Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA KISAHKU DENGAN LELAKI LAIN

wah enak nih ngentot diatas perahu ditengah laut...sensasi goyangannya pasti mantap gan....
 
Terima kasih udah baca dan komen juga, gan. Ane baru pemula. Maap kalo ada kekurangan .:Peace: Ini ane coba update cerita selanjutnya. Moga juga berkenan.

----------
Semenjak kejadian dalam mobil pick up, aku sering membayangkan Ahmad. Aku masih terbayang dengan penis besar nan gagahnya itu. Penis yang beberapa hari lalu aku buat muncrat dan menyemburkan 'lahar panas'. Bahkan dua hari sejak kejadian itu, aku bermimpi bercinta dengan Ahmad. Dalam mimpi tersebut, aku dibuat puas oleh Ahmad. Aku mengalami orgasme berkali-kali. Ahmad juga menumpahkan spermanya dalam rahimku. Tapi, sayangnya itu cuma mimpi.

Ayah mertuaku sendiri masih belum pulih. Dokter masih belum mengijinkan beliau untuk pulang. Akhirnya, suamiku harus menungguinya selama di rumah sakit. Keadaan ini membawa kebahagiaan sendiri buatku. Aku harus sering bolak-balik ke kota untuk mengantar keperluan suami dan saudaranya selama di rumah sakit. Dan setiap kali ke kota, aku selalu diantar oleh Ahmad.

Siang itu, suamiku menelpon untuk mengantarkan lagi baju untuknya. Dan menyuruhku membawa laptopnya karena ada pekerjaan yang harus dia selesaikan.

“Minta Ahmad saja untuk mengantarkan,” kata suamiku. Tentu saja aku bahagia mendengarnya.

Sore harinya kami, aku dan Ahmad, berangkat ke kota. Kami kembali mengendarai mobil pick up. Di perjalanan, aku tak banyak bicara. Aku lebih banyak diam sebelum akhirnya Ahmad memecah keheningan di antara kami.

“Mbak,”

“Hmmm?”

“Nanti setelah dari rumah sakit, saya harus mengantar mbak ke mana lagi?”

“Belum tahu. Kenapa?”

“Eh...nggak, mbak. Soalnya saya ada urusan di rumah.”

“Janjian sama pacar ya?” godaku.

“Ah, nggak, mbak.” Jawabnya tersipu malu.

“Oh, kalau gitu. Biar setelah dari rumah sakit, kita langsung pulang aja.”

“Tapi kalau masih ada urusan, ya gak apa-apa, mbak. Biar saya nunggu.”

“Tidak ada sepertinya.”

“Hmmm. Siapa tahu Mas Iwan masih mau kangen-kangenan? Hehehe.” Kata Ahmad.

“Kalau pun mau, masa mau kangen-kangenan di rumah sakit? Ada-ada aja deh kamu, Mad.”

“Kalau gitu, selama Mas Iwan di rumah sakit, ga pernah kangen-kangenan dong.”

“Duh, kamu kok jadi bahas ini sih?”
Aku mencoba untuk mengalihkan pembicaraan. Tetapi sepertinya Ahmad masih tertarik. Aku paham dia ingin memancingku.

“Kenapa, mbak? Pasti kangen Mas Iwan ya?”

“Kamu ini, Mad. Ya pasti kangenlah. Namanya juga suami.”

“Kasihan dong tiap malem kesepian.”

“Iya.”

“Apa perlu aku temenin, mbak?” godanya sambil tertawa.

“Temenin apa?”

“Biar ga kesepian?”

Aku diam tak menjawab dan hanya tersenyum saja. Tiba-tiba tangan kiri Ahmad menuju ke pahaku. Dia mulai mengelus-elus.

“Mad, mau ngapain?” Aku memindahkan tangannya dari pahaku. Ahmad hanya menoleh tanpa menjawab. Tangannya sudah tidak lagi di atas pahaku.

Sesampainya di rumah sakit, aku segera menemui suamiku. Segera aku serahkan baju pengganti dan laptop. Begitu pula untuk kakak dan adik iparku. Aku juga merapikan baju-baju kotor yang akan dibawa pulang.

Sebelum pulang, aku menemani suamiku makan di kantin. Sementara Ahmad masih menunggu di tempat parkir.

“Mas, apa aku sudah bisa pulang? Soalnya si Ahmad dia bilang ada urusan. Kasihan kalau menunggu terlalu lama.”

“Urusan apa?”

“Entahlah, mas.”

“Yaudah deh. Kalau begitu pulang aja. Kasihan juga Kayla kalau terlalu lama kamu tinggal.”

Aku dan Ahmad pun kembali pulang. Hari sudah malam. Seperti biasa, jalan menuju kampungku sepi.

Di tengah perjalanan, dengan tak saling bicara, tiba-tiba tangan Ahmad meraih tanganku yang berada di atas paha. Menggenggamnya. Aku hanya melihatnya dan tak berusaha untuk melepaskannya. Genggaman tangan Ahmad terasa berbeda.

Setelah menggenggam agak lama, tiba-tiba tanganku dibawa ke arah selangkangannya. Lagi-lagi aku hanya diam saja. Kurasakan dari balik celananya, penis Ahmad sudah menegang.

“Remas,” bisik Ahmad. Sementara tangan Ahmad berusaha meraih payudaraku. Dengan masih terbungkus baju, ia mulai meremas-remas.

Rasanya aku ingin sekali membuka celananya dan menyentuh penisnya langsung. Tapi, aku khawatir Ahmad jadi tidak konsentrasi dalam menyetir.

“Menepi saja dulu,” saranku. Bukannya menepi, Ahmad malah mempercepat laju mobil. Dan ia menyingkirkan tanganku dari selangkangannya. Aku bertanya-tanya.

Dari jalan arah menuju rumah, tiba-tiba Ahmad memutar ke arah kiri. Entah akan ke mana, aku juga tidak tahu. Yang jelas, jalannya juga sepi sama seperti jalan menuju rumah.

Sampai akhirnya, Ahmad menghentikan mobilnya di sebuah rumah sederhana. Entah rumah siapa ini. Ahmad menyuruhku turun.

“Tempat apa ini?”

“Ini rumah almarhum ibuku. Rumahku juga.”

“Kenapa kita ke sini? Katanya ada urusan?”

Ahmad tidak menjawab.
Rumah ini hanya sendirian. Tidak ada rumah di sekitarnya. Sepanjang jalan menuju ke sini juga sangat jarang ada rumah.

Setelah masuk ke dalam rumah, Ahmad langsung mengunci pintu. Dia menyuruhku untuk rebahan di kamar.

“Mbak rebahan dulu saja di kamar,” katanya sambil menunjuk arah salah satu ruangan dengan pintu terbuka. “Aku mau ke kamar mandi dulu.”

Rumah ini tidak besar. Kulihat ruang tamunya juga kecil. Tidak ada kursi di ruang tamu. Kulihat juga hanya ada dua kamar tidur. Tidak ada foto atau hiasan yang menempel di dinding ruang tamu.
Aku masuk ke kamar yang ditunjuk Ahmad. Seperti saran Ahmad, aku merebahkan diri di kamar. “Apakah ini yang dimaksud Ahmad dengan 'urusan'?” ucapku dalam hati. Kira-kira apa maksud Ahmad mengajakku ke sini? Apakah ada sesuatu yang dia rencanakan?

Ahmad sendiri agak lama berada di kamar mandi. Mungkin dia memang sedang mandi. Tapi akhirnya dia kembali juga dan kulihat dia hanya mengenakan handuk yang dililitkan di pinggangnya.

“Mbak gak mau mandi?” tanyanya.
Aku menggeleng.

“Pipis, mungkin?”

Aku kembali menggeleng.

Lalu Ahmad berjalan menuju ke arahku dan berdiri tepat di depanku yang duduk pinggir tempat tidur. Tanpa kuduga Ahmad langsung melepas handuknya begitu saja. Handuk itu pun langsung terjatuh ke lantai. Langsung nampaklah penisnya di depan wajahku. Jujur saja aku kaget. Aku mendongak ke wajahnya. Seolah bertanya-tanya. Kulihat penisnya juga agak tegang. Tampak jelas sekali kalau penisnya memang gagah. Di sekitarnya juga ditumbuhi banyak jembut. Ingin sekali aku meraih penis itu.
Tiba-tiba Ahmad langsung mendorongku dan aku pun telentang di kasur. Ahmad berada di atasku, menindihku. Bibirnya langsung menyerang bibirku. Anehnya, aku tak melawan Ahmad. Justru aku menurut dan terbawa oleh permainannya ini. Meski mulanya aku enggan membalas ciumannya, tapi pada akhirnya aku terbawa nafsu.

Ahmad dan aku mulai berciuman. Perlahan birahiku bangkit. Lidah kami saling berpagutan. Sesekali Ahmad menyedot-nyedot lidahku. Ciuman kami semakin panas. Ciumannya juga turun ke leherku. Namun aku mencegahnya. Aku takut dia meninggalkan bekas merah di sana.

Tiba-tiba Ahmad menghentikan ciumannya, dan menyuruhku untuk duduk. Ahmad kemudian mengangkat bajuku. Aku membantunya hingga terlepaslah kaosku. Tampaklah payudaraku yang masih dibungkus oleh BH.

“Buka.” Pintanya.

Tanpa menunggu lama, aku langsung menuruti kata Ahmad. Kubuka kaitan BH-ku sampai terlepas dan tampaklah payudaraku kini di depan Ahmad. Ahmad langsung kembali menidurkanku. Ia kembali menindihku. Aku melirik ke arah penisnya, sudah sangat tegang. Ingin rasanya aku memegangnya.

Kini bukan lagi bibirku yang menjadi sasaran bibirnya melainkan payudaraku. Mulut Ahmad langsung melahap payudaraku setelah sebelumnya meremas keduanya. Mulutnya langsung menyedot susuku. Putingku terasa tertarik. Lidahnya mulai menari-nari di putingku. Berputar-putar di atas putingku. Aku merasa geli dengan tindakannya itu. Namun rasa geli itu juga mengantarkan rasa nikmat. Vaginaku mulai terasa....

“Aduh...” seruku. Ahmad menggigit putingku. Aku pun mencubit lengannya. “...sakit.”

Ahmad melakukan hal yang sama di kedua payudaraku. Sesekali Ahmad juga memberikan cupang di pinggiran susuku. Hingga aku yakin ia meninggalkan bekas merah di sana. Namun kali ini aku tidak mencegahnya. Harusnya aku takut hal ini akan diketahui suamiku.

Ahmad kembali mencium bibirku. Kami berpagutan sebentar sebelum akhirnya Ahmad meraih resleting celanaku. Dia mencoba untuk membukanya.

Lagi-lagi aku tak menghalanginya. Barangkali nafsu telah mengalahkanku. Aku membiarkan Ahmad melakukannya. Justru aku ikut membantu dengan sedikit mengangkat pantatku agar memudahkan Ahmad. Ahmad lalu menarik turun sampai ke ujung kaki dan sampai terlepas. Kini tubuhku hanya tertutupi oleh celana dalam saja. Dia mulai mengelus-elus vaginaku yang masih terbungkus CD berwarna merah. Barangkali dia tahu kalau liang senggamaku itu sudah agak basah.

Ahmad tak menyia-nyiakan kesempatan ini. Dia langsung menarik turun CD-ku hingga lepas. Kini terpampanglah tubuh telanjangku di depan lelaki selain suamiku. Ahmad menjadi orang ketiga yang melihat tubuhku tanpa sehelai benangpun.

Aku mencoba menutupi bagian intimku dengan kedua tangan. Tapi dengan pelan Ahmad memindahkannya. Ahmad tampak terperangah melihat tubuhku. Kulihat dia menatap dengan penuh nafsu pada tubuh telanjangku sebelum akhirnya di kembali melahap kedua payudaraku secara bergantian.

Sebelum melahap payudaraku, dia sempat berbisik padaku, “Mbak seksi banget. Jembutnya lebat.”

Ada perasaan malu bercampur senang mendengar kata-kata Ahmad itu.

Aku mendesah keenakan. Kurasakan vaginaku mulai berdenyut. Kurasa juga ia juga makin basah.

Setelah agak lama, Ahmad mulai membuka pahaku lebar-lebar. Dia juga mulai mendekatkan penisnya ke arah selangkanganku. Kurasakan ujung penisnya mulai menyentuh bibir vaginaku. Rasanya seperti tersengat aliran listrik. Ahmad tidak langsung memasukkannya. Tapi ia menggesek-gesekkannya terlebih dahulu. Ini makin membuatku tersiksa. Gesekan penisnya seolah hendak menyibak bibir vaginaku. Batang penisnya bergesekan dengan jembutku. Aku ingin penis Ahmad segera masuk.

“Ah...Ahmad....”

Ahmad menoleh ke arahku. Barangkali dia tahu maksudku, ia pun perlahan mendorong penisnya masuk.

“Oh...”

Agak susah untuk masuk. Tapi, dengan dorongan yang sedikit kuat, akhirnya kepala penis Ahmad mulai masuk dalam vaginaku. Ahmad mendiamkannya sejenak. Setelah itu, ia kembali mendorongnya lebih dalam. Terus dan terus didorong. Sampai akhirnya, masuklah semua batang penis Ahmad. Vaginaku terasa penuh namun rasanya nikmat sekali.

Pelan-pelan Ahmad mulai menggenjot vaginaku. Aku mulai mendesah keenakan. Kurasakan penisnya keluar masuk di lubang senggamaku.

“Ah...ah...ah...” desahku.

Gerakan Ahmad mulai cepat. Desahku juga makin tak karuan. Ahmad tak membiarkan payudaraku menganggur. Dia meraihnya dan mulai meremas-remas. Sementara pantatnya masih maju mundur di selangkanganku.

“Ah...madd....oh....” aku mendesah merasakan kenikmatan di vaginaku.
Ahmad menundukkan badannya untuk menciumi bibirku. Aku melingkarkan tanganku di badan Ahmad. Begitu juga kakiku, aku lingkarkan di pinggang Ahmad agar pantatnya makin terdorong ke depan.

“Mad...ahh...” kurasakan puncakku sudah dekat. “Te..***s...”

Ahmad seolah mengerti. Dia makin mempercepat genjotannya. Pantanya makin cepet maju mundur. Sampai akhirnya aku sampai di puncak. Aku menggenggam erat seprai dan kulingkarkan erat-erat kakiku di pinggang Ahmad.

Cepat sekali aku sampai.

Ahmad berhenti sejenak. Mendiamkannya dalam vaginaku. Setelah agak lama mengambil jeda, Ahmad menggenjot kembali. Penisnya keluar masuk lagi dalam vaginaku. Aku pun terbawa birahi lagi.

Aku sudah tidak memikirkan lagi bahwa aku akan lebih malam tiba di rumah. Kenikmatan ini telah membuatku lupa dengan semuanya. Kini yang kumau hanya meneguk kenikmatan dari Ahmad sebanyak-banyaknya.

Ahmad menaikkan kedua kakiku ke bahunya. Jadilah pantatku makin terangkat. Penis Ahmad pun makin tepat menusuk vaginaku dari atas.
Kudengar nafas Ahmad juga kian memburu. Badannya mulai bercucuran keringat. Pemandangan ini juga membuatku makin nafsu.

“Ah...ah...ah...” Aku dan Ahmad sama-sama mendesah.

Lalu Ahmad menarik penisnya keluar. Aku heran. Tetapi, dia kemudian berkata,

“Nungging, mbak.”

Aku turuti permintaannya. Aku membelakanginya. Kurasa Ahmad menciumi kedua belahan pantatku terlebih dahulu. Dia juga meremas-remasnya.

Setelah puas, kurasakan penisnya mulai menyentuh pantatku. Perlahan ia menuju ke lubang vaginaku. Terasa makin susah penis Ahmad untuk masuk dengan posisi seperti ini. Tapi, dengan dorongan yang agak kuat, kurasakan penis Ahmad mulai masuk.

“Ah...” desahku.

Ahmad pun mulai melakukan gerakan maju mundur. Penisnya mulai terasa keluar masuk.

Aku dan suamiku sendiri jarang melakukan dengan posisi seperti. Selama menikah barangkali hanya bisa dihitung dengan jari. Suamiku sendiri cenderung konvensional dalam hal bercinta.

“Oh...Mad...ohh...ohh...” aku mendesah.
Ahmad makin cepat menusuk-nusuk vaginaku. Kurasa vaginaku makin berdenyut-denyut. Aku ingin kembali terbang ke awang-awang.

Kurasakan Ahmad meraih susuku dari belakang. Tusukannya makin kuat di vaginaku. Aku pun makin tidak kuat menahan puncakku. Dan...

“Ah....” aku meraih apa saja yang bisa kuraih untuk melampiaskan gairahku.
Tak lama setelah itu, kurasakan Ahmad membenamkan penisnya dalam-dalam. Kurasakan juga penis itu menyembur di dalam vaginaku. Hangat. Semburannya juga cukup banyak lantaran penis itu berkedut-kedut beberapa kali.

Lalu kami berdua ambruk. Badan kami penuh dengan keringat.

“Kok dikeluarin di dalem?” tanyaku pada Ahmad.

“Udah gak sempet nyabut, mbak.”

“Kalo aku hamil?”

“Ya berarti aku masih tokcer dong. Hehehe.” Jawabnya.

Aku hanya menggeleng. “Ngaco kamu.”
Aku berani membiarkan Ahmad muncrat di dalam karena aku ikut program KB. Kalau tidak, mana mungkin aku berani.

Lalu Ahmad turun dari kasur dan membersihkan penisnya dengan lap kain. Dia juga kemudian membersihkan sperma di vaginaku. Setelah bersih, kami segera mengenakan pakaian dan langsung pulang.

“Sudah terbukti kan kalo bukan cuma badan aja yang kekar?” kata Ahmad padaku dalam perjalanan.

“Hmm. Boleh juga.” Jawabku.

“Enak mana sama Mas Iwan?”
Aku menoleh mendengar jawabannya.

“Tentu saja Mas Iwan. Kan sama suami.”

“Pasti enak sama aku.” Kata Ahmad sambil tersenyum. “Kontolnya aja lebih besar punyaku.”

“Tau dari mana?”

“Bener, kan?”

Entah kenapa aku tidak berani menjawab. Aku diam saja.

Malam itu, aku benar-benar bisa mewujudkan keinginanku untuk mendapatkan kehangatan. Aku bisa bercinta dengan Ahmad; laki-laki yang membuatku birahi saat di muara dulu.
Sampai di rumah, hari sudah malam. Orang-orang rumah sudah tidur. Sebelum keluar mobil, aku dan Ahmad berciuman terlebih dahulu. Seperti sepasang kekasih yang hendak berpisah. Bahkan, Ahmad sempat melontarkan ucapan, “Sepong dulu.”

“Nggak.”

Aku pun langsung keluar mobil.

Begitu masuk rumah, kulihat semua tidur. Kondisi rumah sepi. Saat masuk ke dalam kamar, anakku terlihat sudah tertidur lelap. Aku pun segera mengganti baju dan tidur.

Sekitar jam 1 dini hari, aku terbangun ingin buang air kecil. Aku menuju ke kamar mandi. Saat menuju ke kamar mandi, aku mendengar suara aneh. Suara itu berasal dari dapur. Semakin mendekat ke dapur, aku makin paham itu suara apa. Kemudian terkejutlah aku dengan apa yang aku lihat.

Di sana, ibu mertuaku, dengan keadaan tak mengenakan sehelai benang pun, sedang naik turun di atas pangkuan seorang lelaki bertubuh kekar. Laki-laki itu juga bertelanjang. Aku tak bisa mengenali karena kondisi lampu yang remang-remang.

“Astaga...ibu...” ucapku dalam hati. “Siapa laki-laki itu?”

[Bersambung]
 
Terakhir diubah:
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
josss si Ahmad,,dapet memek ibu dan istrinya si Iwan,,,lanjut gan,,liarnya ibu dan istrinya disaat para suami ada dirumah atau didekat suami
 
:pandaketawa: Menantu dan mertua kelakuannya sama, suka selingkuh.

Ceritanya keren bingit
8.gif

Pengantar sebelum exe nya :mantap:

Berawal dari mimpi, langsung jadi kenyataan. Si mbaknya binal duluan, sebelum di exe Ahmad.

Bakalan ketagihan trus tuh si mbaknya sama kontinya ahmad. Lanjutkann suhu...
nama mbak nya siapa ya :bingung:
 
ada cerita bagus lagi nih,
nubi izin :baca:ya suhu..
 
Wah makin seru & asik nich
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd