Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT MDT - REVIVAL - SEASON 1 (racebannon)

Menurut Kalian, Siapakah "Bastardverse" Best Couple?

  • "Aku" & Dian (The Lucky Bastard)

    Votes: 12 7,5%
  • "Aku" & Nica (The Lucky Bastard)

    Votes: 2 1,3%
  • "Aku" & Anggia (The Lucky Bastard)

    Votes: 41 25,8%
  • Arya & Kyoko (Matahari Dari Timur)

    Votes: 51 32,1%
  • Anin & Zee (Matahari Dari Timur)

    Votes: 2 1,3%
  • Stefan & Semua yang dia tiduri (Matahari Dari Timur)

    Votes: 23 14,5%
  • Amyra & Dipta (Amyra)

    Votes: 6 3,8%
  • Gilang & Saras (Penanti)

    Votes: 2 1,3%
  • Gilang & Tara (Penanti)

    Votes: 3 1,9%
  • Bryan & Tika (Amyra)

    Votes: 1 0,6%
  • Rendy & Anggia (The Lucky Bastard - Matahari Dari Timur)

    Votes: 14 8,8%
  • Adrian & Anggia (The Lucky Bastard - Matahari Dari Timur)

    Votes: 2 1,3%

  • Total voters
    159
  • Poll closed .

racebannon

Guru Besar Semprot
Daftar
8 Nov 2010
Post
2.074
Like diterima
16.673
Bimabet
favim10.jpg

Setelah sekian lama berpikir, menunggu dan berdiskusi, akhirnya saya memutuskan untuk mulai memposting ulang MDT (Matahari Dari Timur). Jalan cerita akan mengalami penyesuaian agar tidak mengulang kesalahan sebelumnya.

Tentunya, saya sangat rindu kepada Arya, Kyoko dan teman-teman mereka lainnya.

Dan saya pikir, jika tidak sekarang saya posting, mau kapan? Pada akhirnya saya hanya akan terus menunggu waktu yang tepat tanpa pernah melakukannya.

Tokoh-tokoh dalam Cerita ini:

  • Arya, Gitaris Hantaman, sang tokoh utama kita.
  • Stefan, Vokalis Hantaman yang slengean dan asal
  • Anin, Bassis Hantaman, nyaris herbivore man
  • Bagas, Drummer Hantaman yang misterius
  • Ai, Adik Arya
  • Dian, sepupu Arya
  • Kyoko, perempuan yang bertaut hati dengan Arya
  • Kanaya, pegawai bar tempat Hantaman sering manggung
  • Karina, mantan pacar Arya

Index :

  1. PART - 1
  2. PART - 2
  3. PART - 3
  4. PART - 4
  5. PART - 5
  6. PART - 6
  7. PART - 7
  8. PART - 8
  9. PART - 9
  10. PART - 10
  11. PART - 11
  12. PART - 12
  13. PART - 13
  14. PART - 14
  15. PART - 15
  16. PART - 16
  17. PART - 17
  18. PART - 18
  19. PART - 19
  20. PART - 20
  21. PART - 21
  22. PART - 22
  23. PART - 23
  24. PART - 24
  25. PART - 25
  26. PART - 26
  27. PART - 27
  28. PART - 28
  29. PART - 29
  30. PART - 30
  31. PART - 31
  32. PART - 32
  33. PART - 33
  34. PART - 34
  35. PART - 35
  36. PART - 36
  37. PART - 37
  38. PART - 38
  39. PART - 39
  40. PART - 40
  41. PART - 41
  42. PART - 42
  43. PART - 43
  44. PART - 44
  45. PART - 45
  46. PART - 46
  47. PART - 47
  48. PART - 48
  49. PART - 49
  50. PART - 50
  51. PART - 51
  52. PART - 52
  53. PART - 53
  54. PART - 54
  55. PART - 55
  56. PART - 56
  57. PART - 57
  58. PART - 58
  59. PART - 59
  60. PART - 60
  61. PART - 61
  62. PART - 62
  63. PART - 63
  64. PART - 64
  65. PART - 65
  66. PART - 66
  67. PART - 67
  68. PART - 68
  69. PART - 69
  70. PART - 70
  71. PART - 71
  72. PART - 72
  73. PART - 73
  74. PART - 74
  75. PART - 75
  76. PART - 76
  77. PART - 77
  78. PART - 78
  79. PART - 79
  80. PART - 80
  81. PART - 81
  82. PART - 82
  83. PART - 83
  84. PART - 84
  85. PART - 85
  86. PART - 86
  87. PART - 87
  88. PART - 88
  89. PART - 89
  90. PART - 90 - TAMAT

Disclaimer:
- Cerita ini fiksi belaka, kesamaan dengan tokoh di dunia nyata atau cerita lain hanyalah kebetulan.
- Cerita ini tidak akan menyertakan tokoh di dunia nyata sama sekali kecuali untuk kepentingan referensi seperti pesohor atau musisi luar negeri.
- Cerita ini berada di universe yang sama dengan Lucky Bastard, Amyra dan Penanti
 
Terakhir diubah:
MDT SEASON 1 – PART 1

------------------------------

15195810.jpg

Suara gitar meraung, bass berdentum bersahut-sahutan dengan suara drum. Suara teriakan parau Stefan memekikkan gendang telinga setiap manusia yang ada disana. Namun mereka tak peduli. Mereka bergoyang dan saling menubrukkan badan seakan tidak ada esok hari. Beberapa orang yang duduk di bar ataupun di kursi pun melihat ke arah panggung dengan penuh semangat.

Aku memainkan gitarku dengan keras. Not demi not dan lengkingannya membalas teriakan Stefan. Teriakan yang menggugat keadilan. Menggugat kemapanan. Situasi yang agak ironis. Mengingat kami ada di salah satu pub ternama Jakarta yang berada di daerah Mega Kuningan. Dan kami sedang dalam acara rilis album kedua kami.

Anin berusaha terus menjaga ketukan. Fender P Bass yang bersuara sengau dan berat itu menjaga agar aku dan Stefan terap di koridor. Anin, alias Anindito Widyatmo, bassis kami. Berumur 30 tahunan dengan postur tubuh tinggi besar, berkulit gelap dan berkepala botak. Kemeja flanel hijau nya basah oleh keringat. Semua orang yang pertama kali bertemu dengannya pasti takut melihat tampangnya. Tapi jangan salah, dia adalah mahluk terlembut dan paling sopan di seluruh dunia. Setidaknya itu yang dirasakan para muridnya. Dia berprofesi sebagai pengajar bass di salah satu tempat les musik yang mentereng di Jakarta Selatan. Selain itu dia juga menjadi translator freelance untuk bahasa jepang. Biasanya untuk buku novel. Aku mengenalnya semenjak SMA. Dan bukan kebetulan dia lantas berkuliah di tempat yang sama denganku.

Di balik drum ada Bagas. Bagas Syahrul Utomo. Sepupu Anin. Rambutnya selalu rapih seperti tentara. Posturnya tegap walau agak sedikit kurus. Ia yang paling muda dari kami berempat. Masih berkepala dua, 27 tahun. Orangnya sangat pendiam. Di dunia nyata diam, di grup whatsapp band kami pun dia selalu diam. Tidak pernah punya pendapat atau ide, tapi permainan drumnya sangat rapat dan tanpa cela. Tidak banyak yang diketahui soal kehidupan pribadinya. Anin saja tidak terlalu banyak tahu soal hidupnya, kecuali fakta bahwa ia pemain drum yang baik dan dia sudah punya pacar. Aslinya Bagas berprofesi sebagai pegawai perusahaan distributor alat musik. Entah di bagian apanya. Kami tak pernah tahu.

Lalu Stefan. Si setan gila. Berusia 30an awal juga sama seperti aku dan Anin, keturunan tionghoa, dengan tato yang memenuhi kedua tangannya dan sebagian punggungnya. Rambutnya gondrong dan tampangnya agak mirip dengan Steve Aoki. Suaranya parau, tapi menggelegar. Agak mirip Chris Cornell-nya Soundgarden sedikit dicampur dengan Scott Stapp-nya Creed. Range vokalnya luar biasa. Maklum, lulusan choir gereja. Dia yang paling curang, begitu kata kami. Dia bekerja sebagai pimpinan redaksi sebuah majalah gaya hidup yang terkenal di Indonesia. Tak heran, yang memiliki perusahaan publishingnya ayahnya sendiri. Stefanus Giri Darmawan, nama lengkapnya. Tingkahnya juga tidak kalah ajaibnya dengan perawakannya. Nanti kita akan lihat sendiri dia seperti apa.

Lalu aku, dibalik gitar. Aku memainkan Hagstrom Vikingku yang berwarna merah dengan semangat. Aku sendiri bertemu dan menjadi anggota band ini secara tidak sengaja saat kuliah desain dulu. Setelah aku mengenal Anin yang sama-sama passionate di musik pada saat SMA, kami lantas mencoba peruntungan kami bermain di acara kampus. Acara musik. Pada saat itu Anin memohon-mohon mengajakku ngeband, walau aku sudah bilang bingung mau memainkan lagu apa. Tapi pada saat itu Anin sedang berusaha menarik perhatian salah satu anak baru yang menjadi panitianya, yaitu Anggia. Anggia yang super cantik, bahkan sampai sekarangpun memang memikat banyak lelaki, salah satunya Anin ini. Cinta buta lah intinya. Dan logika Anin mengatakan, kalau mau menarik perhatian Anggia, maka dia harus tampil di acara itu. Dan jadilah dia mengajak sepupunya, Bagas untuk manggung.

Saat bingung mencari gitaris yang cocok, dia lari ke diriku. Aku terpaksa menurutinya, karena tidak tega melihat mahluk bertubuh tinggi besar layaknya raksasa ini memohon-mohon terus kepadaku. Walaupun sudah kubilang bahwa arah musik kita berbeda, tapi akhirnya aku luluh juga.

Dan siapakah vokalisnya? Anin berkata bahwa ada anak fakultas ekonomi yang suaranya bagus sekali, info dari temannya yang berkuliah disana. Jadilah aku dan Anin menemuinya. Stefan. Dari pertama bertemu rasanya sudah ingin menonjoknya. Tapi dia sulit dibenci. Mukanya sinis, tampak licik dan curang. Akhirnya kami berempat berkumpul di studio, dan bingung, mau membawakan apa.

Di saat itulah Stefan berteriak, bahwa kita akan berkiblat ke band rock tahun 90an. Baiklah, pikirku. Anin memang sangat menyukai musik rock, khususnya metal. Bagas? Aku tidak tahu. Aku? Pada dasarnya aku suka segala jenis musik, terutama classic rock dan jazz. Bahkan waktu kecil dan remajaku kuhabiskan untuk belajar gitar kesana kemari. Terutama belajar Jazz. Musik yang bisa membuat bulu kudukku merinding. Aku bisa berjam-jam mendengarkan album-album Miles Davis, Wes Montgomery, John Coltrane, bahkan sampai yang kacau seperti Ornette Coleman sekaligus.

Tapi kini aku, Arya, atau Achmad Ariadi Gunawan, telah dibawa oleh garis nasib dan waktu menjadi gitaris salah satu band rock yang malang melintang di panggung-panggung musik bersama Hantaman. Iya. Itu nama band kami. Hantaman. Anin yang menamainya, sesaat sebelum manggung di acara kampus itu. Biar gahar, katanya, biar Anggia penasaran katanya. Tapi sewaktu kami manggung, Anggia tidak ada, katanya teman-temannya pergi makan bareng bersama dengan Rendy, teman kuliahku dan satu orang lagi, Sahabatnya Rendy. Sahabatnya yang sekarang menjadi suami Dian, sepupuku yang dokter. Betapa dunia ini sangat kecil dan saling terkoneksi dengan indahnya.

Pekerjaan utamaku sendiri adalah mengoperasikan studio musik milikku yang terletak di Jakarta Selatan. Bertempat di rumahku yang kutinggali bersama Ibuku. Ibuku yang selalu mendukungku dalam karir ini, berbeda dengan almarhum ayahku yang selalu menentangnya. Bahkan disertai ancaman. Mengerikan jika mengingat ayahku, tidak nyaman memikirkan sosoknya yang selalu jadi momok buat aku dan Ibuku dulu.

Stefan meneriakkan sumpah serapah kepada sistem peradilan, kepada penegak hukum, kepada hegemoni kaum fanatik agama dan kepada orang-orang yang menekan kaum minoritas. Karena dia frontman kami, tak jarang dia mendapatkan sorotan dan mendapat label sebagai "aktivis". Padahal dia hidup bergelimang harta, alkohol dan wanita. Ironis. Memang dunia selalu seimbang.

Kami menyelesaikan lagu itu. Lagu berjudul Malaikat Kematian, lagu yang bercerita tentang manusia yang merasa dirinya berhak mengambil nyawa orang lain, hanya karena orang lain itu berbeda agama, orientasi seks, paham politik, bahkan beda tempat tinggal. Lagu yang banyak dipuji karena penulisan liriknya yang tajam dan sangat kritis. Lagu dari album pertama kami, album yang berjudul “Kerusakan Telingamu”. Sebagai band yang menasbihkan diri sangat terpengaruh oleh Seattle Sound tahun 90an, kami memang terkenal sebagai band indie yang tidak tergerus zaman. Album pertama kami keluar tepat ketika aku baru lulus kuliah, sekitar 7 tahun yang lalu. Sejak saat itu kami melambung, apalagi di zaman internet seperti ini.

Album kedua kami yang baru rilis minggu lalu lewat itunes, banyak diminati orang untuk ukuran band rock indie lokal. Album kedua yang berjudul “Setengah Jam di Udara”judul album yang orang sangka sangat dalam. Padahal tidak. Itu perasaan yang kita rasakan jika kita menghisap asap yang dihasilkan dari daun ***** yang dibakar. Judul yang agak sedikit kurang ajar dan bermain-main.

“Malam semuanya! ”teriak Stefan di bibir mikrofon. Stefan telanjang dada, dengan tatonya jelas terlihat. Celana kulit dan boots menutupi bagian tubuhnya yang lain.

”Wooooo!” sahut para penonton.

”Makasih udah dateng ke launching album kedua kami... Beli albumnya ya, jangan ngebajak. Hargain karya orang lain. Yang ngebajak Kontol!”teriaknya tidak sopan yang mengundang tawa para penonton. “Sekarang lagu terakhir dari kami” nada sumbang lalu terdengar dari para penonton yang tampaknya ingin mendengarkan lagu kami sampai pagi. “Yang gak suka pulang sekarang aja!” tawa Stefan yang disambut oleh suara tertawa orang-orang yang dia hina.

Single utama di album ini. “Kelahi Berani” lagu yang bercerita tentang orang yang bisanya hanya menggunakan kekerasan untuk menyampaikan maksudnya. Suara parau Stefan menggelegar, diiringi oleh suara gitarku yang tak kalah ganasnya.

“Kau hanya sebongkah sampah. Yang tak kuasa berpikir. Kau pikir itu beranimu, dengan segala kosong otakmu!” marah Stefan di panggung. “Kau pikir kelahimu adalah beranimu. Kau berani karena kau bodoh. Sesat pikirmu memberanikan dirimu...” untuk urusan lirik yang penuh kemarahan, Stefan memang jagonya. Aku juga bingung kenapa dia bisa sejenius itu merangkai lirik yang puitis sekaligus keras dan kasar. Untungnya dapat diimbangi oleh musik yang aku dan Anin rangkai bersama.

Tiba saatnya solo gitar. Aku memainkan gitarku dengan rumit, dengan not-not aneh dan asing. Dengan distorsi yang keras. Keringat membasahi T-shirt Jethro Tull hitamku, yang ditemani oleh jeans belel dan sneakers Converse. Mukaku berusaha kalem melihat geliat liar Stefan di panggung, dan berkonsentrasi untuk merangkai nada yang out of the box untuk lagu ini. Penonton tampak bersemangat melihatku.

Stefan kembali menguasai. Lirik-lirik tajam dan pedas kembali mewarnai. Dan akhirnya selesai juga. Hatiku cukup puas. Aku berpandangan dengan Anin. Mukanya juga puas. Aku menatap Bagas. Kosong. Seperti biasa dia bermuka datar, walau sudah basah kuyup oleh keringat.

“Lagi! Lagi! Lagi! Lagi!”

Stefan lalu berbisik padaku. “Kasih gak?”
“Kasih aja”
“Lagu apa?”
“Satu lagu aja...” Anin nimbrung.
“Apa lagunya?” Tanyaku

“Kasih lagu apa yak, udah lama gak bawain Soundgarden, gimana kalo kita bawain Slaves and Bulldozer, terus Live to Rise?” sahut Stefan.
“Satu lagu, bego”tegasku.
“Siap. Live To Rise ya?”
”Ayo”

Stefan kembali ke depan penonton. Dia lalu bersuara lantang di depan mikrofon. “Oke! Dua lagu lagi guys! Abis itu pulang sana, nyusu ke emak kalian!”. Bangsat. Dua lagu. Aku berpandangan dengan Anin. Anin pun akhirnya merelakan itu terjadi. Dan terpaksa kedua lagu itu kami mainkan sebagai encore. Aku lantas mengganti gitarku dengan Gibson SG hitam yang sengaja kusiapkan untuk lagu yang dimainkan dengan tuning Drop D.

Dan agar semakin wah, aku menggila saat solo gitar di lagu yang kami mainkan. Tentunya mengundang decak kagum penonton. Stefan menutup aksi kami malam itu dengan merampas botol bir yang dipegang oleh penonton di depannya dan langsung menenggaknya habis. Korbannya malah tertawa saja. Dasar gila.

“Sampai ketemu lagi di neraka!”teriak Stefan dengan liar, yang disambut sorakan penonton dengan gegap gempita. Ratusan orang yang memuja kami. Ratusan orang yang berbagi pengalaman yang sama. Ratusan orang yang dihina-hina Stefan dan tetap memujanya.

------------------------------------------

hqdefa10.jpg

“Guys, ada yang mau wawancara nih” seorang pemuda kurus berkaca mata tebal masuk ke ruangan VIP. Stefan sedang asik menenggak minuman yang disediakan pengelola pub tersebut. Jack Daniels. Aku bingung apa enaknya minuman itu. Aku hanya tenggelam di dalam botol coca cola dingin yang kunikmati. Anin sedang merokok sambil memainkan handphonenya. Bagas entah kemana. Barangkali ke toilet.

“Wawancara kesitu aja tuh” tunjuk Stefan ke aku dan Anin. “Gue lagi sibuk ngobrol sama om Jack” candanya. Si wartawan media online itu datang dan menyalami kami.

“Selamat ya mas atas album barunya” sapanya.
“Makasih...” jawabku sambil melihat dia menyiapkan recorder untuk merekam wawancara ini.
“Saya mulai boleh?” aku mengangguk.

“Mas bisa tolong diceritain, kenapa baru setelah 7 tahun, baru sekarang keluar album ke dua?”
“Yah, namanya juga bikin musik, tergantung mood, feel, dan juga kita kan sibuk masing-masing”
“Oh gitu... Kalau sekarang, isu apa yang diangkat di album kedua ini?”
“Masih sama, masalah sosial sehari-hari dan kemuakan kita semua atas lingkungan kita” jawabku sambil tersenyum.
“Rokok mas?” tawar Anin ke wartawan itu.
“Ah gak usah, makasih.. hehehe”
“Serius...”
“Oh boleh kalo gitu mas”

“Kagok, ini minum aja” mendadak muka jahat Stefan muncul di belakang kepala si wartawan.
“Udah Fan, jangan gangguin orang mulu deh lo” tegurku. Stefan hanya meniru caraku mengucapkannya dengan gaya yang dilebay-lebaykan.


“Saya lanjut mas, oh iya, mumpung inget, tadi solo gitar di lagu Kelahi Berani keren banget mas, inspirasinya dari mana ya?”

“Oh, itu ngambil dikit dari nada-nadanya Al Di Meola sama sedikit John Coltrane”
“Oh mereka dari Band apa? Band luar mas?”
“Errr... Yang satu gitaris jazz, yang satu pemain saksofon...”
“Rock apa Jazz mas?”

“Jazz”

“Oh...”

“Jangan dipikirin, tulis aja entar, si Arya musiknya emang susah dimengerti, diomongin aja susah dengernya apalagi didengerin” komentar Stefan yang sekarang tidur-tiduran di sofa ruang VIP itu.

Sang wartawan hanya meringis dan akhirnya wawancara itu berlanjut.

------------------------------------------

004df610.jpg

“Seneng amat lo sok pinter kalo diwawancara” cela Stefan yang gelisah karena minumannya habis.
“Orang mabok gak usah komentar” jawabku.
“Gue belom mabok, bego, ini aja mau nambah.. Cheryl mana sih...”

Cheryl, manajer pub ini, orang yang bertanggung jawab dalam mengadakan acara ini juga dan dia yang menyediakan akomodasi untuk kami. Aku sedang membersihkan gitarku dari peluh, dan menata kabel dalam tas gitarku. Anin sedang di luar, untuk minum bir dan bertemu Rendy yang datang dengan teman-temannya. Aku sudah menyapa mereka tadi di luar sana, dan sekarang aku merasa tidak aman jika membiarkan gitar terbuka dan Stefan si setan ini ada dalam satu ruangan. Salah salah nanti dibanting lagi ketika dia sudah terlalu mabuk, seperti acara tahun baru kemarin. Selesai membereskan gitarku, aku ingin keluar lagi untuk mengobrol kembali dengan Rendy.


“Ikut.. Gue mau cari minum di luar aja” Aku sebagai bukan peminum dan perokok lantas mengiyakannya dan kami berdua keluar. Untung Stefan sudah memakai T-shirt sekarang. Ternyata Bagas dari tadi sedang di luar, sedang memakan sesuatu di salah satu meja disana. Entah makan apa dia. Musik lounge yang sedikit mengalun untuk mengusir para tamu dan penonton sudah dimainkan. Sudah pukul 2 pagi. Aku sebenarnya tidak sabar untuk segera pulang, bertemu dengan tanaman-tanaman kesayanganku untuk sejenak terbang di dalam udara.

Aku lihat Rendy dan melambai ke arahnya dari jauh. Dia bersama beberapa temannya. Dua orang perempuan dan dua orang lelaki.


“Itu Karen ya?” tunjuk Stefan.
“Iya”
“Mantannya temen lo kan? Yang sekarang nikah ama sepupu lo yang yummy itu?”
“Iya”
“Gue deketin ah”
“Silakan”
“Penasaran gue sama yang ada di balik bajunya. Pasti toketnya lucu”
“Hus”
“Ha.. hahaha..haha” tawanya aneh sambil berlalu dan mendekati Karen. Aku mengobrol sejenak dan lantas pergi ke Bar dan memesan soft drink lagi.

"Ternyata bener kata Mbak Cheryl" mendadak ada suara di sebelahku. Seorang perempuan berparas cantik, dengan baju tanpa lengan, dan tato yang penuh di tangan kirinya.
"Eh, maaf, siapa ya, kayaknya belum kenal" senyumku ke dirinya. Dia menyambut senyumku dan mengulurkan tangannya.

Kanaya”

"Arya... Bener apanya?"

"Kalau Stefan itu genitnya luar biasa dan gue harus waspada.."
"Haha.. Lo kerja disini juga?"
"Baru minggu ini, rencananya gantiin Mbak Cheryl yang mau resign..."
"Oh iya, mau nikah kan ya dia?" balasku.
"Yup"

Kanaya menyalakan rokok nya di depanku, dan menawariku juga. Aku menolak. "Bener juga yang satu lagi, gitarisnya Hantaman gak minum dan gak ngerokok.."

"Haha iya, maaf mengecewakan ya" balasku.
"Gapapa, it’s a choice"

Mendadak Stefan datang ke arah kami. "Dapet nomernya Karen loh..." bangganya. "Eh siapa nih, tumben lu dapet memek, biasanya gue yang dapet"

"******.. Kenalin, ini Kanaya, gantinya Cheryl"
"Stefan... Emang bener ya Cheryl mau resign?" keluh Stefan.
"Iya, mau nikah..." jawab Kanaya.
"Wah belom sempet gue obok-obok tau-tau dikawinin orang..."
"Fan... jangan gila gitu dong" Kanaya hanya tersenyum saja melihat tingkah Stefan.

"Terus sekarang Cheryl mana? Mau gue selametin, kali aja dapet seisep dua isep mah.." lanjut Stefan.
"Udah pulang, tadi sebelum jam 12 sebelum kalian beres main..."
"Ooo... Yaudah, lo aja gantinya gimana?" goda Stefan.
"Orang mabok jangan diladenin ya..." pintaku ke Kanaya. Kanaya hanya senyum sambil berlalu.

------------------------------------------

Kami bersiap untuk pulang. Stefan sudah siap menyetir city car nya dengan setengah mabuk. Di kursi penumpang ada seorang perempuan asing yang tampaknya juga mabuk. Entah siapa. Anin dan Bagas sudah selesai memasukkan peralatan mereka ke dalam Jimny tua Anin, yang sudah dia pakai dari jaman kuliah. Sedangkan aku sedang duduk di atas Vespaku, menunggu mereka berlalu.

Stefan pergi duluan, tanpa berpamitan. Tampaknya kemaluannya sudah tak tahan ingin merasakan perempuan yang dia angkut. Lalu Anin dan Bagas berlalu. Tinggal aku sendiri. Aku nyalakan vespaku, dan mulai meluncur pelan. Hingga kulihat Kanaya sedang sibuk dengan handphonennya di pinggir jalan.

Aku menghampirinya.

"Kenapa?"
"Ini.. app gojek gue rusak kali ya, terus grab juga susah, uber susah, apa sinyalnya lagi tolol ya?" jawabnya dengan kesal.

"Emang rumah dimana?"

"Ngekos"

"Di?"
"Gandaria"
"Wah cocok... Gue rumah di Radal... Mau bareng?"
"Ada helm lagi?"
"Ada kok"

Aku lantas mematikan vespaku, mengangkat kursinya lantas memberinya helm itu.

"Ini Vespa Sprint ya?"
"Iya"
"Beli berapa dulu?"

"Ah nyicil kok, sampe sekarang masih.." jawabku ramah. Aku menyalakan motor kembali, dan Kanaya naik ke jok belakangku. Aku lantas memacu motorku ke arah selatan dengan mantap dan stabil.

------------------------------------------

BERSAMBUNG
 
Terakhir diubah:
semoga lancar sampe tamat, master.
have a rockweekend bareng HANTAMAN
Yeeeeahh!!!

keep the faith
 
1522.gif
Hadir om kuciah..
Izin :baca: versi revisinya om ts.
 
Bimabet
Yesss.......
Akhirnya muncul lagi, cerbung yg bikin ane bener2 pengen menginjakkan kaki di nippon
Lancar smpe akhir om @racebannon
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd