Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

OBSESI [LKTCP 2020]

seravi_yvi

Guru Semprot
Daftar
6 Jun 2017
Post
553
Like diterima
654
Bimabet


O B S E S I



***




~ AKHIR ~

Pikiran Rendra melayang tidak karuan, seperti gerak jari tangannya yang hanya menggesek-gesek pinggir keyboard wireless yang teronggok di pangkuannya. Layar monitor di hadapannya tidak menunjukan gerakan apapun karena lelaki berkelopak mata lebar itu urung mengetik. Dia lebih sering terdiam dengan kedip mata pelan sambil menarik nafas panjang.

Lelaki berpipi tembem dengan headset besar mencengkram kepala itu berdiri. Menghadang semburan udara air conditioner bersuhu 18 derajat celsius dengan wajah. Kepalanya dingin tapi hatinya tidak. Ada api gelisah yang terus menyala di jiwanya. Sudah satu jam dia terkurung di ruangan itu. Hatinya tetap gerah, tidak seperti peralatan elektronik yang hampir memenuhi tempat itu, adem-adem aja.

Tidak ada musik yang sesuai selera. Telinganya terasa panas. Dia melepas headset. Suara kendaraan yang lalu lalang di jalan raya langsung menyerbu telinga. Bising! Dia semakin gelisah. Ekor matanya melirik ke atas meja yang berantakan, padahal ruangan kesayanganya itu akan ditinggal beberapa hari untuk menikmati tahun baru.

Rendra merogoh handphone di celana, melihat layar. Tidak ada notifikasi apapun. Dia mencoba melakukan panggilan tetapi nomer handphone istrinya tidak aktif. Wajah lelaki itu semakin keruh karena kecewa. Istrinya hilang!

Kemana dia? Kenapa gak ngasi kabar sampe sekarang?

Rendra keluar ruangan. Hujan turun sangat deras disertai angin kencang. Hasrat membara menyuruh Rendra berlari ke arah hujan, menebas rintik hujan, menendang genangan air, sambil berteriak kencang berharap api yang menyala di hatinya bisa padam.

Nanti malam adalah pergantian tahun. Tahun 2020 segera datang. Apakah malam ini dia tanpa orang tersayang?

Istriku sayang, kemana menghilang?

Rendra takut istrinya pergi, itu berarti dia gagal melaksanakan amanat ibunya.


*





Agustus 2019,

Pagi dingin disertai gerimis. Seorang wanita tinggi langsing turun dari sepeda motor. Dia tergesa-gesa membuka jok motor, mengambil sling bag kecil warna biru, kemudian memasukan jas hujan yang sudah terlipat ke dalam jok. Dia mengelap ujung celana panjang jeans dan sepatu kets-nya yang agak basah. Jam tangan kecil berwarna silver yang melingkar di tangan kiri dia lap dengan ujung bawah baju seragam berbahan katun berwarna biru gelap dengan kerah orange.

Dia mendogak memandang sebuah bangunan berlantai dua dengan design unik penuh ukiran kayu. Lampu di dalam bangunan menyala dan itu menandakan sudah ada rekan kerjanya yang datang. Wanita dengan bokong kencang itu kembali menoleh ke parkir. Sudah terparkir satu sepeda motor yang dia kenal pemiliknya. Kening mengkerut, alis alami di wajahnya yang jelita hampir menyatu. Dengan berat hati dia berlari kecil melawan rintik hujan, menuju pintu kaca.

“Pagi Sela sayaaang…,”

Sela lagi sela lagi..! Namaku Sheyla bukan Sela! Apasih susahnya ngucapin Sheyla?

Sheyla sudah menebak lelaki berperawakan tinggi, rambut cepak, dan berkulit sawo matang itu akan menyapa. Lelaki yang tidak melepaskan pandangan dari tubuh Sheyla semenjak dia membuka pintu toko.

“Pagi Fendy,” Sheyla berucap dengan senyum terpaksa. Fendy membalas dengan senyum tipis. Ciiihh, Nyebelin! Sok ganteng! Sheyla memaki dalam hati. Dia berusaha bersikap profesional kepada Fendy, meskipun dalam hati sangat tidak menyukai lelaki itu.

Perempuan cantik itu melanjutkan langkah hendak melewati Fendy yang berdiri di antara dua rak setinggi dua meter berisi deretan sepatu. Rak serupa banyak di tempat itu, ada yang berisi dompet, tas, sepatu dan pakaian.

“Wajahmu kecut amat! Gak dapet jatah dari lakimu, ya? Hahhahahha..”

Semburan kata-kata Fendy membuat telinga Sheyla panas, Sheyla langsung menghentikan langkah. Dia mengunci mulut rapat sambil menatap Fendy dengan tajam. Huh! Terdengar dengusan pendek Sheyla. Sheyla tahu maksud ucapan lelaki itu, Fendy berbicara tentang hubungan seksual. Sheyla benci kepada orang yang melawati batas dan hendak mengobrak-abrik ranah privasi-nya.

“Sorry Fen, aku gak ada mood bercanda hari ini!” Sheyla menghentakan kaki menuju meja kasir.

Fendy mengikuti Sheyla. Lelaki yang memakai seragam seperti Sheyla berhenti saat si cantik masuk ke ruang dengan pembatas melingkar mirip tapal kuda setinggi satu meter, terdapat meja dan komputer di dalamnya. Itu adalah area kasir di bawah kekuasaan Sheyla, Fendy sebagai SPB tidak boleh masuk ke area itu.

Sheyla meletakan sling bag di atas meja. Mengambil kotak make up dan mulai bercermin. Dia mengoleskan lip gloss di bibirnya yang tipis kemerahan. Berdecak sebentar sambil meraba pipi yang halus. Kemudian merapikan kuncir kuda rambutnya.

Mata Fendy terus mengikuti gerak-gerik Sheyla. Wanita itu kesal, dia mencoba memakai tatapan mata yang tajam untuk mengusir Fendy. Sia-sia, Fendy hanya cengar-cengir tidak peduli.

“Aku udah selesai bersih-bersih, kok. Jadi aku mau santai di sini ngeliatin kamu yang manis kayak bidadari.”

Hadeh! Mungkin si mesum ini pikir bahasanya keren dan puitis! Sheyla memilih diam, pasang wajah super dingin, dan berusaha tidak terganggu celotehan Fendy. Mulai sibuk menyiapkan uang cash dan nota.

“ Senyum manis dong, Sela, ini masih pagi lo.”

Huh! Enak saja ngebacot. Senyumku ini berharga! Sengaja kusimpan untuk customer. Bukan buatmu, Fendy!

Sheyla ingin meneriakan itu sambil meludahi wajah Fendy. Dia benar-benar kesal. Sheyla membuang muka sambil berdiri memunggungi Fendy.

“Oh ya. Daripada aku liat wajahmu yang makin kecut, mending liat kamu dari belakang,” rayu Fendy. “Bokongmu makin kencang dan kenyal, mantap banget, Sel. Hahahha.”

Huh! Dia makin kurang ajar! Sheyla benci saat Fendy mulai membicarakan bagian tubuhnya, sesuatu yang dianggap tidak layak dijadikan bahan obrolan. Kata-kata Fendy adalah salah satu bentuk pelecehan seksual. Hanya saja Sheyla malas memperpanjang urusan. Kata-kata kotor sudah sering terdengar di antara rekan kerjanya. Kalau dia marah dan menanggapi terlalu serius, kemungkinan besar dia yang akan dianggap sebagai orang yang tidak dewasa di umur dua puluh tujuh tahun. Dia tidak mau di sebut baperan.

Sheyla menyalakan musik dari komputer kasir dengan cukup keras. Entah karena musik atau karena seorang perempuan masuk ke toko itu yang membuat Fendy pergi dari meja kasir. Fendy kemudian memepet wanita itu, melingkarkan lengan di leher seolah begitu akrab. Mereka tertawa berdua. Sheyla muak. Dasar lelaki mesum! Dan perempuan itu juga, murahan! Mau saja disentuh lelaki seperti Fendy.

Setelah Fendy menjauh, Sheyla merasa lebih nyaman. Telujuknya mengetuk sandaran kursi. Itu adalah salah satu kebiasaan Sheyla. Dua tahun yang lalu adalah pertama kali dia duduk di kursi berbalut kulit sintetis itu. Agustus 2017, Sheyla pertama kali bekerja di sana.

*
Hujan tidak turun sore itu. Matahari sudah tidak tampak tetapi cahaya jingga terang masih terlihat di langit. Cahaya itu menuntun Sheyla pulang melalui jalanan kota yang padat, menuju pinggiran kota penuh hamparan sawah yang luas menghijau. Earphone bluetooth yang tertutup helm memutar lagu favorit Sheyla, cukup membuat pikirannya lebih rileks. Hari ini cukup melelahkan baginya karena rutinitas menghadapi customer di akhir pekan yang selalu lebih ramai dari hari biasa.

Sheyla berhenti di sebuah area yang dikelilingi tembok bata, kemudian mendorong pintu gerbang setinggi satu meter yang terbuat dari kayu berwarna coklat alami. Dia membawa motor masuk dan parkir di dekat taman kecil. Kakinya menapak jalan paving cukup lebar yang membelah taman. Jalan itu kemudian bercabang membentuk huruf Y, kedua cabang menuju sebuah rumah yang identik. Sheyla berbelok ke kanan, ke rumahnya.

Rumah Sheyla sederhana. Dua kamar tidur, kamar mandi, dapur, kamar tamu dan teras. Di depan rumahnya, ada rumah yang sama persis, milik adiknya bernama Meytha. Rumah mereka berhadapan berjarak tiga puluh meter, dipisahkan sebuah taman kecil dengan pohon jambu air yang besar di tengah. Kedua rumah itu adalah warisan orang tua mereka.

Lampu rumah Meytha menyala. Tidak biasa adiknya ada di rumah jam segini. Sheyla penasaran dan melangkah melewati taman. Cahaya lampu menyinari wajah jelita Sheyla. Menampilkan kecantikan dan keindahan alami perempuan itu. Sheyla masuk ke ruang tamu melalui pintu yang sudah terbuka.

Perempuan itu mengedarkan pandangan, dia tidak melihat Meytha. Hanya melihat seorang lelaki berpostur tubuh tegap tinggi berdiri memunggunginya. Tangan lelaki berkemeja rapi itu terangkat menahan handphone yang menempel di telinga.

“Rendraaaa..!”

Sheyla berteriak gembira sambil berlari kecil. Rendra hanya menoleh sebentar, melirik, tersenyum kemudian tidak menghiraukannya. Suara wanita dari speaker handphone Rendra sampai ke telinga Sheyla. Oh, lagi nelpon gebetan toh. Sheyla tersenyum tipis karena tahu penyebab Rendra mendadak cuek. Lelaki itu sedang serius menelpon Meytha.

Sheyla menunggu Rendra selesai menelpon. Dia menatap lelaki bercelana longgar itu menggusap rambut lurus yang disisir ke kanan. Setelah menelpon Rendra meletakan handphone di atas meja. Cukup lama Sheyla menatapnya, membuat Rendra bingung.

“Kenapa, Sheyl?”

Mendengar suara Rendra, Sheyla tersenyum. Cara lelaki itu menyebut namanya patut diacungin jempol. Laki-laki seumuran Sheyla itu adalah orang yang paling benar menyebut nama ‘Sheyla’. Temannya yang lain kadang memanggilnya, Sil, sel, sela, atau malah siela. Meskipun dikasih tahu, tetap saja mereka salah.

“Kamu ngebucin terus ya, Ren?”

Sheyla pintar membuat Rendra mengeluarkan senyum khas-nya. Senyum lebar dengan bibir terkunci sehingga membuat pipi yang tembem semakin menggelembung. Mirip pipi badut. Meskipun pipi Rendra tembem, dia tidak gemuk, tubuhnya tinggi, dan termasuk golongan atletis.

Tanpa menunggu sanggahan Rendra, sheyla melanjutkan omelan kecilnya, “kamu sih, mau-mau aja diperalat si Mey, sekali-kali kamu harus lawan dia. Jangan biarkan si Mey makin manja, ”

“Gapapa Sheyl, mungkin dia agak stress mikirin nikahan,” jawaban Rendra yang lembut dan teduh membuat Sheyla menarik nafas pelan. Cukup lama dia menatap wajah calon iparnya itu. Dia tahu kalau sekarang saatnya dia mengganti topik.

“Ren, kamu demen godain cewe, gak? ” Sheyla teringat Fendy. Lelaki yang membuatnya jengkel setengah mati. Lelaki yang suka menggoda dengan kata-kata mesum. Lelaki yang dianggap bertolak belakang dengan Rendra yang lembut dan sopan dalam mengeluarkan kata.

“Enggak, seringan aku yang digodain cewe.”

“Halah! Kamu kepedean.” Sheyla melotot manja, “Aku nanya serius.”

“Aku juga serius,” jawab Rendra. Mereka beradu pandang,“Buktinya kamu sering godain aku, Sheyl.”

“Habis, kamu ngegemesin, sih. Hihihi,”

Sheyla tertawa, kemudian menepuk lengan berotot lelaki itu, tanganya merayap nakal mencubit pipi Rendra. Rendra menghindar sambil tertawa. Mencubit pipi Rendra adalah kebiasaan Sheyla semenjak mengenal lelaki itu. Rendra tidak pernah marah.

Malam semakin larut. Mereka bisa melihat bintang dari sana sambil ngobrol ringan dan tertawa.

Suara sepeda motor memasuki parkir membuat mereka terdiam. Seorang perempuan cantik berambut pendek kemudian masuk ke dalam rumah. Sorot mata agak sayu mengintip dari balik kacamata yang dikenakan. Dia adalah Meytha. Adik Sheyla sekaligus pacar Rendra.

“Sayang, beliin martabak, doooong..” perintah manja meluncur dari bibir kemerahan Meytha. Perempuan itu kemudian meletakan helm di atas meja, sebelum menjatuhkan bokongnya yang bulat berisi ke sofa.

“Kamu kesambet, Mey? Datang-datang minta makan,” sahut Sheyla.

“Enggak, lagi pengen aja.”

“Lah! Kenapa kamu enggak beli sendiri di pertigaan depan gang? Kan, sekalian jalan pulang tadi !” Sheyla menyahut dengan nada cukup tinggi.

“Males brenti, rameee.”

“Kamu manja amat. Kasian Rendra mesti keluar,” Sheyla menggerutu.

“Enggak apa-apa. Iya kan Sayang?” ujar Meytha melirik manja ke Rendra. Rendra kembali mengelurkan senyum khas-nya. Bibir terkunci, pipi mengembung, kali ini disertai anggukan kepala. “Emangnya kaka pikir dia kayak kak Evan? Kalo diperintah dikit langsung ngamuk. Hihihi.”

Sial. Adik satu-satunya yang berumur 22 tahun ini memang pinter memancing emosi. Tentu saja Sheyla kesal mendengar celotehan adik kesayangannya. Tapi dia benar, membandingkan Rendra dan Evan seperti membandingkan bumi dan langit.

“Hati-hati sayang, kalau sempet beliin jus alpukat juga, es dikit tanpa gula. ” Mata jelita Meytha melirik Sheyla tanpa beban atau rasa bersalah. "Kakak nitip?"

“Enggak! “

Sheyla menarik nafas panjang melihat tingkah manja adiknya. Ada rasa sedih saat dia menatap punggung Rendra ketika berlalu meninggalkan mereka. Sheyla jengkel dengan Meytha. Menurutnya Meytha terlalu egois. Memperlakukan calon suaminya mirip babu. Perlakuannya terhadap Rendra berlebihan, dan bodohnya Rendra menuruti keinginan Meytha.

Sheyla adalah orang yang merayu Rendra untuk dekat dengan adiknya beberapa bulan lalu. Dia tahu Rendra memiliki trauma berhubungan dengan perawat, tetapi Sheyla memaksa dan berusaha membantu Rendra untuk move on.

Sebuah senyum manis terukir di wajah Sheyla tanpa dia sadari. Ada perasan bangga dan bahagia di hatinya saat rencana Sheyla menjodohkan mereka berhasil dan mereka akan segera menikah.

Drrrtttt Drrrttt Drrrrt

Hanya notifikasi getar. Lamunan Sheyla mendadak buyar ketika mendapat pesan whatsapp dari Evan, suaminya.

Beb! Aku ada Party hari ini, mungkin pulang besok pagi.

Iya Bebs,
balas Sheyla.

Halah! Gini aja terus sampe mampus! Sheyla mengumpat dalam hati sambil mencengkram erat handphone. Suaminya bekerja di sebuah bar. Pulang pagi sudah menjadi kebiasaan yang membuat Sheyla kecewa.

*

Hangat cahaya mentari pagi menembus celah di antara daun jambu air, menyinari kumpulan bunga beraneka warna yang melingkar mengitari batang besar pohon jambu. Hujan turun kemarin malam membuat udara sejuk dan daun semakin hijau segar.

Meytha memakai celana pendek biru langit bermotif bunga dan kaos putih tanpa lengan berkerah V-neck. Kemulusan kulit leher terlihat jelas, buah dada besar yang terkungkung baju mengembung indah naik turun mengiringi tarikan nafasnya. Wajahnya tanpa kacamata kali ini, topi warna putih dan cukup lebar dipakai menutup rambut pendek miliknya. Dia mondar-mandir di taman sambil membawa handphone untuk memfoto bunga. Meytha suka bunga, suka kuncup kembang yang akan mekar, suka tunas yang baru tumbuh. Dia adalah tukang kebun di rumahnya.

“WOW! si cantik yang mau nikah mendadak rajin! ”

Meytha terkejut mendengar suara nge-bass di belakangnya, ternyata Evan, kakak iparnya. Dia menatap lelaki berkepala plontos dengan tatapan tajam itu, sebuah tatoo kepala harimau menyembul di dada Evan yang memakai kemeja dengan kancing terbuka. Tatoo lain banyak bersebaran di tubuhnya, kaki dan lengannya hampir penuh tatoo.

“Hehe, iya kak, mumpung libur, ” jawab Meytha sambil menghias wajah dengan senyum manis. “Kak Evan baru pulang?”

Evan mengangguk terpesona. Dia kemudian memperhatikan jemari tangan Meytha ketika memunggut daun yang rontok. Membandingkan wanita itu dengan istrinya. Kulit Meytha lebih putih dibanding Sheyla. Meytha lebih pendek tetapi dada dan bokongnya lebih berisi. Leher Meytha yang mulus terlihat menggoda ketika perempuan itu merapikan rambut. Evan beberapa kali membayangkan betapa nikmatnya bercinta dengan perempuan ini. Dia sekal dan montok. Meytha seksi.

Meytha melanjutkan kesenangan dengan tanaman tetapi merasa tidak nyaman karena Evan tidak beranjak dari sana. Evan seperti mata-mata, mengawasi setiap gerak-geriknya. Saat Meytha melempar senyum canggung, Evan membalas dengan seringai tipis sambil memandangi Meytha dengan sorot mata aneh. Tatapan lelaki berwajah tirus itu seperti menggerayangi pangkal paha dan dada meytha. Hiiihhh! Meytha bergidik.

“Mey, kamu udah pernah di icip-icip ama si Rendra?” Senyum tipis tersungging di wajah Evan, bola matanya mengikuti gerakan tubuh Meytha.

“Maksudnya?”

Gituan sebelum nikah, hehehe.” Evan menggerakan tangan memberi kode yang menandakan Making Love alias bersetubuh.

“Enggak lah! ” Meytha menjawab ketus saat mengerti maksud Evan. Dia memalingkan wajahnya yang bersemu merah.

Meytha tahu, dulu Sheyla menikah dengan Evan karena Sheyla sudah pernah berhubungan badan dengan Evan, tapi ajaibnya, sampai sekarang Sheyla belum hamil. Sheyla sering menceritakan masalah rumah tangganya. Dia sering menangis di dekapan Meytha ketika mencurigai Evan selingkuh. Sebagai satu-satunya saudara dan yatim piatu, Sheyla dan Meytha cukup terbuka dalam bercerita.

Evan masih betah mengawasi Meytha. Si seksi semakin risih. Apa aku balik ke kamar aja ya? Dia jelas merasa tergangu, tetapi tidak bisa menyuruh iparnya pergi.

Derap langkah kaki mendekat terdengar. Saat Meytha menoleh, Sheyla mengenakan dress santai muncul.

" Bebs, baru pulang? Ngapain di sini?" Tangan perempuan itu melingkar di leher Evan. Bibirnya mengecup pipi suaminya. Evan tertawa dan membalas kecupan Sheyla di bibir. Mereka berpelukan mesra.

"Tadi aku ngobrol ama Mita. Dia udah enggak sabar jadi pengantin. Pengen nikmatin malam pertama," Evan menggoda Meytha sambil terkekeh.

"Iiiihhh bo'ong. Kak Evan ngarang!" Meytha cemberut.

Sheyla tertawa bahagia. Pernikahan adiknya adalah momen yang sangat dinantikannya. Penghuni tempat itu akan menjadi lebih ramai karena Rendra setuju tinggal di sana setelah menikah.

"Bebs.. kita malam pertama-an lagi, yook," Evan langsung memeluk Sheyla. Memiringkan tubuh istrinya dan membopong ke rumah. Terdengar jeritan Sheyla, kemudian berganti suara tawa.

Meytha masih sempat melirik ketika mereka berciuman di teras. Dia lega karena Evan sudah pergi.


~~~~
 
Terakhir diubah:

~ TIADA ~

“Hai say, titip buat Evan, ya.” Fendy meletakan kotak seukuran box sepatu yang terikat pita merah di meja kasir dekat Sheyla.

“Ini apa?”

“Buka aja,”

Sheyla hendak melepas pita pengikat tetapi kata-kata Fendy menghentikan gerakan tanganya.

“Jangan buka itu, tapi buka bajumu, Hahahha!”

“Kurang ajar!” Darah Sheyla langsung mendidih.

“Salam buat Mita, bilang aku akan datang pas nikahan dia,” ujar Fendy santai tanpa rasa bersalah. “Bye, mantan calon kakak ipar. Hahaha.”

Tawa Fendy terdengar semakin kecil karena dia sudah berlari menjauh. Sheyla mengusap kening menenangkan diri.

Fendy pernah mencoba mendekati Meytha dan tentu saja Sheyla menghalangi hubungan mereka. Fendy beberapa kali ke rumah Sheyla karena lelaki itu adalah saudara jauh Evan. Saat bersama Evan, Fendy menjadi lelaki yang jauh lebih kalem, tidak kurang ajar seperti di tempat kerja. Mengadukan tingkah Fendy kepada Evan? Itu sudah sering dilakukan Sheyla. Respon Evan biasa saja, seolah itu bukan masalah besar.

**


Pernikahan Rendra dan Meytha berlangsung sederhana dan hanya dihadiri kerabat dekat. Suatu kejadian tidak terduga membuat pernikahan itu meninggalkan kenangan yang luar biasa, terutama kepada Meytha. Sehari setelah pernikahanya, follower-nya di Instagram mebludak, bertambah ratusan orang.

“Waaahh, kado nikahanmu viral, Mey!”

“Wadduuuhh! Kok jadi viral gini….? ”

Suara bersahutan dengan intonasi berbeda meluncur dari bibir Meytha dan Sheyla yang duduk berdampingan di sofa. Dengan raut wajah lelah mereka melihat ke layar handphone yang di pegang Sheyla. Sesuatu yang tidak terduga terjadi. Foto kado pernikahan mereka viral di Instagram dan mendapat lebih dari sepuluh ribu like setelah di posting oleh Fendy.

Kado itu tidak terlalu istimewa, malah terkesan, receh, lebay, dan iseng. Berupa sebuah kotak kayu berwarna putih dengan kaca transparan di bagian depan, mirip photo frame tetapi pinggirannya lebih tebal. Di dalam kotak ada sepasang sandal Swallow bekas pakai berwarna putih agak luntur. Kedua sandal itu memiliki warna tali yang berbeda, yang memiliki tali biru bertuliskan Rendra, dan yang memiliki tali merah bertuliskan Meytha.

‘Bagi yang merasa kehilangan sandal, bisa hadiri pernikahan @ rendra dan @ meytha, sandal kalian ada di sini!

Mungkin caption iseng itu yang membuat foto sandal menjadi viral. Ada yang menganggap lucu, ada yang mengagap lebay, ada yang merasa biasa saja. Karena Fendy punya banyak follower di instagram, foto itu menjadi gampang tersebar.

‘Waaahh, pengantin wanitanya mantaap banget! Cantik. ’

‘Kalo datang ke nikahan mereka, dapat bonus ciuman dari pengantin wanita, gak?”


Komentar yang membuat Instagram Meytha diserbu follower baru. Meytha merasa tergangu sehingga mem-private instagram-nya.

**

Sandal yang sempat viral seminggu lalu menempel lengkap dengan frame-nya, di dinding kamar minimalis bercat biru muda. Itu adalah kamar sang pengantin baru, Meytha dan Rendra. Evan sebagai orang yang berjasa memberi hadiah sandal itu, meminta agar kado tersebut dipajang di kamar sang pengantin.

Sandal itu juga menjadi saksi bisu saat Rendra mencumbu Meytha di atas ranjang. Air mata Meytha menetes bahagia ketika dia menyerahkan perawan kepada Rendra.

Dua minggu kemudian, sandal itu kembali menjadi saksi kegundahan hati Meytha. Saat perempuan seksi yang baru bangun tidur itu terperanjat dengan raut wajah penuh rasa khawatir setelah membaca pesan whatsapp-nya.

Pesan dari nomor tidak dikenal.

‘Hai cantik! Aku punya video kamu ngentot dengan suamimu.’

Singkat, padat, dan jelas isi pesannya. Meytha awalnya menganggap pesan dari orang iseng dan hendak mengabaikan, tetapi tiba-tiba sebuah foto terkirim dari orang misterius tersebut. Foto dia dan suami berpakaian pengantin berpelukan erat di kamarnya.

Meytha tidak membalas pesan itu. Ketika Rendra pulang kerja, Meytha langsung menumpahkan kegelisahannya. Bercerita tentang orang misterius itu.

“Mungkin orang iseng, block aja nomernya,” Rendra menanggapi dengan santai.

“Sayang, kalau cuma orang iseng, kenapa punya foto kita?” Alis Meytha terpecuk, kecewa dengan respon suaminya padahal dia sudah bercerita panjang lebar.

“Mungkin dia liat di medsos.”

“Aku tidak ada uplod foto itu.”

“Mungkin kakakmu, Evan, atau Fendy yang uplod?”

Meytha diam dan berpikir. Dia mengecek ketiga instagram orang yang disebut suaminya. Benar saja, foto tersebut ada di instagram Fendy. Meytha lega, wajar saja Fendy punya foto itu karena lelaki itu hadir di pernikahan Meytha.

“Iya sayang, ternyata foto itu ada di IG, Fendy.”

“Makanya kamu jangan panikan gitu,” Rendra merangkul istrinya.

Meytha tersenyum malu. Dia menatap pria yang baru menjadi suaminya dengan kagum. Rendra bukan orang yang sangat asing bagi Meytha. Dia tahu Rendra sebelum mereka berpacaran, orang yang dia anggap sebagai ‘teman Sheyla’.

Dulu Meytha berpikir kalau Rendra akan menjadi suami kakaknya, Sheyla, karena mereka terlihat cocok. Tetapi yang terjadi malah mengejutkan Meytha. Sheyla menikah dengan Evan, lelaki yang baru di kehidupan Sheyla. Yang lebih mengejutkan, Rendra menikah dengannya. What’s a beautifful life!

Sheyla adalah orang yang sangat senang dan bersemangat ketika dia dan Rendra semakin dekat. Meytha ingat bagaimana kakaknya selalu memuji kebaikan Rendra, menyebut Rendra sebagai lelaki yang lembut, baik, penurut dan banyak hal baik lain. Rendra paling pantas buatmu! Kata-kata Sheyla yang tidak bisa dibantah Meytha.

“Udah mandi?” Meytha ditarik dari lamunan oleh suara lembut Rendra.

“Belum….,”

“Ayo mandi bareng,” Rendra menarik tangan Meytha memaksa masuk ke kamar mandi. Meytha sebenarnya enggan ikut mandi tetapi karena Rendra terlanjur menyiramkan air shower ke tubuhnya, dia menurut.

Ini pertama kali mereka mandi bareng setelah dua minggu pernikahan. Meytha mejerit kecil saat Rendra dengan nakal membuat seluruh pakaianya basah, keseksian tubuh Meytha tercetak, terutama bongkahan payudara yang membusung.

Rendra telanjang bulat, penisnya menegang. Dia membantu Meytha melepaskan kaos dan celana pendek dari tubuhnya. Mereka kemudian berbagi sabun, saling meraba. Sesekali berciuman hangat.

Busa-busa sabun mulai hanyut oleh air, tubuh mereka wangi dan terlihat lebih licin. Rendra merasakan tubuhnya dingin tetapi segar. Dia mendorong tubuh istrinya bersandar ke didnding kamar mandi yang terbuat dari keramik. Rendra memepet dan memberi ciuman panas.

Rongga mulut Meytha begitu segar, hangat, dan menggairahkan. Rendra yang mulai terpancing nafsunya langsung melebarkan kaki istrinya dan hendak memasukan penis ke vagina Meytha.

“Jangan di sini sayang, di kamar aja, “ Meytha menolak sambil mendorong tubuh Rendra.

“Di sini aja, sayang. Aku pengen di sini.”

“Trus!? Kita punya kamar tidur buat apa?!”

Meytha menggeser tubuh dan mengambil handuk, kata-katanya tidak bisa dibantah. Dia keluar kamar mandi menuju kamar tidur, mendahului Rendra. Rendra hanya bisa mematung, dia tahu seharusnya dia menahan tubuh istrinya, tetapi dia takut melakukannya. Dia takut ribut dengan Meytha.

Meytha masih sempat mengunakan lotion sebelum Rendra mencumbunya. Membaringkan tubuh telanjang Meytha di tempat tidur. Mencium bibirnya yang ranum, meremas dan mengecup payudaranya. Meytha sangat menikamti perlakuan suaminya. Dia tidak mendesah keras, tetapi ekspresi wajahnya menunjukan gairah yang luar biasa.

Kepala Rendra hendak turun ke vagina Meytha tetapi Meytha menjambak rambut Rendra untuk menahan kepala Rendra.

“Jangan sayang, bauu,”

Lagi, lagi dan lagi itu terjadi. Itu alasan yang sering di ungkapkan istrinya kepada Rendra. Rendra kecewa tetapi lagi-lagi tidak berani memaksa. Istrinya juga tidak pernah mau memegang alat kelamin Rendra. Mereka hanya bercinta dengan biasa-biasa saja.

Rendra berusaha memaklumi. Dia cukup puas menikmati diding vagina Meytha yang menjepit erat penisnya. Dia suka melihat wajah merem melek istrisnya menjelang orgasme. Meskipun orgasmenya terlalu cepat.

“Sayang udah ya, aku cape. Istirahat dulu …”

Ucapan itu sangat sering keluar setelah istrinya mengejang di bawah tubuh Rendra. Setelah kemaluanya basah mendapat sodokan penis besar Rendra.

Rendra menatap langit kamar dengan penis masih tegang. Meytha tidur memeluk tubuh Rendra. Wanita itu tidak peduli kalau penis Rendra masih sangat tegang. Egois? Atau pengetahuan seksual Meytha tentang pria begitu rendah.

Meytha seorang perawat dan meskipun baru mulai bekerja, seharusnya pengetahuan dia mengenai seksual tidak begitu jelek. Sebagai orang yang bekerja di rumah sakit, seharusnya Meytha lebih terbuka dala bercinta, tetapi ini tidak terjadi. Rendra merasa Meytha sangat berbeda dengan mantan pacarnya yang juga seorang perawat. Mantan pacar Rendra yang bernama Aurelia, begitu tahu cara memuaskan lelaki. Dia yang mengajari Rendra secara nyata tentang bercinta.

**

Meytha menatap ‘sandal dalam kotak’ yang tergantung di dinding kamarnya. Ada perasaan tidak suka kepada benda itu. Mungkin karena benda itu membuat dia menjadi lebih populer di instagram. Meytha tidak suka popularitas semu seperti itu.

Ada hal lain yang membuat di tidak suka. Sandal itu seolah punya mata yang selalu mengawasi setiap gerak-geriknya. Seperti mata tajam Evan yang selalu jelalatan menatap tubuh Meytha. Wajar saja dia berpikir seperti itu, sandal itu adalah hadiah dari Evan.

“Hey sayang, ini nomerku yang baru.”

“Siapa?”

“Kamu akan tau sebentar lagi.”

Nomer misterius kembali mengirim pesan. Bukan hanya pesan teks tetapi juga foto Meytha berpelukan dengan suami di kamar tidur. Bukan foto lama, tetapi foto yang diambil dua hari yang lalu. Dia mencoba mencari foto tersebut barangkali ter-upload di media sosial temannya, tetapi tidak menemukan foto yang sama.

Mustahil ada yang masuk ke kamarnya saat itu. Meytha mulai gelisah, dia tidak bisa mengabaikan penguntit itu.

“Kita hubungi polisi aja biar dilacak nomornya,” itu respon Sheyla ketika mendengar Meytha bercerita.

“Iya, kita akan lapor polisi. Kita tunggu dia beraksi lagi,” Rendra menyetujui.

“Tidak sekarang?! Menurut kamu ini tidak serius?” Suara Meytha meninggi.

“Kita belum punya bukti yang cukup,” ujar Rendra. Evan dan Sheyla setuju dengan Rendra, ,membuat Meytha terpaksa mengalah.

Tidak ada kabar dari orang itu selama sebulan, Meytha melupakannya.

**

Seminggu lagi tahun baru, Rendra berdiri di teras rumah mengenakan setelan rapi, kemeja dan celana panjang Katun warna hitam. Meytha berdiri di sampingnya, aura kesal terpancar dari wajah manis perempuan itu.

“Awas nomer kamu gak aktif pas aku telpon! ” Meytha cemberut. Dia tidak rela suaminya pergi selama dua hari menginap di tempat bekerja. Rendra mendapat pekerjaan untuk men-set up system hotel. Tempatnya tidak jauh, berjarak seratus kilometer. Satu pulau beda kabupaten.

“Iya sayang, aku pasti nelpon,” Rendra tersenyum sambil memberi kecupan kening istrinya. Rendra memang sering pergi menginap di tempat kerja. Profesi sebagai akhli IT dan jaringan membuat dia mempunyai banyak proyek di hotel. Dia pekerja lepas, bukan dengan perusahaan, sehingga dia bisa lebih bebas mengatur waktu.

Hari pertama, Rendra memenuhi janjinya, dia menelpon Meytha dan berbicara cukup lama, tetapi hari kedua sesuatu yang tidak terduga terjadi.

Sore itu, Meytha bangun tidur dengan wajah berantakan, rambutnya acak-acakan. Dasar wanita seksi, kondisi seperti itupun dia masih seksi. Dia menggeliat malas di tempat tidur. Hari ini dia libur, jadi pikirannya lebih rileks. Sekarang lagi musim hujan, waktu yang tepat menanam bunga mawar untuk menambah koleksi di kebun kecil miliknya.

Jari tangannya yang lentik menyisir rambut yang berantakan, kemudian dia mengucek mata. Menguap sekali sebelum kacamata dari atas meja berpindah ke wajahnya. Jarinya menari di atas touch screen HP yang diletakan di atas bantal.

Notifikasi whatsapp mengganggu kesenangan Meytha saat menonton youtube yang menampilkan video bunga mawar bermekaran. Pesan pertama dia abaikan, kemudian beberapa pesan bergerombol masuk.

Siapa sih? Nomor itu tidak tersimpan di kontaknya. Tiba-tiba perasaan tidak enak menggelayut di hatinya.

Dug

Dug

Detak jantung Meytha meningkat tiba-tiba.

Apa-apaan orang ini?! segerombolan pesan whatsapp dari pria misterius yang hampir dilupakannya membuat dia tersentak. Kelopak matanya mengkerut menatap layar handphone, menunggu video whatsapp berukuran 96 mb berdurasi 16 menit selesai di unduh.

Dug dug dag

Dugh!

Ya Tuhan!! Jantung Meytha seperti diremas kuat, sakit bukan main. Nafasnya pendek berat, telapak tangan menempel di wajahnya, takut-takut matanya mengintip dari sela jari saat dia mem-play video.

Setan! Kalau dia tidak lebih tenang, mungkin handphone itu sudah melayang keluar dari kamarnya dan hancur berkeping-keping di halaman. Hembusan nafas Meytha panas, matanya lebih panas.

Dia mencoba mengintip isi video sekali lagi. Tetap saja, isi video itu sama. Video mesum! Kamar warna biru, lemari, meja rias, televisi, semua sama dengan miliknya. Itu kamarnya. Pria yang bercinta berpipi tembem dan tinggi, wanita dalam video berambut pendek. Itu Meytha dan Rendra, Tidak salah lagi.

Hagh hagh hagh

Wanita seksi itu tercekat. Telapak tangan menempel di dada, mencoba menetralkan irama jantung. Seluruh tenaga terasa hilang dari tubuh Meytha. Kepalanya pening bukan main, dia merasa tempat tidur beserta seluruh isi kamar berputar keras. Dia memejamkan mata cukup lama, berharap itu tidak nyata.

Mimpi..mimpi..mimpi! Ini mimpi!

Tidak, ini bukan mimpi. Ini nyata. Meytha shock, dia butuh penenang diri. Dia butuh teman bercerita, Dengan jari bergetar hebat, Meytha mencoba menelpon Rendra, tetapi suaminya tidak menjawab panggilan telpon Meytha. Lima kali Meytha mencoba, hasilnya sama, tidak ada jawaban dari Rendra.

Sibuk? Aku maklum! Tapi aku butuh kamu, Rendra sayang? Aku butuh kamu sekarang!

Wajah Meytha berubah jelek, dia menangis . Biasanya kalau Rendra tidak mengakat telpon, Meytha pasti marah bukan main. Mengirim pesan yang berisi makian sebagai tumpahan emosi. Setelah itu Rendra akan meminta maaf. Kali ini, jari tangan Meytha tidak mampu mengetik, amarah yang seharusnya ditumpahkan kepada Rendra tidak ada. Hanya ada perasaan kosong dan takut bercampur jadi satu.

Drttt drrrttt drtttt,

Handphone Meytha bergetar tanda pesan masuk, dia menduga itu pesan dari Rendra yang berisi alasan dia tidak menjawab panggilan, tetapi Meytha salah. Tentu saja salah! Biasanya Rendra akan menelpon Meytha saat tahu dirinya melakukan kesalahan fatal karena tidak sempat menjawab panggilan Meytha. Rendra harus menelpon dua kali lipat jumlah panggilan Meytha sebelum istrinya mau mengangkat telpon. Meytha kejam dan pendendam? Tidak, dia hanya ingin Rendra lebih perhatian sebagai suami.

‘Sudah selesai nonton, sayang? Bagus kan videonya? Kamu suka? Aku masih punya video dengan kualitas lebih bagus. Mau nonton berdua atau rame-rame?’

Meytha hendak mengabaikan semua pesan itu tetapi ada bagian dari jiwanya yang menuntun untuk membaca semua isi pesan, meskipun pikiran Meytha kosong.

‘Suamimu sedang tugas ke luar. Dia akan pulang besok, iya kan sayang? Kita punya waktu satu malam.’

Meytha pucat. Siapa orang yang mengetahui kehidupannya sedetail itu?

‘Tidak perlu pikirin siapa aku. Kita selesaikan nanti malam, atau kasus ini jadi panjang!! Itu terserah kamu, Sayang! Kamu yang memilih!’

‘Kamu ingat?! Ketika sandal hadiah untuk kamu viral, kamu juga ikut terkenal? Mungkin kalau aku sebarin video kalian, kamu jadi semakin terkenal! ‘


Cara dia mengancam luar biasa, Meytha tidak bisa berpikir jernih.

‘ Kamu hanya punya pilihan, turuti kemauanku atau video itu menyebar. Tidak ada pilihan lain!’

‘Nanti, Jam 9 malam aku akan ke rumahmu. Aku akan mengetuk pintu rumahmu 3 kali. Kamu hanya perlu membuka pintu dan mengijinkanku masuk!’

‘Jangan lakukan hal aneh! Kalau terjadi yang buruk padaku! Besok video sex mu akan menyebar. Aku punya teman yang akan menyebarkan!’

‘ Jangan pernah berpikir kalau kamu, suamimu, dan temanmu lebih hebat dari aku! ’


Meytha mematung cukup lama dengan muka pucat pasi. Saat Handphone-nya berdering, dia hanya melirik. Panggilan dari Rendra, tetapi tangan Meytha terpaku, diam tidak melakukan apapun. Rendra menelpon lebih dari enam kali, Meytha tidak menjawab, bukan untuk balas dendam seperti yang biasa dia lakukan kalau jengkel kepada Rendra, kali ini jari tangannya tidak ada yang memberi tenaga untuk bergerak.

Tubuh Meytha tertekuk, dagu bertumpu pada lutut yang terangkat ke atas. Matanya menatap nanar ke luar rumah, ke arah pohon jambu air tua yang dihempas angin. Udara dingin berhembus. Hujan akan segera turun.

Pesan whatsapp permintaan maaf Rendra dibaca Meytha, tetapi semua seolah pesan kosong tanpa makna. Semua itu tidak berguna, tidak ada yang diinginkan Meytha hari ini selain melewati malam ini dengan tenang dan bahagia. Tanpa Rendra, dia hanya perempuan manja dan cengeng.

‘ Hanya malam ini, tidak ada malam berikutnya. Kalau tidak malam ini, videomu akan tersebar!’

Pesan terakhir dari lelaki misterius. Meytha merasa seperti mendapat kutukan anak durhaka. Mematung lama. Pikiran kosong. Dia berharap ada cara yang menuntunnya melewati ini. Tuhan, tolong aku.

**

Di luar sudah gelap. Hembusan angin semakin keras menggoyang pohon jambu tua. Ranting, daun, dan dahan saling gesek. Menimbulkan suara berisik. Seperti tawa mengejek Meytha yang lemah. Mencaci maki perempuan itu.

Mungkin Meytha mirip zombi yang bergerak dengan jiwa kosong. Kelopak matanya sembab dan tebal, air matanya seperti sudah terkuras habis. Hembusan angin dingin seolah tidak terasa di tubuhnya. Dia masuk ke dalam kamar mandi, mengguyur tubuhnya dengan air shower.

Dia bertekad akan menerima pria misterius itu di rumahnya. Tidak peduli bagaimana tampang penguntit itu. Dia akan melawan. Dia akan menyelesaikan masalah ini sendiri. Urusan dengan Rendra bisa belakangan. Rendra membuangnya, dia tidak peduli, menjadi janda bukan hal yang buruk. Hanya saja dia tidak ingin video-nya tersebar. Dia tidak ingin dipermalukan netizen sejuta umat.

Angin di bulan Desember berhembus semakin kencang. Meytha mengigil saat keluar dari kamar mandi. Dia mulai merasakan dingin. Dia mulai merasa lebih hidup. Lebih tenang atau mungkin pasrah dan berusaha menerima semuanya.

Dalam beberapa detik, Meytha merasa dirinya sudah gila. Tentu saja. Logika dan akal sehat sudah hilang. Bisa-bisanya dia menuruti keinginan gila sang penguntit misterius. Dia tidak punya banyak waktu untuk memikirkan semuanya. Tidak sempat berpikir dan menimbang baik dan buruk dari keputusan yang dia ambil.

Satu jam kemudian, Meytha membukakan pintu untuk si pria misterius. Apakah keputusan yang diambil berdasarkan ketakutan dan rasa putus asa? Meytha tidak tahu.

Awalnya Meytha punya rencana kejam. Kejam? Apa bisa? Tentu saja, kalau tersiksa dan tertekan dia bisa saja berbuat nekat. Menggorok leher, mungkin bisa saja dia lakukan. Dia sudah biasa dan sering melihat darah di rumah sakit.

Saat yang ditunggu datang, ketukan tiga kali di pintu Meytha tepat jam 9 malam. Meytha tertegun melihat tamu yang dia tunggu. Dia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Hampir saja dia berteriak dan berlari. Yang datang bukan manusia normal, tetapi manusia terbalut kostum boneka.

Penguntit misterius itu aneh dan tidak bisa ditebak. Pintar memberi kejutan dan senang menggoyahkan pikiran. Semua tidak sesuai prediksi Meytha. Awalnya dia membayangkan kalau lelaki yang datang adalah Om Om berkepala botak dengan pandangan mesum, atau para penunggu pasien bertampang aneh yang menggeluarkan kata kotor menjijikan saat dia menjaga pasien di rumah sakit.

Si penguntit misterius datang dengan kostum beruang berwarna hitam. Mirip boneka dengan ekspresi wajah galak, tergambar dari mata yang melotot dan alis yang lurus menukik tajam. Seperti boneka beruang yang diidamkan Meytha. Dia pernah melihat di instagram seorang selebgram asia.

Pria atau wanita? Meytha yakin itu pria. Ganteng atau jelek? Tua atau muda? Dekil atau bersih? Meytha tidak tahu. Kostum itu menyembunyikan semuanya. Penguntit itu membawa sebuah kotak kardus seukuran box aqua gelas. Apa isinya? Meytha tidak ingin menebak.

Orang dengan kostum binatang berbulu yang lebih besar dari tubuh manusia itu duduk santai di ranjang milik Meytha. Aroma parfumnya menyengat. Meytha bergidik saat mendengar suaranya yang berat. Dia yakin kalau orang itu menggunakan alat untuk mengubah suara. Nada bicara orang itu seperti Meytha kenal.

Siapa dia?

Apa maunya dia?

Apa yang akan kulakukan?


Pertanyaan itu terulang berapa kali di kepala Meytha, bahkan saat dia keluar dari kamar mandi dengan tubuh terlilit handuk saat mandi untuk kedua kalinya malam ini, sesuai permintaan si beruang.

“ Suamimu khawatir karena kamu tidak mengangkat telpon. Aku yakin dia menelpon kakakmu. Pasti kakakmu akan ke sini. Pikirkan cara untuk mengusir dia. Kamu punya waktu 30 menit untuk membuat alasan.”

Apa dia paranormal? Pinter banget ngeramal ?

Tebakanya tepat, setengah jam kemudian, saat Sheyla pulang kerja, dia langsung pergi ke rumah Meytha. Meytha menemui kakaknya di ruang tamu. Saat itu wajah Sheyla muram sekali.

“Maaf Kak, aku tiduran tadi,” Meytha mencoba mencari alasan dan berusaha membuat ekspresi wajahnya tenang.

“Setidaknya kabari Rendra dan jangan buat dia khawatir.”

“Udah kak, bentar lagi kami mau video call.”

“Ya udah, selamat malam. Aku akan kabari Rendra kalau kamu baik-baik aja..”

“Makasi, kak. Salam buat kak Evan.”

“Dia tidak pulang malam ini.”

“Party lagi?”

“Gak tau! Gak urus!”

Hebat, Meytha bisa begitu tenang dalam kondisi seperti itu, di hadapan Sheyla biasanya dia susah untuk berbohong. Atau Sheyla yang tidak peka malam itu?

**


Angin dingin berhembus. Rintik hujan mulai turun. Meytha yang mengenakan celana pendek putih mencekik paha dan tank top berpotongan rendah masuk ke dalam kamar dengan langkah kaki gontai. Dadanya tercetak jelas, paha sekal menggairahkan.

Tubuhnya lemas, dia pasrah dengan apa yang akan terjadi pada dirinya. Dia mendapati si beruang duduk di kursi, di dekat kotak kardus yang dia bawa. Tangan lelaki misterius yang terbungkus bulu boneka membuka kotak kardus. Meytha menanti kejutan yang ada di kotak itu.

“Ini akan menjadi malam panjang. Aku tidak ingin kita kelaparan.”

Ternyata isi kotak itu adalah makanan ringan dan minuman. Seolah dia tahu apa isi hati istri Rendra itu, dia membuka salah satu camilan dan memberikan kepada Meytha. Meytha tidak menolak, apa dia terhipnotis? Atau dia lapar? Dia memang tidak makan dari tadi siang. Dia terlalu sibuk bergulat dengan pikiran galau.

“Kamu tau yang aku inginkan?” Ujar si beruang, “kalau kamu tau, aku akan pergi?”

Hah! Pertanyaan apa ini? Meytha kaget. Si misterius itu hanya mengatakan menghabiskan malam bersamanya. Bukankah itu berarti dia akan dipaksa bercinta? Istri Rendra yang cantik ini benar-benar dibuat bingung dan penasaran. Manusia macam apa yang ada di balik kostum itu?

“Jawab dong sayang. Aku beri kamu waktu semenit.”

Haduh. Kalau mau perkosa orang kenapa tidak to the point aja? Pake basa basi lagi. Si Seksi kebingungan. Dahi mengkerut, alis menyatu. Dia berpikir keras.

“Kamu mau memperkosa saya!” Bibir merah Meytha terbuka dan berteriak. “iya, kan?”

“Hahahahahaha,” Si beruang tertawa. Meytha merasa ditertawakan karena mau menjawab pertanyaan itu. Itu adalah pertanyaan yang tidak adil. Hanya si beruang yang tahu jawabannya. Dan jawabanya bisa diubah seenak udelnya.

“Kamu salah, aku ke sini untuk mengajakmu bercinta, bukan memperkosa.”

Meytha tahu dia tidak akan bisa lepas dari orang gila itu. Dia sudah menyerah saat dia mebuka pintu untuknya.

“Kamu hanya perlu menurut. Semua akan berakhir indah kalau kamu mengikuti permaiananku,”ucapan orang itu seperti menghipnotis Meytha.

Meytha tidak menjawab, dia hanya menatap boneka beruang itu saat mendekat. Wanita berkacamata dengan rambut pendek itu tidak melawan ketika tangannya di gengam dan diajak berjalan ke ranjang. Lelaki beruang menyuruh Meytha duduk di pinggir ranjang dengan kaki terjuntai. Tangan berbulu palsu itu mulai mengelus kaki mulus Meytha dan semakin merayap ke atas, ke arah paha.

“Kamu merasa bersalah pada suamimu? ”

Meytha tahu tidak ada gunanya menjawab pertanyaan itu. Dia meringis pedih karena tangan berbulu lembut itu mulai kurang ajar mengelus pahanya yang kencang dan berisi. Mendorong celana pendeknya sehingga lebih tersingkap, kemudian memberi usapan pada pangkal pahanya.

“Jawab! Apa kamu merasa berdosa?”

Tangan kanan boneka beruang itu menjambak rambut Meytha. Memaksa Meytha menengadah menatap mata Si boneka beruang. Air mata Meytha keluar. Rasa bersalah, takut dan putus asa bercampur jadi satu.

Ajaib sekali, keberanian Meytha sebelum lelaki berkostum itu datang hilang ditelan bumi. Keberanian itu seolah hanya terjadi dalam imajinasi saja, imajinasi anak manja. Dia merasa terintimidasi. Membuat dia tidak punya keberanian untuk melawan.

“Kalau kamu merasa berdosa? Kenapa kamu ijinkan aku masuk? Apa kamu merasa pintar? Apa kamu merasa hebat hendak melawanku?”

Pertanyaan si misterius gila itu bukan untuk dijawab. Meytha diam. Jambakan di rambut Meytha semakin keras. Meytha meringis. Marah bercampur pedih.

“Sekerang kamu merasa berdosa, tapi aku yakin nanti kamu akan suka. Hahahaha.”

Suara tawa lelaki itu melengking aneh, mungkin karena alat pengubah suara yang dia pakai tidak bekerja dengan baik. Meytha tidak mepedulikan itu, dia lebih merasa jijik dengan tangan berbulu yang mulai mengelus vaginanya dari luar celana.

Dia memaksa istri seksi Rendra membuka baju sekaligus bra yang membungkus payudaranya. Kulit Meytha bersih mulus. Payudara padat berisi, mengacung menatang dengan puting kemarahan.

“Kamu cantik sekali, aku akan menikmatimu malam ini. Hahaha,” lelaki itu terkekeh, dia suka dengan ekspresi wajah Meytha yang putus asa. Meningkatkan level gairah si beruang.

“Kamu tau sayang? Aku sangat menyukai payudara ini,” jari berbulu boneka itu mulai mengusap payudara Meytha dengan lembut. Meremas pelan dan memainkan putingnya. Meytha menangis sesegukan. Dia merasa terhina.

“Aku juga suka aromanya,” kepala beruang itu begitu cepat tenggelam di antara payudara Meytha. Memberi gesekan lembut, tekanan dan juga ciuman basah.

Basah? Meytha merasakannya. Berarti dia bisa memakai mulut! Ada lubang di mulut boneka itu. Meytha membatin, dia dapat merasakan lidah yang lembut dan hangat menyedot puting payudaranya. Meytha menggelinjang. Kurang ajar, sakit!

Saat rasa ketakutan Meytha sudah berbaur dengan rasa penasaran, pria berkostum itu sudah berhasil melepas celana Meytha. Celana pendek dan celana dalam teronggok di lantai, menyisakan Meytha dalam ketelanjangan.

Meytha duduk di pinggir ranjang dengan telanjang bulat. Bentuk pinggang, ukuran perut, bentuk pinggul dengan porsi lemak yang pas di tubuhnya membuat Meytha terlihat mengairahkan. Dia montok dan fuckable banget.

Si pria beruang berjongkok di hadapan si seksi, melebarkan paha mulus wanita itu dan memainkan jari tangan berbulu di vagina Meytha. Istri yang baru dinikahi Rendra beberapa bulan itu hendak menolak dengan merapatkan paha, tetapi kepala beruang itu mendongak marah kepadanya sambil mencengkram paha Meytha dengan kuat. Menyisakan rasa sakit dan bekas kemerahan.

Meytha kalah. Dia terpaksa melebarkan paha mengikuti kemauan si penguntit. Saat kepala beruang terbenam di antara pahanya Meytha hanya bisa memejamkan mata, menangis malu. Meringis geli karena tergelitik oleh bulunya.

Meytha menunduk, penasaran dengan aksi si boneka beruang. Dia bergidik menyaksikan kepala itu bergerak mengendus vaginanya.

“Awww…”

Istri seksi Rendra memekik kagek bagai tersetrum. Bokong kenyal Meytha terangkat saat merasakan sensasi geli luar biasa. Lidah lelaki itu berhasil mencium dan menjilat vagina Meytha. Ini memalukan! Suamiku aja tidak boleh melakukan ini! Meytha berusaha mendorong kepala boneka itu sambil merapatkan paha, tetapi lelaki itu sangat kuat, Meytha tidak berkutik dan tertahan dalam posisi vagina diserbu jilatan lidah nakal.

“Kamu suka mekimu dijilat, iya kan sayang?”

Meytha tidak mempunyai alasan untuk menjawab. Dia hanya memandang tajam wajah boneka itu. Merasa marah karena orang di balik boneka itu tertawa meremehkannya.

Boneka itu behenti bermain di vagina Meytha. Dia berdiri kemudian membuka resleting yang tepat berada di selangkanganya. Penis tegang berukuran besar mencuat. Meytha memalingkan wajah, tidak mau melihat ke arah penis itu. Bahkan ketika boneka itu menarik tangan Meytha untuk mengocok penis, tangan Meytha tidak melakukan gerak apapun. Meytha tidak pernah melakukan itu kepada suaminya, bahkan untuk melihat penis suaminya dia malu dan jijik.

Boneka itu mendekatkan penis ke wajah Meytha, tetapi Meytha tetap tidak mau membuka mata. Bibir Meytha terkunci rapat. Boneka itu menyerah dan berhenti memaksa Meytha. Dia duduk di pinggir ranjang, kemudian mengangkat tubuh Meytha dan mendudukan di pangkuanya. Meytha tidak melakukan perlawanan. Matanya terpejam mengeluarkan air mata.

Mereka berhadapan, paha Meytha mengangkang di tubuh si beruang. Satu tangan beruang menahan punggung Meytha, satu tangan lagi meraba payudara wanita itu. Meremas dan menyisakan bekas kemerah di bongkahan kenyal itu.Geli, risih, nikmat, aneh. Perasaan Meytha campur aduk.

Si kostum beruang memegang penis, kemudian menggesekan di vagina Meytha.

“hmmmp”

Meytha mengeluarkan teriakan tertahan saat penis si beruang masuk ke vaginanya, membuat vaginanya meluber. Tangis Meytha semakin menjadi. Dia hanya terdiam di atas tubuh si beruang.

“Ayo goyang sayang. Aku tahu goyanganmu pasti memuaskan!”

Meytha masih tidak bergerak.

“Oh! Kamu lebih suka dipaksa dan main kasar ya?”

Plaaak Plaaakk

Si beruang menampar pantat Meytha, Meytha menjerit. Ketika lelaki berkostum itu menampar untuk kedua kalinya, wanita itu menggerakan pinggul pelan.

“Gitu dong, sayang. Pelan-pelan tapi enak, hehehehe.”

Kali ini tangan boneka itu meremas pantat kenyal Meytha. Wanita itu tidak mau membuka mata, hanya mengoyangkan pinggul pelan, dia merasa berdosa melihat alat kelamin lelaki secara langsung, karena itu dia selalu menolak mengocok penis suaminya.

Meskipun begitu, tetap saja dia merasakan penis lelaki yang memenuhi vaginanya. Dia juga merasa geli ketika bulu lembut boneka beruang menggesek area paha dan bokongnya ketika bergoyang. Meskipun hatinya menolak keras, rasa aneh tetap ada di rasakan oleh tubuhnya. Apalagi dekapan erat nan hangat boneka itu memberi kenyamanan di tubuh Meytha.

Saat diding kemaluan Meytha merasa penuh sensasi nikmat, goyangan perempuan itu menjadi lebih cepat dan liar. Lelaki berkostum di bawahnya tahu kalau mangsanya sudah mulai susah mengendalikan tubuh. Mangsanya sudah takluk oleh keperkasaan penisnya. Pria berkostum itu sengaja meremas payudara Meytha.

Kok gini sih?! Istri Rendra dibuat kebingungan dengan perlakuan si beruang. Ada rasa nikmat yang meletup di tubuhnya. Rasa malunya hilang. Rasa pedihnya memudar. Rasa sakit masih ada tetapi kalah oleh dorongan tubuh yang mendambakan puncak kenikmatan.

“hhhmmpp..”

“Aahhh”

“Shhh”

Meskipun desahan Meytha jarang dan tidak begitu sering terdengar. Si beruang tahu kalau wanita di pangkuanya menikmati semua perlakuan darinya. Dia bersemangat meraba bokong, payudara dan bagian sensitif di tubuh Meytha.

Meytha melonjak-lonjak di atas tubuh boneka itu. Wajahnya memerah, mengernyit menahan nikmat yang terus menyerbu.

“Aaarrrrhhhh….”

Disertai hentakan keras, dia ambruk, mendekap boneka itu dengan kuat. Bulir keringat membasahi tubuhnya. Dia lelah dan merasa nikmat luar biasa.

Rasa malu dan penyesalan sudah siap di tanggung besok. Dia akan berusaha melewati harinya dengan tabah. Kalau Rendra meninggalkanya karena hal ini, dia siap. Dia tidak mau videonya dengan Rendra menyebar. Merusak nama baik keluarga dan Rendra. Dia lebih memilih menanggung hal itu sendiri.

Meytha masih dalam sensasi rileks ketika pria berkostum beruang itu menarik tubuhnya sehingga menungging. Meytha hendak menolak seperti yang biasa dia lakukan kepada suaminya, tetapi kali ini dia tidak bisa. Tubuh dan jiwanya lelah, dia memilih pasrah saat pria itu mulai menyodok vaginaya yang becek dari belakang.

Remasan di dada dan pantat oleh tangan berbulu membuat darah Meytha berdesir, sodokan penis dari belakang lebih terasa memenuhi lubang vaginanya. Dia kembali bergairah meskipun tubuhnya begitu lemah. Ada sensasi nikmat lebih yang ingin dia gapai.

“Aku mau keluar, Sayang!” ujar lelaki berkostum itu sambil terus mengenjot. Dia merasa begitu bergairah melihat bentuk bokong Meytha saat menungging. Belahannya begitu indah. Penisnya mulai berkedut.

“Kamu pilih keluarin di mana? Di mulut atau di memekmu?”

Meytha tidak menjawab. Ada desah tertahan di mulutnya karena menikmati sodokan itu. Ada kenikmatan yang sukar dilukiskan.

“Kalau pilih mulut, aku berhenti sekarang..”

Meytha sudah tidak perduli dengan perlakuan orang itu dia hanya pasrah dan menikmati.

“hmmmpp…”

“hsssstthhhh,” hanya itu jawaban Meytha.

“Kalau pilih di dalam memekmu, kamu bisa hamil, “ ujar lelaki itu dengan suara bergetar. Hentakan bokongnya lebih keras dan tusukan penis lebih pelan tapi dalam.

“Kamu akan dihamili orang asing? Mau?? Hahahaha!”

Meytha panik hendak melepaskan tubuh tetapi cengkraman si beruang begitu kuat. Jangan! Jangan keluakan di dalam! Aku enggak mau hamil. Tolong jangaannn! Hati Meytha berteriak dan memberontak, tetapi tubuhnya tidak kuasa melawan kenikmatan.

“Arrrrrggggggghhhhhh”

Tubuh beruang itu mengejang di sertai hentakan keras, sperma menyemprot di dalam vagina Meytha. Meytha merasankan hangat sperma tersebut, tubuhnya juga mengejang, orgasme untuk kedua kalinya.

Semuanya berlanjut hingga Meytha tertidur pulas. Ketika wanita itu terbangun di pagi hari dengan tubuh remuk, si beruang sudah tidak ada di sana.

Meytha merasa mengalami mimpi panjang yang buruk, meskipun ada sisa-sisa kenikmatan di sana.


~~~~~
 
Terakhir diubah:

~ CINTA ~

Matahari sudah hampir terbenam saat Rendra datang. Meytha terhuyung lemah karena hanya sedikit makanan yang masuk ke perutnya. Dia tidak sadarkan diri. Rendra dibantu Sheyla membawa wanita yang sedang down mentalnya tersebut ke rumah sakit.

Hati Sheyla terenyuh menatap wajah Rendra ketika menunggu Meytha yang terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Wajah lelah Rendra menarik kembali kenangan buruk Sheyla. Sheyla seolah mengalami dejavu. Beberapa tahun lalu, dia juga melihat wajah Rendra sama persis seperti itu. Dengan sabar menunggu seorang perempuan yang amat sangat disayangi Sheyla terbaring di rumah sakit, yaitu ibu Sheyla.

Bukan hanya itu yang membuat Sheyla sedih. Tadi, dia berpapasan dengan seorang perawat yang bergandengan mesra dengan seorang dokter. Melihat itu, Sheyla ingin mencaci maki serta mencakar perempuan itu. Perempuan yang bernama Aurelia, mantan pacar Rendra. Dulu perempuan itu beberapa kali bergelayut manja di bahu Rendra ketika menjaga Ibu Sheyla di rumah sakit. Sebelum meninggalkan Rendra dengan hati hancur berkeping-keping.

Hari berlalu. Sudah empat hari Meytha di rumah sakit, kondisi tubuhnya sudah semakin membaik. Dia mendapat ijin pulang keesokan harinya.

Saat Rendra pergi, Meytha menggenggam erat tangan Sheyla. Matanya menjelajah memastikan kalau hanya mereka berdua dalam ruangan.

“Kak.. aku…..”

Cerita tentang malam gila itu terucap dari bibir Meytha. Tidak lancar dan tersendat-sendat. Suaranya tidak jelas saat teraduk emosi yang tiba-tiba muncu. Dia mencoba menguatkan hati dan memberanikan diri bercerita kepada orang terdekatnya, Sheyla.

Sheyla duduk terpaku, mencoba merangkai semua cerita yang ditangkap telinganya. Saat cerita itu menjadi suatu yang utuh, bibir cantik Sheyla menganga tidak percaya. Pandangan mata tidak lepas dari tubuh adiknya. Wajah pucat Meytha, tubuh yang berguncang melawan tangis, dan suara yang bergetar hebat. Itu sudah cukup menjadi penanda kalau Meytha tidak berbohong.

Tangan Meytha bergetar saat menyodorkan handphone kepada Sheyla. Menunjukan video Meytha bercinta dengan si boneka beruang. Video yang dikirim si penguntit misterius sebelum suami Meytha pulang. Inilah alasan kenapa dia tiba-tiba pingsan.

Sheyla menatap adegan di layar. Matanya perlahan panas, nafasnya berat pendek, jantung berdetak semakin cepat.

Ini tidak mungkin! Mustahil terjadi pada Meytha!

Dentuman keras terasa di jantung Sheyla mengoyahkan tubuh, kemudian letupan kecil mengalir ke seluruh tubuh, membuat badannya merinding dan bergetar hebat.

“Jangan cerita ke Rendra kak. Tolong! Aku enggak ingin dia tau, hiks hiks.”Air mata Meytha tumpah di dada Sheyla.

Sheyla tidak habis pikir. Bagaimana mungkin itu bisa terjadi? Bagaimana bisa orang melakukan hal gila seperti itu?

Video yang ditunjukan Meytha adalah bukti nyata. Mau tidak mau, ikhlas tidak ikhlas, Sheyla harus mempercayainya. Menerima semua yang terjadi.

Kecewa

Marah

Terluka

Semua itu sudah pasti. Tapi, kepada siapa dia harus melampiaskanya? Siapa yang layak disalahkan?

Meytha! Seandainya Meytha si manja tidak lemah dan mampu melawan, semua itu pasti tidak terjadi. Sheyla ingin berteriak mencaci maki kebodohan adiknya, tetapi dia menahan diri karena kondisi Meytha yang begitu lemah. Dia tidak ingin menghancurkan hati Meytha yang sudah remuk.

Aku? Apa aku juga salah? Iya, di malam terkutuk itu Sheyla meninggalkan Meytha begitu saja. Dia egois, dia lebih memikirkan pertengkarannya dengan Evan, sang suami. Sheyla merasa hatinya teriris. Dia menagis.

“Kalau Rendra meninggalkanku, aku rela kak. Aku pasrah, aku layak menerimanya.” Sedih sekali raut wajah Meytha, senyum tegar coba ditunjukannya, tetapi kali ini tidak dapat menipu Sheyla.

Iya, tentu saja! Lelaki baik macam Rendra memang tidak layak untukmu! Dasar manja! Sheyla mengutuk adiknya dalam hati. Amarah itu datang darimana? Bukankah seharusnya dia bersimpati kepada adiknya?

Kecewa berlebih membayangi benak Sheyla. Dia teringat bagimana dia memuji Meytha di depan Rendra. Memaksa pria itu percaya dan mau menikah dengan adiknya.

Dia tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada Rendra kalau mengetahui peristiwa terkutuk yang menimpa istrinya. Apakah Rendra akan kuat? Sheyla berharap Rendra kuat. Seandainya lelaki itu tidak kuat, Sheyla akan berusaha menghibur sekuat mungkin. Dengan seluruh jiwa raganya. Apa itu berlebihan? Tidak, dia tidak ingin lelaki itu meninggalkan Meytha.

***

30 Desember 2019,

Malam menunjukan pukul 11, Rendra dan Sheyla menatap hujan yang mungkin menjadi hujan terakhir tahun ini. Tidak ada aroma petrichor, hanya ada bau sampah karena got meluap.

“Kamu tau kenapa Meytha agak aneh akhir-akhir ini? Aku pikir dia sakit karena ngidam, ternyata enggak, dia belum hamil, ” Rendra memulai percakapan.

“Eee.. mm, mungkin dia kecape-an, Ren ,” Sheyla tidak berani menatap wajah Rendra. Dia tidak mungkin menghancurkan Rendra dengan menceritakan semua peristiwa yang menimpa Meytha. Kalau itu tetap menjadi rahasia dan terus membuat Rendra bahagia. Sheyla akan menjaga rahasia itu sekuat tenaga meskipun dia sakit hati.

Rendra menarik nafas panjang. Dia mulai teggelam dalam pikirannya sendiri. Sheyla juga tidak berani memulai percakapan. Dia takut salah dalam berucap. Mereka tenggelam dalam dunia pikiran masing-masing.

Sheyla memilih pamit untuk tidur. Selain dia lelah, dia juga tidak tahu apa yang harus dibicarakan dengan Rendra. Cerita Meytha masih menghantui pikiran Sheyla. Saat masuk kamar dan mencoba untuk tidur, dia mulai gelisah di ranjang. Dia mulai memikirkan kejadian yang menimpa Meytha.

Sheyla kasihan kepada Rendra. Kenapa ini harus menimpa lelaki baik seperti Rendra? Kenapa tidak lelaki mesum seperti Fendy?

Kenapa harus dia? Kenapa harus Rendra lagi?


Dia menyesal kenapa di malam terkutuk itu dia tidak lebih serius mendengarkan Rendra saat meminta tolong agar memperhatikan Meytha. Apa karena pertengkaranya dengan sang suami, Evan? Apa karena Evan yang tiba-tiba menghilang tanpa kabar dan muncul seenaknya pagi hari? Seolah itu sudah menjadi kebiasaan dia yang lumrah.

Dugh!

Jantung Sheyla berdetak kencang tiba-tiba. Apa mungkin? Evan?

“Aku diancam. Dia tahu banyak hal. Dia tau Rendra pergi. Dia tau kakak bakal datang ke rumah sehingga menyiapkan trik untuk mengusir kakak,”

Ucapan Meytha kembali terngiang di kepala Sheyla saat memarahi adiknya saat mengagap wanita itu bodoh karena menerima si pemerkosa jahanam dengan tenang di rumahnya.

Kepala Sheyla terasa ditusuk paku ketika mencoba memutar otak mengingat malam itu. Dia ingat keeseokan harinya Evan pulang tanpa membawa motor dengan alasan ban pecah. Kalau benar malam itu ban motor Evan pecah, kenapa dia tidak menghubungku?

Kenapa nomer handphone-nya tidak aktif setelah pertengkaranku denganya sore itu?

Siapa lagi yang tahu kalau Rendra tidak ada di rumah selain Evan?

Tidak! Jangan Evan
. Tarikan nafas Sheyla pendek namun cepat. Amarah dan rasa gelisah menyatu. Mau terima atau tidak, Evan memang paling layak dicuriga. Masa lalu Evan dengan Meytha menjadi alasan yang paling logis.

Sheyla ingat bualan Fendy. Evan mendekati keluarganya dahulu karena tertarik dengan Meytha, bukan dirinya. Dia tahu Meytha menolak Evan dengan alasan Meytha masih bersekolah. Kalau memang Evan tidak mencintaiku, kenapa dia mau menikahiku?

Kecurigaan Sheyla kepada suaminya, hampir menemui bukti kuat seandainya dia tahu cara lelaki misterius itu mendapakan video percintaan Rendra dan Meytha.

Apakah Evan diam-diam mengintip? Tidak mungkin.

Memasang kamera tersembunyi? dimana?


Sheyla berdiri, mengambil air di galon, kemudian duduk. Dia mengetuk sandaran kursi sambil berfikir. Diperhatikan jari kakinya yang ikut bergerak tidak karuan karena gelisah.

Sandal itu? Sandal hadiah dari Evan untuk pernikahan mereka!

Sheyla merasa menemukan titik terang video itu. Mungkinkah meletakan kamera di dalam sandal itu? Sangat mungkin!

Sheyla akan menanyakan itu kepada Rendra. Dia akan mengecek sandal yang berada di kamar sang pengantin.

***

31 Desember 2019,

Kamu dimana, sayang?

Kalau ini karena kesalahaku, aku akan minta maaf. Jangan tinggalkan aku. Aku tidak ingin kesepian seperti ayah.


Rendra dengan headset besar menempel di telinga berusaha memadamkan api gelisah yang terus menyala di hatinya. Udara dingin AC tidak membuat adem. Dia tetap gerah.

Peralatan kerja yang bersererakan di atas meja urung dia rapikan. Rendra merogoh handphone di celana untuk mengecek notifikasi. Tidak ada notifikasi apapun, wajah lelaki itu semakin keruh karena kecewa. Rendra mencoba melakukan panggilan tetapi nomer handphone istrinya tidak aktif.

Kemana dia? Kenapa gak ngasi kabar sampai sekarang?

Tadi pagi seharusnya Meytha pulang ke rumah setelah bekerja, tetapi wanita itu malah menghilang tanpa kabar. Rendra merasa pengorbanan selama lima hari menjaga istrinya di rumah sakit sia-sia.

Rendra keluar ruangan pribadinya. Melihat hujan deras disertai hembusan angin kencang. Geliat dedaunan hijau tersiram air seolah menertawakanya.

Setelah hujan reda, Rendra pulang dan berharap istrinya sudah menunggu, tetapi itu tidak terjadi. Hanya ada Sheyla yang mondar-mandir gelisah menanti kedatangan Rendra.

“Aku ikut ke kamarmu,” Sheyla membuntuti Rendra dari belakang. Rendra tidak menolak atau mengiyakan. Ucapan Sheyla bukan meminta persetujuan, itu hanya sebuah pemberitahuan.

Sheyla langsung menghambur ke kamar Rendra, melihat ke dinding ke tempat sandal itu biasanya tergantung.

Sandal itu hilang!

Sandal yang sempat viral itu tidak lagi tergantung di dinding kamar Rendra. Saat Sheyla menanyakan, Rendra mengatakan tidak tahu di mana sandal itu. Sheyla tidak berani bertanya lebih detil karena itu bisa membuat Rendra curiga kepadanya.

Evan! Itulah satu-satunya orang yang bisa memberi dia jawaban. Ada banyak hal yang ingin Sheyla tanyakan kepada Evan. Pikiran Sheyla penuh dan bisa saja meledak bagaikan bom waktu. Apakah ini saatnya dia menumpahkan kemarahan yang terpendam selama bertahun-tahun kepada Evan? Apa dia berani kepada lelaki galak itu? Lelaki yang rela beradu jotos dengan lelaki lain memperebutkan dirinya.

Shyela bertekad akan mencari bukti, kalau memang Evan pelakunya. Bukan hal yang berat bagi Sheyla meninggalkan lelaki itu.

***

Malam itu Rendra menanti pergantian tahun. Dia duduk di kursi rotan di teras rumah sambil menikmati secangkir kopi hitam. Dia memakai pakaian santai, celana pendek selutut dan baju kaos berkerah. Sesekali dia mendongak saat teralihkan pijar kembang api yang menghias langit malam.

‘Aku baik-baik saja. Besok aku pasti pulang. Selamat menyambut tahun baru.’

Ada sedikit rasa lega di hatinya setelah mendapat pesan dari Meytha. Tanpa panggilan ‘Sayang’. Itu berarti Meytha masih bersikap dingin, tetapi itu sudah cukup berarti bagi Rendra.

Tap tap tap

Suara langkah kaki mendekat, diikuti bayangan putih berkelabat di dekat pohon jambu air. Seorang wanita cantik memakai celana panjang longgar dan kaos putih polos berkerah berjalan ke arah Rendra. Rendra melirik ke kancing baju Sheyla yang terbuka bagian atas. Kulit mulus Sheyla tampak indah.

“Kamu rapi amat , Sheyl. Mau keluar ma Evan?”

“Enggak..”

“Kenapa?”

“Biasa. Dia ada party. Besok pagi baru pulang,” dari nada bicara Sheyla, Rendra tahu kalau perempuan itu kecewa berat.

“Sama, Meytha juga enggak pulang malam ini.” Mereka senasib, menyambut tahun baru tanpa pasangan.

“Nge-beer yuuk,” ajak Sheyla untuk mengalihkan kegelisahan di hatinya. Beban perasaan terhadap Rendra begitu berat dipikul Sheyla. Rasa bersalah karena merahasiakan kejadian yang menimpa Meytha.

“Tumben?” Pandangan mata Rendra menyusuri wajah cantik Sheyla, “Enggak takut Evan marah?”

“Peduli amat ama dia. Dia juga enggak peduli padaku,” wajah Sheyla sinis tanpa senyum, ” kita pesta menyambut tahun baru.”

“Oke. Beli beer di M-mart, dekat pertigaan, jalan kaki aja.”

Tidak perlu menunggu kata setuju dari Sheyla, Rendra berdiri, berjalan ke arah gerbang diikuti Sheyla.

Malam pergantian tahun sepertinya sangat berpihak pada orang yang ingin bersenang-senang. Hujan deras tadi sore langsung hilang malam itu. Langit cerah, udara segar. Tidak ada hujan badai seperti yang diharapkan jomblo kere kesepian.

Suara letupan kecil kembang api mengiringi langkah kaki Sheyla dan Rendra yang menyusuri pinggir jalan beraspal yang agak rusak. Rumput basah di pinggir jalan kadang tersapu kaki mereka. Mereka terlibat dalam percakapan ringan. Tawa manis menghias wajah mereka. Sesekali mereka berhenti sambil menutup telinga saat lewat gerombolan sepeda motor yang mengeluarkan suara memekakan telingga.

Mereka berhenti di dekat pertigaan. Masuk ke dalam sebuah toko, tidak berapa lama keluar sambil menjinjing tas belanjaan besar di tangan masing-masing. Mereka balik arah, menuju jalan pulang.

“Pantai pasti rame. Kembang api pasti bagus,” gumam Sheyla.

“Masih minat ke pantai?”

Sheyla menggeleng, “terlalu rame. Sesak,” senyum manis menghias wajahnya memperlihatkan deretan gigi rapi. “Kita udah gak muda lagi, hehe.”

“Takut nangis karena kejebak macet juga, kan?”

Sheyla tertawa lepas saat Rendra membangkitkan memori indah rasa nano-nano, campur aduk. Empat tahun lalu, saat mereka masih lajang. Minikmati pergantian tahun sambil melihat keindahan pantai dan pesta kembang api harus dibayar mahal. Dimulai saat kebingungan mencari sepeda motor yang terparkir, kemudian ujian berat berikutnya yaitu menembus gerombolan orang yang berjalan kaki memenuhi jalan pantai menuju jalan utama. Jalan pantai hanya sepanjang 500 meter, tetapi melaluinya hampir 2 jam. Pantat seolah terbakar di atas sepeda motor.

Kenangan indah membangkitkan energi dan gairah. Tidak terasa mereka sampai di rumah. Masuk ke ruang tamu rumah Meytha. Mereka meletakan kantong belanja di atas meja kaca persegi yang dikelilingi empat buah sofa. Dua sofa panjang dan dua sofa pendek.

“Ren…”

Ucapan Sheyla seperti belaian lembut di telinga Rendra. Lelaki itu menoleh, menatap Sheyla yang bersandar di sofa panjang, menengadah dengan tatapan kosong, memandang lampu neon di atas kepalanya.

“Kamu mikirin apa Sheyl ?”

“Mikirin kamu dan Mita.”

“Kenapa?”

“Apapun yang terjadi, jangan tinggalin Mita, ya,”

“Maksudnya?”

“Aku harap kamu kuat ngadepin dia. Dia manja, egois, seperti anak kecil,” Sheyla merasa hatinya teriris. Dia tidak sanggup menatap Rendra karena merasa berdosa. “Dia butuh lelaki baik, dia butuh kamu.”

“Manja? Mirip kamu dulu?”

“Eh… enak aja. Aku nggak manja,” Sheyla menjulurkan tangan mencubit pipi Rendra. Rendra tertawa.

“Aku serius Ren. Aku khawatir dengan pernikahan kalian.”

Rendra terdiam begitu juga Sheyla. Pandangan teralihkan ke televisi 32 inch yang menempel di tembok. Pembawa acara televisi mengatakan kalau sebentar lagi terjadi pergantian tahun di wilayah WIT. Itu berarti di tempat Rendra masih satu jam lebih menyambut tahun baru, karena termasuk wilayah WITA.

Suara kembang api semakin riuh, langit malam menjadi semakin terang, kepulan asap menyebar. Udara segar berubah menyesakan. Pesta menyambut tahun baru sepertinya akan mebuat umur bumi semakin pendek karena polusi.

Rendra dan Sheyla tidak banyak bicara. Mereka meneguk beer langsung dari botol. Pahit, tentu saja. Tetapi ada sensasi rileks yang dirasakan ketika setengah isi botol besar beer itu sudah masuk ke dalam perut.

Setiap kali Sheyla menatap lelaki berambut lurus dan disisir ke kanan itu, terbersit rasa bersalah di hatinya. Meytha diperkosa dan itu adalah berita yang sangat buruk. Kecurigaan Sheyla kepada Evan, menambah rasa berdosa terhadap Rendra. Seandainya dia tidak terburu-buru dengan nafsu menggebu menjodohkan mereka, mungkin peristiwa menyakitkan itu tidak akan pernah menimpa Meytha.

Isi satu botol beer sudah habis. Mata Sheyla terpejam. Berbagai kenangan melintas di benaknya. Dia teringat tentang pernikahanya yang juga termasuk dalam katagori tergesa-gesa. Bedanya dia bukan dijodohkan, tetapi mencari jodohnya sendiri.

Ayahnya meninggal delapan tahun lalu kemudian dia hidup dengan Meytha dan ibunya. Empat tahun semenjak ayahnya meninggal, kerapuhan hati dan kesepian karena kesetiaan ibunya terhadap ayahnya terlihat. Ibunya mulai sering sakit dan beberapa kali masuk rumah sakit.

Sheyla belum ingin menikah, tetapi banyak yang menggunjingkan dia, banyak tetangga dan keluarga jauh menyarankan dia agar menikah sehingga ibunya bisa melihat cucu. Awalnya Sheyla tidak peduli, sampai suatu ketika ibunya masuk rumah sakit dengan keadaan yang parah. Di ruang ICU selama 5 hari, tenaga dan emosi Sheyla benar-benar terkuras habis. Dia sampai berjanji dalam hati kalau ibunya sembuh dia akan segera memikirkan pernikahan.

Ibunya sembuh dan empat bulan kemudian dia menikah dengan Evan. Lelaki yang saat itu dia kenal selama 3 bulan. Ibunya terlihat sehat setelah Sheyla menikah, tetapi tidak berlangsung lama karena Sheyla tidak kunjung hamil. Ketika pertengkaran demi pertengkaran mulai membumbui rumah tangga Shyela. Ibunya mulai sering sakit dan yang terparah adalah ketika Shyla kabur dari rumah. Ibunya masuk rumah sakit.

Rendra! Sheyla sungguh merasa berhutang jasa pada Rendra. Dia masih ingat orang yang menjaga ibunya adalah Rendra. Saat itu Rendra masih mempunyai pacar perawat di rumah sakit.

Keheningan diantara Sheyla dan Rendra membuat berbagai kenangan yang menguras emosi kembali muncul di benak Sheyla.

“Hiks hiks hik.., maafkan aku Ren…” Sheyla tiba-tiba menangis. Dia tidak dapat menahan perasaan. Dia tenggelam dalam masa lalu, mencengkram kuat kesadaranya dan menghempas tubuh Sheyla ke jurang kepedihan.

Rendra yang sedang meneguk beer tersentak kaget. “Sheyl, kamu kenapa?” Rendra heran, Sheyla yang dia kenal biasanya tidak se-emosional itu.

Sheyla masih menangis, bahunya berguncang keras. Rendra duduk mendekat, mengusap lengan mulus Sheyla, “ kamu mabuk ya?”

“Aku salah Ren, aku berdosa sama kamu. Aku minta maaf… Hiks hiks hiks.” Tangis Sheyla semakin menjadi-jadi. Rendra yang masih diliputi keheranan menyentuh kepala Sheyla, menarik tubuh gadis itu ke dalam dekapannya.

Sheyla tidak menolak, dia menangis sesegukan di dada bidang lelaki itu.

Kamu memalukan Sheyla! Kamu menangis dalam pelukan siapa? Dia iparmu, istri adik tersayangmu. Kamu sudah menikah. Ingat Evan, dia suamimu!

Ada pemberontak kecil berteriak di dalam hati Sheyla. Perempuan cantik yang linglung itu hendak menjauh dari dekapan Rendra. Hanya saja tangan Rendra melingkar dengan erat, membuat Sheyla merasa nyaman.

Kenapa harus takut Sheyla? Dia Rendra! Bukan orang asing. Kamu sudah sering memeluknya, bukan?! Berada dalam pelukan Rendra bukanlah dosa!

Terakhir kali Sheyla memeluk Rendra adalah dua tahun lalu, dua minggu sebelum dia menikah dengan Evan. Waktu itu Sheyla juga menangis, air matanya membanjiri baju Rendra. Dia sangat berharap Rendra mengatakan sepatah kata. Meyakinkanya kalau Evan adalah pilihan terbaik dalam hidupnya. Atau, dia juga ingin Rendra menghentikan niat Sheyla menikah, menyuruhnya mempertimbangkan semua keputusan yang akan dia ambil. Tetapi itu tidak terjadi, Rendra hanya mengucapkan selamat kepadanya.

Rendra hadir dalam pernikahan Sheyla, dia bergandengan mesra dengan seorang wanita yang memiliki senyum menawan. Sheyla kenal wanita itu, dia adalah Aurelia. Wanita terkejam di dunia karena berani membuat hati Rendra hancur berkeping-keping.

Saat kenangan itu kembali, Sheyla sudah lebih tenang dalam pelukan Rendra. Dia merasa nyaman dalam dekap hangat lekaki itu. Rasa malu dan bimbang lenyap tanpa bekas.

“Mau nonton kembang api di luar?” Ajakan Rendra disertai hembusan nafas hangat membelai telinga Sheyla membuat perempuan yang matanya sembab itu menengadah. Wajah Rendra begitu dekat, wajah itu memberi Sheyla ketenangan dan kekuatan. Jari tangan Rendra membelai pipi Sheyla, mengusap air matanya yang hampir menetes kembali.

“Kamu capek? Mau istirahat?”

Tidak! Sheyla tidak ingin tidur sekarang. Dia membutuhkan lelaki itu untuk melewati malam. Dia tidak ingin kesepian, dia butuh teman berbicara dan bercerita. Walau tidak rela, Sheyla bangkit dan terpaksa melepaskan pelukan hangat Rendra.

“Ayo!”

Rendra menjinjing tas berisi beer dan snack. Menuntun Sheyla menuju taman kemudian duduk di atas rumput, bersandar pada batang pohon jambu air. Hujan tadi sore menyisakan basah pada rumput dan pohon itu, tetapi mereka tidak terlalu menghiraukannya. Susana di taman remang mendekati gelap. Lampu teras adalah lampu terdekat yang menyala.

Kyyyyyiiiuuuttt … duaaar… praaakk… tak tak tak..

Suara kembang api di udara semakin ramai terdengar memenuhi langit malam. Pijaran cahanya sampai ke bawah. Memantul di wajah jelita Sheyla.

“Tumben ya, kita lihat kembang api bareng lagi,” gumam Sheyla. Ini bukan pertama kali bagi mereka melewati tahun baru bersama. Dulu sering, dimulai semenjak SMA dan berakhir dua tahun lalu saat Sheyla sudah menikah. Biasanya mereka gembira sambil menyalakan musik, tertawa riang, bernyanyi, dan berjoget.

“Iya, kamu pasti inget saat hampir bakar rumah orang gara-gara sembarangan lepas kembang api.”

“Rendra. Kenapa kamu selalu inget keburukanku? ” Sheyla tertawa kecil. Ada aura riang terpancar pada wajah yang tersembunyi di gelap malam. Rendra juga tertawa. Meskipun samar, Sheyla dapat melihatnya.

“Aku jadi kangen ibu,” Sheyla berguman, tarikan nafasnya lembut.

“Iya, aku juga kangen. Ibumu baik banget.”

“Kamu tau, ibu sempat ingin kita menikah,” kata itu meluncur begitu saja dari bibir Sheyla. Itu adalah kata-kata yang dia rahasiakan dari dulu, berharap Rendra tidak pernah tahu. Hanya saja, kata itu meluncur dengan mudah dari bibirnya, mungkin dia terpengaruh suasana.

“Kenapa kamu baru bilang,” Rendra menatap bulat mata bening Sheyla. Si cantik mengangkat bahu, enggan menyahut.

“Kamu tidak mau nikah denganku karena aku jelek?” Rendra tertawa kecil. “Makanya kamu tidak bilang itu dari dulu.”

“Iya, kamu memeng jelek, Ren.” Sheyla diam sejanak. Apa itu alasannya? Tidak, bukan itu penyebabnya. Sheyla kembali dihantui kesedihan. “Udah ah, lupain aja. Enggak usah dibahas lagi.”

“Iya, aku kan udah punya Meytha yang cantik. Hehehe.”

“Itu karena aku yang maksa kalian, iya kan? ” Sheyla mendongak mentap langit yang berwarna-warni cahaya kembang api. ” Aku bersyukur dan senang banget kalian menikah. Aku harap kalian terus bersama.”

Sedih, hati Sheyla sedih mengucapkan itu. Peristiwa buruk yang menimpa Meytha kembali melintas di ingatanya. Kalau Rendra tahu yang menimpa istrinya, apakah mereka bisa terus bersama? Tidak! Aku tidak boleh cerita. Rendra tidak boleh tahu itu.

“Selamat tahun baru Sheyl..,” suara Rendra mengagetkan Sheyla. Menarik wanita itu dari jurang imajinasi yang penuh rasa takut.

“Iya, selamat tahun baru. Kamu ngasi aku hadiah apa?”

“Hadiah? Hmmm… enggak ada. Kan, bukan ulang tahun.”

Sheyla tertawa manis, “Kasi aku doa dan pelukan.”

“Semoga kamu selalu cantik dan tetap baik hati, “ Rendra tertawa. Kedua tangan Rendra membentang, kemudian mendekap tubuh Sheyla.

Sheyla, ingat statusmu sekarang! Kamu istri orang. Istri Evan. Kamu ketagihan pelukan Rendra? Apa Evan tidak pernah memelukmu? Sheyla tidak peduli saat hati kecilnya mengingatkan. Dia hanya ingin rasa nyaman malam ini.

Hangat pelukan diiringi suara musik yang sangat keras, berbaur dengan suara letupan kembang api membuat Sheyla dan Rendra enggan mengeluarkan kata. Suara mereka pasti akan ditelan riuh pesta malam itu.

Dalam remang malam, di bawah rimbun pohon jambu air. Mata Sheyla terpejam. Kegalauan di hati Sheyla, berubah menjadi kebahagian dan ketenangan di dalam pelukan Rendra. Dia tidak ingin melepaskan kehangatan itu, kehangatan yang selalu dirindukannya.

Cuup

Kecupan Rendra di kening Sheyla membuat peremuan itu kaget dan membuka mata. Tubuh Sheyla seperti kena kejutan listrik. Dia menatap wajah lelaki yang menunduk menatapnya. Mereka beradu pandang. Detak jantung Sheyla meninggi.

“Itu hadiah tahun baru dariku, hehehe,” Rendra tersipu dan hendak melanjutkan ucapanya tetapi gerakan kepala Sheyla menghentikan semuanya.

Bibir Sheyla dengan cepat mengecup bibir Rendra. Kali ini Rendra yang seperti tersetrum, mematung dengan detak jantung cepat.

Dug

DuG

Dugh

Pelukan mereka semakin erat. Bibir menyatu, mereka menumpahkan emosi lewat ciuman. Tidak ada penolakan dan tidak ada paksaan. Hanya mengikuti emosi dan naluri. Dingin angin malam yang membelai kulit, kalah oleh getar hangat yang muncul dari dalam tubuh mereka.

Bibir bertemu bibir. Lembut, hangat, basah. Lidah berperang, saling membelit, bergulat dan saling mendorong. Mata terpejam, Kepala bergerak liar tak terkontrol ke kiri, kanan, atas, bawah mencoba mengecap kenikmatan.

Sheyla melayang, ini pertama kali dia menikmati ciuman dari orang yang bukan suaminya. Ada rasa bersalah tapi hanya sebentar. Dia mulai mabuk oleh gairah. Kehangatan Rendra, memberi dia perlindungan.

Sheyla besandar di batang pohon, menengadah dengan mata terpejam saat lidah Rendra menyusuri lehernya yang putih nan sensitif. Aliran kenikmatan dari sapuan lidah Rendra yang basah menyebar ke seluruh tubuh. Memberi letupan kenikmatan yang semakin tidak terkontrol.

Tangan Rendra meyusup ke dalam kaos Sheyla, meremas bongkahan mulus payudara yang terbungkus bra. Kencang sekali, kelembutanya membuat tubuh Rendra bergetar. Sheyla menikmati belaian dan remasan itu. Dia menggelinjang. Dingin, geli, hangat bercampur jadi satu.

“Kita kedalam aja,”

Kata itu menarik Sheyla ke alam sadar. Menatap wajah Rendra yang disembunyikan remang malam. Wajah yang seolah terlihat berbeda bagi Sheyla. Sheyla tersenyum tersipu. Saat Rendra menarik tanganya dan mengajak masuk ke dalam rumah, Sheyla hanya mengikuti sambil merapikan kaos putihnya.

Mereka duduk berdampingan di sofa panjang. Suasana hening dan kaku sempat membuat wajah Evan dan Meytha terbayang di benak Sheyla. Namun saat bibir Rendra kembali menempel dibibinya, bayangan itu lenyap. Dia cepat sekali terhanyut oleh gairah.

Sheyla menyambut ciuman itu dengan lebih hangat dan penuh percaya diri. Saat tubuhnya terdorong ke sandaran sofa, Sheyla mendekap Rendra. Seandainya dia jatuh, dia ingin jatuh bersama lelaki itu. Dan bila dia terbang, dia ingin terbang bersama Rendra.

Sheyla telentang di sofa, Rendra menindihnya. Di bawah cahaya lampu, kecantikan dan kemolekan Sheyla terlihat lebih nyata. Wajah cantik yang memerah, detak jantung yang semakin meningkat, semua dapat mereka rasakan.

Rendra memuali lagi. Dari luar baju meremas payudara si cantik yang membusung mengagumkan. Baju menjadi penghalang pandangan, tetapi sensasi tetap mengalir. Kenyal masih terasa, lembut juga iya. Nikmat bukan main.

“Buka?”

Tentu saja Sheyla setuju. Dia mencari ujung bawah kaos, Rendra juga ikut. Mereka sama-sama tidak sabar menarik ke atas, meloloskan lewat lengan. Saat baju itu terlepas dan teronggok di atas meja kaca, Sheyla merasa risih dan malu-malu meong. Rendra kurang puas dengan pemandangannya, dia mencari pengait bra dan melepasnya.

Kencang, mulus, membusung, dan puting kecil kemerahan itulah payudara Sheyla. Lebih kecil dari milik Meytha tetapi lebih indah. Rendra menyentuh dengan ujung jari, lembut dan kenyal. Sheyla mendesah dan tubuh Rendra bergetar.

Rendra menatap tubuh mengagumkan Sheyla yang duduk di atas sofa. Mereka berhadapan, sangat dekat dan semakin dekat. Tangan Rendra menangkup dari bawah dan meremas payudara. Desahan si cantik tertahan. Remas lebih keras, lagi dan lagi, menekan dengan jari puting yang semakin mengeras. Kepala Rendra terbenam di antara kedua payudara Sheyla. Menyapu dengan lidah kulit yang mulus, mengecup daging kenyal, dan mengelitik dengan ujung lidah. Sheyla menggelinjang. Menggeliat, merem melek. Mendesah, menyebut nama Rendra.

Rendra bersimpuh nyaman di antara kedua kaki Sheyla yang mengakang. Posisi Sheyla lebih tinggi karena masih duduk di sofa. Sheyla mendunduk, Rendra mendongak. Mereka saling pandang, tidak berciuman. Rendra lanjut menyusu di payudara si cantik, tangannya merayap di celana panjang Sheyla. Mengelus paha terbungkus celana lembut tipis.

Sheyla semakin melebarkan paha, membiarkan tangan Rendra menyentuh, menekan, meremas, dan membelai pangkal pahanya. Menikmati semua kenakalan lelaki yang bukan suaminya itu. Dia tidak menolak tangan Rendra saat menyentuh gundukan di antara selangkangannya. Menggesek-gesek area sensitif yang terbungkus celana. Dia hanya ingin menikmati dan lebih menikmati.

Malu, tegang, gemetar, penasaran. Tentu saja ada dalam pikiran mereka saat kedua tangan Rendra berada di pinggir elastis celana panjang Sheyla. Menarik celana panjang itu turun, Sheyla membantu dengan menggeser tubuh. Celana dilempar ke atas lantai. Celana dalam Sheyla juga menyusul. Si cantik telanjang, dia malu dan merapatkan paha.

Payudara, perut, pinggang, pinggul, paha, pantat. Semua mengagumkan. Menatap sudah membuat penis Rendra berkedut hebat.

“Kamu cantik banget, Sheyl….”

Sheyla tersipu. Pujian dari lelaki yang bukan suaminya mampu membuat wajahnya panas. Terbakar gairah. Tangan Rendra merayap di paha Sheyla, membelai kulit yang mulus nan halus. Sheyla merinding, merintih kegelian. Usapan jempol di lutut, diikuti invansi jari yang lain di paha membuat paha si cantik semakin membuka. Kemaluan yang ditumbuhi rambut tipis terlihat di antara selangkanganya.

“Reeeennn…, jangan liatin kayak gitu. Aku malu.”

Bibir kemaluan Sheyla indah, mengagumkan dan menggairahkan. Gundukan di sampingnya juga bikin gemes. Wajar saja Rendra menahan nafas sambil melotot menatapnya.

Usapan lembut tangan Rendra di bibir vagina si cantik menimbulkan desahan. Desis lembut menahan kenikmatan yang menyerbu semakin kuat. Apalagi Rendra semakin berari memasukan jari ke dalam lubang itu, keluar masuk pelan-pelan, cepat dan semakin cepat.

“Ahh.. auuuwhh.. ohhh shhh,”

Sheyla menjerit. Wajahnya merah, matanya terpejam, deru nafasnya pendek. Dia tersengal-sengal. Perlakuan Rendra di tubuhnya membuat dia tidak dapat mengontrol diri. Nikmat sayang! Nikmat sekali!

“Ooowhhh…sshhht”

Lidah menggantikan jari tangan Rendra memainkan permukaan vagina Sheyla. Keras berganti lembut. Basah bertemu becek, sensasi yang dirasakan si cantik luar biasa. Tubuh telanjang Sheyla menggeliat di atas sofa. Gerakannya liar, kaki terangkat, tangan mencakar dan menjambak sofa. Sheyla terengah-engah saat kepala Rendra mulai mejauh dari selangkanganya. Tubuh telanjang mulus semakin mengkilat.

Rendra jaga jarak, melepas seluruh pakaiannya dengan cepat. Di bawah cahaya lampu, Sheyla melirik malu tubuh Rendra yang terlihat begitu gagah. Badannya kekar, dadanya bidang dan berotot, meskipun perutnya sedikit buncit tapi menunjukan otot. Penisnya besar dan mengacung tegak.

Lebih besar dan panjang dari punya Evan! Mata sayu Sheyla takut-takut melirik penis Rendra. Penis kedua yang dia lihat secara langsung selain penis suaminya.

Rendra berdiri dihadapan si cantik yang masih terkagum-kagum. Penis keras mengacung gagah semakin mendekati wajah Sheyla. Perempuan itu tahu yang harus dilakukan.

Jari tangan yang lentik mencengkram penis Rendra. Iya, lebih besar dari punya Evan. Telapak tangannya penuh. Penis itu sangat keras, ototnya berkedut terasa di telapak tangannya. Sheyla melirik wajah Rendra, dia malu.

Sheyla memulai aksi, tangannya mengocok. Pelan-pelan, menaikan tempo pelan, cepat dan semakin cepat. Rahang Rendra mengeras, otot pahanya menengang. Mulutnya berdesis. Dia menikmatinya.

Ahhh!! Sheyla kembali melirik malu tapi menggairahkan sambil terus mengocok. Bola matanya nakal menatang gairah. Raut wajahnya begitu menggoda. Membuat batang penis semakin berkedut. Jari tangan Rendra menyentuh bibir mengagumkan Shyela. Bibir yang lembut, jari tangan lelaki itu masuk ke dalam rongga mulut Sheyla yang hangat. Dia bergidik, tubuhnya bergetar.

Tangan Rendra dengan cepat memegang belakang kepala Sheyla dan mendorong ke depan, mendekat ke arah penisnya.

“Emutin, ya…”

Sheyla tidak menjawab, hanya menurunkan tempo kocokan. Kemudian menjulurkan lidah, menyentuh ujung penis Rendra. Memberi jilatan memutar. Rendra menggeliat tegang, tubuhnya serasa terkena setrum kecil yang nikmat.

Rahang mengeras, otot paha menengang, mata terpejam saat Rendra merasakan batang kemaluanya mulai masuk ke dalam mulut basah dan hangat Sheyla. Rasanya luar biasa. Apalagi saat kepala Sheyla mulai bergerak pelan, maju mundur sehingga penis Rendra keluar masuk mulutnya. Kamu liar sekali Sheyl! Luar biasa!! Beda dengan Meytha!

Rendra tidak tahan dengan kenikmatan yang menyerbu. Dia menahan kepala Sheyla, lelaki itu bergerak dan menyandarkan pantat pada pinggiran sofa. Mulutnya mendesah, dia melirik ke arah Sheyla yang menyedot penisnya dengan begitu luwes. Cantik! Sheyla tetap cantik meski dalam posisi seperti itu.

Rendra duduk di sofa dengan nafas berat saat Sheyla melepaskan kuluman. Dia menarik tubuh telanjang Sheyla yang mengkilat menggairahkan dengan butir kecil keringat. Menuntun untuk duduk di atas pangkuannya. Mencoba menyatukan alat kelamin mereka.

Bokong Sheyla yang kenyal menggesek paha berotot Rendra di bawahnya. Lembut luar biasa. Nikmat menggairahkan. Tegang! Sangat tegang ketika alat kelamin saling menggesek. Nikmat, geli, penasaran. Jantung berdetak cepat.

“Awwwwhh..”

Baru masuk kepala penis Rendra, Sheyla sudah menjerit. Evan aja kadang bikin sakit, apalagi ini, lebih gede!

“Sakiit Ren… pelan-pelan ya,” Sheyla merintih. Rendra mencabut kembali penisnya, mencium bibir Sheyla, menyedot lidah. Sheyla lupa rasa sakit, dia membalas ciuman dengan rakus. Satu tangan Rendra bermain di payudara, dan satu lagi menggesekan penis di vagina Sheyla.

Sheyla lebih rileks, saat dia merasa kemaluan Rendra kembali masuk, dia semakin memperdalam ciuman, mengigit lidah dan bibir Rendra untuk mengurangi rasa sakit. Itu berhasil, penis Rendra masuk semakin ke dalam, mendorong dinding dan masuk lebih dalam dari yang pernah Evan lakukan.

Sakit! Perih! Tetap saja Sheyla merasakanya. Dia belum berani bergoyang di atas tubuh Rendra. Rendra mencium payudaranya, menyedot dan menjilat. Elektrik kecil mulai menimbulkan getaran gairah kembali. Apalagi saat Rendra membelai dan meramas bokongnya, Sheyla mulai menggerakan pinggul.

Pelan-pelan aja dulu. Pinggul Sheyla bergerak, bokong kenyal menggesek paha, kelamin mereka bergesekan. Sakit? Iya masih. Nikmat, mulai terasa. Rendra tahu yang harus dilakukan. Serangan bibir pada leher, dagu, pundak dan dada mulus Sheyla semakin gencar. Tangan sudah bergeriliya di banyak tempat, pangkal paha, bokong, payudara, perut. Usap mengusap, remas meremas.

“Aaahhh…ahhh”

“Hasshhh… hppppmm… iyaaahhh”

Desahan Sheyla semakin sering. Nafas Sheyla berat, nafsunya naik semakin tinggi, goyanganya semakin cepat. Dia ingin merengkuh nikmat. Tanganya menahan kepala Rendra, kepalanya turun mencari bibir lelaki itu. Mencium dengan rakus. Vagina yang semakin becek sudah terbiasa dengan penis Rendra. Rasa perih sudah berubah menjadi nikmat luar biasa. Bukan hanya di dalam vagina tetapi di seluruh tubuh.

Tubuh Sheyla melonjak liar diatas tubuh Rendra. Sofa mengeluarkan suara berdecit karena bergeser. Cepat,cepat,cepat, gerakan pinggul Sheyla semakin cepat. Dia menggengam tangan Rendra, menautkan jari-jari tangan.

“Reeenn… aku gak tahan…”

“ahhh… hhhmmmpp”

Hentakan pinggul Sheyla kuat dan panjang. Tubuhnya terkulai di atas tubuh Rendra. Kenikmatan luar biasa hinggap di tubuhnya. Rileks, tenang, bahagia. Itu perasanya saat ini.

Sensasi tu belum berakhir, Rendra membaringkan tubuh lemas Sheyla di sofa. Mencium bibirnya, meraba perut, menjilat payudara. Kelamin meraka kembali menyatu. Sodokan demi sodokan, kadang cepat kadang melambat.

Sheyla kembali merintih. Kenikmatan luar biasa diberikan Rendra. Dia seolah lupa segala hal. Lupa statusnya sebagai istri orang. Tidak peduli kalau dia bercinta dengan suami adiknya. Dia hanya ingin kenikmatan.

***

Kotak putih berisi sandal swallow terombang-ambing terbawa ombak. Hempasan air laut yang kuat beberapa kali membenturkan kotak itu pada karang. Pecah, kotak itu menghilang.

Dari atas tebing, mata jelita wanita berambut pendek mengintip dari balik kacamata menyaksikan kotak yang hilang ditelan laut. Tarikan nafasnya yang pelan, aura wajahnya yang segar, pertanda dia sudah mulai tenang.

Tahun berganti, ini awal 2020. Sudah saatnya dia berbicara dengan Rendra. Ini saatnya dia melakukan pengakuan dosa. Dia harus menceritakan kejadian buruk itu pada Rendra apapun resikonya. Dia tidak sanggup menyakiti Rendra lebih lama.

Awalnya dia pasrah seandainya Rendra pergi meninggalkanya. Dia masih sanggup hidup sendiri, tetapi perlahan kepercayaan diri Meytha terkikis. Rasa berani dan manja berlebih kepada Rendra berubah menjadi rasa takut kehilangan.

Rasa jengkel terhadap Sheyla yang mati-mati menjodohkan dia dengan Rendra berubah menjadi rasa syukur luar biasa. Kata-kata pujian Sheyla tentang kebaikan Rendra yang diucapkan terus-menerus seperti mantra dan doa, sempat membuat Meytha muak kepada kakaknya. Kini, kata-kata Sheyla terbukti.

Rendra pria baik, sangat baik. Hati Meytha pedih karena pernah memperlakukan pria sebaik Rendra dengan sangat buruk. Hanya karena wajah yang dianggap biasa saja, dia merasa Rendra tidak layak menjadi pendamping hidupnya. Jahat!

Sekarang dia lebih mengenal Rendra. Sekarang dia mengerti kenapa kakaknya, Sheyla begitu memuji lelaki itu. Pengorbanan lelaki itu selama menjaganya di ruma sakit cukup membuktikan kalau Rendra adalah suami yang sangat bertanggung jawab. Lelaki yang sanggup mengontrol emosi dan amarah dengan baik. Lelaki yang sopan dalam bertutur kata.

Langkah Meytha terasa semakin berat saat memasuki rumah. Rasa ragu kembali muncul di benaknya. Dia tidak bisa membayangkan wajah Rendra yang penuh amarah karena Rendra tidak pernah marah kepadanya.

Meninggalkan Rendra tanpa kabar selama dua hari adalah kejahatan. Dia telah berdosa karena menyiksa perasaan suaminya. Dia tahu lelaki itu akan sangat mengkhawatirkanya. Dia tahu lelaki itu pasti sudah sangat terluka.

Kepala Meytha menunduk saat memasuki ruang tamu. Dia tidak berani menatap Rendra yang sedang berbicara dengan Sheyla di sofa.

Hiks hiks

Tangis Meytha pecah, air matanya bajir tidak tertahan. Tubuhnya langsung menghambur ke Rendra, memeluk lelaki itu dengan erat. Mencari perlindungan di dalam pelukan hangat dada bidang lelaki itu.

Cerita memilukan mulai bergulir dari bibir Meytha dengan tersendat-sendat. Meytha tidak sanggup bercerita dengan utuh. Dia menangis sesegukan. Suaranya bercampur dengan air mata. Permintaan maaf berulang kali meluncur dari bibirnya.

Rendra mendekap perempuan itu erat. Mengecup kening dan berbisik lembut di telinga Meytha, “ Kita lupakan semuanya sayang, kita mulai awal yang baru.”

Tangis Meytha semakin pecah. Tubuhnya berguncang keras, rasa haru dan lega bercampur jadi satu. Dia tidak menyangka Rendra akan memaafkanya begitu cepat. Cukup lama dia mendekap tubuh suaminya seolah tidak ingin melepaskan. Dia berjanji akan menjadi istri yang baik.

“Maaf Mey, aku sudah menceritakan semua pada Rendra. Aku tidak tega membohonginya.”

Suara Sheyla membuat Meytha mendongak. Pandangan mata mereka beradu. Mereka sama-sama merasakan rasa haru luar biasa. Tangan Meytha terbentang, mendekap Sheyla dengan erat. Air matanya tumpah kembali.

***

Jika ada yang bertanya, Siapa pria yang paling kamu banggakan? Sheyla akan menjawab, “Rendra!”

Kenapa bukan Evan, suamimu? Evan tidak ada apa-apanya dibanding Rendra. Evan kasar seperti preman dan Rendra lembut seperti pahlawan. Kenapa bukan ayahmu? Aku tidak punya banyak waktu bersama ayah. Sosok lelaki yang paling lama menemaniku dalam suka duka adalah Rendra.

Jika ada orang yang bertanya, Siapa orang yang paling mengenal Rendra? Sheyla dengan sangat yakin mejawab, “Aku, aku paling mengenal pria itu! ”

Apa yang pernah kamu lakukan bersama Rendra? Banyak! Banyak sekali. Aku bahkan tidak pernah bisa menghitungnya. Kalau ingin dijadikan catatan, mungkin akan memerlukan banyak buku diary. Rendra adalah nama yang selalu ada di memori Sheyla. Nama yang tidak bisa dihapus dari ingatannya.

Kalau memang Rendra sangat berarti, kenapa kamu menikah dengan Evan, Bukan Rendra?

Pertanyaan itu membuat air mata Sheyla mengembang. Seandainya aku punya mesin waktu. Aku akan kembali ke masa itu. Aku akan mengulang semuanya. Aku tidak akan menikah dengan Evan. Aku akan menunggu Rendra, meski aku harus menua sendiri. Tidak! Aku yakin aku tidak akan menua sendiri, Rendra akan menemaniku.

Seandainya Sheyla mau menunggu lebih sabar, mungkin Rendra bisa menjadi suaminya. Ibunya mungkin masih hidup sampai sekarang. Bisa tersenyum sambil bercanda dengan cucu. Ibunya tidak akan sakit parah, seperti saat tahu Evan susah memenuhi impiannya menimang cucu. Evan pemabuk dan perokok berat. Susah punya keturunan.

Saat itu, bukankah Rendra belum menikah? Kenapa kamu tidak memaksa dia untuk menikahimu? Seperti saat kamu memaksa dia menikahi adikmu. Rendra tidak mungkin mau menikahiku. Aurelia, perempuan busuk itu ada di sampingnya. Aku pernah berharap mereka putus, tapi aku tidak menyangka dia putus secepat itu. Aku menyesal menikah buru-buru.

Tepat dua bulan setelah pernikahn Sheyla, Rendra dan Aurelia putus. Sheyla meluangkan waktu menemani Rendra mendengarkan lagu ‘butiran debu’. Memberikan dorongan semangat kepada lelaki itu. Seandainya waktu itu Sheyla belum menikah, lagu-lagu patah hati pasti tidak akan lama menggema, akan berubah dengan cepat menjadi lagu cinta.

Menjodohkan si manja Meytha dengan Rendra adalah keputusan paling brilian di hidup Sheyla. Dia ingin adik yang sangat disayangi mendapat pendamping hidup lelaki yang baik. Sosok itu hanya ada di dalam diri Rendra.

Sheyla rela berubah menjadi emak-emak cerewet untuk mengenalkan Meytha kepada lelaki itu. Meytha hanya sesekali bertemu dengan Rendra sebelumnya karena dia tidak bersekolah di kota ini. Selain itu Meytha agak tertutup, tidak begitu senang bergaul.

“Kenapa kaka maksa aku?! Kenapa bukan kaka aja yang dulu nikah sama Rendra?”

Kata itu, disertai teriakan keras Meytha dengan sorot mata penuh amarah sungguh menyayat hati Sheyla. Sheyla berusaha sabar, menahan semua emosi yang mengguncang tubuhnya.

Semua pengorbananya terbayar manis. Perjuangan menyatukan kedua orang itu berhasil. Mereka akan menikah. Sheyla mendadak menjadi orang yang super sibuk, dia menyiapkan semuanya, semua harus berjalan lancar. Pernikahan Meytha dan Rendra harus menjadi pernikahan yang istimewa dan berkesan.

Acara pernikahan berjalan lancar. Hanya saja, mendengar masalah yang menimpa Meytha membuat Shyela merasa terhimpit batu besar. Hatinya hancur lebur. Kebanggannya sirna, Meytha si bodoh mengecewakannya. Dia tidak layak mendapat lelaki terbaik.

Sheyla sangat takut. Dia takut Rendra meninggalkan Meytha. Dia takut adik tersayang akan semakin terluka dan patah hati. Dia takut Meytha menjadi janda.

BOHONG! Kamu bohong Sheyla!

Kamu yang takut Rendra pergi dari hidupmu, bukan Meytha. Kamu yang takut kehilangan senyum Rendra. Kamu takut kehilangan gairah hidupmu seperti saat lelaki itu tidak bersamamu. Bukankah senyum manismu baru kembali saat kamu bertemu dia? Bukankah pria itu yang membuat wajahmu berseri kembali setelah ditutup mendung tebal karena pernikahanmu yang buruk dengan Evan?

Kamu menjodohkan Rendra dengan Meytha bukan karena kamu ingin melihat adikmu mendapat pendamping yang baik, tapi karena kamu ingin melihat lelaki itu setiap hari. Iya kan, Sheyla? Kamu harus berani jujur mengakuinya!

Apa yang akan kamu lakukan sekarang?

Rendra sudah mengungkapkan rasa cinta padaku. Aku sudah menunggunya bertahun-tahun. Dia sudah beristri, aku tahu. Aku sudah bersuami, aku tidak peduli.

Saat aku jatuh cinta, aku tidak peduli meskipun aku menjadi orang yang paling egois.


***
Hembusan angin dingin keluar dari AC yang menempel di tembok di dalam ruangan berukuran 4 x 4 meter. Komputer, LCD monitor, kamera, speaker, kulkas, dispenser, dan berbagai alat elektronik lain ikut menikmati adem udara yang tersembur.

Seorang laki-laki duduk menatap layar monitor komputer. Headset besar yang menempel di kepalanya mengeluarkan desahan-desahan erotis. Video seksual terlihat di layar. Menampilkan adegan seorang perempuan bercinta dengan seorang yang mengenakan kostum beruang. Dia merasa puas dan menyudahi tontonannya. Berganti ke video lain yang baru menjadi video favoritnya. Seorang perempuan dan lelaki bercinta di sofa. Suara kembang api terkadang terdengar disela desahan mereka.

Tentu saja dia menyukai semua video itu. Dia adalah pemeran utama. Dia adalah lelaki hebat itu. lelaki bertampang biasa saja yang bisa bercinta dengan wanita cantik. Membanggakan bukan?

Lelaki itu keluar ruangan. Hujan turun disertai angin. Udara dingin tetapi hatinya terasa hangat. Dia bisa melihat dedaunan bercerita di bawah guyuran hujan. Seperti memberi ucapan selamat kepadanya.

Lelaki itu mengeluarkan senyum khas-nya. Senyum lebar dengan bibir terkunci sehingga membuat pipi yang tembem semakin menggelembung.





~ TAMAT ~

 
Terakhir diubah:
Terima kasih untuk admin, staff, juri dan seluruh penghuni forum semprot.

Senang bisa ikut meramaikan event kali ini.

Terima kasih untuk semua yang mampir dan meluangkan waktu membaca cerita saya.


Salam hangat untum semua,
:beer:
 
Terakhir diubah:
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd