Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT MDT - REVIVAL - SEASON 2 (racebannon)

Sembah sujud sungkem hamba subessss.. dari 1 atau 2 tahun lalu, gak sempet dan gak dapet feel buat baca mdt 2, pengen baca eh udah ilang.. dan bulan2 lalu kangen om RB, liat2 profil nya ternyata lagi fakum dan akhirnya kembali lg, ngebuat feel buat baca mdt 2 dan setelah 3 harian sampai akhirnya di fase menunggu update....
Lancar terus RL dan Cerita nya om @racebannon
 
BAGAS FOR PRESIDENT! :pandaketawa:
Toni bagusnya gantiin jadi kuli panggul aja, gak sabar liat jadi dijadiin perkedel sama Bagas :marah:
 
well, setidaknya kita tahu bahwa ga cuman arya yang gape ngejazz sekaligus jadi gitaris bandrock, ada jibagas yang bisa dual perkusi mode on
 
SEASON 2 – PART 73

--------------------------------------------

9 Dec : Departed to Japan - Arrived at Night
10 Dec : -
11 Dec : Hantaman - F.A.D. Yokohama
12 Dec : -
13 Dec : Arya A Quartet - Body & Soul Yokohama
14 Dec : Hantaman - Yokohama BB Street
15 Dec : -
16 Dec : Hantaman - Unit Daikanyama Tokyo
17 Dec : Arya A Quartet - Cotton Club Marunouchi Tokyo
18 Dec : -
19 Dec : Hantaman - Shimokitazawa Garden Tokyo
20 Dec : Arya A Quartet - STB 139 Tokyo
21 Dec : -
22 Dec : Arya A Quartet - Tribeca Shinagawa Tokyo
23 Dec : Hantaman - Gravity Rock Bar Shinjuku Tokyo
24 Dec : -
25 Dec : -
26 Dec : -
27 Dec : Hantaman - WWW Shibuya Tokyo
28 Dec : Arya A Quartet - Jazz Spot Candy Chiba
29 Dec : Hantaman - ZX West Chiba
30 Dec : -
31 Dec : Departed to Jakarta – Arrived 1 Jan

--------------------------------------------

cotton10.jpg

“Ya!”
“Apa?”
“Ini Toni…”

Satu, baru kali ini aku menunggu orang, pas dia datang malah rasanya gak suka. Dua, baru kali ini rasanya ingin melempar orang pakai gitar, kecuali ke Karina. Dan yang ke tiga, baru kali ini juga, ada anggota band ku telat, tapi rasanya malah pingin mecat.

“Ah mas… Sori, saya…”
“Ntar”

Aku tidak mengindahkan dirinya yang mendadak merangsek ke panggung.

“Ketiduran semalem Mas, maaf…. Kita Check Sound sekarang gimana?”
“Udah Check Sound, baru aja….”
“Nah iya”

“Nanti ngobrolnya abis manggung” balasku. Dengan nada dingin.
“Terus Check Sound nya?”
“Gak usah, lo duduk manis aja nanti sampe beres” jawabku.

“Maksudnya?”

“Sorry Ton, maksudnya Arya, lo ga usah ngedrum lagi bareng kita…..” Arka membantu menjelaskan kepada Toni.

“Loh tapi…”
“Ya…”

“Iya, sampe beres nanti lo sama temen lo aja, Maaf ya, tapi gue gedeg banget dari semalem, lo gak ada kabar, apa itu yang namanya musisi profesional? Gue mutusin tadi kalo lo ga usah jadi part of my quartet lagi oke, santai-santai aja nanti sampe pulang ke Jakarta”

“Eh..” Toni kehilangan kata-katanya. Mukanya merah, gak jelas mau ngomong apa. Bagas sedang duduk di meja makan, tampak tenang, tak berkata apa-apa. Beberapa orang mungkin khawatir kalau Bagas mungkin akan berkata hal-hal sinis dan menyalahkan Toni. Tapi dia diam saja tuh. Mungkin untuk dia, urusannya dengan Toni sudah beres.

“Terus gimana tapi mas…” Toni entah kenapa memasang muka memelas. Aku tersenyum dengan ringan dan dingin.

“Gak ada terus… Sorry gue pecat lo sebelom showcase yang sekarang, tapi gue ga bisa terima kelakuan lo dari semalem”
“……….”

“Bagas yang gantiin elo, gak usah nanya lagi dia bisa apa enggak. Gue yakin bisa, thanks ya udah ngedrum-in gue sampe kemaren.. Gaji lo disini gak usah dipusingin, akomodasi lo diatur Shigeo semua kan sama kayak kita…”

Aku menyimpan gitarku ke stand dan turun dari panggung. Aku bisa merasakan kekesalan Toni di balik punggungku, tapi dia tentu tidak bisa berbuat apa-apa.

“Arya? Sori but can you tell me what happen?”

Oh iya, sampe lupa. Shigeo masih bingung dari tadi. Kalo boleh aku beri saran padanya, jangan sampai dia belajar bahasa indonesia dulu deh. Untung tadi dia gak dengerin semua rant dan keluhan kami, kalo dia sampe denger, mungkin dia udah lapor ke Kairi dan urusannya jadi panjang.

Setelah pause lama, aku langsung menjawab pertanyaan Shigeo.

“Toni won’t be playing with us anymore. Bagas will”
“Eh, but why?”
“Classic non-professional stuff, don’t be afraid. You’ve seen Bagas played Jazz, rite?” sambungku.
“Yes but…”
“No but… If you want to tell Kairi, tell her that Bagas will also play double role. One in Hantaman, one in my quartet. Thanks..”

“Okay”

Aku berjalan menuju smoking area dan mendekati Stefan.

“Gimana?”
“Asik juga mecat orang” senyumku sinis sambil berbisik ke Stefan. Aku masih melihat Toni tampak bingung sambil mencoba bicara dengan Arka atau Jacob. Sudah lah, sudah beres sekarang. Mungkin ini alasan kenapa Bagas gak suka sama Toni, masuk di akal. Nanti coba malam kita tanya ke Bagas, alasan lengkapnya.

Oke? Oke dong.

--------------------------------------------


Bangsat.

Baru kali ini aku main Giant Step seenak ini. Intro Bagas bagus banget. Dengan muka datarnya dia berhasil memainkan ketukan yang benar-benar nikmat.

Orang ini main Jazz? This is even better than Toni, atau beberapa drummer Jazz senior yang ada di Indonesia sekalipun. Kenapa kita tidak pernah tahu?

Lagu ini adalah mahakarya dari John Coltrane, sang nabi Jazz. Aku hanyut dalam ketukan Bagas. Mana itu gagah nya Hantaman? Ilang semua. Yang ada hanya ketukan-ketukan lembut yang mengayun, membuatku semakin nyaman ber-improvisasi. Aku bisa melihat para penonton seperti terbius dalam permainan kami berempat.

Jacob tampak menutup matanya sambil menikmati buah perkawinannya dengan Bagas di panggung.

Kami berempat begitu nyaman. Kenapa gak dari dulu aja bareng Bagas? Emang edan ini orang. Bunglon banget cara main drumnya. Kupikir dia pasti juga jago main kendang dangdut ataupun rebana. Jangankan begitu, kasih kaleng kosong aja pasti bisa ikutan main di band metal yang paling keras sekalipun atau di band pop yang paling cengeng sekalipun.

Arka tertawa tanpa suara.

Dia sengaja tidak memberi aba-aba apapun kepadaku, karena dia tahu aku sedang menikmati improvisasi yang panjang ini. Dia membiarkanku untuk bermain-main sendiri, di tengah iringan mereka bertiga.

“Kenapa gak dari kemareeeen” Arka bersuara di tengah keramaian yang kami buat. Aku hanya bisa tertawa sambil tetap menyuruh jari-jariku menari di atas fret gitar sebisaku, semampuku dan segilaku.

“Gue tutup ya!” teriakku sambil tersenyum lebar. Jacob membuka matanya dan dia ikut tertawa tanpa suara melihat aku dan Arka begitu menikmati permainan kami malam ini. Kami semua tampak riang dan ceria, bermain dengan gembira, kecuali Bagas.

Bagas tetap dengan muka statisnya di balik drumset, menjaga kami semua. Tatapannya lurus entah kemana, tangannya bergerak lincah dan dengan konstan memainkan pukulan-pukulan yang nakal dan menggelitik.

Habis ini, kami akan meminta dia untuk menjadi anggota tetap quartetku.

Tunggu aja, Gas.

--------------------------------------------

21192a10.jpg

“Wah seneng banget gue!” aku teriak kecil di tengah cuaca malam yang begitu dingin. Kami semua berjalan kaki, mencari angin setelah showcase beres, dan kami sudah diantarkan balik ke penginapan kami.

Aku, Arka, Jacob, Stefan dan Bagas sedang berjalan menyusuri jalan yang sepi. Kami mencari taman yang kosong untuk sekedar ngobrol-ngobrol dan menemani Stefan merokok di luar, sambil cari udara segar.

“Disana aja tuh” tunjuk Arka ke sebuah taman yang sepi. Disana ada seorang bapak-bapak tua yang mukanya merah banget, lagi main handphone sambil merokok. Dia memakai setelan jas lengkap. Sepertinya dia salaryman stress yang baru pulang.

“Kasian bet ni aki-aki” komentar Stefan, sambil mulai duduk tak jauh dari asbak umum. Dia langsung membakar rokoknya dan menghisapnya dalam dalam. Masing-masing dari kami memakan dan meminum perbekalan kami yang baru saja dibeli dari minimarket.

“Tumben ni orang mau ikut” Jacob menunjuk dengan dagunya ke arah Bagas.
“Kebetulan, mau cari makan, ketemu kalian”
“Hmm…”

Kami semua tidak berkomentar lebih jauh lagi. Kami hanya ingin merayakan sedikit kelegaan malam ini. Aku menghirup kopi panas yang rasanya terasa lebih nikmat malam ini. Entah kenapa. Mungkin karena ganjalan soal Toni sudah hilang.

Anak itu katanya kembali ke Yokohama dengan bingung. Sudah lah, sudah dipecat juga, ngapain dipikirin lagi, ya kan? Sekarang kita sudah punya drummer baru, Bagas namanya. Gak usah jauh-jauh cari drummer jago ternyata.

“BTW Gas, mau kan abis….”
“Gak” jawabnya pelan.
“Eh?”

“Gak mau” jawabnya pelan, menjawab pertanyaanku.
“Emang lo tau gue mau nanya apa?” bingungku.

“Mau nawarin jadi drummer lo seterusnya, gak mau. Di Jepang aja” jawabnya dengan pelan, muka dingin, tanpa ekspresi. Kami juga bingung kenapa dia jawabnya sepanjang ini. Gak terdengar seperti Bagas.

“Kenapa gak mau?” bingung Jacob. Dia tampaknya kecewa, mendengar jawaban Bagas.
“…” Bagas hanya diam sambil menatap ke arah orang tua mabuk yang duduk tak jauh dari kami itu.

Bagas malah berlalu, mengeluarkan kaleng minuman dari kantong plastiknya, dan memberikan minuman hangat ke bapak-bapak itu. Bapak-bapak itu tampak bingung tapi dia menerimanya juga dan mulai minum tanpa aba-aba. Dalam sekejap Bagas sudah kembali bersama kami lagi.

“Gak usah ditanya alasannya apa kali ya, haha” aku berusaha tersenyum, sambil melirik ke arah Jacob yang mengangkat bahunya.

“Lumayan padahal, nambah penghasilan” Stefan bersuara sambil merokok dengan nyamannya.
“Gak”

“Yaudah” balas Stefan.
“Wa gue gak ada yang di bales sama Toni ngomong-ngomong” Arka mengalihkan tema pembicaraan.

“Ngambek kali” tawa Stefan.
“Harusnya mah gue yang ngambek ahahahaha” tawaku, sambil mendengarkan pria tua yang mabuk tadi bersenandung lagu tak jelas. Dia masih memainkan handphonenya.

“Gue masih heran kenapa lo dari awal bisa ngeliat kalo orang itu gak bener, Gas… Penasaran gue.. Lo mau ngasih tau gak? Kalo gak juga gapapa sih” sambung Stefan sambil membakar sebatang lagi. Cepet amat habisnya rokoknya. Kok bisa sih orang ngerokok cepet-cepet gitu.

“Kalian semua buta kalau gak ada yang tahu” jawab Bagas dingin. Kami semua menelan ludah. Ya maaf Gas, kita bukan superhuman kayak elo.

“Ya anggaplah kita semua buta” sambungku. Aku bersandar sambil menatap langit Tokyo yang bersih.

“Dia suka sama Ai”
“Kita semua tau” balas Arka.
“Dia semangat gabung gara-gara Ai… Dan dia jadi gak semangat karena Ai mau nikah” jawab Bagas.

“Oh ya? Tau dari mana elo?”
“Gue denger sendiri dia telpon temennya”

“Ah…” aku lantas duduk tegak. Aku masih ingat adegan dimana Bagas bilang kalau dia tidak suka kepada Toni di Studioku, beberapa waktu yang lalu, waktu kami masih mencoba membentuk quartet Jazz-ku, working group-ku. Jadi itu yang Bagas dengar. Sepertinya waktu Toni ketinggalan stick drumnya dan mengambilnya sendiri ke studio, Bagas tak sengaja mendengar percakapan Toni dengan temannya, sepertinya. Pasti obrolan di handphone.

“Kenapa lo gak bilang dari awal?” bingung Stefan.
“Kan sudah”

“Sudah-sudah gimana, lo Cuma bilang gak suka… terus….”

“Fan” aku menegur Stefan. “Udah, yang penting kita semua tau kalo tu anak gak profesional. Masa begitu sih alasannya males main musik…. Kalau itu kejadian sama gue misal, mungkin gue males main musik lagi abis putus ama Karina… Ya gak?” senyumku.

“Cie jadi inget Karina nih” ledek Stefan.
“Bangsat”
“Ya, udah mau punya anak, jauh dari bini, yang lo inget Karina, sakit lo” tawa Arka.
“Bangsat”

“CLBK kali kalo ntar ketemu lagi” Jacob ikut ikutan meledek. Bagas hanya diam saja.

“Bukan gitu bangsat”

“Ah, emang lo mah pikiran isinya cewek mulu, gak jauh beda ama gue” tawa Stefan. “Nice to know”
“Tapi gue gak salah langkah sampe bikin ada orang kayak Chiaki segala” balasku.
“Mulai kesana ya, mau ya nih gue cerita” senyum Stefan dengan seramnya.

Sialan. Awas aja kalau habis ini bawa-bawa Arwen.

“Kok jadi diem Ya?” usil Arka.
“Apa ada sesuatu yang kita gak tau?” tawa Jacob.

“Gak, gak ada” kesalku.
“Hahahaha jadi salting doi” ledek Arka sambil menunjuk ke arahku.

“Move on, ngomongin yang lain deh”
“Lagian lo pake bawa bahasan Karina segala Ya…”
“Ya kan gue ngasih contoh yang salah”

“Hahaha, mati lo Ya” tawa Stefan. Aku Cuma bisa tertawa kering. Tapi setidaknya, malam ini aku tahu, mana orang yang profesional atau tidak. Mana yang main musik karena benar-benar ingin main musik atau punya modus lain.

Yang pasti, sekarang tur Jepangku terlihat makin cerah. Kita lihat kelanjutannya, karena aku jadi makin tak sabar untuk pulang ke Indonesia, untuk bertemu Kyoko dan menunggu kelahiran anakku.

Sebentar lagi.

--------------------------------------------

BERSAMBUNG
 
Bagas jadi kayak deux ex machina yah wkwk akan ada penjelasannya ga nih suhu RB tentang kenapa bagas bisa main jazz?
 
jadi ini ya alasan di cerita okasan,arya quartet ga lanjut,karna bagas ga mau join..
btw,kangen neng kyoko deh..
thanks updatenya suhu..
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd