Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.
Baru baca suhu .. :semangat::semangat:

ane kira dari judul " LELANG TUBUH " tentang pelacur / budak seks ..
Ternyata jauh dari prediksi ... :mantap::mantap:
 
BAGIAN 18



Acara untuk pengambilan video Angela pagi ini sudah selesai. Aku penasaran, setelahnya akan ada apa lagi ya? Kulihat pak Borgan berjalan menuju mobil golf yang tadi aku tumpangi. Angela menyusul melangkah keluar dari gazebo. Kulihat mas Faris sedang mengemas barang-barangnya. Laptop, drone, dan peralatan lainnya.

"Kak Siska, ayo ikut" ucap Angela menoleh menghadapku sambil melambaikan tangan kanannya memanggilku untuk mendekatinya. Jarak Angela dariku kurang lebih 11 meteran.

"Eh, iya" ucapku kemudian melangkahkan kaki beranjak keluar dari gazebo menuruni tangga.

Setelah menuruni tangga, aku berlari kecil menghampiri Angela. Dia masih berkeringat. Walaupun sudah dihanduki, kulitnya masih basah, terutama di bawah rahang. Belasan detik berlari, aku berdiri di samping kanannya. Tangan kanan Angela meraih pergelangan tangan kiriku dan berlari kecil seraya menarik tanganku ke arah Barat. Pak Borgan terlihat sudah menaiki mobil golf dan duduk di kursi pengemudi. Jarak kami dengan mobil golf tidaklah jauh, mungkin 8 meteran.

Angela berhenti di samping kiri mobil golf. Begitu pula aku. Angela melepaskan tangan kanan yang memegang pergelangan tangan kiriku.

“Yuk kak, Silahkan naik” ucap Angela mempersilahkan naik ke mobil golf.

“Angela, kamu seperti bos saja. Memangnya ini mobil kamu?” ucapku.

“Gak apa-apa kan pak aku jadi bos pagi ini?” ucap Angela ke pak Borgan.

“Boleh kok dik. Silahkan” ucap pak Borgan tersenyum.

“Tuh kan apa kubilang. Angela gitu loh” ucap Angela.

“Hihihi iya iya bos” ucapku.

“Huh kak Siska ini. Bisa-bisa saja bercandanya” ucap Angela kemudian mencubit pinggang kiriku.

“Aww… Awas kamu ya” jeritku kemudian membalasnya, tapi sayang Angela sudah kabur ke depan mobil lalu ke sisi kanan atau sisi Utara mobil yang menghadap ke arah Barat. Aku tidak mengejarnya. Aku hanya berdiri di sisi Selatan mobil.

“Dik Angela mau nyetir?” tanya pak Borgan.

“Mau mau” ucap Angela.

“Silahkan” ucap pak Borgan kemudian turun dari kursi kemudi dan berdiri di sisi Utara mobil berhadapan dengan Angela.

Angela naik ke kursi kemudi. Aku lihat pak Borgan hanya tersenyum.

“Yuk kak buruan naik” Ucap Angela.

“Okay” ucapku kemudian naik dan duduk di kursi penumpang di samping kiri Angela.

BRRRRRRRRR

Angela menghidupkan mobil dan sepasang tangannya sudah memegang kemudi.

“Lho, pak Borgan tidak ikut naik?” tanyaku sambil menoleh ke pak Borgan yang berada di sisi kanan mobil.

“Tidak. Silahkan pakai saja. Saya sudah menghubungi anak buah untuk mengantarkan mobil golf. Sekalian nanti saya sama mas Faris” ucapnya.

“Baiklah pak kalau begitu” Ucapku.

“Angela duluan ya pak” ucap Angela.

“Iya dik. Hati-hati ya, jangan ngebut-ngebut” ucap pak Borgan.

“Iya pak. Angela akan hati-hati. Kami berdua kan barang dagangan berharga pak Borgan. Gak mungkin lah kami melukai diri sendiri, hihihi” ucap Angela.

“Hahaha, iya. Saya percaya” ucap pak Borgan.

“Bye bye pak Borgan…” ucap Angela.

“Byeee” ucap pak Borgan tersenyum ramah.

BRRRRRRRR

Angela tancap gas dan melajukan mobil golf yang kami tumpangi. Lajunya tidak kencang, kira-kira 15 kilometer per jam. Sebagai adik tingkat sekampus, aku belum pernah melihat Angela mengemudikan mobil golf. Yang kutahu, Angela mengemudikan mobil classic bug volkswagen beetle tahun 1969. Aneh memang anak cewek kuliahan jaman now menyukai mobil kuno. Selain spare partnya sulit, harganya juga mahal. Mobil VW itu sudah dimodifikasi. Terutama warna dan interiornya. Warnanya gerly banget. Pink dengan gambar cutting Hello Kitty. Kacanya juga dimodif agak gelap.

Mobil yang kami tumpangi melaju ke arah Barat dan sedikit menanjak. Di pertigaan di depanku, Angela membelokkan kemudi ke kiri. Dari sini, aku dapat melihat Pak Borgan dan mas Faris yang sedang bercengkrama.

BRRRRRRRR

Kami berdua berpapasan dengan sebuah mobil golf. Kulihat hanya ada satu orang di mobil itu. Pengemudi itu tersenyum sambil sedikit menundukkan kepala menyapa kami. Aku tersenyum membalas sapaannya. Mungkin itu adalah mobil untuk menjemput pak Borgan dan mas Faris.

“Kak, tahu nggak kak. Aku berdebar-debar. Karena dalam beberapa jam kedepan aku sudah mati” ucapnya.

“Wajar. Aku juga demikian. Kamu pernah melihat bagaimana mereka mengeksekusi dan mengolah mayat manusia?” ucapku.

“Pernah. Selama disini, aku nonton video rekaman koleksi pak Borgan. Mulai dari eksekusi sampai daging dan kulit diolah. Mereka cukup rapi dan cepat. Mereka memotong bagian-bagian tubuh sesuai dengan yang tertera di brosur”

“Kamu belum pernah lihat secara langsung?”

“Pernah sekali. Kalau kak Siska bagaimana? Sudah pernah lihat?”

“Aku sudah pernah. Tapi untuk eksekusi dikuliti hidup-hidup, belum pernah”

“Oh, jadi nanti aku jadi yang pertama kak Siska lihat dong?”

“Yup. Nanti aku ingin lihat bagaimana kamu diproses. Hihihi”

“Iya. Silahkan kakak Lihat. Oh iya, sebelumnya kak Siska sudah pernah lihat orang dibunuh?”

“Pernah tiga kali. Dua cewek dan satu cowok”

“Oh gitu”

“Salah satunya aku sendiri yang membunuhnya lho”

“Wah. Berani juga kak Siska bunuh orang”

“Hihihi, habis orang itu jahat. Dia hampir bunuh aku”

“Siapa dia kak?”

“Vino. Mantannya chef Jessica yang kontolnya kita makan”

“Oh, itu. Iya kak, aku paham”

Tak berselang lama, laju mobil kami yang mengarah ke Selatan menemui pertigaan. Angela membelokkan kemudi ke arah kanan, yaitu ke arah Barat. Jalan ini yang tadi aku lalui bersama Angela. Hanya saja di tengah perjalan Angela meninggalkanku. Untunglah ada pak Borgan yang menyusul dari belakang mengendarai mobil golf ini. Jadi aku tidak capek deh. Hihihi.

Dalam perjalanan, aku menoleh ke kanan. Terlihat air mancur dan kolam ikan yang mengingatkanku tentang kematian chef Jessica yang dibunuh oleh Vino. Tiang lampu tempatku diikat sambil berdiri masih berdiri tegak. Tempat sampah di ujung sebelah Utara kolam dan air mancur juga samar-samar terlihat. Hanya sebagian saja yang terlihat, karena tempat sampah itu berada di balik tembok dan dinding kolam ikan. Disitulah Vino mengambil bangkai tikus yang dimasukkan ke dalam vagina chef jessica. Sebagian besar bangkai tikus itu dipenuhi belatung. Selain itu, vagina chef Jessica dijejali rumput gajah mini. Dalam kondisi demikian, Vino menyembelih leher chef Jessica hingga kepalanya putus dan lepas dari tubuhnya. Bahkan, Vino memegang kepala chef Jessica dan memasukkan penisnya ke tenggorokan hingga tembus keluar dari mulut chef Jessica. Kejam. Eh, kalau dipikir-pikir anak buah pak Borgan yang membunuh Ayun dan suaminya juga kejam.

Tak terasa mobil kami sudah hampir sampai. Mansion ini sungguh besar dan Indah. Dari gazebo, bagian belakang mansion yang banyak berjendela tinggi terlihat jelas. Mansion ini terlihat bersih. Bukan hanya dari dekat, dari kejauhan pun terlihat bersih.

Angela membelokkan mobil ke kanan kemudian ke kiri untuk parkir.

“Akhirnya sampai juga”

“Iya, jago juga kamu nyetir mobil” ucapku.

“Biasa saja sih kak. Gak ada bedanya sih sama nyetir mobilku, hanya butuh sedikit penyesuaian saja” ucapnya.

“I see”

“Yuk kak turun”

“Okay”

Kami berdua turun dari mobil golf. Angela berjalan disusul aku yang mengikuti dari belakang. Kami menaiki tangga kemudian memasuki pintu kayu jati bermotif timbul dan cekung. Kami berdua jalan di lorong koridor. Dinding disebelah kiri dan kanan koridor ini dipenuhi oleh lukisan dan hiasan dinding. Di depan, ada perempatan. Angela belok ke arah kiri koridor. Kami menaiki tangga, lalu kembali berjalan di lorong koridor. Di lorong ini hiasannya juga sama. Ada lukisan juga hiasan. Lukisannya berupa pemandangan dan hewan. Berbeda dengan koridor saat aku keluar dari ruang makan bersama chef Yongki menuju ke ruang penyimpanan daging Vivi yang dipenuhi lukisan dan foto orang. Katanya sih lukisan-lukisan itu adalah leluhur pak Borgan. Tidak semuanya lukisan itu adalah leluhur pak Borgan, sebagian adalah lukisan hasil rampasan musuh pak Borgan. Beberapa diantaranya ada lukisan yang terkenal. Lukisannya karya maestro dunia seperti karya Leonardo da Vinci. Woow, bagaimana pak Borgan bisa mendapatkannya ya?

Saat sedang berjalan di koridor ini, aku melihat ada hiasan yang unik. I.. itu kulit manusia berjenis kelamin laki-laki!!!! Kulit itu yang dibentangkan lebar. Sepertinya kulit itu dikuliti dan dikelupas dari punggung. Potongannya rapi. Dari leher sampai pergelangan tangan dan pergelangan kaki. Penisnya yang disunat itu juga masih utuh. Hanya saja rambut pubisnya sudah dibersihkan. Seluruh kulit itu dipenuhi tato. Bahkan buah zakar, batang penis, dan kepala penisnya juga dipenuhi tato.

“Angela, kamu tidak ingin dibikin seperti ini?” ujarku menunjuk ke hiasan kulit tersebut.

“Nggak dong kak. Aku ingin kulitku dibikin pakaian”

“Siapa tau kamu berubah pikiran. Hihihi”


“Kakak aja gimana dibikin itu? Kulit kak Siska mulus, bersih, putih. Bagus tuh di pajang di dinding. Hihihi”

“Iya juga sih, tapi aku dilelang untuk dimakan”

“Yaaaah, siapa tau bagian kulitnya diawetkan”

“Itu kalau dijualnya utuh. Bagian toket kiri dan kanan aja dijual terpisah, gimana mau dibikin hiasan?”

“Bisa lho kak. Kulit toket kak Siska kan besar, bisa di buat hiasan dinding dengan tulisan kaligrafi”

“Eh bener juga, tapi harus di tato dulu”

“Nggak cuma pakai tato kok kak. Bisa juga pakai cat seperti kulit kambing yang dilukis gambar tokoh pewayangan ala-ala jaman dulu gitu loh”

“Hmmmm.. Iya sih. Tapi itu terserah kepada pembeli. Mungkin aja mereka ingin memasak dan memakannya beserta kulitnya. Hihihi”

“Iya juga sih. Barangkali pembeli bagian tubuh kakak ada yang ingin mengawetkan kulit”

“Ya mudah-mudahan saja. Melihat penis itu, aku jadi horni deh membayangkan memekku diawetkan seperti itu. Hihihi”

“Pengen ya? Hihihi”

“Hmmm… setengah. Hihihi. Yuk jalan, aku jadi penasaran sesi kamu selanjutnya”

“Ayuk” ucap Angela.

Angela memegang tangan kananku lalu melanjutkan perjalanan. Langkah kaki kami berjalan ke ujung koridor. Di sana terdapat sebuah pintu. Angela membukakan pintu, lalu mempersilahkan aku masuk.

“Yuk kak silahkan masuk” Ucapnya.

Akupun masuk. Ruangan ini cukup besar. Ada tempat tidur, dan kamar mandi. Furniture dan perabotan seperti almari, meja rias dengan cermin, meja berbentuk lingkaran, kursi, serta hiasan berupa lukisan dan lampu. Ada 2 jendela bergorden. Warna dan cat di ruangan ini dominan berwarna putih.

“Ini kamar kamu ya?” tanyaku.

“Bukan, ini ruangan untuk syuting aku selanjutnya” ucapnya.

Oh. Pantas terasa lebih mewah dari kamarku. Padahal kamarku juga lumayan mewah, tapi ini jauh lebih mewah. Angela berjalan menuju jendela. Ia buka gorden sehingga cahaya mentari bisa masuk. Jendela itu menghadap ke arah Timur, yaitu ke taman di belakang mansion. Dari sini tidak terlihat gazebo, mungkin lantai dari ruangan ini kurang tinggi. Padahal ini di lantai 2.

“Yuk kak minum dulu” ucap Angela menyuguhkan minuman di sebuah cangkir keramik dengan motif timbul cekung bergambar bunga.

“Makasih. Kamu gak minum juga?” tanyaku..

“Udah dong kak, tuh gelasku” ucapnya menunjuk ke cangkir yang ada di atas meja berbentuk bundar.

Aku meminumnya. Hanya air mineral. Walaupun demikian, aku sangat menyukai air mineral. Menurutku, sebagus-bagusnya minuman pelepas dahaga adalah air mineral. Aku minum sambil berdiri, kemudian kuletakkan cangkir ini di atas meja. Kulihat Angela kemudian berbaring di tempat tidur. Masih dengan pakaian fitness, Angela tiduran di kasur yang keseluruhannya berwarna putih. Sedangkan aku duduk di kursi yang berdampingan dengan meja bundar tempat cangkirku dan cangkir Angela diletakkan.

“Kasurnya empuk lho kak. Kak Siska gak mau coba?”

“Nggak deh, kamu saja. Lagian sebentar lagi kamu akan mati, hihihi” ucapku.

“Ihhh kak Siska ini. Kasar banget omongannya”

“Tapi bener kan?”

“Hihihi” ucapnya cekikikan.

CLEEKK

Tiba-tiba pintu yang ada di belakangku dibuka.

“Haaiiiii cantik” ucap mas Faris masuk di susul pak Borgan.

“Hai juga ganteng” balas Angela. Aku hanya tersenyum.

Mas Faris masuk sambil membawa dua buah tas. Tas yang dijinjing dengan tangan kanan dan yang di gendong di punggung.

Pak Borgan kemudian duduk di sebelah kanan meja bundar ini. Sebagai gambaran, aku duduk menghadap ke arah Tenggara. Sedangkan pak Borgan duduk di sebelah Barat menghadap ke Timur. Pak Borgan menghadap langsung ke jendela. Posisi Angela yang tiduran di ranjang berada di sebelah Selatan. Mas Faris sedang mengeluarkan tas berisi kamera yang mampu merekam video dengan resolusi 8K dan Laptop yang tadi digunakan untuk merekam menggunakan drone. Ia menata tripod dan meletakkan di tengah ruangan. Laptop menyala dengan menampilkan gambar dari video kamera beresolusi tinggi. Bakal seperti apa ya proses syutingnya? Aku jadi penasaran. Hihihi.

"Dik Angela, yuk kita mulai" ucap mas Faris.

"Iya" balas Angela.

Angela turun dari tempat tidur, lalu berdiri di sebelah Timur tempat tidur. Tepatnya di samping tempat tidur. Mas Faris kemudian berjalan mendekati Angela sambil menyerahkan sebuah lembaran kertas ukuran A3. Angela meletakkannya di meja rias yang ada di belakangnya.

"Nanti aku ngomongnya gimana mas?" Tanya Angela.

"Terserah dik Angela. Improvisasi saja melanjutkan rekaman yang di gazebo tadi. Gunakan gambar yang tadi saya serahkan untuk menawarkan diri dik Angela" jawab mas Faris.

"Baiklah" ucap Angela.

Mas Faris melangkahkan kaki kembali ke tripod berkamera. Ia berdiri di belakang kamera yang sudah menyala. Aku dan pak Borgan hanya duduk manis menyaksikan proses syuting.

"Dik Angela sudah siap?" Tanya mas Faris.

"Siap mas" jawab Angela.

Mas Faris kemudian mengutak-ngatik laptop dengan membuka sebuah aplikasi. Aku sedikit memundurkan kursiku untuk mengintip. Tumben aku jadi kepo, hihihi.

"Dik Siska mau lihat layar yang di laptop ya?" Ucap pak Borgan tiba-tiba memegang tangan kananku. Seketika aku kaget. Sesaat jantungku terasa memompa dengan tekanan lebih tinggi, tapi tubuhku tidak sampai tersentak. Aku kepergok!!! Pak Borgan mengetahui apa yang kuinginkan.

“I.. iya pak” ucapku lirih.

“Hahahaha. Jangan malu-malu dik. Santai saja. Boleh kok. Silahkan saja kalau dik Siska ingin lihat” ucap pak Borgan.

“Mas Faris…” ucap pak Borgan.

“Iya Tuan..” jawab mas Faris.

“Dik Siska ingin lihat layar laptopnya” ucap pak Borgan.

“Sini dik, lihat saja” ucap mas Faris menyediakan kursi di depan laptop dan mempersilahkan aku duduk.

“Eh.. nggak jadi” ucapku malu-malu.

Tiba-tiba mas Faris membawakan laptop, lalu meletakkan di meja di depanku dan pak Borgan. Ia membuka laptop dan menghadapkan ke padaku.

“Nah, sekarang dik Siska bisa lihat hasil foto-foto dik Angela yang saya ambil” ucap mas Faris.

“Hihihi iya. Jadi ngerepotin nih” ucapnya.

Angela tersenyum ke arahku. Aku balas dia dengan menjulurkan lidah. Angela malah balik menjulurkan lidah. Hihihi.

Mas Faris mendekatkan kabel dan mencolokkan kabel power laptop dihadapanku, kemudian ia meninggalkanku dan berjalan menuju Tripod dan kamera yang berada di tengah ruangan. Layar dihadapanku menampilkan sebuah aplikasi seperti galeri dan beberapa album. Ini bukan aplikasi editing foto, tapi seperti aplikasi menampilkan galeri. Mungkin hasil foto dari jepretan mas Faris akan langsung nampak di layar laptop. Tidak ada kabel penghubung antar laptop dengan kamera yang terpasang di tripod. Pasti ini sudah menggunakan teknologi wireless. Tidak dipungkiri, bahwa teknologi wireless sudah berkembang pesat. Cetak foto dari printer saja sudah wireless. Tentu kamera yang di tripod itu sudah berteknologi wireless.

“Dik Angela siap?” ucap mas Faris.

“Siap dong mas” ucap Angela.

“Sip. Yuk dik Angela sekarang bergaya, saya akan mengambil videonya” ucap mas Faris.

“Okay” ucap Angela.

Angela kemudian berdiri di depan meja Rias. Sudut yang diambil dari kamera tidak menghadap langsung ke meja, karena cermin diatas meja rias dapat menampilkan bayangan kamera dan mas Faris. Tampak mas Faris menekan tombol di layar sentuh pada kamera. 3 detik kemudian layar laptop menampilkan gambar dari kamera. Ketika Angela bergerak-gerak, layar di laptop juga bergerak. Sepertinya ini realtime, tapi agak delay dikit sih. Kira-kira delaynya 100 ms. Kalau game online, ping 100 ms itu termasuk ngelag. Bukan hanya ngegame, tapi saat recording, delay 100 ms itu kurang nyaman. Apalagi saat rekaman, feedback dari suara gitar ke headphone menjadi delay.

Cermin di meja Rias di belakang Angela sedikit miring ke arah Barat atau ke arah kanan. Jadi kamera dan mas Faris tidak tampak di cermin itu.

Angela berdiri dan sudah siap untuk bergaya. Pakaiannya masih menggunakan pakaian fitnes dari syuting di belakang mansion. Kira-kira apa yang akan dilakukannya ya?

Mas Faris menzoom out hingga di layar laptop menampilkan seluruh ujung rambut Angela sampai ujung kaki. Tangan kanan mas Faris diangkat dan memberikan aba-aba.

“Hitungan ketiga, saya rekam” ucap mas Faris. Angela terlihat menghirup nafas cukup dalam.

“Satu… dua… tiga” ucap mas Faris seraya mengetap layar sentuh kamera.

"Hai namaku Angela. Umur aku baru saja menginjak 18 tahun dan masih perawan. Aku adalah seorang mahasiswi semester pertama. Sebentar lagi aku akan dibunuh dengan cara dikuliti hidup-hidup. Kulit dari buah dada sampai perut bawah, lalu melingkar ke punggung aku akan dijadikan sebagai bahan untuk membuat brown zipper leather corset" ucapnya sambil tersenyum ke arah kamera. Tangan kanannya mengambil selembar kertas yang ada di atas meja Rias di belakang Angela.

"Nah.. seperti ini nih" ujarnya menunjukkan gambar model pakaian yang ia maksud.



"Kalian ingin lihat bagaimana prosesnya bukan? Yuk tonton terus prosesnya… tapi sebelum itu aku mandi dulu ya" ujarnya.

“Sip!!!” Ucap mas Faris kemudian mengetap layar touch screen untuk menyetop rekaman.

Aku tercengang dengan apa yang aku saksikan. Brown zipper leather corset yang ia tunjukkan sangat cantik. Aku tidak menyangka kulit Angela akan dijadikan pakaian seperti itu. Bayanganku kulitnya dibuat jaket. Ternyata dibuat corset.

“Gimana penampilanku kak?” tanya Angela yang sudah berdiri di samping kiriku.

“Bagus” ucapku.

“Kalau menurut pak Borgan gimana?” tanyanya ke pak Borgan yang duduk di sebelah kananku.

“Excellent” jawab pak Borgan.

“Hihihi makasih” ucap Angela.

“Kamu dapat mana foto brown zipper leather corset itu? Apa itu ide kamu?” tanyaku.

“Sewaktu aku ingin dikuliti, tiba-tiba terlintas dibenakku akan diapakan kulitku? Saat itu aku diskusi sama pak Borgan. Banyak pilihan kulitku akan diapakan, bisa digunakan untuk ini dan itu. Mulai dari furnitur, alat musik, sampai pakaian. Akhirnya aku memilih dibuat pakaian” Ucapnya.

“Kenapa milih corset? Aku awalnya mengira akan dibuat jaket lho” ucapku.

“Banyak pilihan kak. Setelah lihat koleksi foto-foto pakaian pak Borgan, akhirnya aku tertarik ke corset ini” ucapnya sambil menunjukkan foto yang tadi digunakan untuk syuting.

“Bakal mahal dong corset dari kulit kamu” ucapku.

“Ya tentu saja kak. Aku milih warna coklat karena itu warna kesukaanku” ucap Angela.

“Kalau tidak diwarnai lebih bagus lho, jadi warna dari kulit kamu ini tampak lebih natural” ucapku.

“Eh benar juga. Jadi bagian puting dan areolaku jadi natural di corset ini ya?” ucapnya.

“Nah itu” ucapku.

“Ide bagus. Tapi, gimana ya? Bisa gak pak Borgan?” ucap Angela.

“Bisa dik, silahkan dik Angela mau tidak diwarnai. Nanti saya bisa mintakan ke anak buah saya untuk tidak diwarnai” ucap pak Borgan.

“Tadi saat syuting aku bilang brown, jadi gimana dong?” ucap Angela.

“Syuting aja lagi” Ucapku.

“Bisa pak?” ucap Angela.

“Bisa. Mas Faris, tolong dibantu” ucap pak Borgan.

“Siap. Ayo dik kita syuting lagi” ucap mas Faris.

Angela kemudian beranjak berjalan menuju meja rias. Ia menghadap kamera dan meletakkan foto corset di atas meja rias yang ada dibelakangnya.

“Satu.. dua.. Tiga” ucap mas Faris.

“Haiii, perkenalkan namaku Angela. Umurku 18 tahun dan sedang kuliah semester pertama. Aku masih perawan. Belum pernah ngentot dan belum pernah digrepe. Sebentar lagi aku akan dibunuh dengan cara dikuliti hidup-hidup. Kulit dari bagian dada, perut serta punggungku akan dibuat pakaian” Ucap Angela. Ia kemudian mengambil foto corset yang ada di belakangnya.

“Nah, pakaiannya nanti dibikin zipper leather corset, tapi warnanya tidak coklat seperti ini ya? Nanti warnanya natural alias tidak diwarnai. Kalian penasaran kan warna kulitku dadaku seperti apa? Yuk tonton terus” Ucap Angela.

“Sip. Bagus dik Angela. Sepertinya lebih bagus ini daripada yang tadi deh” Ucap mas Faris.

“Makasih, hihihi” ucap Angela.

Aku sependapat dengan mas Faris. Aku rasa ucapannya barusan lebih greget daripada yang pertama. Lebih menjual dan menjiwai.

“Ngomong-ngomong, kamu kok bilangnya kalian? Bukannya lebih enak kalau pakai kamu ya?” ucapku ke Angela.

“Hmmm siapa tau yang beli pakaianku gak cuma satu orang. Bisa juga yang membeli pakaianku itu hasil patungan” Ucap Angela.

“Benar juga sih. Sama seperti aku nanti di pelelangan. Mungkin gak akan ada yang beli seluruh tubuh aku” ucapku.

“Iya kak. Di pelelangan kak Siska nanti dijual terpisah. Toket kiri dijual sendiri, toket kanan juga. Paha, betis, dan lain-lain” ucap Angela.

“Hihihi iya. Udah kamu buruan mandi, aku jadi gak sabar ingin melihat sesi selanjutnya” Ucapku yang begitu excited.

Angela membalas dengan menjulurkan lidah kepadaku kemudian pergi menuju kamar mandi yang ada di sebelah Barat dari ranjang.

“Mungkin aku mandinya agak lama kak, soalnya ini adalah mandiku yang terakhir. Yang sabar ya?” Ucapnya dengan menutup dengan menjulurkan lidah.

“Iya. Toh disini ada pak Borgan dan mas Faris. Perlu ditemanin nggak?” tanyaku.

“Nggak deh. Makasih, bisa-bisa kak Siska nanti malah memperkosa aku”

“Isshh dasar. Udah sana buruan mandinya” ucapku.

Angela langsung masuk ke kamar mandi dan menutup pintu yang keseluruhannya berbahan kaca jenis es. Tidak aku pungkiri Angela mengatakan hal itu. Mungkin dia tahu bahwa aku pernah lesbian bersama chef Jessica. Padahal chef Jessica yang memulai duluan. Untunglah selama chef Jessica merangsangku sambil petting, aku masih tetap perawan. Aku harus bisa menjaga keperawananku sampai pelelanganku nanti. Aku tidak boleh mengecewakan pembeli yang hadir di auction hall di lantai bawah.

Aku terdiam beberapa saat. Pikiranku membayangkan adegan eksekusi Angela. Bagian mana ya yang bakal di iris duluan? Lalu, siapakah orang yang bakal menguliti tubuh Angela? Aku yakin orangnya benar-benar profesional. Mungkinkah chef Yongki? Ataukah pak Borgan sendiri?. Hmmm… aku belum tahu seluk beluk pak Borgan. Koleksi di kamarnya, mulai dari manekin, beberapa potongan kepala yang dipajang di dinding, sofa dari tubuh manusia, meja, juga wayang. Kata pak Borgan, nanti saat pelelanganku, kepalaku tidak dijual belikan. Katanya kepalaku akan dipajang di dinding kamar seperti koleksinya yang lain. Oh iya, selain manekin, aku sempat melihat tubuh setengah badan perempuan dari perut ke atas yang bagian dalamnya kosong melompong. Hanya ada sebuah benda seperti organ dalam. Itu apa ya?..

"Dik Siska ngelamunin apa? Tatapan matanya kosong" ucap pak Borgan.

"Penasaran dengan benda di kamar pak Borgan. Itu lho, yang ada di sudut dekat ranjang" ucapku.

"Ranjang sebelah mana dik?"

"Itu lho pak, yang setengah badan" ucapku.

"Oh itu. Itu salah satu koleksi yang saya dapat 4 tahun yang lalu. Konon ditubuh itu masih bersemayam arwah dari siempunya" ucap pak Borgan.

Seketika aku bergidik ngeri. Aku tidak menyangka ada koleksi seperti itu. Pantas ketika aku berjalan mendekat ke ranjang, bagian sebelah kiriku merinding. Aku sontak melirik disekitar. Hiiiiiy…

"Dik Siska takut ya?"

"I.. iya pak. Aku gak takut sama kematian atau sama darah, tapi kalau arwah dan hantu aku sensitif pak" ucapku.

"Hahahaha… tenang saja. Hantunya baik kok. Saya pernah ditampaki sama arwahnya"

"Eh? Iyakah?"

"Namanya… Refi Oktavia"

"Wooow. Bapak gak takut?"

"Tidak. Dia yang meminta saya untuk merawatnya" ucapnya.

"Oh. Nanti kepala Siska setelah mati akan dipajang di dinding kamar bapak kan?" Tanyaku.

"Betul sekali. Dik Siska akan terpajang bersama kepala-kepala yang lain” ucapnya.

“Nanti kepala Siska dirawat ya pak? Didandanin juga biar cakep” ucapku

“Iya dik. Saya beserta anak buah akan merawat kepala dik Siska”

“Janji lho pak”

“Janji” ucapnya singkat.

Aku tersenyum mendengar ucapannya. Aku ingin kecantikanku terabadikan dan awet tidak termakan usia. Tidak masalah kalau isi kepalaku dijual. Mataku terjual juga tidak apa-apa. Begitu juga dengan otakku. Barangkali ada yang mau memakannya. Hihihi.

Beberapa detik kemudian ponsel pak Borgan diatas meja menyala dengan menampilkan sebuah notifikasi pesan, lalu pak Borgan meraih ponselnya tersebut. Ia sedang mengetik membalas pesan. Aku tidak tahu apa yang ia ketik. Kutengok mas Faris sedang menggeser tripod dan tata letak kamera. Ia tampak sibuk. Selesainya, mas Faris menghampiri laptop yang ada di depanku. Ia berdiri sambil mengutak-atik aplikasi yang sedang terbuka. Ia scroll-scroll ke atas lalu kebawah secara perlahan. Posisi mas Faris sedikit menunduk. Kulirik sorot matanya tidak melirik ke bawah. Dari posisi wajahnya, aku yakin belahan dadaku yang mengenakan pakaian fitnes terpampang jelas olehnya. Sebagai lelaki, setidaknya ada rasa penasaran untuk mengetahui bagian-bagian tubuhku.

“Mas, jangan serius amat dong. Itu ada teh. Mau Siska ambilin?” ucapku.

Saat itu ia menurunkan tatapan matanya memandang wajahku.

“Makasih, nanti saja dik” ucapnya tersenyum kemudian membuang muka menatap layar laptop.

“Dik, saya permisi dulu ya ada urusan” ucap pak Borgan berdiri.

“Eh iya pak. Saya disini saja” ucapku.

“Nanti saya bawakan pakaian untuk dik Siska kenakan saat eksekusi dik Angela” ucapnya.

“Iya pak, makasih” Ucapku.

Pak Borgan beranjak pergi menuju pintu di belakangku untuk meninggalkan ruangan ini. Mas Faris juga sudah selesai mengutak-atik laptop. Kulihat galeri foto-foto dan video dari gazebo sampai video Angela mempromosikan corset kulit tertata rapi dan lebih terorganisir. Ia kemudian berjalan ke belakangku menuju ke kursi di sebelah kanan. Ia kemudian menyeduh teh ke cangkir lalu duduk sambil meminumnya.

Tidak ada kata yang terucap dari mulut mas Faris. Rasanya aku ingin difoto dan divideoin oleh dia. Ah, aku jadi iri deh sama Angela.

“Ehem.. ciee ciee. Kak Siska mandangin mas Faris. Ada apa dengan kak Siska?” ucap Angela keluar dari kamar mandi. Ia berdiri di depan pintu sambil mengenakan handuk yang dililit melingkar dari dada ke bawah selangkangan seperti membentuk kemben. Tidak begitu kencang tapi tidak juga longgar. Bagian atas sepasang buah dadanya sedikit mencuat karena tertekan oleh handuk berwarna putih. Rambutnya juga ditutupi handuk. Pasti dia keramas. Wajar sih, karena rambutnya Angela panjang. Kalau cowok sih gak perlu ditutupin, kecuali rambutnya panjang. Tapi aneh sih kalau kepala cowok dililit handuk. Jadi gimana gitu, hihihihi.

"Cepet banget mandinya" ucapku.

"Lebih lama siapa kalau dibandingkan kak Siska" ucapnya.

"Iya sih lebih lama aku, hihihi" ucapku.

Benar sih. Mandiku jauh lebih lama dari dia. Perkiraan mandinya dia sekitar setengah jam. Kalau aku bisa 15 menit lebih lama. Kadang pernah sampai satu jam. Soalnya aku mandi plus-plus. Hihihi

"Sudah siap dik Angela? Mari kita mulai sesi foto-fotonya" ucap mas Faris.

"Iya mas" ucap Angela.

Mas Faris berjalan menuju ke tengah ruangan, sedangkan Angela berdiri di dekat ranjang di sisi sebelah Utara.

"Nanti ada foto bugilnya nggak mas?" Tanyaku.

"Ada"

"Woooow" ucapku. Aku jadi pengen difoto juga.

"Sesi foto ini hanya bonus bagi pembeli yang membeli corset dari kulit aku kak. Benar kan mas Faris?" Ucap Angela.

"Iya" ucap mas Faris.

Aku paham. Jadi nanti ketika eksekusi dan live streaming, penonton hanya dapat melihat proses eksekusi. Mereka tidak mendapatkan foto-foto yang sebentar lagi akan dilakukan. Woow, aku jadi excited.




Bersambung ke halaman 22.
 
Terakhir diubah:
Bimabet
Wah, jangan sampai ke banned nih, menu utamanya aja belum mulai.
Genre ginian memang bukan untuk semua orang sih, kalau memang bukan selera ya gak usah dilanjutkan baca. Ngikutin cerita ini karena suka ke bagian gore dan snuff nya, sedangkan bagian kanibalisme nya skip karena gak tertarik.
Kalau mau bebas bikin cerita ginian memang ada beberapa "tempat" yang khusus untuk fetish extreme.
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd