Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Perjuanganku Menaklukkan Ketakutan

Bimabet
CHAPTER IV: KESEPIANKU SAAT WISUDA

Hal ini selalu aku pikirkan, dan selalu menjadi ketakutak utamaku. Semua berawal dari kasta kita yang berbeda. Aku tau orang tua Dita tidak setuju hubungan anaknya denganku Masalahnya memang masalah klasik, karena aku masih mahasiswa, dan belum ada tanda-tanda lulus. Sedangkan Dita esok lusa sudah wisuda, bahkan sudah mendapatkan beasiswa di kampus untuk S2.

Sebagai orang tua sangat wajar mau anakanya mendapatkan jodoh lelaki yang mapan, yang sanggup menghidupi anak istrinya kelak. Tapi ya kalau aku pikir-pikir, yaudah sana jodohin saja sama om-om yang sudah mapan.

Semakin aku berpikir, semakin pusing. Skripsiku semakin terbengkalai. Kadang aku berusaha untuk bersikap bodo amat. Namun itu tak pernah bisa. Selalu saja terpikir di otakku ketakutan-ketakutan itu. Bahkan sempat juga aku membayangkan, bahwa nantinya aku akan putus dengan Dita karena restu orang tua yang tak kunjung tiba.

Sabtu pagi, aku datang ke kampus, untuk menghadiri wisuda Dita. Iya... langsung ke kampus, di auditorium itu. Karena Dita telah berpesan sebelumnya ke aku, untuk tidak menemui orang tuanya terlebih dahulu. Aku sangat bahagia Dita akhirnya menyelesaikan waktu kuliah tepat waktu, 4 tahun lalu lanjut kuliah S2. Sesuai dengan target yang selalu dia bicarakan saat kami berbincang. Dita selalu menyemangatiku untuk segera mengerjakan skripsi ku juga.

Aku datang ke kampus bersama temanku, Ali, dia sama juga nasibnya denganku, masih berkutat dengan revisi dosen pembimbing. Kami bertemu di parkiran, lalu menuju auditorium bersama. Disana sudah ada beberpa teman yang menunggu. Tradisi kami memang setiap ada yang wisuda, teman-teman hadir untuk merayakan dan mengucapkan selamat. Disitu juga aku bertemu dengan Dayu, teman kos lama Dita.

Dengan nada canggung aku apa dia “Hay Dayu, udah lama? Temen-temen kos yang lain mana?”

“ya lumayan lama, aku dateng sendirian saja. Temen udah duluan dan mungkin berpencar, mereka punya agenda untuk nyambangin teman masing-masing” Dayu menjawabku dengan sedikit wajah menunduk.

Mungkin dia sedikit sungkan, karena waktu itu aku tidak menuntaskan harapannya di kamar kos itu.

Sambil lalu aja, kita berbincang, bercanda dengan teman lainnya. Dayu kemudian agak menjauh dari kami, maklum saja karena Dayu berbeda angkatan dengan kami.

Waktu wisuda pun telah usai, kami semua bersiap menyambut para wisudawan dan wisudawati di depan pintu auditorium. Suasana saat itu sangatlah kacau, semua berdesak-desakan di depan pintu. Belum lagi deretan tenda studio dadakan yang semakin membuat halaman auditorium menjadi sumpek. Aku memutuskan untuk mundur, menjauh dari kerumunan.

Tak lama kemudian, Dita keluar, ditemani oleh dua sosok orang tua yang aku paham itu adalah Ayah dan Ibu Dita.

Ibu Dita memiliki perawakan tinggi, hitam manis, berjilbab, dengan lipstik yang agak menor khas anggota dhrama wanita PNS daerah. Sedangkan Ayahnya juga tinggi besar, sedikit beruban, dangan langkah yang agak gontai. Mungkin karena pengaruh penyakit yang selama ini Dita ceritakan. Ayah Dita menderita gagal ginjal, yang mengharuskannya untuk cuci darah sekali seminggu.

Saya menghampiri mereka dan langsung menyalaminya.

“Selamat siang om, tante, selamat ya atas wisuda Dita, saya Alan om.” Aku mencoba untuk mengakrabkan diri dengan orang tua Dita. Bagaimanapun juga aku harus tetap berusaha untuk meluluhkan hati mereka.

“iyaa. Terima kasih..” jawab Ayahnya.

Aku juga tak lupa megucapkan selamat juga ke Dita. “Selamat ya sayang, udah diwisuda, gimana di dalem tadi? Ada di barisan depan kan?” Aku tanya ke Dita, yang saat itu menjadi lulusan terbaik di fakultas.

Sontak Ayah dan Ibu dita melirik tajam ke arah ku, seakan tak rela anaknya dipanggil dengan panggilan sayang olehku.

“Makasih ya sayang, tadi Alhamdulillah lancar semuanya di dalam” Jawab Dita dengan senyumannya.

Aku lihat Ibu Dita lalu menarik tangan anaknya kencang, Ayahnya sambil tersenyum sinis berkata “Terima kasih sudah datang, kami ke tukang foto dulu ya..”

“Iya om, tante, saya juga mau pulang” Jawabku, mereka tak ada basa-basi untuk mengajak berfoto bersama.

Berasa sesak di dada, sudah kuduga dari awal sifat orang tuanya kepadaku akan demikian. Aku sadar bahwa aku memang pantas mendapatkan perlakuan seperti itu. Namun yang membuatku semakin sedih adalah Dita tidak berusaha apapun untuk meluluhkan orang tuanya. Dia seakan tak peduli bahwa aku adalah pacarnya. Terlebih lagi, perlakuan mereka terhadap teman-temanku malah lebih intim, lebih akrab.

Saat itu aku sangat putus asa, badan ini seperti tak kuat untuk melanjutkan perjalanan ke parkiran. Ali yang bukan pacarnya malah diajak untuk foto bersama. Sedangkan aku ditnggal begitu saja. Untungnya Ali pengertian, sehabis satu jepretan, dia menghampiriku dan mengajakku untuk mampir di warkop dekat kampus utara.

Saat menuju parkiran, aku melihat ada sosok lelaki, dengan perawakan kulit cokelat, rambut plontos, dan memakai pakaian dinas menghampiri keluarga Dita, mereka terlihat akrab. Mereka lalu saling berpose untk foto.

Aku sangat penasaran, siapa gerangan lelaki itu. Aku menebak itu adalah saudara sepupu Dita di Jogja. Aku dapat cerita bahwa Dita punya sepupu laki-laki seumurannya di Jogja anak dari Pakde nya yang sudah meninggal, namun mereka jarang bertemu, jadi aku belum tahu orangnya seperti apa. Mudah-mudahan tebakanku benar.

Dilain pihak aku juga khawatir kalau ternyata lelaki itu bukan sepupunya. Aku takut kalau ternyata lelaki itu adalah Yosa, lelaki yang hendak dijodohkan dengan Dita. Lelaki yang selalu diceritakan Dita. Dia adalah mantan Dita kala SMA. Dita pernah bilang kepadaku bahwa, Yosa ini orangnya tekun, dan selalu berusaha untuk mendapatkan hatinya padahal saat itu Dita sangat benci.

Sesampainya di warkop, aku dan Ali berbincang-bincang santai, sambil menyantap indomie telor rebus, atau sering disingkat menjadi intel rebus, dan segelas es Nutri Sari. Santapan khas mahasiswa untuk nongkrong dan ngobrol di warkop yang sebagian besar penjualnya berasal dari daerah Cilacap.

Curhatku ke Ali tentang masalah restu orang tua ditanggapi santai.

Ali berkata, “Santai saja bro, nasibku juga sama kaya kamu. Orang tua Rani kan juga ga setuju sama hubunganku. Sama persis kaya kalian. Lebih parah malah, Rani tak pernah menceritakan hubungannya denganku ke orang tuanya”

Dari situ, aku belajar banyak dari Ali, dia sangat santai dalam menjalani hidupnya. Termasuk soal urusan percintaan. Urusan dia bahkan lebih berat karena dia adalah anak pertama dari 5 bersaudara, yang artinya dia menanggung beban berat menjadi contoh adik-adiknya. Aku harus mencontoh Ali dalam menghadapi ini.

Obrolan kami pun diakhiri saat tiba-tiba pacar Ali menelepon untuk dijemput.

Hari yang singkat dan tak berkesan. Angan-anganku untuk membaur dengan keluarga Dita pupus sudah kala itu.

Tiba-tiba hp ku pun berdering, ada sms masuk, dari Dita. Dengan singkat dia bilang

“Maaf ya tadi tidak sempat ngajak foto-foto. Ada Yosa juga yang tadi datang. Ku cari kamu, kamu sudah menghilang.”

Jantungku langsung berdetak kencang, tak sanggup untuk berkata-kata. Dipikiranku hanya ada bayangan Dita, keluarganya, dan Yosa sedang bercengkrama bersama di rumam makan yang sebelumnya sudah ku pesan untuk mereka.

bersambung....
 
Terakhir diubah:
Terima kasih atas semangatnya suhu-suhu semua...


:beer:
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
mulai banyak yang parkir nih...
sejam 5000 yee.. lumayan buat ongkos rental warnet.

:lol:
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Makasih apdet nya hu, mntap crita nya hu, bkin pnsaran,, ttp smangat bwt apdet slnjut nya hu..
 
Stlh baca cerita nya bgus...jd ga sabar utk baca lanjutannya...mdah2an update nya lancar...smangat hu 🍺 :beer:
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd