Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT MDT - REVIVAL - SEASON 2 (racebannon)

Parah lo, Ya! Ngomong pengen mutusin baik-baik. Biar tetep temenan. Bullshit semuanya, yg ada lo cuma nganggep diri lo paling bener. Ga bisa ambil sikap dewasa untuk pertemanan seperti dulu yg td lo bilang. Terus 1 lg, Mana kata maaf dari mulut lo, Emang nonok milik negara?? Kalo udah kelar tinggal pulangin. fuck u man!!

Hehehe
Cuma uneg2, masters.
Bintang 5 teteup apdetnya
Keep semprot
Have a good time
 
dan dulu lenyap setelah disaster ini. semoga bisa update lagi dan membawa Arya ke arah hantaman mana yg sama2 belum kita tau.

Mantap, suhu Race..
You are the man :beer:
 
Bangun apartemen langsung kek nya nih
Biar bisa langsung nontonin hantaman hantam2an :D
 
MDT SEASON 2 – PART 48

--------------------------------------------

eco-dr10.jpg

“MAMPUS” komentar Stefan di jalan, menuju Bandung, saat dia mendengar ceritaku soal pertemuan terakhirku dengan Arwen. Ya, aku menceritakan semuanya kepada Stefan. Semua detil, mulai dari menjemputnya, lalu makan malam, bicara, sampai pada perbuatannya yang di luar batas kewajaran sewaktu di dalam mobil.

“Mampus, gue setuju....” aku meratapi kejadian malam itu. Aku menunggu momen ini untuk cerita ke Stefan. Kami berdua ada di dalam mobil, menuju Bandung. Kami berangkat dalam mobil yang terpisah, dan aku berdua dengan Stefan di dalam mobilnya. Di saat seperti inilah aku cuma berdua dengan Stefan tanpa ada yang lainnya. Tanpa ada Anin, Bagas, Ilham, maupun Rendy dan kru-kru yang dibawa ke Bandung untuk urusan syuting video klip kami.

“Ini bisa lebih gila dari Chiaki, bego” komentar Stefan sambil menyetir dengan seksama, di tengah jalan tol yang menghubungkan ibu kota dengan ibu kota lainnya.

“Yah… sejauh ini dia gak ngehubungin gue sama sekali sih, tapi ada kemungkinan….”
“Yah, elunya juga sih…”

“Entah lah Fan, it was just a hug” aku menghirup bau rokok yang memang lekat di dalam mobilnya.
“Lo bolehin peluk-peluk, terus dia malah jadi pengen ciuman, terus dia pengen ngewe, emang lemah sama cewek lo Ya… Aturan langsung lo turunin aja di pinggir jalan”
“Ya kan udah gue cut, masa diturunin gitu aja juga...”
“Lemah”

“Iya lemah deh” aku mengurut kepalaku, karena sepertinya memang aku lemah. Selama ini aku membuka ruang harapan untuk Arwen terlalu lebar, dan kemaren semua keinginan dan perasaannya tidak bisa di rem.

“Dia kayaknya tergila-gila banget sama elo..... Mestinya sih sekarang lo bedua udah putus kontak deh, jangan sampe ada komunikasi apapun lagi dari dia ataupun elo…”
“Ya sekarang sih udah ga ada pesan apapun dari dia sih, tapi kayaknya kalo dia aneh-aneh lagi mesti gue ajak omong lagi...” keluhku.
“Entar lo ajak ngomong lagi, dia mlorotin celana atau ngangkang, malah makin nekat dia ntar.....”

“Auk”
“Auk doang lagi, kalo emang udah ngecut ya udah, ga usah dibaik-baikin pake sok-sok niat ngajak ngobrol dia....”
“Ya masa diem aja gue? Kalo dia ntar neror atau malah ngeganggu gue ama Kyoko gimana?”
“Gak akan berani... Kan kalian berdua amatiran”

“Kalo dia stress terus ngelukain dirinya sendiri?” tanyaku dengan nada bingung.
“Bukan urusan lo, lo kan bukan bapaknya”
“Tapi kan gue yang bikin dia jadi kayak gitu....”

“Malah gue jadi gemes sendiri.... Apa perlu ntar kita turun tangan atau kasih tau Bagas?” kesal Stefan sambil menatapku dari sudut matanya.

“Ya elah… Ngapain sampe begitu segala, ga usah ikut ngurusin lah…. Yang penting gini sih, kejadian kemaren emang fucked up, tapi kalo ntar dia sampe nekat ngapa-ngapain dan masih kayak gitu-gitu aja, gue gak mau dia ngelukain dirinya sendiri dan gue gak mau dia berlarut-larut dalam hal yang ga jelas.” Tegasku dengan suara yang tidak tegas.

“Eh kontol. Udah deh... lo tuh baik apa bego sih? Kok gak mikirin diri lo sendiri dulu? Kalo emang katanya lo sayang ama bini lo, lo lindungin diri lo sendiri lah, daripada kalo dia bikin ulah lagi terus malah jadi mikirin dia, terus berlarut-larut, terus ntar malah lebih kacau ntarnya.... Ampun deh, sejak gak ngegele lo jadi ga santai gini ya?” Stefan menggelengkan kepalanya dengan nada kesal. Dia kembali memperhatikan jalanan yang akan membawa kami ke Bandung ini.

Kami berangkat subuh-subuh, di hari selasa ini. Jadwalnya sudah jelas, setelah kami sampai ke tempat kami menginap nanti di sebuah rumah atau villa yang disewa di daerah Dago Atas, Rendy dan kru nya akan berkeliling untuk merekam beberapa footage tanpa kami. Berikutnya kami digilir.

Rabu bagianku, Kamis bagian Bagas, Jumat Anin, Sabtu – Minggu adalah bagiannya Ai dan Stefan. Bagian mereka berdua baru bisa sabtu minggu karena Ai masih harus ngantor di weekdays. Nanti jumat malam Ai akan meluncur bertiga bersama Kyoko dan Anggia ke Bandung, menyusul kami.

Lokasi untuk syuting sudah ditentukan. Aku di Lapangan Gasibu. Anin di pertigaan Setiabudi – Cihampelas – Ciumbuleuit, Bagas di depan Dago Tea House. Stefan dan Ai jauh sendiri, yakni di daerah Braga.

Lucu tampaknya nanti membayangkan Ai akan berdandan ala “bayangan” atau seperti yang dicandakan oleh Stefan, Kuntilanak. Sekarang kami hanya bisa berdoa mudah-mudahan langit tidak mendung atau hujan. Kalau iya, bubar lah sudah syutingnya, karena kami memang syuting dengan budget kecil dan terbatas, jadi kami hanya mengandalkan sang Matahari di langit sana sebagai bagian tata cahaya.

Kalau dia tidak bersahabat, kami terpaksa memperpanjang waktu tinggal kami di Bandung.

Alat-alat musik yang dibutuhkan untuk syuting pun sudah terkemas dengan rapihnya di bagasi masing masing mobil. Ada empat mobil yang ke Bandung. Yang pertama adalah mobil ini, yang kutumpangi berdua dengan Stefan, lalu mobil Anin, yang berisi Ilham, Anin dan Bagas. Rendy dan para kru lainnya tersebar di dua mobil yang lain, tak lupa seniornya, yang sudah sering melang melintang sebagai sutradara ikut juga, sekalian menemani istrinya yang bertindak sebagai make up artist kami.

“Jadi, kalo udah kejadian nekat kayak kemaren itu, mungkin dong si Arwen nekat juga dateng ke Bandung nyusulin elo, kalo dia tau lo ada di Bandung?”
“Enggak” jawabku.
“Masa?”
“Soalnya dia kan gak tau….” jawabku dengan pusing.

“Hahaha, tapi dijamin, kalo dia tau, dia pasti nekat…..”
“Emang dia bisa tau dari mana?” tanyaku dengan tolol. “Orang dia ga nanya dan ga ada kabar...”
“Coba aja lo cek instagram lo, paling ada dm foto seksi lagi, nanyain kapan free, ya gak? Terus lo bilang kalo lo lagi di Bandung, ntar dia bela-belain dateng deh....” senyum Stefan mencibir.

“Kalo dia tanya gue dimana gue bilang aja, tapi kalo dia sampe pengen dateng gue larang... Kemaren aja bisa gak ketemu sebelum kita live... Kan gue tolakin terus abis Singapur...” jawabku dengan galau.
“Hebat bisa nolak, kayaknya pas kalo udah ketemu itu ya yang susah? Dianya udah blingsatan kalo ketemu lo men.... Gila” ledek Stefan.

“Dan loo lagi kacau men...” lanjutnya. “ Lo makin hari makin gak konsisten, keliatan makin kacau.... Makanya turutin gue, ntar kalo dia mendadak kontak elo, lo bilang kalo lo gak mau ketemu dia lagi, gak mau kenal sama sekali ama dia, oke gak?”

“Ya ntar gue ajak ketemuan lagi kali ya kalo dia aneh-aneh? tapi kali ini langsung tegasin pas ngobrol lagi... Mungkin?” tanyaku dengan nada tolol.
“Ah udah lah, males dengernya lama-lama, gak jelas, dan kesimpulan gue, jadi orang baik itu ada gak enaknya juga, ya kayak gini ini.... “
“Dah nyetir sana, gue tidur aja” aku merebahkan badanku ke jok mobil dan langsung menutup mataku.

“Kontol” umpat Stefan, melihat tingkahku yang makin tak jelas dan omonganku yang makin tidak konsisten.

--------------------------------------------

45328410.jpg

Aku meluruskan kakiku di atas kasur, di rumah yang kami sewa di Bandung ini. Rendy dan beberapa orang sedang berkeliling untuk mengambil footage-footage yang dibutuhkan, tentunya yang dibutuhkan tanpa kehadiran kami. Mungkin shot suasana Bandung, mungkin shot tempat-tempat yang akan kami jadikan tempat syuting masing-masing. Atau entah apa.

Sekarang aku cuma ingin Ai dan Kyoko cepat kesini. Dan mereka baru kesini beberapa hari lagi. Entah kenapa aku jadi agak malas bertemu dengan Kang Bimo dan Kang Wira. Mereka pasti banyak bertanya juga soal Singapura nanti. Dan mereka pasti akan menjadi setan juga, sama saja seperti Stefan.

“Boy” mendadak Stefan masuk ke kamar yang nantinya akan aku tempati bertiga dengan adikku dan istriku.
“Apa?” jawabku dengan malas, sambil membalasi pesan-pesan di media sosial dari Kyoko.

“Temenin gue ngobrol yuk dibawah, asisten MUA nya cakep bok, pengen gue modusin...” seringainya dengan suara pelan.
“Hhhh... Capek, mau tidur, lo aja sana.... ajak Anin apa gitu buat nemenin elo, atau Bagas sekalian, biar kalo ga mau dimodusin, ceweknya bisa dipukul ama Bagas” candaku asal dengan tidak lucu.

“Ah kampret....” Stefan menggelengkan kepalanya dan dia berlalu dari hadapanku.

Aku lantas membenamkan kepalaku di bantal, menunggu malam nanti, katanya pada mau jalan keluar, ketemuan dengan Kang Bimo dan Kang Wira di sebuah bar yang terletak di Jalan Setiabudi. Dan sekarang tampaknya Stefan ingin mencoba mengajak si asisten make up artist untuk ikut bersama kami. Pasti mau dimodusin. Pasti mau ditidurin kapan-kapan.

Enak memang buat Stefan yang selalu menghindari komitmen. Aku tidak bisa seperti itu, ketika aku single pun aku tidak bisa seperti Stefan. Tapi sekarang aku malah terjebak dalam bom waktu. Dan waktu-waktu sendiriku sekarang lebih sering kugunakan untuk merenung, memikirkan cara terbaik untuk mendudukkan kondisi Arwen dengan baik-baik, kalau-kalau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan lagi.

Kadang kalau dia muncul di feed media sosialku, aku suka terenyuh sendiri, betapa dia sebenarnya, dengan bantuanku, telah memperlakukan dirinya dengan tidak baik. Harusnya aku tidak begitu, harusnya dia tidak begitu. Harusnya kami berdua masih seperti dulu, teman, bisa bicara, bercanda dan bertingkah laku wajar sehari-harinya.

Dia tak lebih terlihat sebagai orang yang tanpa tujuan ketika bersamaku. Rela diapa-apain, walau itu pilihannya, tapi aku merasa sangat miris ketika membayangkan hal-hal kotor yang telah kami lakukan.

Kini memang tidak ada kabar apapun dari dia sebelum aku berangkat ke Bandung. Tapi cepat atau lambat, aku entah kenapa sepertinya aku memiliki firasat buruk soal hal-hal bodoh yang mungkin dia lakukan.Dan aku masih berpikir untuk berusaha mengembalikan hubungan kami berdua menjadi seperti semula. Mungkin cara kemarin salah. Mungkin aku tidak harus memeluknya sebelum dia turun dari mobil.

Ah. Mungkin. Semuanya masih mungkin, mungkin dan mungkin, gak ada yang pasti. Manusia mau apa sih? Bukankah kata Bagas mereka semua mudah ditebak?

--------------------------------------------
--------------------------------------------
--------------------------------------------

beta-n10.jpg

Rania namanya.

Perempuan yang menarik. Good looking, dandanannya enak dilihat, dan yang paling penting, dia sekarang terlihat sedang asyik ngobrol dengan Stefan. Entah ngobrol apa. Suara musik di tempat ini berdentum-dentum dengan kencang, memekakkan telinga. Jarak mereka berdua hanya satu meter dari tempatku duduk, tapi aku tidak bisa mendengar apapun yang mereka bicarakan.

Pengaruh alkohol di dalam tubuh Rania dan Stefan tampaknya membuat mereka berdua terlihat makin akrab. Bosan dengan memperhatikan mereka, aku memperhatikan Anin yang sedang merokok di sebelahku. Dia tampak senyum-senyum sendiri memperhatikan layar handphone, tampaknya sedang mengobrol dengan Zee.

Sedangkan Kyoko pasti sudah tidur kalau jam segini. Rendy dan para kru sedang asik entah ngapain, mengobrol dengan Kang Bimo dan Kang Wira yang pasti membanyol habis-habisan, secara ini kota jajahan mereka, pasti mereka akan seenaknya bicara dalam bahasa Sunda, yang mungkin tak dimengerti oleh sebagian besar kru yang orang ibukota.

Ya, aku merasakan kebosanan dan aku merasa tidak nyaman. Aku bahkan tidak ingat kapan terakhir kali aku merasakan hal seperti ini, merasa bosan di tengah keramaian. Nafas rasanya tak nyaman. Tempat ini cukup penuh, dan cukup mengganggu kenyamananku dengan musiknya yang benar-benar menurunkan mood, untukku.

Kadang aku kangen dengan tempatnya Cheryl yang sekarang, maupun yang dulu. Walaupun selalu ramai dan selalu ada musik, tapi mereka cukup mengerti kalau musik yang terlalu keras akan membuat beberapa pengunjung merasa tidak nyaman. Atau mungkin, orang-orang disini sudah dipengaruhi oleh alkohol, sehingga mereka tidak peduli pada keberisikan di telinga mereka. Mungkin juga pikiranku yang kalut akibat kejadian malam itu di dekat rumahnya Arwen membuat rasa tidak nyaman ini muncul.

Ah, ada untungnya juga tidak minum minuman keras. Aku jadi bisa membedakan mana musik yang membuatku nyaman, mana musik yang membuatku malas.

Akhirnya aku memutuskan untuk berdiri dan berlalu, keluar dari tempat ini. Mungkin ada baiknya aku duduk di luar, menikmati udara dingin Bandung.

“Kemana?” tanya Anin sambil setengah teriak, berusaha mengalahkan suara musik yang kencangnya tidak karuan.
“Gak nyaman gue, keberisikan” aku menunjuk ke telingaku, sambil tetap berjalan keluar, tanpa mempedulikan yang lain.

Tak beberapa lama kemudian aku berdiri di parkiran, bersandar ke mobil Stefan, sambil mencoba melihat ke media sosial, melihat pesan-pesan yang mungkin masuk. Tidak. Tidak ada yang masuk. Tidak ada apa-apa di sana. Kyoko sudah tidur, Ai juga, mungkin. Grup Hantaman sepi, ya iya lah. Stefan lagi asik flirting ke Rania dan Anin lagi asik chatting dengan Zee.

Bagas? Bagas ditinggal tentunya. Ditinggal sendirian. Dia pasti aman-aman saja di rumah yang kami sewa itu. Kalau ada maling atau rampok masuk, mungkin malah dimasak dan dimakan oleh Bagas. Ya, dia semengerikan itu, kita sudah tahu semua.

Dan aku kehabisan ide. Masa pulang, pesan ojek online? Ah, coba hubunganku dengan Arwen masih sebatas teman, dia bisa kuajak ngobrol ngalor ngidul. Sekarang rasanya enggan, karena selain hubungan kami yang sudah bukan teman lagi, kejadian kemarin juga menyisakan memori yang sungguh-sungguh tak enak. Pokoknya tidak.

Sialan.

--------------------------------------------

night_10.jpg

Setengah jam sudah aku berdiri, sambil membuka media sosial yang mungkin bisa menghiburku, tapi aku menghindari instagram. Bosan rasanya. Aku tidak ingin membuka instagram terlebih dahulu, untuk menghindari hal-hal tidak enak yang mungkin saja terjadi.

Aku masih bersandar dengan bosan di mobil Stefan. Saking tidak ada kerjaannya, menunggu orang-orang di dalam akhirnya ingin pulang, aku benar-benar melakukan sesuatu yang kurang kerjaan. Mulai dari iseng melihat profil Kyoko di facebook, lalu terus menerus sampai sekarang aku sudah tidak tahu lagi sedang melihat profil siapa. Entah temannya siapa, mutual friendnya juga tidak ada.

Benar-benar bosan.

“Mas ada korek?” suara itu mendadak mengagetkanku. Aku menengok ke arah suara datang. Rania. Dia tampak mengeluarkan rokok dari kotaknya, menunggu aku memberikan korek.

"Gue gak ngerokok" jawabku pelan.
"Oh?" bingungnya. "Bagus deh" lanjutnya sambil senyum, dan dia hanya memutar-mutarkan batang rokoknya di tangannya.

"Kok keluar?" tanyaku dengan bingung, karena tadi tampaknya dia menikmati obrolan dengan Stefan.
"Bosen" senyumnya dengan muka agak merah. Sepertinya kadar alkohol di darahnya cukup banyak, walaupun dia tidak terlihat kehilangan kesadaran sama sekali.
"Kok bisa bosen..."
"Lah Mas sendiri?"

"Sama bosen ahahahaha" tawaku sambil mengantongkan handphoneku ke celanaku.
"Garing musiknya, gue ga suka musik elektronik Mas..."
"Sukanya apa dong?"
"Kalian, misalnya"

"Makasih, ntar kalo punya CD nya gue tanda tanganin..." candaku sambil menarik punggungku dari badan mobil.

"Udah kok, lengkap, waktu rilis album kedua yang edisi Jepang, gue ikutan nonton juga" senyumnya.
"Wah, makasih dah nonton waktu itu, makasih bikin kita tambah kaya" aku mencoba bercanda untuk mencairkan suasana.
"Gue ngikutin Hantaman dari sejak kuliah, waktu itu kalian rajin manggung, tapi ga pernah ngeluar-ngeluarin album lagi...." lanjutnya.
"Oh..." dari keterangannya, tampaknya dia baru lulus kuliah, ya, memang terlihat lebih muda daripada kami, bahkan mungkin lebih muda dari Ai.

"Gara-gara gue ngikutin kalian banget, jadi tau kalo vokalis kalian tingkahnya kayak gitu"
"Hahahaha... Dia mah..."
"Makanya gue ladenin aja, pura-pura bego, tapi gak mau gue..... Gak suka cowok-cowok kayak gitu" sinisnya.

"Bagus, jangan sampe kenal sama cowok kayak gitu"
"Kalo kenal doang mah gapapa, kalo kemakan yang jangan sampe"
"Gue seneng sih pas kalian udah pada kawin, kerasa kalo kalian tuh maturing.... Tapi keliatan kalo orang yang di dalem itu susah maturenya ya?" tanya Rania soal Stefan.

"Ah dia sih.... Tapi ya itulah dia, baik buruknya, semua-semuanya, tapi di dalemnya, dia orang yang baik banget dan selalu ngebelain temen-temennya kok.... Walau kadang caranya salah"

"Kayak berantem sama DIMH?" tanyanya dengan muka ramah.
"Misalnya itu..."

"Tapi diantara kalian semua, mau tau gak siapa idola gue?"
"Siapa?"
"Kyoko"

"Eh?" aku kaget.

"Iya, hebat sih, berani ninggalin negara maju buat tinggal disini, apalagi nikah sama anak band, yang jadwal hidupnya aneh dan kadang hidupnya gak bener... Untung Mas Arya ga pernah digosipin apa-apa sama orang soal apapun" lanjutnya.

Aku menelan ludahku sendiri.

"Sempet ada obrolan waktu itu, komen-komen di kaskus atau entah apa lah, atau di akun-akun ig, beruntung banget ni cewek kawin sama Mas, udah mana penggemar ceweknya banyak, udah mana ga pernah kena gosip... Dan kayaknya anak kalian kalo ntar kalian punya anak bakal cantik atau cakep banget kali ya" tawanya dengan ringan, terdengar tanpa beban dan tak ada masalah, terutama di objek yang dibicarakan.

Dia tidak tahu tentunya soal Arwen. Gila kalau sampai terbongkar di muka umum. Bisa gila, orang-orang ini, orang-orang yang mencintai Hantaman tentunya bakal meninggalkan kami, akan berbalik menghujat kami, gara-gara ulahku.

"Eh mas, foto yuk BTW, gue mau bikin iri temen-temen gue nih" ajaknya dengan senyum.
"Boleh" aku membalas senyumannya dan dia dengan santainya menyalakan kamera depan handphonenya dan mengambil foto berdua denganku. Untung saja lampu di parkiran ini cukup terang, jadi muka kami berdua terlihat dengan jelas.

"Nah, edit dikit, ngetag orang yang bakal sirik, terus aplot deh.... Hahaha" tawanya dan akupun ikut tertawa. Secara otomatis aku membuka instagramku untuk melihat foto yang dia ambil.

Shit.

Aku kaget. Ada notifikasi direct message ternyata. Dari tadi aku menahan diri untuk tidak melihat instagram, karena aku sedang tidak ingin melihat hal-hal yang tidak ingin kulihat, yang biasanya datang dari You-Know-Who. Dan dengan terpaksa aku membukanya, karena sudah terlanjur membuka instagram.

Aku menahan nafas dan lantas melihat isi pesan itu.

Dan foto yang tertera di dm itu, membuatku tertegun dan menelan ludahku dalam-dalam. Kalau bisa aku menelan lidahku, mungkin akan kutelan juga.

Foto kami berdua. Sebuah foto selfie. Aku sedang tidur. Dia mencium pipiku dengan lembutnya. Foto ini pasti dia ambil sewaktu di Singapura. Keringat dinginku mengalir, terasa merayap di tubuhku. Aku membaca captionnya dan mendadak merinding.

"I really-really miss us. You’re the only one I had. Tell me where are you now…. I want to be with you..... Please…."

--------------------------------------------

BERSAMBUNG
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd