senjata, tetapi juga pada hati dan strategi. Persekutuan gabungan, dengan kecerdikan dan kekompakan mereka, berhasil memanfaatkan setiap kesempatan, menyerang balik dengan taktik yang telah teruji.

"天啊,怎麼會發生這種事,天不站在我們這邊,我們應該立刻撤退" Ketika Zhu melihat bahwa armada transportnya telah dicegat meskipun roket-roket dari pasukan yang berada di kapal transportnya, meluncurkan serangan, kapal-kapal tempur dari 3 aliansi itu dapat dengan lincah menghindari serangan kejutan Mingxi. Zhu Xi Huang mengigit bibir bawahnya dengan keras. Dalam hati, dia merasa marah karena telah meremehkan 3 persekutuan gabungan tersebut.


---

Setelah debu pertempuran mengendap, Shimazu Toshikane, Ryu Ja-Kyung, dan Raka Tinu Palonga berkumpul di sebuah tenda besar, diterangi oleh cahaya lampu minyak yang hangat. Mereka duduk bersama, gelas Sake, Arak, dan Pongasi di tangan, merayakan kemenangan yang telah mereka raih bersama.

Ryu Ja-kyung, dengan mata berbinar dengan senyum lebar, mengangkat gelasnya tinggi-tinggi, "Sake ini rasanya begitu menyegarkan! Seperti semangat baru yang mengalir dalam darah setelah pertempuran yang panjang. Kita harus minum untuk hari ini, untuk kemenangan, untuk kehidupan!"

Shimazu Toshikane, dengann postur tegap dan tatapan yang tenang, menanggapi dengan suara rendah namun hangat, "Arak hangat khas Selatan Silla ini juga tidak kalah istimewanya. Rasanya seperti kehangatan matahari pagi yang menembus kabut dingin. Sebuah penghormatan yang layak untuk keberanianmu, Ja-Kyung."

Raka Tinu Palongan, dengan tawa yang riang dan mata yang berkilau, menawarkan botol Pongasi, "Kenapa tidak coba minuman khas negeriku. Rasanya manis dan kuat. Mari kita minum, untuk setiap langkah yang kita lalui bersama!"

Saat mereka bertukar gelas dan mencicipi minuman satu sama lain. Shimazu Toshikane dan Ryu Ja-Kyung terkejut melihat Raka Tinu Palonga meneguk Pongasi, Arak hangat, dan Sake dengan mudahnya, seolah-olah itu hanya air biasa. Mereka saling pandang, mata mereka berkata, "Apakah dia benar-benar manusia?"

Di sudut lain, para prajurit dari ketiga aliansi duduk bersama, tertawa lepas, bergandengan tangan, dan berbagi makanan. "Lihatlah mereka," kata salah satu prajurit sambil menunjuk ke arah pemimpin mereka, "bahkan para jenderal kita tidak bisa mengimbangi Raka Tinu Palonga dalam hal minum!"


Setelah pertempuran yang sengit, pasukan Mingxi mengalami kekalahan yang telak, Kekaisaran Mingxi akhirnya setuju untuk mengadakan gencatan senjata. Perundingan damai diadakan di Moling, tempat di mana 3 persekutuan bersatu untuk mencapai kesepakatan.

Berikut adalah isi perjanjian damai:

  1. Kepulauan Hongbei: Sebagai simbol kemenangan dan perubahan kekuasaan, Yamate Shogunate akan mengambil kepulauan Mingxi yang bernama Hongbei dan mengganti nama menjadi Shimizushima dengan nama distriknya Namiyoke.
  2. Batu Bara: Selatan Silla meminta batu bara dari wilayah Mingxi sebagai bagian dari kompensasi perang.
  3. Akses Industri Tekstil: Kerajaan Bajau diberikan akses di wilayah Mingxi untuk membangun industri tekstil, dengan masa kontrak yang akan berakhir dalam 20 tahun.
  4. Biaya Ganti Rugi: Mingxi akan membayar biaya ganti rugi sebesar 5,969,240 tael kepada tiga aliansi, sebagai pengganti kerugian yang terjadi selama perang.


Ibukota Selatan Silla, yang dikenal sebagai Seorabeol, bergetar dengan kegembiraan. Berita tentang kemenangan negara mereka dalam pertempuran melawan pasukan Mingxi telah menyebar melalui jalan-jalan yang ramai. Penduduk kota berkumpul di pasar, di kuil-kuil, dan di sepanjang sungai Nakdong, berbicara dengan semangat dan membagikan cerita tentang para pahlawan yang telah memperjuangkan kehormatan dan keamanan mereka.

Di istana, Ratu Seondeok duduk di takhta, wajahnya berseri-seri. Ia mendengarkan laporan dari para jenderalnya mengucapkan terima kasih kepada para dewa dan leluhur atas kemenangan ini. Di sekitarnya, para pejabat dan bangsawan berkumpul, merencanakan upacara penghormatan untuk para prajurit yang gugur dan memikirkan langkah-langkah selanjutnya untuk memperkuat kerajaan.

Di sudut-sudut kota, para pedagang dan seniman merayakan dengan cara mereka sendiri. Toko-toko di pasar dipenuhi dengan barang-barang yang dihiasi dengan warna-warna bendera Silla. Para seniman menggubah lagu-lagu pujian dan menulis puisi tentang keberanian dan tekad para prajurit. Di kuil-kuil, para pendeta dan biksu mengadakan ritual syukur, memohon agar keberuntungan terus menyertai kerajaan.

Saat matahari terbenam, kota Seorabeol bersinar dengan cahaya obor dan lilin. Orang-orang berkumpul di alun-alun, menari dan menyanyikan lagu-lagu kebangsaan. Di tengah keramaian, ada perasaan persatuan dan harapan baru. Kemenangan ini bukan hanya milik para prajurit, tetapi juga seluruh rakyat Selatan Silla.


---


Kajen, kesatria dari Divisi Telik Sandi, dan Ranggawuni, asistennya, duduk di sudut tersembunyi kedai makanan yang tenang. Cahaya lilin memantulkan bayangan mereka di dinding kayu yang tua. Kajen memeriksa peta yang terbuka di atas meja, sementara Ranggawuni menyeruput secangkir teh dengan perhatian.

Kajen dengan wajah dinginya dan matanya yang tajam. "Laporan distribusi senjata sudah saya terima, Ranggawuni. Tidak ada penyalahgunaan yang terjadi. Pembayarannya juga telah selesai. Selatan Silla akan memiliki kekuatan lebih untuk melindungi diri mereka."

Ranggawuni dengan wajah datarnya juga sesuatu menganjal di pikirannya, membalas "Tapi, Kajen, saya penasaran. Mengapa Mingxi tidak menyerang dari darat? Mengapa mereka tidak mengambil kesempatan menyerang Silla dari utara atau setidaknya mengepung Selatan Silla?."

Kajen mengangkat alias "Ranggawuni, kita harus memahami taktik dan strategi musuh kita. Lihat peta ini." Menunjuk ke peta geografis wilayah Utara Silla. "Gunung terjal Changbai melindungi Selatan Silla dari utara. Itu adalah benteng alami yang sulit ditembus. Mingxi pasti berpikir dua kali sebelum menyerang dari sana."

Ranggawuni kemudian memilah-milah dan berpikir setiap kata yang diucapkan oleh atasnya tersebut. "Tapi apa alasan sebenarnya? Mengapa Mingxi tidak mencoba? dan mengapa Gorgush Khan gagal menaklukan kerajaan ini di masa lalu?"

Kajen mengambil napas sambil sesekali melirik ke arah sekitar. "Ranggawuni, kita harus memahami sejarah. Gorgush Khan mencoba menaklukkan Selatan Silla, tetapi dia menghadapi perlawanan yang gigih. Selatan Silla memiliki ilmu perang yang unik dalam melawan pasukan pemanah berkuda. Mereka mengandalkan taktik perdagangan dan blokade untuk bertahan. Mingxi tahu ini. Mereka tidak ingin mengulangi kesalahan Gorgush Khan.

Kajen tersenyum. "Mari aku jelaskan lebih jauh, analisis taktik perdagangan, Selatan Silla mereka memanfaatkan kapal-kapal dagang untuk mengumpulkan informasi, mengintai musuh, dan mengamankan jalur distribusi supply makanan. Dengan mengendalikan perdagangan, mereka memiliki keuntungan.

Ranggawuni sambil melihat atasannya dengan wajah poker face "Tapi bagaimana dengan blokade?"

Kajen menjelaskan lebih lanjut, "Selatan Silla menggunakan blokade untuk menghambat gerak musuh. Mereka membangun benteng-benteng di perbatasan dan mengendalikan akses ke wilayah mereka. Dengan memblokade jalur darat dan laut, mereka memaksa musuh untuk mencari alternatif. Ini menguras sumber daya dan mengganggu pasokan musuh. Ketika pasukan musuh mulai mendekat, mereka menarik mundur, menarik musuh ke dalam perangkap. Kemudian, pasukan infanteri Silla muncul dari hutan, mengepung musuh. Ini adalah taktik yang membingungkan dan efektif."

Ranggawuni kemudian tersenyum. mengangguk mengerti. "Jadi, mereka mengganbungkan perdagangan dan blokade untuk bertahan."

Kajen menutup peta dengan lembut. “Tepat sekali. Ilmu perang Selatan Silla adalah kombinasi cerdas dari strategi militer dan kebijakan ekonomi. Itulah yang membuat mereka sulit ditaklukkan. Mingxi harus berhati-hati, karena Selatan Silla memiliki kekuatan yang lebih dalam ketidakdugaan.”

Ranggawuni mengangguk "Jadi, kita harus tetap waspada. Meskipun Selatan Silla terlindungi oleh Gunung terjal Changbai, Mingxi mungkin memiliki rencana lain.

Kajen membalas sambil menggenggam peta erat "Tepat sekali, Ranggawuni. Kita harus selalu berpikir dua langkah ke depan. Dunia ini lebih luas daripada yang kita bayangkan.

Mereka berdua kembali memeriksa peta, mengetahui bahwa tugas mereka belum selesai. Di balik ketenangan malam, konflik dan intrik terus berputar, dan Kesatria dari Divisi Telik Sandi harus siap menghadapinya.


---


Vino, Oka, dan Tirta, tiga sahabat Kesatria dari Divisi Jawara, berdiri di tepi Pelabuhan Bekti, mata mereka memandang ke arah laut yang luas. Angin sepoi-sepoi membawa aroma garam dan harapan. Di hadapan mereka, pelabuhan yang pernah sederhana kini mengalami transformasi besar. Misi mereka adalah melindungi dan mengamankan tempat ini, misi yang sangat mudah dan sederhana.

Vino yang memiliki mata tajam dan naluri yang kuat, memeriksa peta yang terbuka di tangannya "Lihatlah, teman-teman. Inilah Pelabuhan Bekti yang baru. Deretan dermaga yang kokoh, siap menyambut kapal-kapal dagang dari seluruh dunia."

Oka, dengan senjata MT-1782 Mod yang sudah menjadi andalannya, mengangguk. "Teknologi katrol yang diperbarui memudahkan bongkar muat barang. Gula, tembakau, dan kopi akan mengalir melalui sini."

Tirta, yang selalu ceria dan humoris, menambahkan, "Gudang-gudang modern telah dibangun untuk menyimpan komoditas. Fasilitas perkantoran memfasilitasi administrasi dan negosiasi."

Mereka berjalan menuju dok kapal, di mana kapal-kapal dagang berjejer rapi. Tirta menunjuk ke arah fasilitas perbaikan. "Dok ini akan memperbaiki kapal yang rusak akibat perjalanan panjang. Para ahli tukang kayu dan pandai besi bekerja keras di sini."

Vino menatap laut, wajahnya penuh pemikiran. "terkadang laut ini seperti hati wanita Tidak pernah bisa kita tebak, kadang tenang, kadang ganas. Seperti istriku, yang akhirnya mengandung anak kedua setelah sekian lama."

Oka tertawa. "Woi, Vino kamu selalu punya cara unik untuk melihat dunia. Istriku itu, setiap kali aku menyelesaikan misi kekaisaran dan mendapat gaji, terus-menerus merengek minta kain sutra dan perhiasan. Tapi aku tetap mencintainya."

Vino dan Oka kemudian melihat ke arah Tirta....

“Ah, Sarina, permataku nu cantik. Permintaan anjeun kaya ombak di laut, teu pernah boga akhir. Tapi urang teu keberatan, sabab cinta urang ka anjeun, leuwih berharga daripada harta karun di dasar laut.”

Vino dan Oka saling pandang, wajah mereka bingung dan sedikit terkejut, Vino menggaruk kepalanya, sementara Oka menepuk-nepuk pipinya. Mereka berdua tampak seperti sedang mencoba memahami bahasa orang Sondau yang baru saja mereka dengar dari Tirta.

Pelabuhan Bekti bukan hanya tempat pelabuhan kapal, tetapi juga pusat kegiatan ekonomi dan perdagangan. Di sini, kesatria-kesatria dari Divisi Jawara menjaga keamanan dan memastikan kelancaran distribusi komoditas.

  1. Lokasi Strategis: Pelabuhan Bekti terletak di Ujung Galuh, ibukota Kekaisaran Jomodolo. Letaknya yang strategis memudahkan akses ke wilayah-wilayah perdagangan utama dan pusat-pusat ekonomi.
  2. Teluk yang Dalam: Pelabuhan ini berada di dalam teluk yang dalam. Dermaga-dermaga yang kokoh memanjang ke laut, memungkinkan kapal-kapal dagang besar berlabuh dengan aman.
  3. Pantai Berpasir: Pantai di sekitar pelabuhan terdiri dari pasir putih yang lembut. Di pagi hari, para nelayan dan pedagang beraktivitas di sini, mencari ikan dan mempersiapkan barang dagangan.
  4. Bukit Salaka: Di sebelah utara pelabuhan, terdapat bukit salaka yang menjulang. Pemandangan dari atas bukit ini menawarkan panorama laut yang memukau.
  5. Pulau-Pulau Kecil: Beberapa pulau kecil terletak di dekat pelabuhan. Pulau-pulau ini menjadi tempat perlindungan bagi burung-burung laut dan memiliki keindahan alam yang menarik.
  6. Cuaca Tropis: Pelabuhahn Bekti berada di wilayah tropis, sehingga cuacanya hangat sepanjang tahun. Musim hujan dan musim kemarau bergantian, memengaruhi aktivitas perdagangan dan pelayaran.

---

Di istana, Ibu Suri Yessi Sondau memancarkan keanggunan dan kebijaksanaan. Namun, di balik tirai sutra dan wangi bunga, tersembunyi konspirasi yang mengacam nyawa Ibu Suri Yessi Sondau.

Selir Lili Matarem, dengan mata yang tajam, menyimpan dendam. Kekuasaan adalah obsesinya. Ia ingin menggantikan Yessi sebagai Ibu Suri dan memerintah Kekaisaran Jomodolo dari balik layar. Lili Matarem, yang memiliki pengetahuan tentang ramuan dan kosmetik, merencanakan pembunuhan.

Dalam tabung kosmetiknya, Lili Matarem menyembunyikan merkuri, racun yang mematikan tak terdeteksi. Setiap kali Ibu Suri Yessi menggunakan bedak atau lipstik, ia tanpa sadar mengoleskan racun itu pada wajahnya.

Suatu hari, Ibu Suri Yessi Sondau memberikan hadiah kepada Lili Matarem, sehelai rajutan baju yang indah, dirajut oleh Permaisuri Yessi sendiri. Selir Lili Matarem terharu dan menyesal telah meracuni Ibu Suri yang murah hati ini. Saat Yessi menitipkan surat Lili membaca kata-kata yang menggetarkan hatinya:

"Lili, jagalah putra makhota dengan penuh cinta dan kasih sayang. Mungkin setelah ini aku akan menyusul Kaisar Bekti...Aku pergi dulu untuk berobat ke Republic Tanah Samudra."

Lili Matarem merasa sesak, keseimbangan kakinya gemetar seolah-olah akan jatuh.... Lili Matarem bergegas menuju pelabuhan, berharap bisa menghentikan tragedi yang akan terjadi.

Namun, Saat Lili Matarem tiba di pelabuhan, kapal yang ditumpangi Ibu Suri Yessi Yessi sudah berlayar. Lili berteriak, tetapi ombak laut hanya membalas dengan gemuruh. Kapal itu akhirnya tenggelam, membawa permaisuri ke dasar laut.

2 hari kemudian, Investigasi dimulai. Kesatria dari Divisi Telik Sandi memeriksa Lili Matarem. Wajahnya pucat, tetapi ia berbicara dengan tegas "Aku... Aku tidak tau apa-apa tentang insiden ini, terlebih lagi apa itu merkuri dalam kosmetik... aku hanya berniat memberikan hadiah itu ke mendiang Ibu Suri Yessi." air matanya bercucuran.

Di persidangan kekaisaran di Ujung Galuh, Lili dinyatakan tidak bersalah. Namun Panglima Latupono Kesatria dari Divisi Jawara mengajukan banding. Ia merasa ada yang tidak beres.

Di malam hari, hujan turun dengan deras. Lili duduk di selnya, merenung. Surat terakhir permaisuri masih menghantuinya. Apakah ini karma? Apakah kekuasaan telah membutakan matanya ?

Tidak ada bukti yang menguatkan konspirasi pembunuhan. Lili Matarem hanya dihukum 6 bulan penjara karena kelalaian, tragedi yang menimpa Ibu Suri Yessi dinyatakan pengadilan sebagai kecelakaan.

Dalam sel yang dingin, Lili Matarem merenung. Dia merasa hampa. Kekuasaan yang di inginkanya hanya ilusi, Ia teringat pada surat terakhir Permaisuri Yessi, yang memohon agar Lili menjaga putra mahkota dengan cinta dan kasih sayang. Mereka pernah tertawa bersama, menangis bersama, dan sekarang, hanya kenangan yang tersisa.

Ketika Lili Matarem bebas dari penjara, istana yang dulu ramai kini terasa sepi, Joyokarbe Jomodolo, sang putra mahkota, menatapnya dengan mata penuh harap, namun ada luka yang tak terlihat, Lili Matarem tahu ia harus memperbaiki kesalahan masa lalu.

Ibu Suri Lili Matarem mengambil alih peran sebagai ibu bagi Joyokarbe dengan sepenuh hati. Namun, setiap kali ia melihat Joyokarbe tertawa, ia teringat pada Yessi, dan hatinya terasa seperti di tujuk ribuan jarum.

Ibu Suri Lili Matarem berusaha membesarkan Joyokarbe Jomodolo dengan penuh cinta dan kasih sayang. Setiap hari, dia mengajarkan nilai-nilai budi pekerti dalam bermasyarakat dan ilmu politik yang menerangkan 2 risalah pemerintahan.

Suatu malam, Joyokarbe menemukan Ibu Suri Lili menangis di taman istana. "Ibu, mengapa kau menangis?" tanya Joyokarbe dengan suara lirih.

Lili menatap Putra Mahkota Joyokarbe Jomodolo dan dalam tatapan itu, ada kejujuran yang belum pernah ia tunjukkan sebelumnya. "Aku menangis untuk kesalahan yang telah aku buat, untuk nyawa yang tak bisa kembali, dan untuk cinta yang telah aku sia-siakan," jawab Ibu Suri Lili.

Joyokarbe mendekat dan memeluk Ibu Suri Lili. "Ibu, aku tahu kau telah berubah. Aku merasakan cintamu setiap hari. Kita tidak bisa mengubah masa lalu, tapi kita bisa membangun masa depan bersama."

Dalam pelukan itu mereka berdua saling menangis...


---

Di tengah-tengah Kekaisaran Jomodolo yang sedang berkembang, dua tokoh ilmu pengetahuan, Sir Edward Mobile dan Nasir Yahya-Michel, dikenal sebagai "Dua Pilar Cahaya Kekaisaran," bekerja bahu-membahu dalam laboratorium rahasia di bawah istana kekaisaran. Sir Edward, seorang fisikawan energi terkemuka dari Great Brition dan Nasir, seorang matematikawan jenius dengan darah campuran Levantine dan Great Brition, telah dipekerjakan oleh Kekaisaran Jomodolo untuk menyelesaikan tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya: Menciptakan sumber cahaya yang akan mengubah malam menjadi siang.

Sir Edward Mobile, dengan keahliannya dalam ilmu energi fisika, mengembangkan teori tentang bagaimana energi bisa diubah menjadi cahaya. Dia memimpin eksperimen dengan elemen kimia dan reaksi eksotermik, mencari cara untuk menghasilkan cahaya yang stabil dan terang tanpa menghasilkan panas yang berlebihan. Dia mengajukan konsep "bolam vakum", sebuah bola kaca yang di dalamnya terdapat filamen yang dapat memancarkan cahaya ketika dialiri energi.

Sementara itu, Nasir Yahya-Michel mengaplikasikan keahlianya dalam matematika untuk menghitung parameter yang tepat untuk menghasilkan energi listrik yang efisien. Dia merancang sistem sirkuit yang kompleks, menghitung resistansi dan kapasitansi yang diperlukan untuk mengoptimalkan aliran energi. Nasir Yahya-Michel juga mengembangkan algoritma untuk mengatur intensitas cahaya, memungkinkan penyesuaian cahaya sesuai dengan kebutuhan.

Bersama-sama mereka menciptakan generator uap yang revolusioner, yang tidak hanya mampu menggerakkan mesin-mesin besar di proyek kapal perang Kekaisaran Jomodolo, tetapi juga menghasilkan listrik dalam jumlah besar. Generator ini, yang ditenagai oleh batu bara dan air, menjadi jantung dari sistem penerangan baru dan mutakhir.

Setelah berbulan-bulan kerja keras dan banyak percobaan, mereka akhirnya berhasil. Bola lampu pertama menyala, memancarkan cahaya yang hangat dan terang, menandai awal dari era baru di Kekaisaran Jomodolo. Kota-kota diterangi, malam menjadi lebih aman, dan kehidupan sosial berkembang bahkan setelah matahari terbenam.

Kekaisaran Jomodolo juga menggandeng Duma Industri dan Songosari Industri untuk bekerja sama dalam mendanai Proyek-proyek besar kedepannya.

Joyokarbe Jomodolo dan Perdana Menteri menatap proyek kapal Palapa D-1, Garuda D-2, Bayasuro D-3, Adimantara D-4, akan selesai dalam 6 tahun. Kapal ini adalah kebanggaan Kekaisaran Jomodolo, sebuah kemajuan teknologi dan kekuatan.

Dengan panjang 390 kaki, lambungnya menggabungkan baja dan besi, melapisi setiap inci lambung, menawarkan perlindungan maksimum terhadap serangan musuh.

Meriam MSI-1 berdiam di lambung tengah, siap menghujani musuh dengan proyektil 75mm yang mematikan.

Diatasnya, Meriam MSI-3 berdiri gagah, mengintai target dengan proyektil 300mm yang dapat menghancurkan benteng sekalipun. Kombinasi ini membuat Kapal Besi Uap Kekaisaran Jomodolo menjadi mimpi buruk bagi kapal-kapal musuh.

Namun, kekuatan sejati kapal ini terletak pada mesin uapnya. Tenaga penggerak yang luar biasa berasal dari mesin uap ekpansi 3x lipat kembangan Duma Industri. Mesin ini menggerakkan baling-baling besar, memotong ombak dengan kecepatan 17.2 knots. Kapal-Kapal ini adalah anugerah teknologi, menggabungkan kekuatan dan kecepatan dalam satu paket yang menakjubkan.

Adimantara, sang insinyur kepala, menatap proyek kapal dengan mata berbinar. Ini adalah tantangan terbesar dalam kariernya. Kapal-kapal besi uap ini bukan hanya sekadar teknologi; mereka adalah manifestasi kekuatan dan keberanian Kekaisaran Jomodolo.

Pekerjanya, para pandai besi dan pengelas, bekerja tanpa lelah. Mereka memadukan baja dan besi, menggabungkan teknologi meriam MSI-1 dan MSI-3 dengan ketelitian yang luar biasa.




-- ini ENDINGnya bagi yang kurang suka jika ada yang ada lebih baik silahkan ke kolom komentar.

Pagi yang cerah di Kekaisaran Jomodolo dipenuhi dengan suara riuh rendah. Hari ini adalah hari penobatan Kaisar baru, Joyokarbe. Meski baru berusia 15 tahun, Joyokarbe menunjukkan kebijaksanaan dan kedewasaan yang jauh melebihi usianya.

Sebelum berjalan menuju aula terbuka Kekaisaran untuk memberikan pidatonya, Joyokarbe berhenti sejenak di depan Ibu Suri Lili Matarem. Dia mengecup keningnya dengan lembut, “Terima kasih, Ibu Suri. Anda telah membesarkan saya dengan penuh kasih dan ilmu. Saya tidak akan pernah melupakan semua yang telah Anda lakukan untuk saya.”

Lili Matarem tersenyum, meski matanya berkaca-kaca. “Ibunda Anda pasti sangat bangga melihat Anda hari ini, Joyokarbe. Pimpinlah negeri ini dengan bijaksana, seperti yang telah diajarkan ibunda Anda.”

Saat Joyokarbe berbalik dan berjalan menuju aula, Lili Matarem menatap punggungnya, air mata kesedihan mengalir di pipinya. Dia menatap kosong ke arah bayangan masa lalu, hatinya dipenuhi penyesalan dan rasa bersalah. Dalam hatinya, dia berbisik, “Oh Permaisuri Yessi, maafkan aku telah menyingkirkanmu. Aku telah menepati janjiku padamu. Aku telah membesarkan anakmu dengan penuh cinta dan kasih sayang.” dengan rasa menyesal Ibu Suri Lili Matarem segera pergi ke kamarnya membuka lemari dan DOR"

Dan dengan itu, era baru Kekaisaran Jomodolo dimulai, di bawah kepemimpinan Kaisar Joyokarbe, anak dari Permaisuri Yessi dan Bekti Jomodolo. Meski penuh tantangan dan rintangan, mereka semua yakin bahwa masa depan yang cerah menanti mereka.
 
Terakhir diubah:
Saya membuat cerita di atas berdasarkan pengalaman saat bermain game Europa Universalis IV. Pada awal cerita, hanya menceritakan hubungan mesra suami istri antara raja dan ratu. Jujur, saya tidak memiliki pengalaman dalam menulis cerita, oleh karena itu, saat membuat cerita di atas, saya dibantu oleh Copilot. Meskipun ada beberapa ide saya yang tidak sesuai saat dimasukkan ke dalam AI Copilot.😊
 
Terakhir diubah:
Cerita ini buat seru-seruan, untuk penulis profesional tidak apa-apa mencopy cerita diatas (tidak dipugut biaya & camtumkan juga credit di belakang buku dengan nama Sabekti Pratama), siapa tahu nanti Animator Indonesia bisa bikin animasi dengan karya anda dan saya bisa menontonya di rumah sambil ngopi :Peace::kopi:.
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd