Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT MDT - REVIVAL - SEASON 2 (racebannon)

Bimabet
Seru,,
Sudah saya duga
Bagas Jos
:jempol:

Siapakah drummer jazz aya berikut nya?
Atau malah bubar?
:pandajahat:
 
Terima kasih updatenya suhu :beer:

Kemarin jadi baca baca cerita suhu yang lain, itu yang side story anggia lucky bastard akan dilanjutin ga hu? Nanggung gitu selesainya hahaha
 
SEASON 2 – PART 75

--------------------------------------------

glenea10.jpg

“Woi”
“Hm?”

Aku terbangun. Rasanya dingin sekali di kamar rumah sakit ini. Sudah beberapa bulan berlalu, sejak kepulanganku ke Jakarta, sehabis tur musim dingin yang menyita waktu dan tenagaku itu.

“Eh, makasih”
“Siapa tau lo haus, gue ga liat ada botol air minum di mari dari tadi” Stefan celingukan di kamar ini, di Rumah Sakit Ibu Anak yang ada di bilangan Jakarta Selatan ini.

“Ada sih di lemari es, cuman makasih” senyumku, menahan kantuk yang menjadi. Aku melirik ke arah tempat tidur, melihat istriku yang sedang tertidur dengan perut besarnya. “Sini duduk” aku beringsut di sofa itu, memberi tempat untuk Stefan. Dia setuju untuk ikut duduk di sampingku.

“Harusnya hari ini ya?”
“Iya, tapi belum ada tanda apa-apa” jawabku.
“Gak mau caesar aja lo?”

“Kalo gue sih gapapa, tapi Kyoko gak mau” aku nyengir aneh karena rasanya masih ngantuk banget. Jam berapa sekarang? Oh. Jam 12 malam. Kok bisa Stefan nyelonong masuk sini? Mana bau rokok banget lagi. Sial.

“Daripada ribet mending caesar aja kalo gue sih” balas Stefan.
“Sono aja lo bilangin ke emaknya….”
“Udah kontraksi kan tapi?”

“Udah lah, kalo belom kontraksi mana mungkin gue ama dia ada disini…. Benernya masih kontraksi pertama atau fase awal sih…. Cuman nyokap udah panik aja suruh gue buru-buru ke sini…. Kata dokter harusnya malem tadi, cuman ga tau kenapa ga kontraksi lagi. Kata dokter wajar, antisipasi kalo mau lahir normal paling besok pagi atau siang” jawabku panjang.

“Wow lengkap”
“Ya iya lah, namanya juga bapak yang baik” senyumku dengan mata yang masih sipit. Mirip-mirip Stefan lah sipitnya.

“Udah punya nama belom sih lo benernya? Kalo cowok apa, kalo cewek apa?” tanya Stefan.
“Emaknya yang udah milih nama. Lagian kita udah tau anaknya cowok atau cewek kok….”
“Kirain jadi bencong” canda Stefan dengan tak sopannya.
“Bangsat sembarangan…”
“Masa mau jadi bapak ngomongnya kasar gitu nyet” tawa sang vokalis.

“Lo yang mancing-mancing”
“Hahahaha, jadi cewek apa cowok?”
“Cewek”

“Wah, mau dinamain apa?” tanya Stefan penasaran.
“Udah dibilangin emaknya yang milih nama, biar ntar lo denger aja kalo udah lahir”
“Siapa namanya? Karina? Kanaya? Arwen?”

“Eh bangke lo ya”

“Nnn…”

Mendadak aku dan Stefan diam. Kami melirik ke arah Kyoko. Oh, kami pikir dia bangun. Ternyata tidak.

“Bahaya yak kalo dia bangun” bisik Stefan dengan seringai khasnya yang ngeselin.
“Gak juga ah” ya tentunya gak juga, kan dia tahu semua cerita soal masa laluku. Kejujuran kan hal yang paling penting.

“Bahaya ntar dia penasaran kenapa gue sebut nama Arwen di rangkaian nama itu”
“Oiya sialan” aku menatap Stefan dengan tatapan sinis.

Dia tertawa tanpa suara. Aku hanya menggelengkan kepalaku saja sambil menatap ke arah Kyoko. Dia terlihat begitu tenang disana. Wajahnya belum apa-apa sudah memancarkan aura keibuan yang kuat. Aku sangat yakin kalau dia akan menjadi ibu yang sangat baik dan luar biasa.

Kyoko Kaede.

Dia menyukai anak-anak. Dia juga istri yang luar biasa. Supportive, hampir tidak pernah mengeluh, tidak pernah cerewet kepadaku, juga selalu memperhatikan ibu dan adikku dengan baik. Yamato Nadeshiko, kalau kata orang Jepang. Wanita Jepang yang ideal, itu artinya.

Konsep Yamato Nadeshiko menggambarkan seorang istri dan ibu yang setia, penuh dengan hormat, feminin, jujur, rendah hati dan rela berkorban. Katanya sih, di jaman modern ini, sudah sedikit perempuan Jepang yang seperti itu. Tapi Kyoko, tanpa diminta dan dibuat-buat, sudah berkarakter seperti itu.

Aku pernah mendengar soal masa lalunya. Bagaimana dia harus kehilangan banyak orang yang dia sayangi dalam usia muda.

Keluguan dan ketegarannya melatih pribadinya menjadi sangat kuat dan sangat lurus. Sampai saat ini aku belum pernah menemukan cela dirinya. Andaikan ada, dia dengan hebat bisa menutupinya dan menunjukkan kekuatannya ke semua orang.

Mendadak teringat dosa lamaku dengan Arwen.

Hal yang tak perlu terjadi. Hal yang harus kusimpan rapat-rapat dari Kyoko. Hal yang tidak termaafkan. Hal itu sudah merusak hubunganku dengan adikku. Ai, yang bisa dibilang tadinya sangat dekat denganku. Masih teringat masa-masa kami sering disangka sahabat atau pacaran, karena kami terlihat sangat akrab dan dekat, tanpa kecanggungan biasa khas kakak adik pada umumnya.

Sekarang, hubungan kami jadi kaku. Sejenak aku berharap kelahiran anakku dan pernikahannya bisa memperbaiki hubungan kami berdua. Berdosa saja. Karena usahaku berkali-kali untuk bersikap wajar dan bersahabat pada Ai, ditolak mentah-mentah.

Aku bahkan masih ingat kata-kata tajamnya saat ia mengabari soal niat pernikahannya dengan Zul. Pernikahan yang akan berlangsung beberapa bulan lagi itu. Dia bahkan tidak mengizinkanku untuk membantu pernikahannya. Aku hanya tahu beres saja, dan siap-siap jadi wali nikah. Sisanya urusan Zul, Ai, dan bahkan Kyoko juga ikut repot membantunya.

Hanya aku yang tidak bisa membantu Ai. Padahal dari dulu, kami suka bercanda soal ini. Bercanda soal pernikahan dia. Bercanda soal role dan apa saja yang bisa aku bantu di pernikahannya. Sekarang nihil. Tahu beres. Aku merasa seperti orang asing.

“Fan, lo balik kapan?” aku mencoba mengalihkan pembicaraan di dalam otakku dengan mengajak Stefan bicara lagi.

Hening. Aku melirik ke arah Stefanus Giri Darmawan. Haha. Dia melipat tangannya, dan duduk dengan tenangnya di sampingku. Kepalanya terkulai ke arah kanan. Dia tidur dengan tololnya. Aku bisa jamin besok pagi kalau dia bangun, lehernya pasti sakit.

Stefan. Aku suka geli sendiri membayangkan hubungannya dengan Valentine. Mereka berdua terlihat begitu serasi. Kemana-mana sekarang sering berdua, walau kalau disebut pacaran, Stefan pasti ngambek. Tapi nyatanya, Stefan sudah tidak pernah mendekati perempuan jenis apapun di tempat minum atau sehabis manggung. Sejenak, pendeta dewa kontol ini terlihat lurus, kecuali untuk urusan minum dan *****.

Oh iya, jadi ingat Zee dan Anin. Zee sudah pindah ke Indonesia, dan mulai kerja sana sini, menjadi videografer maupun fotografer freelance. Link dari kami ataupun Rendy sudah cukup untuk membuatnya sibuk dan menghasilkan dengan mudah. Belum ada tanda-tanda kehamilan dari Zee tapi. Mungkin mereka akan menyusul.

Soal Bagas, seperti yang kalian tahu, dia menolak untuk menjadi drummer quartet Jazz ku. Dan jangan tertawa, kami belum manggung lagi semenjak pulang dari Jepang. Lagi-lagi balik ke development hell karena kami sulit mencari drummer.

Toni entah kemana, kalau Arka bilang, dia sedang sibuk mengurus karirnya sendiri. Good for him. Aku masih belum lupa hening yang lama ketika kami ada di atas pesawat beramai-ramai. Suasana rusak ketika pulang karena dia sempet ngilang di Jepang sana, dengan tidak profesional sama sekali.

Tapi tak apa, aku sedang berusaha mencari drummer yang cocok. Begitu dapat yang cocok… maka kami akan…

“Aya…”
“Ya sayang?” dengan gerakan sigap dan cepat tapi lemah dan lunglai, aku bangkit. Aku berjalan dengan cepat ke arah istriku. “Kenapa?”

Aku mengusap rambutnya. Mukanya terlihat seperti tak nyaman. “Kenapa sayang? Gak enak? Mau dipanggilin suster? Mau minum? Atau laper? Mau dibeliin apa?”

“Ano….”
“Kenapa kamu…”
“Nurete… Iru…..”
“Hah, kenapa?” sial, kenapa aku jadi ****** gini sih Bahasa Jepangnya.

“Basah, Aya….” Kyoko melirik ke arah area kewanitaannya yang tertutup oleh perut besarnya.
“Hah!”

Air ketubannya sepertinya pecah. Dengan panik aku merangsek keluar, mencari suster untuk memberitahu kondisi ini.

“Suster!” aku keluar dan melirik ke sana kemari. Ada seorang suster yang berjalan dengan cepat.

“Air ketubannya, kayaknya pecah Suster…” ucapku dengan panik.
“Sebentar pak ya, kami kontak dokternya”

“Baik”
“Sekarang men?”
“Eh!”

Aku kaget karena Stefan ada di belakangku. Dia sepertinya bangun karena ini semua. Aku mengangguk saja. Kantukku hilang. Semangatku muncul. Aku jadi makin tak sabar menunggu kelahiran buah hatiku dan Kyoko. Aku balik badan dan menatap istriku yang meringis. Mata kami berdua beradu.

Sejenak, dia tersenyum di tengah perasaan mual mulas dan entah apalagi yang ia rasakan disana. Aku tersenyum balik.

Baiklah, dini hari ini kami berdua akan berjuang bersama, tunggu kami, anakku. Sebentar lagi, kamu akan lahir ke dunia!!

--------------------------------------------

Bayi itu sedang telungkup di badan ibunya. Ibunya tampak bahagia. Wajah senyum Kyoko tak hilang-hilang dari pagi tadi.

Ini sudah ketiga kalinya dia menyusui anak ini sedari kelahirannya subuh, hari ini. Rasanya semua kantuk dan lelah semalam hilang, karena suara tangis sang bayi dan kegembiraan kami berdua. Anak pertamaku. Anak perempuan. Cantik sekali dia. Entah kenapa dia terlihat begitu mirip dengan foto Ai ketika masih bayi.

Aku tersenyum sendiri. Tak henti-hentinya aku tersenyum sepertinya.

“Mas” suara Ai. Dia melongok ke dalam ruangan. “Pada mau masuk, liat Haruko”
“Oh, bentar, lagi disusuin ibunya…”

Aku tersenyum kepada Ai. Dia tidak membalas senyumku. Dia menutup pintu lagi. Sepertinya teman-temanku sudah pada datang, kecuali Stefan. Dia pulang setelah anakku lahir, dan dia teman pertamaku yang menyaksikan anakku hadir kedunia. Ibuku juga sudah pulang, baru saja. Sedari subuh beliau datang ditemani oleh Ai, membantu proses persalinan normal yang dijalani oleh Kyoko.

“Sudah beres, Aya” senyum Kyoko sambil membenarkan posisi bajunya sehabis menyusui Haruko. Aku mengangguk, dan kemudian membuka pintu kamar untuk mempersilahkan teman-temanku masuk.

“Selamaaaat!!!” Anin tampak bahagia dan menabrakku kencang-kencang.
“Woi!”
“Lebay yak emang Bang orang ini” tawa Sena yang ada dibelakangnya. Zee Cuma menggelengkan kepalanya. Istrinya Anin, si Melayu – Arab Singaporean yang masih menolak untuk jadi WNI itu Cuma bicara pelan saja. “Congrats to both of you”

“Lo gak bilang apa-apa ke dia Sen?”
“Selamat yak kalian berdua!! Cuman gue mau nyalamin susah, Bang Anin gede bet badan sumpah, ngalangin….” Tawa Sena sambil mencoba mencari celah menyalamiku.

“Eh kalo lo pada bau rokok gini jangan salam-salamin Kyoko atau pegang-pegang anak gue ya” kesalku.
“Gapapa yang penting kan udah ngasih selamat”
“Sesek gila”

Anin masih memelukku, dan rasanya seperti sedang diserang oleh kungfu peremuk tulang. Aku tertawa-tawa sambil melihat rombongan sirkus lainnya mulai masuk, datang ke dalam kamar ini.

“Weh si Arya boga budakkk” Kang Bimo menyalamiku. Kang Wira nyelonong gitu aja. Arka dan Jacob mencoba untuk meraih tanganku setelah Kang Bimo, tapi aku masih terjebak oleh Anin yang luar biasa besarnya ini. Ramai sekali yang datang, haha.

“Pada bau rokok semua ini gimana sih?”
“Ahahaha” Kyoko hanya tertawa saja sambil memeluk anakku yang manis. “Haruko, Jii-san to Baa-san ga takusan imasuyo…. Tanoshii desune…..” bisik Kyoko pelan, dengan nada yang lembut.

Aku melihat Ai di sudut mataku. Dia ikut masuk dengan keceriaan seperti biasa, berusaha untuk terlihat normal di depan semua orang. Agak sulit sepertinya menjadi dirinya, karena dia masih saja canggung kalau sedang bersama denganku. Wajar, kita semua sudah tahu sejarahnya.

Satu persatu temanku memberi selamat, dan satu persatu juga mereka melihat kelucuan bayi ini.

“Haruko…. Apa artinya ya?” tanya Jacob sambil melihat ke papan nama di bed-nya Kyoko.
“Anak musim semi” jawabku sambil duduk di sofa, setelah lepas dari pelukan Anin yang luar biasa sesak-nya. Hampir semuanya ada disini, kecuali Bagas.

“Iya ya, sekarang di Jepang musim semi” balas Jacob. Dia menatap ke arah bayi yang menggemaskan itu. Dia tidak menangis sekarang. Dia tampak cukup tenang ada di kerumunan orang banyak.

“Haruko naon Ya?” tanya Kang Bimo yang bersender di dinding, bersebelahan dengan Kang Wira. Mereka bagaikan Batman dan Robin absurd disini.
“Haruko Aya Rahmania” jawabku dengan tegas. “Aya itu dari nama saya Kang, kalo Kyoko kan gak bisa nyebut Arya, malah jadi Aya….. Nah itu nama dipake buat nama tengah anak, kebetulan kedengerannya feminin”

“Kalo Rahmania?”
“Itu nama ibu kita” balas Ai. Dia duduk di bed, di sebelah Kyoko, sambil bersandar ringan ke istriku, dia menatap sang bayi dengan tatapan muka gemas. Haruko tampak seperti campuran Kyoko dan Ai. Pasti dia akan tumbuh secara menggemaskan.

“CURANG!” aku mendengar suara yang tak asing, ada di pintu.
“Eh, baru dateng dia”

Empat orang masuk secara bersamaan. Kedatangan mereka merubah suasana yang tadinya ceria jadi tambah ceria. Dua pasang suami istri, dan salah satu dari mereka perutnya pun besar. Seharusnya sebentar lagi dia menyusul.

“Lo berdua curang, kok lahir duluan sih, ga adil!” kesal Anggia, yang tentunya sudah lama tidak berjumpa dengan kami.

“Hamil-hamil geulis pisan kitu euy” bisik Kang Bimo ke Kang Wira. Kang Wira menganggukkan kepalanya sambil memperhatikan Anggia dari atas sampai bawah. Anggia dan Rendy, suaminya tidak melihat gesture tersebut dari dua manusia absurd itu. Aku hanya bisa tertawa pelan dalam hati melihat tingkah mereka semua.

“Asik adiknya Alika hadir!!!” Dian dan suaminya, yang juga datang bersama mereka tampak sumringah menyambut anggota keluarga baru.
“Ah, kalian”

Mendadak kamar bayi ini jadi ramai sekali. Kyoko tampak senang, dia meladeni obrolan temanku satu persatu. Aku duduk di sofa, sambil memandangi pemandangan yang jarang ini.

“Terus Haruko kapan ke Jepang Ya?” tanya Jacob sambil mengambil foto Kyoko dan anak kami.
“Ntar kalo udah lima tahun, pas sekalian Kyoko udah jadi WNI nanti” jawabku sambil meregangkan badanku.

“Mlekum” mendadak suara yang familiar terdengar.
“Stefan?”
“Ngapain kesini lagi lo?” tanyaku bingung. Dia kan sudah dari sini tadi, ngapain dateng lagi.

“Dia pengen liat bayinya…. Pas kan sekarang jam besuk” Stefan menunjuk ke arah perempuan yang datang bersamanya.

“Cieeeee” ledek seluruh isi ruangan.
“Bangke” jawabnya kesal.

“Hi Guys” tawa Valentine mendengar ledekan kami semua. “Selamat ya Kyoko dan Arya.. Ngomong-ngomong, Stefan gak bau rokok lho, gue ga bolehin dia ngerokok dari pagi, soalnya tadi dia bilang pengen ngegendong bayi lo”

“Thanks Tine” balasku. Kyoko tampak kewalahan meladeni obrolan semua orang disini. Dia hanya bisa senyum senyum sendiri sambil tetap menggendong Haruko.

“Wah….” Kang Bimo menggaruk-garuk kepalanya. “Si Stefan naha jadi alim kieu nya”
“Iya Kang, dia takluk sama Valentine” ledek Anin sambil menjulurkan lidahnya ke arah Stefan.

“Zee, lo ga malu punya laki norak kayak gitu?” balas Stefan sambil berjalan mendekat ke arah kerumunan.
“Valentine, lo ga malu pacaran sama monyet kayak gitu?” Anin ikut membalas.
“Lo yang monyet”
“Elo”
“Elo”

“Hahaha gue ga pacaran kali ama dia” tawa Valentine renyah.

“Lha ini ibu hamil gede ngapain kesini juga? Mau langsung ngelahirin sekarang?” Ledek Stefan ke Anggia.
“Kok gue ikutan kena sih?”
“Soalnya lo udah kayak mau brojol sekarang”
“Bodo amat”

“Permisi….” Mendadak seorang suster masuk ke dalam. “Jam besuk nya udah mau abis…. Haruko-nya mau dipindah ke bangsal bayi dulu yaa…. Biar ibu-nya bisa istirahat”

“Oh iya… Eh maaf ya sus, temen-temen saya norak, pasti berisik banget di luar” candaku.
“Hahaha enggak kok Pak…”

“Sok ramah banget lo, mau modus ya bangke” ledek Stefan kepadaku.
“Apa sih… Udah buru, katanya mau gendong Haruko”
“Sini” Stefan mendekat ke arah Kyoko.

“Dih ngapain sih…. Norak amat….” Ai menatap sinis kepada Stefan. Sudah lama juga dia tidak meledek Stefan.
“Oh, Stefan punya cewek terus adek lo jadi sinis gitu ke dia Ya” canda Anggia.
“Bodo” balas Stefan.

Stefan menjulurkan tangannya ke Kyoko. Kyoko dengan penuh kepercayaan mengalihkan Haruko ke Stefan. Aku tersenyum miris, mengingat kenyataan kondisi kesehatan Stefan yang membuatnya bakal sulit memiliki anak.

“Gak bahaya tuh, ntar anak lo jadi kafir, ketularan Stefan” ledek Anin.
“Berisik” Stefan menggendong Haruko, dengan wajah yang syahdu. Jarang-jarang Stefan ber-ekspresi seperti itu. Aku mendadak memiliki ide.

“Ini harus diabadiin” aku mengeluarkan handphoneku dan mencoba mengambil gambar Stefan.
“Gak sekalian minta difotoin semua aja Ya? Minta tolong sama suster” tegur suaminya Dian.

“Oh iya….. Boleh ya minta tolong?”
“Boleh Pak…” Sang Suster menerima handphoneku dan dia bersiap-siap. Kami semua pun bersiap-siap. Beberapa orang mengambil pose konyol. Aku duduk di pinggir Kyoko. Istriku diapit olehku dan Ai. Stefan berdiri disampingku sambil menggendong Haruko.

“Oke ya… Satu… Dua…. Ti….”
“Tit” potong Kang Bimo.

“WOI”

Kami semua lantas tertawa.

Pemandangan seperti ini, mungkin akan lebih sering terlihat. Aku tak sabar untuk semuanya. Aku tak sabar menunggu anak-anak dari teman-temanku. Dari Anggia dan Rendy, Dari Anin dan Zee, dari semuanya. Suasana hangat ini kuharap akan bertahan lama terus-terusan, sampai kami tua nanti. Semuanya lengkap disini, kecuali Bagas. Tak usah ditanya dia dimana, tidak ada yang berani bertanya, tapi dia tetap salah satu bagian penting bagi kami.

Matahari terbit kembali dari timur. Pertama ketika aku bertemu dengan Kyoko di Jepang. Dia sempat tenggelam karena ulahku sendiri. Dan sekarang, dia terbit lewat sosok Haruko Aya Rahmania, si anak musim semi.

Dan perjalanan kami, pasti akan terasa lebih ramai dan hangat.

Ada hal yang telah rusak, ada hal yang telah hilang, tapi kali ini, matahari mungkin tidak akan pernah terbenam. Karena sudah ada Haruko, sang Matahari Dari Timur.

--------------------------------------------

TAMAT

bakso_10.jpg
 
Bacanya pelan2 banget ke bawah,takut ada tulisan sesuatu,eh beneran ternyata tamat..
Fiuhhh..selamat datang haruko..
Ga jadi ada adegan nikahnya ai berarti ya?ato lanjut ke mdt 3?hihi..
Terimakasih om rb untuk karyanya,sehat selalu..
 
:beer: selamat atas tamatnya MDT2 suhu RB. :((sedih akhirnya tamat juga.
ditunggu kelanjutannya :semangat::mantap:
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd