Agen Terpercaya   Advertise
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

FANTASY Monreia: Master of Puppets (Eps 02 - Master of Puppets)

alshawn

Semprot Addict
Daftar
9 Mar 2013
Post
480
Like diterima
1.200
Bimabet
Malem kakak-kakak semua.
Setelah berdiskusi dengan beberapa orang termasuk yang punya universe @gnomegnome, akhirnya kuberanikan diri buat posting cerita ini. Cerita dengan genre yang bener-bener baru buatku, Fantasy.

Setting universe yang dipakai dari cerita ini bener-bener sama dengan apa yang dipake sama Red, jadi kalo mau tau lebih jelas dengan universe cerita ini, bisa kakak-kakak liat di postingan ini.

Buat cast, aku spoiler dah, takutnya kecewa dari awal. Disini bakal ada Anin.
Udah, itu aja.

Eps 01 bakalan meluncur sebentar lagi.

Indeks

Eps 01 - An Elegy
Eps 02 - Master of Puppets
 
Terakhir diubah:
Malem kakak-kakak semua.
Setelah berdiskusi dengan beberapa orang termasuk yang punya universe @gnomegnome, akhirnya kuberanikan diri buat posting cerita ini. Cerita dengan genre yang bener-bener baru buatku, Fantasy.

Setting universe yang dipakai dari cerita ini bener-bener sama dengan apa yang dipake sama Red, jadi kalo mau tau lebih jelas dengan universe cerita ini, bisa kakak-kakak liat di postingan ini.

Buat cast, aku spoiler dah, takutnya kecewa dari awal. Disini bakal ada Anin.
Udah, itu aja.

Eps 01 bakalan meluncur sebentar lagi.

Indeks

Eps 01 - An Elegy
Wah kalo ada anin ga pernah mengecewakan hu
Hahaha
 
Episode 01

An Elegy



752 Sedas Era (SE)


Berdenmouth, Ibukota Kerajaan Harwick – Derap langkah terburu-buru seorang wanita terdengar membelah kesunyian di salah satu sudut kota ini. Wajahnya terlihat cemas, terus berlari tak tentu arah. Entah sudah berapa jauh dia berlari, hampir di setiap belokan wanita tersebut berbelok ke sembarang jalan. Hanya satu yang ada dipikirannya, dia harus segera pergi jauh dari sini!

Kudeta yang terjadi di kerajaan Harwick merubah kehidupannya hinga 180 derajat. Martha, nama dari wanita tersebut, kini menjadi buronan yang paling dicari oleh kerajaan yang baru terbentuk. Dia dituduh menyembunyikan bayi kecil keturunan Raja Rickard, yang hilang saat kudeta tersebut terjadi.

CEPAT! CARI KE SEBELAH SANA!”

Teriakan yang menggema dari kejauhan membuat langkah kaki Martha terhenti. Dia pun menempelkan tubuhnya membelakangi dinding. Terlihat siluet prajurit sedang berlari ke arah yang berlawanan.

“Maa …”

Martha menoleh ke arah suara lirih tersebut. Seorang anak yang memiliki warna mata keabuan persis dengannya. Dia terlihat sangat ketakutan.

Aku takut, Ma ….”

Martha kemudian bersimpuh didepan anak berumur tujuh tahun tersebut. Ditatapnya bola mata jernih yang mulai menitikan air mata.

“Jangan takut, Al. Semua akan baik-baik saja.” Martha kemudian tersenyum kearah anak tersebut. Senyum yang sungguh terlihat menenangkan. Sangat kontras dengan perasaannya yang benar-benar khawatir.

Dipeluknya tubuh anak kecil yang berada dihadapannya itu. Martha sudah tak peduli dengan pakaian yang dia gunakan kotor karena menyentuh tanah saat dirinya mendekap tubuh mungil anaknya yang gemetaran.

“Semua akan segera selesai, Nak.” Martha pun terus mengelus bahu anak tersebut hingga dia kembali tenang.

“CARI DI SEBELAH SINI!”

Teriakan tersebut kali ini terdengar cukup dekat. Wanita itu menyadari, dia harus segera pergi dari sini. Sambil menarik anaknya pergi, dia terus berlari menuju batas kota.

“DIA ADA DISINI, CEPAT KEMARI!”

Lari Martha semakin melemah. Rasa keputusasaan terus menyelimuti pikirannya. Dia semakin kalut, mendengar derap langkah yang semakin lama terdengar semakin dekat.

Langkah kaki Martha terhenti. Dia pun seperti menyadari, sudah tidak ada tempat lagi baginya untuk berlari. Namun, tidak bagi anaknya. Martha pun menghela nafas panjang. Dia pun sudah memantapkan hatinya untuk menyerah, agar anaknya masih bisa tetap selamat.

“Nak …”

Martha pun bersimpuh dihadapan anaknya. Dia elus rambut anak tersebut, elusan yang seakan menjadi elusan terakhir kepada anaknya. Tak terasa air matanya mulai jatuh.

“Mama sayang sama kamu, Al.” Dia pun memeluk erat anaknya. Isak tangis tak terbendung lagi. Dia tahu, ini merupakan kali terakhir dia bisa melakukan hal seperti ini.

“ITU DIA!!”

Teriakan tersebut sontak membuat Martha melepas pelukannya kepada Al. Dia pun lantas menyembunyikan Al dibalik samakan kulit rusa yang berada disebuah kios pinggir jalan.

“Jangan pernah keluar dari sini. Tetap sembunyi ….” Perintah Martha yang yang langsung dibalas anggukan oleh Al. “Tetaplah hidup, apapun yang terjadi.” Al hanya kembali mengangguk. Martha pun mencium kening Al sebelum akhirnya dia tumpukan beberapa samakan kulit rusa diatasnya.

Dia pun kembali mengumpulkan keberanian untuk bangkit. Yang dia pikirkan hanya satu, keselamatan anak semata bungsunya. Dia harus segera pergi dari sini, agar para pasukan yang sedari tadi mengejarnya menjauh dari tempat si anak bersembunyi. Martha pun mulai bergegas pergi. Naas, belum jauh Martha melangkah, tiga orang berbaju zirah lengkap muncul dari balik tembok. Begitu pun dari arah sebaliknya. Martha sekarang benar-benar terkepung.

“HYYAAAHH!!!”

Martha yang mencoba menerobos akhirnya ditangkap oleh dua orang yang bertubuh kekar. Dia pun terus meronta sebelum akhirnya salah satu prajurit tersebut memukul ulu hatinya.

“Gaah! Uhuk! Uhuk!”

Bercak darah lantas keluar berbarengan bersama batuknya. Hanya dengan sekali pukulan Martha pun mengendurkan rontaannya. Dia pun akhirnya pasrah dengan apa yang akan terjadi selanjutnya.

“Tidak ada tempat bagimu untuk terus berlari, Martha Gray.” Ucapan tersebut terdengar dari balik pasukan yang menghadang Martha. Tak lama, pemilik suara tersebut akhirnya muncul dari balik pasukan, tersenyum sinis kearah Martha.

“Lazarus …” sapa Martha saat pria itu mendekat kearahnya. “Aku tak tahu apa yang kau rencanakan. Namun, aku sendiri tak tahu dimana bayi itu berada.”

“Sampai kapan kau harus menyembunyikan bayi tersebut, Martha? Sudahlah, beritahu dimana lokasi bayi tersebut disembunyikan.” Lazarus pun mendekatkan wajahnya kearah wajah Martha. “Akan kubuat matimu menjadi lebih mudah. Tanpa ada rasa sakit sedikit pun.”

“Cuh!” Alih-alih berbicara, Martha malah meludahi wajah Lazarus. Ekspresi Lazarus yang awalnya cengengesan, kini mulai berubah. Diusapnya ludah yang berada tepat di pipi kirinya. Dia pun kembali menatap mata Martha yang penuh amarah sembari tersenyum sinis.

JLEB!

Tanpa tedeng aling-aling, Lazarus yang kalap lantas menarik pisau kecil yang berada di samping pinggangnya dan langsung menusuk perut Martha. Mata Martha terbelalak, nafasnya tercekat saat besi runcing yang terasa dingin tersebut menembus isi perutnya.

Martha pun langsung jatuh tersungkur. Darah segar terlihat mengalir bercampur dengan lumpur yang berada disekitar tubuhnya. Tubuhnya masih terlihat bergerak naik turun saat ajal mulai menjemput. Tak lama setelahnya, Tubuh Martha yang tidak bernyawa akhirnya tidak bergerak sama sekali.

“Ah, sial. Bagaimana caraku melaporkan kejadian ini?” Ketus Lazarus yang terlihat kesal. Dia sebenarnya ditugaskan untuk menangkap Martha dan menginterogasinya. Namun, emosinya yang mudah tersulut malah membuatnya kalap dan membunuh Martha.

“Ya sudah lah. Anggap saja dia berhasil kabur. Lagipula, tak ada jaminan bayi tersebut masih hidup,” gumam Lazarus. “Kita pergi dari sini.”

Lazarus dan anak buahnya pun meninggalkan mayat Martha begitu saja. Hujan mulai kembali turun, membasahi tubuh yang penuh dengan kotoran terbaring tak bernyawa ditengah kegelapan Lorong kota. Jam malam yang diberlakukan sesaat setelah kudeta berlangsung benar-benar membuat seluruh penjuru kota menjadi senyap. Tak satu pun orang berani keluar meski terdengar keributan.

Srak!

Setelah beberapa lama, akhirnya Al keluar dari persembunyiannya. Setelah beberapa saat memeriksa sekitar, Dia pun segera menghampiri mayat sang ibu. Wajahnya terlihat syok. Al pun lantas berlutut dihadapan mayat ibunya.

“Maa ….”

Dia goyang-goyangkan tubuh yang sudah terbujur kaku tersebut. Dia sadar, bahwa ibunya telah tiada. Namun, dia masih berharap akan ada keajaiban yang membuat ibunya hidup kembali. Sambil terisak, dia terus memanggil-manggil sembari menggoyangkan tubuh ibunya tersebut.

Merasa perbuatannya sia-sia, Al pun tertunduk lesu. Dia pun larut dalam keputusasaan. Dalam pikirannya, dia tak tahu lagi apa yang akan dia lakukan, serta bagaimana dia akan menjalani hidup kedepannya. Apalagi, hanya ibunya lah tempat dimana dia bernaung, tempat dimana dia merasa aman. Kini, dia telah kehilangan semuanya.

“Tetaplah hidup, apapun yang terjadi.”

Al kembali teringat dengan pesan terakhir yang diucapkan oleh ibunya. Tiba-tiba muncul tekad kuat dari dalam diri Al. Dia telah berjanji kepada ibunya agar tetap menjalani kehidupannya.

Dia pun kemudian bangkit. Tangannya mengepal dengan kuat, seperti sudah membulatkan tekadnya. Dia pun lantas melihat kearah ibunya, untuk terakhir kali.

“Aku akan tetap hidup, Ma ….”

.

.

.

771 SE

Gray’s MansionCheaux, Harwick

“Mama sayang sama kamu, Al.”

Tap!


Seorang pria langsung terbangun dari mimpi yang baru saja dia alami. Matanya terbuka secara tiba-tiba. Nafasnya terdengar memburu, terasa tersengal seperti sehabis berlari cukup jauh. Entah sudah berapa kali pria tersebut mendapatkan mimpi yang serupa, dimana seorang wanita bersimpuh memeluk tubuhnya yang masih kecil. Beberapa kali sang pria mencoba menatap wajah wanita tersebut. Namun, dia selalu terbangun sebelum sempat melihat wajahnya.

Alistair Gray, seorang saudagar kaya yang juga merupakan pemimpin dari Kota Pelabuhan Harwick, duduk termenung diatas ranjang besar didalam kamarnya. Seperti biasa, setelah mengalami mimpi tersebut, pikirannya menerawang. Dia seperti terpaksa untuk mengingat sesuatu yang bahkan dia sendiri tidak pernah mengingatnya, atau mungkin kejadian yang sebenarnya tidak pernah dia alami sebelumnya.

“Eh, Tuan Gray sudah bangun.”



Suara lembut seorang gadis sontak membuyarkan lamunannya. Senyuman gadis tersebut merekah saat Gray menatap kearahnya. Sepertinya dia ikut terbangun saat Gray bangkit dari tidurnya tadi.

“Ada yang mengganggu pikiranmu, tuan?” Tanya sang gadis sembari menatap wajah Gray. Tatapannya terlihat seperti khawatir.

“Aku baik-baik saja, Anindhita,” balas Gray sembari mengelus lembut kepala dari gadis itu. Anindhita. Nama yang sangat tidak lazim digunakan di dataran ini. Hal tersebut dikarenakan karena Gray “membeli” gadis tersebut dari kerajaan yang sangat jauh di belahan tenggara, Devata. Kerajaan yang cukup terkenal akan arus lalu lintas budaknya yang sangat cepat. Anin pun berasal dari kerajaan di sekitaran sana.

Gadis yang dipanggil Anindhita itu pun memejamkan matanya seraya merebahkan kepala diatas dada bidang Gray. Dia pun dapat mendengar detak jantung Gray yang masih berdegup cukup kencang.

“Mimpi itu lagi, ya?” Seakan mengerti, Anin yang beberapa kali mendengarkan cerita Gray tentang mimpinya langsung menebak apa yang terjadi kepadanya. Tebakan yang tepat tersebut membuat pupil mata Gray yang berwarna keabuan itu pun membulat.

Anin yang menyadari hal tersebut kemudian bangkit. Tubuh atasnya sedikit tersingkap akibat selimut yang dia pakai sedikit turun. Sambil mengelus wajah Graya dengan kedua tangannya yang halus, dia pun mencoba menenangkan perasaan Gray.

“Itu hanya mimpi, Tuan,” ucap Anin sembari menatap kedua bola mata Gray dengan penuh perhatian. Dia pun menyisir rambut panjang Gray hingga ke belakang telinganya. Anin pun tersenyum saat menyadari Gray sudah mulai tenang, dan lantas mencumbu bibirnya. Ciuman yang sangat lembut. Setiap lumatannya seakan memberikan suntikan endorfin yang terus menerus membuat Gray terasa semakin rileks. Bibirnya yang cukup tebal terus menerus bertambah nikmat disetiap lumatannya.

“Cuuph … mmhhh ….”

Cumbuan mereka semakin lama terlihat semakin intens. Anin yang memegangi wajah Gray kini mulai naik dan duduk diatas pangkuannya. Selimut yang sedari tadi menutupi setengah badannya kini benar-benar jatuh. Tubuh Anin yang terbalut kulit putih bersih kini tersaji dihadapan Gray, tanpa tertutupi sehelai benang pun.

Tubuh Anin menggeliat saat tangan Gray mulai menggerayangi kulit tubuhnya yang halus. Belaian tangannya terus turun menyusuri lekuk tubuhnya yang sangat indah, turun hingga bongkahan pantatnya yang kencang.

“Hh … mmpphh … mm-Akk!”

Anin sedikit terpekik saat bongkahan pantatnya diremas oleh Gray, membuat Cumbuan mereka terlepas. Kedua bola mat mereka berpandangan. Anin pun tersenyum sembari mengulum bibir bawahnya membalas tatapan Gray yang juga ikut tersenyum. Nafas Anin sudah terdengar memburu, begitu pun dengan Gray. Cumbuan tadi sepertinya membangkitkan gairah mereka.

Kembali bibir mereka berdua saling berpagut. Desahan mereka berdua terus menggema riuh berbarengan dengan ciutan burung-burung kecil yang berada di taman-taman mansion tersebut. Anin yang semakin bernafsu mulai menggesekan bibir vaginanya keatas penis Gray yang sudah mulai menegang. Tangan Gray pun semakin liar menjelajah lekuk tubuh Anin, terutama bagian payudaranya yang memang terlihat cukup besar dan kenyal.

TOK TOK TOK

Suara pintu kamar yang diketuk membuyarkan suasana penuh gairah ini. Sontak mereka berdua langsung menoleh kearah pintu yang berada di ujung ruangan.

“Siapa yang mengetuk sepagi ini, sih?!” Ketus Anin yang terlihat kesal dengan “pengganggu” yang datang. Namun tidak dengan Gray. Dia tetap terlihat tenang dan langsung menyuruh Anin untuk membukakan pintu tersebut.

“Buka saja, Nin.”

Anin yang tak mampu berbuat banyak pun hanya bisa mengangguk. Dia pun bangkit dari ranjang sembari mencoba menahan birahinya yang mulai memuncak. Ditariknya salah satu selimut yang ada diranjang untuk menutupi tubuhnya yang polos. Namun, bagian belakang tubuhnya masih dapat terlihat dengan jelas oleh Gray karena Anin hanya fokus menutupi area depan tubuhnya. Jelas Gray pun menikmati Anin yang sepertinya sengaja memperlihatkan pantatnya yang memang sangat indah.

Pintu kamar pun dibuka oleh Anin. Tampak salah satu pelayan “Pelayan Spesial” Gray terlihat dari balik pintu.

“Maaf mengganggu, Tuan Gray, Nona Anin. Utusan dari Migny sudah tiba di perbatasan kota dan sedang menuju kemari,” ujar si pelayan. Mendengar berita tersebut, sontak raut wajah Gray berubah kaget. Namun, tak lama kemudian raut wajahnya kembali berubah normal

“Eh, mereka sepertinya tiba lebih cepat daripada perkiraan, ya?” Gray melirik Anin yang juga sepertinya kaget mendengar kabar yang disampaikan oleh si pelayan. Ekspresi wajahnya seketika berubah serius.

“Tak apa, biar saya siapkan segala sesuatunya,” ucap Anin sembari melirik kearah Gray. Dia pun lantas tersenyum. Melihat sikap Anin yang tenang seperti itu, Gray pun sepertinya ikut lega. Seperti biasa, Anin bisa dia andalkan dalam situasi segenting apa pun. Kemampuannya dalam mengurus sesuatu hingga hal detail membuatnya menjadi satu-satunya orang yang mendapat kepercayaan Gray dalam mengurus segala hal, bahkan dalam mengurus dirinya sendiri.

“Celine!” Pelayan yang sedari tadi hanya tertunduk kemudian menatap kepada Anin saat namanya disebut. “Tolong Kamu bantu seluruh persiapan Tuan Gray. Tolong siapkan pakaian yang kemarin baru tiba dari Courvilles, ada di lemari sebelah sana. untuk jubahnya, …” Anin terus memberi instruksi kepada Celine dengan teliti dan seksama. Sepertinya tak ada yang terlewat dia jelaskan kepada Celine. Benar-benar sangat detail. Gray sendiri hanya tersenyum melihat pelayan pribadinya cekatan seperti itu.

“Jangan sampai ada yang terlewat, ya?” Ucap Anin menutup seluruh instruksinya.

“Baik, Nona.” Celine pun mengangguk dan langsung masuk kedalam kamar. Belum jauh dia melangkah, Anin menarik tangan Celine hingga langkahnya terhenti.

“Oh, satu lagi. Jangan biarkan Tuan Gray bermain terlalu lama denganmu, oke?” Anin pun tersenyum penuh arti kepada Celine. Celine pun hanya mengangguk tanda dia mengerti.

“Kalau begitu, saya undur diri dulu, Tuan Gray. Biar saya segera urus segala kepentingan penyambutan mereka.” Gray pun hanya mengangguk. Anin pun menundukan kepala seraya pergi meninggalkan kamar tuannya dengan tubuh yang hanya ditutupi oleh selimut, meninggalkan Gray yang masih berada diatas ranjang dan Celine yang berdiri sembari menunduk. Tak lupa dia tutup pintu kamar tersebut agar tak lagi ada yang mengganggu aktifitas pagi yang biasanya dilakukan oleh tuannya tersebut.



Tanpa banyak bicara, Celine pun menanggalkan seluruh pakaianya hinga tak tersisa sehelai pun. Celine sendiri memiliki tubuh yang lebih sekal daripada Anin. Lekuk tubuhnya yang cukup menggoda, kulit berwarna kuning bersih yang ditopang dengan wajah oriental khas Xingwen membuat nafsu birahi Gray kembali bangkit.

“Kemari, Selin ….”

Celine yang mendengar perintah tersebut langsung mendekati Gray yang sedang duduk diatas peraduannya. Dengan perlahan dia pun naik keatas ranjang. Pengalamannya menjadi pemuas nafsu utama selain Anin membuatnya sedikit paham apa yang diinginkan tuannya.

Tak butuh waktu lama hingga mereka berdua mulai bercumbu panas, saling menindih sembari menyalurkan nafsu birahi dari diri masing-masing. Jangan terlalu lama, ya? Sepertinya, Gray tidak bisa mengikuti apa yang Anin minta.

.

.

.

tbc
 
Terakhir diubah:
Anin lagi ehehe

Belom bisa banyak komen, tapi awalan nya menarik banget sih, asal usul nya Gray masih jadi pertanyaan, apakah orang yg sama dengan Al? Mari kita tunggu di episode-episode selanjutnya. *Loh malah jadi kayak penulisnya saya wkwkw
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd