Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT M.E & You

maap om-om semua, belum bisa update. masih sibuk luar binasa....
:fiuh:
 
Chapter 5


Beberapa hari sudah, peristiwa ini menggemparkan negeri. Hampir semua stasiun TV menayangkan dan mengejar hasil penyelidikan pihak yang berwajib. Namun berita yang muncul adalah adanya konsleting listrik di dekat gudang senjata, di tempat tinggal sang jendral.

Pihak yang berwajib tidak akan membiarkan publik tahu mengenai aib yang sudah terjadi. Di lain pihak, hasil penyelidikan BIN semakin menyudutkan beberapa pejabat yang selama ini menjadi beking dan koruptor kelas kakap.

Sedangkan berita penyerangan rumah CEO PT Samson Security tidak begitu santer terdengar, dikarenakan oleh usaha BIN dan Song Yuem untuk menghilangkan jejak peristiwa yang terjadi.

Di sudut kota, sebuah rumah sakit swasta tampak lengang. Hanya beberapa orang saja yang keluar masuk di sana. Hingga radius 200 meter dari rumah sakit banyak pria memakai jas hitam dengan kacamata hitam. Mereka berkeliling, memenuhi lantai demi lantai, memastikan semua aman terkendali, bahkan dari gangguan sekecil apapun.

Sementara itu pada salah satu kamar di gedung VIP, berbaring lemah CEO PT Samsong Security. Anggota BIN dan para lelaki berjas hitam yang merupakan anggota mafia dari korea yang dikepalai oleh ayah dari sang CEO, berjaga lebih ketat daripada di tempat lain.

Di lantai lima gedung itu, tampak seorang yang sudah berumur, duduk menikmati kopi moccachino dengan sebatang cerutu ditangan kanannya. Dia duduk diam, terpaku bersama dengan seorang pemuda. Mereka tampak berbicara empat mata mengenai apa yang terjadi hingga mengakibatkan Song Ji terluka dan menderita gegar otak ringan.

Sang pemuda menceritakan semua yang dialaminya. Dari persiapan hingga penyerbuan yang berhasil digagalkan oleh salah seorang Agen dari asosiasi pembunuh. Bahkan pemuda itu bercerita bagaimana dia hampir meregang nyawa setelah tertembak. Hingga muncullah M.E, sang pembunuh legendaris yang dicari hampir oleh semua pihak yang berwajib di seluruh dunia ini.

“Now tell me something Park Ji, why did M.E came and help my daughter?” tanya Song Yuem.

“Sorry Song Yuem nim, I cannot explain it,” jawab Park Ji.

“Hmmm, i’m affaid what happen next,” kata Song Yuem lagi.

“Why did you affraid off Song Yuem Nim?” tanya Park Ji.

“If M.E help us, then we will be the next target of The Assosiation!” jawab Song Yuem.

“Ohh, sorry Song Yuem nim, I did not think that far," jawab Park Ji.

“Don’t worry about it Song Yuem Nim," sahut suara yang mengejutkan mereka berdua.

Suara itu datang dari sudut gelap ruangan ini. Seorang pemuda yang berjalan mendekati mereka berdua. M.E hadir diruangan tersebut tanpa diketahui oleh mereka berdua.

“I did promise to make her save. So I’ll keep it that way," katanya singkat.

M.E menarik kursi disamping Song Yuem dan duduk dengan tenangnya. Meletakkan kaleng minuman dingin dan menyalakan rokok.

“Wh... When did you?” tanya Park Ji gugup.

“I come here to see you in personal Song Yuem Nim. If I want to kill you, then both of you already dead form the start you taking this sit," katanya kalem.

“So.. Why did you help her M.E? Did she your next target?” tanya Song Yuem setelah menghembuskan nafas panjang untuk menenangkan diri.

“I love her,” jawab M.E singkat.

Mendengar jawaban tersebut, Song Yuem dan Park Ji terkejut. Tidak mengira jawaban yang diberikan oleh sang pembunuh legendaris akan sesederhana itu.

“Wha... What? Are tou kidding?” kata Song Yuem tak percaya.

“You heared me said,” jawab M.E kalem.

“But, what is going to happen next, with every Police and interpol are looking for you?" tanya Park Ji penasaran.

“Did she knows about this? "tanya Song Yuem.

“Maybe.... but don't worry. I did some necessary thing to the assosiation," jawab M.E.

“So there’s nothing to worry about it Song Yuem Nim. I’ll see you soon, good bye.” lanjutnya.

Kemudian M.E berdiri dan meninggalkan mereka berdua dalam tatapan kebingungan.

“But if she refuse me, then I’ll be gone. That’s my promise to you,” lanjut M.E sebelum menutup pintu.


______________________________________________________________________________



POV Song Ji

Aku masih terbaring lemah. Selang infus masih menancap di tangan kiriku. Aku membayangkan semua yang terjadi. Entah bagaimana semua ini terjadi. Bunyi letusan senjata dan granat terdengar begitu nyata. Membayangkan seperti apa suasana malam itu, tapi tidak bisa.

Aku membuka laptop yang berada di pangkuanku. Mengakses cctv tersembunyi yang memang kusiapkan untuk hal-hal darurat. Membuka folder tempat penyimpanan file cctv yang sudah aku download beberapa waktu yang lalu.

Kubuka satu persatu file, melihat kejadian malam itu. Ledakan dan teriakan kesakitan saling bersahutan. Wajah mereka begitu ganas. Penuh dengan nafsu membunuh yang luar biasa.

Hingga pada satu file aku melihat Michel berjalan dari samping pagar, menenteng sesuatu yang mirip dengan senjata. Dia terlihat begitu tenang mengangkat senjatanya, melepaskan tembakan demi tembakan. Membuat orang yang menjadi sasarannya terjatuh dan tidak bergerak lagi.

Pada saat dia memasuki halaman rumahku. Michel terus melakukan tembakan, hingga dia berhenti untuk mengisi ulang senjatanya. Tapi yang membuatku terkejut, dia menatap kearah cctv tersenyum dan seperti berbicara. Yah, dia mengatakan sesuatu, tapi apa. Aku mengulang kembali detik-detik Michel pada saat tersenyum dan mengatakan sesuatu.

Beberapa kali aku mengulang tayangan cctv Michel, hingga aku dapat membaca bibir Michel.

“Trust me, i’ll save you,” kira-kira seperti itulah yang diucapkan Michel. Saat itu pula aku merasa tersanjung dan haru. Melupakan siapa sebenarnya dia.

Pada rekaman cctv, ada saat Michel mengangkatku dari lantai dan meletakkanku di tempat tidur setelah terkena ledakan yang menghancurkan pintu kamar. Dia tampak begitu lembut menyentuh leherku, seperti sedang memastikan apakah aku masih hidup atau tidak.

Aku terus melihat rekaman cctv yang ada, hingga aku melihat bagaimana Michel dengan pundak berdarah bertarung dengan seorang pria yang tampak begitu mengerikan. Tendangan dan pukulan dilancarkan pria itu pada Michel, namun Michel tidak membalas dan hanya bertahan.

Hingga akhirnya Michel melepaskan tembakan tepat di dahi pria berjas. Menghantarkan pria tersebut ke alam baka.

“Berdarah! Michel berdarah! apakah dia tertembak? Kalo tertembak harusnya dia dirawat di sini. Tapi kok ga ada tanda-tanda Michel dirawat disini?” batinku dipenuhi oleh berbagai macam pertanyaan.

Banyak pertanyaan memenuhi benakku setelah melihat rekaman cctv itu. Siapa sebenarnya Michel. Mengapa mereka tampak begitu terkejut dan takut melihatnya.

Anganku penuh dengan wajah Michel yang tersenyum dan tertawa, hingga akhirnya aku terkejut ketika aku bisa mengingat dengan jelas kejadian dalam mimpi yang menghantuiku selama ini.

Wajah yang begitu mengerikan, penuh dengan aura kegelapan. Membunuh semua yang melukaiku dan membunuh “Bruno” di waktu itu. Yang membedakan pada saat itu dengan sekarang adalah Michel selalu tersenyum.

“Tok..tok..tok..” suara pintu kamar diketuk dari luar.

“Yah masuk...” sahutku.

Pintu terbuka dan masuklah ayahku dengan senyum yang mengembang di balik kerut wajah kekhawatiran.

“Hi dad."

“Song Ji Noona.”

"Please don’t call me noona dad.”

"Ok my beautiful daughter. How are you today?”

"I’m fine dad, thanks for asking."

Ayahku duduk disampingku. Menggengam tanganku dan mencium punggung tanganku lembut. Menyingkirkan rambut didahiku dan mengelusnya lembut. Meskipun aku merasakan ada beban berat yang dipikul oleh ayahku, aku tetap tersenyum.

“You looks happy my dear.”

“Hihihi...”

“Dad, can I ask you something?”

“Yes dear, you can ask anything.”

"Did you remebered about people aura?”

“Yes. Why?”

“Do you think common people like me can hide their own aura?”

"Absolutely not. Why?”

“Did you remembered teach me how to read people mind through their aura?”


“Yes my dear.”

Aku menegakkan tempat tidurku, sehingga membentuk sudut 45 derajat, agar memudahkanku untuk berbicara dengan ayahku.

“This man I know, I cannot felt anything from him. I just look to an empty space.”

“Hmmm...”

Ayahku tampak gelisah mendengar pertanyaanku, dan untuk menghilangkan kegelisahan itu, dia mengambil meminum air dari botol yang terletak di meja samping tempat tidurku.

“If there is some one like that, he is a dengerous one.”

“It means?”

"There some people who can hide their aura, and those kind of people are very trained people.”

"And this man you know, what colour of his aura was?”

“I cannot sure about it, it’s look like black but different kind of black.”

“Different?” ayahku mengernyitkan keningnya.

“Yup, not that kind of black you ever saw me dad. I don’t know how to explain it to you.”

Ayah tampak merenung mencerna maksud pernyataanku. Dia menghembuskan nafas panjang dan berkata, “Like Death it self”.

Aku menatap matanya, dan mengangguk.

“Ok my dear.”

“And who is the one that makes my daughter smile and happy?” kata ayahku mengalihkan pembicaraan.

“Hihihi.... why did ask dad?” aku tersipu. Ayah pasti bisa melihat wajahku bersemu merah.

“I belive you had meet him dad.”

“Already meet him?”

“Yup, he is the one that I ask dad. The one who always save me, and the one who never told me about his true form”

Ayah tampak terkejut dengan perkataanku, lalu berkata, “So you know.”

Aku mengangguk. Lalu ayah menceritakan semua yang terjadi. Siapa yang menolongku dan siapa yang telah membunuh semua tentara bayaran yang disewa oleh sang Jendral Budi untuk membunuhku.

Ayah menceritakan bahwa M.E adalah pembunuh legendaris yang tidak pernah bisa dikalahkan. Dia juga bercerita kalau sudah bertemu dengan M.E. Juga alasan M.E melakukan semua ini.

Aku tersenyum. Antara malu dan bangga rasanya mendengar cerita ayah. Akhirnya aku mengetahui siapa M.E. Michel Evan. Karyawan baru di perusahaanku, yang selalu ceria dalam setiap pertemuanku dengannya, yang tidak pernah menunjukkan siapa dirinya, walau dengan mudah dia membunuh siapa saja.



______________________________________________________________________________



3rd pov



Beberapa minggu kemudian, Song Ji sudah bisa bekerja kembali. Dia melakukan aktivitas seperti sebelumnya. Duduk di belakang meja, lalu membaca dokumen yang semakin menumpuk. Namun tidak dapat dipungkiri, pikirannya masih tertuju kepada satu orang, Michel.

Orang itu sudah memikat hati dan pikirannya. Dia dengan semua keberadaannya, mampu menghentikan semua fokus dan konsentrasi seorang CEO perusahaan besar. Hanya dia pula lah yang hanya dengan senyumnya mampu melelehkan hati wanita sedingin Song Ji.

Melihat gelagat anaknya, sang ayah hanya bisa tersenyum. Pria itu paham betul bagaimana sifat anaknya. Pada akhirnya sang ayah pun beranjak dari sofa empuknya dan mendekat ke meja kerja anaknya.

“Meet him, let me handle this paper work,” kata ayah Song Ji.

“But dad.....”

Sang ayah berjalan memutari meja Song Ji, memeluk pundak sang putri dan mencium lembut rambutnya.

Song Ji menatap sang ayah, lalu mengangguk dan berdiri. Berjalan keluar dari ruangan dan masuk lift menuju ke Pet Corner.

Sesampainya lift di lantai 12, Song Ji berjalan dengan sedikit tergesa-gesa. Wajahnya tampak berseri-seri. Jauh lebih bahagia dari yang sebelumnya. Sapaan dari semua pegawai yang berpapasan dengannya, disambut dan dibalasnya lembut. Sungguh berbeda dengan Song Ji sebelum kejadian itu.

Dahulu Song Ji tampak tegas dan lugas terhadap siapapun. Yang ada dipikirannya hanya pekerjaan dan pekerjaan. Namun saat ini, sungguh berbeda 180 derajat. Song Ji tampil lebih feminim meski dengan make up yang sederhana.

Memang sudah menjadi rahasia umum, kedekatan CEO mereka dengan Michel sang punggawa Firewall. Sebagian besar mendukung hubungan ini, ada sebagian lagi yang heran. Karena memang CEO yang mereka kenal sangat dingin, apalagi terhadap laki-laki.

“Miss Song Ji, apa kabar?” sapa salah satu OB wanita di lantai 12.

“Hai, baik mbak. Mbak sendiri gimana? Nyaman gak kerja disini?” sahut Song Ji.

“Baik Miss, makasih. Enak Miss kerja di sini. Saya betah disini.”

“Ya udah, saya permisi dulu ya,” kata Song Ji meninggalkan OB tersebut.

Song Ji berjalan lurus menuju pintu kaca yang memisahkan ruangan tertutup dengan pet corner di ujung lantai 12. Sesampainya di sana dia mengarahkan telunjuknya pada fingerprint, membuka kunci akses menuju pet corner. Jantung Song Ji berdebar cepat. Memaksa tubuhnya memproduksi hormon endorfin*) berlebih. Hal ini pulalah yang sekarang dialami oleh Song Ji.


Endorfin merupakan singkatan dari Endogenous Morphin yaitu morphin alami yang dibuat oleh tubuh pada saat seseorang merasa positif dan bahagia.

Pintu terbuka. Udara segar dan bau rumput terasa begitu kuat. Sementara di sisi lain ruangan terbuka dan hijau ini tampak lelaki sedang duduk santai memandang laptop dengan asap rokok mengepul keluar dari mulutnya.

“Guk..gukk....”

“Millo” menyambut Song Ji dengan riang. Dia berlari cepat dan loncat-loncat memutari kaki sang CEO. Tanpa risih, Song Ji mengangkat anjing kecil tersebut dan menggendongnya. Menggelitik tubuh kecil berbulu, menciptakan geliat geli binatang berekor itu.

Setelah puas dengan “Millo" Song Ji menurunkan kembali anjing tersebut dan membiarkannya berlari riang mengelilingi pet corner. Sementara itu, lelaki yang sedang menikmati rokok itu menoleh dan segera berdiri, berjalan menghampiri Song Ji.

Mata bertemu mata, diiringi dengan senyuman. Mereka bertatapan, saling pandang dalam bumbu kerinduan, berjalan semakin dekat dan dekat. Hingga deru nafas pun terasa di wajah masing-masing. Senyuman mereka semakin lebar. Tanpa ada rasa malu mereka berpelukan erat. Melepas rasa sepi yang mengkungkung selama ini.

Setelah cukup lama, Michel melepaskan pelukannya dan memegang wajah Song Ji. Mencium dahi, hidung dengan lembut, diakhiri dengan ciuman di bibir. Tidak ada nafsu yang tersirat hanya melepas kerinduan setelah sekian lama tak bertemu.

“Kamu jahat,” kata Song Ji dengan suara serak menahan haru.

"Maaf."

"Kamu ga pernah nengokin aku, ga pernah telpon, ga pernah ngabarin. Kemana aja sih?” kata Song Ji sambil membenamkan wajahnya di dada Michel.

Tidak ada jawaban dari Michel. Hanya elusan lembut di rambut dan punggung Song Ji, memberikan lebih dari sekedar jawaban yang dibutuhkan. Michel paham, sebenarnya Song Ji tidak membutuhkan jawaban. Dia sangat butuh akan perhatian dari seorang lelaki yang disayangi.

“I’m here now,” sahut Michel kemudian.

“I know, don’t leave me please."

“No, I will never leave you my love,” jawaban Michel langsung memunculkan rona merah pada wajah Song Ji.

Sementara itu, sepasang mata menatap tajam sepasang kekasih yang sedang berpelukan. Meskipun tidak ada rasa cemburu ataupun sakit hati dalam hatinya, namun kesedihan tampak dari sorot matanya. Mata yang menyorot dari balik kaca pemisah ruangan pet corner tempat Song Ji melepas rindu kepada Michel.

“Hmmm... ada yang merhatiin kita ya?” tanya Song Ji.

“Hmmm,” sahut Michel.

“Park Ji ato Adam?" tanya Song Ji lagi.

Michel tidak menjawab, hanya melepaskan pelukan dan memegang wajah Song Ji, dan menatap matanya seakan-akan menjawab “Menurut kamu?”

“Hmmm, Park Ji," guman Song Ji setelah membalas tatapan Michel.

Ketika mereka saling melepaskan diri, terdengar derap langkah memasuki pet corner. Tampak seorang laki-laki berjalan dengan langkah pasti menghampiri mereka berdua, semakin lama semakin cepat. Dia memasuki pet corner dengan agak berlari, lelaki tersebut tiba-tiba meloncat dan melancarkan tendangan yang kuat kearah Michel.

Dengan melangkah mundur dan menggerakan tubuh seiring gerakan langkah, Michel menghindari tendangan mematikan tersebut. Begitu menjejak tanah, lelaki tersebut bergerak cepat dan kembali melancarkan tendangan memutar dengan memakai kaki kiri sebagai tumpuan. Sementara posisi tubuh yang terlalu dekat dengan Song Ji, Michel tidak menghindar, hanya menahan tendangan tersebut dengan melipat tangan kirinya di samping kepala.

"Park Ji. what are you doing?" teriak Song Ji.

Yah, lelaki tersebut adalah Park Ji. Kepala keamanan sang ayah yang juga menjadi orang kepercayaan dan tangan kanannya. Park ji menyerang Michel dengan nafsu membunuh. Semua tendangan yang dilancarkan Park Ji mengarah kepada titik vital Michel.

Sedangkan Michel tidak membalas, hanya bertahan dan bertahan. Ketika Song Ji akan bergerak maju menghalau Park Ji, Michel menahannya dan mengatakannya untuk mundur beberapa jauh. Dengan perasaan tidak menentu Song Ji mengikuti perkataan lelaki yang dicintainya.

Michel dan Park Ji sekarang berhadapan satu dengan yang lain. Udara pun mendadak menjadi dingin dan “Millo” anjing Shitzu yang sedari tadi bermain-main pun berhenti dan duduk mengamati kedua manusia yang sedang berhadapan ini.

Michel menatap Park Ji seakan bertanya apakah dia sudah siap. Sang penanya kemudian menarik nafas panjang dan melepaskannya cepat. Aura yang melingkupi Michel berubah menjadi gelap, dan tajam. Hal yang mematikan segera terjadi, Song Ji pun terhenyak melihat perubahan ini. dia teringat kejadian kematian “Bruno” anjing kesayangan Michel beberapa bulan yang lalu. Hawa pembunuh itu kembali terlihat jelas.

Melihat situasi yang tidak menguntungkan membuat Park Ji mengambil langkah dengan menyerang terlebih dahulu.

Park Ji bergerak maju, melancarkan pukulan lurus kearah tenggorokan dengan tangan kanan. Michel tidak menghindar, dengan menggerakkan tangan kiri dia menangkis pukulan dan memegang pergelangan tangan Park Ji. Menariknya menjauh, lalu melancarkan pukulan mengarah ke pangkal lengan sang lawan dengan tangan kanannya. Dengan cepat Park Ji melenturkan tangan dan tubuhnya mengikuti tarikan tangan Michel, dan mengayunkan lutut kirinya mengarah ke ulu hati Michel.

Michel yang mengetahui arah serangan Park Ji, bukannya menghindar. Dia malah memajukan tubuhnya ke arah Park Ji dan mengarahkan siku ke dadanya. Park Ji reflek menyilangkan tangan kiri di dadanya, mengurangi beban serangan mematikan tersebut.

Semua terlihat sangat cepat, namun Song Ji dapat melihat semua gerakan tersebut dengan matanya. Semua gerakan cepat itu terlihat seperti slow motion.

Park Ji terrhuyung mundur. Meski dapat menahan itu, tetap saja dia merasakan nyeri di tangannya. Sang pengawal mencoba mundur untuk memantabkan kembali posisi tubuhnya, tapi Michel tidak memberikan kesempatan itu.

Sebuah tendangan kaki kanan mengarah ke kepala Park Ji dengan cepat dan kuat. Memaksa dia bertahan dengan melipat tangan kiri dan kanan di samping kepala dan bergerak mundur guna mengurangi efek serangan.

Rasa kebas dan nyeri mulai terasa ditangan kiri Park Ji. Tiba-tiba sebuah tendangan berputar kembali mengarah ke kepala Park Ji. Namun kali ini Park Ji dapat menghindari tendangan tersebut dengan cara menarik kepalanya kebelakang, hingga terasa hembusan angin kuat seperti menampar wajahnya.

Kaki Michel kembali menapak rumput hijau pet corner ini, setelah melepaskan tendangan berputar yang dapat dihindari oleh Park Ji. Tidak berhenti, Michel kembali maju dengan merendahkan tubuhnya mengincar tubuh bagian bawah Park Ji yang masih belum siap akibat serangan terakhir. Sebuah pukulan kuat menghantam perut Park Ji, dilanjut dengan serangan siku yang mengarah ke dagu. Namun masih bisa ditahan oleh Park Ji dengan kedua tangannya.

Tidak ingin menjadi sansak hidup, Park Ji membalas dengan siku kanan yang mengarah ke wajah Michel, namun serangan sikupun tidak membuahkan hasil karena Michel menghentikan langkahnya hingga serangan siku Park Ji hanya menyapu angin. Jual beli pukulan pun terjadi. Pukulan demi pukulan mengarah ke bagian vital Michel dan Park Ji. Darah mulai mengucur di wajah Park Ji. Sementara Song Ji entah bagaimana berjalan mendekati mereka berdua yang sedang terlibat pertarungan.

Aura gelap yang selama pertarungan melingkupi tubuh Michel menghilang dengan tiba-tiba, hingga Song Ji tidak dapat melihat apapun. Hingga dia melihat senyum tersungging dibibir Michel. Song Ji menyadari bahwa senyuman itu akan berakibat fatal pada Park Ji, segera berlari dengan cepat menghampiri Michel dan berteriak, “MICHEL STOP!!!” bertepatan dengan pukulan Michel yang mengarah ke leher Park JI.

Mendengar suara Song Ji, Michel berhenti dengan tiba-tiba. Seperti tersadar, Michel mengalihkan pandangannya pada Song Ji yang sudah berdiri di belakangnya. Tak lama kemudian masuklah beberapa orang pengawal bawahan Park Ji, segera bergerak menolong Park Ji. Menggangkatnya berdiri dan memapahnya pergi meninggalkan pet corner.

Sebelum pergi Song Ji bertanya pada Park Ji, “What did you have done, Park Ji?”

“Hah..hah... sorry miss Song, i... hah...just want to make sure that he is the one that worthed for my hah..hah boss daugther," jawabnya sambil meninggalkan putri bossnya di pet corner.

Setelah kepergian mereka, Song Ji menghampiri Michel, lalu berdiri dihadapannya. Dia menatap pria itu dengan lembut kemudian mencium lembut bibir sang kekasih. Lalu menarik tangan dan mengajak ketempat duduk yang tersedia di pet corner ini.

“Sori," kata Michel pelan.

“Ga pa pa, salah dia sendiri," sahut Song Ji cepat.

"Aku cuman takut Park Ji kenapa-napa, itu aja."

“Kamu sich, ga bisa ngontrol diri. Kalo dia mati gimana?" lanjut Song Ji dengan wajah cemberut.

“Eh... sori ga maksud gitu sich," sahut Michel gugup.

“Hihihihi... ga pa pa sayang. Makan yuk.”


______________________________________________________________________________





POV Song Ji

Sudah beberapa jam berlalu sejak pertarungam itu. Aku duduk diam di ruang meeting, mendengar semua penjelasan dari para manager mengenai perkembangan perusahaan selama aku berada dirumah sakit. Entah mengapa, aku merasa bosan dengan semua laporan-laporan ini. Bosan dengan semua rutinitas yang kujalani sekarang. Apalagi sepulang dari rumah sakit, semua terasa hampa dan kosong. Tampaknya ayah menyadari perilakuku sekarang, hingga beberapa kali ayah mengambil alih meeting dengan pertanyaan-pertanyaan yang menurutku simple, tapi cukup menyulitkan para managerku.

Setelah hampir 45 menit berlalu meeting pun berakhir. Semuanya pergi meninggalkan ruangan ini, tinggal aku dan ayah.

“He could die dad," kataku.

“Yes.”

"Why you did that dad?”

“Just want to make sure that he is the one that my daughter told me.”

“U lied dad, I can see it.”

"Hahaha.... I just want to help you, Song Ji noona."

“I don’t need help dad.”

“Did he told you about his true identity?”

"Not yet..”

"So let dad help you, to make him say.”

"No need dad. I love him and I know the consequence, so let it be dad," kataku tegas.

Aku berdiri dan meninggalkan ayah yang termenung mendengar jawabanku. Aku tahu alasan ayah mencoba menghalangi hubunganku dengan Michel. Dia takut dengan semua yang akan terjadi ke depannya. Dia takut anak perempuan kesayangannya pergi selamanya. Yah selamanya, mati.

Aku meninggalkan ruang meeting dan naik lift menuju lantai dimana ruanganku berada. Pintu lift terbuka, dan aku melihat Adam dan Park Ji sedang berbincang santai di depan pintu ruangan.

“Yuk," ajakku pada mereka.

Kami pun masuk ke dalam ruangan. Aku duduk di kursi meja setelah mempersilahkan Adam dan Park Ji duduk.

“Any news?" tanyaku.

"Ya Miss Song, update dari BIN adalah akan ada pergerakan untuk menyerang kembali, tapi bedanya serangan nanti akan masif," kata Adam.

“Masif?”

“Ya, masif. Jendral Budi adalah salah satu pelindung organisasi yang selama ini berjalan merongrong negeri ini. Dengan kematian Jendral Budi, penopang kekuatan berkurang setengah, dan karena kematian Jendral Budi pula banyak dari para perwira dan jendral yang selama ini berlindung padanya mulai mundur teratur," lanjut Adam.

“Park Ji," kataku padanya.

“Ya Miss Song," jawab Park Ji dengan bahasa yang kaku meskipun lancar

“Any update?”

“Semua berita di underworld mengatakan tentang kematian The Association Agent oleh M.E, dan banyak yang menolak request dari negeri ini untuk mercenaries. Kemungkinan serangan yang Adam bilang nantinya berisi orang negeri ini," jawab Park Ji.

“Ok, thanks Park Ji. And mas Adam ada info kapan kemungkinan mereka nyerangnya?”

“Saat ini belum ada Miss Song, tapi fokus utama mereka masih M.E, dan BIN udah tau siapa M.E," jawab Adam.

“Ok dech kalo gitu, thanks," kataku membubarkan mereka berdua.

“By the way, are you ok Park?" tanyaku pada Park, melihat bengkak diwajahnya.
“I’m fine Miss, he is an evil, I’ve done my best but..." jawab Park Ji.

"I know, that’s why I stop it before it get worse and kill you.”

“Almost died back there, his attack was dengerous," lanjutnya sambil berdiri.

“Ok then, we go now Miss," kata Park Ji pamit.

Aku hanya mengangguk. Mereka pun meninggalkan ruangan. Tinggal aku sendiri duduk termenung menghadap jendela. Kucoba memahami semua yang sudah terjadi dan yang akan terjadi nanti. Tapi entah mengapa, aku tidak merasa sedih, kecewa, dan takut. Aku hanya merasa tertantang untuk menjadikan Michel sang pembunuh legendaris itu jatuh cinta. Aku tersenyum geli mencoba membayangkan kehidupanku kelak bersamanya.

Ya, seorang lelaki yang tidak pernah mengenal wanita dan cinta. Lelaki yang hanya mengenal darah, senjata dan kematian. Aku merasa tertantang untuk mengenalkan padanya indahnya dunia bila dilihat dari sisi manusia normal.
 
Bimabet
top buat suhu yg dh bkin neh threat , semangat buat updateny hu
mkin penasaran ma kelanjutannya
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd