Agen Terpercaya   Advertise
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Mentari diatas Samudera

Ndha_Scence

Semprot Baru
Daftar
17 Jun 2012
Post
29
Like diterima
33
Bimabet
Permisi suhu-suhu, mastah, agan-agan, sist disini, ane sebagai nubi di bawah nubi hendak memposting sebuah cerbung :ampun: sebenarnya, ini adalah cerita kolaborasi 1st pov dengan seorang temen cewek..yaah partner nulis ane lah. moga-moga, cerita yang masih acak-acakan ini mampu untuk menghibur atau setidaknya meramaikan khasanah dunia tulis menulis di forum ini. Seperti biasanya, cerita ini hanya fiktif belaka, Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah murni kebetulan dan tidak ada unsur kesengajaan. Juga tak bermaksud menyinggung sara, ras, atau siapapun dalam cerita ini.
Kritik dan saran yang membangun tentunya diterima dengan tangan terbuka. Well, untuk mengembangkan cerita ini menjadi lebih baik. :Peace:

shall, we begin? :cool:
 
Terakhir diubah:
Mentari diatas Samudera



=PROLOGUE=


Semburat cahaya pagi menerpa hamparan langit kala itu. Rasanya aku selalu ingin mendengar kicauan hewan bersayap yang bersenandung diantara rerantingan pohon yang masih basah itu. Jika kalian bertanya siapa aku, Aku hanyalah lelaki biasa yang saat ini duduk diantara kebisuan dengan secangkir teh hangat yang kugenggam. Tapi mungkin kalian..bahkan aku sendiri takkan menduga, bahwa kala itu di pagi yang sama terdapat sebuah hal besar yang mengubah hidupku. Aku tersenyum mengingat-ingat pertemuan kami. Pertemuan yang sebenarnya sedikit menyedihkan untuk dilihat. Hidup seorang lelaki desa yang bermimpi untuk meraih mentari pagi yang bersinar diantara langit. Mungkin terdengar klise. Namun saat itu, aku yang masih lugu mengira-ngira apakah ini akan menjadi romansa yang indah, atau sebuah drama tragis yang memilukan? Jadi mari duduklah dan dengarkan kisah ini sejenak. Ini akan menjadi sebuah perjalanan panjang yang menghangatkan.

The Main Character


Nama :
Samudera Dwi Cahyo Purnomo

Umur :
17 tahun

Kelas : 2 SMA

Jenis Kelamin :
Laki-Laki

Bintang : Aquarius

Berat/Tinggi :
175 cm/57 kg

Hobby : Membaca buku berat seperti ensiklopedi, membaca komik dan novel terjemahan

Deskripsi : Seorang murid pindahan dari kota Solo. Penampilannya seperti seorang kutu buku. Anak tertua dari 3 bersaudara. Pemilik darah campuran manado-solo ini adalah pemuda yang cukup gugup dan canggung dalam menangani situasi. Sedikit pemalu, namun diketahui Ia mengagumi sang bunga sekolah, ketua klub Seni, Kintari Cinta Mentari.​



Nama : Kintari Cinta Mentari

Umur :
17 tahun

Kelas : 3 SMA

Jenis Kelamin :
Perempuan

Bintang : Libra

Berat/Tinggi :
170 cm/48 kg

Hobby : Membaca, terlibat dalam organisasi, bermain peran.

Deskripsi : Seorang gadis dengan kecintaannya pada ‘sandiwara’, mengantarkannya menjadi ketua klub seni di sekolahnya. Ditunjang dengan keindahan wajah dan paras yang begitu menarik membuatnya menjadi bunga yang di gemari seaentero sekolah. Berkepribadian ceria namun misterius membuat Devan dan Sam harus berjuang mendapatkannya. Memiliki masalah yang rumit dalam keluarganya, membuatnya tidak betah di rumah.


Nama : Devan Anggara

Umur :
17 tahun

Kelas : 2 SMA

Jenis Kelamin :
Laki-laki

Bintang : Virgo

Berat/Tinggi :
178 cm/59 kg

Hobby : bermain basket, gym, dan semua yang berhubungan dengan olahraga.

Deskripsi : Seorang bintang olahraga yang merangkap sebagai ketua osis di sekolahnya. Meski sangat terkenal di sekolah dan banyak digemari siswi akan kepribadiannya yang maskulin, keluarga Devan tidak pernah terekspose keluar. Karena ia tergolong keluarga berada, diduga ayahnya sukses dalam dunia bisnis. Devan adalah pria perfeksionis, dia paling benci terhadap kekalahan. Tak ada yang bisa menang jika bermain-main dengannya. Kini Ia mendapat rival terbarunya, Samudera.


Nama : Rama Geovan Andara

Umur :
17 tahun

Kelas : 2 SMA

Jenis Kelamin :
Laki-laki

Bintang : Sagitarius

Berat/Tinggi :
173 cm/50 kg

Hobby : memasak, bermain dengan adik manisnya, mengoleksi benda-benda imut.

Deskripsi : Sahabat karib dari Sam, berperilaku santai, asyik, dan tidak serius. Menyukai memasak dan benda imut lebih dari siapapun. Tapi bukan berarti Ia tak piawai dalam bidang olahraga maupun bela diri. Memiliki hubungan masa kecil dengan Reina, mereka kerap dikait-kaitkan dengan perasaan saling suka. Tindakannya yang agak konyol membuat banyak orang menyukainya. Kelemahannya hanya satu, pelajaran akademik. Ia selalu meminta sam untuk membantunya belajar. Meski begitu, kesetiakawanannya terhadap Sam sudah tak diragukan lagi.


Nama : Reina Shinka

Umur :
17 tahun

Kelas : 2 SMA

Jenis Kelamin :
Perempuan

Bintang : Leo

Berat/Tinggi :
170 cm/48 kg

Hobby : bermain piano, bermain seni peran, memakan masakan Rama.

Deskripsi : Gadis yang bersahabat dekat dengan Kintari. Juga merupakan Wakil Ketua Klub Seni. Berkepribadian ceria dan mudah bersosialisasi dengan orang lain. Ia adalah sahabat tempat Kintari berkeluh kesah, dan tak jarang Reina bermain ke rumah Kintari. Hingga ia merupakan satu-satunya orang yang mengetahui masalah yang melingkupi hati kintari. Dibalik keceriaannya, Reina memiliki masalah hati yang sedikit kompleks dengan Rama karena status ‘teman masa kecil’. Hingga Ia sulit mengakui perasaannya sendiri.

The Other Character


Nama : Liana Mayangsari

Umur :
24 tahun

Pekerjaan : Wali kelas XI.IPA-2

Jenis Kelamin :
Perempuan

Bintang : Pisces

Berat/Tinggi :
171 cm/50 kg

Hobby : renang, shopping, membaca bacaan berat.

Deskripsi : Adik kandung dari Ibu Samudera yang pada akhirnya mengusulkan agar Sam tinggal dan sekolah di Jakarta. Bibi yang cuek namun sangat menyayangi keponakannya itu. Memiliki kinerja mengajar bagus dalam profesinya sebagai guru di sekolah. Sikapnya yang berbeda jauh ketika di sekolah, sering membuat Sam terheran.. Dan kini Ia menjadi guru yang dikagumi oleh para siswa-siswinya.

 
Terakhir diubah:
Chapter 1
(Sinar mentari di dalam kelas)


Pagi itu sungguh sunyi, bahkan fajar belum muncul untuk memulai hari. Yahh..awalnya kurasa begitu. Mataku masih berat bahkan hanya untuk setengah membuka. Tidak, kuputuskan untuk tidur sebentar lagi. Hanya sebentar saja. Namun telingaku dikejutkan oleh sebuah suara melengking antara dua buah besi yang diadu.


“ Trangg!!! Prangg!! Tranggg!! Trangg!! “


“ Emmhh.. Siapa sih pagi-pagi? merusak kedamaianku saja. “ geramku menutup bantal diatas kepalaku. Aku melirik ke arah sumber suara dan kudapatkan sebuah ponsel bergetar dengan cahaya nyala mati. Oh..alarmku toh. EH? Aku memakai kacamataku dan terlonjak menyadari sesuatu.


“ Errr...Semenjak kapan ponselku memiliki nada alarm begini? “ Aku menduga-duga dan memincingkan mataku ke arah dapur yang terang.


“ Tidak salah lagi, ini pasti kerjaan si nenek penyihir itu.. “ aku beranjak menuju dapur dan menemukan seorang wanita cantik tengah berdiri di depan kompor. Ia tampak sibuk menggoreng sesuatu. Dengan setelan kaus oblong dan sebuah celana pendek, Rambut panjangnya yang masih basah seperti habis mandi itu dikuncir kuda ke belakang. Sementara handuk masih tergantung di bahunya.


“ Anu.. “ aku mencoba bicara. Wanita itu melihatku dengan pandangan datar.


“ Ada apa? Apa kau mulai mimpi basah di usiamu yang terlambat? “


“ Hah? “ dahiku berkedut menyadari percakapan bodoh ini.


“ Baiklah jangan pasang muka bodohmu itu. Buka pakaianmu dan masukkan saja di mesin cuci itu. Kau tahu, aku tidak mau mencuci pakaian seorang remaja yang terlambat pubertas. “ ujarnya menunjuk mesin cuci di sebelahku dan kembali menggoreng. Tiba-tiba kurasakan wajahku memerah.


“ TIDAK BIBI! Apa maksudmu dengan terlambat pubertas! A-aku sudah mulai puber di usia 15 tahun kok. Eh, tidak-tidak! Bukan itu maksudku! Kenapa kau mengubah nada alarmku dengan suara besi ini! “ protesku.


“ Ohhh, itu. Agar kau tak terlambat bangun. “ jawabnya tanpa nada bersalah.


“ Tapi kau tak perlu mengubahnya menjadi suara badoh ini! Lagipula kau bisa membangunkanku bila belum bangun. “ Ia kemudian mematikan kompor dan menghadap ke arahku dengan berkacak pinggang.


“ Haduh. Kau tidak mengerti juga ya? Baiklah. Aku akan menjelaskan teori simple ini padamu. Apa fungsi sesungguhnya Alarm? “


“ Membuat seseorang tidak terlambat bangun. “


“ Benar. Lalu apa kau pikir dengan nada alarm yang kau set itu akan membuatmu bangun? Memakai lagu girlband bertema sedih di usiamu yang sudah 17 tahun lebih. Pffftt. “


“ JANGAN TERTAWA! Lagipula aku tidak masalah dengan itu. Ini lebih baik dibanding tingkah kacaumu itu, mendengar suara pukulan besi begitu keras di pagi buta ini. “


“ Heh..apa maksudmu dengan pagi buta? Ini sudah jam 7 loh. “ ungkapnya menunjuk ponsel yang ku genggam. Aku yang tidak percaya hanya melihatnya dengan santai. Pukul 7 kurang 10 menit. Eh?


“ Oh, sial.. “ Dengan langkah terburu aku meninggalkannya menuju kamar mandi. Burusaha mandi dengan kecepatan yang luar biasa dan mulai mengenakan seragam sekolah baruku. Baju putih dengan dasi dan celana abu-abu.


Kulihat bibiku tengah menyantap sarapannya dengan pakaian rapi. Liana Mayangsari, itulah nama bibiku ini. Dia memang seorang wanita cerdas dan cantik. Dia sudah menjadi guru dan telah mendapatkan kelasnya sendiri di usianya yang menginjak 24 tahun. Aku jamin siapapun akan mau mengantri untuk melamarnya. Tentunya jika mereka tidak tahu sifat aslinya yang seperti ini. Kini Ia sudah bak seorang model, rambutnya Ia biarkan tergerai dengan ujung yang berombak. Wajahnya yang seperti memiliki darah Eropa itu terlihat menawan. Meski hanya dipoles make up dan lipstik tipis namun mengeluarkan auranya yang natural. Aku menarik kursi di meja makan dan mulai mengambil nasi.


“ Ya ampun, bibi macam apa yang membiarkan keponakannya terlambat dihari yang sangat penting. Kau tahu aku harus memberikan kesan baik di sekolah baruku. Apalagi aku anak pindahan. Apa yang akan mereka bilang? Anak berandal? “ protesku.


“ Tak perlu khawatir. Aku wali kelasmu tahun ini. Aku bisa memberimu toleransi di hari pertamamu. “ aku menatapnya jengah.


“ Apa maksudnya itu. Bukankah bibi sendiri yang membuatku bangun terlambat! Dan bagaimana alarm jam 4 pagi berubah menjadi jam 7? “


“ Oh, alarmnya sangat bising. Jadi aku terus menjedanya dan kembali tidur. Dan..begitulah. “ sial, Kalau begitu kenapa dia mengubah nada alarmnya!


Aku menatap datar hidangan sarapan kali ini.


“ Te-Tempe tahu....lagi? “ aku mengambil masing-masing satu. Terlihat permukaan tempe yang mulai gosong kehitaman.


“ Apa ini? Bi, aku tidak bermaksud mengeluh. Tapi aku sudah seminggu disini dan apa setiap hari kita harus makan seperti ini? Sehemat apapun kau, maksudku.. bukankah Ibu dan Ayah juga mengirimkanmu biaya hidupku semenjak aku sekolah disini? Dan apa-apaan dengan telur dadar yang kau makan itu? Setidaknya kau bisa membuatkanku satu!! “ cibirku tak terima perbedaan fasilitas ini.


“ Jangan banyak bicara dan makan. Kau tidak akan cerdas jika kau menjadi anak yang selalu mengeluh. Ayah dan Ibumu menitipkanmu padaku untuk mendidikmu menjadi remaja yang lebih baik. Uang hidupmu sudah kupakai untuk hal yang berguna untukmu. “ ucapnya tegas.


“ Baik. “ aku terbungkam dengan nasihatnya seketika. Selalu begitu, Ia berdalih ketika aku menanyakan soal biaya hidupku. Paling tidak biarkan aku mengetahui itu digunakan untuk apa.


“ Oh ya, aku akan dijemput pacarku ke sekolah. Ia seorang guru juga disana. Jadi kau bisa menaiki sepeda yang ada di halaman depan. “ ujarnya santai mengambil tas lengannya dan beranjak.


“ APA? Kau tak berniat membawaku bersama kalian? “


“ Hihihi, apa sih yang kau katakan? Jaraknya cukup dekat. Lagipula kau biasa menggunakan sepeda kan di kampung dulu? Kalau begitu jangan terlambat dan sampai ketemu di sekolah! “ Ia tersenyum manis dan berlari keluar.


“ Hei-hei. Jangan setega itu! Kurasa pacarmu takkan keberatan untuk membawa- “


“ CEKLIK! “ pintu pun ditutup meninggalkanku sendirian di jam 7 ini dengan sepiring tempe gosong.


“ Shit! “ aku cepat menyelesaikan makanku dan mengambil tasku. Kulihat sebuah mobil avanza silver yang berjalan menjauh dari kontrakan kami. Kurasa Ia dan pacarnya benar-benar meninggalkanku. Kulihat di depan halaman ada sebuah sepeda ontel tua. Meski tak berkarat, nampaknya cukup berumur.


“ Errr...Apa kau serius bi? Membuat keponakanmu menaiki benda ini ke sekolah?“


“ Ah, masa bodoh! “ Aku menariknya keluar dan mulai mengayuhnya menuju sekolah. Kini kehidupan SMA ku akan dimulai kembali.


Oh ya, mengenaiku ya? Aku Sam. Samudera Dwi Cahyo Purnomo. Terlihat sekali ya bahwa aku keturunan Jawa? Biar begitu Ayahku adalah kelahiran Manado, sementara Ibuku Jawa asli. kulitku putih tak seperti orang jawa pada umumnya. Mirip ayahku. Begitu pula dengan wajahku. Banyak yang bilang. Kalau bicara mengenai penampilanku, mungkin apa ya? Sekali kau melihatku kau akan berfikir melihat orang yang menghabiskan banyak waktunya diantara tumpukan buku. Selain itu jika dibandingkan dengan anak SMA di Jakarta ini gaya berpakaianku akan terlihat formal dan membosankan. Tapi jangan salah, tampilan ini bukan untuk omong doang. Aku adalah murid berprestasi di sekolahku dulu. Peringkat 3 besar tak pernah lepas dariku. Selain itu aku selalu meraih kejuaraan olimpiade mata pelajaran di SMP ku dulu.


Nah cukup dengan latar belakangku. Kenapa aku bisa pindah ke Jakarta dari sekolahku yang di Solo? Cukup rumit, tapi bukan berarti aku memiliki masalah disana. Begini. Aku merupakan anak tertua diantara 2 saudaraku yang lain. Jadi mereka jelas menaruh harapan yang besar padaku untuk meraih kesuksesanku dan menaikkan derajat keluarga kami. Oleh karena itu bibiku yang kebetulan saat itu baru pulang kembali ke kampung menawariku untuk tinggal bersamanya. Karena mungkin akan lebih mudah mencari kerja dan peluang sukses di jakarta. Selain itu jika mau kuliah dia akan merekomendasikannya ke Universitas berkualitas di Jakarta. Orang tuaku tentu setuju dengan ini, meski mereka bahkan belum melihat kehidupan bibi di Jakarta. Awalnya aku kira Ia memiliki rumah besar atau sebuah apartemen mewah karena selalu pulang dengan pacarnya naik mobil. Tapi agaknya aku merasa sedikit menyesal melihat hidup kami disini tak ubahnya dengan dikampung.


Hari pertama aku datang harus disuguhi sebuah kontrakan sempit dimana setiap ruangannya sangat berantakan untuk dihuni seorang wanita. Aku meragukan apa dia benar-benar seorang wanita yang ramah dan manis seperti yang selalu ditunjukkannya saat pulang ke kampung. Tak kusangka dia adalah nenek penyihir jahat yang datang dari hutan kelam alas roban. Bagiamana tidak? Sikapnya serta merta berubah drastis menjadi seorang wanita jutek, judes, dan cuek. 3 kombinasi yang menyeramkan. Kini sudah seminggu aku menumpang di rumah kontrakannya. Dan menjalani kehidupan dimana aku harus selalu mandiri sebagai remaja yang tumbuh dewasa. Baiklah, mari akhiri semua keluhanku dan menjalani hariku sebagai murid pindahan. Kuyakin akan menjadi menarik!


***


Yah, itulah yang kupikirkan tadi. XI.IPA-2 adalah ruang kelasku saat ini. Dan nyatanya selama 15 menit aku hanya berdiri terdiam dengan wajah tegang di depan seluruh teman kelasku yang baru ku kenal.


“ Ayolah, Sam. Kau tak perlu segugup ini! Ini hanya perkenalan diri. Kendalikan dirimu! Atur nafas, satu, dua.. “ begitulah aku menenangkan diriku sendiri. Namun yang kulakukan hanya mengatur napas terus menerus. Keringat dingin keluar begitu deras. Dan parahnya, Bibi Liana hanya melihatku dengan senyum manis menyebalkannya. Seperti guru yang mengharapkan sesuatu lebih banyak dari siswa pindahan.


“ Hei, bukankah anak baru itu terlalu gugup? Apakah anak Desa seusianya selalu seperti itu? “


“ Wah, dia tampan ya? Tapi sepertinya sedikit cupu. Lihatlah gaya berpakaiannya. “


“ Iya, apa kita terlalu menakutkan baginya? Dan lagi bukankah waktunya kurang tepat? Dia baru pindah di kelas XI semester 2. “ baiklah. Mereka mulai mencibirku. Dan apa yang bisa kulakukan dengan itu? orang tuaku memaksa ku pindah tahun ini.


“ Harap tenang anak-anak! Berikan siswa baru kita ketenangan. mungkin agak sedikit sulit untuk menyesuaikan diri. Terlebih untuk seorang remaja yang baru memasuki masa pubertas sepertinya. “ mataku terbelalak. Astaga apa yang dia katakan? Dan lagi dia mengatakan itu dengan tersenyum! Apa kau benar guru?


“ Hee? Apa bu guru mengatakan dia terlambat pubertas? Dia lucu ya hahaha.. “ sial semua orang menertawaiku. Sialan kau, Bibi! Kau yang terburuk! Aku menatapnya geram.


“ Semuanya, Nama saya Samudera Dwi Cahyo Purnomo. Umur 17 tahun. Saya pindah ke kota ini karena sebuah alasan. “


“ Hoo dia dari Jawa ya? Namanya khas sekali. “ mereka mulai berbisik.


“ Oh! Apa aku boleh bertanya? Alasan apa itu? “ seorang murid berdiri dan mulai bertanya. Seorang laki-laki. Aku menundukkan wajahku. Ini benar-benar memalukan. Aku ingin mati saja.


“ Emm.. “ Bibi Liana bertopang dagu menunggu jawabanku.


“ S-Saya ingin mengejar kesuksesan disini. Selepas dari SMA saya akan berusaha melanjutkan kuliah di Universitas. Mungkin akan sedikit sulit, tapi saya yakin jika saya mulai bekerja paruh waktu sekitar setahun dua tahun mungkin saya bisa mewujudkan itu! karena saya percaya mimpi saya akan semakin mendekat jika saya berusaha! Saya berterimakasih banyak kepada Bu Liana yang telah menerima saya untuk tinggal sementara di rumahnya! Dan untuk membalas itu saya akan berusaha lebih baik ke depannya. Semuanya, mohon bantuannya! “ aku mengucapkan semuanya secara spontan dengan mata terpejam seraya menundukkan badanku. Semua terdiam tanpa suara.


“ Prok-prok-prok-prok!! “ sebuah tepuk tangan susul menyusul menyambut perkenalanku. Aku mengangkat wajah dan melihat mereka semua menatapku dengan tersenyum. Bibi Liana berdiri dan mengusap rambutku.


“ Bukankah kau butuh sedikit pemacu? Hmm? “ Ia tersenyum manis. Lalu segera kembali menatap ke depan.


“ Baik, terima kasih, Sam. Kau bisa duduk di bangku ke tiga, di sebelah Rama. Dan untuk anak-anak kita akan mulai belajar sekarang. “ oh, dia kan anak laki-laki yang tadi berdiri menanyaiku. Namanya Rama ya? Aku berjalan dan mulai duduk di sebelahnya.


“ Yoo anak baru, kenalkan. Namaku Rama! Mulai saat ini kita adalah teman sebangku. Hehe “ Jika kulihat lebih dekat anak ini cukup keren juga. Rambutnya dibuat ala emo namun tidak terkesan kusut. Cara berpakaiannya rapi namun juga modis.


“ Hei, Kudengar kau keponakan Bu Liana? Tadi kau bilang kau tinggal bersama bu guru? Hei, bagaimana rasanya tinggal bersama guru idaman satu sekolah? “ Rama menyikut bahuku.


“ Apa? “


“ Ya. Bukankah dia sangat cantik? Ahhh, aku ingin dia menjadi istriku! “ oh, rupanya dia hanya lelaki aneh. Ternyata ada juga orang seperti ini di Jakarta.


“ Yahh, dia tak secantik itu. dia tetap memiliki kekurangan seperti wanita umumnya. “ ucapku. Memalingkan pandangan. Yah, kau tidak tahu saja dia menipu semua orang dengan tingkah manisnya. Kau pun termasuk korbannya, kurasa.


“ Hoo, nampaknya kau tak terlalu tertarik. Memang tipe mu yang seperti apa? “ Ia mulai menggodaku.


“ Tipeku seperti.. “


“ PERMISI! “


Beberapa orang siswi berwajah manis tiba-tiba memasuki kelas kami. Ada empat, tidak, lima orang gadis. Dan yang terakhir cukup membuatku pandanganku terkunci beberapa saat. Seorang gadis berambut hitam yang terurai panjang dengan wajah yang amat cantik. Ia memakai bando putih diatas kepalanya. Iris mata kecoklatan diantara kelopak yang membulat indah menambah daya tariknya. dudukung bulu mata lentik yang menunjangnya. Kulitnya putih mulus bak seorang gadis jepang, dengan tubuh proposional. Tungkai kaki yang ramping membuat setiap langkah kakinya membuatku jantungku berdetak cepat.


“ Hmm, Kintari, kah ? “ aku mendengar Rama berucap sebuah nama.


“ Kin, Kin apa? “ tanyaku.


“ Kintari Cinta Mentari. Sang Ketua Klub Seni. Yang kutahu dia agak sulit didekati. “ mimiknya tiba-tiba serius.


“ Sulit didekati? “


“ Yah, meski begitu kepribadiannya yang ceria memang banyak disukai orang. “


“ Tapi aku tak menyangka kau akan menyukai bunga mawar di hari pertamamu. Huaaahh, nampaknya sainganmu akan berat! “ Rama tersenyum seraya meregangkan otot-ototnya. Kulihat gadis itu kembali dengan tawa renyahnya bersama teman-temannya.


“ Dibanding itu..kukira dia lebih mirip mentari. Mentari yang menghangatkan “ aku bergumam pelan. Senyumku mengembang seiring helaian rambutnya yang tersapu angin pagi hari.


***


=BERSAMBUNG=
 
Terakhir diubah:
Ditunggu updatenya hu..menarik sepertinya

jangan panggil suhu. sama2 masih belajar dan baca karya disini :papi:
pastinya di update segera. terimakasih sudah mampir gan radenharyo :beer:
 
Terakhir diubah:
Oke masbrow, ini chapter 2 nya. maaf agak lama. dan untuk yang mau lihat list karakter sama index chapter nya udah bisa di lihat pada spoiler di atas.:beer:
oh ya, ane kasih tahu sekali lagi. ini adalah bab side story, jadi dari chapter 1-13 akan murni memakai 1st pov. sedangkan chapter 14 kesana karena udah ganti bab dan bukan side story jadi memakai 3rd pov. karena ini cerita collabs, jadi setiap chapter ganjil (chapter 1, 3, 5, dst..) dikerjakan oleh saya (pov sam), dan chapter genap (chapter 2, 4, 6, dst..) dikerjakan oleh partner saya (pov kintari) :capek:

so, gausah lama2. check it out~chapter 2 :cup:

Chapter 2
(Sesuatu Yang Menarik)


Beberapa berkas ini harus kuselesaikan malam ini juga. Surat-surat pemberitahuan, proposal kegiatan dan juga yang lainnya. Menjadi seorang ketua klub seni menurutku tidak terlalu buruk, walaupun di beberapa acara aku harus menanganinya sendirian.


Sebentar lagi acara akhir tahun, dan sudah menjadi kebiasaan setiap ekstrakurikuler memberikan apresiasi bagi wisudawan tahun ini, begitupula dengan klub seni yang aku pimpin, mungkin rencananya aku dan yang lain akan membuat sebuah drama kolosal atau entahlah, kurasa itu adalah ide yang bagus.


Malam semakin larut, dan kini hanya tinggal bunyi dari jarum jam yang berdetik dan suara yang berasal dari papan ketik yang menemaniku, rasa kantuk yang menemani pun sedikit sekali aku hiraukan walaupun sudah berulang aku menutup mulut karena menguap.


“ Biarlah, semua harus kuselesaikan malam ini juga. “


***


“ Huffft, syukurlah “ hari ini aku hampir saja telat jika tidak berlarian, ini pasti gara-gara semalam aku tidur terlalu larut.


“ Kintariiiiii!! “ seru seseorang dari belakangku ketika aku sudah sampai pada koridor. Aku ingat suara bariton ini. Dia,-


“ Hei, Van! “


Devan Anggara, dia adalah laki-laki tampan, berprestasi, supel, dan baik, yang menjabat sebagai ketua OSIS di sekolahku. Bukan hanya itu, Devan juga ialah seorang ketua dari klub Basket. Ya, kalian bisa membayangkannya bukan? Penampilannya rapi namun terbilang sangat modis, jelas sekali jika pagi tadi dia memoleskan sedikit pomade ke permukaan rambutnya yang membuatnya terlihat semakin menarik. Alis mata tebal kontras dengan manik mata cokelatnya yang cerah, ditambah lesung pipit di pipi sebelah kanannya membuat siapapun akan jatuh pada pesonanya seketika.


“ Ada apa, Van? “ tanyaku setelah berbalik. Ia kini menatapku.


“ Bagaimana proposal klub seni, sudah siap? Rencananya hari ini akan diserahkan ke Kepala Sekolah. “ ucapnya dengan tenang dan senyum yang tak berhenti mengembang.


“ Beressssss bossss! “ kataku sambil mengangkat map berisi beberapa berkas itu ke langit dan di sambut gembira olehnya.


“ Oh ya, kira-kira klub seni akan membuat rencana apa? “ tanyanya yang kini sudah berjalan beriringan disampingku, karena kebetulan kami mempunyai tujuan yang sama yaitu pergi ke ruang OSIS.


“ Ummm, sepertinya akan membuat semacam drama musikal atau kolosal, ya....mungkin seperti itu. “ jawabku. Devan terlihat mengangguk-angguk kecil seakan telah mengerti dengan maksudku.


“ Oke, oke keren juga. Kalau butuh pemeran untuk menjadi seorang pangeran bilang saja ya? “ katanya dengan penuh percaya diri, itu jelas terlihat dari semburat wajahnya, seolah-olah dia adalah seorang yang paling tampan saja.


“ Iya-iya. “ jawabku setengah meledek sebelum Ia melanjutkan lagi ucapannya.


“ Tapi dengan syarat! “


“ SYARAT? “


“ Iya, aku mau jadi pangeran asalkan kau menjadi puterinya! “ ujarnya yang lagi-lagi sambil tersenyum lalu langsung berlalu kedalam ruang OSIS. Untuk beberapa saat otakku berusaha mencerna kata demi kata yang dilontarkan Devan.


“ Puteri? “ Entahlah, aku malas untuk berpikir pagi ini.


***


“ Kin, persiapannya sudah berapa persen? “ tanya Reina yang kini tengah membolak-balik berkas yang kukerjakan semalam, pancaran matanya seolah menandakan bahwa Ia sangat berharap acara ini akan sesuai dengan yang Ia harapkan.


“ Jika saat ini mungkin.. Lima puluh persen, karena klub kita kekurangan anggota untuk membuat drama. “ ucapku dengan nada yang sedikit melas.


“ Hmm, tidak masalah, kita bisa menyeleksinya. “ ucap Reina dengan satu kedipan mata yang tak ku mengerti maksudnya.


“ PERMISI! “ Reina, Aku, Cleo dan yang lain memutuskan untuk mengumumkannya hari ini. Karena kata Reina, Ia sangat yakin akan sulit menyeleksi orang-orang ini.


“ Seperti biasa, acara akhir tahun akan diselenggarakan dalam waktu dekat ini. Kami selaku perwakilan klub seni akan mengadakan sayembara untuk menjadi bagian dari pertunjukan kami. Jadi, jika diantara kalian berminat, silahkan untuk datang ke ruang serbaguna sepulang sekolah. “


***



Pekerjaan ini melelahkan, mengunjungi setiap kelas dan menyebarkan secarik selembaran. Ditambah lagi tadi pelajaran sosiologi yang sangat memusingkan. Sempurna. Seperti biasanya, jika sedang seperti ini hanya ada satu tempat yang menurutku adalah tempat paling menenangkan seaentero sekolah. “PERPUSTAKAAN”.


Yup. Mengunjunginya dan membaca beberapa karya sastra disini membuat kelelahanku seolah menguap seketika ke udara, ditambah rak sastra yang terletak di bagian paling ujung membuat beberapa siswa disini enggah menyentuhnya. Dan aku terbiasa mengambil satu buku, membacanya beberapa bab, lalu pergi ke kantin untuk mengisi perut.


“ Pasti dari Perpus? “ tebak Devi yang kubenarkan adanya.


“ Hehe “ tawaku singkat yang melihatnya menggeleng-gelengkan kepalanya heran.


“ Kenapa? “


“ Ayo kita ke kantin, Kau tidak akan terlihat jika terus mengurung diri diantara tumpukan buku. “


“ Itu tidak akan mungkin terjadi, aku ini seorang bintang, jadi kau akan terus bisa menemukanku walaupun aku tertutup banyak tumpukan sastra, jangan khawatir, panggil saja namaku tiga kali, aku berjanji aku pasti akan datang. “ celotehku seraya mengikutinya dari belakang yang ingin menuju kantin.


“ Ya-ya-ya, terserah apa katamu saja. Sekarang aku lapar. Ayo makan! “


***


Aku tengah menikmati sepiring siomay ku dengan lahapnya, sementara Devi sudah menghabiskan satu porsi gado-gado yang dia pesan yang memang sudah terkenal kelezatannya itu.


“ Kintari, Lihat itu! “ ujarnya dengan tiba-tiba. Sontak saja aku mengikuti arah pandangannya. Disana terlihat seorang laki-laki.


“ Siapa dia? Aku tak pernah melihatnya? “


“ Ya, dan dia memperhatikanmu sekarang. “ mataku menyipit mencoba membenarkan pemandangan di depanku itu dan ternyata benar.


“ AWAAASSSSS!! OHH SSSHH, ITU PASTI SANGAT SAKIT. “ bersama dengan teriakanku suara benturan keras terdengar, laki-laki itu jatuh terjerembab ke atas lantai dengan memegangi hidungnya yang berdarah akibat menabrak tiang.


“ Hufftt, sudah kuduga. Ia silau karena dia sedang memperhatikan sebuah bintang, jadi dia seperti itu. tapi percayalah rasa sakitnya tidak akan seberapa dibandingkan kepuasan memandangimu. “ ucap Devi yang sibuk menyeruput es jeruk nya hingga tandas semua isi dalam gelasnya.


“ Ah.. Apa benar begitu? “


***


=BERSAMBUNG= :hore:
 
Terakhir diubah:
Chapter 3
(Seorang Rival)



Hari ini seisi kelas mandatangi mejaku. Bukan bermaksud lebih seperti meminta nomer ponsel atau alamat media sosial. Hanya formalitas untuk sesama rekan kelas saja. Semuanya agar tak dianggap mendeskriminasikanku. Yah aku juga tak terlalu berharap. Pasti juga akan berbeda situasinya jika aku seorang pemuda menarik dan bintang olahraga. Menyedihkan sekali ya aku ini. Harus berakhir dengan siswa aneh disampingku yang mencoba akrab. Hei, kenapa kau tak bersikap biasa saja seperti mereka?


“ Jadi bagaimana, Sam? Kau sudah menentukan pilihan? “ ujar lelaki berambut emo disampingku.


“ Hmm? Pilihan? Apa maksudmu? “ aku yang tidak mengerti hanya menanggapi santai.


“ Yah, maksudku soal klub yang kau masuki. Bagaimana dengan drama? Bukankah kau tertarik dengan itu? “ alisnya tampak naik turun dengan senyum mengejek.


Yah, seperti yang kuduga. Karena klub seni sedikit popular dibandingkan klub lain sepertinya kegiatan mereka hari ini mampu menyita banyak perhatian. Selembaran yang mereka bagikan tadi langsung diburu oleh seisi kelas. Terutama para siswi.


“ Jangan bercanda! Aku belum terlalu mengenal sekolah ini! Lagipula masih terlalu dini untuk ikut klub pada hari pertamaku sekolah. Dan kurasa itu ide bodoh mengingat aku yang buruk dalam berakting. “


“ Ayolah. Paling tidak tunjukkan semangatmu sedikit! Kau benar menyukainya kan? “ pertanyaannya membuatku mati kutu. Senyumnya makin melebar.


“ Hah? Penafsiran macam apa itu? Dan hentikan senyummu itu! menggelikan! “


“ Hoo..tentu itu sebuah pemikiran matang melihatmu yang tak lepas memandanginya ketika Ia berbicara. Wajahmu malu-malu bagai perawan yang baru dilamar tahu! Kini apa kau berniat menyangkal? Hah? Menyedihkan sekali. “


“ Tidak. S-siapa juga yang memandanginya! Aku hanya memperhatikan karena mereka nampak serius. Kau sendiri kenapa tak ikut klub itu? “


“ Aku sudah menjadi anggota lama klub memasak. “ aku terperanjat.


“ K-KLUB MEMASAK? “ Ia mengangguk.


“ Aku sudah menyukai memasak sejak kecil. Dan aku menyukai saat orang lain bahagia ketika mencicipi masakanku. Yah, kulihat anggota lain juga bersemangat ketika aku disana. Jadi apa salahnya? “


“ Dan apa kau kira kami hanya memiliki anggota perempuan? Cukup banyak lelaki yang berpartisipasi kok! “ Tambahnya melihat ekspresiku yang belum berubah.


“ Baiklah. Terserah kau saja. Dan.. bukankah kita juga ada hal lain yang harus dikerjakan? “ Ia tampak berpikir.


“ Oh kau benar! Mari kita berkeliling sekolah ini! Kau belum hafal tempat-tempatnya kan? “


“ Baiklah ayo! “


***


“ Salam kenal Sam, namaku Reina Shinka! Kau bisa memanggilku Reinaaaaa!! “ seorang gadis mencondongkan badannya ke depan dengan senyum sumringah.


“ Rama bilang dia ada urusan penting yang mendesak. Jadi dia memintaku untuk mengantarmu berkeliling sekolah. “


“ Jadi pada akhirnya dia tidak mengantarku, dan bahkan menyuruh seorang gadis menggantikannya. Huah, konyol sekali. Seharusnya aku sudah menduganya. “ gadis ini kuakui cukup manis dengan rambut kecokelatannya. Rambutnya panjang dengan poni menjuntai di atas dahinya. Kepangan lucu yang ia buat memanjang di kiri dan kanan tersembunyi di balik helaian rambut nya. Dia berkata bahwa dia adalah teman kecil Rama. Oh ya, aku baru ingat. Dia adalah gadis yang bersama klub seni tadi. Namanya Reina Shinka. Nama yang unik. Kami berjalan beriringan melewati ruang kelas X dan XI.


“ Ya begitulah. Aku tadi melihatmu dalam kelas. Maaf ya, tak bisa hadir kelas di hari pertamamu. Kegiatan Klub seni sedang padat-padatnya. Berhubung aku wakil ketua klub, terpaksa aku harus izin deh. “


“ Eh? Jadi kau juga sekelas denganku? “ aku sedikit terkejut mendengarnya.


“ Yap. Nah yang ini Ruang kelas X, lalu ini kelas XI, dan disampingnya terdapat Ruang guru dan Tata Usaha. Oh ya Sam, kudengar kau tinggal bersama Bu...Liana? Aku tak menyangka kau memiliki hubungan seperti itu.. “ Ia agak berhati-hati dengan pertanyaannya. Rona merah tak dapat Ia sembunyikan di kedua pipinya. Apa-apaan dengan hawa canggung ini?


“ Hei! Hentikan itu. Yaahh, memang benar sih. Tapi dia Bibiku. Kau dengar? Hanya bibiku! Jangan berpikiran yang aneh! “


“ O-Ohaha..benar juga ya? Kupikir juga begitu. “ lama kami terdiam. Untuk mengakhiri kebisuan aku memulai bicara.


“ Kau sudah lama berteman dengan Rama? “


“ Iya. Kami bertetangga sejak kami sekolah dasar. Dulu Ia sangat dekat denganku, kami sering bermain bersama sepulang sekolah. Bermain masak-masakan, Boneka-bonekaan, dokter-dokteran.. “ tunggu-tunggu. Memasak mungkin aku memaklumi. Tapi ada apa dengan boneka-bonekaan! Apa Rama memang sefeminim itu? Dan apa kau harus bermain dokter-dokteran dengan gadis kecil polos di usiamu yang masih bocah!!! Astaga, aku tak menyangka masa lalumu sesuram ini.


“ Eh, ada apa, Sam? “ Ia menyadari perubahan wajahku.


“ Teruskan. Hiraukan saja aku. “ ucapku mengusap wajah.


“ Bahkan jika Aku sakit Ia akan selalu menjengukku. Terkadang Ia bodoh, namun juga perhatian terhadap orang di sekitarnya. Dibalik sisi konyolnya aku sadar aku sudah bergantung padanya. Aku ingat dia menangis sewaktu kami diledeki berpacaran saat kelas 5 dulu. Semenjak itu Ia agak menjaga jarak denganku. “ rautnya agak sedih. Namun Ia tertawa lepas setelahnya. Aku tak tahu apa yang harus kukatakan.


Ia berlarian kecil di depanku dan menunjukkan setiap sudut sekolah ini dengan detail. Laboraturium Ipa, Ruang Komputer, Mushola, Ruang musik, Ruang Olahraga, hingga beberapa ruang klub beserta jadwalnya. Aku agak terpukau, meski aku pernah kesini bersama Bibi di hari libur tapi tak kukira suasananya akan berbeda saat ramai begini.


“ Nah tinggal Perpustakaan dan Kantin. Oh, yaampun! Apa kita terlalu lama? Kau belum makan siang, kan? “ Ia menengok jam tangan dan menepuk jidatnya.


“ Haha, tidak apa-apa. Aku bisa makan lebih cepat. “


“ begitu kah? Oke. Eh, bukankah itu Kintari? “ Hee? Apa katanya? Ki-Kintari? Terlihat dari kejauhan seorang siswi tengah masuk ke perpustakaan. Oh, sial. Aku harus bagaimana sekarang? Dan bagaimana jika kita bertemu nanti?


“ Bagaimana kalau kita ke perpustakaan sekarang? Akan kuperkenalkan kau pada ketua klubku? Bukannya tadi kau juga melihatnya di kelas? “ Ia nampak bersemangat sekali menarik-narik tanganku.


“ Emm..kurasa aku harus pergi sekarang! Oh ya, aku lupa! Rama baru saja meng-sms ku untuk makan di kantin! Ya benar! Kantin! “ aku gelagapan dalam mencari alasan.


“ Heuh? Benarkah? Sayang sekali. Tapi apa kau sudah tahu letak kantinnya? “


“ Tidak usah khawatir! Hahaha aku pergi dulu ya! “ aku segera pergi menjauh. Huh, hampir saja. Kejutan-kejutan seperti ini tidak baik untuk jantungku. Sepeninggalku kulihat Reina didekati siswi lain.


“ Hei Reina! Kau lihat dimana Kintari? Aku ingin mengajaknya makan siang. “


“ Oh hai Dev! Kintari ya. Tadi kulihat dia masuk perpustakaan. “


“ Hoo, baik. Terima kasih ya! “


***


“ Haahh..mengejutkan. aku bahkan belum menyiapkan hatiku untuk bertemu dengannya. “ aku menghela nafas kala berjalan menuju kantin, kejadian hari ini sedikit aneh untukku. Dimulai dengan kelakuan bibi di pagi hari, bertemu dengan Rama juga Reina, sampai melihat ketua klub seni, Kintari.


“ Ayolah. Paling tidak tunjukkan semangatmu sedikit! Kau benar menyukainya kan? “ perkataan Rama terngiang dalam ingatanku. Menyukainya, ya? Aku bahkan belum terpikir sampai kesana. Hanya saja Ia cukup mengagumkan untuk seorang gadis, kurasa. Yahh, dia menarik sih. Dengan tatapan teduhnya, rambut panjangnya, bibir mungilnya saat Ia bicara, senyumnya, tawanya.. hei! Kenapa aku kembali memikirkannya? Ada yang salah denganku!


“ Wah, kantinnya cukup luas ya. Sendirian kesini sedikit canggung. “ Saat aku memasuki area kantin pandanganku terpaku pada seorang gadis yang familiar. Ia tengah bersenda gurau dengan seorang gadis disebelahnya. Sekilas pandangan kami bertemu. Eh? Dia..


“ JDUG! GUBRAK! “ pandanganku berkunang setelah hidungku sukses mencium tiang besi kantin dengan keras. Badanku limbung dan tumbang diatas keramik putih perselen. Inikah yang dinamakan “ wajahmu mengalihkan duniaku “?


“ Mimisan? “ aku menyentuh hidungku yang tak berhenti mengeluarkan darah. Setiap pasang mata memperhatikanku. Ada yang tertawa, menatap kasihan, beberapa diantaranya membantuku berdiri. Aku merogoh saku dan mengeluarkan dua lembar tisu untuk menyumbat hidungku. Setelah berterima kasih aku menarik kursi dan duduk. Untung saja kacamata ku tidak pecah.


“ Ya ampun. Aku terlihat bodoh sekali! Apa Kintari melihatku tadi. Ahh, aku menjadi pecundang. “ aku merutuki kesialanku kali ini. Dan bagaimana bisa Kintari tiba-tiba berada di kantin setelah kulihat Ia memasuki perpustakaan tadi? Tiba-tiba kudengar suara tarikan kursi di sebelahku.


“ Yo! Anak baru! “ pemuda emo itu, lagi.


“ kenapa? Kau nampak tidak senang? Dan ada apa dengan hidungmu? Wahaha “


“ Sudahlah tidak penting. Dan kemana saja kau sejak tadi? Kenapa kau menyuruh gadis seperti Reina untuk mengantarku? “ ketusku. Ia beranjak, mengambil beberapa gorengan dan segelas es jeruk lalu kembali duduk.


“ Oh? Memangnya kenapa? Apa Reina berbuat kasar padamu? Hoo, atau kalian sangat menikmati moment kebersamaan kalian ya? Wah, dasar! Baru pertama masuk mau menjadi playboy! Hahaha “ gelaknya meninju bahuku.


“ Bukan begitu! Tapi berkatnya yang membeberkan sedikit aibmu padaku.. “


“ Heh? Aib apa itu? “ Ia menyeruput es jeruk miliknya.


“ S-Seperti...Boneka? “


“ BLURRRRHHHH!!!! “ serta merta air dalam mulutnya tersembur keluar. Menjijikkan sekali.


“ APA YANG DIA KATAKAN, BERENGSEK! GRRRR.... “ Mata membara disertai geraman amarah mulai tersulut dalam dirinya. Aku hanya nyegir saja.


“ Bo-ne-ka! “ ejaku ringan sambil mengambil satu gorengannya.


“ Hwaaaa... “ Ia menutup wajahnya. Mungkin karena apa yang Ia tutup rapat-rapat diketahui begitu saja oleh orang baru sepertiku.


“ A-Anu Sam...Apa dia benar-benar mengatakan hal yang aneh? “ wajahnya pucat bak seseorang yang menahan buang air seminggu.


“ Yaahh..hanya beberapa. Namun cukup untuk mengejutkanku. “


“ P-Percayalah apa yang dia katakan itu 100% fake! Hoax! Lie! Uso! Bohong! “ tegasnya namun sedikit gelagapan.


“ hmm..benarkah? kalau begitu kau tak perlu sekhawatir itu kan? “ aku mengangkat sebelah alisku dan berlaku santai.


“ Ya benar! Aku tak khawatir. Sama sekali tidak! Lagipula itu masa lalu kelam.. “ ucapnya semakin mengecil.


“ Hoo..jadi benar? “


“ Ah sudahlah! Lagipula kenapa kita tidak membahas soal gadis disana? “ Ia menunjuk kintari yang masih makan bersama temannya. Aku tersedak gorengan.


“ Hah? Kenapa tiba-tib,- “


“ Aku bisa membantumu lho... namun sepertinya lawanmu sedikit menyulitkan. “


“ Lawan? “ aku kurang mengerti maksud yang Ia katakan. Ia lalu memandang lapangan dimana ada beberapa siswa yang tengah berlatih basket. Salah satu diantaranya pemuda putih tinggi berpomade dengan aura bintang olahraga.


“ Semua rival cintamu disini bukanlah apa-apa selain seonggok kutu busuk jika berhadapan dengannya. Sang jenius olahraga, Devan Anggara.. “ jelasnya. Jari-jari tangannya menyilang di depan wajah memberikan unsur intimidasi.


“ Dia mengincar Kintari? “ Ia mengangguk.


“ Ya. Dan kurasa itu terlihat jelas. Dengan posisinya yang merangkap sebagai ketua OSIS Ia akan dengan mudah mengkoordinasi semua ketua klub. Termasuk Kintari, yang notabene adalah ketua klub seni. Jadi bisa kau bayangkan sendiri seberapa dekatnya mereka. “ aku meneguk ludah. Menyadari seberapa tangguh orang ini.


“ Yang terakhir kudengar, ia menargetkan Kintari untuk menjadi wakil ketua OSIS. Mungkin salah satu cara agar membuat mereka saling berdampingan. Tapi entah apa alasannya Kintari selalu menolak. Yah, itu tak mengherankan untuknya yang sulit didekati pria. “


“ Maaf memotong. Apa yang kau maksud dengan wakil? Bukankah OSIS sudah memiliki wakil sendiri? “


“ Tch, biar kujelaskan dengan mudah. SMAN Surya Kencana. Salah satu SMA negeri yang cukup bonafide di kota ini. Dalam sistem perekrutan anggota OSIS, mereka memiliki standar tersendiri. Perekrutan anggota tidak berdasarkan voting seperti yang biasa kita lihat. Namun berdasarkan rating dan penilaian kualitas siswa tersebut. Tidak peduli jika anak itu masih kelas satu jika sekolah ini sudah memilihnya maka itu adalah keharusan. Namun ada beberapa kasus yang sedikit berbeda.. “ Ia menjeda kalimatnya. Lalu meminum habis es jeruknya.


“ ada dua kejadian dimana dalam pemilihan ketua osis kandidatnya adalah murid yang tidak masuk kriteria sama sekali. Katakanlah, badung, melakukan pelanggaran keras, bolos, atau jumlah alpanya yang terlalu tinggi. Seperti yang kubilang, SMA ini spesial. Maka mereka yang seharusnya dikeluarkan justru akan dijadikan kandidat wakil ketua osis selanjutnya. Mereka akan diberi pelatihan keras untuk merubah sifat buruk mereka. Untuk kejadian pertama memang berhasil, dan sang siswa berhasil lulus dengan hasil memuaskan. Namun kejadian kedua.. “


“ Tepatnya di tahun angkatan Devan. Wakil ketua mengundurkan diri dan keluar dari sekolah pada pertengahan ajaran. “


“ Apa? “ pernyataan yang sedikit mengejutkan.


“ Entah apa alasan wakil itu keluar, yang jelas akan sulit mencari siswa berkualitas pada pertengahan tahun anjaran. Selain harus memenuhi syarat, mereka juga sebentar lagi akan dihadapkan pada acara-acara besar di akhir tahun. Devan pasti akan mengusahakan kintari untu dapat memasuki kursi kosong. Namun Kintari sepertinya memang tak berniat berkontribusi di OSIS. Begitulah. Kau mengerti? “ aku mengangguk paham.


“ Devan Anggara. Memang memiliki daya tarik luar biasa. Dan aku....SANGAT-SANGAT-SANGAT-SANGATTT MEMBENCINYA! Argghh!! Pomade sialan itu! dia dapat dengan mudah mendapatkan gadis cantik dengan pesonanya! Kenapa kau mengambil incaran temanku juga! “ Ia tak henti-hentinya mengutuki Devan dan merutuki dirinya sendiri yang belum juga mendapat pacar. Hmm, Devan kah? Kurasa Ia memang cocok dengan Kintari.


***​


“ Jam pelajaran berakhir dan kita harus mengangkut kardus ini ke ruang serbaguna? Benar-benar guru itu! “ umpatan demi umpatan keluar dari mulut Rama. Sementara aku masih terpikir apa yang Ia katakan saat istirahat tadi. Sungguh tak kumengerti, apa yang dipikirkan gadis itu hingga tak mau masuk OSIS. Bukankah sekolah ini membutuhkannya?


“ Hei, Sam! Cepat masuk! “ omel Rama yang berada di muka pintu Ruang Serbaguna. Saat kami didalam. Rupanya cukup ramai diisi beberapa siswa. Oh ya, pendaftaran anggota klub seni dibuka hari ini ya?


“ Huaaah, capek sekali. “ kami menaruh kardus itu di sudut Ruangan. Kalau dilihat-lihat ruangan ini luas juga. Tiba-tiba tanpa kami sadari lampu menyala begitu terang. Kemudian pintu masuk ruangan ditutup oleh para panitia pendaftaran. Riuh para siswa bergemuruh menyesaki seisi ruangan. Eh? Apa-apaan ini?


“ Baiklah selamat siang semuanya! Hari ini kami akan merekrut siswa-siswa berbakat untuk masuk klub seni! Kenapa kami sebut berbakat? Karena mereka yang terpilih akan ikut dalam pertunjukan drama pada acara akhir tahun! “ suara gadis dalam microphone terdengar nyaring. Membuat setiap pandangan disini tertuju pada sosok manis di atas stage. tunggu-tunggu! Jangan bilang kami terjebak dalam situasi ini? Kulihat Rama hanya melongo bergantian menatap ke arah ku dan arah gadis itu.


“ Hmm..seperti yang kuduga. Klub populer seperti ini akan menggunakan cara terbaik untuk merekrut anggota berkualitas. Kita lihat saja sebentar. Sepertinya sesuatu yang menarik akan terjadi. “


“ APA? Hei, kau ini.. “


“ Baiklah. Bagaimana cara kami memilih? Kami akan berikan kalian kesempatan untuk memulai berakting dihadapan kami saat ini. Jika menurut kami kalian memenuhi syarat maka kalian akan langsung terdaftar menjadi anggota. “ aku seketika berpikir. Apa memang sesulit itu pendaftarannya.


“ Baiklah. Jadi siapa disini yang berani memulai? “ riuh siswa menyurut seketika. Tak ada yang berbicara. Hoo..ada apa dengan semangat berapi-api tadi. Apa kalian gugup sekarang? Hei, rambut cokelat itu. Baru kusadari gadis yang menjadi MC itu adalah Reina.


“ Ayolah! Hmm..kalau begitu aku pilih saja. Bagaimana dengan kalian berdua di ujung sana? Itu loh, pemuda berkacamata dan orang yang sedikit bodoh itu! “ gadis itu menatap kami. Diiringi dengan tatapan penasaran seluruh siswa di ruangan ini.


“ Eh? “ mataku terbelalak. Namun kulihat Rama tersenyum simpul penuh arti.


***

=BERSAMBUNG=
 
huaahh :galau: kayaknya sf cerita memang jarang pengunjung ya. klo dibanding sf cerbung adult sebelah :galau:
 
Chapter 4
(Tak Terduga)


Kulihat Devi sudah selesai dengan gado-gado dan segelas es jeruk nya, sedang aku masih saja berkutat dengan siomayku. Ah, bukan. maksudku,


“ Apa laki-laki tadi baik-baik saja? ” aku berguman tanpa sadar, ah kurasa pasti ia memerlukan banyak tisu untuk hidungnya.


"Apa kau mengatakan sesuatu kintari?"


" oh, tidak lupakan saja " jawab ku sekenanya. sudahlah, memikirkannya atau tidak juga tidak berpengaruh apapun.


" Eh.. kin dia kesini" mata sipit devi berbinar seketika setelah mengucapkan itu, kakinya di hentak-hentak ke lantai seakan menandakan ada sesuatu di belakangku yang harus aku lihat.


" Siapa? "


“ Ituuu, lihat dulu! “ Devan, dengan tubuh atletis yang jelas terlihat kala ia tengah mengenakan seragam basket nya, warna biru muda yang sangat kontras dengan tubuh bak dewa asia, beberapa butir keringat masih menetap di dahi beserta pelipisnya membuat siapapun pasti hendak menyekanya. Di tangan kiri, masih setia sebuah bola basket yang dipakainya berlatih dengan teman-teman nya tadi.


" Oh, Devan. " ujarku singkat. Tak tertarik.


Devan menghampiri meja kami, dimana sesaat sebelumnya menyisir kasar rambut yang keren itu. Membuat Devi yang duduk di sampingku hanya bisa mencubit-cubit lengan ku.


Ah, Ini gawat! Karena akan bertambah satu lagi ‘spesies fans Devan sampai mati’ di Sekolahku.


" Haii, boleh gabung? " tanya nya yang sudah mengambil alih duduk di hadapan kami.


" Oh? B-Boleh kok boleh banget! " sergah Devi cepat sambil tersenyum sumringah. dan Devan juga menyambutnya.


" Hmm, boleh minta tolong? Sepertinya aku haus " tidak menunggu lama Devi segera bangkit dengan tawa bahagianya.


" Kamu mau minum apa? "


" Jus alpukat saja"


Aihh.. alibi macam apa ini, jujur saja aku tidak suka suasana seperti ini. Aku cukup pintar menerka mengapa Devan memilih ‘jus alpukat' karena memang, tempat dimana harus membeli jus itu lumayan jauh jaraknya dari tempat kami duduk. Juga cukup antri. Itu berarti Devi akan lama disana.


" Ehh..Dev! Biar aku saja yang beli " cegahku buru-buru menghindari situasi.


" Eittss. Tidak perlu. Temanmu sudah pergi membelinya untuk ku. Jadi bukankah sekarang lebih baik kamu menemaniku?" tanya Devan sambil mencegah ancang-ancang ku untuk berdiri. Yah, mau tidak mau deh.


***


" Jadi...Bagaimana? " katanya yang lebih dahulu setelah kami larut dalam keheningan masing-masing.


" Apa? “


" Tawaranku padamu untuk menjadi wakil ketua OSIS menggantikan Andre? “ Sudah ku duga jika pertanyaaan ini akan ku dengar kembali.


Beberapa waktu yang lalu, memang sekolah ku telah kehilangan seorang wakil ketua OSIS nya, dan dengan harus dan terpaksa para anggota yang ada diwajibkan untuk mencari penggantinya. tapi, kenapa aku?


" Entahlah, aku juga belum memikirkannya " jawaban menggantung ini membuat Devan terlihat kecewa, tampak sekali karena ia menghembusakan nafas beratnya.


" Carilah orang lain yang lebih pantas menjabat posisi itu, karena seperti nya aku merasa aku tidak pantas berada di sana. "


“ Sudah jelas kau pantas! Kau murid berkualitas dan memenuhi syarat! Seorang siswi berprestasi yang memegang gelar peringkar pertama di setiap olimpiade akademik, sudah jelas mengharumkan sekolah ini. Kau berhak untuk itu. “


“ Dan aku juga punya hak untuk menolak. “


Sekali lagi aku menolaknya. Kenapa? Entahlah, hanya karena hal itu bukan berarti aku adalah seorang gadis spesial hingga terus ditunjuk sebagai Wakil Ketua OSIS. Aku juga tidak begutu berambisi menjadi orang nomor dua di sekolah ini, jadi apa aku salah jika aku menolaknya?


" Tidak! Maksudku, Kau benar-benar orang yang tepat yang dapat membantuku, Jadi apa Kau tidak mau memikirkannya kembali? Kumohon? "


Ah, bagaimana ini, aku tidak bisa melihat seorang memelas di hadapanku seperti Devan sekarang ini.


" Emm, Entahlah aku tidak tau " lagi-lagi aku menjawab apa yangada di benakku saja. lagi-lagi keheningan menyelimuti kami, sebelum suara melengking kepunyaan Devi memecah segalanya.


" Taaaarrrraaaa, jus nya sudah siap " katanya sambil membawa 2 gelas jus berisi cairan berwarna hijau kental itu. kuakui, Devi menyelamatkanku kali ini.


" Woooaaahhh, kelihatannya enak, tapi kenapa Kau membelinya dua? " tanya devan setelah gelas-gelas itu sampai di atas meja.


" Yang satu.. untuk ku. " sahutnya.


" Tapi kenapa kamu tidak membelikannya untuk Kintari? " protes devan setelahnya.


" Ah, tidak apa-apa. Aku juga akan ke kelas sekarang, setelah itu aku harus menyiapkan seleksi untuk klub ku di ruang serbaguna, jadi kalian saja yang minum. Aku pergi dulu ya! "


belum terjawab sepenuhnya tapi aku sudah melengos meninggalkan Devan dan Devi bersama jus alpukat mereka. Biarlah, Aku mungkin memang harus bersikap masa bodoh.


***


" Rei, apa microphone nya sudah menyala? " tanyaku dari bawah stage dengan Reina yang sedang mengecek sound systemnya.


" Check, check, low. Chek, low, 1 , 2 , 3, check, check! sip, perfect! " sahutnya sambil mengacungkan jempol, dan kujawab dengan anggukan kecil. Oke, layar siap, sound beres, data juga sudah terkumpul, sekarang hanya tinggal menunggu.


" Huaahh, Rei, menurut mu sosok seperti apa yang cocok untuk menjadi pemeran utamanya? " desahku lembut yang sudah duduk di meja juri bersama Cleo dan Reina, sedang Devi dengan yang lain tetap siap di meja pendaftaran.


" Hmm... Pasti Devan! " tebak Cleo cepat melihat Reina yang tampak berfikir.


" Ah, tidak. Rama menurutku lebih cocok, selain tampan, ya walupun masih kalah jika di bandingkan Devan, tapi sepertinya dia mau jika di ajari beberapa tekhnik dalam drama. "


" Rama? Hoo, Bilang saja jika kau menyukainya? ayooo mengaku saja? " goda Cleo menyenggol tangan Reina sambil menaik turunkan kedua alisnya membuat Reina yang kala itu sedang tersenyum malah menjadi salah tingkah.


" A-Apaan sih! Aku tidak mungkin menyukai nya! "


" Kintari! M-menurut mu siapa? " kini malah aku yang terkena pertanyaan ku sendiri. yang bahkan aku tidak tau apa jawabannya, tapi... aku menginginkan seseorang yang mampu membuat orang lain terkesan, seseorang yang jika ia bicara semua orang mendengarnya, seseorang yang pandangannya mampu meneduhkan segala suasana, yang tutur katanya membuat orang lain bahagia, yang sikapnya menenangkan namun tetap menyenangkan. Kira-kira seperti itu mungkin karakter yang kubutuhkan untuk dramaku.


" Heii, kok malah melamun? " tanya Reina padaku yang tak kunjung menjawab pertanyaan nya.


" Ah, tidak. sudahlah mari kita mulai audisinya "


***


Pintu masuk terbuka, berbondong-bondong para siswa masuk kedalam ruang serbaguna ini dengan sangat riuh, beberapa diantaranya ada yang membawa teks berupa naskah


" mungkin dia sedang berlatih " pikir ku. Beberapanya juga malah ada yang hanya mendengarkan musik dari mp3 yang tersambung ke telinganya. Huftt, baiklah mari kita mulai bakat apakah yang akan kita temukan hari ini.


Lampu ruangan ini mulai meredup perlahan, pintu-pintu sudah kami tutup setelah memastikan tidak ada satupun yang tertinggal di luar, sekarang, ruangan ini menjadi lebih mirip sebuah gedung bioskop.


Reina naik ketas panggung untuk memulai audisinya, sedang aku dan cleo bersiap membuat daftar dan rekap nilai nya.


“ Baiklah. Jadi siapa disini yang berani memulai? “ keheningan melanda ruangan ini seketika. Tak ada yang mau memulai, sudah kuduga.


“ Ayolah! Hmm..kalau begitu aku pilih saja. Bagaimana dengan kalian berdua di ujung sana? Itu loh, pemuda berkacamata dan orang yang sedikit bodoh itu! “


Eh?


Orang bodoh?


Aku dan Cleo saling melempar tatapan heran, lalu secara bersamaan menengok ke sudut ruangan dimana target sasaran Reina berada


" Oh..Rama, dan.. “ iris mataku melebar mencoba memperjelas yang tengah kulihat.


Dia! Laki-laki itu! Sedang apa dia disini? Heh? Dia? Ikut seleksi? Heeeeee?


" Iyaa, kalian yang terlihat bingung itu ayo! Kalian naik terlebih dahulu " dua pasang langkah yang terlihat kikuk mulai berjalan mengikuti perintah Reina.


" Ah, ini pasti cuma akal-akalan nya reina saja, biar Rama ikut seleksi, kita semua kan tau kalo rama itu ikut klub memasak bukan klub seni " jengah Cleo sambil kembali kepada posisi awalnya.


" Benarkah? Ya, menurutku tidak apa-apa jika memang Rama adalah orang yang tepat. "


Beberapa saat kemudian Rama sudah naik keatas stage, Sambil menyeret-nyeret seseorang di belakang nya itu. Huft, apa dia tidak sadar jika tingkah paniknya itu malah membuatnya semakin terlihat bodoh?


Rama meninggalkannya di ujung panggung sambil setengah berbisik. Ralat. Berteriak, bukan berbisik. Karena suara sekeras itu tidak masuk kedalam kategori berbisik.


" Kau! tunggu disini! jika kau berani satu langkah saja meninggalkan tempat ini, kau tidak akan selamat! " semakin terlihat bodoh saja, dia yang kini hanya mematung di ujung panggung menunggu karibnya itu. Iya, dia yang tadi menabrak tiang di kantin sampai hidungnya berdarah. Benar-benar ceroboh.


" Siapa dia, bodoh sekali! " ucap Cleo yang mulai berkomentar.


" Ssssttt, sudahlah kita lihat saja nanti apa yang akan terjadi. " Rama berjalan mendekat ke tengah panggung dimana Reina masih berdiri disana, tiba-tiba..


" Aku menyukai mu! Sangat menyukaimu, sejak dulu! “ sejenak kami terpaku dengan mulut terbuka.


“ Bahkan aku lupa sejak kapan. Mungkin ini sedikit gila tapi percayalah. Aku tersiksa karena tidak bisa mengatakannya padamu. Aku.. aku terlalu pengecut untuk menyukai bunga seindah dirimu! lempar saja aku sampai kau tidak bisa menemukan ku. Aku tidak peduli sejauh apapun itu. yang aku tau, kini aku telah mengataknnya dan itu adalah benar. "


Suara riuh dari para penonton menggema memenuhi sudut ruangan, karena Rama yang tiba-tiba mengatakannya di depan orang banyak.


" Wow. Rama benar-benar sudah gila! " Takjub Cleo di sela tertawanya sedang aku juga masih menikmati pemandangan lucu tersebut. Disana Reina hanya mentap datar pria di depannya. seakan masih harus mencerna kalimat panjang yang Rama ucapkan.


" Terimaaaa! Teriiiimmmaaaaa! Terrrrrriiiimmmmaaaa! " riuh para siswa yang lain sambil bertepuk tangan sedang mereka berdua masih dalam posisinya masing-masing tanpa menghiraukan sekitarnya, bak pasangan bintang film saja.


" Aku juga menyukaimu!! "


"Woooaaahhh, yeeaahhh. cieeee!" dan beberapa siulan di ujung sana. Aku tersenyum menonton adegan romantis ini. Namun tiba-tiba pikiranku terganggu sebuah hal.


tunggu? Rama sedang tidak berakting bukan? Ehhh?


“ STOOOOPPPPP!!!! “ seketika semuanya hening kembali. setelah tangan ku mengudara menghentikan semuanya.


" Rama, Kau tidak sedang berakting, kan? "


" Loh? Bukankah ini audisi klub seni untuk Drama? jadi kenapa aku harus bersungguh- sungguh? " Ah.. sudah kusuga. Semua tidak akan berakhir baik, ditandai dengan kepergian reina dengan air mata yang mengalir di pipinya.


" Reeeiiiiii!!! " ucap Devi dan Cleo berbarengan.


" Cleo, kau susul Reina ya, biar aku yang melanjutkan audisinya " seruku pada Cleo yang langsung di beri anggukan oleh nya. kini suasana tegang kembali. Di panggung masih ada rama yang masih berfikir mungkin ‘sebenarnya apa yang terjadi?’


“ Sebenarnya apa yang terjadi? “ tuh, benar kan.


“ Dan Kau, Rama! Ini audisi drama bukan ajang untuk menyakiti hati siapapun! Jadi pergilah susul Reina! Aku tidak mau sahabatku menjadi seperti itu hanya karena leluconmu! “ kataku cepat membuat Rama semakin terlihat bingung. Yaampun, dia itu bodoh atau bagaimana? apa dia tidak tau jika Reina menyukainya?


" Ap-apa ini? kenapa semua orang menyalahkan ku? " ucap Rama sebelum pergi.


***


Suasana kembali terkendali, Devi sanggup menenangkan beberapa desas-desus yang mulai mencuat ke permukaan, sedang kini aku masih sendirian untuk mengaudisi siswa yang lain. Dan, Astaga! setelah semua nya terjadi, APA ORANG ITU MASIH MAU BERDIRI TERUS DISANA SEPERTI ITU? APA BENAR DIA INGIN IKUT SELEKSI?


" Hei, Kau! " teriakku membuat dia sedikit terperanjat karena terkejut. Beberapa saat dia menoleh kiri dan kanan berusaha memastikanapa betul dirinyalah seorang diri yang berada di sini?


" Iyaa! Kau yang berdiri di ujung sana! Sekarang giliran mu!" kataku cepat. Untuk beberapa saat dia hanya mampu terdiam setelah berada di tengah panggung sebelum.


" Cinta, derita tiada akhir. mungkin kalian pernah mendengarnya pada serial drama sun go kong. "


Ya Tuhan! Apa ini? Beberapa cekikikan mulai terdengar sedang aku masih saja tetap menunggu kelanjutan kegilaan nya itu.


“ Sandiwara sesungguhnya adalah ketika kalian tetap bisa membuat orang lain bahagia walau kalian sedang menangis. Dan ketika kau memaksakan diri untuk tersenyum demi melihat kebahagiaan orang lain. “


***


Orang aneh!


Arghh, kenapa kau tetap memikirkannya disaat jam pulang seperti ini?


Seleksi hari ini berjalan lancar, ada beberapa kandidat yang mampu membuat ku dan yamg lain terkesan, terkecuali devan. tidak maksudku, apa hanya aku yang tidak terkesan dengan akting devan yang sedang bermain pedang tadi? disaat semua orang berteriak memanggil namanya? Ah, sudahlah.


" Sandiwara sesungguhnya adalah ketika kau mampu membuat orang lain bahagia disaat kau sedang menangis. "


kalimat itu.. kenapa aku merasa? merasa..


" apa ini sebabnya aku menyukai drama, apa ini sebabnya aku menyukai seni? "


Apa Aku selama ini bersandiwara?


Masa-masa itu, seakan merenggut seluruh bahagiaku. Hingga kini yang tersisa dalam diriku hanyalah sebuah sandiwara?


Aku melamunkan beberapa kalimat yang tadi laki-laki tadi ucapkan, sbelum air langit yang menyentuh pori-pori kulitku mengagetkan ku.


" Ah, hujan " Aku segera berlarian ke halte sambil menutupi kepala ku dengan kedua tangan yang kuyakin sia-sia. Jam sudah menunjukkan pukul 3 sore, kuyakin hujan ini akan reda lebih lama dari biasa nya.


" Bagaimana ini "


" Kintari? "


Kembali lelaki itu melihatku, kini dengan sepedanya yang dituntun mendekat kearah ku


***



=BERSAMBUNG=:haha:
 
ditunggu apdetnya ya...walau sepi pengunjung tetep semangatt...
 
Nah, yang ini special chapter. biasanya kalau special chapter pakai 3rd pov. meski ga jarang juga pakai 1st pov. jadi silahkan dinikmati :papi:


Special Chapter 4,5
( Yang Tak Terucap )




Pemuda itu berlari mencari ke setiap sudut sekolah. Ia mulai cemas melihat sahabatnya Reina menangis karena ulahnya.


“ Dan Kau, Rama! Ini audisi drama bukan ajang untuk menyakiti hati siapapun! Jadi pergilah susul Reina! Aku tidak mau sahabatku menjadi seperti itu hanya karena leluconmu! “



“ Aku tidak tahu sedungu apa kau dalam menangani hal ini. Tapi, Jika memang sesulit itu untuk berpikir, Maka tinggal lakukan saja! Dia penting untukmu kan? Gunakan kebodohanmu seperti biasa dan tenangkanlah Dia. Dia sudah berusaha keras selama ini.. “ kata-kata Kintari dan Sam terngiang dalam pikirannya.


“ Reina.. Kau dimana? “ Ia menggigit bibir berharap tidak terjadi sesuatu. Ia kembali berlari dan berlari. Berharap bisa menemukannya. Sahabatnya. Teman masa kecilnya. Teman yang sangat Ia sayangi.


“ Kau melihat Reina? Hei..Kau melihat Reina? Kau melihat wakil ketua klub seni? “ dengan nafas ngos-ngosan Ia menanyai siswa setiap kali berpapasan dengannya. Namun nihil. Hanya jawaban tidak tahu dan gelengan kepala yang Ia terima. Ia mulai putus asa dan bersandar di dinding belakang sebuah kelas. Saat itulah Ia menemukan seorang gadis terduduk dengan wajah yang Ia tutupi dengan tangan. Rambutnya tampak kusut.


“ Reina.. “ panggilnya pelan. Ia mulai mendekat. Sementara gadis itu bahunya bergetar menyadari suara dari sosok yang Ia kenal. Wajahnya yang tak tertutupi tangan kini menatap sendu ke arah Rama. Sisi Reina yang menyedihkan tak pernah Ia lihat sebelumnya. Reina yang berurai air mata dan tampak kacau. Sebuah hal mengerikan yang tak pernah ingin Ia lihat


“ Kau..jahat, Rama! “


***


Seorang bocah lelaki tampak sibuk mengenakan pakaiannya. Ia nampak terburu mengambil beberapa mainan dalam kotak kayu di kamarnya. Setelah menimbang-nimbang benda apa yang mau diambil Ia akhirnya mendaratkan pilihan pada sebuah Robot Mega dan sebuah pesawat temput mainan. Setelahnya Ia lekas pergi keluar rumah dengan wajah ceria.


“ Rama, mau pergi kemana? Jangan main jauh-jauh. “ suara lembut Ibunya menegur dari dalam.


“ Ke rumah Reina, Ma! Iya. Aku tidak jauh-jauh kok. “ setelah pamit begitu Ia berlari menuju rumah di samping rumahnya. Ia mulai dengan rutinitasnya berteriak di muka pintu rumah temannya itu.


“ Reiiii!!! Reinaaaaa!!! Main yuukkk! Reinaaaaa!! “ bibir mungilnya berulangkali memanggil kawannya dengan suara lantang. Terlihat celah pintu yang membuka menampakkan seorang gadis kecil berambut pendek dengan pita kecil di kepalanya.


“ A-Apa? “ Pipinya menggembung lucu. Tawa sumringah muncul dari bocah lelaki itu mengetahui sahabatnya muncul.


“ Ayo, kita main! Robot-robotan, aku juga membawa jet tempurnya loh. “


“ Sudah kubilang aku tak suka mainan laki-laki! “ protesnya.


“ Tch, baiklah. Terserah kau saja. Hari ini kau yang menentukan mainannya! “ bocah lelaki bernama Rama itu terpaksa mengalah. Reina tersenyum lebar.


“ Okeeyyyy!!! Ayo maiiiinnnn!!! “ Ia berloncat-loncat girang membuka pintu. Dengan langkah gontai Rama masuk ke Rumahnya. Di dalam Ia menemukan Ibu Reina yang tengah menyiapkan makan siang.


“ Oh, Rama! Mau main? Kau sudah makan siang? “


“ Sudah bu. Terimakasih “ ucapnya sopan kemudian mengikuti langkah Reina ke dalam kamarnya. Ia menatap datar pintu pink bergantungkan tulisan “ No girl, Keep out! “. Ia kemudian berpikir. Lalu dia ini apa?


“ Kenapa masih di luar? Ayo masuk! Kita main! “


“ B-Baiklah.. “ Ia masuk dan seketika disuguhkan dengan nuansa serba merah muda. Terdapat banyak boneka panda, beruang merah muda, juga barbie yang berjajar di sekitar tempat tidur Reina. Hiasan kecil bunga-bunga dan hal-hal ‘khas perempuan’ tergantung indah di dinding-dinding kamar. Ia meneguk ludah. Sebenarnya ini bukan pertama kalinya Ia mendatangi tempat ini. Tapi Ia selalu tekejut ketika kembali lagi ke kamar ini. Sisi kelaki-lakiannya berontak, tak kuasa menahan hawa feminim yang begitu menyegat.


“ Reina..tidakkah kau berpikir untuk merubah suasana kamarmu? Kau sudah kelas 5 SD loh. “ ucapnya dengan bibir bergetar. Tak kuat rasanya. batinnya yang dipenuhi rasa jantan berkecamuk.


“ Apa maksudmu, Rama? Bukankah mereka terlihat imut? “ Ia sedikit cemberut temannya berkata begitu dan memeluk salah satu boneka panda favoritnya.


“ Tidak. Kurasa itu,- “


“ Bagaimana kalau kita mengadakan pesta minum teh dengan nona Angelina! “ rama tersentak mendengar usul yang terlontar dari mulut Reina.


“ N-Nona A-angelina? “ Reina mengangguk mantap lalu mengambil meja dan kursi kecil. Ia tengkurap dan masuk ke kolong tempat tidur, kemudian mengeluarkan beberapa benda. Disana Rama melihat cangkir, teko, serta alat minum lainnya berbahan plastik. Tentunya kecil dan imut. Rama ternganga.


“ I-Ini.. “


“ Baiklah, kita mulai pestanya. Ayo nona Angelina. Silahkan. Aku memberikanmu teh spesial dari perkebunan teh alami berkualitas tinggi. Apa kau mau cake nya? “ ujarnya menghiraukan rama dan sibuk bicara dengan boneka barbie besar yang tadi sempat Ia ambil.


“ Nah, Rama. Ini kuenya! Nona Angelina berbaik hati memberikanmu potongan kue miliknya. Silahkan dimakan! “ ujarnya menyerahkan sepiring kue cake plastik. Rama agak ragu dan menatap Reina.


“ Anu, Reina. Ini kan plast- “


“ Ayo dimakan! “ Ia mengambil kue di piring dan menyuapi mulut Rama. Rama mulai jengah dan terpaksa berpura-pura memakannya.


“ Kau mau tehnya? Silahkan, ini teh mahal loh. “ ucapnya menuangkan air mineral ke dalam cangkir.


“ HEI, SUDAH HENTIKAN SAJA! “ rama mulai membentak. Reina terkejut. Air di dalam poci yang Ia tuangkan tumpah ruah membasahi karpet.


“ Hiks..Kau, membentakku Rama.. “ Reina menunduk dan mulai terisak. Rama mulai cemas, sadar bahwa Ia agak kelewatan kali ini.


“ Hei-hei, jangan menangis. Maafkan aku. Aku salah. “ Ia mengusap punggung Reina mencoba menenangkan. Biar bagaimanapun, Ia adalah teman satu-satunya untuk Reina. Meski dia lelaki Ia tak bisa meninggalkannya sendiri. Sejak Ia pindah pertama kali dan menjadi tetangganya, Reina memang pendiam dan jarang Ia lihat ada anak lain yang mengajaknya bermain. Hingga akhirnya mereka mulai akrab. Setiap hari baik Rama maupun Reina saling mengunjungi untuk bermain. Mereka biasanya bermain sepulang sekolah. Meski baik Rama maupun Reina bersekolah di tempat yang berbeda.


“ Apa kau tidak suka dengan nona Angelina? “ Rama menggeleng cepat.


“ Kalau begitu pak Teddy? Ia terlihat imut kan? Iya kan? “ gumamnya dengan mata sembab memperlihatkan boneka teddy bear di depan wajah Rama. Karena tak mau membuat Reina menangis lagi Ia memutuskan melihat sejenak boneka itu. dipandangnya dalam-dalam.


“ Lihat kan, Rama? Dia sangat imut. Bagaimana bisa kau tidak menyukainya? “ belanya sementara Rama sepertinya mulai tertarik untuk melihat boneka itu lebih lama. Lama Ia meresapi bulu-bulu diantara wajah beruang Itu, matanya yang bak kelereng begitu berkilau. Seakan berbicara “ Lihatlah, bukankah aku sangaaatt imuuuttt? “


“ Imut.. “ Rama bergumam kecil. Yang membuat Reina tersenyum kembali.


“ Hahaha Imut kaaaannn? “ Ia berteriak menggoda Rama. Rama mengangguk cepat.


“ Iya! Imut! Sangat imut! Super imut! “ dia tak henti-hentinya mencium-ciumi boneka itu. tapi seketika Ia tersadar dan melepaskan boneka itu. lalu melipat kedua tangan di depan dada seraya berwajah masam.


“ Tapi bukan berarti aku banci atau sejenisnya ya! Aku hanya menyukai mereka karena terlihat lucu dan menggemaskan! Dan jangan singgung itu di depan teman-teman! Aku bisa malu nanti! “


“ Iya-iya! “ reina tertawa kecil. Mulai saat itu ketertarikan Rama terhadap benda imut kian kronis. Ia mulai menyukai benda-benda, ralat, makhluk kecil yang terkesan imut baginya. Seperti saat Ia pergi ke rumah neneknya di kampung dan diajak memanen padi di sawah. Ia melihat beberapa kumbang kecil diantara dedaunan dan mulai saat itu Ia menjadikan kumbang sawah sebagai juara pertama dalam kategori super imutnya. Selain keanehannya, Rama juga mulai terlihat sangat dekat dengan Reina. Sangat dekat. Hingga teman-temannya mulai curiga.


“ hei, Rama! Aku sering melihatmu bersama gadis kecil di pelataran rumahmu. Apa dia pacarmu? “ ucap salah satu teman sekolahnya yang bermain ke rumah.


“ Heh? Pacar? Bukan kok. “


“ lalu kenapa kalian terlihat begitu dekat? Bukankah aneh untuk anak lelaki seperti kita begitu dekat dengan seorang gadis? Kita sudah kelas lima lho, apa kau tidak malu? “ Rama sepertinya mulai kepikiran, selama ini tidak masalah baginya maupun Reina untuk bermain bersama. Apalagi Reina juga sudah berjanji untuk tidak membocorkan keanehannya kepada teman-temannya. Tapi hari ini tiba-tiba Ia kepikiran obrolan dengan temannya. Hanya kepikiran. Itu saja.


Saat mereka tengah asyik-asyiknya bermain gundu, tiba-tiba siapa sangka Reina datang berkunjung dengan menenteng plastik besar berisi peralatan mainnya. Rama yang terkejut segera mendekati Reina.


“ Hei, mau apa kau? Bukankah sudah kubilang ada temanku yang datang? Aku juga sudah bilang aku yang akan datang bermain ke tempatmu! “ ucap Rama khawatir. Ia takut rahasia super imutnya terbongkar di depan teman-temannya.


“ Heh? Aku hanya mau ikut bermain. Kurasa mereka akan suka dengan Pak Teddy? “ Ia mengeluarkan Teddy bear kesukaan Rama. Rama menahan dirinya untuk memeluk boneka itu.


“ Hei, kau tahu? Itu tidak mungkin. Mereka akan,- “


“ Hei, ada apa Rama? Ada yang salah? Hei, ternyata gadis ini. Kau pacarnya Rama ya? Hahaha “ ejek temannya itu. sementara Rama semakin kesal dibuatnya.


“ SUDAH KUBILANG DIA BUKAN PACARKU! “ bentak Rama.


“ Hoo, santai kawan! Lagipula apa yang kau bawa nona kecil? Hoo sebuah teddy bear! Untuk siapa? “ mata Rama terbelalak menyadari pertanyaan yang tak seharusnya ditanyakan.


“ Tunggu, Itu.. “


“ Ini pak Teddy kesukaan Rama. Ia berkata kalau ini imut. Benar kan, Rama? “ Hancur lebur. Semua hal yang Ia tutupi terbongkar dan musnah sudah. Tangannya mengepal menahan amarah.


“ Heee..benarkah? wow, tak kusangka Rama menyukai hal seperti ini! Coba lihat ini, Rama! Bukankah kau bilang ini imut “ temannya mulai mengolok-olok dan memainkan Teddy Bear di depan wajah Rama.


“ BUGH! “ Dengan sekali pukulan menghantam di wajah, temannya ambruk dengan wajah terkaget. Ia merenggut Teddy Bear itu dan menghempaskannya ke tanah.


“ Hei, kau kenap,- “


“ CUKUP SUDAH! APA MASALAHNYA KALAU AKU MENYUKAI INI DAN KU ANGGAP IMUT? TIDAK ADA HUBUNGANNYA DENGANMU KAN? DAN PERLU KUINGATKAN SEKALI LAGI, DIA BUKAN PACARKU! “ Matanya mengisyaratkan kebencian. Reina melangkah mundur ketakutan. Tak Ia sangka Rama akan berubah menjadi seperti itu. Reina pun menjatuhkan bawaannya dan berlari menjauh dari Rama. Mulai saat itu Reina tak pernah dikunjungi untuk bermain. Saat Ia balik mengunjungi Rama, Ibunya mengatakan Ia tak mau ditemui. Didalam hatinya Reina merasa sakit. Terlebih saat mereka berbulan-bulan tak bertemu dan akhirnya kembali bermain, Rama hanya bersikap biasa dan ceria seolah olah tak terjadi apapun saat itu. meski mereka kembali dekat dan Ia merasa senang karena Rama baik-baik saja. Tapi Ia rasa Rama sedikit berbeda. Entah kenapa melihatnya sangat menyakitkan. Dia sangat jauh, dan tak terjangkau kembali olehnya.


***


“ Kenapa kau kemari? “ Reina mengusap matanya yang merah karena habis menangis. Perlakuan Rama di acara seleksi tadi benar-benar meninggalkan dampak yang teramat di lubuk hati terdalamnya. Tak peduli Rama mengerti atau tidak, tak peduli Rama yang memang terlalu bodoh untuk sadar, tapi Ia benar-benar kelewatan. Menyatakan cinta di depan orang banyak, dan saat Ia mulai diterbangkan ke langit, dengan kejam Ia dijatuhkan di atas puing-puing curam. Kembali, Ia harus merasakan perih karena perasaan cinta yang mulai merekah untuk sahabatnya itu bagai tersiram air panas. Padahal mereka baru satu sekolah di SMA ini, setidaknya Ia ingin diperlakukan sedikit lebih baik oleh Rama. Tidakkah dia paham? Atau memang Reina sendiri yang terlalu egois? Bukankah wajar untuk gadis sepertinya bersikap egois?


Dilihatnya Rama tak bergeming, hanya melangkah dengan pasti menuju Reina. Rama sendiri tak tahu apa yang Reina rasakan namun Ia tahu pasti menyakitkan.


“ Hei, Rama? “ Reina gusar melihat Rama yang tak merespon apapun. Ia berdiri, tangannya Ia gunakan untuk mendorong Rama agar tak mendekat.


“ Diamlah. “ Reina tercekat saat tiba-tiba tubuh tinggi itu mendekapnya hangat. Wajahnya memanas, tak mengerti untuk apa dan kenapa Rama melakukan hal ini? Lengannya yang jantan memeluk semakin erat bagai tak rela melepaskan gadis itu. perlakuan mendadak ini membuat Reina mabuk kepayang.


“ R-Rama? K-Kau baik-baik saja? “


“ Maafkan aku “ sebuah suara berbisik. Sangat pelan. Mendengarnya Reina hanya membisu.


“ Aku mungkin bodoh. Kau pun tahu itu. Jadi terlalu rumit rasanya untuk mengetahui isi hati orang lain. Kau tahu, saat aku membentak kau dan temanku dulu. rasanya...Aku sangat menyedihkan. Terlalu menyedihkan bahkan untuk diingat. Saat itu rasanya aku ingin menguburnya. Namun saat itu kau seperti berbicara padaku agar tak melupakannya. “ pernyataan itu membuat hati Reina mencelos. Ia kembali termangu mendengarkan.


“ Kau terlalu berharga Rei, haha mungkin di kondisi normal aku terlalu malu untuk mengakuinya tapi...tanpamu bermain diantara nona Angelina, melambai-lambaikan Pak Teddy di depan wajahku, tersenyum saat menuangkan segelas teh.. aku hanya lelaki cengeng dengan sikap arogansi yang tak tertolerir. Jangan membuatku mengatakannya! Melihatmu seperti ini rasanya membunuhku! Kau sahabat yang kusayangi. Kau penuh keceriaan, Kau imut, Tapi tak lebih imut dari kembang sawahku. “ Rama terkekeh dengan mengeratkan pelukannya. Reina tersenyum. Ya, begini saja lebih baik untuk saat ini. Ia tak akan berharap lebih untuk pemuda ini. Biar waktu yang membuat perasaannya sampai pada Rama.


“ Dasar bodoh “ cibirnya. Rona kebahagiaan tak dapat Ia sembunyikan di pipinya. Matanya berkaca. Namun Ia berniat melepaskan pelukan mereka.


“ Heh, tunggu sebentar lagi “ cegah Rama menahan pelukannya.


“ K-kenapa? “


“ Wajahku sedang jelek. Aku malu jika kau melihatnya. “


“ Heee? Kau habis menangis ya? Iya kan? “ goda Reina menusuk-nusuk perut Rama.


“ Tidak. Bukan begitu! Heh, aduh! Hentikan! Hei..hahaha geli! “ mereka tertawa sebentar namun setelahnya sepi kembali melanda mereka.


“ Hei, kau pernah baca buku sastra? Aku lupa ini kutipan siapa tapi biar aku mengatakannya.. Seorang pria sudah setengah jatuh cinta kepada seorang wanita yang mau mendengarnya dengan penuh perhatian. “ ucapnya yang membuat Reina jengah.


“ Jangan bilang yang barusan juga tidak sengaja? “


“ Heh? Apanya ? aku hanya ingin mengatakannya saja. “


“ Dasar bodoh! Bodoh, bodoh, bodoh! “Ia memukul bahu pemuda ini. Tak keras, hanya pukulan tanpa tenaga.


“ Iya. Aku memang bodoh. Tapi kau lebih bodoh, karena menanggapi serius perkataan orang bodoh! " ucapnya yang disambut tendangan keras di lututnya.


“ ARGH! Apa-apaan kau ini! “ Ia berjingkat memegangi lututnya yang sakit.


“ Eh, ada pesan. “ Rama tak memperhatikan. Masih mengerenyit menahan sakit.


“ Kepada seluruh panitia seleksi untuk pertunjukan drama. Setelah rapat dengan beberapa orang anggota. Saya Kintari Cinta Mentari selaku ketua seleksi menginformasikan. Berikut adalah nama siswa-siswi yang lolos. Untuk Calon pemeran pentas drama akan disampaikan besok beserta jadwal latihan. “ Reina membaca lantang agar Rama dengar.


“ Haahh, karenamu aku jadi tidak ikut rapat! “ desahnya. Ia menggeser ke bawah layar touchscreen ponselnya dan mulai membaca nama-nama siswa yang lolos.


“ Tunggu, Hei! Lihat! Namamu dan Samudera tercantum disini! Kalian lolos! “ Reina melompat-lompat kegirangan sambil menunjukkan isi pesan tersebut.


“ Wow. Kau benar. Tapi aku tak terlalu minat sih. Satu-satunya alasanku menarik Sam ke depan adalah karena dia menyukai Kintari. “ Reina terlonjak kaget.


“ Apa? Benarkah? Dia? “ Rama mengangguk. Reina menutup mulutnya tak percaya.


“ Karena ini acara tahunan, aku lebih memilih membuat stan dagang. Pasti akan ramai pembeli! Dan keuntungan klub memasak akan lebih banyak Wahahaha “ Reina mengerucutkan bibir. Kakinya lantas menginjak kaki Rama.


“ ARGH, Kakiku! Heh! Ada apa denganmu? Gemar sekali menyakitiku? “ ia memegangi sepatunya. Mengerang lirih.


“ Dasar. Sempat-sempatnya memikirkan uang. Kalau kau tahu sobatmu jatuh cinta, bantulah dia! Dasar lelaki, semaunya sendiri! “ ia melenggang pergi meninggalkan Rama dengan keputusasaan. Kini Ia baru tahu rasa sakit di injak seorang gadis.


***


=BERSAMBUNG= :mancing:
 
Chapter 5
( Melangkah Maju )



Aku masih kesal dengat tindakan Rama yang seenaknya menarikku ke atas stage ini. Apa sih maunya? Apalagi disini ada kintari yang melihat tingkah laku kami. Bagaimana kalau dimatanya kami hanya terlihat bagai dua orang bodoh. Apa dia berniat mempermalukan kami di depan khalayak ramai? Aku hanya terdiam mematung di ujung stage setelah diperintahnya untuk menunggu. Mataku hanya mengikuti langkahnya yang mendekati Reinadengan kesungguhan. Hee..mau apa dia? Marah-marah karena aibnya terbongkar?


“ Aku menyukaimu, bahkan sangat menyukaimu, sejak dulu. “ Iris mataku melebar mendengar perkataannya. Seakan roh ku mau loncat sekarang juga karena tak percaya. Barusan dia..NE-N-N-NEMM-NEMBAK?!? Apa-apaan ini! Dia tak serius kan? Dia menyeretku kesini untuk menemaninya menembak seorang gadis!


“ Bahkan aku lupa sejak kapan. Mungkin ini sedikit gila tapi percayalah. Aku tersiksa karena tidak bisa mengatakannya padamu. Aku..aku terlalu pengecut untuk menyukai bunga seindah dirimu. Lempar saja aku sampai kau tidak bisa menemukanku. Aku tidak peduli sejauh apapun itu. Yang aku tau, kini aku telah mengatakannya dan itu adalah benar. “ hatiku goyah tak menyangka Ia dapat mengucapkannya semulus itu. Kulihat Reina yang sempat terdiam kini mulai berkaca-kaca dengan semburat merah merona di wajahnya. Gemuruh siswa tak henti-hentinya bersahutan menyemaraki adegan romantis ini.


“ Aku juga menyukaimu! “ aku kian terkejut saja mendengar jawaban Reina. Jadi dia selama ini juga memiliki perasaan yang sama terhadap Rama. Wah, kalau begini sih bagai kentut di hadapan teman. Ditahan keras-keras agar tidak malu, namun saat tiba waktunya harus keluar, itu akan berhembus nikmat dengan sendirinya. Dan lagi Ia tak perlu malu, karena temannya juga membalas kentutnya. Hei, perumpamaan menjijikkan macam apa itu?


“ STOOOOPPPPP!!!! “ suara Kintari membahana merusak momen mendebarkan ini. Eh? Ada apa dengannya. Ia seperti menahan sesuatu.


“ Rama, Kau tidak sedang berakting, kan? “ tanyanya yang membuatku tersadar. Eh, tunggu! Jangan bilang kalau itu..


“ Loh? Bukankah ini audisi klub seni untuk Drama? Jadi kenapa aku harus bersungguh-sungguh? “ Idiot.Satu kata yang langsung terpikir saat kulihat Reina berlari keluar dengan terisak. Huah, satu hati telah kau campakkan kawan. Tidakkah kau tahu bahwa Ia memendam hal itu begitu lama?


“ Sebenarnya apa yang terjadi? “ pertanyaan bodoh lagi-lagi terlontar dari mulutnya. Kintari hanya menahan kesal melihatnya. Rama melemparkan pandangan ke arahku yang aku jawab dengan senyum getir.


“ Dan Kau, Rama! Ini audisi drama bukan ajang untuk menyakiti hati siapapun! Jadi pergilah susul Reina! Aku tidak mau sahabatku menjadi seperti itu hanya karena leluconmu! “ yang dimarahi terlihat semakin bingung.


“ Ap-apa ini? Kenapa semua orang menyalahkanku? “ ia berjalan melewatiku. Saat bahu kami bersentuhan aku bergumam kecil.


“ Aaku tidak tahu sedungu apa kau dalam menangani hal ini. Tapi, Jika memang sesulit itu untuk berpikir, Maka tinggal lakukan saja! Dia penting untukmu kan? Gunakan kebodohanmu seperti biasa dan tenangkanlah Dia. Dia sudah berusaha keras selama ini.. “ mendengar itu Ia langsung berlari dengan cepat.


Sepeninggalnya, aku seketika memikirkan kalimat bodohnya. Haahhh, andai saja itu benar. Kau benar-benar terlihat keren tadi. Aku terlalu pengecut untuk menyukai bunga seindah dirimu, ya? Aku mengulang kalimat itu dan semuanya bagai menampar keras-keras wajahku. Ya, benar. Kenyataannya aku juga bodoh. Dungu. Bahkan mungkin lebih dungu dari sobatku yang satu itu. aku terlalu bodoh hingga tak bisa memastikan hatiku. Aku terlalu pengecut untuk menyadari seberapa menyedihkan aku. Bahkan jika dibanding Rama aku bahkan belum melangkah sejangkal pun dari tempatku berdiri. Aku lemah, kecil, jika dibandingkan dengan lelaki sekelas Devan. Dan mungkin aku tak sanggup berdiri tegap jika disandingkan denganmu, Kintari Cinta Mentari.


“ hei kau! “ aku tersadar dari lamunan panjangku. Aku melihat sosok berkilau yang memanggilku, begitu indah, tak terjangkau. Aku menoleh ke kiri dan kanan hanya memastikan bahwa tak ada peserta lain disini selain aku. Masa bodoh lah, dari awal aku juga memang bukan bagian dari mereka. Aku berjalan pelan ke tengah panggung. Aku bahkan tak berani menatapnya. Dan hanya menguak luka semakin besar.


“ Cinta, derita tiada akhir. Mungkin kalian pernah mendengarnya pada serial sun go kong. “ legenda si raja monyet kah. Aku malah mengutip kata-kata patkai, sang siluman babi itu. kuberanikan diri melihat kintari dan Ia hanya mengangkat sebelah alis. Sementara kulihat Devan ada di ruangan bersama peserta baru lainnya menertawakanku. Ya sudahlah, lagipula citraku sudah terlanjur rusak di depannya.


“ Aku memang tidak bisa berakting, bahkan sampai membuat orang lain menangis seperti tadi, tapi.. “ aku melihat Devan sekilas lalu menatap mata Kintari dengan tatapan kosong.


“ Sandiwara sesungguhnya adalah ketika kalian tetap bisa membuat orang lain bahagia walau kalian sedang menangis. Dan ketika kau memaksakan diri untuk tersenyum demi melihat kebahagiaan orang lain. “ aku berjalan meninggalkan kintari yang terjebak dalam kebisuan. Disaat aku melewati Devan pandangan kami sekilas beradu. Hingga aku benar-benar meninggalkan ruangan itu. Selanjutnya kudengar suara ramai orang menyoraki Devan yang memperlihatkan bakatnya bermain pedang. Hahaha, sialnya. Setidaknya kini aku tahu perasaan kenapa Rama sangat membencinya.


Hari ini hari pertamaku sekolah, hari pertamaku bertemu seorang sahabat, hari pertamaku mendengar seseorang bertingkah bodoh di depan umum, hari pertama aku mengagumi serta membenci seseorang, dan hari pertama aku..


Mengalami sesak yang tak kukenali sebabnya..


***


Aku melihat kelas sudah kosong. Hanya tasku saja yang tergantung disana. Setelah merapihkan diri aku bersiap pulang. Kulihat awan berarak menutupi matahari siang ini. Nampaknya akan hujan. Sial, apa aku harus hujan-hujanan?


“ SAMUDERAAAAAAAA!!!! “ suara melengking terdengar dari arah belakang dan kulihat Reina dengan wajah cerianya. Hoo, sudah lebih baik tampaknya. Atau pertengkaran besar? Ada sedikit sembab pada kelopak matanya.


“ BRUK! “ Ia memelukku sangat erat. Eh? Aku tahu wajahku sudah memerah bak kepiting rebus. Ini terlalu mendadak! Aku tahu kau patah hati karena Rama tapi apa kau harus melampiaskannya padaku!


“ Hei! Apa-apaan,- “


“ Heee, kenapa dengan wajahmu itu? kau seperti tidak senang aku datang? Apa terjadi sesuatu? “ Ia menusuk-nusuk pipiku dengan telunjuknya. Hentikan itu! orang akan salah paham dengan kita!


“ hooo, aku tahu. Jangan-jangan, kau malu ya jika dekat dengan gadis manis sepertiku? “ ia memoleskan telunjuk di permukaan bibirnya dan mengedipkan matanya. GROAAAAA!! IBU AKU TAK KUAT! IA TERLALU SEKSI!


“ He-hentikan! “ aku tak kuasa menahan Reina yang memojokkanku ke dinding.


“ Hmm, benarkah? Tapi kelihatannya sikapmu berkata lain? “ ujarnya lagi dengan suara menggoda. Wajahku menengadah ke langit-langit kelas. Apa-apaan dia ini? Lepas dari Rama kau jadi wanita penggoda, hah? Kenapa kau agresif sekali!


“ Hihihi..lihat wajahmu barusan “ Ia tertawa kecil dan mendorongku menjauh.


“ HEH! APA-APAAN MAKSUDMU TADI? “ omelku tak terima Ia mempermainkanku.


“ Aku hanya men-ja-hi-li-mu! “ ucapnya seraya memeletkan lidah.


“ Kurang ajar, kau,- “


“ TIIIIITTTTT – TIIITTTT! “ Suara klakson motor mengagetkan kami. Seorang lelaki bersweater dan berhelm full face datang bersama sebuah scoopy matic. Hmm? Siapa dia? Motornya agak feminim.


“ Yo! Anak baru! “ apa? Sapaan itu? Ia membuka helm dan menampakkan seorang lelaki berambut emo yang menjengkelkan. Rama.


“ Ternyata kau.. “


“ Wahahaha. Wajahmu terlihat jengkel sekali, kawan! Ada apa? Reina menggodamu ya? “ Ia tergelak. Aku hanya menampilkan raut masam.


“ Tidak. Seharusnya aku yang bertanya. Apa pertengkaran suami istri kalian sudah selesai? Yahh, tadinya aku berharap terjadi sesuatu yang bagus seperti luka perban disana-sini, lemparan piring dan gelas ke dinding.. “


“ Errr..hentikan omong kosongmu. Dan KAMI BUKAN SUAMI ISTRI! “ ucap mereka berbarengan.


“ Tuh kan, lihat! Kalian itu serasi! “ aku menunjuk mereka bergantian.


“ KAMI TIDAK SERASI! “ teriak mereka lagi bersamaan.


“ BUAHAHAHAHA! “ Aku memukul dinding seraya terbahak. Mereka malu sendiri dan saling memalingkan muka.


“ Hei, bagaimana audisinya? Saat kutelepon Kintari Ia hanya berkata sekedarnya. Ya ampun, kukira kau sudah berakting layaknya pangeran. “ protes Reina dengan pipi menggembung lucu.


“ Hah? Tidak mungkin aku begitu.. “


“ Hemph! Tadinya kupikir itu akan bagus karena kudengar dari Rama kau menyukai Kintari. Tapi ternyata si bodoh ini malah mengatakan hal yang tidak seharusnya. “


“ K-KAU! “ Aku tak percaya dia bilang hal aneh pada Reina.


“ Hei, Lagipula aku tak pernah bilang aku menyukainya! A-Aku hanya sedikit kagum. Itu saja. “ Rama hanya terkekeh mendengarku. Sementara Reina menatapnya tajam.


“ ma-maaf.. “ ujar Rama memelas. Ya, kau memang terlihat bodoh tadi. Dan kurasa perasaan Reina benar adanya.


“ Jadi..kalian sudah baikan? “ yang disambut dengan anggukan kepala keduannya. Syukurlah. Kukira tadi akan terjadi perang dunia ke III.


“ Baiklah. Kalau begitu kami pulang dulu. Ayo, Rei! Sam, kau ada tumpangan? Mau ikut naik? “ ajak Rama diikuti dengan Reina yang mulai naik di jok belakang. Tiba-tiba Reina mencubit punggungnya.


“ Apa! Kalian mau mengapitku bersamaan? Dasar mesum! “ omelnya memalingkan wajah.


“ Tidak! Maksudku bukan begitu hehehe. Tapi yaahh..kalau bisa sih boleh. “ yang disambut dengan pukulan keras di helmnya. Aku hanya nyengir-nyengir saja.


“ Oh ya. Cobalah kau coba periksa kolong mejamu. Aku meninggalkan sesuatu disana. “ pungkasnya lalu berlalu dengan scoopy imutnya. Aku yang penasaran kembali ke kelas dan merogoh kolong meja. Sebuah buku?


‘ Aku minta maaf soal kebodohanku tadi. Dan soal Kintari. Aku benar-benar tak memikirkan perasaanmu. Jadi kalau kau senggang pergilah ke alamat ini. Kau akan kuberikan masakan terbaik Chef Rama Geovan Andara! Oh ya, Buku ini adalah buku PR ku. Dan hari ini kita ada PR matematika untuk dikumpulkan lusa. Bisa kembalikan dan berikan salinan PR milikmu? Aku tak akan menerimanya jika kau belum datang dan berikan salinanmu.


Nb: Aku punya adik yang manis loh. ‘


Aku tersenyum kecut membaca catatan di pertengahan bukunya. Terselip robekan kertas berisi sebuah alamat. Si bodoh itu. Ia ingin aku menyalin PR ku? Yang benar saja. Entah aku harus marah atau senang. Karena harus kuakui Ia menyelamatkanku saat ini dari depresi. Ya ampun, kenapa orang ini bisa peka terhadap temannya namun terlihat kikuk di depan orang yang mencintainya? Rama Geovan Andara, ya? Aku baru tahu nama lengkapnya.


***


“ Sepeda sialan! Kau sama menjengkelkannya dengan nenek sihir yang memberikanmu padaku! “ aku tak habis-habisnya memaki sepeda yang kutuntun. Lihatlah, apa yang kau pikirkan tentang sepeda ontel tua dengan rantai putus? Paling tidak dia kan bisa mengurusnya? Benar-benar hari yang buruk!


“ Hujan.. “ aku berlari dengan cepat saat kurasakan tetesan air mulai membasahiku. Aku mencari tempat berteduh namun yang kutemukan hanya sebuah halte kecil di seberang jalan. Tak ada banyak orang disana, hanya seorang siswi sekolahku dengan rambut yang mulai basah. aku menajamkan pandangan, dan kudapati sosok yang kukenal. Itu kan Kintari? Lagi? berapa kali aku bertemu dengannya hari ini? Tapi yang lebih penting, dia belum pulang? Apa dia menunggu hujan reda? Kelihatannya hujan ini akan lama.


Aku diam tak bergeming pada posisiku. Memilah-milah apakah aku harus pergi sekarang atau ikut berteduh? Dengan jarak dan posisi seperti ini, maka jika aku mencoba pergi ke arah manapun pasti akan terlihat. Tapi jika aku ke halte, kita Cuma berdua loh! Cuma berdua! Laki-laki dan perempuan yang terjebak hujan deras dalam sebuah halte dengan hawa dingin menusuk! Woaaaahhh, wajahku merah padam! Dan selama aku berpikir angin berhembus semakin kencang, membawa air deras yang membuat kuyup pada seluruh seragamku. Ah, kupikirkan saja nanti! Dengan segenap keberanian aku mencoba mendekat.


“ Kintari? “ Ia menoleh. Tidak! Jantungku terpompa semakin cepat!


“ Hei, kau lagi? “ ujarnya sebelum aku ikut masuk dan berteduh. Suasana ini, benar-benar awkward. Aku bingung kalimat apalagi yang harus kuucapkan. Ayolah diriku! Coba lebih nekat!


“ WAH! HUJANNYA DERAS SEKALI YA? HAHAHA “ sorakku dengan tawa hambar memandang langit. Bodoooohhh! Kalimat konyol apa yang barusan kuucapkan!


“ Emm, Iya. “ ujarnya singkat seraya mengeringkan rambutnya. Aku baru menyadarinya, tapi saat basah begini ternyata gadis terlihat semakin cantik! Kami sempat terdiam beberapa saat. Yah, aku tidak bisa menyalahkan siapapun. Karena dia sebagai perempuan juga bingung untuk memulai.


Aku merogoh saku seragamku, mencari tisu untuk mengeringkan badan. Namun tak kutemukan. Kubuka tas dan menggeledah isi didalamnya. Aih, bukuku basah. kutemukan hal yang membuatku terperanjat.


PAYUNG? GROAAAA!!! KALAU ADA DISINI UNTUK APA DARI TADI AKU HUJAN-HUJANAN BEGINI!


“ Bawa ini! Hari ini sering hujan. Tapi pakailah dengan hati-hati. Itu hadiah pemberian pacarku seharga ratusan ribu. Kalau hilang, kubunuh kau! “ begitu lah katanya saat kemarin malam. Kubunuh kau, ya? Aku sudah menduganya.


“ Kau orang yang menabrak tiang tadi, kan? “


“ Eh? “


“ Kudengar dari teman-teman kau anak baru? “ woh, dia membuka pembicaraan! Hoi, kenapa dari sekian pertemuan kami Ia hanya mengingat itu! Ah, lupakan. Aku harus bersikap santai dan terlihat normal!


“ Y-Yahh, begitulah. “ aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal.


“ Sebenarnya kemana kau melihat tadi? “


“ Ha-Hanya memperhatikan temanmu! “ gagapku. Gawat! Aku tak terpikirkan alasan apapun dan baru saja mengatakan hal yang memicu kontraversi!


“ Kau menyukainya? Devi? “


“ Tidak! Bukan seperti itu! “ sanggahku cepat. Ia melihatku lekat-lekat. Meminta jawaban lebih lanjut.


“ Eh...anu..Eh.. “ mataku berputar berharap otak kecilku bisa menemukan ide lain.


“ Kalau begitu aku akan memberitahunya! “


“ Hei, jangan! Sudah kubilang bukan begitu! “ aku mulai panik. Tapi aku tak bisa menjelaskan bahwa aku terpesona saat melihatnya.


“ Hihi, ternyata kau tidak seserius kelihatannya. “ Ia terkikik geli.


“ He? Benarkah? “ Ia mengangguk dengan senyumnya yang mengembang.


“ Maaf terlambat memperkenalkan diri! Aku Samudera Dwi Cahyo Purnomo. Semua orang memanggilku, Sam. “ aku memaksa menyunggingkan senyum agar tidak terlalu kaku.


“ Hmm, namamu berat ya? Apa tidak sakit saat menerimanya dulu? “


“ Eh? tidak. Mungkin karena saat aku lahir dulu, kau tahulah adat jawa dimana ari-ari bayi harus dikubur bersamaan dengan pisau, beras merah, bawang putih, bawang merah dan sebagainya. Banyak mitosnya sih, katanya biar gak rewel, jadi anak cerdas, tidak mudah sakit, dan sebagainya. “


“ Oh, benarkah? Kau juga begitu? “


“ Ayahku sedikit melakukan kesalahan saat itu. Ia salah mendengar dari telepon bahwa ari-ari itu harus diberikan cabai dan bawang seperti bumbu untuk memasak daging jadi semuanya ia gerus dalam cobek seperti sambal dan ia berikan pada ari-ariku lalu dikubur. “


“ Haa? Apa-apaan itu! hihihi..kau orangnya aneh ya. “ Ia tertawa kecil. Manis sekali. Syukurlah, agaknya ini membuatku sedikit nyaman. Tak lama, Ia melirik sepedaku.


“ Emm, tentang sepedamu.. “


“ Oh, rantainya putus saat di jalan tadi. “ dia mengangguk dengan bibir membentuk bulatan kecil.


“ Dari banyak kendaraan, kenapa harus sepeda ontel tua itu? “


“ Aku tak punya pilihan. Banyak hal terjadi setelah aku pindah. Dan semua semakin buruk saat tinggal bersama Bibi Liana. “ jelasku. Terlihat ia memikirkan sesuatu. Ia menggulung ujung rambut dengan telunjuknya


“ Bibi Liana ya.. Terdengar tak asing. “


“ Dia juga mengajar disini. Namanya Liana Mayangsari. “


“ Heeeeee? Maksudmu guru menakjubkan itu? kau tinggal bersamanya? Wah, aku penggemarnya! Cantik, pintar, mudah bersosial, populer.. “ aku tercengang gadis ini tahu banyak tentang nenek sihir itu. Aku tak mengira Ia bisa menutupi tabiat aslinya di Sekolah.


“ Yaah, kukira tak sehebat itu. dia sedikit santai di rumah.. “


“ Hmm, begitu ya.. “


Kemudian kami kembali dalam keheningan. Cukup lama. Ia melihat jam tangannya sesekali. Apakah dia bosan?


“ Hei.. “ panggilnya kemudian. Aku terhenyak. Ia memandang hujan yang kian deras seraya memeluk tas punggungnya


“ Eh? A-Apa? “


“ Mengenai perkataanmu. Apa menurutmu sandiwara itu adalah hal seperti itu? “ Ia menatapku. Ekspresinya sedikit lain, ada kegundahan disana. Heh? Dia mengingat perkataanku.


“ Apakah..menurutmu seburuk itu? tersenyum untuk orang lain demi kebahagiaan mereka? “ sorot matanya nanar. Apa yang harus kukatakan? Salah langkah, itu bisa berpengaruh besar terhadap caranya memandang hidup. Aku menegakkan badanku.


“ Kau pernah dengar kutipan Thomas Hardy? Tentang pelangi? “ Ia mengerutkan dahi.


“ Pelangi? “


“ Ya. Bukankah pelangi sangat indah? Sama seperti kebahagiaan. Kita melihat kebahagiaan itu seperti pelangi, tidak pernah berada di atas kepala kita sendiri, tetapi selalu berada diatas kepala orang lain. “ ucapku dengan seulas senyum.


Ia tampak tak puas mendengarnya. Kemudian Ia terduduk di sebuah bangku panjang. Sebenarnya, apa yang Ia rasakan? Sebelumnya juga Ia hanya terdiam mendengarku di ruang seleksi. Kudengar Ia menghela napas panjang.


“ Tapi bukankah sedikit berat? Tidakkah kau khawatir beban yang kau tanggung sendiri akan memberatkanmu? Tidak kah kau takut apa yang kau rasakan meluap dan memberontak? Pada akhirnya kau hanya akan menyakiti orang lain lagi dan lagi! “ tangannya mengepal dengan wajah tertunduk. Hmm, jadi begitu. Saat ini,


“ Kalau begitu.. “


Ia hanya..


“ Tak perlu lari dan menghindar dari ketakutanmu! Hadapi saja, jika itu tak mampu kau bendung luapkan saja! Tak perlu takut untuk dibenci orang lain karena itu adalah bagian dari perasaanmu. “


Bingung. Bagaimana harus bersikap.


“ Sandiwara? Tak diinginkan, tak dicintai, tak diperhatikan, dilupakan orang, Bukankah semua manusia di belahan bumi juga punya kepalsuannya? Memerankan figur orang baik bukanlah tanda kau pengecut! Wajar saja bagi manusia untuk memakai topeng sebagai kedok! “ nafasku memburu. Tak kukira, aku akan lepas kendali. Atau ini sedikit kejam? Semenjak tadi aku hanya menatap rintik hujan didepanku. Tak punya keberanian untuk sekedar berbalik melihatnya. Suara hujan terdengar nyaring pertanda bahwa tak ada percakapan atara kami.


“ Terima kasih, Sam. “ aku melirik dan kudapati Ia yang tersenyum manis. Tidak. Bukan seperti senyum sebelumnya. Hanya sebuah senyum tipis namun terlihat begitu berarti.


“ E-e-emm...B-Bukan apa-apa kok! Hehehe “ aku memalingkan wajah. Ada apa dengan rasa gugup ini! Aku tak bisa mengendalikan diriku lagi.


“ Ba-baiklah! Su-sudah saatnya aku pulang! Nampaknya sudah sore! WAH, SEPEDAKU MASIH RUSAK SAJA YA!!! HAHAHA KALAU BEGITU AKU TUNTUN SAJA LAGI! “ Aku menendang ban sepeda ontel itu. ada apa denganku! Disenyumi sedikit langsung salah tingkah begini!


“ Hei, apa tidak apa-apa kau menendanginya seperti itu? kurasa itu tidak akan be,- “


“ Ambillah! “ aku merogoh tasku dan memberikan payungku. Wajahnya nampak terkejut. Tanpa menunggu jawabannya kuseret sepedaku menjauh dan mulai berlari.


***


“ Jadi sepedamu rusak dan kau hilangkan payungku di hari pertamamu! Benar begituuuu? “ sebuah jeweran sukses mendarat di telingaku. Sangat kuat. Hingga rasanya mau copot saja.


“ I-Iya bibi. Maafkan aku! Dan payung itu tidak hilang kok. Hanya kupinjamkan! “ sungutku berbisik.


“ Hoo, jadi kau pinjamkan itu ke seorang gadis dan pulang basah kuyup! Benar? Ada apa denganmu? Apakah itu cara agar terlihat keren dan Ia jatuh hati padamu? Hah? “ Ia memberikan double attack bersama cubitan mautnya.


“ Ti-Tidak! Aduh, sakit! SAKIIITT! Huh, padahal aku baru saja tiba di rumah dengan keadaan basah kuyup begini. “ kesalku.


“ Suruh siapa kau pinjamkan payungmu! Aku meminjamkan payungku untuk kau pakai! Bukan untuk dipinjamkan lagi! Bodoh! “ Omelnya makin pedas. Jewerannya kian sakit.


“ A-Aduh duh..Iya Bibi! Iya! MAAFKAN AKUUUUUUUU!!!!!! “ Ia memukul bahuku dengan majalahnya sambil merengek karena payungnya tak kembali. Tiba-tiba aku ponselku bergetar. Sebuah pesan masuk


From: +6287593899912

Received: 15.30



Saaaaammmm!!! Ini aku reinaaa!! Aku minta nomormu dari Rama! Aku punya kabar baik yang lupa kusampaikan. Mengenai seleksi. Kau masuk sebagai anggota bersama Rama! Dan mengenai calon pemeran untuk drama akan disampaikan besok beserta jadwal latihan. Jadi jangan menyerah dan bersemangat ya!



***


=BERSAMBUNG= :banzai:
 
Bimabet
seandainya ini ada di cerbung sebelah ... pastit bagus kisah sam dengan bibi liana
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd