Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA My Fiery Fireworks (Lidya M. Djuhandar of JKT48 Fanfixxx) [TAMAT]

INSYFCL

Senpai Semprot
UG-FR
Daftar
25 Mar 2011
Post
981
Like diterima
144
Bimabet
Setelah lama join di forum tercinta ini dan terpelatuk oleh karya
suhu @racebannon, Tuan @CrimsonArmored1686 dan karya suhu-suhu besar lainnya,
dengan bangga, saya mempersembahkan thread pertama di forum 46 terkhusus subfor Cerita Fiksi:




Reserved For Index
Part 1 : Sparks.
Part 2 : Ignite.
Part 3 : Explosions
Part 4 : Haze.

Part 5 : Hanabi 1 & 2

Special Chapter
Encore 01.
Encore 02. Mengenang Senang (Lidya's Sidestory Pt. 1)
Encore 03. Mengenang Senang (Lidya's Sidestory Pt. 2)
Encore 04. Mengenang Senang (Lidya's Sidestory Pt. 3)
Encore 05. Mengenang Senang (Lidya's Sidestory Pt. 4)
Encore 06. Mengenang Senang (Lidya's Sidestory Pt. 5)
Encore 07. Mengenang Senang (Lidya's Sidestory Pt. 6)
Encore 08. Mengenang Senang (Lidya's Side Story Pt. 7)
Encore 09. Mengenang Senang (Lidya's Sidestory - END)
Credits & Post-Credits Scene


Disclaimer :
Contains long words and small amount of
sex scene. Enjoy the story and salam semprot selalu.​
 
Terakhir diubah:

PART 1 : Sparks.



“Sound udah aman, kan?” ujarku pada soundman disebelahku.

“Mic udah oke semua? Coba yang di backstage check mic-nya” seruku lewat handytalkie pada crew di belakang panggung.

“Lighting udah siap?” kembali aku memastikan pada crew lighting yang disambut dengan acungan jempol mantab meyakinkanku.

Seperti itulah pekerjaanku hampir setiap hari sebagai stage manager di tempat pertunjukan sebuah idol group Jakarta kenamaan di salah satu mall kawasan Senayan. Aku tidak perlu menyebutkan namanya karena aku tahu kalian pasti tahu. Beruntung salah satu temanku adalah staff perusahaan periklanan besar asal Jepang yang membawahi idol group ini, dialah yang merekomendasikanku kepada atasannya dan belakangan memang mereka lebih suka merekrut kawan-kawan terdekat para staff mereka dari pada harus mencari orang yang belum dikenal. Mungkin sudah adatnya orang Jepang, kali ya? Ah... entahlah.

Para member sedang melakukan pemanasan untuk gladi bersih pertunjukkan mereka hari ini dan kebetulan yang tampil hari ini adalah Team KIII. Ada yang sedang stretching, ada yang sedang sibuk dengan gadget mereka sambil selfie untuk sekedar bahan tweet sapaan kepada fans, ada yang sedang mengingat-ingat blocking juga koreografi dipandu oleh “sensei”, sebutan untuk pelatih koreografi mereka yang lebih suka aku sebut koreografer, dan masih banyak hiruk pikuk yang terjadi untuk mempersiapkan show hari ini agar lebih maksimal. Bekerja di dunia pertunjukkan seperti ini memang harus dituntut totalitas dan ketelitian, tidak ada toleransi terhadap yang namanya kesalahan sekecil apapun, we have to make sure that everything done with “zero mistakes”. Tapi sesempurnanya suatu pertunjukkan, pasti tidak akan luput dari kesalahan. Ya... Kesempurnaan hanya milik Tuhan semata kalau kata Dorce Gamalama, namun aku dan semua yang terlibat berusaha sebisa mungkin untuk meminimalisir kesalahan demi menyajikan pertunjukkan yang apik dan memuaskan para penonton yang hadir. Yang mungkin tidak sedikit perjuangan yang mereka lakukan demi melihat oshimen, sebutan untuk member yang mereka dukung, tampil menawan menunjukkan hasil kerja keras mereka selama ini.​


Di sela aku memastikan semua kebutuhan pertunjukkan agar lancar tanpa kesalahan, mataku tertuju pada salah satu member. Ia duduk bersila sendirian jauh dari teman-temannya yang sedang sibuk dengan persiapannya masing-masing, aku memperhatikannya sedang ber-selfie dengan senyum manis nan centil, namun aneh... Ia seperti sangat muram setelahnya, ia menutup wajah dengan kedua telapak tangan dan terlihat tubuhnya sedikit berguncang. Aku mencoba mendekatinya, terdengar suara lirih diselingi sesenggukan seperti orang menangis. Dengan ragu aku berjongkok di sebelah kirinya dan menepuk bahunya “Hei, kamu kenapa?” aku menyapa dengan suaraku yang sedikit berat khas. Ia tidak meresponku. Kembali aku mengingat namanya, jujur... aku tidak hafal nama puluhan member idol group ini dan tidak pernah berusaha untuk lebih dekat dengan mereka, I try to be professional. Hanya beberapa member saja yang aku tahu namanya karena beberapa di antara mereka gemar mengunjungi booth FOH (Front of House), tempatku mengendalikan jalannya pertunjukkan saat teman mereka tampil sedang mereka entah tidak ada jadwal atau ada kegiatan di luar seperti mengisi acara di Televisi atau kegiatan pribadi seperti sekolah, kuliah atau urusan pribadi mereka. Like I don’t give a shit about it.

Dengan ragu-ragu aku kembali berbicara sambil menepuk lembut bahunya “Uhmm... L-Lid... Lidya” akhirnya aku berhasil mengingat namanya, ya... Lidya. Lidya Maulida Djuhandar nama lengkapnya... Seingatku begitu saat ia memperkenalkan diri di sela jeda 5 lagu pertama atau part MC. Entah kenapa dari semua yang ku ingat nama lengkapnya hanya dia saja. Well, Nevermind.

Seketika ia menengok kepadaku, terlihat kacau... itu yang bisa aku gambarkan. Matanya sembab, terlihat bekas air mata yang tiba-tiba ia seka dan tersenyum kepadaku memamerkan barisan giginya yang rapi meski terlihat tidak lepas “Eh, nggak apa-apa kok kak, Cuma kelilipan” tegasnya dengan suara alto yang sedikit bergetar sembari sibuk menyeka matanya.

“Bener? Yakin nggak apa?” tanyaku meyakinkan “Kok nggak gabung sama yang lain? Beberapa jam lagi kamu kan perform?

“Iya... bentar lagi kok kak, ini lagi mau nge-tweet ngajak fans biar pada nonton” balasnya dengan membuang pandangannya ke arah lain. Ya, dia berbohong. “Well, okay” balasku sambil berdiri dan berbalik arah menuju work station-ku.

“Kak...” langkahku terhenti saat itu juga

“Pernah nggak sih ngerasa bahwa yang kita lakuin saat ini itu sia-sia...” ujarnya datar

“kayak semuanya itu nggak ada artinya, pengorbanan yang kita lakukan seakan percuma, padahal semuanya udah kita lakuin...”

Aku menaikkan alisku keheranan. Kemudian aku menghampirinya yang masih tertunduk lesu dan merendahkan posisiku tepat di hadapannya. “Nggak ada yang sia-sia...” aku mulai membuka pembicaraan.

“Semua yang kita lakukan sekarang, walau sekecil apapun, seseorang di sana pasti akan bangga. Segala pencapaian kita hari ini adalah alasan bagi seseorang untuk dia hidup. Yakin deh” sambungku sambil memegang kedua pundaknya. Ia memandangiku dengan tatapan sedih.

“Kamu harus ingat motivasi kamu di sini apa, aku yakin banyak orang yang akan selalu dukung kamu, semua perjuangan kamu sekarang dan yang akan datang nggak akan sia-sia, you’re not alone, Lid...”

Kembali ia tertunduk dan terisak, tiba-tiba ia memajukan badannya dan memeluk tubuhku

“Aku nggak tahu harus gimana lagi kak... aku udah nggak tahan dengan semua ini... aku capek!” pelukannya semakin erat. Aku yang masih bingung dengan pelukannya yang tiba-tiba itu memberanikan diri untuk mengusap rambutnya yang halus, wangi rambutnya mengisi rongga pernafasanku, tubuhnya bergetar seiring isakan tangisnya yang lirih terdengar. “Lidya, impian akan selalu terpercik di langit harapan layaknya kembang api. Ingat kembali impian dan harapan kamu di sini, tidak usah kamu pikirkan apa tanggapan orang tentang kamu, tunjukkan bahwa kamu bisa, bagaimanapun caranya, aku yakin kamu adalah orang yang kuat” ujarku menenangkan. Pelukannya mengendur beberapa saat kemudian, seketika ia menegakkan tubuhnya sembari mengusap air matanya. “Terima kasih kak, maaf tiba-tiba aku jadi drama gini” katanya sedikit terkekeh. Aku merasa kaosku sedikit basah “Yah, basah deh baju gue”, Lidya pun panik seraya mengambil tissue yang dari kantong celananya “Aduh maaf kak, aku keringin ya?”

“Ya mana bisa atuh, neng” ia tetap berkeras sambil mengusap kaosku yang basah karena tangisannya

“udah nggak apa-apa, Lid... Nanti juga kering sendiri” tolakku sambil berusaha menyingkirkan tangannya

“Eh, iya juga ya... duh kok bego bener sih gue” katanya sambil memukul-mukul kepalanya sendiri.

“Ini Lidya ke mana ya?!!” Terdengar seruan wanita yang cukup lantang memanggil memecah kikuknya suasana barusan. “Tuh, udah dipanggil, sana buruan” tegasku sambil berdiri dari posisi jongkokku. Lidya pun bergegas menuju arah panggung untuk bergabung bersama rekan-rekannya.

“Kak!” serunya sambil membalikkan badan ke arahku “Terima kasih buat pelukkanya...” tutupnya sambil tersenyum. Seketika mukaku terasa panas “Eh... Iya, sa-sama-sama” balasku sambil menggaruk-garuk kepala belakangku yang kenyataannya juga tidak gatal. Perasaan apa ini? Ah, masa bodoh. Waktunya kerja.​

-o00o-


Pertunjukkan setlist BELIEVE K3 hampir memasuki paruh pertama. Sekedar intermezzo, setlist ini sebenarnya hanya “mixtape” atau pencampuran beberapa belas lagu pilihan sembari menunggu setlist baru. Menurutku, sebuah strategi bisnis yang tepat untuk memberdayakan ratusan lagu yang ada dan tetap memberikan kesempatan para member untuk menunjukkan usaha keras yang diyakini tidaka akan pernah mengkhianati, bukti dedikasi akan fans yang tak pernah lelah mendukungnya. Well, Sejauh ini masih aman, tidak ada kesalahan berarti. Para fans tetap semangat menyerukan nama member favorit dan chant-chant yang mungkin sudah mereka hafal di luar kepala. Kini giliran Lidya membawakan lagu yang bermakna sedih namun dibawakan dengan sangat passionate dan... uhm... gimana ya menyebutnya... erotis? Aku juga tidak tahu bagaimana membahasakannya. Dan lagu itu berjudul...

Ame no Pianist. Atau dalam bahasa Indonesia-nya biasa kami sebut “Sang Pianis Hujan”​


Sepengetahuanku, Lidya baru beberapa kali tampil di setlist ini, dan ini kali pertamanya tampil di unit ini dan langsung menjadi center. Entah kenapa pandanganku hanya tertuju pada Lidya, padahal saat itu ada dua orang lainnya yang membawakan lagu ini, yaitu Alicia Chanzia dan Shania Gracia yang tak kalah eksotisnya, seakan semua yang ada di depanku hanya dia saja, teriakan chant pun terdengar hanya seperti sayup-sayup bisikan tak berarti yang masuk ke telingaku, aku hilang fokus dengan job desc-ku sebagai stage manager yang seharusnya memastikan semuanya “zero mistakes”.

“Dengan kata-kata lembut

diputuskan sayonara

terlalu tiba-tiba”

itulah bait pertama yang dilantunkan Lidya, ya meskipun itu bukan suara aslinya melainkan playback rekaman vokal yang dimainkan, atau bahasa teknisnya “Lipsync” untuk meminimalisir kesalahan dalam pertunjukkan... Meskipun lipsync adalah hal tabu dalam berkesenian, namun ini lumrah dijalani. Lidya sungguh-sungguh menghayati kata per kata dalam liriknya, ditambah ekspresi nelangsa namun tetap garang dengan tatapan mata yang sayu nan mengundang, koreografi yang cukup menantang membuatku semakin tidak mempedulikan sekitar, terlebih ketika ia “menggagahi” stand mic yang kemudian disusul liukan “body waving” hingga jantungku semakin terpacu mengikuti irama lagu yang cukup menghentak, bukan tipikal lagu yang setiap hari aku dengarkan seperti pop-punk seperti blink-182, New Found Glory dan sejenisnya di kala pagi hari sembari aku mencecap kopi tanpa gula demi menaikkan moodku sebelum berkegiatan, bukan musik teknikal mengandalkan skill mumpuni seperti August Burns Red, The Black Dahlia Murder atau Wage War yang aku dengarkan ketika aku muak dengan segala permasalahan, hanya musik pop khas Jejepangan dengan chord-chord sederhana, jauh dari playlistku sehari-hari yang kadang ibuku sendiri mengutuk diriku “antek dajjal” karena saking tidak bisa beliau dengarkan. Fuck... I’m gonna lose my conciousness.

Mendekati akhir lagu, kesadaranku mulai terguggah dari tempatnya yang mengawang, aku mulai kembali menjadi diriku sendiri seutuhnya. Sudah pasti di setiap akhir lagu akan ada pose untuk penutupan, aku sudah pasti hafal gerakannya, namun kali ini tidak... Lidya berimprovisasi. Ia menutupnya dengan telunjuk mengarah ke depan. Entah mengapa aku merasa ia tengah menunjukku seperti Srikandi yang siap menembakkan panah pada targetnya. Waktu serasa membeku, nafasku tertahan beberapa saat. Lidya sempat mengerlingkan mata kanannya yang mungkin hanya disadari olehku saja. Sang Pianis Hujan telah mendentingkan not terakhirnya, lagu selanjutnya telah dimainkan, Lidya dan kawannya telah kembali ke belakang panggung dan kini panggung telah terisi member lain. Kembali aku berusaha mengembalikan diriku seutuhnya, berkonsentrasi untuk satu jam selanjutnya, aku sempat menyeka wajahku dengan tangan demi mengembalikan diriku 100%. It’s such a messed, apa yang terjadi dengan diriku?.

Show telah usai, rapat evaluasi sudah, kini aku tengah menghabiskan kopi Americano tanpa gula sembari menghisap sebatang rokok di kedai kopi dekat lobby mall. Sambil memandangi fans yang sedang duduk-duduk menunggu kepulangan member. Kata beberapa fans yang aku tanyai, itu namanya “Demachi”, sebuah kata dari bahasa Jepang yang artinya mengiringi kepulangan, aku pun mengiyakan saja. Tak sedikit yang hanya menunggu, sekedar menyapa atau membawa kantong yang sepertinya adalah hadiah untuk diberikan kepada member. Padahal jam sudah hampir menuju tengah malam. Dan aku baru sadar bahwa ini sudah lewat waktuku untuk pulang. Ku matikan rokokku dan menenggak sisa kopiku dan segera bergegas mengambil motor yang ku parkirkan di gedung sebelah mall. Kenapa tidak di parkir di mall? Karena tarifnya flat mau berapa jam pun, harganya tetap sama. Lumayan bisa buat beli rokok eceran di akhir bulan hahaha. “Vrooom!” motor CB Classic customku meraung sesaat ku putar gasnya, suaranya menggema di dalam parkiran yang cukup sepi.

Kini aku sudah keluar dari kawasan gedung di mana motorku parkir, aku memutuskan untuk melawan arah menuju arah Jalan Jenderal Sudirman karena malas untuk menuju belokkan untuk putar balik. Jangan ditiru. Pelan-pelan aku berkendara sampai mataku tertuju pada seorang wanita muda yang aku kenal sedang dikeliling beberapa laki-laki di halte bus depan mall.

“Lidya?”

Ia tampak ketakutan dari ekspresinya yang aku tangkap. Segera aku menghentikan laju motorku dan segera turun menghampirinya.

-o00o-​


“Hai Lidya, kok sendirian aja”

“Aku anter pulang yuk”

“Tadi aku nonton kamu lho, Ame no Pianist-nya bikin aku deg-degan”

Dan beberapa celetukan yang kurang lebihnya terdengar dari beberapa orang-orang yang mengelilingi Lidya. Tanpa ragu, aku menerobos di antara mereka.

“Lho, di sini rupanya? Kirain tadi di lobby, soalnya tadi orang tua kamu titip pesan buat nganterin kamu pulang, mereka nggak bisa jemput karena radiator mobilnya bermasalah dan kamu katanya nunggu di lobby” bohongku mencari alasan sambil mengedipkan mata sebagai kode bagi Lidya.

“Eh, siapa lo?” kata seorang pemuda dengan nada tinggi yang membuat darahku sedikit mendidih.

Aku berbalik menuju arah suara tersebut, tiba-tiba seorang dari mereka berkata pada temannya yang meneriakiku dengan volume kecil namun masih terdengar olehku.

“Eh, bro... lo ga liat itu ID staff, udah jangan macem-macem, salah-salah, kita nggak bisa teateran seumur hidup” katanya sambil menunjuk ID Staff berwarna merah tergantung di leherku yang seharusnya aku masukkan ke dalam tas ranselku. Mungkin saat itu aku lupa. Sebuah kebetulan. Sesaat kemudian mereka pergi dengan tergesa-gesa meninggalkan kami berdua.

“Kamu nggak apa-apa?” aku memastikan.

“Iya, aku nggak apa-apa, terima kasih banget” balas Lidya sambil menggenggam tanganku tiba-tiba tanda berterima kasih.

“Kamu belum di jemput emang?” tanyaku kembali.

“Aku hari ini emang nggak di jemput, mendadak orang tua ada urusan, jadi ya terpaksa deh pulang sendiri”

“Hmmm... Mau aku anter? Uhmmm ya... sekedar memastikan kalo kamu sampai di rumah utuh tanpa ada lecet satu pun” Shit, what am I talking about.

Lidya nampak kebingungan, ia menggigit bibirnya yang sensual, tanpa sadar aku menelan ludahku.

“Emang kakak tahu rumah aku?” selidiknya.

“Ya mana aku tahu, kamunya juga belum nyebutin” kilahku sambil tersenyum salah tingkah.

Kemudian Lidya menyebutkan alamat dan daerah komplek rumahnya. “Speaking of the devil, rumah kamu dan rumahku tidak terlalu jauh jaraknya” Bingo!, kebetulan lain hari ini yang sepertinya telah diskenariokan.

“Well, sure. Yuk...” jawaban singkat, padat dan jelas terlontar dari bibir Lidya.

Aku kemudian menyerahkan helm cadangan yang tergantung di besi behel motorku pada Lidya, dan aku baru menyadari kalau aku membawa helm cadangan, tidak seperti biasanya. Kenapa hari ini serba kebetulan ya? Entahlah, mungkin semesta sedang mendukungku hari ini. Tidak perlu lama-lama, motorku pun melaju membelah jalanan Jakarta yang cukup lengang malam ini.

-o00o-​

Di tengah perjalanan, kami saling mengobrol agar suasana lebih cair.

“Ya begitulah kak, akhir-akhir ini kesibukkan kuliah aku mulai padat, mungkin itu yang membuatku sedikit drama tadi” jawab Lidya setelah aku bertanya tentang kejadian tadi siang.

“Hmmm... berat juga ya, sudah menjadi konsekuensi seseorang dalam memilih jalan hidup” ujarku sok bijak. “Lain kali kalau ada masalah jangan dipendam sendiri, lebih baik cerita. Itung-itung buat meringankan beban...”

“Kak, awas!” Ciiiit...! aku menekan tuas remku dalam-dalam secara reflek, rupanya ada kucing yang tiba-tiba muncul di depan kami. Tubuh Lidya otomatis merapat ke punggungku, ia memeluk erat pinggangku. “Waduh, empuk juga nih” aku membatin dan dengan cepat aku menggelengkan kepala untuk segera sadar dari lamunan jorokku.

Aku menengok ke belakang “Kamu nggak apa-apa, kan?” Lidya menggeleng dan kami saling bertatapan, terjadi suasana yang cukup awkward beberapa saat, cukup lama Lidya memelukku sampai akhirnya dengan cepat ia melepaskan pelukannya dan berlari ke arah depan motorku.

“Uuuh... sayang, kamu nggak apa-apa kan?” ucap Lidya sambil mengelus dan menggendong kucing malang itu ke tepi jalan. Sungguh perhatian sekali gadis ini. “Nah, hati-hati ya kucing manis” sambil Lidya mengelus kepala si kucing yang kemudian dibalasnya dengan meongan manja. “Yuk, kak kita lanjut lagi” ujar Lidya sumringah. Senyuman yang membuat matanya sedikit terkatup itu membuatku terpaku sejenak. “Ah, iya. Marilah”. Setelah beberapa meter motorku berjalan, tiba-tiba Lidya kembali memeluk pinggangku dan menaruh dagunya di pundak kiriku. “Nyaman...” lirih Lidya.

“Eh, apa Lid?” aku bertanya berpura-pura tidak mendengar.

“Ah nggak kak, cuma takut jatuh aja” ujar Lidya salah tingkah sambil menengokkan kepala ke arah lain.

Aku pun hanya menggeleng-gelengkan kepalaku sambil tersenyum.

“Yak, udah sampai” kini kami sudah sampai di depan pagar rumah Lidya, cukup besar rumahnya dengan taman kecil di depan berandanya, sepertinya hangat sekali suasana di dalam rumahnya.

“Thank you so much, kak. Nggak kebayang deh kalo aku pulang sendirian tadi” ucap Lidya. “No problem, kebetulan aja tadi lewat” balasku.

“Uhm, kak... boleh minta kontak ga kak?”.

“Hah, buat apaan?” aku terheran.

“Ya... siapa tahu aku butuh delivery order kalo lagi lapar heheh” ia terkekeh.

Aku kemudian mengambil handphone dengan logo apel tergigit miliknya dan mulai mengetikkan ID aplikasi chattingku. “Nih, udah”. “Okesip. Makasih ya, kak udah mau nganterin”. “No problem” aku menjawab sambil mengacungkan ibu jariku. Ku putar balikkan arahku menuju gerbang komplek, tak lupa aku menyapanya kembali dan ku pacu motorku menjauhi rumahnya, lalu aku mengintip melalui kaca spionku, Lidya masih tetap berdiri di depan pintu pagar memperhatikanku mulai menjauh dan kemudian masuk ke dalam rumah.

Tidak perlu waktu lama untukku sampai di rumah. No, sebenarnya ini bukan rumahku. Yang ku tinggali ini sebenarnya rumah kakakku. Saat ini ia sedang ditugaskan di kampung halamanku, Yogyakarta dan sementara tinggal di rumah kedua orang tuaku. Sudah barang tentu ia mengajak istri dan anak semata wayangnya yang baru berumur 1 tahun. Dan sementara ia berdinas, rumahnya ia titipkan padaku. Lumayanlah gajiku bisa ku alokasikan untuk biaya hidup di Jakarta yang tinggi juga hobiku mengkoleksi CD dan Vinyl musisi-musisi favoritku.


Kini aku sudah bersih-bersih dan bersiap untuk tidur. Ring of Fire milik Johnny Cash mengalun melalui sayatan jarum pemutar vinyl yang diteruskan oleh pengeras suara hi-fi. Jika kamu memang seorang Audiophille, kamu pasti akan terkagum dengan hasil suara yang dikeluarkan oleh sebuah piringan hitam. “Ting!” aplikasi chatku memunculkan sebuah notifikasi.

“Hai, kang ojek” Ah, ternyata Lidya.

“Hai, om cantik” balasku.

“Ihhh jahat!” katanya sambil menyisipkan emoji marah.

“Kok belum tidur?”

“Masih belum ngantuk, kamu sendiri?”

“Udah ngantuk, tapi masih harus nyelesein tugas UAS dulu, tinggal dikit kok”

“Oh, ya udah gih buruan beresin tugasnya”

“Siaaaap!”

Aku kemudian mengunci layar handphoneku. Baru saja aku ingin memejamkan mataku, tapi, aplikasi chatku kembali berbunyi, ku lihat pop-up notifcationku...

“Selamat bobo, mimpi indah ya...” Ketik Lidya dengan diakhiri emoji kiss dan hati yang merah.

Aku tersenyum salah tingkah. Damn, what on earth is just happened to me?

-o00o-​

Sejak malam itu, kami mulai intens berkomunikasi. Menurutku Lidya adalah anak yang komunikatif, asyik diajak bicara dan dia sangat suka berbagai genre musik, hal ini yang membuatku nyaman chatting berlama-lama karena ketertarikan yang sama. Bahkan playlist dalam handphone-nya pun beragam. Ia sanggup mendengarkan boyband K-Pop kesukaannya dilanjutkan dengan irama Indie-Pop ala Glass Animals. That excalated quickly.

“Ah, bego! Emang nggak bisa main bersih apa ya?” teriakan kawan disebelahku yang bekerja sebagai Social Media Officer idol group ini memecahkan keheningan ruangan. “Ada apaan dah? Teriak-teriak kayak mau sunat dua kali?” ujarku ceplas-ceplos.

“Noh, lo liat aja sendiri” kata kawanku sambil telunjuknya menunjuk ke layar komputernya. Aku melihat ada akun anonim yang memposting foto seorang member cukup punya nama di masyarakat sedang bermanja-manja dengan seorang pria. Entah siapa laki-laki itu. “Haaah, bikin alasan klarifikasi apa lagi coba management buat nenangin fans? Udah dibilangin berkal-kali main halus, masih aja pada bocor”.

“Ya, sabar ajalah, bor, nanti juga mereka bakal ngerti” ucapku menenangkannya. “Gue keluar dulu bentar, mau sebats dulu, ikut ga lo?” ajaknya. “nggak deh, masih nanggung” kataku sambil menunjuk monitor di depanku.

Mendadak pikiranku tertuju pada hubunganku yang bisa dibilang mulai dekat dengan Lidya, aku sudah menganggapnya seperti adikku sendiri. Tapi... ah, sudahlah, toh selama ini masih aman-aman saja.

Kembali aku berkutat dengan layar komputer Mac-ku. Jemariku dengan lincah merangkai huruf menjadi kata, kata jadi kalimat, kalimat jadi paragraf. Aku sedang asyik menyusun laporan akhir bulanku tentang perkembangan dan kendala apa saja yang aku temui selama mengawasi show idol group ini. Kepalaku tak henti-hentinya mengangguk mengikuti irama ketukan yang dihasilkan CHON dari album terbarunya bertajuk Homey. Wavy, bouncy and technical, aku semakin bersemangat menyelesaikan laporan ku ini. “Hayoooo, tebak siapa?” tanya seorang perempuan dengan suara rendah tak biasa seperti perempuan lainnya yang tiba-tiba mengagetkanku dengan menutup kedua mataku ini. “Udah deh, Om cantik jangan ganggu deh” ujarku yang membuatnya kesal hingga memukul lenganku “Hih! Am om am om” dengus Lidya.

“Tumben ke office, ada meeting sama management?” tanyaku mencari tahu.

“Nggak kok, sengaja pengen kesini aja, habis belajar kelompok di coffeshop depan mall kita tercinta, mau balik juga masih macet” jawab Lidya sembari memainkan handphonenya yang ber-softcase anjing French Bulldog itu.

Ia kemudian menggeser kursi dan mendudukinya tepat di sebelahku.

“Lagi ngerjain apa sih, kayaknya fokus banget” selidik Lidya sambil memajukan kepalanya sedikit mendekat ke layar untuk mencari tahu apa yang sedang ku kerjakan.

“Monthly report. Ya pekerjaanku nggak cuma ngawasin kalian perform, aku juga harus melaporkannya ke management untuk bahan progress meeting, evaluasi” jelasku

“Ooh...” jawabnya singkat sambil sibuk mengetik balasan chat entah dari siapa.

Dengan santainya ia menyandarkan kepalanya tepat di pundak kananku dengan tetap fokus pada layar handphone-nya. “DEG!”, aku mencoba menyingkirkan perasaan yang muncul dan membuat dadaku sedikit terasa sesak.

“Ngomong-ngomong, pulang jam berapa?” Pertanyaan Lidya seketika memecah lamunanku.

“5 menit lagi, kenapa? Mau nebeng?” jawabku tegas.

“Hehe... Iya” Balas Lidya tanpa rasa bersalah.

Sudah ku duga.

-o00o-​

Lampu kota telah menyinari aspal Jakarta, klakson saling bersahutan dari berbagai arah, dan langit malam ini sedang dihiasi awan mendung juga kilat yang menyambar-nyambar. I got a bad feeling with this.

Dan benar saja, hujan mendadak mengguyur kami berdua. Aku langsung menepikan motorku di sebuah halte.

“Duh, maaf ya Lid, kamu kehujanan deh, mana aku lupa bawa jas hujan” kataku.

“Iya nggak apa-apa kok, kan aku juga yang minta buat pulang bareng” balas Lidya.


Kurang lebih 30 menit kami menunggu di halte. Ku harap hujan mendadak ini segera reda. Namun harapan tinggal harapan, hujan makin deras. Lidya menggosok-gosok telapak tangannya dan sedikit menggigil, ku buka jaket hoodie Paramore-ku dan menyelimutkannya pada badan Lidya meski sedikit lembab karena sempat terguyur hujan. “Kamu kedinginan ya? Duh, maaf banget Lid, maaf” ibaku yang panik melihat Lidya yang makin menggigil. Dengan sigap, aku merangkul tubuh Lidya dengan harapan panas tubuhku dapat menghangatkan Lidya. Mata kami saling bertemu tidak sengaja, nafas kami terasa berat, aku bisa merasakan detak jantung Lidya. “Kayaknya kalo harus langsung ke rumah kamu kejauhan, dari pada kamu makin kedinginan, mampir ke rumah aku sampai hujan reda ya?” saranku asal demi memecah kekakuan ini. Lidya menganggukan kepalanya tanda setuju. Dan kami pun begegas secepat mungkin menembus hujan.

Kami sudah sampai di rumahku. “Lid, nih ganti baju dulu, kalau mau mandi, pakai kamar mandi di pojok, kamu bisa pakai mesin cuci aku buat ngeringin baju kamu” tawarku sambil menyerahkan handuk, kaos dan celana pendek milik istri kakakku. Untungnya masih ada beberapa yang ditinggal, namun aku tidak menemukan atasannya, terpaksa aku meminjamkan kaos milikku. “Makasih banget, kak, jadi ngerepotin, maaf” ucap Lidya. “Udah jadi kewajibanku, Lid, aku yang harusnya minta maaf” jawabku mantab.

Setelah beberapa menit, aku sudah mandi dan sedang membuatkan teh panas dan menyiapkan beberapa camilan untuk kami berdua nikmati. Lidya sedang menunggu bajunya dikeringkan memakai pengering mesin cuci. Aku menghampirinya untuk menawarkan teh untuknya. Lidya nampak sedang melamun. Rambutnya masih basah, nampak lucu dengan kaos Motorhead-ku yang ukurannya sangat besar hingga terlihat seperti daster sebatas paha. “Lid, minum teh dulu gih, tuh udah di meja” kataku sedikit mengagetkannya

“Eh, Iya, kak nanti aku ke sana”

“Kamu udah ngabarin orang tua kamu belum?”

“Udah, kok. Tadi pas kakak di kamar aku telepon Ayahku , aku bilang masih nunggu hujan reda di kosan Kak Yona” ungkap Lidya yang rupanya sedikit berbohong.

“Syukurlah kalo begitu. Biar orang tua kamu nggak khawatir jam segini kok anak gadisnya belum pulang, tapi jangan sering bohongin orang tua, dosa lho” candaku dengan sedikit kelegaan. “Oke, aku tunggu di meja makan ya?”

Saat aku berbalik menuju meja makan, lenganku ditarik oleh Lidya. Aku yang tidak siap dengan kuda-kuda untuk menyeimbangkan tubuhku limbung ke arah Lidya, dan...

“Cuuup!”

Bibir ku dan bibir Lidya tidak sengaja saling menempel. Lembut, hangat dan sedikit basah. Kami terpaku beberapa saat... sampai akhirnya kesadaranku kembali dan mendorong Lidya menjauhi bibirku.

“Eh maaf Lid, aku... a-aku... ng-nggak sengaja... Maaf... maaf banget” aku panik seketika sambil membuang pandanganku ke arah lain. Aku tidak berani menatap Lidya. Namun kedua telapak tangan lembutnya menengokkan kepalaku kehadapannya. Mata kami saling bertemu, perlahan ia menarik kepalaku, bibir kami tinggal sedikit lagi bertemu kembali, hembusan nafasnya terasa menyapu ujung bibirku, detak jantungku pun sudah tidak karuan iramanya, perutku terasa seperti ada kupu-kupu yang menggelitik dan... bibir kami saling bertemu.

Tangan kanan Lidya menahan belakang kepalaku, sedang tangan kirinya menggenggam tangan kananku untuk selanjutnya diarahkannya pada pinggangnya yang ramping. Tubuh kami saling merapat, payudaranya yang padat itu menempel pada dadaku, aku merasakan sedikit putingnya sehingga membuatku darahku mengalir cepat bagai roller coaster, aku merasa mulai terjadi pemberontakan di dalam celanaku. Bibirku masih mengatup rapat meski lidah Lidya memaksanya untuk terbuka. Logikaku masih berusaha melawan rangsangan-rangsangan yang dilancarkan Lidya. God, this is so wrong.

Lidya seakan tidak menyerah begitu saja, tiba-tiba ia meremas penisku “Arrrghh!” otomatis mulutku terbuka dan membuat lidah Lidya berhasil masuk ke dalam rongga mulutku. Lidah kami saling bertemu, membelit satu sama lain, pandanganku mulai menggelap, logikaku mulai melemah. “Hmmmphh... aaaah... clep.... hmmmph... oooh” Lidya mendesah di sela cecapan bibir kami berdua. Aku mendorong Lidya ke tembok, kami saling berpelukan, suara desahan dan cecapan memenuhi lorong sempit berukuran tidak lebih dari 1 meter. Kedua tangan Lidya telah mengunci leherku sehingga lidahku makin dalam mengeksplorasi rongga mulutnya. Sudah tak terhitung lagi cairan ludah kami saling bertukar. Tiba-tiba, tangan kanan Lidya mengarahkan tangan kiriku untuk menyentuh payudara kanannya. Sungguh padat dan kenyal saat telapak tanganku mendarat di atasnya. “Hmmmp... Ahhhh...” Lidya mendesah saat aku mulai meremas lembut payudaranya yang membuatku gemas sekaligus membuat penisku semakin tegak, ditambah lagi bagian selangkangan Lidya yang makin merapat. Kami semakin gelap mata, tidak ada lagi norma yang berlaku saat ini, yang ada hanya deru nafsu untuk saling memuaskan satu sama lain. Inginku menghentikannya segera namun tidak bisa. Ini terlalu nikmat. Sensasi ekstasi ini telah membuai kami berdua.

Dear, God please forgive us...

 
Terakhir diubah:
Akhirnya suhu insyafcoli turun gunung ahahaha lanjutkan huu
Sedikit saran aja nih hu.. berhubung ane pengguna forum dari handphone liat tulisan pake hiddent content lebih kecil font2nya hu.. mending post normal aja sih kalo saran ane hu, lebih enak dibaca.. untuk bahasa udah cakep! Gaya bahasanya banyak terinspirasi dari suhu racebannon ya? Ahahaha yang penting jangan sampe ditinggal hu! Keep writing.. cheers!
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Akhirnya suhu insyafcoli turun gunung ahahaha lanjutkan huu
Sedikit saran aja nih hu.. berhubung ane pengguna forum dari handphone liat tulisan pake hiddent content lebih kecil font2nya hu.. mending post normal aja sih kalo saran ane hu, lebih enak dibaca.. untuk bahasa udah cakep! Gaya bahasanya banyak terinspirasi dari suhu racebannon ya? Ahahaha yang penting jangan sampe ditinggal hu! Keep writing.. cheers!

Siap, gan. Habis ini ane edit biar pada nyaman bacanya.

good job, now we have RB in fiction forum wkwkwk, nggak nggak bercanda kok, pertahankan gaya menulisnya yang benar2 udah rapi ini, dan well i'm very enjoy first part, and wait the next part my bro!

Thank you, mate. Aslinya emang suka aja bikin tulisan dg deskripsi. Bikin pembaca bisa bayangin nuansa dan latar cerita dg imajinasi sendiri hehe.

Buat yg lain yg udah komen dan like, makasih bgt. Sorry kl kentang, utk part selanjutnya sudah sekitar 60%, nunggu waktu buat nerusin lagi. Sekali lg thank you.
 
dari deskripsi dan diksinya bisa dipastikan yang nulis sudah berkecimpung di dunia peridolan lebih dari satu tahun.

Mantap lah, inget hu main bersih sama member berlaku di cerita dan dunia nyata hehehe....
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Waini, kalo baca cerita yg gaya bahasanya kek gini berasa baca cerita di blog itu gw wkwk

Diksinya mantep, deskripsinya detail, kalo penulisan karakter setiap membernya mah ga usah diragukan lagi, agan insyafcoli ini kan sepuhnya difandom ini ehehe. Great story bro!

Semangat nulisnya gan, ditunggu part selanjutnya!
 
Kayaknya banyak yg gue kenal nih di antar para komentator. Enjoy, bor.
 
wkwkwk golden rules di junjung tinggi2, masih ada satu lagi nih my bro yang kental sama peridolan selain si TS yg juga suka ngasih masukan soal jkt48 ...hahaha

hahahhaa ya meskipun belakangan ini golden rules udah kayak rahasia umum alias pacaran jalan terus yang penting ga ketauan. Intinya main bersih.

apalagi mayoritas fans di fandom jeketi sekarang udah lain niat ngidolnya, pada mau macarin member pamer japri tubir sana sini, alhasil ga se asik dulu jaman heisei - neo heisei yang fans nya sama2 nyari seneng sama2 kompak semua damai.

semua berubah ketika negara api menyerang.

:pusing::pusing:
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 

Similar threads

Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd