Agen Terpercaya   Advertise
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Konspirasi Tragedi Minggu Berdarah 1982 [WARNING GRAPHIC CONTENT!!!]

Bimabet
Maaf ikut menanggapi, kalau masalah korupsi negara qta ga akan lepas dari itu dalam jangka waktu dekat, knp? Karna zaman orde baru yg menjadi cikal bakal merebak'y korupsi pada saat ini dan rezim itu berkuasa slama lebih dari 30 tahun, itu sama saja qta diajari korupsi slama 30 tahun, minimal qta bsa sedikit bebas dari korupsi itu setelah 30 tahun orde baru turun atau setelah habis'y generasi yg notabene mencicipi hidup pada rezim orde baru....
Justru menurut saya keberhasilan rezim orde baru itu sendiri adalah suatu kebohongan publik, dimulai dengan kudeta secara halus pemerintahan orde lama, untuk sekedar info, rezim orde lama menurut saya 10x lebih baik dari zaman orde baru, siapa yg ga segan terhadap indonesi pada saat itu, hanya sayang kudeta secara halus pada saat itu yg dilakukan orde baru pada saat itu dengan menebar isue komunisme bahwa PKI yang akan menguasai indonesia, padahal pada saat itu memang indonesia sangat baik dan erat hubungan'y dengan para negara komunis seperti china dan sovyet, sukarno pada saat itu memberi izin pada partai komunis untuk berdiri di indonesia, saya rasa ada muatan politik dari situ, sukarno pada saat itu sangat tegas dalam membela negeri termasuk menjaga kekayaan alam indonesia, pada saat itu amerika sudah bersiasat untuk mendapatkan kekayaan alam indonesia seperti pendirian freeport, caltex dll, namun pada saat itu presiden sukarno tidak menginginkan kerja sama yg hanya menguntungkan bangsa lain, perencanaan sukarno pada saat itu terfokus untuk mengembangkan sdm anak bangsa hingga dapat mengolah kekayaan negri sendiri, dengan sulit'y saat itu untuk menjalin kerjasama dengan indonesia ada siasat lain dari amerika, yaitu dengan meruntuhkan rezim orde lama, maka disebarlah isu komunisme dan saat itu suharto yg berperan secara penuh dan berandil besar menurut saya dalam hilang'y aset" kekayaan alam indonesia, naik'y rezim orde baru terkait campur tangan pihak amerika, itu sangat dapat dilihat, dulu indonesia sangat ditakuti karna kedaulatan indonesia sangat terjaga, indonesia sbg anak emas sovyet dan menjadikan bangsa lain segan terhadap indonesia, fakta yg bsa qta lihat adalah knp saat ini indonesia terlihat lebih dekat dengan amerika daripada dengan rusia, itu salah satu bukti bahwa indonesia telah dalam masa penjajahan baru secara halus oleh amerika melalui rezim orde baru, jika qta lebih teliti bukankah komunisme itu lebih kental saat orde baru daripada orde lama, maka kenapa saya bilang keberhasilan orde baru itu adalah kebohongan publik, pemberitaan media itu sendiri dibatasi dan hanya memberitakan hal" yg baik mengenai orde baru, sedangkan fakta buruk'y slalu ditutupi, kalau memang orde baru itu sukses, apa yg menyebabkan krisis pada saat itu? Bukankah IMF bembatasi pinjaman terhadap indonesia, dengan pembatasan itu maka berdampak pada pembatasan subsidi dlm negri maka seketika itu jg harga" langsung merangsak naik, itu hanya menurut logika saya aja, adapun dalam segala bentuk kekerasan pada saat itu adalah untuk menutupi kebobrokan orde baru pada saat itu, sangat erat koq kaitan'y, benar yg dikatakan suhu d'atas smua'y semua kebijakan saat itu adalah untuk keuntungan kroni'y aja, contoh "pemberantasan preman dalah untuk memberikan ladang untuk ormas yg didirikan yapto yaitu PP", sebenar'y kekerasan itu sendiri ga ada yg diperuntukan untuk rakyat tp untuk keuntungan kroni'y dan dia sendiri, inti'y pada saat itu rakyat diharuskan untuk bungkam, kalo dia bilang A rakyat otomatis harus bilang A ga boleh bilang yg lain, klo bilang yg lain ya taruhan'y nyawa, apa bagus'y seperti itu, contoh kecil, dalam berpasangan aja qta ga akan mau d'dikte sama pasangan apalg dlm kehidupan bernegara, bangsa ini milik rakyat bukan milik pemimpin'y, adapun pemimpin mengajukan suatu cara untuk menggerakan bangsa, rakyat punya hak untuk tau apa pengaruh'y scara transparan, bukan keingin tahuan rakyat itu d'berantas, pada saat itu sama aja rakyat itu sengaja dibodohkan, ironis memang, bisa dilihat koq dari sisa kroni'y bagaimana sikap orde baru yg mau untung sendiri, contoh konkrit'y ky aburizal bakrie, halloo, gmn kabar'y lapindo, dya yg beli tanah buat d'explor minyak'y tp tanah itu sama skali ga bagus dan kemungkinan bencana akan terjadi jika d'drill, tp nekat dan setelah bencana'y terjadi malah d'ajukan sbg bencana alam, itu sama ky qta beli elektronik, qta bongkar qta rusak segel'y lalu qta balikin sama toko dan claim itu adalah cacat pabrik, muke gile, yg ky gtu masih d'bela

Mas coba kalau menulis pakai paragraf..menulis dengan lengkap sehingga mudah di cerna...... dengan pola anda menulis kemampuan berpikir mas tidak terlihat

kalau masalah korupsi negara qta ga akan lepas dari itu dalam jangka waktu dekat, knp?

Karna zaman orde baru yg menjadi cikal bakal merebak'y korupsi pada saat ini dan rezim itu berkuasa slama lebih dari 30 tahun, itu sama saja qta diajari korupsi slama 30 tahun, minimal qta bsa sedikit bebas dari korupsi itu setelah 30 tahun orde baru turun atau setelah habis'y generasi yg notabene mencicipi hidup pada rezim orde baru....

Kesalahan Orde Baru adalah menjadikan korupsi sebagai alat kontrol...... itu harus di akui, namun korupsi dengan pembatasan seperti itu kelemahannya adalah saat figur yang memiliki kekuatan dan disegani tidak ada lagi....semua pelaku akan berlaku seperti kuda lepas kandang

Namun

Justru menurut saya keberhasilan rezim orde baru itu sendiri adalah suatu kebohongan publik

NGAWURRRRR

kalau memang orde baru itu sukses, apa yg menyebabkan krisis pada saat itu? Bukankah IMF bembatasi pinjaman terhadap indonesia, dengan pembatasan itu maka berdampak pada pembatasan subsidi dlm negri maka seketika itu jg harga" langsung merangsak naik, itu hanya menurut logika saya aja

Krisis 1997 itu terjadi merata khususnya di Asia....hanya di Indonesia tidak pernah pulih karena adanya reformasi maha bodoh yang dilakukan orang orang bodoh dan diikuti oleh masyarakat bodoh

Itulah sebabnya saat negara Asia lain pulih dan maju maka Indonesia malah mundur dan terus mundur seperti sekarang ini sudah terbelakang lebih dari dekade dibanding negara negara lain..

Reformasi maha bodoh itulah yang dimotori sengkuni sengkuni itu yang merusak semua tatanan dan membawa dampak kehancuran yang sedemikian besar sat ini

Maaf aku susah mengurai seluruh tulisan anda mas...... pusing liat tumpukan huruf dengan tanda baca tidak semestinya yang membuat semua jadi tidak bermakna

NB : Perlu di emailkan Kamus Besar bahasa Indonesia karangan Poerwardarminta agar bisa berbahasa dengan baikkah ?
 
Terakhir diubah:
Baiklah jika begitu, akan tetapi bukankah negara asia lain tidak mengalami kerusakan dan stabilitas yang tingkatnya sama dengan Indonesia yang dipimpin orde baru pada saat itu? Jika memang orde baru itu baik maka sama sekali ga akan ada tuntutan dari orang-orang yang berperan dalam reformasi itu? Jelas hukum sebab-akibat sangat berlaku pada kasus ini, yang perlu digaris bawahi kabenaran yang sejati itu tidak dapat ditentang, maaf bukannya sara, contoh konkritnya dalam masalah agama, suatu agama ga pernah ditentang oleh penganutnya sendiri, dalam arti jika orde baru itu memang baik maka sama sekali ga akan ditentang oleh rakyat walaupun jika bangsa lain menentang orde baru itu sendiri.
Jangan menyalahkan apa yang terjadi saat ini karena apa yang terjadi saat ini termasuk masalah yang ada saat ini adalah warisan orde baru, bukan dalam arti langsung masalah yang ada saat ini adalah masalah yang ditinggalkan oleh orde baru, tapi itu merajuk pada masalah kerusakan moral, jika dicermati semua masalah yang terjadi saat ini berawal dari sifat manusia yang tercipta pada masa orde baru, yaitu salah satu pihak mengklaim bahwa mereka yang paling benar, melakukan segala cara untuk kepentingan dan keuntungan kaumnya sendiri, apa ada sifat manusia yang seperti itu pada masa sebelum orde baru? Jika tidak kita semua bisa tau dong pada masa apa sifat manusia yg seperti itu mulai dikembangkan, mungkin memang pada masa sekarang sifat itu sangat jelas terlihat dan terlihat lebih dahsyat dari masa orde baru tapi jangan lupa sama peribahasa "guru kencing berdiri, murid kencing berlari" scara matematis jika orde baru menjadi trend seater sifat itu dan dikembangkan selama lebih dari 30 tahun, jelas pada saat ini akan lebih hebat karena generasi sekarang sudah diwarisi experience selama 30 tahun tadi
 
Baiklah jika begitu, akan tetapi bukankah negara asia lain tidak mengalami kerusakan dan stabilitas yang tingkatnya sama dengan Indonesia yang dipimpin orde baru pada saat itu?

Negara lain tidak mengalami kerusakan karena tidak ada manusia manusia sejenis sengkuni yang memanfaatkan situasi ekonomi yang parah untuk menciptakan instabilitas dan merusak seluruh tatanan yang ada termasuk menjarah dan melakukan tindakan anarkis serta bersifat sara,

Lihat Thailand, yang keparahan ekonominya hampir berimbang saat itu, walau sering terjadi kudeta sekalipun tetapi mereka cepat bangkit, beda dengan yang terjadi di Indonesia ....... hasutan manusia manusia munafik berkedok reformasi yang ternyata berambisi kekuasaan dan merusak seluruh hasil pembangunan selama 30 tahun

Jika memang orde baru itu baik maka sama sekali ga akan ada tuntutan dari orang-orang yang berperan dalam reformasi itu? Jelas hukum sebab-akibat sangat berlaku pada kasus ini, yang perlu digaris bawahi kabenaran yang sejati itu tidak dapat ditentang, maaf bukannya sara, contoh konkritnya dalam masalah agama, suatu agama ga pernah ditentang oleh penganutnya sendiri, dalam arti jika orde baru itu memang baik maka sama sekali ga akan ditentang oleh rakyat walaupun jika bangsa lain menentang orde baru itu sendiri.

Oh ya ??? tolong sebutkan saja 1 agama yang tidak pertentangan dikalangan penganut dan pengikutnya, silahkan sebut !

Negara mana yang ideal dan bisa memenuhi kepuasan seluruh warganya secara 100% ? tidak akan pernah ada !

SAYANG pada tahun 1998 Pak Harto sudah uzur dan (mungkin) semangatnya juga sudah menurun..... kalau beliau berkehendak saat itu seluruh pemberontakan akan terbasmi dan orde gagal total produk reformasi bodoh yang tidak ada gunanya ini tidak akan ada....... kehilangan 10-20% penduduk karena menjadi korban demi tegaknya sebuah negara dan rezim adalah lumrah dan tidak masalah kok.

Ingat baik baik...... HAM DAN DEMOKRASI adalah OMONG KOSONG TERBESAR DI ATAS BUMI INI !

jika dicermati semua masalah yang terjadi saat ini berawal dari sifat manusia yang tercipta pada masa orde baru, yaitu salah satu pihak mengklaim bahwa mereka yang paling benar, melakukan segala cara untuk kepentingan dan keuntungan kaumnya sendiri, apa ada sifat manusia yang seperti itu pada masa sebelum orde baru?

Kalau tidak ada maka tidak akan ada pemberontakan permesta ; DI/TII ; tidak perlua ada operasi mandala dan lain lain mas......

Orde Baru adalah masa keemasan Indonesia setelah kemerdekaan, saat itulah kita merasakan sungguh - sungguh bahwa kita adalah warga sebuah negara yang disebut macan asia, sebagai warga yang disegani dan dihargai oleh dunia dan kemanapun di bagian dunia ini kita pergi kita merasakan kewibawaan negara kita..

Bukan seperti sekarang ini kemanapun kita pergi kita dipelakukan dan dicibir sebagai warga sebuah negara kelas dua atau kelas tiga yang tidak memiliki sesuatu apapun untuk dibanggakan......

Sama negara maling tetangga saja 10 tahun kita sembah sujud dan pasrah di injak injak harga diri kita

Bagaimanapun juga militer yang tegas dengan kontrol ketat atas negara harus kembali berkuasa baru bisa memulihkan kerusakan yang terjadi...

Kembalikan polisi dibawah TNI, kembalikan Dwi Fungsi ABRI/TNI, tumpas habis semua demonstran.... negara harus mengontrol semua segi kehidupan masyarakatnya... aktifkan lagi Laksus dan laksusda di semua daerah.... tanpa itu kita hanya akan menyongsong kehancuran NKRI
 
Nyimak sambil isep tembako

Kok kayak nenek ? Isep tembako + ngunyaj sirih dan pinang ?


Tembakau itu harus dirajang, digulung dgn kertas dan dinyalakan dgn api.. Nah baru asapnya dihisap ..
 
Oke jika pembicaraan ini menyinggung masalah kudeta, patut dipertanyakan, siapakah yang melakukan kudeta di Indonesia? Sepengetahuan saya kudeta itu sendiri berarti memaksa adanya peralihan kekuasaan, pertanyaannya lagi, siapa yang memberhentikan seluruh staff negara orde lama dan siapa yang "Merumahkan" presiden pada saat itu? Jika kita bicarakan antara peralihan orde lama ke orde baru, kita ga bisa lepas dari peristiwa G30S, menyangkut peristiwa itu, tolong berikan saya 1 saja bukti konkrit tentang kesalahan PKI selain seluruh bangsa Indonesia hanya menerima kebenaran yang hanya dikonfirmasi dari Angkatan Darat? Apakah benar Kudeta itu dilakukan oleh PKI tanpa mengganggu kabinet negara dan hanya melakukan pembunuhan 7 jendral besar? Kembali pada masalah kudeta, lalu siapa yang pada saat itu mengganggu sistem kabinet? Semua jawaban dari pertanyaan diatas akan mengerucut pada satu nama yang tak lain dan tak bukan adalah. Ehmmm satu-satunya jendral berbintang 5 didunia hahaha (H.M. Soeharto), lalu pertanyaan selanjutnya adalah UNTUK TUJUAN APA? bukankah tujuannya dapat dilihat dari perbedaan antara orde lama yang visi misinya adalah memperuntukan seluruh kekayan indonesia untuk setiap warga negara dan kekayaan indonesia harus diolah oleh anak bangsa sendiri (cari referensi mengenai orde lama, freeport dan caltex atau sekarang chevron). Sedangkan pada masa orde baru, rakyat dibuat bodoh dan dibungkam dengan subsidi yang seakan membuat daya beli masyarakat pada saat itu tinggi, sedangkan ada trend baru kerjasama luar negeri, perusahaan asing yang mengeruk kekayaan bumi indonesia.
Menyangkut subsidi, subsidi itu sendiri didapat dari dana pinjaman IMF, hingga bisa terlihat jelas saat subsidi itu dicabut karena terbatasnya dana IMF, harga langsung melonjak naik, bukankah indonesia pada saat itu sudah swasembada? Mengapa bisa krisis itu sedemikian parah? Kemana hasil swasembada kita, jika ekonomi indonesia sebelum itu benar seperti yang diberitakan, bukankah kita bisa menjadi sentral perdagangan karna hasil swasembada kita? Dan pada saat krisis kemana dana yang didapat indonesia dari kontrak kerjasama indonesia dan perusahaan asing yang ingin mengeruk hasil bumi kita??

Maaf ya mba, perlu dipertimbangkan, jika memang sengkuni itu menghasut dan itu untuk kepentinga dia dan kaumnya sendiri, lalu dimanakah atau siapakah sengkuni yang slalu mba bicarakan itu, jika semata keuntungan yang dia cari, tentu harusnya dia sudah menjadi sangat sangat besar saat ini baik dalam materi atau hal lainnya.

Masalah Agama, pertentangan agama hanya ada diantara penganut agama itu sendiri, bukan ajaran agamanya sendiri yang dipertentangkan, contoh setiap umat muslim mengakui Al-Qur'an sebagai ajaran Alloh, setiap umat Kristen Mengakui Injil sebagai ajaran tuhan, begitupun agama yang lainnya, pertentangan itu sendiri hanya ada suatu kelompok dan kelompok lainnya, contoh islam NU, Muhammadiah dan lain-lain, contoh kristen, tahukah anda bahwa ada ±450.000 sekte dalam kristen dan masing-masing mereka mengakui sektenya adalah yang paling benar, tapi menyangkut agama itu sendiri adalah selalu dibenarkan oleh umat-umatnya bahwa islam itu kitabnya Al-Qur'an dan Alloh sebagai tuhannya, kristen itu kitabnya Injil dengan unsur ketuhanan pada Jesus. CLEAR???

Perlu dicatat, adapun pemberontakan pada masa orde lama itu lebih kepada masalah instabilitas negara karena baru lepas dari masa penjajahan dan sifat yang saya sebutkan diatas bukan dari lingkup pemerintah negara, jelas dengan kebijakan presiden Soekarno pada saat itu (tidak menerima pihak asing untuk mengeksplorasi kekayaan alam indonesia jika tidak adanya kesempatan untuk nantinya anak bangsa bisa mengolah kekayaan alamnya sendiri), menguntungkan bangsa toh?? dan kebijakan itu cukup fair karna saya rasa, kebijakan itu menuntut agar anak bangsa diberikan kesempatan belajar yang sama hingga bisa mencapai SDM yang sama dengan negara maju saat itu, sedangkan pada masa orde baru, memang ada yang bisa dibanggakan bahwa indonesia bisa menciptakan mobil sendiri (Timor) tapi itu sendiri dilakukan dengan cara yang sedikit kotor karena pada saat itu Timor meminta license dari KIA sedangkan KIA sendiri diberikan license oleh Toyota, secara tidak langsung Timor mencuri teknologi dari Toyota melalui KIA, dari contoh itu kita bisa lihat pada masa apa manusia Indonesia menjadi "picik", pada akhirnya Toyota menggugat dan Timor ditutup, hmm, dari contoh itu juga bisa dilihat segelintir manusia diIndonesia sekarang lebih beradab karna bisa menciptakan mobil SMK dan mengakui mereka belum sepenuhnya menciptakan mobil itu karena sebagian besar unsur kendaraan itu masih import dan dari contoh diatas pula bisa dilihat dari kepemilikan perusahaan yang mengembangkan teknologi secara licik itu, jadi darimana asal sifat manusia-manusia licik diIndonesia, bukan hanya sifat licik yang saat ini disebut dengan " extra ordinary crime " yaitu korupsi tapi kelicikan dalam segala hal?
 
Sebetulnya agak mundur terlalu jauh kebelakang ini..

Tapi baiklah kalau mau dikaitkan .....

Nah.......

Coba baca dulu sejarah pemberontakan Muso deh...... dari situ runtut ke 1965 maka anda akan dapat gambaran secara utuh.......

Aku kasih ringkasan dulu yah

Tahun 1948 merupakan tahun perjuangan terberat bangsa Indonesia mempertahankan kemerdekaannya. Kesatuan dan persatuan yang sangat diperlukan menghadapi Belanda mendapatkan tikaman dari belakang. Pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Madiun September 1948 dilancarkan ketika Indonesia sedang bersiap menghadapi agresi Belanda yang bermaksud menguasai daerah RI yang masih tersisa di Jawa dan Sumatera.



Persetujuan Renville 17 Januari 1948 memicu krisis politik. PM Amir Syarifudin dan kabinetnya dianggap tidak becus. Pada 23 Januari 1948, Presiden Soekarno membubarkan kabinet dan menunjuk Wakil Presiden Mohammad Hatta membentuk kabinet. Sayap kiri membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR) dan Amir Syarifudin dipilih menjadi ketuanya. FDR yang beroposisi terhadap pemerintah Hatta antara lain menuntut politik berunding dihentikan sampai Belanda menarik diri secara keseluruhan dari Indonesia.



Di tahun 1948 itu, Angkatan Perang RI (dan pegawai negeri) melakukan Reorganisasi dan Rasionalisasi (ReRa). Kebijakan yang digariskan Kabinet Hatta adalah menyusun tentara yang lebih efisien dan berada di bawah satu komando, dan menjadikannya alat negara yang tangguh terhadap agitasi politik dari luar. Hatta ingin memotong garis politik kelompok FDR. ReRa Angkatan Perang berhasil memperkecil jumlah TNI, dari tujuh divisi menjadi empat, tapi daya tempurnya lebih baik.



Perang Gerilya Semesta

Dengan ReRa ini, TNI-Masyarakat yang dibangun Amir Syarifudin ketika ia masih menjabat Menteri Pertahanan dan Perdana Menteri, dibubarkan. TNI-Masyarakat ini merupakan tandingan bagi TNI yang semula hanya merupakan Biro Perjuangan di Kementerian Pertahanan. Biro ini dan TNI-Masyarakatnya didominasi perwira-perwira yang berhaluan komunis. Kesatuan-kesatuan yang dipengaruhinya dan sempat dilengkapi persenjataan terbaik ini diharapkan menjadi andalan kekuasaan politik sayap kiri itu. Setelah dibubarkan pada 29 Mei 1948, kesatuan ex TNI-Masyarakat dilebur ke dalam Divisi-Divisi TNI, pada Kesatuan Reserve Umum (KRU), sebagai kekuatan cadangan strategis RI.



Rekonstruksi juga diadakan dengan peran strategis TNI untuk menghadapi agresi militer Belanda. Strateginya diubah, tidak lagi menggunakan konsep perang yang lama. Konsep lama yang konvensional menjadikan pengalaman pahit bagi TNI yang dipukul telak oleh Belanda. Dengan konsep yang baru, serangan musuh tidak akan lagi dihadapi langsung secara mati-matian.



Perlawanan awal TNI dilakukan sebagai penghambat guna memberi peluang induk kekuatan TNI dan unsur-unsur pemerintah melakukan persiapan di daerah perlawanan-wehrkreise untuk melancarkan perang wilayah. Akan digelar perang gerilya semesta di seluruh pulau Jawa dan di wilayah yang luas di Sumatera untuk jangka waktu yang tidak ditentukan. Divisi Siliwangi ditugaskan melancarkan infiltrasi jarak jauh kembali ke daerah juang asalnya, berperang gerilya bersama rakyat.

Pada 11 Augustus 1948, Muso, tokoh komunis Indonesia pulang dari Moskow. Dalam pertemuan 13 Agustus 1948 dengan Presiden Soekarno, ketika kepadanya diminta untuk memperkuat perjuangan revolusi, Muso menjawab dengan singkat: Saya datang untuk menertibkan keadaan. Ternyata, yang dimaksudkannya untuk kepentingan FDR/PKI.



Kehadiran Muso mempunyai arti politis bagi gerakan komunis di Indonesia. Ia membawa "garis komunis internasional ortodoks" ialah garis keras Zhadanov. Di tahun 1947, gerakan komunis internasional (Komintern) berubah haluan dan menempuh garis keras. Garis lunak Dimitrov yang dilakoni sejak 1935 yaitu bekerja sama dengan kapitalis untuk melawan fasisme sudah dikesampingkan.Komintern diubah namanya menjadi Kominform (komunis reformasi). Angin perubahan dari Moskow ini yang dibawa Muso ke Indonesia. Ia ingin merombak organisasi yang dinilainya kurang revolusioner dan radikal. Dalam konferensi PKI pada 26-27 Augustus 1948, ia mengungkapkan garis Kominform yang telah berubah seraya mengajukan rencana-rencana baru yang dituangkannya di thesisnya: "Jalan Baru untuk Republik Indonesia".



Reformasi sosial yang dianjurkan tidak jauh berbeda dengan apa yang telah dicanangkan FDR. Platform baru Muso adalah; "harusnya perjuangan anti-imperialis Indonesia bersatu dengan Soviet Unie yang memelopori perjuangan melawan blok imperialis pimpinan Amerika Serikat". Ia juga mendesak PKI, Partai Buruh terbesar, memegang pimpinan revolusi nasional.



Pada 31 Agustus 1948 PKI membuat perubahan drastis. FDR dibubarkan. Partai Buruh dan Partai Sosialis berfusi ke PKI. Disusun Polit Biro baru, Muso menjadi salah satu Sekjen. PKI yang semula beranggotakan 3.000 orang, menjadi 30 ribu orang. Organisasi massa (ormas) PKI kemudian merencanakan kongres koreksi dan merancang trace baru, jalur radikal dan keras.



Tanggal 13 September pecah peristiwa Solo, yakni tawuran antara pasukan Siliwangi (kesatuan reserve umum TNI) dengan pasukan TNI setempat dari Komando Pertempuran Panembahan Senopati yang telah diinfiltrasi FDR/PKI. Dalam rencana FDR/ PKI yang tertuang dalam dokumen "Menginjak Perjuangan Militer Baru", kota Solo hendak dijadikan "Wild West", untuk menyesatkan perhatian atas rencana militer besar yang sebenarnya. Tetapi provokasi PKI ini dapat diatasi pasukan-pasukan yang setia kepada pemerintah



Belanda Memperkeruh suasana

Pada 18 September 1948 pagi, Soemarsono selaku Gubernur Militer (PKI) dan atas nama pemerintah Front Nasional setempat, memproklamasikan tidak terikat lagi kepada RI pimpinan Soekarno-Hatta, dan memaklumkan pemerintah Front Nasional. Kekuatan militer PKI untuk melakukan makar adalah kesatuan-kesatuan Brigade XXIX eks Pesindo, pimpinan Kolonel Dachlan. Mereka bersenjata lengkap dan berpengalaman tempur.



Dari Madiun PKI menabuh genderang perang menantang RI. Dari Yogyakarta, pada 19 September jam 22:00, Presiden Soekarno berpidato keras antara lain: "..... Kemarin pagi Muso mengadakan kup dan mendirikan suatu pemerintahan Soviet di bawah pimpinan Muso. Perampasan kekua-saan ini dipandang sebagai permulaan untuk merebut seluruh pemerintahan RI. Ternyata peristiwa Solo dan Madiun tidak berdiri sendiri-sendiri, melainkan satu rantai-tindakan untuk merobohkan pemerintah RI"



"...... Bantulah pemerintah, bantulah alat-alat pemerintah dengan sepenuh tenaga, untuk memberantas semua bentuk pemberontakan dan mengembalikan pemerintahan yang sah di daerah yang bersangkutan. Rebut kembali Madiun, Madiun harus segera di tangan kita kembali...."



Pada 20 September 1948 diadakan sidang Dewan Siasat Militer dipimpin PM/Menteri Pertahanan Hatta. Apabila tidak diadakan tindakan cepat menumpas PKI, Belanda akan melakukan intervensi. Angkatan Perang harus secepatnya merebut Madiun kembali. Kolonel A.H. Nasution sebagai kepala staf Operasi MBAP menyanggupi merebut kembali Madiun dalam waktu dua minggu.



Ancaman Belanda

Tantangan lain yang masih harus dihadapi RI pada September 1948 adalah ancaman agresi Militer Belanda. Perundingan diplomatik seusai Renville tidak berjalan lancar. Letjen Spoor, Panglima tentara Belanda yang meragukan penyelesaian sengketa Indonesia-Belanda melalui perundingan, sejak Februari telah merencanakan operasi militernya yang sewaktu-waktu dapat digerakkan untuk menuntaskan masalah secara militer once for all.



Rencana strategi yang dinilainya berhasil memenangkan agresi militer pertama (1947) disiapkan lagi, kali ini diberi sandi : "Operatie Kraai".



Kekacauan di wilayah RI dan adanya pemberontakan PKI di Madiun dinilainya peluang strategis untuk melancarkan operasi militer besar: memadamkan pemberontakan komunis sekalian menamatkan riwayat RI.Bila di Yogyakarta diadakan sidang Dewan Siasat Militer dipimpin PM Hatta untuk menumpas pemberontakan PKI-Muso, maka pada tanggal yang sama di Jakarta diadakan perundingan para pemimpin politik dan militer Belanda, dipimpin wakil wali negara, Abdulkadir Widjojoatmodjo.Usul Jenderal Spoor untuk mempercepat agresi militer, disetujui. Diputuskan oleh sidang agar Abdulkadir minta izin kepada Pemerintah Pusat Belanda, agar diberi kuasa untuk segera bertindak, melancarkan operasi "Kraai".



Ternyata Belanda urung melancarkan operasi militernya. Ini bukan karena Kabinet Belanda tidak merestui, tapi karena kalah cepat dengan operasi TNI. RRI Yogyakarta menyiarkan Brigade II Siliwangi dipimpin Letnan Kolonel Sadikin tanggal 30 September 1948 jam 04:00 petang membebaskan Madiun.Ini berarti kurang dari dua minggu dari rencana operasi yang bergerak 21 September 1948 itu. Tidak selang lama di Madiun bergabung pula Brigade S pimpinan Letkol Surahmat dari Komando Tempur Djawa Timur. Operasi militer selanjutnya membebaskan kabupaten-kabupaten yang dikuasai PKI, yaitu Ponorogo, Magetan, Pacitan

Pada akhir bulan Nopember 1948, seluruh operasi penumpasan PKI termasuk daerah-daerah sebelah utara Surakarta yaitu Purwodadi, Cepu, Blora, Pati, Kudus, dan lain-lain, selesai. Gerakan PKI dipadamkan dalam tempo 65 hari.



TNI melaksanakan konsolidasi, mempersiapkan diri menghadapi agresi Belanda. Sejarah mencatat, TNI tidak punya cukup waktu untuk melakukan konsolidasi dan mempersiapkan diri menghadapi agresi militer Belanda.



Tanggal 19 Desember 1948, Belanda kembali melancarkan agresi militer. Kali ini serangan kilat ditujukan langsung ke Ibu Kota RI Yogyakarta. Dalam waktu singkat Belanda menduduki kota-kota penting yang masih tersisa di wilayah RI. Pimpinan-pimpinan politik RI ditawan, tetapi mereka tidak berhasil menangkap pimpinan TNI.



TNI tetap utuh dan tidak bisa dihancurkan, karena pasukan TNI segera menyebar di daerah-daerah pengunduran yang luas (sesuai rencana strategi pertahanan yang telah digariskan dalam perintah siasat Panglima Sudirman). Belanda memaksa TNI melakukan perlawanan gerilya, suatu cara peperangan yang sangat sesuai bagi TNI.



Bila Belanda melancarkan strategi perangnya untuk menghancurkan, dengan tujuan untuk meniadakan/memusnahkan RI, yang dalam istilah Carl von Clausewitch Niederwerfungs-strategie, maka ia dihadapi oleh TNI dengan perang gerilya/bersama rakyat, yang berjangka waktu panjang dan menjemukan, yang menurut teori Hans Delbruck sebagai Ermattungskrieg.Belanda diganggu terus menerus oleh pertempuran hit and run, dan diselingi perang diplomasi, yang menekan syaraf dan melelahkan.

Diluar masalah agresi Belanda..... peristiwa Muso adalah salah satu cikal bakal peristiwa 1965

Kalau masih minat akan kulanjut sampai ke REFORMASI MAHA BODOH dan GAGAL TOTAL yang membawa Indonesia mundur 5 dekade


Maaf ya mba, perlu dipertimbangkan, jika memang sengkuni itu menghasut dan itu untuk kepentinga dia dan kaumnya sendiri, lalu dimanakah atau siapakah sengkuni yang slalu mba bicarakan itu, jika semata keuntungan yang dia cari, tentu harusnya dia sudah menjadi sangat sangat besar saat ini baik dalam materi atau hal lainnya.

yaitu si amin rais, sri bintang pamungkas dkk ...produk gagal bangsa ini, beruntunglah bangsa ini mereka tidak tersampaikan upayanya untuk menjadi penguasa ... sudah pecah jadi berapa negara NKRI ini kalau mereka "naik"


Masalah Agama, pertentangan agama hanya ada diantara penganut agama itu sendiri, bukan ajaran agamanya sendiri yang dipertentangkan,

Kamu lucu deh........... ya iya..masalah negara juga karena pertentangan di antara rakyatnya sendiri bukan negaranya yang dipertentangkan atuh akang ....

Pemikiran Bung Karno - Faham Marhaenism yang akang coba jelaskan masih jauh dari lengkap...... namun apapun juga 32 tahun masa Orde Baru adalah Masa keemasan Indonesia setelah proklamasi......

Entah kapan akan kembali mengingat saat ini bangsa ini sudah menjadi bangsa yang amat sangat terbelakang dan primitif akibat reformasin gagal dan bodoh itu
 
Oke untuk peristiwa yang di ciptakan muso itu bisa qta pahami, tp pada peristiwa 1965 itu adalah cerita yg lain, ada unsur skenario tertentu, pertanyaan nya, apakah mungkin seseorang bisa mengetahui secara tepat apa yang akan terjadi di beberapa waktu kedepan walaupun hanya itungan menit, contohnya saat soeharto dalam radio menerangkan tentang firasatnya bla bla bla, mengapa semua yang dikatakannya benar termasuk dalam hal yang menyinggung pembunuhan 7 pahlawan revolusi, kenapa bisa kejadian itu tergambar dalam sebuah firasat atau mimpi apalah itu saya kurang faham dan begitu spesifik bahka sebelum kejadian itu sendiri terjadi, jika hanya 1 kejadian itu dapat dipahami, tapi ini lebih dari satu, tidak kah itu seperti kita mendengar sutradara bercerita tentang film yang akan dibuatnya?
Sangat terkesan pada peristiwa 1965 itu hanyalah pemanfaatan PKI sebagai alat untuk kudeta, scenario bad guy & nice guy, PKI hanya dikambing hitamkan pada saat itu
 
Oke untuk peristiwa yang di ciptakan muso itu bisa qta pahami, tp pada peristiwa 1965 itu adalah cerita yg lain, ada unsur skenario tertentu, pertanyaan nya, apakah mungkin seseorang bisa mengetahui secara tepat apa yang akan terjadi di beberapa waktu kedepan walaupun hanya itungan menit, contohnya saat soeharto dalam radio menerangkan tentang firasatnya bla bla bla, mengapa semua yang dikatakannya benar termasuk dalam hal yang menyinggung pembunuhan 7 pahlawan revolusi, kenapa bisa kejadian itu tergambar dalam sebuah firasat atau mimpi apalah itu saya kurang faham dan begitu spesifik bahka sebelum kejadian itu sendiri terjadi, jika hanya 1 kejadian itu dapat dipahami, tapi ini lebih dari satu, tidak kah itu seperti kita mendengar sutradara bercerita tentang film yang akan dibuatnya?
Sangat terkesan pada peristiwa 1965 itu hanyalah pemanfaatan PKI sebagai alat untuk kudeta, scenario bad guy & nice guy, PKI hanya dikambing hitamkan pada saat itu

Radio mana ? tanggal berapa ? ada datanya ? >> untuk yang kubold dan kubesarkan

Coba ku kubuat runtut yah..................


Aidit, Lukman, Sudisman dan Njoto —dengan derajat keterlibatan yang berbeda-beda—; merupakan pelaku pemberontakan PKI Madiun yang selamat dan kelak dikemudian hari menjadi pelaku G 30 S/PKI. Struktur kepengurusan PKI pimpinan Muso menempatkan Aidit dalam seksi Buruh, Lukman seksi Agitasi dan Propaganda, Sudisman seksi Organisasi dan Njoto seksi Urusan Perwakilan. Sedangkan Letnan Kolonel Untung —pimpinan gerakan militer G 30 S/PKI— merupakan partisipan dalam gerakan militer pemberontakan Madiun

Setelah kudeta Madiun, PKI memanfaatkan tiga situasi kebangsaan —Agresi Militer Belanda II, sistem politik Demokrasi Liberal (1950-1959) dan sistem politik Demokrasi Terpimpin (1959-1965)— sebagai momentum konsolidasi kekuatannya.

Agresi Militer Belanda dimanfaatkan kader-kader PKI untuk meloloskan diri dari tindakan hukum (kejaran aparat dan penjara pemerintah) dan tindakan politik (likuidasi dari percaturan politik bangsa).

Sistem politik Demokrasi Liberal (1950-1959) dimanfaatkan PKI untuk penguatan basis keanggotaan dan bargaining posisinya dalam percaturan elit perpolitikan bangsa. Sedangkan era Demokrasi Terpimpin —dengan berlindung dibalik superioritas dan kharisma Presiden Soekarno— dipergunakan PKI untuk memperkuat hegemoninya dalam pentas politik nasional, indoktrinasi gagasan revolusioner dan persiapan perebutan kekuasaan.

Agresi Militer Belanda II (19 Desember 1948) hanya terpaut tiga bulan dengan dimulainya pemberontakan PKI Madiun (18 September 1948) atau selang dua minggu sejak pertempuran terakhir antara pasukan RI dengan pasukan pendukung PKI (29 November 1948) di Gua Macan Desa Penganten Kecamatan Klambu Purwodadi atau bersamaan dengan pelaksanaan hukuman mati terhadap tokoh-tokoh pemberontak (Amir Sjarifudin beserta 11 pemimpin PKI) di desa Ngalihan, Karanganyar Solo oleh Gubernur Militer Gatot Soebroto.

Setelah aksi penumpasan pemberontakan Madiun, satuan-satuan ketentaraan RI belum benar-benar terkonsolidasi ketika harus menghadapi Agresi Militer Belanda II melalui strategi terobosan yang kuat dan cepat serta didukung peralatan militer yang baik. Soekarno-Hatta dan sejumlah pimpinan pemerintahan —yang menolak gerilya— berada dalam tahanan Militer Belanda. Pimpinan TNI harus segera berangkat ke medan gerilnya dan baru dapat mengonsolidasi seluruh kekuatannya setelah Serangan Umum 1 Maret 1949 — yang dimotori Letnan Kolonel Soeharto— menuai hasil.

Agresi telah mengalihkan konsentrasi satuan-satuan TNI untuk fokus melakukan perlawanan terhadap Belanda dan hal ini dimanfaatkan sejumlah kader PKI untuk meloloskan diri. Tan Ling Djie —anggota Sekretariat Jenderal PKI bentukan Muso— berhasil meloloskan diri dari penjara Wirogunan Yogyakarta. Aidit berhasil melarikan diri ke Jakarta, menuju Vietnam dan tinggal bersama pasukan Ho Chi Minh serta tinggal beberapa saat di Cina sebelum akhirnya datang lagi ke Indonesia.

Sejumlah tokoh pemberontak lainnya juga berhasil meloloskan diri seperti Alimin, Ngadiman Hardjosubroto, Sudisman dan Lukman. Setelah berhasil meloloskan diri, para kader PKI melakukan gerakan bawah tanah dari tempat persembunyiannya masing-masing untuk melakukan konsolidasi kekuatan dan menyusun rencana selanjutnya.

Seperti halnya Tan Ling Djie, pada masa pendudukan Belanda (antara Agresi II dan Serangan Umum 1 Maret 1949), bersama Ngadiman Hardjosubroto membentuk Central Comite (CC) darurat di Yogyakarta untuk menghimpun anggota-anggota PKI yang sebelumnya tercecer dalam kelompok-kelompok kecil.


Upaya kader-kader PKI menghidupkan kembali partainya memperoleh momentum tatkala sidang Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) memutuskan untuk tidak melikuidasi PKI dan memberikan hak hidup dalam perpolitikan bangsa.

Keputusan KNIP didasarkan pada pendapat yang menyatakan: "partai Komunis diperlukan sebagai Sekutu untuk menetralisasi modal-modal asing Belanda yang ada di Indonesia". Berdasarkan hasil sidang KNIP itu, tanggal 7 September 1949 Menteri Kehakiman RI memberikan pernyataan: "Pemberontakan Madiun tidak akan dituntut, asalkan mereka tidak tersangkut dalam kejahatan-kejahatan kriminal. Kerjasama orang-orang Komunis diperlukan dalam menghadapi bahaya-bahaya yang datang dari luar. Sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi yang dianut, pemerintah dapat membenarkan adanya oposisi dalam kehidupan parlementer"

Keputusan KNIP dan kebijakan pemerintah masa itu dapat dipahami sebagai upaya penyatuan elemen-elemen bangsa (baik sipil maupun militer) dalam menghadapi agresi Belanda.

Pada saat keputusan itu diambil, pemerintah RI sedang gencar-gencarnya melakukan perjuangan melawan Belanda dalam empat front sekaligus: front militer, front diplomasi bilateral (Indonesia-Belanda), front internasional dan masalah integrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Satuan-satuan militer Belanda belum mundur dari wilayah Indonesia dan kekuatan-kekuatan ketentaraan RI harus dimobilisasi untuk mengantisipasi tipu muslihat Belanda.

Pemerintah Indonesia juga masih disibukkan untuk memenangkan perjuangan diplomasi melalui Konferensi Meja Bundar yang diselenggarakan pada tanggal 23 Agustus s/d 2 November 1949.

Mobilisasi dukungan internasional juga terus dilakukan agar turut memberi tekanan kepada Belanda sehingga mengakui kedaulatan Pemerintah Republik Indonesia. Sementara itu semua potensi dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia hasil Proklamasi tahun 1945 belum benar-benar terintegrasi, akibat penyempitan wilayah kekuasaan melalui agresi maupun perundingan-perundingan dengan Belanda sebelumnya.

Keputusan KNIP menekankan realitas logis jangka pendek dan tentunya tidak ada yang menduga, iktikad baik itu dikhianati PKI dengan melakukan kudeta 17 tahun sesudahnya.

Keputusan KNIP segera disambut para kader PKI yanhg segera muncul dari persembunyiannya dan melakukan konsolidasi serta menyusun pleidoi (pembelaan) politik untuk mengembalikan citra partainya. Alimin, tokoh senior PKI —dalam sebuah wawancara dengan wartawan Sin Po tanggal 10 November 1949— menyangkal keterlibatan partainya dalam pemberontakan Madiun dan menegaskan akan menjalankan garis kebijakan "secara hati-hati". Alimin juga mendorong kader-kader muda PKI untuk belajar di Tiongkok yang salah satunya melalui pengiriman delegasi SOBSI (diketuai Njono) menghadiri Konferensi Serikat-Serikat Buruh Asia dan Australia di Peking tanggal 16 November 1949.

Pada tanggal 4 April 1950, Alimin mengaktifkan kembali PKI. Sementara itu pada akhir bulan Juni 1950 sidang pleno CC-Tan Ling Djie di Godean Yokyakarta memutuskan rumusan metode reinkarnasi PKI pasca pemberontakan Madiun, baik dalam hal cara kerja (menitikberatkan kerja tertutup dan kerja terbuka jika kesempatan memungkinkan), bentuk perjuangan (tidak meninggalkan perjuangan bersenjata dan oleh karena itu senjata yang masih ada di tangan tidak akan diserahkan) maupun organisasi (melangsungkan Konggres Partai Sosialis untuk dilebur kedalam PKI).

Tan Ling Djie juga menyempurnakan personalia organisasi dengan menempatkan dirinya dalam urusan umum dan agitprop, Abdul Madjid Djoyodiningrat (urusan perburuhan), Djokosudjono dan Yusuf Muda Dalam (urusan perjuangan bersenjata).

Pada bulan Juli 1950, —atas prakarsa Sjam melalui peristiwa Tanjung Priok— Aidit muncul kembali di Indonesia dan melakukan konsolidasi semua potensi kepartaian yang berserak setelah kegagalan Kudeta Madiun.

Pada tanggal 17 Agustus 1950 Indonesia memasuki sistem Demokrasi Liberal —yang berlangsung hingga 6 Juli 1959— dengan menggunakan sistem kabinet parlementer dan Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950 (UUDS 1950).

Periode ini diwarnai instabilitas pemerintahan yang ditandai dengan pergantian tujuh kabinet usia pendek.

Instabilitas politik ini dimanfaatkan secara baik oleh PKI untuk propaganda rehabilitasi citra kepartaian, konsolidasi organisasi dan mobilisasi keanggotaan.

Petualangan PKI pada masa demokrasi liberal dimulai pada saat konsolidasi organisasi dimana Aidit dan kader-kader mudanya merebut Central Commite (CC) dan politbiro baru pada bulan Januari 1951.

Aidit menempatkan dirinya sebagai ketua Politbiro, Lukman ketua II dan Nyoto sebagai ketua III. Sedangkan dalam Central Commite Aidit menempatkan dirinya sebagai Sekretaris Jenderal dengan anggota terdiri dari Lukman, Njoto dan Sudisman. Propaganda rehabilitasi citra partai merupakan agenda pertama dengan menyusun buku putih pemberontakan Madiun.

Seterusnya, Aidit mengajukan konsep "Jalan Baru" dengan tujuan untuk menunjukkan bahwa PKI berjuang melalui garis kelembagaan negara, menggunakan jalan damai dan demokratis dalam tindak-tanduk politiknya, serta menyusun konstitusi PKI yang baru.

Aidit juga melakukan propaganda untuk mengesankan bahwa PKI merupakan partai nasionalis, anti kolonialis, bersimpati terhadap agama, bertangung jawab, menentang jalan kekerasan dan pembela demokrasi

Langkah berikutnya melakukan mobilisisasi keanggotaan secara ofensip dengan sasaran kalangan buruh, buruh tani, organisasi veteran, wanita, pemuda, mahasiswa, seniman dan wartawan.

Untuk mencuri dukungan dari massa buruh dan tani, Aidit mencuatkan isu "kenaikan upah" dan "perubahan tata guna tanah". PKI juga melakukan show of force dalam bentuk aksi-aksi kekerasan massa dan pemogokan masal.

Aksi kekerasan berupa penyerangan markas Kepolisian di Tanjung Priok, pelemparan Granat di sebuah pasar malam di Bogor, gerakan pendirian pemerintahan Soviet di Banyuwangi dan Besuki Jawa Timur serta aksi-aksi kekerasan massa di Sumatera Timur. Sedangkan pemogokan masal terjadi di Sumatera (buruh perkebunan), perusahaan-perusahaan strategis (perusahaan minyak, angkutan kereta dan perhubungan udara) dan Jawa Barat (menuntut kenaikan upah).

Aksi-aksi kekerasan dan pemogokan yang digerakkan oleh PKI memaksa Kabinet Sukiman melakukan penangkapan sebagian besar tokoh-tokohnya untuk dijadikan tahanan politik.

Kebijakan itu memperoleh protes keras dari PKI, namun dibela Presiden Soekarno dengan pernyataanya pada Pidato 17 Agustus 1951 yang menyatakan "pemerintah telah berketetapan hati untuk mengancurkan gerombolan bersenjata, baik yang digerakkan oleh idiologi tertentu maupun liar, baik yang bersifat kiri maupun kanan, baik yang merah Komunis maupun yang Hijau/ DI-TII)".

Perdana Menteri Sukiman dalam pertanggungjawabannya kepada parlemen mengungkapkan bahwa kebijakan itu diambil setelah cukup bukti meyakinkan adanya gerakan kekerasan yang didalangi PKI untuk membunuh Soekarno-Hatta dan para menterinya. Kebijakan Kabinet Sukiman memaksa PKI untuk kembali menjalankan aktifitas kepartaian secara klandestain (bawah tanah) setelah berusaha bangkit dari keterpurukan pemberontakan Madiun.

Situasi politik segera berubah dengan cepat manakala Kabinet Sukiman mengalami kejatuhan pada tanggal 23 Pebruari 1952.

Situasi ini dimanfaatkan PKI dengan menawarkan bargaining politik kepada PNI untuk membentuk kabinet tanpa Masyumi —kompetitor terbesar PNI pada masa itu— dengan kompensasi dukungan rehabilitasi dan reposisi PKI dalam perpolitikan bangsa.

Sambutan positif PNI mendorong Aidit muncul dari pelariannya dan bahkan memperkenalkan gagasan "Jalan Demokrasi Rakyat bagi Indonesia", yaitu pembenaran cara-cara parlementer selain cara-cara revolusioner.

PKI juga merumuskan garis perjuangan pengkomunisan masyarakat Nusantara melalui program:
(a) membina Front Persatuan Nasional yang berdasarkan persatuan kaum buruh dan kaum tani,
(b) membangun PKI yang meluas di seluruh negara dan mempunyai karakter massa yang luas, yang sepenuhnya terkonsolidasi di lapangan idiologi, politik dan organisasi.

Selanjutnya PKI berusaha merubah imbangan kekuatan dengan mendefiniskan siapa "kawan", "kawan sementara" dan siapa "lawan". Mereka menyebut "empat bukit setan" sebagai lawan yaitu imperialisme-kapitalisme, komprador, kapitalis birokrat dan feodalisme.

Dalam menghadapi lawan, mereka menggunakan strategi mengandeng "kawan sementara" yaitu —yang diistilahkan sebagai— kalangan borjuasi nasional yang memiliki kesamaan obsesi 'kehancuran imperialisme'. Terlepas berlindung dibalik istilah-istilah itu, PKI secara terang-terangan hendak mewujudkan agendanya sendiri yaitu terbentuknya negara Komunis di Indonesia.

Berdasarkan program partai yang dicetuskan melalui Konggres V 1954, PKI menuding sistem pemerintahan RI sampai tahun 1954 merupakan pemerintahan anti Komunis.

Demokrasi yang berlaku di Indonesia merupakan demokrasi barat yang dikuasi borjuasi nasional dan oleh karenanya harus diganti dengan sentralisme demokrasi (demokrasi memusat) ala Komunis. PKI juga menganggap ABRI masih menjadi alat untuk "menindas PKI". Untuk mewujudkan sistem Komunis di Indonesia, PKI menetapkan strategi politik MKTB (Metode Kombinasi Tiga Bentuk).

Ketiga metode perjuangan itu adalah:
(1) perjuangan gerilya di desa yang para pelakunya kaum buruh tani dan tani miskin,
(2) perjuangan revolusioner oleh kaum buruh di kota-kota, terutama kaum buruh dibidang transportasi,
(3) bekerja secara intensif di kalangan musuh, terutama kalangan Angkatan Bersenjata.[13]

Melalui agitasi dan propaganda secara gencar serta janji-janji manis terhadap kalangan buruh (kenaikan upah) dan petani (perubahan tata guna lahan menurut versinya), PKI menempatkan dirinya sebagai partai terbesar keempat —setelah PNI, Masyumi dan NU— pada tahun 1955 dengan mendulang enam juta pemilih. Kemenangan PKI juga ditopang kemampuan propagandanya mengesankan diri seolah-olah sebagai pembela Pancasila, menempatkan sosok kharismatik Soekarno sebagai satu-satunya calon Presiden dan menampilkan dirinya sebagai sosok pembela rakyat kecil.

Kedok PKI sebagai pembela Pancasila menjadi terbuka tatkala atmosphere kemenangan pemilu 1955 berusaha dimanfaatkan sebagai momentum dekonstruksi idiologi negara untuk ditarik kedalam peta Komunis dunia.

Sidang Pleno CC PKI tahun 1957 mengesahkan konsep "Masyarakat Indonesia Revolusi Indonesia" (MIRI) sebagai road map membawa Indonesia kedalam sistem Komunis.

Pada tahun 1958, dibalik kedok dukunganya terhadap Pancasila, PKI mulai melancarkan propaganda perubahan substansi Pancasila melalui sidang konstituante.

Mereka berusaha mengganti sila pertama Pancasila "Ketuhanan Yang Maha Esa" dengan rumusan "kemerdekaan beragama". Menurut mereka, tidak semua masyarakat Indonesia beragama monotheis, karena tidak sedikit pula merupakan penganut politheis dan bahkan ada yang atheis

Sidang konstituante untuk menyusun UUD pengganti UUDS tidak pernah mencapai kata sepakat, sehingga mendorong Presiden Soekarno mempraktekkan Demokrasi Terpimpin.

Dekrit Presiden 5 Juli 1959 (yang juga didukung ABRI) pada awalnya diharapkan menjadi momentum bagi bangsa Indonesia untuk kembali kepada kemurnian UUD 1945.

Momentum itu dibajak dan dibelokkan PKI —dengan berlindung dibalik pengaruh Presiden Soekarno— kearah sentralisme demokrasi sebagaimana dianut negara-negara Komunis.

Konsepsi revolusi ala Komunis digelorakan sebagai panglima dan mulai menenggelamkan falsafah Pancasila yang pada semangat awalnya akan dijadikan acuan kembali dalam proses penataan bangsa.

Pembelokan arah demokrasi terpimpin diawali dengan masuknya Aidit menjadi panitia kerja perumusan GBHN yang substansi materinya diambil dari Pidato Presiden Soekarno 17 Agustus 1945 dengan judul "Penemuan Kembali Revolusi Kita".

Kesempatan itu dimanfaatkan Aidit memasukkan konsepsi dan strategi mewujudkan masyarakat Komunis Indonesia —yang dikenal dengan konsep "Masyarakat Indonesia Revolusi Indonesia" (MIRI)— kedalam GBHN.

Elaborasi MIRI kedalam GBHN —kemudian dikenal dengan "Manifesto Politik Indonesia" (Manipol)— merupakan rute paling pendek bagi PKI pada masa itu untuk mewujudkan sistem Komunis yang disebutnya sebagai "Tahap Nasional Demokrasi dan Tahap Sosial Demokrat".

Maka tidak heran apabila dalam hari-hari berikutnya, PKI memperjuangkan realisasi Manipol dan menuding para penentangnya sebagai penentang revolusi Indonesia.

Pemanfaatan Presiden Soekarno oleh PKI pada awalnya didasarkan pada kebutuhan aliansi taktis atas dasar prinsip saling membutuhkan diantara keduanya. Soekarno ingin menuntaskan cita-cita proklamasi 1945 untuk menjadi Indonesia sebagai negara kuat, mandiri dan menjadi pemain penting dalam percaturan dunia.

Keinginan itu terbentur lemahnya dukungan negara-negara barat sebagaimana tercermin dalam kasus Irian Barat yang penyelesaianya dalam diplomasi internasional terkatung-katung lebih dari 10 tahun.

Negara-negara barat juga kurang memberikan dukungan pengadaan persenjataan dalam rangka mobilisasi umum pembebasan Irian Barat.

Presiden Soekarno juga dihadapkan pada realitas kebutuhan dalam negeri berupa dukungan semangat juang rakyat yang menggelora untuk melakukan perlawanan terhadap kepentingan barat yang tidak mendukung kepentingan Indonesia (misalnya untuk memboikot perusahaan-perusahaan Belanda yang ada di Indonesia).

Fakta tersebut memaksa Soekarno "merawat" PKI —sebagai anak emas Blok Timur (Komunis)— agar dapat menarik dukungan negara-negara Blok Timur membela kepentingan Indonesia menghadapi kekuatan Barat.

Soekarno juga memerlukan massa PKI yang reaksioner untuk sewaktu-waktu dimobilisasi memberikan dukungan agenda-agendanya (misalnya dalam masalah nasionalisasi perusahaan-perusahaan milik Belanda yang ada di Indonesia).

Uluran tangan Presiden segera disambut PKI dengan memanfaatkan balik kharisma dan superioritasnya untuk melindungi agenda dan kepentingannya.

Pimpinan PKI tentu sudah menghitung jika mereka akan lebih didengar suaranya oleh negara-negara Blok Komunis (terutama RRC dan Soviet) ketimbang Presiden Soekarno yang sedang mengais dukungan dari negara-negara itu untuk dipergunakan melawan barat.

Presiden sewaktu-waktu dapat "disandera" PKI melalui tekanan internasional (Soviet atau RRC) maupun dengan desakan massa partainya apabila kurang memberikan dukungan terhadap agenda maupun kepentingannya.

Atas dasar pertimbangan itu dapat dipahami jika PKI menganggap aliansi dengan Presiden Soekarno merupakan "koalisi sementara" dengan kalangan "borjuasi nasional" yang akan memberi banyak keuntungan strategis.

Kerjasama dengan kalangan nasional dan non Komunis dibenarkan dalam doktrin Stalin sebagaimana diputuskan dalam konggres Bolshevik ke 19 (5-14 Oktober 1952). Sementara itu Presiden Soekarno —sebagaimana karakter yang melekat pada dirinya— sangat percaya diri dan meyakini akan mampu mengatasi "kenakalan PKI".

Kemesraan mencolok antara Presiden dengan PKI terjadi sejak tahun 1960, dimana Aidit dilibatkan sebagai anggota delegasi resmi tatkala Presiden Soekarno tampil dalam Sidang majelis Umum PBB (1960).

Aidit juga dijadikan anggota delegasi konferensi Non Blok di Beograd serta mendampingi Presiden Seokarno menemui John F. Kennedy untuk menyampaikan pesan perdamaian (1961). Tidak hanya Aidit, tokoh-tokoh utama PKI (Lukman dan Njoto) juga sering diberi tugas untuk mengemban misi internasional oleh Presiden Soekarno.

Pemberian kepercayaan ini merupakan sesuatu yang tidak lazim dilakukan sebelum tahun 1960.

Melalui strategi "koalisi sementara", PKI semakin leluasa menyalurkan gagasan revolusuionernya melalui pidato-pidato Presiden yang disusun oleh Nyoto, seorang kadernya rangking ketiga, yang berhasil disusupkan sebagai ghost writer's naskah pidato Presiden.

Walaupun belakangan oleh Aidit dianggap lebih Soekarnois dari pada Komunis, fakta keberadaan Nyoto sebagai pengurus CC PKI (dibawah pimpinan Muso dan Aidit) tidak bisa menyembunyikan jati dirinya sebagai idiolog ajaran Komunisme.

Infiltrasi Gagasan Komunisme Melalui Pidato-Pidato Presiden

1960 :
Jalannya Revolusi Kita (Jarek) Memasukkan Kebijakan PKI yang terkandung dalam MIRI (Masyarakat Indonesia Revolusi Indonesia) kedalam Manipol-USDEK (Manifesto Politik-UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin dan Kepribadian Indonesia sebagai GBHN

1961
Revolusi-Sosialisme Indonesia-Pimpinan Nasional (Resopim) Mendorong atmosphere politik Indonesia semakin kearah kiri (Komunis)

1962
Tahun Kemenangan (Takem) Mendorong Indonesia semakin mendekat ke Blok Timur (Komunis)

1963
Genta Suara Revolusi (Gesuri) Mendorong konfrontasi dengan Negara-negara barat

1964
Tahun Vivere Pericoloso (Tavip) Mendorong Indonesia semakin revolosioner

1965
Tahun Berdiri di kaki Sendiri (Takari) Mempertajam pertentangan dengan Blok Barat dan mendekatkan diri ke Blok Timur khususnya poros Jakarta-Phnom Penh-Peking-Pyongyang



Pada tahun 1963 PKI merubah garis perjuangannya dari poros Moskow (transisi damai menuju Komunisme) ke arah poros Peking (penggunaan kekerasan revolusioner berskala besar untuk mendirikan diktator proletar). Barangkali hal inilah yang membedakan antara Aidit dengan Muso dalam hal dukungan finansial organisasi PKI.

Implikasi pergeseran poros itu Aidit memperoleh fasilitas-fasilitas yang luas dan penuh dari penduduk Cina perantauan yang ada di Indonesia.

Biaya operasi organisasi dan propaganda PKI sebagian besar atau bahkan hampir seluruhnya diterima dari Hoakiau, selain droping pendanaan dari Peking.

Pada saat pra G 30 S, setiap warung (toko) Cina —yang dimiliki penduduk Cina berkewarganegaraan RRT— yang ada di Indonesia, mempunyai kewajiban menyumbang dana pengembangan Komunis di Indonesia.

PKI paling sedikit mendapat Rp. 100,- dari warung-warung kecil di kampung-kampung. Sedangkan dukungan finansial dari RRC disalurkan melalui Kedutaan Besar RRC di Jakarta lewat Bank of Cina Cabang Jakarta.

Pada pertengahan tahun 1964, bank tersebut dihibahkan kepada pemerintah Indonesia dan sebagai kompensasinya Presiden Soekarno menempatkan Jusuf Muda Dalam (pelaku kerusuhan bersenjata Merbabu-Merapi Complex pasca pemberontakan Madiun) sebagai Menteri Bank Central.

Pada tahun 1964, selain meningkatkan tuduhan "kontra revolusi" terhadap lawan-lawan politiknya, Aidit juga berusaha mengubur Pancasila untuk diganti dengan Nasakom.

Pada tahun ini pula, PKI membentuk biro khusus sebagai penyempurnaan strategi MKTBP (Metode Kombinasi Tiga Bentuk Perjuangan) dalam melakukan infiltrasi ke tubuh ABRI.

Biro khusus merupakan alat ketua partai, dibentuk pada tingkat pusat dan daerah. Pada tingkat pusat diketuai oleh Kamarusaman bin Ahmad Mubaidah alias Sjam dan bertanggung jawab secara langsung kepada Aidit.

Dalam menjalankan tugasnya, Sjam dibantu Pono alias Supono Marsudidjojo sebagai Wakil Kepala I dan Bono alias Walujo alias Muljono sebagai Wakil Kepala II.

Dalam perkembanganya Biro Chusus Daerah dibentuk di Jakarta Raya (Endro Sulistyo), Jawa Barat (Harjana alias Lie Tung Tjong), Jawa Timur (Rustomo), D.I Yogyakarta (Wirjomartono), Jawa Tengah (Salim alias Darmo alias Tikno), Sumatera Barat (Baharudin Hanafi/Rivai) dan Sumatera Utara (Muhammad Nazir alias Amir alias Nazir), Bali (Wihaji), Nusa Tenggara Timur (TH.P Rissi) dan Kalimantan selatan (Amir Hanafiah).

Tugas dan Strategi Biro Khusus

Mengembangkan pengaruh dan idiologi PKI kedalam tubuh ABRI

Sistem sel
Memperbanyak simpatisan
Mempertajam perbedaan antara bawahan dan atasan
Memanfaatkan hasil-hasil untuk kepentingan Partai

Mendorong anggota ABRI yang sudah direkrut dapat melakukan rekrutmen dan pembinaan terhadap ABRI lainnya Menyusun database anggota ABRI yang sudah di bina untuk sewaktu-waktu dimanfaatkan untuk kepentingan PKI

Setelah posisinya dalam pentas perpolitikan nasional berada di atas angin, PKI terus mengintensifkan apa yang disebutnya "peningkatan situasi ofensif revolusioner sampai ke puncaknya" melalui berbagai sabotase, aksi sepihak dan teror serta agitasi dan propaganda.

Aksi-aksi ini disebutnya sebagai senam revolusi (gymnastic revolution) hingga mencapai kondisi yang diperlukan (necessary conditions). Aksi sepihak berupa teror, agitasi dan propaganda diarahkan terhadap apa yang disebutnya "tujuh setan desa" (kapitalisme birokrat: Kepala Desa dan Bintara Pembina Desa (Babinsa), lintah darat, tengkulak, tukang ijon, pengumpul zakat (pemuka agama), bangsawan (tokoh masyarakat) jahat dan tiga setan kota (pejabat pemerintah, pejabat ABRI dan pengusaha/pemilik modal).

Sabotase dilakukan oleh sayap buruh PKI (Serikat Buruh Kereta Api) untuk mengganggu kelancaran transportasi perkeretaapian seperti yang terjadi di Purwokerto (11 januari 1964), Kaliyasa Solo (6 Februari 1964), Kroya (30 April 1964), Cirebon dan Semarang (14 Mei 1964), Cipapar (6 Juli 1964), Tanah Abang (18 Agustus 1964), Bandung (31 Agustus 1964) dan Tasikmalaya (11 & 18 Oktober 1964).

Aksi-aksi sepihak dilakukan oleh massa BTI Jawa Tengah (Desa Kingkang Wonosari Klaten, Desa Kraguman Jogonalan Klaten dan Trucuk Prambanan Klaten pada awal Juli 1964), massa BTI Jawa Barat (hutan Karticala & Tugu Indramayu dan hutan Telaga Dua dan Pejengkolan), aksi massa BTI Jawa Timur (desa Gayam Kediri dan okupasi tanah wakaf Pondok Pesantren Modern Gontor) dan massa BTI Sumatera Utara (Bandar Betsy Simalungun)[21].

Serangkaian teror juga dilakukan seperti: perusakan kantor Gubernur Jawa Timur (1965), peristiwa Jengkol (1961), tuduhan terhadap ulama/ cendekiawan Hamka sebagai plagiator atas karyanya yang berjudul "Tenggelamnya Kapal van der Wijk" (1963), pembubaran HMI Cabang Jember (1963), pelarangan Manikebu dan Badan Pendukung Sukarnoisme (1963), pelecehan Islam dalam peristiwa Kanigoro-Kras Kediri (1965), provokasi Aidit: "bila CGMI tidak dapat membubarkan HMI supaya sarungan" (29 September 1965) yang dijawab Pemuda Pelajar Islam "langkahi dahulu mayat PII sebelum membubarkan HMI".

Aksi-aksi tersebut dipertajam oleh agitasi dan propaganda dengan isu-isu yang memojokkan lawan-lawan politiknya seperti "Ganyang Kabir", "Ganyang Nekolim" dan "sekarang juga bentuk angkatan V". Tindakan-tindakan PKI itu telah menimbulkan suasana intimidatif bagi orang-orang non PKI khususnya yang menjadi sasaran agitasi.

Aksi agitasi dan propaganda PKI disertai dengan show of force massa besar-besaran melalui rapat-rapat raksasa.

Rosamona dalam bukunya berjudul "Matinja Aidit: Marsekal Lubang Buaja" menuturkan seputar keganjilan pada hari-hari menjelang peristiwa G 30 S/PKI, dimana ukuran kebesaran partai politik ditentukan oleh kemampuanya mengerahkan massa memenuhi Stadion Utama Senayan (sekarang Gelora Bung Karno).

Menurutnya massa yang dihadirkan belum tentu massa riil partai karena tidak jarang rapat-rapat raksasa itu mendatangkan massa bayaran. Pada saat itu harga-harga massa bayaran menjadi meningkat mencapai Rp. 100,- per kepala atau equivalen dengan 6 s/d 7 liter beras.

PKI dengan kekuatan finansialnya mampu mengerahkan massa besar dalam setiap rapat raksasa yang diselenggarakannya. Melalui rapat-rapat raksasa itu PKI menggelorakan agitasi, propaganda dan mendeskreditkan lawan-lawan politiknya sehingga menimbulkan suasana intimidatif bagi orang-orang yang tidak sejalan dengan paham Komunisme.

Suasana intimidatif semakin bertambah ketika PKI mengusulkan pembentukan angkatan ke V dengan mempersenjatai buruh dan tani. Usulan PKI itu memanfaatkan tawaran bantuan 100.000 puncuk senjata ringan RRC kepada Presiden Soekarno pada bulan November 1964.

Sebelumnya, pada bulan November 1964 itu pula, ketua BTI Asmu mengajukan tuntutan agar anggota-anggotanya yang berjumlah 8,5 juta orang dipersenjatai.

Bagi orang-orang non Komunis, manuver-manuver PKI itu telah membuat miris dan mengingatkan kembali peristiwa Madiun, untuk apa senjata-senjata itu akan dipergunakan.

Usulan itu menemui kegagalan karena para pimpinan ABRI, khususnya Angkatan Darat menolak memberi persetujuan.


kukasih sumbernya yaa :

Himawan Soetanto, Madiun dari Republik ke Republik, (Jakarta: Penerbit Kata, 2006)
Peter Edman, Komunis Ala Aidit Kisah Partai Komunis Indonesia di bawah Kepemimpinan DN. Aidit, 1950-1965, (Center for Information Analysis, 2005
Komunisme di Indonesia Jilid III, (Jakarta: Pusjarah TNI dan Yayasan Kajian Cinta Bangsa, 2009
Saleh A. Djamhari, et all; Komunisme di Indonesia Jilid III, (Jakarta: Pusjarah TNI dan Yayasan Kajian Cinta Bangsa, 2009)
Julius Pour, Gerakan 30 September: Pelaku, Pahlawan dan Petualang, (Jakarta: PT. Gramedia, 2010)
Sekretariat Negara, Gerakan 30 September: Pemberontakan Partai Komunis Indonesia-Latar Belakang Aksi dan Penumpasanya, (Jakarta: Sekretariat Negara, 1994)
Sutoyo NK, Fellow Traveller: Peranan Palu Arit Dalam Kehidupan Bangsa Indonesia, (Jakarta: Yayasan Citra Bangsa, 2009)
Victor, M. Fic, Kudeta 1 Oktober 1965: Sebuah Studi tentang Konspirasi, (Jakarta: Yayasan Obor, 2005)
Rosamona, Matinja Aidit: Marsekal Lubang Buaja, (Djakarta: Inkopak-Hazera, 1967)

>>> Jadi perhatikanlah dulu sejarah secara menyeluruh baru membuat kesimpulan.......... Janganlah hoax dipercaya begitu saja

Bahwa peristiwa 1965 mengakibatkan pergantian kekuasaan IYA
Bahwa peristiwa 1965 banyak jatuh korban IYA


Tapi lihatlah lagi ke era sesudahnya dimana Indonesia menjadi stabil dibawah Orde Baru

@tegas : Jadi soal bung karno dan G30S kita sudahi ya karena sudah jelas anda salah

Kembali ke topik ya... kasihan TS nya kalau kita OOT terus
 
1 kata, menakutkan :takut:
ane aja yang bukan dari jaman orba, ngerasa takut
apalagi yang tumbuh dalam masa tersebut, gak kebayang gimana "harus" mengkuatkan mental untuk bisa survive

Jaman orba ? Menakutkan ? ... Kayaknya salah deh .. Justru masa itu masa paling aman, tenteram .. Stabil..

Sekarang ini jaman kacau balau .. Indonesia kehilangan identitas.. Bayangkan reformasi baru 17 tahun tapi Indonesia sudah mundur 50 tahun kebelakang

Sekarang ini jaman manusia tak berakhlak, tak ber etika..
 
Tiada penyangkalan lagi kan atas kebenaran yang sesungguhnya ?
 
Jaman orba ? Menakutkan ? ... Kayaknya salah deh .. Justru masa itu masa paling aman, tenteram .. Stabil..

Sekarang ini jaman kacau balau .. Indonesia kehilangan identitas.. Bayangkan reformasi baru 17 tahun tapi Indonesia sudah mundur 50 tahun kebelakang

Sekarang ini jaman manusia tak berakhlak, tak ber etika..

Pantesan sumbernya dari pusjarah tni karangan orba.
 
Pantesan sumbernya dari pusjarah tni karangan orba.

Jadi sumbernya harus dari kalangan yang tidak kredibel ? atau karangan para opportunis yang tidak karuan yang mencoba mengail di air keruh ?
 
Setuju gan

Setuju gan,,,pasti ada sebab dan musababnya kenapa aparat bertindak seperti itu,mungkin saja jaman itu protap nya memang seperti itu, mengingat jaman itu masih santer sm petrus..kayaknya sih gak mungkin aparat nembakin org lagi ntn pawai klo mereka cuma nonton aja..selalu berpikir dari dua sisi gan..CMIIW
 
Baru tahu yah, emang kejam bget yah ORBA, sukurlah presiden kali ini sipil. Besok2 klu milih presidenx klo dari angkatan bersenjata yg paling dianak tirikan, AU.
 
Baik menurutmu belum tentu baik utk orang lain, jangan ngerasa paling bener dan tau akan suatu hal. Btw, disini bukan tempat utk brainwash orang lain. thx
 
Coment pertama untuk yang buat thread ini seitnaga...ada mantapp seorang pemberani...salut bangaet buat suhuu...
Untuk lianii,rasta,tegas...salut semuanya untuk coment2 dan perdebatan... newbie bacanya ampe kagum...bisa sampai detil gitu mengenai sejarah... suhu2 sekalian orangnya pinter2 yaa...boleh dunk bagi2 pandangan ke ane yang bodoh ini...semua pendapat ane hargai.*** ada yang salah karena pandangan orang beda2.tegantung dari sudut mana memandang..tidak ada yang bner dari orba, reformasi sekarang,maupun orla..semua punya kekurangan masing2 hanya saja mungkin derajatnya berbeda dari sudut pandang masing2 personal...

Untuk liani...sis ane kagum..sista begini pintar dan jenius..baca buku apa ya? Profesinya apa sih kalo boleh tau..hanya sekedar ingin tau aja,, di Pm boleh ane...

Pertanyaan terakhir sebagai seorang wanita yang pintar dan berwawasan luas koq bisa mampir di forum tercinta ini??tujuannya apa ya?? Kalo boleh tau ane di pm donk...ane jadi fans berat aama sis liana...
 
Jaman orba ? Menakutkan ? ... Kayaknya salah deh .. Justru masa itu masa paling aman, tenteram .. Stabil..

Sekarang ini jaman kacau balau .. Indonesia kehilangan identitas.. Bayangkan reformasi baru 17 tahun tapi Indonesia sudah mundur 50 tahun kebelakang

Sekarang ini jaman manusia tak berakhlak, tak ber etika..
Maaf sis, ikut menyela klo sis mengatakan orba lebih baik dari sekarang itu benar. Tapi generasi penguasa sekarang adalah manusia hasil didikan orba juga.
 
Ibarat laut semakin dalam semakin keliatan tenang,padahal arus bawahnya begitu menakutkan..begitulah orba,keliatan damai,aman.***k pernah kita dengar di jaman orba ada perampok yg pakai senjata api/bom..paling top golok,hebat kan? Tapi coba lihat sisi lain selain keamanan..bagaimana ruwetnya pengurusan dokumen,calo yg seabrek" mulai dari calo terminal sampe calo proyek,tidak meratanya pembangunan barat dan timur,kekayaan alam yg di curi secara ugal"an,nepotisme mulai dari anak,mantu,adik,sepupu,cucu dan kerabat" dekat..nah,kalo dibilang jaman reformasi itu kemunduran,apakah kita semua masih merasa ruwet mengurus dokumen mulai dari kelas STNK sampe LPSE?maaf kalo namanya antri itu wajar ya,tdk mungkin semua bisa puas tp minimal lebih baik,tidak ada lagi calo yg frontal menarik" kita utk ikut mau mereka,pakai jasa mereka..paling tidak di sebagian jawa sdh saya rasa begitu,pembangunan yg mulai dikejar utk meratakan barat dan timur,nepotisme yg mungkin masih ada tp sdh tidak separah masa lalu..semua itu adalah kemajuan,proses tidak seperti makan cabe, semua butuh dukungan,apresiasi positif,,pastilah kalo kita patokannya dengan negara lain kita akan terus kecewa,kalo menurut pandangan saya,masa sekarang jauh lebih baik walau masih jauh dari sempurna.
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd