Agen Terpercaya   Advertise
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Siapakah Fatimah Az-zahra...?

  • Sosok wanita baru dalam cerita ini

    Votes: 62 23,8%
  • Sosok wanita yang menyamar dalam cerita ini

    Votes: 199 76,2%

  • Total voters
    261
Anu apa ya...? #mode on gaya Agas gugup kalo ditanya cewek.
Maaf ya Neng, nggak sempat nitip sendal pas mampir di trit Neng. Ntar abah ke sana ya jangan lupa bikinin kopi kesukaan abah hehehe...
Kopina udah siap ini bah, abahna aja gak nongol nongol :sendirian:
 
HARI KAMIS RASA MINGGU
KAMU MANIS AKU RINDU

wl5fd3.jpg

.​
 
Bimabet
Chapter 45. Mama Punya Satu Permintaan


Cuplikan di chapter sebelumnya....

Setelah menerima telepon dari sahabatnya, Pramudya masih terpaku di tempat itu. Sambil memegangi ponselnya ia terlihat sedang berpikir dan merenung.

“Ada masalah apa ya? Kok, sampe-sampe VirGhost bersikeras mau menemuiku ke Bandung. Apa yang sudah terjadi sama perusahaanku, selama aku memberi mandat dan kepercayaan kepadanya? Sebaiknya segera kukirimkan alamat rumah sakit ini lewat WA supaya ViGhost segera sampai dan aku tau apa yang sudah terjadi sebenarnya.” gumam Pramudya lalu ia mulai mengetikkan alamat rumah sakit tempat Cinta melahirkan saat ini.

Namun sebelum sempat ia beranjak dari tempat itu tiba-tiba Hp-nya kembali berbunyi. Dan yang meneleponnya adalah Reni, sekretaris perusahaannya. Segera saja diangkatnya telepon itu.

“Ya, Hallo Ren!” Pramudya menjawab panggilan telepon itu.

“Iya hallo, Pak Pram. Bapak sehat-sehat saja di sana?” ujar Reni sekretarisnya menanyakan kabarnya saat ini.

Alhamdulillah, sehat-sehat dan baik-baik saja, Ren. Hmmm...! Ada masalah apa Ren sampai-sampai kamu menghubungi saya? Penting kayaknya ya?” jawab Pramudya dan bertanya balik pada sekretarisnya itu.

“Iya, Pak sangat penting. Ini berkaitan dengan perusahaan Bapak! Ada informasi dan kabar tidak baik mengenai perusahaan Bapak.” ujar Reni sekretarisnya memberitahukan dari ujung telepon sana.

Pramudya nampak mulai gusar, nampak raut wajahnya tidak tenang dan kaget setelah mendengar Reni berbicara barusan. Sambil menghela nafas panjang untuk mengatur nafas dan emosinya lalu Pramudya berbicara lagi lewat HP-nya.

“Katakan saja informasi dan kabar apa itu? Jangan ragu dan sungkan bicaranya!”

“Begini Pak! ................................. Lalu Reni mulai memberitahukan apa yang diketahuinya setelah sempat menguping pembicaraan antara Kuciah dan VirGhost dan menyampaikan apa saja yang didengarnya itu pada Pramudya. ................................gitu Pak yang saya dengar tadi!”

“Aaapppaaaa.....?!” Pramudya sontak kaget setelah mendengarkan penjelasan Reni barusan. Ia seakan tidak percaya apa yang didengarnya barusan. Kuciah dan VirGhost adalah dua orang direktur perusahaan PT. xxx yang ia percaya, malah mereka berkhianat untuk menguasai perusahaannya.

Akibat mendapat berita buruk tentang perusahaannya membuat Pramudya shock dan penyakit darah tingginya naik. Kepalanya mendadak menjadi berat dan pusing serta penglihatanya menjadi tidak jelas. Sambil memegangi kepalanya yang sakit. Pramudya berusaha berjalan meninggalkan tempat itu dengan langkah goyah dan sempoyongan.

Dan, tiba-tiba...

Bruuukkk...
@@@@@
“Papaaaa....!!!” Teriak seorang lelaki ketika ia melihat Pramudya telah tergeletak di lantai. Lelaki itu pun segera berlarian mendekati tubuh Pramudya yang terkulai pingsan. Dengan langkah kaki yang cepat, lelaki itu membawa tubuh Pramudya menuju ruang IGD (Instalasi Gawat Darurat) dan langsung masuk ke dalam ruangan. Di dalam ruangan IGD, ternyata sudah ada seorang dokter jaga dan dua orang suster jaga.

“Dok, dokter...! Toollloong paaapppaaa saaayyyaaa, dok!” Dengan suara tersengal-sengal lelaki itu memberitahukan perihal kondisi Pramudya pada seorang dokter yang kini sudah berada di ruang IGD.

“Tenang, Pak! Serahkan penanganan medisnya pada Kami. Kami akan melakukan segala daya upaya terbaik kami demi menyelamatkan pasien. Bapak sebaiknya tunggu di luar selama kami melakukan tindakan medis!” ujar seorang dokter jaga yang saat itu segera menangani Pramudya dibantu oleh dua orang suster yang turut sigap membantu mempersiapkan semua peralatan medis.

Lelaki itu segera keluar dari ruang IGD dengan langkah gontai dan nafas yang mulai teratur.

Lelaki itu kemudian duduk di kursi yang berada di samping pintu ruang IGD dengan perasaan gelisah. Ia lantas mengeluarkan HP dari dalam sakunya lalu menghubungi seseorang.

Assalamualaikum. Ya hallo, Mas Har.” Sahut suara dari ujung telepon sana.

Waalaikum salam, Jelitaaa. Kamu ada di mana sekarang...?” jawab lelaki itu lewat ponselnya.

“Adek di ruang perawatan Cinta Mas. Emang ada apaan Mas? Kok, kayak panik gitu bicaranya?” sahut orang dari ujung telepon sana.

“Dek, kamu ke ruang IGD sekarang. Tadi Mas mendapati Papa pingsan dan sekarang tengah ditangani oleh dokter jaga di ruang IGD.” Lelaki itu memberitahukan pada lawan bicaranya di telepon.

“Apaaaa, Papa pingsan?! Gimana keadaan Papa, Mas? Beliau tidak kenapa-kenapa, kan?” Suara histeris wanita dari ujung telepon setelah mendengar kabar tersebut.

“Tenang sayang. Kamu jangan panik! Insya Allah, Papa baik-baik saja.” Ujar lelaki itu mencoba menenangkan wanita yang ada di ujung telepon sana.

“Jelita sekarang ke sana Mas. Jelita mau pamit dulu sama Mama dan Cinta.” Ujar suara dari seberang sana memberitahu.

“Ok. Tolong jangan kamu ceritakan dulu kondisi Papa sekarang pada Cinta dan mama! Mas takut nanti mereka jadi panik, Dek.”

“………. Assalamualaikum.” Suara dari ujung telepon sana mengakhiri pembicaraan dan mengucapkan salam.

Waalaikum salam.”

Setelah menghubungi istrinya, lelaki tersebut menuliskan pesan WA pada seseorang, memberitahukan situasi yang sedang terjadi saat ini.

Lokasi : ruang rawat inap VVIP, kamar No. 1

Di dalam ruangan rawat inap itu nampak Cinta dengan penuh rasa bahagia sedang menyusui buah hatinya. Sekar berada di sisi kanan Cinta ikut tersenyum bahagia melihat kedekatan antara Cinta dengan buah hatinya. Sementara itu, Jelita berada agak menjauh dari Cinta dan Sekar. Dia terlihat sedang berbicara dengan seseorang melalui telepon genggamnya. Dan tidak berapa lama Jelita menutup ponselnya lalu mendekati Sekar dan Cinta.

“Cinta, Mama. Jelita mau keluar bentar menemui Papa dan Mas Har.” Ujar Jelita pada kedua wanita yang nampak tersenyum bahagia saat itu.

“Iya, Nak.” Sahut Sekar tanpa ada rasa curiga saat itu.

Jelita segera mencium pipi kiri dan kanan mamanya, lalu beralih ke Cinta dan pada Cintya buah hati Cinta yang baru saja lahir.

“Cintya, Tante pergi bentar, ya! Baik-baik kalian di sini!” Ujar Jelita sambil mencium kening bayi cantik yang bernama lengkap Cintya Annisa Valentina.

Jelita pun berlalu meninggalkan ruang rawat inap yang ditempati oleh Cinta menuju ke ruangan IGD seperti yang telah diberitahukan oleh suaminya tadi melalui sambungan telepon.

Setelah Cinta selesai memberikan ASI pada buah hatinya, Sekar lalu mendekat dan duduk di samping Cinta Dengan penuh rasa bahagia Cinta menyerahkan Cintya pada Sekar dan disambut dengan gembira oleh Sekar.

@@@@@

Terlihat sebuah mobil sedan sedang melaju dengan kecepatan tinggi di ruas jalan tol menuju arah Bandung. Di dalamnya terdapat dua orang lelaki. Seorang supir pribadi dan seorang lelaki berperawakan kurus memakai setelan jas berwarna hitam duduk di jok mobil belakang.

Sambil merenung lelaki yang duduk di jok mobil belakang itu pun mengeluarkan smartphone-nya lalu menghubungi seseorang.

“Ya, hallo, Om...” sahut suara dari ujung telepon sana setelah sambungan telepon itu tersambung.

“Hallo, Dit. Om sengaja nelpon kamu. Om sekarang sedang dalam perjalanan ke Bandung untuk menemui Mas Pram. Namun sebelum Om ketemu sama Papa mertuamu Om ingin mengatakan sesuatu yang penting mengenai perusahaan Mas Pram.”

Ternyata leleki itu sedang menghubungi Aditya Febriansyah menantu dari Pramudya.

“Memangnya ada masalah apa ya Om? Apa yang telah terjadi sama perusahaan Papa, Om?” tanya Adit dari ujung telepon sana.

“Panjang ceritanya, Dit. Nggak bisa kalau dibicarakan lewat telepon.” Ujar lelaki itu menjawab pertanyaan Adit di telepon.

“Bagaimana kalau Om ke apartemen Adit di Buah Batu? Nanti akan Adit kirim alamatnya lewat WA, Om.” Adit memberikan usulan untuk bertemu dulu sebelum mereka ke rumah sakit menemui Pramudya.

“Ok kalau begitu, Dit. Om akan mampir dulu ke apartemenmu. Om tunggu alamatnya, ya!” sahut lelaki itu setuju dengan usulan Adit.

“Ok, Om. Assalamualaikum.

Waalaikum salam.

Klik...

Tak berselang lama setelah sambungan telepon itu terputus, tiba-tiba smartphone lelaki itu bergetar. Sebuah pesan WA telah masuk. Lalu lelaki itu membaca isi pesan tersebut dan menyampaikan pada supir pribadinya untuk menuju ke alamat yang dituju.

“Pak Muin. Nanti kalau sudah keluar pintu tol Pasir Koja, kita mampir ke apartemen Buah Batu dulu sebelum menuju rumah sakit. Alamat apartemennya di .........” ujar lelaki itu memberitahukan kepada supir pribadinya untuk meluncur ke alamat yang dimaksud.

“Siap, Tuan.” Jawab supir pribadinya tersebut.

@@@@@

Pov Adit

“Pagi sayang.” Suara merdu Annisa menyapaku saat tubuhku mulai menggeliat terbangun dari mimpi indahku semalam. Saat ini Annisa baru saja selesai mandi dan masih mengenakan handuk putih yang membungkus tubuhnya dan tanpa mengenakan hijab penutup kepala. Rambut hitamnya terurai panjang, bentuk tubuhnya makin berisi dengan perut membuncit. Harum wangi menyerebak saat aku mengendus aroma tubuhnya. Handuk yang melilit tubuh istriku tidak bisa menutupi kemolekan tubuhnya, sempat hasrat birahiku terpantik tatkala melihat sembulan buah dadanya yang menggunung di balik handuk yang dikenakannya. Sejenak aku terpaku memperhatikan penampilan Annisa istriku yang makin hari semakin cantik dan menarik. Dalam hati aku bersyukur kepada Sang Pencipta. “Ya Allah, hamba bersyukur telah diberikan istri yang cantik dan baik seperti Annisa. Tolong bimbing kami untuk selalu berada di jalan-Mu. Amiin.”

“Kok malah bengong, Pa? Ntar telat Subuhnya! Apa yang semalam masih kurang Pa? Hehehe... ” kekehnya membuatku tersadar dari rasa kagumku padanya.

“Cuuup...” Sebuah kecupan mendarat di pipinya sebagai ungkapan rasa sayangku padanya.

“Makasih sayang. Papa makin sayang sama kamu, Ma. Yuk, kita sholat Subuh dulu!” kataku lalu segera bangkit dari ranjang.

Sejenak aku melihat ke arah dinding, jam menunjukkan pukul 5.00 pagi. Aku melangkah ke kamar mandi. Sementara Annisa segera berganti pakaian dan mempersiapkan segala perlengkapan sholat untuk kami berdua.

Setelah selesai beribadah di pagi hari, istriku pergi ke dapur menemui asisten rumah tangganya untuk mempersiapkan sarapan pagi untuk kami berdua.

“Pa... Nanti mama dan Imah mau ke rumah sakit melihat kondisi Cinta dan bayinya. Kamu jangan dulu ke sana, ya! Nanti kedokmu ketauan. Soalnya feeling mama mengatakan bahwa Cinta mulai merasakan kehadiran kamu di sekitar dia. Ini demi kebaikan kita bersama. Percayakan pada mama untuk mengurusnya.” Ujar Annisa membuka pembicaraan kami di saat sedang sarapan pagi lalu mulai memakan roti yang telah diberi selai dan coklat olehnya.

“Iya, Ma. Papa akan ikutin saran mama. Dan kebetulan juga hari ini papa ada keperluan bisnis sama Senja. Tolong nanti kamu terus kasih kabar papa tentang perkembangan Cinta dan bayinya. Papa ingin memberikan yang terbaik untuk dia dan buah hatinya.” Sahutku sambil manggut-manggut mengiyakan permintaan istriku.

“Nah gitu dong! Itu baru suami mama yang ganteng. Pokoknya papa tidak usah khawatir dijamin aman dan terkendali. Hehehe...” kekeh Annisa. “Oiya, Pa. Mama baru ingat. Semalam papa ngobrol apa dengan papa dan mama Cinta. Apakah mereka masih marah dengan pernikahan kita.”

“Nggak sayang. Malahan sikap Mama Sekar sekarang sudah berubah. Beliau malah meminta maaf atas sikapnya selama ini pada papa. Semalam juga papa meminta pada mereka untuk menutup rapat rahasia ini, Papa minta pada mereka untuk mengikuti sandiwara yang kita mainkan dan bila waktunya tiba papa sendiri akan menemui Cinta dan mengajaknya rujuk kembali. Dan mereka setuju dengan usulan papa. Kamu jangan khawatir Ma mereka akan menjaga rahasia kita.” Aku lalu mengambil roti yang telah disajikan oleh istriku lalu menyantap roti itu dengan lahapnya.

“Kalo begitu aman, Pa. Mama akan berusaha meyakinkan Cinta dengan cara mama sendiri. Mohon doa dan restu papa supaya mama bisa melunakkan hati Cinta yang telah tersakiti karena pernikahan kita.” Sambung istriku. Dia tersenyum padaku ketika melihatku dengan lahap menyantap roti yang telah disajikannya.

Aku ikut tersenyum sambil bergurau. “Dan mesti habis susu buat dedek bayi kita. Papa ingin anak kita kelak tumbuh sehat.”

Annisa aka Tasya sejak kecil sampai dewasa tidak menyukai minuman susu namun demi kehamilan dan calon buah hati kami dia rela menghabiskan minuman yang tidak disukainya tersebut.

“Iya papa bawel. Hehehe... Nak, nanti kalo kamu udah lahir dan tumbuh besar. Kamu mesti nurut ya apa yang dikatakan papa. Papa kita ini is the best, Nak.” Ujar Annisa berbicara sendiri sambil pandangannya melihat ke arah perutnya yang membuncit lalu mengelus-elusnya.

“Hahaha…” Aku ketawa geli melihat tingkah lucu istriku yang berbicara dengan calon buah hati kami.

Kenapa sekarang aku bisa berada di rumah Annisa?

Semalam setelah Annisa dan Imah pulang. Papa Pram dan mama Sekar datang, lalu kami ngobrol dan makan nasi bungkus yang telah dibawa oleh mama Sekar. Ada rasa haru dan bahagia yang kurasakan saat itu. Ketika mama Sekar mulai menyadari kesalahannya dan mengakui keberadaanku sebagai menantu mereka. Sesuatu yang membuatku semakin kuat untuk memperjuangkan cinta kami. Berjuang untuk menyatukan kembali serpihan-serpihan yang tercerai berai karena kesalahanku dan Annisa. “Cinta sampai kapanpun kamu tetaplah istriku.”

Setelah urusanku selesai malam itu, aku pun pamit pada papa Pram dan mama Sekar dan menitipkan Cinta pada mereka. Aku lantas bergegas menuju ke parkiran mobil. Setelah berada di dalam mobil, hatiku diliputi rasa gelisah, hatiku seakan berkata. “Suami macam apa kau, Dit? Membiarkan istrimu pulang, tanpa kamu temanin.”

Aku lalu mengeluarkan smartphone-ku lalu menuliskan pesan WA pada Annisa.

”Ma, udah sampai belum di rumah? Kalo udah sampai, kirim alamat mama. Papa malam ini ingin nginap di sana!”

Setelah menunggu beberapa saat pesan WA itu dibaca oleh Annisa dan dia lalu menuliskan pesan balasannya untukku.

Mama udah sampai di rumah dengan selamat Pa. Ini alamatnya di jalan xxxx no. xx. I miss you too, Pa.” “Muachhh...”

”Ok. Ma. Papa segera ke sana. I love U.”

”Love U to Papa. Hati-hati sayang. Mama tunggu!”

“Loh, kok. Papa senyum-senyum sendiri? Ada apa, Pa?” suara Annisa membuatku tersadarkan dari lamunanku tentang kejadian semalam.

“Enggak kok, Ma. Papa hanya ingat kejadian semalam, sayang. Papa setelah sarapan ini mau pergi menemui Senja di kantor. Ada produk kopi baru yang akan kami luncurkan untuk pasar di Eropa nanti. Doain ya Ma semoga sukses produk kopi kita yang baru ini.”

“Tentu suamiku. Mama akan selalu mendoakan dan mendukung papa. Mama yakin usaha papa akan sukses dan jangan lupa untuk selalu bersyukur atas apa yang telah diberikan-Nya.” Annisa lalu bangkit dari kursinya dan mencium buku tangan kananku lalu membawa tanganku ke perutnya yang hamil. “Dan calon anak kita ini juga akan membawa rejekinya buat kita, Pa.”

Aku tersenyum melihat ke arah istriku. Kuakui betapa bahagianya aku saat ini, mendapat seorang istri yang sholehah seperti Annisa. Namun kebahagiaanku kurasakan tidaklah lengkap tanpa adanya Cinta di sisiku.

“Sayang, papa berangkat sekarang ya. Kamu pulangnya jangan terlalu malam! Jaga kondisimu yang sedang hamil tua.” Kucium keningnya dengan penuh kelembutan.

“Hati-hati di jalan Pa! I love you.” Jawab Annisa lalu memelukku dengan sangat erat.

“Iya, sayang.” Sambil mengelus pipinya sejenak.

Annisa melepaskan pelukannya, terpancar senyum ketulusan darinya.

Aku lalu melangkah keluar rumah, pergi untuk menemui Senja.

@@@@@
Pov Cinta

Lokasi : Kamar VVIP No. 1

Cucu Oma yang cantik. Maafin Oma ya! Oma janji mulai sekarang Oma nggak akan marah-marah lagi seperti dulu.”

Aku terharu ketika mendengar mama berbicara dengan Cintya.

Aku merasa selama ini mama yang jahat, egois, otoriter dan kejam. Mama mengekang kebebasanku, mengatur hidupku, bahkan mencampuri kehidupanku.

Tetapi, ternyata aku salah.

Mama melakukan semua itu sebagai bentuk kasih sayang dan perhatiannya kepadaku.

Beliau sebagai orang tua tentunya khawatir dan takut nantinya anaknya terjerumus pada pergaulan bebas, atau pergaulan yang salah.

Dan ternyata semua itu menjadi kenyataan. Hal yang ditakutkan Beliau terjadi padaku. Semua yang terjadi padaku akibat dari kebodohan dan kenaifanku sendiri. Aku menentang apa yang dilarang mama, mengacuhkannya dan nekat tetap berpacaran dengan Robi. Hingga lelaki itu pun memperdayaiku dengan segala bentuk rayuan gombalnya. Hingga aku hamil. Saat aku meminta pertanggungjawaban darinya dia mengelak dan menghindar.

Dasar lelaki banci. Pengecut...!!!

Namun semua itu telah terjadi, nasi telah menjadi bubur. Kini hanya menyisakan penyesalan yang sangat mendalam. Penyesalan karena aku telah mengorbankan masa mudaku dan juga cita-citaku menjadi seorang akuntan.

Kejadian masa lalu tidaklah bisa diulang kembali.

Kini aku mesti berani menatap masa depan, dan berani melangkah jauh untuk menjalani hidup di masa depan.
Kehadiran Cintya adalah semangat baru bagiku. Aku semakin kuat dan tegar untuk menjalani hari-hari esok.

Semua kejadian dan kesalahan-kesalahan di masa laluku itu kujadikan pelajaran berharga dalam hidupku supaya apa yang menimpaku tidak akan terjadi pada anakku Cintya kelak di kemudian hari.

Bayangan masa lalu kembali muncul, aku hanya bisa bergumam dalam hati saat aku mengingat begitu tulusnya mas Adit memperhatikan dan peduli terhadapku. Aku masih ingat pada saat pertama kali aku menceritakan permasalahanku kepadanya saat kami makan di sebuah restoran tradisional di kawasan puncak Bogor.


Ketika aku lahir, kejayaan keluarga Mama dan Papa memang sudah bangkit kembali.

Bisnis mama berkembang pesat dan perusahaan yang dirintis Papa juga telah mendatangkan keuntungan, karena itu aku tidak sempat merasakan hidup susah.

Orangtuaku memanjakanku seperti putri raja, menggelimangi diriku dengan kemewahan dan kesenangan.

Mama merawat dan membesarkanku dengan penuh cinta kasih dan melimpahiku dengan semua fasilitas.

Aku dijaga sedemikian rupa, bahkan bermain pun selalu diawasi. Mama tidak mau aku tergores atau terluka sedikit pun.

Aku tumbuh menjadi anak yang angkuh, yang hanya bergaul dengan anak-anak orang kaya. Aku tidak pernah berbaur dengan anak-anak yang hidup kekurangan, sehingga tidak pernah tau apa arti kehilangan dan apa rasanya kemiskinan.

Sejak kecil aku memang telah menunjukkan kemampuan otakku yang cerdas. Mama semakin menyayangiku. Apalagi ketika setelah masuk SD, aku selalu menjadi bintang kelas.

Mama semakin menjadi-jadi mencintaiku, sehingga terlalu melindungiku. Ia mendidikku dengan keras agar aku selalu tampil sebagai juara.

Kakak-kakakku, mas Prima dan mbak Jelita, tidak begitu terlalu diperhatikan mama, tetapi meskipun itu mereka berdua tetap bisa berprestasi dengan baik.

Mas Prima di sekolahnya selalu menempati ranking pertama, begitu pun dengan mbak Jelita prestasi sekolahnya pun tidak kalah dengan mas Prima.

Mama sangat membanggakan kami bertiga, tetapi perhatian yang berlebihan yang kudapatkan seakan membuatku tidak bebas.

Kalau mas Prima dan mbak Jelita masih diperbolehkan main di luar sementara aku tidak diperbolehkan sama sekali.

Pernah suatu kali aku mencoba larangan mama, dengan ikut main dengan anak-anak tetangga di lingkungan rumah, setelah mama tau, anak-anak yang mengajakku main semua dimaki dan dihina mama, karena tidak pantas bermain denganku.

Hidupku penuh larangan dan aturan, tidak boleh begini, tidak boleh begitu, harus begini, harus begitu.

Setiap hari kegiatanku sudah terjadwal ketat. Pulang sekolah harus kursus pelajaran ini dan itu. Sementara sore hari harua latihan piano dan balet.

Di waktu senggang, mama selalu mengajakku memberi makan burung-burung merpati kipas peliharaannya. Merpati-merpati putih itu dikurung dalam sangkar yang besar setinggi rumah yang sengaj diletakkan di perkarangan depan. Sehingga setiap tamu yang dtang bisa melihat dan mengagumi keindahan warna bulu merpati yang berkilauan.

"Kenapa sih, Ma. Mereka harus di kurung?" tanyaku ketika itu.

"Kau kan lihat sendiri." sahut mama sambil melemparkan biji-biji jagung ke dalam sangkar. "Di sini mereka aman dan terlindung. Kita beri mereka makanan sehingga tidak pernah kelaparan. Di sini mereka terawat baik, sehingga bulu-bulu mereka tumbuh indah. Kalau mereka terbang bebas di luar sana, banyak ancaman yang ingin memangsa mereka."

Dalam setiap pertemuan keluarga besar atau perjamuan bisnis, aku selalu tampil bermain piano atau balet.

Mama mendandaniku sedemikian rupa, sehingga aku tampak seperti boneka yang cantik jelita.

Tepukan bergemuruh dari semua yang hadir setiap kali aku mengakhiri pertunjukan, membuat dada mama makin membusung dengan rasa bangga.

Mama semakin menjagaku seperti intan permata, bahkan ikut menyaring teman-temanku.

Hanya anak-anak yang cantik, cerdas, kaya, yang boleh bergaul akrab denganku sehingga aku selalu melihat kehidupan yang enak dan mudah.

Mama tidak mau membiarkanku mengenal dan bersentuhan dengan kehidupan yang susah dan prihatin. Aku harus tumbuh menjadi anak yang dipuja dan dikagumi.

Aku seperti berada di balik tembok penjara yang dibangun oleh mamaku sendiri, dipisahkan dari kenyataan pahit dan kemiskinan yang ada di sekitarku.

Aku menjadi anak yang kaku, dingin, sombong, egois, dan selalu menilai sesuatu dengan kacamata materi dan fisik.

"Hanya kau yang bisa kubanggakan, Cinta." bisik mama sambil membelai rambutku, setiap malam sebelum aku tidur. "Jadilah kebanggaan keluarga ini."

Semula aku menikmati posisiku sebagai anak emas. Tetapi sejalan dengan pertumbuhan usia, aku mulai merasa tidak nyaman dengan semua larangan dan perintah mama.

Meningkat remaja, aku ingin bergaul lebih leluasa dengan teman-teman di sekolah.

Ketika menginjak SMP, aku masih takut-takut menentang mama. Aku sering mencuri-curi waktu untuk bermain dengan teman-temanku.

Sering aku membolos kursus dan memaksa supirku berbelok arah, supaya bisa bertemu teman-teman. Aku mengancam supirku untuk tutup mulut. Kalau tidak mau menuruti, aku yang akan mengadukan supirku kepada mama dengan alasan-alasan memberatkannya. Tentu saja sang supir jadi takut karena majikannya pasti lebih mempercayaiku daripada dirinya. Daripada dipecat, lebih baik ia diam saja. Biar aman.

Namun setelah SMU, aku mulai terang-terangan melawan mama, aku menolak melanjutkan kursus piano dan balet.

"Aku tidak mau jadi penghibur di depan penonton." gerutuku jengkel. "Aku kelihatan seperti orang tolol. Main piano, menari, persis seperti pertunjukan sirkus!"

"Tapi kau punya bakat besar, Cinta." bantah mama marah. "Kau bermain piano dengan indah, menari balet dengan memukau."

"Aku cuma terpaksa melakukannya." desisku tertahan. "Supaya mama senang."

Aku iri melihat kakak-kakakku, mas Prima dan mbak Jelita yang bisa leluasa pergi ke mana saja dan bergaul dengan siapa saja.

Tiba-tiba saja aku menyadari hidupku selama ini membosankan.

Aku ingin memberontak dan membebaskan diri dari belenggu mama.

Tapi itu kuurungkan niatku karena takut dengan mama, apalagi saat ia menangis setelah menceritakan betapa susahnya mereka membangun kejayaan ini yang sempat terpuruk sebelum akhirnya bisa bangkit kembali.

Aku tidak ingin mengecewakan mama, aku kembali belajar dengan giat dan lulus SMU dengan hasil gemilang, bahkan aku berhasil lolos seleksi di universitas negeri bergengsi di Ibukota, mengambil jurusan Akuntansi.

Aku bertekad membahagiakan mama dengan menebus semua perhatian dan kebaikan yang telah dilimpahkannya sejak aku lahir.

Seperti gadis remaja pada umumnya, aku mulai jatuh cinta. Naluri memberontak mulai terusik kembali ketika mama mulai melarangku pacaran dengan Robi.

"Jangan rusak masa depanmu, Cinta?" tegur mama dingin. "Jangan pertaruhkan hidupmu hanya untuk pemuda yang tidak jelas!"

"Kami cuma pacaran kok." kilahku kesal. "Teman-teman kuliah yang lain juga begitu. Tidak ada yang salah, kan?"

"Banyak anak-anak teman mama yang terjerumus dalam pergaulan bebas, hamil sebelum nikah dan semua itu karena pacaran nak." ucap mama menasehati.

"Tapi kalau disuruh belajar terus, aku bisa jadi perawan tua!"

"Kau harus lulus jadi sarjana." tandas mama tidak mau dibantah. "Lalu berangkat ke Amerika untuk mengambil master!"

Namun semakin dikekang, cintaku kepada Robi justru tumbuh semakin besar. Dan aku rela melakukan apa saja asal tidak dipisahkan dengan lelaki yang kucintai.

Bahkan untuk membuktikan rasa cintaku akhirnya aku terbuai dan terjadilah perbuatan yang seharusnya kami lakukan setelah menikah, aku hamil dan ini benih dari Robi pacarku.

Aku lalu menarik nafas panjang, ada perasaan lega yang kurasakan setelah menceritakan semua beban yang selama ini berada di pundakku.

Adit sempat terperanjat saat mengetahui bahwa saat ini aku hamil, tetapi ia tak lama kemudian ia tersenyum sumringah dengan pandangan yang dalam.

Belakangan aku menyadari bukan suasana alam yang teduh ini yang membuatku merasa aman dan tenteram, yang menggerakan hati dan mulutku untuk mengungkapkan segalanya dengan jujur, melainkan karena perhatian dan ketulusan Adit.

"Kau seperti burung merpati yang terkurung di dalam sangkar emas, Cin!" ucap Mas Adit berkomentar. "Begitu kamu berontak, ingin bebas, malah kamu terperosok."

Aku yang mendengar komentarnya sempat tercenung sejenak, lalu aku menjawab dengan getir.

"Itulah kesalahan terbesar ku, Mas. Selama ini aku hanya hidup dilingkungan aman, bak burung merpati peliharaan mama...." sahutku lirih. "Begitu bebas aku malah buta apa yang akan kulakukan, seperti halnya yang terjadi sekarang ini?"


Dan yang membuatku jatuh cinta kepada Adit karena perhatiannya itu. Perhatian yang sangat tulus dari seorang pria dan itu tidak pernah kudapatkan dari Robi pacarku. Teringat kembali kejadian saat aku dalam pelarian, Adit memperlakukanku dengan sopan dan tulus.


Aku menangis pilu dan merasa sebatang kara. Apalagi si supir limousin pun menghilang entah kemana membuatku semakin panik dan putus asa.

Kemudian aku keluar dari bungalo itu, menuju ke meja resepsionis. Sang resepsionis yang tadi sempat sewot dan curiga kini lebih bersahabat, resepsionis itu dengan ramah menyapaku.

"Selamat malam, Bu." sapa si resepsionis itu ramah. "Ada yang bisa kami bantu?"

"Malam juga, mbak." jawabku gelisah. "Mbak boleh saya nanya ke mbak."

"Silahkan, Bu. Mau tanya apa? Nanti saya jawab sesuai kemampuan saya."

"Begini, Mbak?" aku mulai bertanya. "Apa tadi suami saya pergi dari sini, adakah ia meninggalkan sesuatu sama mbak. Soalnya tadi saya telpon ponselnya tidak aktif."

"Tadi ia hanya menitipkan ini, Bu." jawabnya sambil ia menyerahkan sebuah amplop surat padaku.

"Ok, Mbak." kataku sedikit mulai tenang. "Terima kasih saya kembali lagi ke kamar."

Aku balik kembali ke kamar, dan dengan semangat aku mulai membuka dan membaca surat itu.

To: Cinta

Mungkin sekarang kamu sedang kaget dan panik ya, saat tidak mendapati aku di sana.

Tapi kamu jangan panik Cinta jika kamu mendapati surat ini maka tersenyumlah, karena kamu akan terlihat semakin cantik bila tersenyum.

Aku lelaki yang selalu menepati janji dan akan kembali ke sana.

Kamu percaya, kan?

"Tutup matamu pasti aku segera berada di sana."


Si supir limousin,

Adit


Lamat-lamat aku mendengar pintu dibuka. Aku langsung menoleh ke arah pintu sambil menegakkan punggung, bersandar ke kepala tempat tidur. Mataku mengerjap-ngerjap melihat siapa yang datang.

Tampak Adit melangkah masuk dan tanganya menjinjing kantong-kantong plastik.

"Untuk apa kamu kembali?" semprotku kesal. "Mengapa tidak kau tinggalkan saja aku sendiri di sini selamanya?"

"Kau pasti lapar....?!" sahut Adit tenang. "Makan dulu.....”

Adit meletakkan kantong-kantong plastik di atas meja lalu ia mengeluarkan beberapa wadah berisi makanan dan menatanya.

"Kalau aku pulang." sambung Adit dengan senyum dikulum. "Polisi dan keluargamu akan menginterogasiku. Kau sendiri yang bilang begitu. Jadi kemana lagi aku harus bersembunyi, kalau bukan di sini?”

Dari kantong lain, Adit mengeluarkan beberapa helai pakaian, lalu memberikannya kepadaku yang masih tertegun bengong mengawasinya.

Aku menerimannya dengan perasaan bingung bercampur haru.

"Aku juga membeli pakaian. Mudah-mudahan pas ukurannya denganmu dan jumlahnya cukup untuk selama kamu kabur. Mau berapa lama kamu bertahan di sini?"

"Selama-lamanya." sahutku lemah. Tapi kemudian aku cepat-cepat meralat. "Tentu saja bukan menginap di sini selamanya. Maksudku, aku tidak akan pernah kembali ke rumah. Aku akan mencari pekerjaan, mengontrak rumah..."

"Jangan pikirkan apa-apa dulu." kata Adit menghibur. "Ayo, makan dulu. Kamu pasti kelaparan sejak pagi belum makan, kan?"

Aku beringsut dari tempat tidur. Berapa lama aku tertidur tadi? Baru sekarang aku merasakan betapa lapar perutnya.

Aku duduk di samping Adit dan menghadap meja makan.

Aku membantu Adit membuka bungkusan makanan. Masih hangat. Dari dalamnya menyeruak aroma bakmi goreng dan puyonghai yang lezat.

Mencium bau yang menyengat itu, perutku langsung bergolak.

Tiba-tiba mualku kambuh lagi.

Sejak hamil, aku sensitif terhadap aroma.

Aku terhuyung-huyung menuju kamar mandi dan muntah-muntah lagi. Kali ini lebih hebat sampai aku merasa seluruh cairan di dalam tubuhku keluar semua.

Aku merasa lemas sekali.

Dengan sempoyongan aku melangkah keluar dari kamar mandi.

Aku sama sekali tidak menyangka Adit telah menungguku di depan pintu.

Adit meraih lenganku, memapahku agar aku bisa melangkah seimbang, lalu mengulurkan handuk untuk menyeka mulutku.

Aku menengadah, tercengang mendapat perhatian sebesar itu dari pemuda yang baru satu hari kukenal. Perhatian yang bahkan tidak pernah diberikan Robi padaku!

Dan saat itu aku baru menyadari betapa tampannya Adit yang berdiri dihadapanku saat ini.


“Aku terlalu bodoh, kabur meninggalkanmu tanpa meminta penjelasan terlebih dulu darimu, Mas. Maafin Adek. Jujur sampai detik ini, kamulah satu-satunya lelaki yang sangat kucintai. Berkat kamu aku kembali menemukan semangat hidup dan berani untuk melanjutkan hidup. Aku sangat merindukanmu, Mas Adit.” gumamku dalam hati.

Tetesan air mata meluncur dari sudut mataku, sebagai bentuk rasa penyesalan atas apa yang telah terjadi. Orang yang baik dan bertanggung jawab seperti Mas Adit kusia-siakan. Dia memang salah telah menikah lagi, namun aku yakin Mas Adit menikah lagi pasti ada alasan kuat dengan penuh pertimbangan hati dan pikirannya.

Tak ada gading yang tak retak, itulah pribahasa yang pas untuk menggambarkan kondisi rumah tangga kami.

Cobaan yang terberat kualami adalah ketika jauh dari Mas Adit. Namun aku bersyukur dipertemukan dengan orang-orang baik mulai dari Bi Iyah, Imah sampai mbak Annisa. Merekalah bidadari-bidadari penolongku selama pelarianku saat itu.

“Cinta sayang, ada apa? Kenapa kamu sedih?” teguran mama sontak membuatku tersadarkan dari lamunanku dan segera menyeka air mataku. Aku berusaha tersenyum di hadapan mama.

“Ma, maafin Cinta! Cinta sekarang baru menyadari apa yang dulu mama lakukan adalah demi kebahagian Cinta. Cinta merasa telah menjadi anak durhaka dengan menentang keinginan mama.” Dengan suara berat aku menyampaikan semua penyesalan dan kesalahanku pada mama dan meminta maaf padanya.

Mama tersenyum kemudian meletakkan Cintya di dalam box bayi di samping ranjangku. Beliau mendekatiku perlahan lalu membelai rambutku disertai dengan kecupan di keningku.

Isak tangisku tiba-tiba pecah.

Perlakuan yang sama kurasakan pada saat aku masih bersamanya. Perlakuan seorang ibu yang begitu tulus menyayangi putrinya.

“Cinta anakku. Sebesar apapun kesalahanmu, mama sebagai ibu yang melahirkanmu tetaplah menganggapmu anak dan mama sudah memaafkanmu. Tidak ada seorang ibu manapun di dunia ini ingin putra dan putri mereka hidup menderita. Apa yang mama lakukan dulu adalah semata-mata hanya untuk melindungi dan menjagamu dari orang-orang yang ingin memanfaatkanmu. Namun mama sadar didikan dan cara mama waktu itu, SALAH. Mama terlalu mengekangmu dan tidak mempedulikan perasaanmu. Mama minta maaf ya karena telah bersikap otoriter dan egois demi kepentingan mama.”

Sambil sesegukkan aku hanya bisa mengganggukkan kepala dan terus mendengarkan perkataan dan nasehat mama.

“Tolong jaga dan didiklah Cintya dengan baik! Jadikan pelajaran buat kita atas kejadian-kejadian yang lalu. Jangan sampai yang menimpamu juga dialami Cintya kelak di kemudian hari. Mama akan ikut membantu mendidiknya supaya Cintya kelak menjadi anak yang baik, sholehah dan bisa menjadi kebanggan keluarga kita.”

“Ma... Terima kasih ya! Cinta sayang sama mama.” Aku lalu mencium buku tangan mama semua beban kesalahan masa lalu seakan sirna saat itu.

Hanya hening dan kedamaian yang kurasakan saat bersama mama. Hubungan yang sempat retak kini kembali seperti sediakala.

Namun, tiba-tiba…

Mama bersuara dan mengatakan sesuatu yang membuatku sedikit kaget.

“Nak, mama punya satu permintaan.” ujar mama lalu menatapku dengan tatapan serius. “Apa kamu mau menuruti permintaan mama ini?”

Lama aku terdiam dan berpikir sejenak atas perkataan mama barusan.

Dalam hatiku timbul berbagai pertanyaan. “Kenapa tiba-tiba mama mengajukan permintaan padaku? Permintaan apa? Jangan-jangan aku akan dinikahkan dengan orang pilihan mama.!

Aku memberanikan diri menatap mama yang terlihat tersenyum tulus.

Beberapa saat kami berdua terdiam tanpa bersuara.

Lalu dengan anggukan kepala, aku lalu menjawab permintaan mama. “Iya, Ma. Katakan saja, Insya Allah Cinta akan melakukan apa yang mama minta!”

Senyuman mama merekah setelah mendengarkan jawabanku lalu Beliau melanjutkan perkataannya. “Terimalah Adit kembali jika dia datang menemuimu, Nak. Dia sosok yang tepat untukmu,Nak. Dia bisa membimbingmu menjadi istri dan ibu yang baik. Dan mama melihat perubahan dirimu jadi lebih baik itu berkat Adit. Jika Adit bisa bersikap Adil sama kamu dan Tasya, mama rasa kalian bertiga bisa hidup rukun dan bahagia. Jarang mama temui lelaki bertanggung jawab seperti Adit, Nak.”

Mendengar permintaan mama barusan sempat membuatku melongo seakan tidak percaya.

Dulu mama begitu bencinya dengan mas Adit, kini tiba-tiba memintaku untuk menerimanya kembali. Satu sisi aku senang karena ternyata mama telah sadar dan berubah menjadi baik, namun di sisi lain hatiku masih tersakiti karena pengkhianatannya dengan menikahi wanita lain.

Mama memperhatikan kegelisahanku, lalu Beliau memelukku dengan erat.

“Pikirkan dengan kepala dingin! Jangan sampai kamu menyesal. Dia lelaki baik, Nak. Camkan itu!” ujar mama menasehati dan meyakinkan hatiku yang saat ini bimbang.

Aku mengangguk sembari membenamkan wajahku di bahu mama.

@@@@@
Sambungannya ada di bawah...
 
Terakhir diubah:
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd