Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

LKTCP_2013 [Reupload]>>> The Untold Story <<< By : Oedipus

oedipus

Guru Semprot
Daftar
25 Sep 2012
Post
549
Like diterima
245
Lokasi
kota batik
Bimabet
Salam untuk semua suhu dan para penghuni forum tercinta ini pada umumnya dan untuk penghuni sf cerpan pada khususnya :ampun:

Saya persembahkan sebuah cerita yang mungkin tidak menarik dari segi apapun. Tapi paling tidak bisa untuk mengisi waktu luang dan sedikit menghibur penghuni semprot. Silahkan dibaca bila berkenan, tidak dibaca juga tidak apa-apa :ampun:

Akhir kata; tetap :semangat: dan keep semprot :beer:


>> Oedipus << dengan ini mempersembahkan :

The Untold Story
By : Oedipus


Kriiiiiiiiiing ..... Bunyi alarm di pagi itu membuatku terbangun, yang artinya juga sebagai pertanda akan dimulainya segala aktifitas pada hari itu.

"Huuuaaaaa, Eeehhhhmmm ," dengan masih mengantuk aku mencoba menggerakkan tangan mencari letak alarm tersebut untuk kemudian mematikannya sebelum mengeluarkan bunyi berisik lebih lama lagi. Setelah mematikan alarm aku segera bangkit, sejenak menggerakkan badan melemaskan otot yang masih kaku.

Kubuka jendela untuk menikmati udara segar. Mentari mulai memerah di ufuk timur, hawa dingin masih terasa karena sisa hujan semalam.

Setelah dari kamar mandi dan berganti pakaian dengan kaos dan training untuk sekedar jogging, sesaat setelah aku keluar dari kamar. Di meja makan sudah segelas kopi, aku meminumnya untuk sedikit menghangatkan badan.

Keluar dari pintu depan, kujumpai kakek sedang duduk di teras sambil minum teh. "Sudah bangun Lang ?" tanya kakek.

"Ya, Kek... " jawabku. Setelah berbincang sebentar, aku pamit pada Kakek. "Kek, Elang keluar sebentar, mau cari keringat Kek."

"Ya.. hati-hati dan jangan lama-lama, nanti bisa terlambat ke kantor."

"Baik Kek..," jawabku sambil berlari kecil meninggalkan rumah.

#########

Saat di jalan ingatanku melayang pada kakek. Betapa baiknya kakek dan nenek padaku. Sekilas tentang orang yang aku panggil Kakek dan Nenek tadi, walau aku memanggil mereka kakek dan nenek, tapi sebenarnya kami tidak ada hubungan keluarga sama sekali.

Sejak kecil aku hidup di Panti Asuhan, hingga delapan tahun yang lalu mereka mengangkatku menjadi anak asuh. Mereka berdua sudah tidak mempunyai keluarga lainnya. Anak, menantu dan cucu mereka sudah pergi untuk selamanya karena sebuah peristiwa tragis yang sampai saat ini enggan mereka ceritakan detail kejadiannya padaku, dengan alasan biarlah peristiwa pahit tersebut hanya akan menjadi kenangan untuk mereka berdua tanpa perlu orang lain mengetahui atau mengalaminya, termasuk aku.

Kakek adalah pensiunan polisi dengan pangkat terakhir Kolonel ( Sekarang KOMBES : Komisaris Besar ). Kakek adalah polisi yang baik, jujur dan berdedikasi tinggi. Karena sifatnya itu, sampai sekarang kakek masih dihormati. Baik di kepolisian maupun di masyarakat sekitar.Aku meneruskan jejak kakek menjadi polisi. Bukan karena paksaan kakek aku menjadi polisi, tapi karena keinginanku sendiri.

Oiyya, Namaku Elang, Elang Mahija lengkapnya. Usiaku saat ini 23 tahun. Tinggi dan berat badan : 185 cm dan 78 kg. Semenjak tinggal dengan mereka, Kakek selalu menanamkan sikap disiplin, kejujuran dan etos kerja padaku. Memang awalmya kurasakan terlalu berat dan berlebihan, namun, akhirnya saat ini apa yang telah diajarkan Kakek padaku dapat aku rasakan manfaatnya, dan tentu saja, semua berlaku atas keberhasilan yang aku rasakan saat ini.

Jam enam kurang aku sudah sampai di rumah. Setelah keringat hilang aku segera beranjak ke kamar mandi. Jam setengah tujuh aku berangkat ke kantor, setelah pamit kepada kakek.

##########

Apel pagi selesai. Semua peserta apel kembali menuju ruangan dan tempat kerja masing-masing. Sambil berjalan menuju ruangan, aku berbincang-bincang dengan Rudi. Dia temanku satu angkatan di Akpol. Sebagai anak muda selain membicarakan masalah pekerjaan, kami juga membahas soal wanita.

Saat asik bercanda, Andi memanggil kami.
Setelah berjalan bersama kami, dia berkata "Nanti kita bertiga diminta Pak Kasat untuk ikut dia. Dia bilang ini tugas rahasia. Kita bertiga diminta untuk siap-siap. Karena sewaktu-waktu kita berangkat."

"Kemana tujuan kita ?" tanyaku.

Andi hanya mengangkat bahu. Setelah itu kami hanya bisa siap sedia, tanpa tahu maksud dan tujuan dari tugas kami.







Elang MahijaChantal Della Concetta

Jam sembilan kami meluncur meninggalkan Poltabes menggunakan Toyota Fortuner milik Kasatreskrim, AKBP Yudi Guntoro atau kami semua sering memanggilnya Pak Yudi yang di sopiri oleh AKP Andi Sofian yang biasa ku panggil Andi.

Sementara aku dan temanku Iptu Rudi Warsito alias Rudi ada di kursi belakang. Mobil melaju kearah timur menuju Karanganyar. Di pusat Kabupaten Karanganyar, mobil berhenti. Pak Yudi menghubungi seseorang, setelah itu dia memberi kode kepada Andi untuk melanjutkan perjalanan kearah timur.

Disuatu Restoran di daerah Karangpandan mobil berhenti. Pak Yudi kembali menelepon seseorang, sesaat setelah menutup telepon dia turun dari mobil. Dia menyuruh aku dan Rudi mengikutinya. Sementara Andi tetap ditempat, diminta untuk mengawasi setiap orang dan kendaraan yang keluar masuk.

Restoran ini cukup besar. Mungkin karena dekat objek wisata yang terkenal, Tawangmangu. Mempunyai dua tempat untuk pelanggan. Di depan untuk umum, sementara bila menginginkan tempat yang lebih privasi ada di bagian belakang. Kami mengikuti Pak Yudi kebagian belakang. Di depan pintu sebuah ruangan ada dua orang berjaga. Tubuh mereka tinggi kekar, berambut pendek, berjas dan berkaca mata hitam. Mereka mempersilahkan Pak Yudi untuk masuk. Sebelum masuk Pak Yudi menyuruh Rudi menunggu di luar.

Pak Yudi masuk ruangan dan aku mengikutinya dari belakang. Di dalam ruangan sudah ada enam orang, Empat pria dan dua wanita. Empat orang segera bangkit begitu melihat Pak Yudi masuk. Satu demi satu menyalami Pak Yudi dengan hangatnya. Kecuali seorang lelaki berkaca mata dan seorang wanita yang duduk di sebelahnya.

Seorang lelaki berbaju garis berkata kepada Pak Yudi, "Yud, kenalkan mereka, Chantal dan Hans," menunjuk lelaki berkaca mata dan seorang wanita di sebelahnya. Mereka berdua bangkit dan menyalami Pak Yudi.

Pak Yudi tampak berpikir sejenak, kemudian berkata, "Frans, Bukankah dia ini pembawa acara berita itu ?" kata Pak Yudi berkata kepada orang yang memperkenalkan mereka, yang ternyata bernama Frans.

"Benar Yud, dia memang Chantal yang itu. Dulu dia teman kuliahku dan juga Reni. Bahkan dia sudah seperti saudara dengan Reni. Iya kan, Ren ?" kata Frans, sambil menengok wanita yang dipanggil Reni yang berdiri disebelahnya.

"Kalau mau dekat dengannya, bisa lewat aku, Yud. Aku siap jadi 'Mak Comblang'." kata Reni.

Mereka semua tertawa mendengar kelakar Reni. Chantal yang menjadi bahan guyonan hanya tersenyum mendengarnya. Setelah tawa mereka reda, Pak Yudi duduk di kursi yang telah disediakan untuknya. Sebelum duduk dia sempat bertanya, "Kita makan dulu atau langsung bicara bisnis ?"

Mereka semua saling berpandangan. Tampaknya tanpa berbicara mereka sudah sepakat. Pak Yudi berpaling ke arahku dan berkata "Lang, kamu dan Rudi silahkan pesan makanan apapun. Andi biar belakangan."

Tanpa menunggu perintah dua kali aku keluar dari ruangan itu. Di luar aku berkata kepada Rudi sesuai perintah Pak Yudi. Saat kami akan beranjak untuk memesan makan, pintu ruangan terbuka. Dan keluar tiga orang, yang tidak lain Reni, Chantal dan Hans.

Saat melihat mereka mata Rudi langsung terbelalak dan mulutnya ternganga. "Rud...! Kamu kenapa ? Seperti tidak pernah melihat cewek saja," bisikku di telinga Rudi.

Dia menggeragap sadar, "Eee..., Bukankah dia Chantal. Chantal Della Concetta."

"Benar dia memang Chantal Della Concetta. Terus kenapa ?"

"Dia kan Model, Bintang iklan, dan Presenter. Memang kamu tidak tahu, Lang ?"

"Kalau soal itu, aku tahu ' Semprul '!. Maksudku, terus kenapa kalau dia selebritis ?"

"Ayo kita duduk di dekatnya, siapa tahu bisa kenalan dan foto dengannya." Kata Rudi, sambil menyeretku menuju meja tempat Chantal dan teman-temannya duduk.

Akhirnya kami berkenalan dengan mereka. Rudi yang pandai berbicara dengan mudahnya berbincang-bincang dengan mereka. Sementara aku lebih banyak diam mendengarkan. Demikian juga Chantal, dia lebih banyak senyum dari pada berbicara.

Beberapa kali kulihat Chantal menatapku, tapi saat aku balas menatapnya dia segera memalingkan muka atau menunduk. Kuperhatikan wanita yang duduk didepanku ini. Wanita cantik yang biasanya hanya bisa dilihat saat membacakan berita, disalah satu tv swasta. Kali ini dia tidak berpakaian formal seperti saat dia membacakan berita.

Pakaian yang dikenakannya saat ini adalah tanktop putih yang dilapis baju luar yang juga berwarna putih yang tidak dikancing di bagian atas. Sehingga sedikit memperlihatkan tonjolan dadanya. Sementara bagian bawah memakai celana jeans warna hitam. Tadi Rudi sempat memperlihatkan hasil pencariannya di internet tentang Chantal.

Nama lengkap : Chantal Della Concetta, panggilan Chantal. Lahir tahun 27 Juli 1980, di Bandung. Tinggi 165 cm, kulitnya putih. Dan tentu saja yang paling menarik perhatian lelaki adalah tubuhnya yang sexy dan bagian dadanya yang berukuran 35B. Cantik, pintar dan sexy adalah perpaduan yang sempurna untuk seorang wanita. Tipe wanita seperti inilah yang kuimpikan. Alangkah bodoh laki-laki yang telah menceraikannya.

Meski aku berada di tempat itu, tapi aku tidak konsentrasi mendengarkan apa yang mereka bicarakan. Karena pikiranku sedang bercabang, antara memikirkan tentang semua ini, juga sedikit berpikir tentang wanita yang duduk di depanku. Aku merasa ada yang aneh dengan tugas yang sedang kami laksanakan. Firasatku membisikan bahwa orang-orang yang bersama Pak Yudi bukanlah orang-orang yang baik. Yang menganjal dalam hatiku adalah, untuk apa Pak Yudi berurusan dengan mereka.

Merasakan hawa panas di kepala, aku beranjak ke toilet. Aku membasuh muka untuk mendinginkan pikiran. Cukup lama aku berdiri dan berpikir di depan wastafel. Saat aku hendak kembali ke dalam, aku mendengar orang sedang berbicara di toilet wanita. Bukan karena mereka Chantal dan Reni hingga aku menguping pembicaraan mereka, tapi karena mereka menyebut nama Pak Yudi.

"Benarkah orang yang di panggil Yudi itu seorang polisi ?" terdengar suara Chantal bertanya.

"Ya, benar." jawab Reni.

"Tapi kenapa dia bisa berteman dengan orang macam Simon ! Bukankah dia itu seorang Mafia ? Frans juga, kenapa masih berteman dengan Simon. Apa kau belum membujuknya, Ren ."

"Aku sudah melarangnya Chant. Dan dia sudah berjanji, bahwa pertemuan ini adalah terakhir kalinya dia berurusan dengan Simon."

"Mungkin ada satu kesempatan, kita bisa berbicara kepada E...," Aku menjauh dari dinding karena ada orang lain yang mendekat ke arahku. Saat aku ingin kembali mendengarkan pembicaraan mereka. Ternyata suara mereka sudah tidak terdengar lagi, mungkin sudah kembali ke dalam. Aku meninggalkan tempat itu dengan pikiran diliputi tentang pembicaraan mereka..

Ternyata pertemuan di ruangan itu sudah selesai. Dan mereka semua mempersiapkan diri untuk meninggalkan Restoran ini. Andi dan Rudi sudah siap di dalam mobil. Saat aku hendak masuk kedalam mobil, Pak Yudi berkata "Lang ! Aku ada pembicaraan penting dengan Frans. Kamu naik mobil Frans dulu."

Yudi GuntoroRudi WarsitoAndi SofianFrans & ReniHansSimon Samuel


Tanpa banyak bicara aku segera menuju mobil yang di tunjuk Pak Yudi. Dan segera naik ke mobil itu. Kupikir semua urusan sudah selesai dan kita akan kembali. Tapi bukannya menuju kebarat, tapi kembali menuju arah timur. 'Bukankah ini arah menuju Tawang Mangu. Mau apa kesana ?'.

Pikiranku masih diliputi teka-teki. Hingga pertanyaan Chantal dan Reni yang mengajakku berbicara aku jawab seperlunya saja. Mobil-mobil ini tidak menuju pintu masuk Tawang Mangu. Tapi terus melaju lebih ke atas lagi. Kalau terus akan sampai ke pos pendakian Gunung Lawu bagian barat yang disebut Cemoro Kandang. Aku belum bisa menebak kemana tujuan mobil-mobil ini, ketika tiba-tiba ponselku berbunyi. Sebuah pesan dari Rudi. Bunyinya singkat tapi membuatku semakin berpikir. "Lang, hati-hati. Mungkin akan terjadi sesuatu."

Sebelum aku membalas pesan dari Rudi, mobil berhenti mendadak mengikuti mobil di depannya yang berhenti secara tiba-tiba. Aku segera menengok ke depan, Kulihat Frans keluar dari mobil dengan muka memerah. Sepertinya dia marah kepada seseorang dan mencaci makinya. Pak Yudi menyusul keluar dan berkata "Berhenti Frans !!!"

Frans seperti tidak mendengarkan perintah dari Pak Yudi. Dia tetap saja berjalan menuju ke arah mobilnya. Akibatnya hanya dalam tempo sepersekian detik semuanya terjadi. Pak Yudi mencabut pistol yang terselip di pinggangnya dan "Dorr...dorr...," dua tembakan bersarang di kepala Frans yang sedang berjalan membelakangi Pak Yudi.

Tubuhnya langsung terkapar jatuh ke tanah. Saat semua masih tercengang, Reni berteriak "Franssss...," Dia membuka pintu dan berlari menghampiri tubuh Frans, dan
memanggil-manggil namanya "Fraaans...Fraaans...!!!, ke...ke...napa ?" Aku dan Chantal keluar dari mobil, dan berjalan menghapiri Reni.

Sementara Reni menengadahkan mukanya memandang Pak Yudi. "Ken...ken...apa, Yud !!!" Dia bangkit dan berjalan menghampiri Pak Yudi.

"Berhenti kau perempuan jalang !!! kau ingin menyusul dia !!!"

Reni seperti tidak mendengar dan terus melangkah kearah Pak Yudi. Tapi hal itu rupanya tindakan pengundang maut bagi dirinya. Belum sempat aku mengejarnya, tiba-tiba "Dorr...dorr...," kembali dua peluru keluar dari tempatnya. Dan kali ini korbannya adalah Reni.

"Reeeen......!!!" teriak Chantal berusaha menghampiri tubuh Reni. Tidak ingin ada korban ketiga, aku segera menahan tubuh Chantal agar diam di tempat. Dia berusaha melepaskan peganganku pada tubuhnya. Tapi aku tetap bergeming dengan memeluk tubuhnya. Hingga akhirnya dia hanya bisa menggerung menangis dalam pelukanku.

"Gilaaa.....," teriakku marah, sambil mengacungkan senjataku kearah Pak Yudi. Aku benar-benar tidak tahu, Iblis dari mana yang masuk kedalam tubuh Pak Yudi saat ini. Hingga bisa membunuh dua orang begitu enaknya. Dan yang lebih menyedihkan aku tidak bisa mencegahnya.

"Diaaam kau Lang !!! Sekali kamu macam-macam, aku tidak akan segan-segan menembakmu. Ini bukan urusanmu. Lebih baik kamu diam dan ikuti aku."

Aku berusaha menahan amarahku, setelah melihat situasi tidak mendukungku saat ini. Ada dua orang yang mengacungkan senjata kearahku, tidak jauh dari tempatku berdiri. Sepertinya Pak Yudi telah bersekongkol dengan orang yang bernama Simon itu. Saat aku melihat Andi dan Rudi berdiri dengan tenang di belakang Pak Yudi aku bertanya dalam hati, 'Apa mereka sudah tahu akan terjadi hal ini dan mendukung rencana Pak Yudi'. Aku berpikir untuk mencari jalan keluar, karena tampaknya kini aku sendirian. Mataku berputar untuk mengawasi daerah sekitar.

Sementara Pak Yudi berbicara dengan Simon. Karena suara mereka keras, maka aku mendengar semua perkataan mereka. "Tinggal kita berdua, kita bisa membaginya sama besar. Bukankah begitu Mon ?"

"Ha...ha...ha..., bisa diatur Yud. Aku tahu kamu punya dendam dengan Frans, tapi kepada wanita itu, ck..ck..ck.., bisa juga kamu kejam padanya."

"Itu urusan pribadiku. Sudah, kita bicarakan pembagiannya saja," Kata Pak Yudi. Tampaknya dia tidak mau menyinggung hubungan pribadinya dengan Frans dan Reni.

"Kalau aku tidak mau berbagi denganmu, bagaimana, Yud ? Haa...haa..haa.."

"Jangan main-main denganku Mon, " ucap Pak Yudi dengan muka memerah menahan amarahnya.

"Aku tahu senjatamu Yud ! bukankah dia ?" kata simon memberi kode kepada anak buahnya. Dua orang menyeret Hans kehadapan Simon. "Bukan hanya kamu yang bisa membeli anak buah lawanmu, aku juga bisa melakukannya."

Muka Pak Yudi semakin memerah, "Kamu pikir aku tidak bisa menduga hal seperti ini terjadi Mon ?" ucapnya. Setelah diam sejenak, dia melanjutkan ucapannya, "Aku sudah menyimpan satu rekaman yang bisa menghancurkan semua bisnismu dan menyeretmu ke dalam penjara."

"Haa.. haa.. haa..., benar-benar tolol kamu Yud. Haa.. haa.. haa..., Sudah aku bilang, Bukan hanya kamu yang bisa membeli anak buah musuh, aku juga bisa melakukannya. Kamu tahu kan maksudku ? haa..haa..haa.."

Sepertinya Pak Yudi mulai sadar apa yang terjadi. Saat dia hendak membuka suara, Simon telah berkata. "Andi lakukan tugasmu."

Begitu suara Simon berhenti, kembali terdengar dua tembakan "Dorr...dorr...,"

"Ruuuuud.....," kali ini aku yang berteriak. Melihat tubuh Rudi menjadi sarang dua butir peluru. Aku berlari menghampirinya, tidak kupedulikan senjata anak buah Simon mengarahku. Kupeluk tubuhnya, dia seperti ingin mengatakan sesuatu, kudekatkan telinggaku padanya. Hanya dua kata yang terdengar "Buuukti memoriii," setelah berkata seperti itu kepalanya terkulai. "Ruuuud ....," teriakku. Aku tidak tahu lagi apa yang ada dipikiranku, semua terasa gelap. Hingga aku menganggap bahwa semua ini hanya mimpi buruk yang sedang kualami.

Tapi tangan Chantal yang menyentuh tubuhku menyadarkan diriku, bahwa ini bukanlah mimpi. Ini adalah kenyataan yang harus dihadapi. Saat aku hendak melepaskan tangan Rudi yang menggenggam erat tanganku, kurasakan satu benda kecil di dalam genggaman tangannya. Aku segera sadar apa maksud pesan terakhir dari Rudi. Tanpa menimbulkan kecurigaan siapapun kuambil benda itu dari genggamannya.

Sementara itu Simon kembali berkata, "Bagaimana, Yud ? kamu masih menganggap dirimu pintar ? Sekarang kamu sendirian. Tapi aku masih punya satu kesempatan untukmu."

Pak Yudi tidak menjawab. Mukanya kini nampak pucat. penuh kekecewaan dan keputusasaan.

"Bagaimana Yud ? Syaratnya mudah dan menguntungkan dirimu. Aku beri ide padamu. Kamu bunuh mereka berdua, dan buat laporan yang melakukan semua ini Dia. Bukankah kamu akan bebas dari segala tuduhan," kata Simon, menunjuk ke arahku dan Chantal.

Pak Yudi hanya diam, tapi akhirnya dia menganggukkan kepalanya. Perlahan dia berjalan mendekat ke arah kami. Saat jarak tinggal dua meter, Simon berteriak. "Berhenti di situ Yud! atau semuanya akan berakhir."

Pak Yudi menatapku dengan wajah sedih, seakan ingin mengatakan maaf. Saat mataku bertatapan dengan mata Pak Yudi, matanya memberi kode kepadaku. Aku sedikit mengangguk, untuk memberitahu padanya bahwa aku mengerti apa yang dia maksud. Setelah itu dia mengangkat pistolnya dan mengarahkannya kepadaku.

"Dorr...dorr...," kembali suara pistol menyalak. Tapi bukan aku sasarannya. Melainkan dua orang yang berdiri di belakangku. Sambil memeluk Chantal aku menjatuhkan diri dan berguling ke samping. Dan menarik Chantal berlindung di belakang mobil. Kuambil senjata yang terlempar dari tangan orang yang ditembak Pak Yudi. Pak Yudi sudah berlumuran darah, tapi dia sempat berteriak "Munduuur Lang ...!!!"

Melihat mereka lebih banyak dan lengkap, aku menuruti perintah Pak Yudi yang terakhir kalinya. Tanpa berpikir panjang sambil menarik Chantal, aku meluncur turun ke lereng yang berada di samping jalan yang untungnya tidak terlalu curam dan tanahnya tidak terlalu keras walau kerikil-kerikil kecil tetap menggores tubuh kami.

Sampai di bawah aku berlari ke arah pohon-pohon dan tumbuhan yang rimbun di sekitar tempat itu sambil menarik Chantal. Terdengar teriakan dan bunyi tembakan di belakang kami, tampaknya mereka tidak akan membiarkan kami berdua untuk lolos. Aku berusaha untuk berlari lebih cepat, tapi tampaknya itu hal yang sulit bagi Chantal. Dia tidak mampu mengimbangi kecepatanku berlari.

Menyadari bahaya besar masih mengancam dari belakang, Tanpa ragu aku segera membopong tubuhnya dan kembali berlari lagi ke arah hutan yang semakin lebat dan rimbun. Duri dan semak berkali-kali menggores tubuh kami berdua, juga entah berapa kali tubuh kami jatuh tersungkur.

Setelah berapa lama berlari, akupun berhenti. Mencoba mendengar suara orang-orang yang tadi mengejar kami. Setelah yakin mereka masih jauh, atau berhenti mengejar aku menurunkan Chantal dari gendonganku.

Aku memandang sekitar, untuk mencari tempat yang bisa digunakan untuk istirahat. Aku tidak tahu kami berada di kawasan hutan yang mana. Sangat baik kalau kami berada di kawasan hutan Wana Wisata. Karena pasti akan banyak petugas dari Wana Wisata. Tapi kalau masuk kawasan hutan yang masih liar, bisa saja bertemu hewan liar. Jadi aku harus tetap waspada. Aku mengambil belati yang kuselipkan di sepatuku. Kutebas batang pohon yang cukup besar, untuk membantu Chantal berjalan.

Melihat keadaannya, timbul rasa iba di hatiku. Mukanya pucat, tubuhnya yang mulus tergores dan berdarah di beberapa tempat. Dia sepertinya kaget dan terguncang karena peristiwa ini. Tidak ada suara darinya, hanya sesekali keluar rintihannya. Setelah menemukan tempat yang kupikir aman, aku menyuruhnya untuk beristirahat.

Aku naik ke atas pohon untuk melihat situasi sekitar. Setelah berputar mengedarkan pandangan, kulihat air terjun di arah timur laut. Aku segera turun dari pohon dan berkata kepada Chantal, "Mbak istirahat di sini, kalau ada sesuatu Mbak teriak saja. Saya mau cari air dan obat buat luka kita." Setelah dia mengangguk, aku segera menuju arah dimana tadi kulihat air terjun. Berada di daerah hutan seperti ini, sebenarnya bukan sesuatu yang asing buatku. Dulu kakek sering mengajakku berkemah di tempat seperti ini. Dia bilang, hal ini dilakukan untuk mengenal alam.

Dengan belati peberian kakek, aku membabat tumbuhan, dahan dan perdu yang menghalangi jalan. Sementara dengan pengetahuan tentang tumbuhan dan buah yang kupelajari dari kakek. Aku bisa tahu mana tumbuhan yang bisa dimanfaatkan di dalam hutan. Akhirnya aku menemukan air terjun itu. Yang di bawahnya ada kolam air berukuran sekitar dua meter. Airnya jernih, aku segera minum sedikit demi sedikit untuk menghilangkan rasa dahaga. Saat aku memperhatikan tempat itu, ternyata ada goa di dekat air terjun. Tampaknya cukup besar dan bersih untuk beristirahat.

Aku segera kembali ke tempat dimana aku meninggalkan Mbak Chantal. Ketika aku sampai di tempat itu, aku terkejut melihat dia terkulai lemas di tanah. Kupegang nadinya, masih berdenyut. Kusentuh dahinya, agak panas. Mungkin dia merasa syok dengan apa yang terjadi. Aku segera membopong dia ke tempat air terjun dan goa. Begitu sampai aku segera membaringkan dia di lantai goa, jaketku kupergunakan sebagai bantal.

Kubuat obat dari daun-daun, setelah itu kulepas baju luarnya yang sobek disana-sini. Kubiarkan tanktop putihnya tetap ditubuhnya, walau robek di beberapa tempat. Kutempelkan obat itu pada lukanya. Saat mengobati dirinya, mau tidak mau aku harus memperhatikan dan menyentuh tubuhnya. Tubuhnya putih mulus dan benar-benar sexy, selain itu aku menjadi tahu bra yang dipakainya ternyata berwarna putih.

Setelah mengobati luka-lukanya, aku memberinya minum. Beberapa saat kemudian reaksi obat mulai bekerja. Suhu tubuhnya menjadi normal kembali. Setelah yakin bahwa dia hanya tertidur, aku memeriksa lukaku sendiri. Sama seperti dia, hanya luka tergores. Setelah selesai mengobati lukaku. Aku duduk di depan goa, berpikir tindakan apa yang harus kulakukan selanjutnya.


Kami masih berdiri di pintu goa, sambil memandang air hujan yang masih tercurah dengan derasnya. Hawa bertambah dingin, kulihat berapa kali Mbak Chantal menggigil kedinginan. Aku mengambil jaket yang tadi kujadikan bantal, kuselimutkan pada tubuhnya. Dia tersenyum, "Terima kasih," Ucapnya.

Kami kemudian diam untuk beberapa saat. Beberapa kali aku menoleh padanya, tampaknya dia masih kedinginan. Aku yang bertelanjang dada, juga merasakan hal yang sama. Tapi aku mencoba untuk menahan hawa dingin yang menyapu tubuhku.

Mbak Chantal sepertinya menyadari apa yang kurasakan. Dia berusaha melepas jaket yang dikenakannya, tapi aku mencegahnya. Dia kemudian membatalkan rencananya untuk melepas jaket itu. Tubuhnya bergeser ke arahku, lengan kami bersentuhan. Sedikit kehangatan kami dapatkan karena sentuhan itu.

Hawa hangat bertambah, saat dia menyandarkan kepalanya di lenganku. Kubiarkan hal itu sampai kurasakan tubuhnya terguncang dan terdengar isak tangisnya. "Kenapa Mbak...? tanyaku.

"Mazel....Nathan....," ucapnya sambil memeluk tubuhku. Dan pecahlah tangisnya dalam pelukanku, air matanya membasahi dadaku. Aku balas memeluknya dan mengelus-elus kepalanya untuk menenangkannya. Akhirnya berhenti juga tangisnya, hanya masih terdengar sedu sedannya. Aku tetap dalam posisiku, hingga akhirnya tangisnya benar-benar berhenti.

Kami tetap berpelukan, hingga hawa dingin kini benar-benar tidak terasa lagi, berganti menjadi rasa hangat yang memanas. Aku bukanlah pemuda alim, yang belum pernah bersentuhan dengan wanita. Tapi juga bukan pemuda nakal yang suka jajan atau gonta-ganti pasangan.

Tapi dalam suasana seperti ini dan bersama wanita seperti Mbak Chantal. Pemuda baik-baik pun kukira akan tergoda. Begitu juga aku. Tubuh dalam pelukanku ini benar-benar menggoda untuk disentuh.

Meski aku merasakan nafsuku mulai bangkit dan tergoda untuk menyentuhnya, tapi dalam situasi seperti ini aku tidak mau mengambil kesempatan dalam kesedihan orang lain. Aku biarkan posisi kami tetap berpelukan. Akhirnya diapun tersadar dan melepaskan pelukannya. "Maaf Lang, Aku teringat anak-anakku, bagaimana dengan mereka tanpa diriku."

"Tidak apa-apa Mbak. Walaupun aku belum pernah menjadi orang tua, tapi aku mengerti bagaimana perasaan Mbak. Yakinlah bahwa mereka baik-baik saja. Aku berjanji akan membawa Mbak keluar dari situasi dan tempat ini"

"Terima kasih, Lang. Biar lebih enak bagaimana kalau kamu panggil aku Chantal, tidak usah pakai Mbak. Memangnya aku sudah kelihatan tua ya ?"

"Bukaan begitu Mbak, taa tapi..."

"Tuh kan masih panggil Mbak.."

"Baa..ba..ik Mbak. Eh... Chantal."

Merasakan hawa semakin dingin, kami beranjak dari pintu goa. Aku menyandar di dinding, sambil memandang keluar. Chantal mengikuti duduk di sampingku. Kami kembali saling diam, tenggelam dalam lamunan masing-masing. Hanya suara hujan yang terdengar di luar. Chantal melepas jaket yang dikenakannya, kemudian bangkit dan pindah duduk di antara kedua kakiku. Menjatuhkan tubuhnya bersandar di dadaku dan menyelimutkan jaket yang dilepaskannya ke tubuh kami berdua.

Kemudian menarik kedua tanganku, dan dilingkarkan di pinggangnya. Kini posisiku memeluk dirinya dari belakang. Aku masih dapat mencium harum rambut dan wangi tubuhnya. Dalam posisi seperti ini kami benar-benar tidak merasakan hawa dingin lagi. Dan berganti menjadi hawa panas yang membuat nafsuku yang tadinya mulai padam kembali menyala. Rupanya diapun merasakan kehangatan pelukan ini. Dan nampaknya dia juga mengalami hal yang sama denganku, hawa nafsunya mulai bangkit akibat bersatunya tubuh kami berdua. Nafasnya mulai tidak teratur, dan dadanya berdegup dengan kencang.

Aku coba hembuskan nafasku di atas tengkuk Chantal, untuk melihat reaksi darinya. "Aaahh...," desahnya. Mendapat respon baik darinya. Aku melanjutkan aksiku dengan mencium rambutnya, tengkuknya, berlanjut menuju telinga, kedua telinganya kucium. Kuhisap dan kugigit kecil, "Shhh..," dia mulai mendesah dan menggeliat kegelian. Kuteruskan ciumanku ke arah lehernya. Kuselusuri seluruh lehernya dengan bibirku. "Ssshhh...," desahannya semakin keras terdengar. Tubuhnya berubah sedikit menyerong, tangannya memeluk tubuhku sementara tangan kiriku juga menahan tubuhnya.

Matanya terpejam dengan bibir sedikit terbuka, kudekati bibir indah itu. Perlahan bibirku menyentuh bibirnya, ciuman yang lembut tapi bergelora. Hanya beberapa detik bibir kami bersentuhan, kemudian dengan perlahan-lahan kulepas bibirku dari bibirnya. Sambil mataku masih menikmati bibir ranumnya. Dengan perlahan pula dia membuka matanya dan untuk beberapa lama kami saling diam sambil bertatap mata.

Dia menatapku dengan pandangan sayu, mukanya merona merah. Bibirnya sedikit terbuka. Aku menunduk dan kembali mengecup bibirnya, terasa lembut dan hangat ketika bibir kami saling bertemu. Kelopak matanya perlahan-lahan akhirnya kembali terpejam. Kepala kami saling bergerak berirama ke atas dan ke bawah, bibir kami saling menyentuh secara bersama. Ciuman itu membuat birahi kami semakin menggelegak, mulut kami mengerang lembut, "Uhh hmmm..."

Chantal kembali berdiri kemudian tubuhnya menduduki pahaku. Kini tubuh kami saling berhadapan dengan posisi pangkal paha saling berhadapan. Menyebabkan penisku berdenyut merespon. Kami melanjutkan permainan bibir dengan lebih liar. Kupeluk erat pinggangnya dan dia membalas merangkul leherku. Kuelus punggungnya, hangat dan lembut terasa walau masih tertutup bajunya. Naik turun kujelajahi seluruh bagian belakang tubuhnya, "uhh hmm ... ssshhh," dia mulai mendesah lagi.

Kulepaskan ciuman di bibir secara perlahan dan kuarahkan ciumanku ke leher jenjangnya. Kubalikan badannya secara pelan dengan bibir masih menyusuri lehernya, kemudian kuarahkan tanganku masuk ke bajunya di bagian depan tubuhnya. kuselusuri perutnya yang masih rata tak berlemak dengan lembut, kunikmati kehalusan kulitnya. Dan perlahan-lahan tanganku pun naik ke atas kebagian payudaranya.

"Ooohh Lang...!!" Chantal mengerang, saat kusentuh bagian bawah payudaranya. Dan perlahan-lahan bergeser ke atas, menelusup masuk ke dalam bra nya. Kubelai satu-persatu buah dadanya yang berukuran besar, hingga jari-jariku sampai ke putingnya. Kupilin dengan lembut masing-masing puting secara bergantian. Chantal semakin mengerang, "Eeehhmmm...!!" dan mendorong payudaranya ke tanganku, masing-masing buah dada itu bergerak setiap jariku memilin putingnya seolah-olah berusaha memuaskan rasa geli yang tertahan selama ini.

Kulepaskan ciumanku di lehernya mencoba mengambil nafas sejenak. Tanganku berhenti memilin puting susunya. Kami sama-sama terdiam, hanya terdengar deru nafas kami yang terengah-engah. Kukeluarkan tanganku dari balik baju yang dipakainya. Nafsu ternyata menghilangkan kesadaran kami. Saat itu baru kusadari ternyata hujan sudah tidak sederas tadi, hanya gerimis kecil.

Dia kembali memutar tubuhnya, hingga tubuh kami saling berhadapan. Dia tersenyum dan nafsu itu kembali membara ketika melihat bibir itu. Kembali bibir kami saling berdekatan dan seperti tak kuasa menahan gairah ini, kukecup bibirnya dengan penuh kelembutan. "Aaahh...," Dia mendesah kecil ketika tanganku turun ke pantatnya, kemudian kuremas lalu kutarik tubuhnya merapat ke tubuhku.

Aku bisa merasakan payudaranya yang besar melekat di dadaku. Kami melanjutkan ciuman, bergerak dalam irama yang lambat penuh nafsu. Aku merasa pelukan tangan Chantal perlahan naik ke dada dan bahuku sampai melingkar erat di leherku. Tubuh kami saling menekan. Payudaranya semakin merapat ke dadaku, begitu juga selangkangan kami bersama-sama menekan. Saat panas ciuman kami mulai naik, "Uhmmpp...," Chantal mengeluarkan jeritan tertahan dan bibir kami membuka satu sama lain dalam gelora nafsu yang membara.

Mulut kami kian erat. Tanganku naik turun di punggungnya, menyentuh semua sisi tubuh yang belum pernah kubayangkan. Tanpa melepas ciuman, dengan perlahan kubuka bajunya. Aku menarik tangannya ke bawah dan menarik baju itu dari bahunya dan membiarkannya jatuh ke pinggangnya. Dia segera memeluk kembali leherku saat aku rapatkan tubuhnya kembali.

Kami kembali dengan permainan lidah kami. Kumainkan lidahku di antara kedua bibirnya, kukorek-korek lidahnya agar keluar. Dengan perlahan lidahnya keluar dan dengan malu-malu mengikuti gerakan kemana lidahku pergi. Dan ketika dengan perlahan lidahnya menjulur memasuki mulutku, kusambut dengan lembut dan perlahan kujepit dan kuhisap lidahnya di dalam mulutku. "Uhmmpp...," dia mendesah dan tubuhnya menggeliat menahan nikmat yang menyerangnya.

Kembali kami berhenti sejenak untuk mengambil nafas. Dia menatapku dengan pandangan mata yang sayu menggoda, mulutnya merah dan basah. Kembali tanganku ke arah pinggulnya dan meremas pantatnya.

"Laaang..., mmmppphhhh ...!" Aku memotong ucapannya dengan menutup mulutnya. Saat telingaku seperti mendengar suara langkah di luar goa. Aku memberi kode kepadanya agar diam di tempat dan tidak bersuara. Sementara tangan kananku segera meraih pistol, dan siap menghadapi segala sesuatu. Aku berjalan perlahan mendekati mulut goa. Kulihat dua orang bersenjata anak buah Simon sedang berdiri tidak jauh dari mulut goa. Tampaknya mereka masih ragu untuk lebih mendekat lagi.

Kusiapkan belati di tangan kiriku. Kubidik dan siap kulempar, saat aku mendengar suara jeritan Chantal di belakangku. "Iiihh...," segera aku menengok ke belakang. Kulempar belati itu kearah Chantal, "Ziiings... sreeet...," Ular di belakang Chantal berkelojatan begitu belatiku menembus kepalanya. Sementara dua orang di luar sepertinya mendengar jeritan Chantal. Mereka memberondong goa dengan tembakan, "Dooor...dor..dert...dert...dor...," Aku segera menjatuhkan diri dan berguling kembali ke dalam goa.

Tembakan berhenti, aku kembali merayap mendekati mulut goa. Mereka juga mendekati mulut goa dengan senjata masih teracung kedepan. Begitu timing pas aku segera menekan pelatuk dan, "Dooor...Dooor...," dua buah peluru bersarang di paha mereka. Mereka mengerang kesakitan dan tubuh jatuh tersungkur ke depan, dan senjata mereka terlepas dari tangan. Sementara aku keluar sambil mengacungkan senjata pada mereka berdua. Dengan muka kesakitan mereka masih berusaha mengarahkan senjatanya kepadaku. Terpaksa aku kembali menembak mereka berdua, "Dooor...dooor...," Tamat sudah riwayat hidup mereka.

Kudekati tubuh mereka, kemudian aku geledah tubuhnya. Tidak ada barang apapun yang kutemukan. Kuambil senjata mereka dan kuperiksa isinya. Masih ada beberapa butir yang tersisa. Kuambil dan kuselipkan di pinggang. Kusembunyikan mayat mereka di tempat yang agak jauh dari gua. Setelah itu aku beranjak kembali ke dalam goa. Chantal masih meringkuk ketakutan di pojok . Begitu melihatku , dia bangkit dan segera memelukku. "Kamu tidak apa-apa kan, Lang !!!" tanya Chantal dengan nada cemas.

"Tidak apa-apa, tenanglah...."

"Apaaakah kita bisa keluar dari tempat ini, Lang ?" tanya Chantal dengan nada sedih.

"Tenang Chant, aku sudah berjanji akan membawamu keluar dari tempat ini. Hal itu akan kutepati walau harus mengorbankan nyawaku."

"Benaaar kamu rela mengorbankan nyawa demi aku ?" ucapnya sambil memandangku meminta ketegasan.

Aku menganggukan kepalaku untuk meyakinkannya. Dia kemudian memelukku lagi. "Terima kasih, Lang. Andai saja setiap lelaki seperti kamu."

Aku melepaskan pelukannya, kuambil belatiku yang masih menancap di leher ular. Kuperhatikan ular itu, ular yang cukup berbisa. Aku tidak dapat membayangkan jika dia menggigit Chantal. Kuambil bangkai ular itu dan kulempar keluar goa.

Aku kembali menghadap ke arah Chantal. "Chant, Aku akan melihat keadaan sekitar. Kalau gerombolan mereka mendengar suara tembakan tadi, mungkin mereka akan menuju ketempat ini. Aku akan menghadang mereka sebelum sampai sini. Kamu tetap di sini. Ini pegang, kalau ada sesuatu pergunakan untuk membela diri," Kataku sambil menyerahkan salah satu pistol rampasan tadi.

Dia menerimanya dengan tangan yang bergetar. Aku kemudian melangkah keluar goa. "Lang...," panggil Chantal. Aku menoleh, dia mendekatiku. Tanpa kusangka dia mencium bibirku. "Hati..hati.. !!! Ucapnya kemudian.

Kususuri bekas jalan yang mereka lewati ketika datang. Sampai beberapa lama, tidak kurasakan kehadiran mereka di sekitar tempat ini. Aku memutuskan untuk kembali ke goa. Apalagi langit kembali berwarna kelabu dan kabut nampaknya mulai turun menghalangi pandangan.

Saat sampai di goa, kulihat Chantal tanpa baju luar hanya memakai bra dan bercelana masih berdiri di depan mulut goa dengan muka masam. "Kenapa Chant, apa ada sesuatu. Mengapa kelihatan gusar seperti itu ?" tanyaku.

Dia menoleh ke arahku. "Tadi aku mencuci muka di kolam air itu. Tiba-tiba muncul dua ekor kera. Karena kaget hampir saja aku jatuh ke kolam. Bukan itu saja, karena takut aku kembali kedalam goa. Untungnya mereka tidak mengejarku. Tapi kemudian aku sadar bajuku masih di dekat kolam itu. Saat aku ingin mengambilnya, ternyata kera-kera itu telah mengambilnya dan dibuat mainan. Kemudian mereka membawanya kearah sana."

Aku sebenarnya ingin tertawa mendengar ceritanya. Tapi dalam suasana seperti ini aku merasa itu sikap yang tidak baik. Aku memandang kerahnya, terutama kearah dadanya. Karena bra nya basah, ditambah bahannya yang tipis maka puting susunya tampak tercetak jelas di depan mataku. Aku jadi menelan ludah melihatnya.

Aku jadi merasa serba salah, saat dia memergoki aku sedang memandang kearah dadanya. Untuk menetralisir suasana aku berkata kepadanya, "Coba aku lihat kemana mereka pergi," Kataku sambil melangkah ke arah mana kera-kera itu pergi.

"Aku ikut Lang ..."

Tidak sampai lima menit kami sampai di bawah pohon besar. Saat aku melihat ke atas, ada beberapa kera yang berayun kesana-kemari dengan semacam tali yang menjulur dari atas. Yang menarik perhatianku bukan kera-kera itu. melainkan benda semacam tali yang dipakai untuk berayun.

Kupegang tali itu dan kutarik, ternyata sangat liat dan lentur. Seperti semacam bahan karet. Aku tidak tahu ini pohon apa, apa semacam rotan yang masih kecil. Tapi hal itu tidak kupikirkan. Timbul ide dalam pikiranku melihat kelenturan tali ini.

Aku segera naik ke atas pohon itu, cukup licin karena basah. Setelah sampai atas, kucabut belatiku. Kupotong beberapa buah. Selain itu aku memotong beberapa dahan pohon yang menurutku baik. Saat hendak turun, aku melihat ke tempat kera itu berkumpul. Ada semacam sarang burung yang cukup besar. Aku melongok ke sarang itu. Ternyata ada bermacam benda di dalamnya. Tampaknya kera-kera itu mengambil atau menemukan benda-benda itu di sekitar tempat ini. Ada kompas, pisau, radio panggil dan bermacam lainnya.

Aku mengambil barang yang kira-kira berguna dan masih berfungsi. Ketika aku mengambil barang-barang itu kera-kera itu ribut berceceroetan. Mungkin mereka protes atau marah. Saat sampai di bawah Chantal bertanya, "Kamu bawa apa Lang ?" Aku lalu menjelaskan apa yang ada di atas, sambil menyerahkan bajunya yang tadi dibawa kera. Tapi bajunya sudah sobek tidak karuan dan tidak mungkin dipakai lagi.

Kami kembali ke goa dengan membawa barang-barang itu. Setelah sampai goa, aku berkata pada Chantal ingin mencari beberapa buah benda yang ingin kubuat sebagai senjata. Setelah mendapatkan benda-bendai itu aku segera kembali ke goa. Hari sudah senja, langit bertambah gelap dan kabut bertambah tebal.

Tanpa beristirahat untuk mengejar waktu, aku langsung mengerjakan apa yang telah kurencanakan. Chantal hanya diam memperhatikan apa yang kulakukan. Ketika gelap menyelimuti bumi, apa yang kurencanakan hampir selesai semuanya. Aku membuat busur panah dari dahan pohon tadi, sementara untuk pegasnya aku memakai tali yang tadi kuambil. Dan anak panahnya aku buat menggunakan ranting dan batang bambu kecil yang kutemukan.

Setelah selesai aku mencobanya, karena gelap aku membakar kayu-kayu yang kuambil sebelum hujan untuk penerangan. Setelah kucoba ternyata lumayan dan bisa dipergunakan sebagai senjata. Aku menjadi senang walau sedikit lelah. Setelah itu aku mencuci muka untuk menghilangkan kotoran di wajah dan memberikan sedikit kesegaran.

 
Terakhir diubah:
Kami mengisi perut dengan buah-buahan yang kudapatkan. Semakin malam hawa bertambah dingin. Kami masih duduk di depan perapian, untuk sedikit mendapatkan kehangatan. Tapi hal itu tampaknya belum cukup untuk mengusir hawa dingin yang menyerang. Chantal kembali menggeser tubuhnya lebih dekat ke arahku, kemudian tanpa ragu lagi dia memeluk tubuhku.

Kami masih diam dengan tubuh berpelukan, sampai kami mulai merasakan kehangatan menyelimuti tubuh kami. Chantal melepaskan pelukannya, dan kini kami saling berpandangan. Perlahan-lahan seperti ada medan magnet yang saling menarik maka wajah kami saling mendekat. Dan bibirnya yang merah merekah basah mengundang untuk di kecup. Tanpa menunggu lagi segera kulumat bibirnya yang sudah merekah pasrah itu. Dan tidak kalah bernafsunya Chantal membalas ciumanku.

Tangan Chantal memegang belakang kepalaku dan menekannya agar ciuman kami semakin melekat erat. Perlahan-lahan lengannya merayapi dada dan bahuku ketika ciuman kami bertambah liar dan semakin memanas, sampai kami merasa melayang, hilang kendali dalam gairah yang membara. Kami mengerang, mulut kami menyatu, berputar terhadap satu sama lain.

Saat mulut kami beradu, tanganku ikut bergerak. Kupegang pinggangnya, kemudian bergerak naik mengelus punggungnya. Setelah itu kuelus perutnya yang masih rata tanpa lemak. Elusanku berlanjut turun ke arah pinggulnya. Kemudian mengikuti garis celana dalamnya, tanganku sampai pantatnya, dan kuremas-remas pantatnya. "Achhh...," Chantal melenguh kecil saat aku meremas pantatnya.

Tanganku beralih ke atas meremas payudaranya, walaupun masih dari luar bra. Tapi karena Bra nya adalah model bra yang tipis, aku dengan mudah meremas-remas kedua payudaranya yang sering membuat para lelaki menelan ludah saat melihatnya. "Aauuuhhh...," Kali ini Chantal melenguh agak keras walaupun tidak melepas ciumannya. Aku mencoba melepas kait branya dari belakang. Tapi Chantal bertindak lebih dulu, dia membuka bra sekaligus celananya.

Aku merasakan penisku bergerak-gerak dengan denyutan keras merespon pemandangan yang ada di depanku. Tampak betis Chantal bagaikan padi membunting, pahanya montok namun lembut, dan pinggul seksinya masih terbalut celana dalam berwarna putih.

Aku tak sanggup menahan diri lebih lama lagi, kujelajahi paha dan pinggulnya yang selama ini menjadi khayalan para lelaki. Pinggul kami pun mulai bergerak, perlahan-lahan, menyesuaikan dengan irama dan kecepatan ciuman kami. Tanganku naik-turun di pinggul dan pantatnya, mencengkeran bulatan kembar yang masih terbalut celana dalam sutra itu.

Aku bergerak mundur sedikit sehingga tampaklah dua payudaranya yang kini telah berada di depanku dan seakan mengundangku untuk segera menyentuhnya. Payudara yang putih, besar, kencang dan kenyal dengan lingkar areola coklat kemerahan dan puting berwarna merah muda, alangkah indahnya.

Segera kusergap bagian bawah payudara Chantal dan perlahan-lahan bergeser ke atas, membelai satu-persatu buah dada itu, hingga jari-jariku sampai ke putingnya. Kupilin dengan lembut masing-masing puting secara bergantian.

Chantal mengerang "Eeehhmmm...," dan semakin mendorong payudaranya ke tanganku, masing-masing buah dada itu bergerak dan bergoyang setiap jariku memilin putingnya. Kutundukkan kepala ke buah dadanya yang sebelah kiri dan kutangkap puting dan areola dengan mulutku dan mulai membasahinya dan merangsang puting Chantal dengan lidahku. Dia kembali mengeluarkan erangan dan menyambar kepalaku dengan kedua tangannya, jari-jarinya bergerak di rambutku.

Aku melingkarkan tanganku di pinggangnya, menariknya ke arahku, mendorong lebih dalam buah dadanya ke dalam mulutku dan mengisap putingnya lama. Tangannya terus bergerak dan menarik-narik rambutku sambil mulutnya tak henti-henti mengeluarkan erangan lemah seperti menangis.

Tangan kiri Chantal kemudian meninggalkan kepalaku dan membelai ringan dadaku. Ketika lidahku berpindah merangsang buah dada lainnya, tangannya lebih bebas menjelajahi tubuhku. Aku rasakan tangannya menarik-narik kausku, memaksa aku melepaskan kulumanku di payudaranya.

Kulepaskan pakaian yang menempel di tubuhku, kami saling bertatapan sejenak dalam keadaan telanjang dari pinggul ke atas. Aku letakkan tanganku di pinggulnya, sementara Chantal melingkarkan tangannya di leherku, kemudian mulut kami kembali bertemu dalam ciuman yang panas. Sentuhan payudaranya yang tenggelam dalam dadaku membuat birahiku makin menggelora.

Tanganku menjulur ke punggung Chantal, menyelinap melewati karet celana dalamnya dan menurunkannya hingga kebawah pantatnya. Aku mengelus-elus pantatnya yang membulat sebelum menarik celana dalam sutra itu kelututnya. Tanganku kembali naik ke paha dan pinggul, berlama-lama bermain di pantatnya sebelum berhenti di pinggangnya.

Aku memeluk Chantal, kami berbaring di lantai goa, dan payudaranya tenggelam di bawah dadaku, kakiku mengangkanginya. Kulepaskan celana dan celana dalamku yang masih mengganggu dan akhirnya membebaskan penisku yang sudah tersiksa di dalamnya. Kulepas juga celana dalam Chantal yang masih tersangkut di lututnya.

Sentuhan penisku di pahanya yang selembut sutra memercikkan sentakan birahi yang kian meluap dan erangan nafsuku keluar tanpa terkendali. Kembali lenganku ke pinggangnya dan berkonsentrasi penuh dengan ciuman kami, dengan tubuh telanjang saling merangsang satu sama lain.

Kulepaskan ciumanku dan sedikit kugeser tubuhku ke arah bawah. Kini di depanku terekspos dua buah gunung kembar yang besar berwarna putih, hingga urat-urat berwarna hijaunya terlihat, Aku tidak langsung mengeksplorasinya, tapi kurangsang putingnya dengan hembusan nafas dari hidungku. Hembusan nafasku yang hangat membuat putingnya semakin mengeras.

Lalu kuciumi pelan-pelan buah dadanya yang berukuran 35B itu, mula-mula bagian bawah terus melingkar sehingga hampir semua bagian payudaranya kucium dengan lembut. Belum puas menggodanya, lidahku kemudian mulai menari-nari di atas buah dadanya. Akhirnya dengan perlahan dia mulai mendesah halus.

Perlahan lidahku mulai menyapu sekitar putingnya dan akhirnya... putingnya kusapu dengan lidahku. Perlahan mula-mula, semakin lama semakin sering dan akhirnya kukulum putingnya. Ketika dia mendesah merasa nikmat, kulepaskan putingnya dan kemudian mulai kukecup dari bagian tepi lagi.

Perlahan mendaki keatas dan kembali kutangkap putingnya. Kali ini kugigit putingnya dengan lembut, sementara lidahku berputar-putar menyapu putingnya. Sensasi yang ditimbulkan oleh permainan lidahku sungguh luar biasa, "oohh..sshhh..," dia mengerang, mendesah dan meremas kuat rambutku.

Melihatnya mendesah, selain kugigit kecil putingnya sembari lidahnya menyapu-nyapu, tanganku mulai bermain di lututnya. Dengan lembut tanganku menggerayangi lututnya dan perlahan naik kuelus pahanya. Tampak tubuhnya merinding menahan nikmat dan dengan lembut dan pelan tanganku mulai mendaki dan kini berada diatas selangkangannya.

Dengan lembut kuusap pangkal pahanya. Hal ini menimbulkan sensasi dan nikmat yang luar biasa bagi Chantal, sebentar-bentar tubuhnya menggelinjang. Dia tampaknya sudah tak dapat lagi menyembunyikan kenikmatan yang dialaminya. Dengan lembut kusentuh k
+-*litnya dan kuputar-putar jariku. Membuat dia semakin mengerang, "sshh...sshhh..."

Akhirnya pertahanannya jebol, cairan kental mulai keluar dari vaginanya. Saat aku semakin mengintensifkan serangan, Chantal menjulurkan tangannya ke arah selangkanganku. Disana jemarinya membelai batang penisku yang mulai mengeras. Jarinya terus membelai turun naik sepanjang batang itu yang Secara perlahan batang tersebut bertambah panjang, besar dan keras.

Kutinggalkan permainan lidahku di payudaranya. perlahan lidahku menyusuri perutnya yang halus mulus dan masih rata diusianya yang ke 31 dan sudah punya dua anak. Lidahku bermain di pusarnya yang membuat dia menggelinjang kegelian. Setelah puas bermain dengan pusarnya kepalaku turun sedikit, dan tampaklah di depan mataku gundukan indah dengan sedikit rambut pubis yang tercukur rapi 'Vagina Chantal Della Concetta'.

Beberapa saat kunikmati gundukan itu dengan mataku. Setelah itu, dengan perlahan lidahku mulai menyentuh belahannya. Dia menjerit tak tertahan ketika lidahku bergerak turun naik di belahan vaginanya, tubuhnya bergetar dan melonjak-lonjak. Tangannya mencengkeram rambutku dengan kuat.

Lidahku tetap bertahan pada posisinya, sehingga aku tetap bisa menggelitik klitorisnya. Aku merasa dinding-dinding vaginanya telah melembab, dan kontraksi-kontraksi khas pada lorong vaginanya mulai terasa. Tampaknya vaginanya bisa melakukan empot ayam.

Melihat kontraksi-kontraksi itu, membuatku semakin bernafsu. Kini lidahku semakin ganas dan liar menyapu habis daerah selangkangannya. Cairannya yang mulai mengalir kusedot habis dengan bibirku. "Oohh... Lang, akhuuu... keluuaaaaaar." Dia berkata dengan nafas terengah-engah setelah mencapai puncak orgasme oleh permainan lidah dan bibirku.

Aku pun mulai menggeser bagian bawah tubuhku ke pahanya hingga penisku sampai di pangkal paha Chantal yang telah merentang. Burung itu kini sudah berada di muka sarangnya yang berbulu rapi. Aku mulai menggerakkan penis, memberi isyarat memulai persetubuhan, hingga menyebabkan birahi kami kian memuncak. Kami sama-sama merintih ketika lengan kami saling mendekap tubuh satu sama lain.

Aku tahu saatnya telah tiba dan kuraih selangkangannya, serta mulai menenggelamkan jariku ke bibir vaginanya yang mulai mekar. Terasa nian lubang vaginanya sudah sangat basah, tampaknya Chantal sudah siap menerima penisku masuk ke vaginanya. Saat itu pula Chantal merintih, tangannya tak henti bergerak liar di punggungku. Aku pun tak ingin menunggu lebih lama lagi. Segera kukeluarkan jariku dari lubang vaginanya dan langsung bersiap dengan penisku yang kian tegang di pintu masuk vaginanya yang memanas.

Kubuka kakinya sedikit lebih lebar lagi dan mengarahkan kepala kemaluanku ke bibir vaginanya. Kumainkan kepala penisnya sejenak di bibir vaginanya, kugerakkan ke atas dan ke bawah dengan lembut untuk membasahinya. Tubuhnya seperti tidak sabar untuk menanti tindakanku selanjutnya. Dengan gerakan perlahan kuterobos lubang kemaluannya yang masih terasa sempit. Tetapi karena liang itu sudah cukup basah, kepala penisku dengan perlahan tapi pasti terbenam, semakin lama semakin dalam.

"Ehmmm .... !!!!!" Mulut Chantal merintih panjang ketika akhirnya batang penisku terbenam seluruhnya kedalam vaginanya. Aku merasa sesak tetapi sekaligus merasakan nikmat yang luar biasa, seluruh bagian sensitif dalam liang itu berdenyut. Batang penisku yang keras disambut hangat dan lembut oleh dinding vaginanya.

Cairan-cairannya mulai mengalir dari dinding vaginanya, menjadi pelumas yang memperlicin. Vaginanya mulai berdenyut membuatku membiarkan penisku terbenam lama untuk merasakan kenikmatan dari denyutan vaginanya. Sesaat kemudian aku menariknya keluar dengan perlahan dan mendorongnya lagi, semakin lama semakin cepat.

Sodokan-sodokan yang sedemikian kuat dan buas membuat gelombang orgasme kembali menghampirinya, dinding vaginanya kembali berdenyut. Kombinasi gerakan kontraksi dan gerakan maju mundurnya membuat batang kemaluanku seakan diurut-urut. Suatu kenikmatan yang tidak bisa kuungkapkan, hingga membuat gerakanku semakin liar dan ganas. Mukaku kurasakan mulai menegang dan keringat berjatuhan dari dahiku.

Tiba-tiba pinggulnya diangkat sedikit dan Chantal membuat gerakan memutar manakala aku melakukan gerakan menusuk. Gerakan pinggulnya yang tiba-tiba menimbulkan efek kenikmatan yang luar biasa bagiku. Hingga aku menggigit bibirku untuk menahan nikmat, ayunan pinggulku semakin ku percepat tetapi tetap lembut.

Ketika aku memompa penisku dalam entakan pendek, aku mulai merasakan getar di kakiku yang dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh. Pada saat yang sama bagian dalam vagina Chantal tidak henti-hentinya berdenyut. Aku tahu, dia juga akan mencapai puncak kenikmatan sesaat lagi. Semua ini disertai oleh rintihan yang semakin sering dan bagaikan gelombang raksasa yang siap menghempaskan kami berdua.

Penisku terpaku dan tubuhku membeku saat merasakan aliran spermaku mengalir dan meletup di ujung penis dalam orgasme yang dahsyat. Terasa mulai dari tumit, bergerak ke semua arah dan akhirnya keluar dengan deras. Pada saat bersamaan Chantal menegang, merapatkan pinggulnya ke pinggulku, saluran vaginanya menjepit batangku, menerbangkan dirinya dalam puncak orgasme yang sama dahsyatnya seperti yang kualami.

"Oooohhhhh...... Laaang !!!" Dia berteriak menyebut namaku. Ketika gelombang demi gelombang kenikmatan menggulung, kami saling mencengkeram, mulut kami terbuka lebar.

"Chantal... !!!" aku berteriak. Ku semprotkan sperma di dinding-dinding vaginanya yang menghisap liar penisku, bagaikan minuman pelepas dahaga birahi. Sensasi terus berlanjut, seolah-olah aku mengalami orgasme selama berjam-jam, sampai tetes terakhir keluar dari penis. Kami terus merengkuh erat satu sama lain sebagai luapan perasaan.

Ketika keintiman itu mereda, kami mencoba kembali bernapas teratur dan kembali ke kesadaran. Benak kami kembali kekehidupan setelah klimaks melelahkan. Kulihat mata Chantal tertutup rapat, mulutnya terengah-engah. Perlahan aku berguling ke samping. Kupejamkan mata sejenak untuk beristirahat dan memulihkan kekuatan.

##########

Aku membuka mata saat kurasakan hembusan hangat di pangkal pahaku. Saat aku melihat kebawah, ternyata Chantal telah berjongkok di hadapanku. Diraihnya batang penisku yang belum keras. Dielus-elusnya lembut kemudian dikocok-kocok dengan tangannya. Setelah penisku mengeras Chantal menyudahi kocokannya, dia mendekatkan wajahnya ke arah selangkanganku. Kemudian dijulurkan lidahnya dan mulai menjilati kepala penisku. Lidahnya berputar-putar di kepala penisku, kemudian turun kepangkalnya.

“Oohh.. terus.. Chant...!!!" desahku. "Isapp.. Chant.. Isaps..!!!" pintaku. Chantal menuruti kemauanku. Dimasukkannya penisku ke mulutnya. Hampir sepertiga batang penisku masuk ke mulutnya. Sambil tersenyum padaku, dia mulai memaju mundurkan mulutnya, membuat penisku keluar masuk di mulutnya.

"Chant.. akhuuu.. taaak.. tahaaan.. laghiii...!!!" seruku. Chantal melepaskan kulumannya, kemudian naik ke pangkuanku. Vaginanya tepat berada di atas selangkanganku. Diraihnya penisku dan dibimbingnya ke lubang vaginanya. Chantal mulai menurunkan pantatnya, sedikit demi sedikit batang penisku masuk ke lubang vaginanya semakin lama semakin dalam. Hingga seluruh batang penisku masuk ke lubang vaginanya.

Sesaat kemudian Chantal mulai menaik turunkan pantatnya. Payudaranya yang besar ikut berguncang kesana-kemari mengikuti gerakan naik turun tubuhnya. Kumasukkan puting susunya yang tepat berada di depan mulutku. Kusedot-sedot hingga dia pun menggerang kenikmatan. Sesekali digoyangkan pantatnya ke kanan dan ke kiri. Aku tak mau kalah, kusodok-sodokkan pantatku ke atas seirama dengan goyangan pantatnya.

"Ohh.. Lang.. akku.. Mauuu.. Ke.. luarrr..." teriaknya setelah hampir sepuluh menit menggoyang tubuhku. Dan kurasakan otot-otot vaginanya menegang. Tangannya mencengkeram bahuku dengan keras. Sesaat kemudian kurasakan cairan hangat merembes dari lubang vaginanya.

Kubiarkan dia menikmati puncaknya. Tubuhnya terkulai di atas tubuhku. Kubiarkan dia beristirahat sejenak untuk mengembalikan tenaga. Setelah beberapa lama, dia mengangkat kepalanya. "Kamu hebat yang..., aku sudah berkali-kali sampai puncak. Kamu baru sekali. Kalau lebih lama lagi, aku benar-benar bisa kehabisan tenaga," katanya dengan nada manja dan tatapan mata yang menggoda.

Aku hanya tersenyum mendengar ucapannya. Kuarahkan bibirku menuju bibirnya yang sensual dan mengecupnya dengan lembut. Kecupan berlanjut dan kutekan bibirku lebih kuat ke bibirnya. Kudengar rintihan lembut keluar dari mulutnya. Aku melihat matanya mulai berkedip-kedip saat dia mulai menyambut kecupanku.

Perlahan matanya mulai terpejam dan lengannya beringsut ke atas bahu dan leherku. Aku menyelipkan tanganku di pinggangnya, merapatkan tubuhnya ke arahku. Chantal membalas kecupanku dengan ganas, mulut kami pun bertemu, kepala kami bagaikan menari penuh birahi.

Kami kembali tenggelam dalam napsu yang meluap-luap, seakan sekian lama tidak pernah bersetubuh. Entah berapa lama kami bermesraan hingga aku merasa penisku kembali bangkit. Merasakan penisku sudah berdiri lagi, Chantal melepaskan ciumannya. Chantal berjongkok kembali di hadapanku. Bukan untuk mengoral lagi, melainkan menjepit batang penisku di antara buah dadanya yang besar itu. Perlahan tapi pasti Chantal mulai menaik turunkan buah dadanya yang besar itu. Jepitan buah dadanya sungguh luar biasa. Hingga membuatku merasakan kenikmatan yang tiada tara. "Aku tidak akan mengecewakanmu sayang," katanya sambil tersenyum.

Cukup lama Chantal menggoyang-goyangkan buah dadanya. kemudian kami berganti posisi. Kusuruh dia menungging, membelakangiku dengan tangan bertumpu pada dinding goa. Aku tidak sabar dan cepat memposisikan diri di belakang tubuhnya, menggerakkan penisku ke atas untuk menyentuh kelentitnya dan ke bawah berusaha membuka pintu gerbang vaginanya. Kugenggam penisku dan kuarahkan tepat ke lubang vaginanya. Kudorong sedikit demi sedikit, sampai seluruhnya amblas tertelan lubang vaginanya.

Lalu kudorong pantatku maju mundur. Kurasakan lubang vagina Chantal lebih nikmat, karena terasa lebih menjepit penisku dalam posisi seperti ini. Sambil kumainkan klitorisnya yang menyembul dengan jari-jariku. Membuat nafsu birahi Chantal lebih cepat meninggi. Chantal mengimbangi gerakanku dengan mendorong-dorong pantatnya seirama gerakan pantatku.

Kubalikkan posisinya menghadapku. Masih dalam posisi berdiri kembali kumasukan penisku ke dalam vaginanya. Kukecup leher dan telinganya, mencoba untuk mengendalikan desakan kuat di pangkal penisku. Bibirku menyapu pipinya hingga bibir basah kami bertemu satu sama lain. Kami lantas memulai gerakan lambat menyenangkan, penetrasi sensual yang sesuai dengan irama ciuman yang mendalam penuh perasaan.

Rasanya kali ini adalah persetubuhan paling bergelora dalam hidupku saat kami menggigil dan merintih. Kuangkat pantatnya dan diapun melingkarkan kakinya pada pinggulku. Dia menghentakkan pinggulnya kebawah setiap aku menghentakan pinggulku keatas seakan menyambut penisku masuk. Setelah penisku tenggelam, vaginanya menjepit dan melepas penisku yang berdenyut. Dan itu dilakukan terus berulang.

Pinggul kami sama-sama bergerak seperti tak ingin persetubuhan ini cepat berakhir. Beberapa lama kemudian aku merasa sesuatu memicu percikan di pangkal penis dan mendaki ke kepala penis, memperingatkan bahwa aku akan kehilangan daya tahan.

Tanpa melepaskan penisku, aku mengubah gaya kembali ke posisi misionaris. Aku mempercepat gerakan sedangkan Chantal menghiba dan mendesah kenikmatan. Pinggul kami terus saling menyambut satu sama lain. Ketika aku merasakan aliran spermaku tidak tertahan lagi, vagina Chantal seperti menjepit penisku, mencengkeram dengan pagutan yang lentur. Mulut kami berpisah ketika punggung Chantal melengkung dan kami berdua mengeluarkan jeritan tertahan.

"Chant... akhuuu... Keluaaar..." seruku.

"Akhuu... jughaaa.. " sahutnya.

Penisku memuntahkan gumpalan demi gumpalan jauh ke dalam tubuh Chantal. Terasa vagina Chantal mencengkeram, dan memerah penisku. Kami saling berpegangan erat-erat, bergetar dalam hempasan orgasme yang meluap. Lama setelah aku berhenti penisku terus bergerak-gerak, dan berdenyut, mengirimkan guncangan lembut di kedalaman vagina Chantal.

Terlalu nikmat untuk bergerak saat itu, sehingga kami terus saling mendekap satu sama lain, menyusuri akhir luapan birahi. Ketika akhirnya semua mereda kami melonggarkan dekapan satu sama lain dan perlahan-lahan melandai, Aku masih berada di atas tubuh Chantal. Napas kami masih terengah-engah kelelehan..

Aku menarik kepala dari lekuk leher Chantal dan menatap wajahnya. Chantal melakukan hal yang serupa. Aku pikir kami berdua merasakan hal yang sama, rasa saling terikat kuat yang mengantar kami ke situasi yang belum pernah kami alami sebelumnya. Perlahan-lahan aku menurunkan kepala dan dengan lembut menekan bibirku ke bibirnya.

Chantal melingkarkan kedua tangannya di leherku dan membalas ciumanku. Ciuman ini, meski tanpa birahi, yang baru saja terpuaskan, ternyata lebih dalam, dan lebih mesra ketika mulut kami menyatu selama beberapa menit.

Aku bisa merasakan cairanku dan Chantal yang telah bercampur keluar dari vaginanya dan menggenang di bawah kami saat kami terus berciuman, penuh kasih, lembut, menyentuh mulut kami satu sama lain. Akhirnya aku merasa penisku terlepas dari vagina hangat Chantal saat kami berhenti berciuman. Setelah itu kami berbaring berdampingan kelelahan.




Kukuruyuuuuuuuuuuuuuuuuuuuk....

Suara kokok ayam hutan membangunkanku. Saat membuka mata hanya gelap yang kulihat. Perapian tampaknya sudah padam. Kurasakan tangan dan kaki melingkar di tubuhku. Chantal masih tertidur dengan memeluk tubuhku. Semalam setelah bertempur dengan Chantal aku sempat keluar goa, untuk sekedar melihat situasi. Setelah itu aku masuk kembali ke dalam, dan berusaha untuk istirahat mengembalikan tenaga. Saat itulah aku tertidur. Kuraba benda-benda di sekitarku, tampaknya masih tetap berada di tempat semula sebelum aku ketiduran.

Saat kulihat jam tanganku, ternyata waktu sudah hampir jam empat pagi. Kunyalakan kembali perapian untuk memberi sedikit penerangan dan menghangatkan ruangan goa, walau mungkin tidak akan bertahan lama. Kulihat Chantal meringkuk kedinginan, tubuhnya hanya memakai pakaian dalam. Kuambil jaket dan kuselimutkan di badannya.

Setelah itu aku keluar dari goa untuk sedikit menggerakan badan melemaskan otot-otot yang kaku. Walau tidur hanya sebentar, tapi itu sudah cukup bagiku untuk mmengembalikan tenaga yang terkuras sebelumnya.

Semalam aku sudah membuat keputusan untuk mencoba keluar dari hutan ini. Dengan menghadapi resiko yang mungkin menghadang. Nanti bila pagi menjelang dan kabut mulai hilang aku akan mulai bergerak.

Tanpa mempedulikan hawa dingin, aku masuk ke dalam kolam untuk mendapatkan kesegaran dan kejernihan berpikir dalam bertindak. Setelah merasa segar aku segera menyelesaikan mandiku. Langit mulai terlihat memerah di arah timur. Aku segera membangunkan Chantal untuk bersiap. Chantal hanya membasuh muka untuk menyegarkan badan. Setelah itu kami segera bersiap-siap. Dua pistol kuselipkan di pinggang, belati kuselipkan di sepatu, sementara anak panah yang kubuat dari bambu aku gendong di punggung dan busur panah aku genggam di tangan.

Kini aku benar-benar seperti orang yang akan maju ke medan perang. Aku melewati jalur yang dipakai dua orang yang kemarin sampai ke goa. Tapi perjalanan tidak secepat yang kurencanakan. Adanya Chantal yang wanita dan lagi dia artis yang tentu saja tidak biasa dalam keadaan seperti ini. Mungkin hal inilah yang memperlambat perjalanan ini. Beberapa kali dia terpeleset dan nyaris terjatuh ke jurang. Untung aku sudah mengantisipasinya dengan mengikat badannya dengan tali yang kuhubungkan dengan badanku. Atau mungkin juga aku yang salah menentukan arah hingga kami tersesat.

Aku meningkatkan kewaspadaan saat kabut telah hilang dan mentari telah benar-benar menerangi hutan ini. Perjalanan bisa lebih cepat tapi hal itu juga menimbulkan resiko, gerakan kami bisa diketahui oleh mereka. Mata, telingga dan hidung kubuat bekerja dengan maksimal, untuk melihat, mendengar dan mencium bau sekitar, kami harus waspada.

Hal yang aku khawatirkan terjadi juga. Walau aku sudah mempersiapkan diri untuk menghadapi hal seperti ini, tapi tetap saja ada rasa cemas. Kudengar suara orang tidak jauh dari tempat kami saat ini. Dengan kode aku meminta Chantal untuk diam dan tidak bergerak. Dengan mengendap-endap kudekati asal suara itu.

Di balik rimbun pohon tempatku bersembunyi aku dapat melihat dan mendengar pembicaraan mereka. Tampak sembilan orang berpakaian jas dan berkaca mata hitam. Tampaknya itu seragam khas anak buah Simon. Mereka semua terlihat sama, baik penampilan dan pakaiannya. Tapi setelah kuperhatikan, ternyata satu diantaranya memakai dasi yang berbeda warna dari lainnya.

Orang berdasi merah yang tampaknya merupakan pimpinan regu itu berkata, "Menurut laporan regu hijau, bisa dipastikan mereka belum keluar dari tempat ini. Kemungkinan besar hari ini dia akan berusaha untuk menerobos keluar. Bos besar meminta kita mendapatkan bukti itu, apapun caranya!!! Bos juga meminta kalau bisa dia ditangkap hidup-hidup. Satu lagi; dia orang yang cerdas, kuat dan berbahaya."

Setelah diam sejenak orang itu melanjutkan ucapannya, "Walau dia satu orang, tapi jangan remehkan dia. Dua orang dari regu hijau dilaporkan tidak kembali setelah mencari jejaknya di sekitar tempat ini. Kemungkinan besar mereka berdua sudah dihabisi. Sepertinya posisinya berada di sekitar sini. Untuk itu kalian harus waspada. Dan kalau bisa kalian jangan berjalan sendiri-sendiri. Jika terjadi sesuatu, yang satu bisa melaporkan posisinya pada yang lain. Apa kalian mengerti ???"

"Mengertiiiiiii komandan !!!" jawab delapan orang yang berdasi biru itu serempak.

Setelah itu mereka bergerak memencar menjadi empat tim, masing-masing dua orang. Walau memencar, tapi ternyata mereka tidak berpencar kemana-mana. Mereka hanya bergerak hanya untuk mengawasi. Tampaknya mereka ingin menutup jalan. Aku tidak tahu apakah anak buah Simon hanya mereka, atau ini hanya sebagian kecil. Aku segera kembali ketempat Chantal bersembunyi.

Saat aku hendak berbicara pada Chantal, ada dua orang yang bergerak ke arah kami bersembunyi. Mungkin mereka mendengar gerakanku saat berpindah tempat. Aku segera mencabut pistol dan segera bersiap jika terjadi sesuatu. Untungnya mereka tidak menengok kesana-kemari. Aku masih bisa menghela nafas lega.

Aku harus menghabisi mereka satu-persatu dengan satu serangan yang cepat, tenang dan mematikan. Sekali aku melakukan kesalahan, fatal akibatnya. Kubawa Chantal menjauh dari tempat bersembunyi yang sekarang. Setelah menemukan tempat yang kurasa cukup aman dan jauh dari tempat mereka aku meninggalkannya.

##########

Setelah itu aku segera kembali ketempat mereka berjaga. Kuintai dan kudekati anggota mereka yang posisinya sedang berada jauh dari yang lain. Kudekati dia pelan-pelan, dan "Kreeeek !" kubekap mulutnya dan kupuntir lehernya. Begitu dia pingsan kuseret ketempat yang tersembunyi.

Aku segera kembali ketempat semula dan menunggu kawannya yang satu lagi. Dia tampak kebingungan mencari temannya yang tidak di lihatnya. Tanpa rasa curiga dia berjalan menuju pohon tempatku bersembunyi. Begitu berada dalam jangkauan aku segera menyergapnya. Nasibnya seperti temannya.

Kuambil senjata mereka, setelah mengambil isinya aku segera membuangnya kembali. Begitu juga empat orang lainnya mengalami hal yang sama. Tapi tampaknya hal itu menimbulkan kecurigaan pada dua orang yang terakhir. Saat aku mendekati dua orang terakhir, kulihat mereka sedang menghubungi seseorang.

Kucabut anak panah yang tersampir di punggung, "Dsiiings.. Dsiiingsssss... " Dua anak panah meluncur cepat ke arah mereka berdua, "Dsiiings.. dsiiings.." dua anak panah kembali mengarah mereka. "jleesbs.. jleebs.. jleebs.. jleebs.. , Akhh.. akhhh.." Empat anak panah menghujam ketubuh dua orang itu.

Aksiku mempergunakan anak panah agar tidak terdengar teman-teman mereka ternyata sia-sia belaka. Sepertinya sebelum aku bertindak, mereka telah menghubungi yang lainnya. Kini terdengar banyak langkah berlarian ke arah tempatku berdiri.

"Door... door..." Aku merunduk dan berguling menjauh ke belakang pohon saat dua orang menyerangku. Dengan cepat kucabut dua pistol dari pinggangku, dan membalas menembak kearah mereka, "Door.. door..." Dua orang itu langsung terjungkal ke tanah.

"Dor..dor..dor..dor..," Empat orang yang baru muncul langsung menjadi korban dari senjataku. Aku kembali bersembunyi di balik pohon, saat mereka bertambah banyak. Aku tidak bisa menyerang karena begitu tanganku muncul mereka akan segera menembak ke arahku.

Aku segera menyeret salah seorang yang tadi kulumpuhkan. Kudorong dia dari balik pohon, dan.. "Dor..dor..dor..dor..dor..dor ......." tubuhnya menjadi sasaran peluru dari teman-temannya. Saat mereka asik menembak tubuh itu, aku muncul dari sisi sebelah pohon itu dan.. "Dor..dor..dor..dor..dor..dor..dor..dor...." Empat orang kembali menjadi korban.

Kembali kuseret dua orang, aku mengulangi apa yang tadi kulakukan. Aku tahu mereka mungkin tidak akan tertipu lagi. Kudorong seorang keluar, dia kembali menjadi korban. Tapi aku tahu tidak semua menyerang, kembali kudorong tubuh ke sebelah dimana tadi aku menyerang mereka. Kini mereka kembali terkecoh karena mengira itu aku. Maka kejadian serupa terulang kembali. Empat orang kembali terjungkal ketanah.

Dua orang tersisa tampaknya menjadi keder juga. Mereka berdua berlari meninggalkan tempat itu. Kukejar, agar mereka tidak bisa meminta bantuan. "Duuuk bruuuk !!" Salah seorang jatuh akibat menabrak dahan. Yang di depan berhenti dan berusaha membantu temanya yang jatuh. Tapi gerakan mereka terlambat karena kini aku sudah mengacungkan senjata kearah mereka.

Sebenarnya aku akan menghabisi mereka. Tapi melihat kesetiakawanan mereka pikiranku berubah. "Kulepaskan kalian kali ini. Tapi bila kalian masih berbuat seperti ini, jangan salahkan aku jika tidak bisa mengampuni kalian untuk kedua kalinya."

Mereka berdua mengucapkan terima kasih dan kemudian melangkah meningalkan tempat itu. Tapi, "Door..Door.. , dasar tidak berguna !" Kata seseorang yang baru muncul dan menembak mereka berdua. Dia tidak lain adalah orang berdasi merah yang tadi memberi perintah.

Kembali muncul dua orang, yang satu berdasi merah. Yang membuatku terkejut adalah siapa yang berjalan di depannya. "Chantal..." Orang berdasi merah yang baru datang itu ternyata telah meringkus Chantal. Dia menodongkan senjatanya di punggung Chantal.

"Hebat juga dia, Ben !" kata orang yang meringkus Chantal. "Sendirian bisa menghabisi semua anak buah kita," dia melanjutkan ucapannya.

"Ya, benar juga katamu, Rex. Aku jadi penasaran akan kemampuannya. Aku akan bermain-main sebentar dengannya, lagi pula kalau kita langsung menghukumnya sepertinya terlalu enak buat dia," kata orang yang dipanggil Ben. Setelah berkata seperti itu dia melepas dasi, jas dan pakaian luarnya. Kemudian berjalan ke arahku.

Tiada pilihan lain, aku mengikuti tindakannya. Kini kami saling berhadapan. Tidak banyak bicara lagi, kami langsung saling bergerak. Ben melakukan pukulan-pukulan ke arahku, dan kupergunakan ilmu bela diriku untuk melayani lawan. Dia mendesakku dengan pukulan-pukulan yang keras, kulayani dengan sambaran tangan yang lembut tapi berat.

Setiap kali tangan kami bertemu, tubuh kami tergetar. Dalam keadaan pertarungan seperti itu ketenangan diperlukan. Tapi hal itu tidak dapat kulakukan, karena hatiku menjadi cemas ketika mendengar teriakan Chantal.

Karena menguatirkan keselamatan Chantal, maka perlawanan yang kuberikan pada musuhku tidak sebagaimana mestinya. Dalam keadaan bingung, tiba-tiba tangan Ben bergerak cepat hendak mencengkeram dadaku. Kugeser kaki kiriku berkelit dari cengkeraman Ben ke arah dadaku, tapi aku terlambat bereaksi akan datangnya tangan kiri Ben yang menghantam pinggangku. "Ouuuch..." Tanpa ampun lagi aku terkulai setelah menjerit perlahan.

Aku berguling untuk menghindari serangan susulan. Dengan menahan rasa sakit di pinggang aku bengkit kembali. Aku mencoba untuk tenang dan menyelesaikan pertarungan secepatnya. Sebelum sesuatu yang buruk datang menghampiri. Aku lalu mencoba memancing emosi Ben dengan mengejek dan menantangnya kembali. Dia mendelik, kemudian kembali menyerangku dengan gerakan yang paling diandalkan. Kedua tangannya diulur untuk mencengkeram dadaku.

Gerakannya cepat, kalau sampai kena, bisa luka parah tubuhku karenanya. Tapi kali ini aku sudah siap dan tenang menghadapi serangan dahsyat itu. Kutunggu sampai serangan itu datang, kurangkap kedua tanganku. Lalu kumajukan ke depan, menyelusup diantara dua tangan Ben, kupentangkan secepat kilat, sehingga dua tangan Ben yang mencengkeram dapat kutolak menyamping.

Melihat serangannya gagal, Ben bergerak cepat menganti serangannya. Tubuhnya berputar ke belakang tubuhku. Tangannya yang kanan kembali diulur, mencengkeram bagian pinggangku untuk membikin remuk tulang igaku. Sambil berkata, "Terimalah, nasibmuuu !"

Ia berkata demikian, menyangka seratus persen serangannya kali ini akan kembali menghantam tubuhku. Tapi sebelum kata-katanya berhenti, aku sudah mengelak dengan gesit sambil melompat satu langkah ke depan. Tapi belum sempat aku memutar tubuh, Ben sudah maju merangsak, dia menyerang kepalaku dengan pukulan yang dahsyat. Tapi dia salah perhitungan. Ketika aku melompat satu langkah ke depan, berkelit dari serangan Ben yang menggunakan cengkeraman, kurasakan di belakangku ada sambaran angin. Cepat aku berhenti sambil memutar tubuhku ke kanan.

Dalam posisi ini, aku melihat adanya celah pada sisi pinggang kanan Ben yang sedang mengangkat tangan kanannya untuk memukul kepalaku, langsung saja kaki kiriku menghantam pinggangnya sekuat tenaga. Saat dia terhuyung ke belakang aku kembali menghajar rahangnya dengan kaki kananku. Kontan saja Ben menjadi terkulai roboh. Kejadian ini hanya beberapa detik saja. Saking cepatnya, maka tidak heran kalau Rex, temannya yang meringkus Chantal menjadi melongo keheranan.

Dari melongo keheranan, Rex menjadi meluap amarahnya. Lantas saja menerjang ke arahku sambil berkata, "Setan, akan aku balas kekalahan saudaraku !"

"Kau juga akan merasakan kekalahan !" kataku membakar emosinya sambil berkelit dari serangannya yang menggunakan jurus/gerakan yang hampir sama dengan Ben. Sambaran dua tangannya menderu keras mencengkeram bagian atas perutku seperti mau mengorek hati, aku mundur ke belakang tapi Rex terus mengejarku dengan menganti menggempur bagian pinggangku. Aku kembali menghindar dengan melompat ke samping.

Tidak sampai menanti aku menginjakkan kaki di tanah. Tangannya diulur saling susul untuk menjambret kaki kananku yang masih dalam keadaan terapung. Tapi kakiku tidak kalah gesit, aku mengelak, turun sebentar lantas kembali melompat menendang ke arah jidat lawan. Rex memundurkan kepala menghindar dari seranganku. Aku masih terus mengejarnya, kuputar tubuhku dan kaki yang barusan mengincar jidatnya berbalik menghantam lengannya. Tepat sekali menghantam sikunya, hingga seketika itu Rex meringis kesakitan.

"Sudah hentikan semua ini percuma saja dilanjutkan ...!" kataku.

"Kentut !" Rex memotong ucapanku. Rex tampaknya menjadi panas atas kata-kataku, sikapnya sudah hendak menyerang kembali.

"Jangan sombong, sobattt ! Sebaiknya kau menyerahkan diri dan bekerja sama denganku. Bagaimana ?"

"Begitu kata 'Bagaimana ?' meluncur dari mulutku, dia lantas menerjang dengan gerakan yang cepat dan ganas untuk melumpuhkan aku. "Bukan aku tapi kau yang akan kutangkap hidup maupun mati !" bentaknya dengan suara menggelegar, karena marahnya dia.

"Mengapa kau tidak mau menyerah," Kataku seraya mengelak sana-sini menghindari serangannya yang membabi buta, seperti orang yang sudah kemasukan setan. Menghadapi orang yang penuh amarah menjadi keuntungan bagiku. Setelah beberapa kali menghindar aku memutuskan untuk mengakhiri pertarungan ini.

Saat Rex kembali menyerang dengan cengkeramannya, aku tidak berusaha menghindar. Saat Rex merasa senang serangannya akan berhasil. Dalam sepersekian detik aku merunduk, maka tampak terbukalah bagian bawah tubuhnya. dengan cepat tinjuku menghajar ulu hatinya. "Deeesssshhh hueksss bruuukh..." tubuhnya terjengkang ke belakang dan mulutnya muntah darah.

Saat aku hendak mendekatinya, Rex menghentikan langkahku dengan menodongkan senjata. Ternyata dia jatuh tepat di samping senjata yang mengeletak.

"Haa..haa..haa..haahaahaaaa...., Akhirnya aku yang menang. Cepat berikan memori itu padaku !" bentaknya.

Aku diam mencoba berpikir mencari jalan keluar. "Ayo cepat berikan, atau kutembak !" dia siap menarik pelatuknya.

"Oke, akan kuberikan," kataku sambil berjalan untuk mendekatinya.

"Berhenti !!! Berikan memori itu padanya. Biarkan dia yang menyerahkannya padaku !" perintahnya menunjuk ke arah Chantal.

Chantal menggeleng ketakutan. Tapi setelah Rex membentak dan mengarahkan pistol ke arahnya, Chantal menuruti perintahnya. Dia bergerak perlahan ke arahku dan mengambil memori yang ada di tanganku.

Kemudian dia berjalan perlahan menghampiri Rex. Tiba-tiba Chantal tersandung dan terhuyung hampir jatuh. Saat perhatian Rex tertuju pada Chantal, aku melompat berusaha meraih senjata yang tergeletak tidak jauh dari tempatku. Sialnya saat aku hendak menembaknya, jalur tembakku tertutup tubuh Chantal.

Dan itu harus dibayar mahal. Karena kini Rex sudah menodongkan senjatanya ke arah Chantal. Dia berusaha pergi dari tempat itu dengan menjadikan Chantal sebagai sandera.

Pertolongan tidak diduga datang. "Dooor, ouch !" Dia melepaskan Chantal saat kakinya tertembak. Yang menembak adalah salah satu dari dua orang anak buahnya yang tadi dia tembak. Chantal segera berlari menjauh darinya. Saat dia hendak menembak, "Dooor.. door.. door.. door... !" Empat butir peluruku sudah lebih dulu menembus tubuh Rex.

Chantal segera berlari ke arahku, kemudian memeluk diriku sambil terisak ketakutan. "Lang..., ak ak aaku takut !" ucapnya dengan terbata-bata.

"Sudah selesai Chant ..." bisikku lirih.

BenRex

Keesokan harinya ...

Dengan berbekal rekaman dari memori yang kudapatkan, Aku dan sepasukan polisi menyerbu ke sebuah rumah elit ...

Dan hasilnya ... tanpa perlawanan kami berhasil menangkap beberapa orang dan ketika di suatu ruangan, saat menggeledah seisi rumah ...

Sesosok tubuh tergeletak berlumuran darah, dan sosok itu adalah pemilik rumah ' Simon Samuel '

Tidak ada yang tahu siapa yang melakukan pembunuhan itu. Ben juga mengaku tidak tahu, saat kutemui di Rumah Sakit. Begitu juga Paiman, anak buah Ben dan Rex yang telah menolong aku dan Chantal. Dia juga menjawab tidak tahu hal itu. Tapi dia sudah berjanji padaku akan membantuku kalau dia sudah sehat kembali.

Mayat Pak Yudi dan Andi tidak ditemukan. Hanya ditemukan tiga mayat dengan wajah hancur di dasar jurang, dan dinyatakan dua diantaranya adalaht Pak Yudi dan Andi.
Kasus dinyatakan selesai, walau masih ada tanda tanya di dalam hatiku. Aku merasa ada hal yang aneh, tapi aku belum tahu apa.

Ketika aku melacak lebih jauh, satu jam sebelumnya, ternyata Simon telah mentransfer seluruh hartanya ke sebuah Bank di Swiss.

##########
 
Dua hari kemudian di suatu hotel ...

Aku masih berdiri memandang keluar dari jendela di lantai tiga kamar hotel itu. Saat Chantal berkata, "Benarkah ini malam terakhir kebersamaan kita Lang ? Tidak bisakah kau minta pindah tugas ke Jakarta atau paling tidak ijin untuk mengantarku ?" katanya dengan nada memohon. Aku mengalihkan pandanganku sejenak ke arahnya, kemudian kembali memandang keluar.

"Aku hanya ingin tahu alasanmu, apakah karena aku seorang janda dengan dua anak atau terlalu tua untukmu dan sudah tidak menarik lagi ?"

"Hanya orang bodoh yang bilang Mbak tidak menarik lagi. Dan lelaki mana yang sanggup menolak kalau diajak menikah dengan Mbak. Dan jujur kukatakan, wanita seperti Mbak adalah wanita yang hampir sempurna menurutku. Tapi bukan hanya soal itu Mbak. Jiwa saya ada di kepolisian, jadi tidak mungkin saya meninggalkan pekerjaan saya ini. Dan Mbak tahu sendiri, bagaimana beratnya pekerjaan saya."

Untuk beberapa lama aku diam, kemudian aku melanjutkan ucapanku. "Apa Mbak mau setiap hari memikirkan keselamatan saya. Mungkin Mbak bisa menerima itu, tapi saya tidak. Saya tidak mau orang-orang yang saya cintai selalu dihantui kecemasan dan dibayangi oleh bahaya karena pekerjaanku."

"Aku mengerti, Lang. Walau kita baru kenal tiga hari, tapi aku tahu. Kamu selalu mendahulukan untuk berpikir dan bertindak demi orang lain. Jadi apa yang telah kau ucapkan pasti bukan untuk kepentinganmu semata dan juga tidak akan ada orang lain yang bisa merubah apa yang telah kau ucapkan. Aku akan menunggumu, jika suatu saat kau berubah pikiran."

"Aku minta maaf telah mengecewakanmu. Tapi ...," Sebelum aku menyelesaikan perkataanku Chantal sudah memotongnya.

"Sudah, tidak perlu kita bahas lagi. Kita sudah sama-sama dewasa, jadi sudah bisa memutuskan apa yang terbaik untuk kita. Lebih baik sekarang kita buat acara perpisahan yang akan jadi kenangan terindah untuk kita berdua."

Setelah berkata seperti itu perlahan dia mendekat ke arahku. Dia memandangku dengan mulut yang tersenyum menggoda. Untuk beberapa lama kami hanya saling berpandangan. Tapi aroma tubuh Chantal yang tajam memasuki hidungku hingga memenuhi benakku dan membangkitkan nafsuku.

Chantal mendekatiku dan mencium keningku, kemudian mengecup kedua pipiku. Aku masih diam menikmati apa yang dilakukannya. Chantal mengecup bibirku agak lama. Aku mulai membalas ciumannya saat bibirnya bertambah liar di bibirku. Saat dia memasukkan lidahnya ke mulutku, aku sambut dengan liar, kubalas dengan menghisap lidahnya hingga dia mengerang lirih.

Sementara, tanganku mulai menyusup dari bawah gaunnya dan merayap ke atas. Tangan kananku menemukan payudara kanan Chantal setelah menyusup dan membuat gaun itu terangkat sampai ke tengah tubuhnya. Chantal juga membantu dengan sedikit mengangkat tangannya sehingga gaun tidurnya secara mudah tertarik ke atas sampai terbuka.

Tubuhnya kini telanjang di depanku, tubuh yang putih mulus dengan beberapa buah tato di tubuhnya. Setelah itu dia segera melepas baju dan juga celanaku. Kini kami sama-sama telanjang. Chantal beranjak menuju ranjang dan menata bantal yang ukurannya besar di ujung ranjang kemudian dia bersandar disitu dengan pose menantang. Dia membuka lebar kakinya hingga aku dapat melihat jelas vaginanya. Aku beranjak ke ranjang dan mendekatinya.

Setelah sejenak saling raba dan sentuh, Aku kembali menciumnya sambil meremas payudaranya yang besar dan kenyal itu. Sesekali kucium pipi dan menjilati lehernya hingga membuat dia bergetar dan mengerang. Ciuman kuturunkan ke arah payudara kanannya. Perlahan-lahan aku kecup sekitar payudaranya. Kemudian kujilat memutar mengelilingi payudaranya hingga akhirnya sampai ke putingnya.

Aku hisap sesaat kemudian aku pindah ke payudara kiri untuk memperlakukan hal yang sama. Sepertinya Chantal tidak sabar, dia menarik tanganku dan menekan telapak tanganku kearah payudaranya yang bebas. Aku mengerti, kemudian kuremas perlahan payudaranya sambil memutar-mutar putingnya sehingga dia menggeliat dan menggelinjang.

Kulihat mata Chantal sangat redup, dia memagut-magut bibirnya sendiri, mulutnya mengeluarkan desahan erotis. "Oohh.. aarghh.. en.. ennak Lang, emmh.." Kata Chantal mendesah. Tiba-tiba tangannya memegang tanganku yang sedang meremas-remas payudaranya dan menyeret ke selangkangannya.

Aku mengerti apa yang diinginkannya, dia ingin agar aku segera mempermainkan liang vaginanya. Jari-jariku pun segera bergerilya di vaginanya. Kugerakkan jariku keluar masuk dan kuelus-elus klitorisnya yang membuat Chantal semakin menggelinjang tak karuan.

"Ya.. terruss.. argghh.. eemmh.. enak.. oohh.." Mulut Chantal meracau. Setiap kali Chantal terasa mau mencapai klimaks, aku hentikan jariku menusuk vaginanya, setelah dia agak tenang, aku permainkan lagi liang vaginanya, kulakukan beberapa kali.

"Emhh Lang.. ayo dong jangan gitu.. kau jahat oohh.." Kata Chantal memohon. Mendengarnya membuatku merasa kasihan juga, tapi aku tidak akan membuatnya klimaks dengan jariku tapi dengan mulutku.

Segera kuarahkan mulutku ke vaginanya. Kusibakkan rambut pubis tipis yang mengelilingi vaginanya dan terlihatlah liang senggamanya yang merah dan mengkilap basah, sungguh indah. Segera aku jilati lubang itu, lidahku kujulurkan keluar masuk.

"Lang... arghh.. oh.. emhh.." desahnya. Aku tak perdulikan kata-katanya, lidahku terus menari-nari di dalam liang senggamanya bahkan menjadi semakin liar tak karuan Ketika lidahku menyentuh klitorisnya, dia mendesah panjang dan tubuhnya menggeliat tak karuan dan tak lama tubuhnya bergetar beberapa kali, tangannya mencengkram sprei dan mulutku dipenuhi cairan yang keluar dari liang kewanitaannya.

"Ohmm.. emhh.. ennak Lang.. aahh.." Kata Chantal ketika dia mencapai klimaks. Setelah Chantal selesai menikmati kenikmatan yang diperolehnya, aku mencumbunya lagi karena aku juga ingin mencapai kenikmatan. Kali ini posisiku di bawah tubuh Chantal. Aku tidur telentang dan Chantal melangkah di atas batang penisku. Tangannya memegang batang kejantananku yang tegak perkasa, setelah menjilatinya lalu perlahan-lahan pinggangnya diturunkan dan vaginanya diarahkan ke batang penisku dan dalam sekejap bless burungku hilang ditelan liang kewanitaannya.

Chantal lalu mulai melakukan gerakan naik turun, dia angkat pinggannya dan ketika sampai di kepala penisku dia turunkan lagi. Semula pelan-pelan tapi kini dia mempercepat gerakannya. Kulihat wajahnya penuh dengan keringat, matanya sayu sambil merem melek dan sesekali ia melihat kearahku. Mulutnya mendesis-desis, sungguh seksi wajah wanita yang sedang dikuasai nafsu birahi dan sedang berusaha mencapai puncak kenikmatan.

Wajah Chantal terlihat sangat cantik seperti itu ditambah lagi rambutnya yang terlihat acak-acakan terombang ambing gerakan kepalanya. Payudaranya terguncang-guncang, lalu tanganku meremas-remasnya. Desahannya bertambah keras ketika jari-jariku memelintir puting susunya.

"Oh emhh yaah.. oohh..., Aku tidak kuat lagi, Lang..!" Kata Chantal sambil berhenti menggerakkan badannya. Tampaknya dia segera mencapai klimaks, lalu aku rebahkan tubuh Chantal dan kupompa liang senggamanya, tak lama Chantal mencapai klimaks. Kuhentikan gerakanku untuk membiarkan Chantal menikmati orgasme yang kedua kalinya.

Setelah itu kucabut batang penisku dan kuminta Chantal menungging, lalu kumasukkan batang penisku dari belakang. Chantal terlihat hanya pasrah saja terhadap apa yang kulakukan padanya. Dia hanya mendesah kenikmatan. Setelah beberapa lama dan puas dengan posisi ini, aku minta Chantal kembali ke posisi semula. Kembali kumasukkan batang kejantananku dan memompa vaginanya lagi, karena aku ingin mengakhirinya.

Beberapa saat kemudian Chantal ingin klimaks lagi, wajahnya memerah dan tubuhnya menggelinjang kesana-kemari. "Ahh.. oh.. aku mau sampai lagi, Lang !. arrghh ahh.." kata Chantal.

"Tunggu Chant, ki.. kita barengan.. aku juga sedikit lagi.." desahku.

"Aku sudah tidak tahan Lang.. ahh.." kata Chantal mendesah panjang. Lalu tubuhnya bergetar hebat, pinggulnya terangkat naik. Cairan hangat membasahi dan menyirami batang penisku. Kurasakan dinding vaginanya seakan akan menyedot penisku begitu kuat dan akhirnya aku pun tidak kuat "Crott...croot..." aku mencapai klimaks. Kenikmatan yang luar biasa.

Lalu kami saling berpelukan erat meresapi kenikmatan yang merasuki kami berdua dan kami berciuman lama setelahnya.

##########

Disaat yang sama, disuatu tempat nun jauh disana....




"Selamat datang di Swiss, Yud, And ..."

"Terima kasih Son, Bagaimana kabarmu ?"

"Baik Yud, bagaimana perjalanannya ?

"Ya, cukup menyenangkan. Apakah semuanya sudah masuk kirimannya ?"

"Yeah, It's Time to Party ..."

"Yeah, Lets Go ... Hahahahahaha....."


> THE END <


Saya mohon maaf sebesar-besarnya kepada pihak yang tersinggung atas nama, kejadian, tempat, gambar, file atau hal apapun yang berhubungan dengan cerita ini :ampun::ampun::ampun:

Saya juga berterima kasih kepada semua sahabat yang telah membantu saya menyelesaikan cerita ini dan juga kepada para penghuni forum lainnya :ampun::ampun::ampun:
 
mantab gan ceitanya

cerita lain dari cerita nya si Gavin ini

Jangan lupa Gavinnya juga di update ya gan

semoga selalu semangat menulis
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd