Agen Terpercaya   Advertise
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

[Repost] Pengantin Villa Roubert van der Aarkman

Askin of Pujangga

Suka Semprot
Daftar
17 Jan 2015
Post
12
Like diterima
6
Bimabet
PART 1: Missing in the Mountain

Cuaca di siang itu cukup cerah, matahari bersinar terang dan angin tampak bertiup semilir. Ya, cuaca di gunung pada hari itu memang cukup menyenangkan untuk piknik dan tentu saja cocok bagi para muda-mudi untuk bersenang-senang. Namun lain halnya dengan sepasang kekasih yang tampak bertengkar di jalan setapak diatas gunung itu.

“Gimana, sih?! Katanya tadi mobilnya sudah diperiksa! Kok malah mogok di tanjakan?!” gerutu seorang gadis yang memanggul sebuah ransel kemping berwarna jingga dibahunya.
Gadis itu berperawakan sedang dengan tinggi 155 cm. Wajahnya yang manis dengan rambut hitam yang pendek tampak dibasahi oleh peluh yang sesekali disekanya dengan pergelangan tangannya yang putih mulus sementara tubuhnya yang mungil namun padat proporsional tampak tidak berbeda jauh karena keringat yang becucuran disekujur tubuhnya. T-shirt yang dipakai oleh gadis itu sudah basah dan kusut, sementara celana pendeknya yang berwarna abu-abu tampak kumal karena terkena cipratan tanah dan lumpur.
“Melissaa, Jangan marah begitu dong, mau bagaimana lagi? Aku nggak tahu kalau radiatornya bakal kepanasan.” Jawab seorang pemuda yang berjalan sambil menenteng barang bawaan mereka di samping Melissa, gadis beransel jingga itu.
“Gimana aku nggak marah coba? Sekarang sudah jam 4 sore dan kamu tahu kan, sudah berapa lama kita berkeliling disekitar gunung ini? Sudah 2 jam lebih! Kita saja belum ketemu jalan utama lagi!” ujar Melissa kesal.
“Lagipula ini usulnya siapa coba? Katanya: ‘Tinggalin saja mobilnya, kita coba cari jalan lewat gunung, sekalian jalan-jalan?’ Tapi orang yang mau hikingnya malah nggak bawa kompas atau peta? Konyol deh! Aku juga heran kenapa aku mau saja ikut tadi! Kalau tahu begini, mendingan aku tinggal saja di mobil!” omel Melissa pada Ryan, pemuda yang sedari tadi berusaha meredakan amarahnya itu.

Ryan hanya bisa menghela nafas mendengar omelan Melissa. Memang ini salahnya karena mobil yang ia sewa tidak diperiksanya secara seksama. Terlebih lagi, niatnya untuk menghibur Melissa dengan mengajak gadis itu untuk menikmati panorama alam malah berbalik menjadi malapetaka saat mereka tersesat di gunung itu.
Ryan sebelumnya sempat datang ke gunung itu, karena itulah ia tidak membawa peralatan seperti kompas maupun peta sebab ia sempat menghafal jalan-jalan di gunung itu. Namun kini ia merasa heran karena sudah hampir 3 jam mereka mencari jalan menuju jalan utama, namun yang mereka temui hanyalah jalan setapak yang bercabang-cabang, seolah makin menyesatkan mereka di gunung itu. Kaki Ryan sudah pegal, apalagi dengan beban yang dijinjingnya itu, kian membuat tiap langkahnya terasa menyakitkan.

“Mel, bagaimana kalau kita istirahat dulu?” tanya Ryan.
“Heh? Istirahat? Memangnya kamu kecapekan?” ujar Melissa bingung.
“Iya laah, sudah dari tadi kita mencari jalan kembali tanpa duduk sedikitpun. Staminaku nggak sekuat kamu, Mel!” jawab Ryan. Wajar saja kalau Ryan tidak mampu bersaing dengan stamina Melissa. Melissa yang rajin berolahraga dan bagian dari klub atletik di kampus mereka tentu saja memiliki stamina yang lebih tinggi dari Ryan.
“Kamu harus banyak olahraga tahu, masa baru begini saja sudah capek? Padahal kita sama-sama baru 20 tahun, tapi kamu malah lebih loyo dariku.”
“Iya, iya terserah deh! Sekarang kita boleh istirahat sebentar kan?” tanya Ryan.
“Ya sudah! Kita istirahatnya disebelah sana saja, ya!” ujar Melissa sambil menunjuk sebuah pohon yang rindang tak jauh dari tempat mereka berada.

Melissa dan Ryan pun akhirnya berteduh dibawah pohon itu. Melissa melepas ranselnya dan bersandar dipohon itu untuk mengistirahatkan tubuhnya, sementara Ryan berbaring diatas rerumputan sambil menggunakan barang bawaan mereka sebagai bantal.
“Huuh! Lain kali kalau mau merayakan ulang tahun jadian kita, ajak saja aku ke restoran kenapa? Daripada hiking di gunung dan tersesat seperti ini!” kembali Melissa menggerutu kesal.
“Iya, iya maaf. Kukira kamu suka bertualang, makanya aku ajak ke gunung!”
“Hee? Kenapa kamu kira aku suka bertualang?” tanya Melissa sambil mendelik ke arah Ryan.
“Soalnya kamu itu kan agak...” jawab Ryan dengan sedikit ragu.
“Agak apaa? Hmm?” tanya Melissa dengan tatapan penuh kecurigaan.
“Agak... tom...boy” jawab Ryan pelan.
BRUUK... “Aduh!!” Ryan mengaduh kesakitan saat ransel jingga milik Melissa melayang kearah wajahnya dan mengenai hidungnya.
“Enak saja! Sudah bikin orang tersesat masih berani bicara begitu!” gerutu Melissa
“Iya, iya maaf. Meel...”
“Huh! Padahal si Linda dan Felicia sering dipuji-puji pacarnya! Aku bukannya dipuji malah dikatain tomboy!” omel Melissa.
“Iya deeh, kamu manis kok!” ujar Ryan menenangkan Melissa.
“Yang beneer?” tanya Melissa sambil mendelik curiga pada Ryan.
“Iyaa, kalau nggak, mana mungkin aku minta kamu jadi pacarku?”
“Ya sudah kalau begitu! Aku maafin deh!” jawab Melissa ceria sambil tersenyum pada Ryan. Ryan sedikit terpesona melihat senyum manis kekasihnya itu. Walaupun memang sifat Melissa agak tomboy, namun tidak dipungkiri kalau banyak mahasiswa yang tertarik pada wajah manis Melissa. Ryan termasuk amat beruntung bisa menjadikan Melissa sebagai pacarnya.

“Jadi?” tiba-tiba lamunan Ryan terbuyarkan oleh pertanyaan Melissa.
“A... apa, Mel?” tanya Ryan gagap.
“Bagaimana rencananya sekarang? Ini sudah sore dan sebentar lagi malam. Kamu mau nginap ditengah gunung begini?” tanya Melissa.
“Eh? Oh iya! Kita harus cepat keluar dari gunung ini kalau begitu.”
“Masalahnya, kamu tahu sekarang kita ada dimana nggak, Einstein? Gimana caranya kita keluar dari gunung ini kalau kamu saja bingung kita ada dimana?” sindir Melissa dengan gusar.
“Bagaimana kalau kita tanya ke bapak yang ada disana?” ujar Ryan sambil menunjuk kearah sesosok orang tua yang sedang berjalan memanggul kayu bakar.
“Eh?” Melissa terkejut melihat orang tua itu. Ia tidak menyangka mereka akan bertemu seseorang karena sejak pertama kali menjelajahi gunung itu, mereka tidak bertemu dengan siapapun.
“Ryan! Cepat tanya bapak itu! Sekarang kita ada dimana? Ayo cepat!” seru Melissa setengah panik bercampur girang.

Tanpa menunggu lebih lama lagi, Ryan dan Melissa segera berlari mendekati lelaki tua itu. Ryan dan Melissa terhenyak sesaat melihat penampilan pria itu, mereka tampak heran bagaimana pria itu masih mampu memanggul kayu bakar di pundaknya. Lelaki tua itu berbadan kurus dengan kulit yang keriput dan janggut putih yang panjang. Tangannya yang ringkih sedang memegang tongkat kayu untuk menyangga tubuhnya yang tampak gemetaran, sementara ia memanggul sebuah tas kulit berisi beberapa potong kayu bakar yang diikatkan pada bahunya dengan tali rami. Kepalanya tampak ditutupi dengan sebuah caping. Melissa tampak mundur sedikit dan berlindung dibalik tubuh Ryan karena ketakutan melihat penampilan orang tua itu.

“Permisi, Kek. Kami mau minta tolong, bisakah kakek menunjukkan jalan untuk turun dari gunung ini?” tanya Ryan dengan sopan.
“Kalian... mau turun gunung? Anak muda...” tanya orang tua itu terbata-bata.
“Iya Kek. Kami tersesat disini... Bolehkah Kakek membantu kami?”
“Boleeh... tapi Nak... lebih baik, kalian tidak... turun gunung dulu, hari ini...”
“Lho, kenapa Kek?”
“Kalian... sudah terlalu jauh... jalan menuju ke Batavia... masih 5 jam jalan kaki... dari sini...” ujar orang tua itu.
“Batavia? Maksud Kakek... Jakarta?” tanya Ryan heran.
“Bukaan... Batavia... Apa itu Jakarta, Nak? Ini sudah hampir malam... tidak baik kalau kalian... turun gunung sekarang... berbahaya...” ujar kakek itu.
“Jadi kami harus bagaimana, Kek?” tanya Melissa gusar.
“Aah... begini... kalau mau... kakek bisa mengantar ke desa kakek... mungkin besok kita sampai...” ujar lelaki itu memberi tawaran.
“Besok pagii?” tanya Melissa melongo setengah tidak percaya.
“Iyaah... desa kakek masih jauh... tapi... kalau mau, kalian mungkin... bisa pergi ke... villa Meneer Roubert...” usul orang tua itu.
“Villa Meneer Roubert?” tanya Ryan kebingungan.
“Kalian... bisa menemukan villa itu... sekitar setengah jam berjalan kaki... dari sini... ikutilah jalan itu... nanti kalian... akan sampai...” ujar orang tua itu sambil menunjukkan sebuah jalan setapak dengan telunjuknya yang kurus dan keriput.

“Jadi bagaimana?” gumam Ryan bingung sambil melirik Melissa.
“Ya, mau bagaimana lagi? Lebih baik kita pergi ke Villa itu. Kata kakek ini memang benar, ini sudah hampir malam dan juga berbahaya kalau kita turun gunung waktu malam hari. Lagipula kita sudah pasti nggak bisa pulang hari ini. Untung hari ini hari Jumat, jadi kita nggak ada kelas besok.” Ujar Melissa.
“Kamu yakin?”
“Iyaa, memangnya kamu mau jalan turun gunung selama 5 jam waktu malam? Baru jalan 2 jam setengah saja sudah kecapekan.” cibir Melissa. Ryan berpikir sejenak, dan memang hal yang paling masuk akal adalah menginap di villa itu dan turun gunung keesokan harinya, bertepatan dengan weekend.
“Jadi, kami akan bisa sampai di villa itu kalau kami mengikuti jalan setapak itu?” tanya Ryan pada kakek itu.
“Iya... benar Nak...”
“Terima kasih banyak, Kek! Nama kakek siapa?” tanya Ryan sambil menjabat tangan orang tua itu dengan gembira.
“Sapto...” ujar Kakek itu pelan.
“Terima kasih, Kek Sapto! Ini, untuk beli rokok!” ujar Ryan sambil merogoh sakunya dan mengeluarkan selembar sepuluh ribuan dan menyerahkannya pada Kek Sapto.
“Ini... ini... apa nak?” tanya Kek Sapto kebingungan.
“Sepuluh ribu, Kek! Silahkan, ini uang untuk kakek!”
“Uang? Nak... jangan mempermainkan kakek... nanti kualat...” ujar Kek Sapto dengan nada tinggi.
“Lho? Tapi ini uang asli kek? Kenapa kakek bilang saya mempermainkan Kakek?”
“Itu bukan uang.... Ini yang namanya uang...” Ujar Kek Sapto sambil merogoh saku celananya yang butut. Dikeluarkannya tiga keping perunggu. Ryan dan Melissa membelalak sejenak, kepingan perunggu itu adalah koin 1 sen bercap Belanda yang beredar pada zaman penjajahan; disana tertulis jelas tahun cetakan uang itu, masing-masing 1833, 1829 dan 1832.
“Tapi...itu kan uang... Aduh!” Ryan mengaduh saat Melissa mencubit lengannya.
“Sudah! Ngapain sih kamu malah ribut dengan kakek tua pikun! Cepat! Kamu mau keburu malam baru sampai?” bisik Melissa.
“Iya... tapi itu... Argh!” Ryan tidak bisa berdebat lebih lama karena Melissa semakin keras mecubitnya.

“Nah, Kek Sapto, Terima kasih banyak atas bantuannya, maaf pacar saya ini tidak sopan!” ujar Melissa sambil tersenyum. Kek Sapto kembali memasukkan uangnya itu kedalam sakunya.
“Tidak apa-apa... tapi jangan kalian ulangi lagi... mempermainkan orang tua itu tidak baik... Nak...” ujar Kek Sapto.
“Iya, Kek. Kami mohon maaf. Kami akan pergi ke villa itu sekarang. Terima kasih banyak atas bantuannya, Kek!” ujar Melissa melambaikan tangannya sambil menarik Ryan kearah barang bawaan mereka.
“Tapi... Mel...”
“Sudahlah! Kita harus cepat tahu! Masih setengah jam jalan kaki! Ini sudah hampir jam 5! Sudah untung kita bisa bertemu orang disini, kamu malah mau ribut!” bisik Melissa dengan gusar. Ryan pun tidak bisa memprotes Melissa karena yang dikatakan gadis itu memang benar; mereka harus segera sampai di Villa itu sebelum malam.

Ryan dan Melissa pun memunguti barang bawaan mereka dan kembali berangkat untuk mencari villa itu. “Daah! Hati-hati di jalan ya, Kek Sapto!” seru Melissa sambil melambaikan tangannya pada Kek Sapto.
Kakek tua itu ikut melambaikan tangannya pada Ryan dan Melissa. Ia lalu duduk sejenak diatas sebuah batu berlumut sambil melepas capingnya. Dilihatnya sosok tubuh kedua muda-mudi itu semakin menjauh menuju villa yang ditunjuknya barusan.
“Meisje Cerenia... Anda akan... kembali lagi...” ujarnya sambil tersenyum menyeringai, menampakkan gigi-giginya yang ompong dan hitam...
 
PART 2: The Villa

Sementara itu, Ryan dan Melissa terus menyusuri jalan setapak yang ditunjuk oleh Kek Sapto. Ditengah perjalanan, Ryan tampak merenung dengan seksama.
"Apaan sih?! Kok melamun melulu?" tanya Melissa gusar.
"Bukan, Mel. Aku cuma bingung dengan keadaan disekitar sini." Gumam Ryan.
"Maksudnya?"
"Gunung ini kan didekat kota besar, jadi pasti ada beberapa orang yang lewat. Tapi kenapa dari tadi kita tidak bertemu siapapun kecuali Kek Sapto?"
"Eh? Mungkin mereka semua pergi ke tempat lain?"
"Itu nggak mungkin. Kalau begitu, pasti ada warung atau gubuk tempat pemukiman warga. Apalagi ini kan didekat kota? Tapi kenapa keadaannya sunyi senyap begini?"
"Mmm..." Melissa bergumam sejenak, yang dikatakan Ryan memang masuk akal. Suasana sunyi ini amat berbeda, seolah tidak ada manusia yang melintasi gunung itu, seolah gunung itu seperti daerah yang belum terjamah saja padahal gunung itu sering dibuka untuk umum.
"Lagipula, ini aneh sekali! Suasana di gunung ini, entah kenapa semuanya jalan setapak dari batu. Tidak ada tangga sama sekali, padahal ditempat lain pasti ada tangga batu atau apalah, yang lebih modern. Dan lagi, seingatku hutannya tidak serimbun ini waktu pertama kali aku datang. Makanya kita bisa tersesat, daerah ini seolah berubah total." jelas Ryan.

Melissa mulai merinding mendengarkan celotehan Ryan.
"Terus, ada lagi yang paling aneh!"
"A... apa?" tanya Melissa dengan cemas.
"Kita seolah-olah berjalan semakin masuk kedalam gunung ini, padahal aku yakin kalau kita berjalan kearah jalan keluar. Buktinya, tadi Kek Sapto berkata bahwa kita butuh 5 jam untuk mendaki turun. Anehnya lagi, banyak kutemukan jalan-jalan yang sebelumnya tidak ada, seperti jalan ini!"
"Ng... ya sudah deh kalau begitu, mungkin cuma perasaaanmu saja. Ayo... kita harus cepat ke villa itu." ujar Melissa dengan nada agak terburu-buru dan mempercepat langkahnya. Namun Ryan malah melanjutkan pemikirannya itu.
"Lalu, Kek Sapto sendiri... Pembicaraannya seolah-olah dia hidup di tahun 1800-an. Batavia, lalu mata uang Belanda itu dan lagi kata Meneer... itu panggilan 'tuan' untuk orang Belanda... Jangan-jangan dia..."
"STOOP!"
BRUUK! Kembali ransel jingga Melissa melayang ke wajah Ryan sebelum Ryan sempat menyelesaikan kalimatnya.
"Aduuh! Kenapa sih, Mel?" tanya Ryan dengan heran.
"Kamu tuh ya! Jangan bicara yang aneh-aneh! Ngerti nggak sih? Kita lagi tersesat tahu! Bukannya membantu cari jalan malah celoteh melulu!" seru Melissa dengan marah, wajahnya tampak memancarkan raut ketakutan.
"Eh? Kamu takut ya?"
"Aku ini cewek tahu! Ya jelas, lah! Dasar cowok tak peka! Sudah setahun pacaran tapi masih saja nggak mengerti perasaan cewek!" jawab Melissa sambil melangkah pergi dengan kesal. Ryan tersenyum sejenak, ia tidak menyangka kalau Melissa rupanya takut dengan cerita hantu dan misteri; tentunya Melissa masih memiliki sifat feminin walaupun seringkali terlihat tomboy. Ryan pun segera menyusul Melissa sambil membujuk pacarnya itu.
"Sorii, Mel... Aku nggak tahu kalau kamu takut dengan cerita begituan..." bujuk Ryan.
"Hu-uuh! Kenapa sih pacarku bikin bete melulu?"
"Iya, iya... maaf... aku janji nggak macam-macam lagi..." bujuk Ryan.

Selama beberapa saat berjalan, akhirnya mereka sampai disebuah Villa megah. Villa itu berarsitektur kolonial Eropa, dengan pilar-pilar berwarna putih yang khas zaman kolonial, ukuran villa itu beberapa kali lipat dari rumah mewah di Jakarta. Gantungan lampu dari kaca merah tampak begitu antik menghiasi beranda villa itu. Disekitar villa itu, terdapat sebuah kebun bunga dan kebun cengkeh yang tumbuh subur.
Melissa agak tertegun dan canggung melihat villa itu, apalagi setelah mendengar pemikiran Ryan sebelumnya. Memang, seolah waktu telah berputar kembali ke masa tahun 1800-an.
"Tuh kan..." tutur Ryan, namun ia segera menghentikan kalimatnya saat Melissa menatapnya tajam dengan ransel yang sudah siap dilemparkan ke wajahnya.
"Iya, iya... Mungkin yang tinggal disini orangnya nyentrik... suka zaman Belanda dan mungkin Kek Sapto mendapat uang itu darinya..." ujar Ryan buru-buru menenangkan Melissa.
"Awas kalau kamu nyeletuk macam-macam!" ancam Melissa sambil beranjak menuju ke Villa itu.

Mereka segera mengetuk pintu villa yang terbuat dari kayu jati itu. Pintu itu pun dibuka, dan sesosok nenek tua tampak membukakan pintu itu. Kulit nenek itu amat putih dan hidungnya agak mancung, seperti orang Eropa. Rambut nenek itu sudah memutih, umurnya mungkin sekitar 60an tahun, ia memakai gaun hitam seperti pakaian wanita tua di Eropa. Wanita itu tampak ramah dan tersenyum gembira saat melihat Ryan dan Melissa.

Ryan lalu mengemukakan permintaannya agar mereka boleh diizinkan menginap di villa itu untuk semalam. Wanita itu dengan senang hati mengizinkan Ryan dan Melissa untuk menginap. Wanita tua itu memperkenalkan dirinya sebagai Agatha, pelayan dan perawat di villa itu. Villa itu adalah milik Roubert van der Aarkman. Seorang tuan tanah yang cukup terkenal disekitar daerah itu. Ryan dan Melissa tampak agak keheranan saat mendengar kata 'tuan tanah', mereka beranggapan bahwa Roubert pastilah seorang Belanda yang amat nyentrik, karena penggunaan istilah tuan tanah itu.

Agatha lalu mengantarkan Ryan dan Melissa ke kamar mereka masing-masing. Ryan dan Melissa tampak terpesona melihat interior rumah itu; semuanya tampak antik. Perabot-perabot dari kayu jati, porselen dan guci keramik, serta chandelier dari kuningan yang tampak indah. Anehnya, mereka tidak menemukan satupun peralatan elektronik. Bahkan tidak ada lampu sama sekali; untuk penerangan, villa itu menggunakan lilin.
"Wah, perabotnya benar-benar antik..." gumam Melissa
"Nek, nenek sudah lama tinggal disini?" tanya Ryan.
"Ya, saya sudah bekerja untuk Meester Roubert sejak kami masih di Rotterdam dulu." Kenang Agatha.
"Jadi nenek asli orang Belanda?" tanya Melissa
"Ya, saya lahir di Eindhoven. Kami sudah pindah kemari sejak 20 tahun lalu. Makanya kami fasih berbicara bahasa pribumi; walaupun saya merasa bahwa nada suara anda tampak agak aneh dibandingkan mereka." Jawab Agatha.
"Waah, pantas saja rumahnya begini! Mirip dengan rumah di masa kolonial dulu." Puji Melissa.
"Benar-benar nyentrik, sampai lampu saja tidak dipasang. Semuanya model antik." Gumam Ryan.
"Huss! Jangan celoteh melulu! Kamu mau kita diusir? Sudah untung kita boleh menginap!" ketus Melissa sambil menyikut rusuk Ryan.
"Iya, iya maaf..." ujar Ryan menenangkan Melissa.

Saat hendak menaiki tangga, perhatian mereka tertuju sejenak pada sebuah lukisan wanita muda berukuran besar yang tergantung pada dinding rumah itu. Wanita itu amat cantik, rambutnya berwarna kecoklatan dan tergerai panjang, kulitnya putih mirip dengan Agatha, hidungnya yang mancung dan matanya yang berwarna biru menegaskan kalau ia adalah wanita dari Eropa. Wanita itu tampak sedang duduk dan menggenggam serangkaian bunga dengan latar kebun bunga. Pakaian wanita itu yang berupa sehelai gaun putih yang anggun seolah menekankan statusnya sebagai seorang wanita berdarah biru.
"Nek, ini siapa?" tanya Ryan kagum.
"Itu Meisje Cerenia, calon istri tuan Roubert. Ini lukisannya sebelum mereka menikah." Jawab Agatha.
"Wah, cantik..." gumam Ryan pelan.
"Ergh!" Ryan mengerang saat merasakan cubitan Melissa di lengannya.
"Ngapain kamu jelalatan begitu? Dasar!" gerutu Melissa.
"Meisje Cerenia sudah lama tinggal di Jawa sejak kecil. Sayang, beliau meninggal karena kapalnya tenggelam dalam perjalanan ke Amsterdam bersama orang tua beliau..." tutur Agatha.
"Eh?"
"Ya, kapalnya tenggelam karena badai. Sejak itu tuan Roubert selalu bersedih atas kematian beliau."
"Oh begitu..." jawab Melissa pelan.

"Ah, maaf! Saya jadi bercerita yang tidak-tidak! Silahkan anda naik ke lantai dua. Kamar anda ada di koridor kiri pintu kedua, sementara kamar Meisje ini ada di koridor kanan kamar pertama. Saya ingatkan agar anda tidak masuk ke kamar diujung koridor kanan, karena kamar itu sedang diperbaiki!" ujar Agatha sambil menyerahkan kunci pada Ryan.
"Terima kasih, Nek!" Melissa menjawab ramah. Mereka pun menaiki tangga itu menuju ke lantai dua.
"Kalian boleh membersihkan diri dulu. Saya akan menyiapkan makan malam." Ujar Agatha sambil berlalu pergi.
"Untung ya, kita bisa menginap malam ini!" ujar Ryan dengan gembira; namun Melissa tidak merespon, ia tampak mengacuhkan Ryan.
"Meel, jangan marah lagi dong! Aku kan cuma melihat lukisan itu, bukannya aku tertarik." Bujuk Ryan.
"Huh! Lihat lukisan saja jelalatan! Dasar!"
"Coba kamu pakai gaun seperti itu sekali-kali. Aku belum pernah lihat kamu pakai rok atau gaun."
"Idiih! Kamu suruh aku pergi kuliah pakai baju begitu?! Bisa-bisa aku diusir dosen waktu masuk kelas!"
"Bukaan, coba kamu pakai rok atau apalah yang agak feminin. Soalnya setiap hari aku lihat kamu pakai celana melulu." Saran Ryan pada Melissa.
"Nggak ah! Risih tahu! Nggak bebas! kalau kakiku membuka sedikit saja, pasti bakal ada yang jelalatan!" tolak Melissa. Ryan menghela nafas, memang susah untuk membujuk gadis tomboy seperti pacarnya itu untuk memakai rok atau pernak-pernik yang feminin; walaupun begitu, Ryan masih membayangkan betapa cantiknya Melissa apabila gadis itu mau tampil sedikit feminin.
"Oke deh, aku pergi ke kamarku dulu ya? Kamu berani sendirian kan?" tanya Ryan setengah menggoda Melissa.
"Huh! Terserah deh! Wee!" cibir Melissa sambil menjulurkan lidahnya dan berlalu masuk ke kamarnya.
 
PART 3: "The Possession"

Melissa membuka kunci kamar itu dan masuk kedalam. Melissa terkagum melihat desain kamar yang luas itu; seisi kamar itu semuanya berperabot antik bernuansa kolonial. Ada sebuah meja rias dan lemari dari kayu jati berwarna coklat. Sementara sebuah ranjang kanopi dengan tirai putih yang halus terpajang dihadapan meja rias itu. Tampaknya kamar itu adalah kamar tidur wanita. Terbukti dengan desainnya perabotnya yang halus dan agak feminin. Melissa melihat ada sebuah kamar mandi kecil, dimana didalamnya ada sebuah bak mandi kuningan dan pancuran air. Peralatan mandi dalam kamar itu semuanya tampak kuno dan antik.

Melissa tidak menunggu lama lagi, ia segera melepas semua pakaiannya dan memutar pancuran air itu. Air gunung yang sejuk segera mengalir membasahi tubuh Melissa, membersihkan peluh yang melekat di tubuhnya sejak tadi. Melissa merasa tubuhnya segar kembali setelah mandi. Melissa membalut tubuhnya dengan sehelai handuk dan beranjak mengambil pakaiannya dalam ransel miliknya.

Saat mengambil ranselnya, Melissa penasaran saat melihat lemari pakaian kayu jati yang ada disamping meja rias itu. Melissa lalu membuka lemari itu dan ia terkejut saat melihat sehelai gaun putih yang indah tergantung rapi di lemari itu. Melissa menyadari bahwa gaun itu adalah gaun pengantin.
Walaupun desainnya tampak kuno, namun tidak dipungkiri bahwa gaun itu amat cantik. Gaun pengantin itu terbuat dari sutra berkualitas tinggi. Atasan gaun itu berlengan panjang hingga ke pergelangan tangan, dengan puff lembut untuk menutupi bahu pengantin wanita. Terdapat beberapa hiasan bunga-bunga kecil dari satin yang menghiasi bagian dada dan perut gaun itu. Bagian belakang rok itu tidak tertutupi dengan zipper, sebagai gantinya, kancing-kancing putih yang kecil menutupi gaun itu hingga setengah bagian punggung dan dibawahnya terdapat sulaman tali yang mengencangkan gaun itu. Di pinggul, terdapat sebuah pita besar yang menekankan kesan feminin, ditambah dengan rok gaun panjang mengembang khas gaya victorian yang polos namun anggun. Terdapat pula sulaman renda-renda cantik disekitar rok gaun itu sehingga rok itu seolah tampak berlapis-lapis. Melissa menghirup aroma wangi semerbak bunga lili dari gaun itu.
Di lemari kecil disamping gaun itu, terdapat beberapa aksesoris wanita seperti bando berhiaskan permata, bros emas, jepit rambut keemasan, tiara perak kecil dan masih banyak perhiasan wanita lainnya.

Entah mengapa, tiba-tiba muncul sebuah dorongan dari dalam hati Melissa yang seolah memerintahkannya untuk mengeluarkan gaun itu. Melissa lalu mengeluarkan gaun itu dari lemarinya dan mengamati gaun itu sejenak. Melissa lalu berjalan kehadapan cermin meja rias itu; tanpa sadar, Melissa menempelkan gaun itu ke tubuhnya, seolah hendak mengepaskan gaun itu di tubuhnya. Melissa melihat ukuran gaun itu terlalu besar baginya. Ukuran gaun itu pasti disesuaikan dengan tubuh wanita-wanita Eropa. Pinggul dan payudara Melissa yang mungil seolah tertelan dengan ukuran gaun itu.

Saat mengamati gaun itu di tubuhnya lewat cermin, tiba-tiba suasana kamar itu terasa agak gelap, berbeda dengan kegelapan akibat datangnya malam, terasa ada hawa yang mencekam didalam kamar itu. Melissa hendak melepaskan gaun yang dipegangnya, namun entah kenapa sekujur tubuhnya terasa kaku dan tangannya semakin erat mencengkeram gaun itu, seolah tidak ingin melepaskan gaun itu dari tubuhnya. Terasa hembusan angin dingin yang menusuk sumsum tulang Melissa sehingga ia merasa takut sekali. Melissa berusaha untuk lari atau menjerit, namun tubuhnya sama sekali tidak mau bergerak dan kerongkongannya serasa tersumbat oleh hawa yang mencekam itu. Melissa tidak bisa berbuat apa-apa, ia hanya berdiri mematung dihadapan meja rias itu. Seolah tenaga dari sekujur tubuhnya tersedot seluruhnya.
Melissa amat terkejut saat melihat bayangan cermin itu. Bayangan Melissa kini berganti dengan bayangan seorang wanita muda yang persis dengan lukisan yang tadi dilihatnya, wanita itu tampak tersenyum di cermin itu dan menatap wajah Melissa secara langsung. Keringat dingin mengucur disekujur tubuh Melissa, sementara tubuhnya gemetar karena rasa takut yang mencekam itu.

"Gaun itu adalah milikku... yang akan menjadi milikmu..." Tiba-tiba terdengar suara bisikan seorang wanita di telinga Melissa. Seketika itu pula hawa yang mencekam itu lenyap dari tubuh Melissa, dan tubuh Melissa terbebas dari rasa kaku. Melissa langsung ambruk ke lantai, tubuhnya masih gemetar ketakutan dan kini kepalanya terasa sakit sekali; nafasnya tampak tersengal-sengal seolah baru terbangun dari mimpi buruk. Apa yang baru dilihatnya itu nyata? Bayangannya yang berubah menjadi bayangan wanita bernama Cerenia dalam lukisan itu sangat tidak masuk akal, namun rasa mencekam itu terasa nyata seolah tubuh Melissa berubah menjadi patung. Melissa melihat gaun pengantin yang masih tercengkeram erat di tangannya; Melissa teringat perkataan Cerenia tentang gaun pengantin yang dikatakan akan menjadi miliknya itu, apakah benar ia telah mendengar suara itu? dan apakah suara itu benar-benar suara Cerenia? Melissa tidak mampu berpikir sama sekali; ia masih shock berat dengan kejadian yang baru saja ia alami. Ditambah lagi kepalanya sekarang terasa amat sakit, padahal tadinya ia masih baik-baik saja.

"Meel! Makan malamnya sudah siap!" tiba-tiba terdengar suara Ryan yang memecah lamunan Melissa.
"Oh?! Iya, iya! Sebentar!" Melissa bergegas mengenakan pakaiannya. Ia berusaha menghilangkan rasa takut yang masih merasuk dalam pikirannya dan rasa sakit yang seolah hendak memecahkan kepalanya. Melissa segera keluar dari kamar itu untuk menemui Ryan.
"Lho, Mel? Kamu kenapa? Kok pucat begitu?" tanya Ryan saat melihat wajah Melissa yang pucat pasi.
"A...ah! Nggak apa-apa! Ayo, kita makan!" jawab Melissa. Ryan merasa agak janggal dengan kelakuan Melissa itu, ia pun kembali hendak mengisengi Melissa.
"Waah, jangan-jangan kamu ketemu dengan Cerenia ya?" goda Ryan dengan iseng.
"DIAAM! Sudah kubilang aku nggak apa-apa!" Ryan terkejut sejenak saat Melissa membentaknya dengan keras. Belum pernah dilihatnya Melissa seperti itu. Wajah Melissa saat itu tampak sayu dan kelelahan.
"Mel, kamu kenapa? Kok seperti ini sih?" tanya Ryan. Ia lalu mendekati Melissa dan menempelkan telapak tangannya di kening gadis itu.
"Wah, pantas! Kamu demam lho! Panas banget!" ujar Ryan.
"Sudahlah... Aku nggak apa-apa kok... Ayo kita turun. Bu Agatha mungkin lagi menunggu..." Melissa langsung berjalan turun. Entah kenapa, sekali lagi suasana terasa amat aneh, seolah Melissa sudah mengenal baik villa itu dan seperti ada ingatan tentang villa itu yang satu-persatu muncul dalam otak Melissa bersamaan dengan rasa sakit yang menyengat syaraf otaknya. Melissa seperti merasakan sebuah Déjà vu dirinya di villa itu...

Saat mereka tiba di lantai dasar, mereka mendengar suara ringkikan kuda. Seorang pria Eropa berperawakan besar sedang mengendarai seekor kuda di halaman dengan ditemani oleh seorang pria pribumi yang kurus dan memakai blangkon.
"Ya kita sudah sampai! Tolong masukkan Vierne kedalam kandangnya dan beri dia makan!" ujar lelaki itu sambil menghela tali kekang kudanya.
"Baik, Meester!" jawab pria pribumi itu dengan manut-manut. Kuda itu lalu digiring kembali ke kandang. Sementara pria itu berjalan masuk menuju villa itu. Agatha segera membungkuk menyambutnya saat pria itu tiba didepan pintu. Penampilan pria itu tak kalah antik dari rumahnya; sepatu bot necis berwarna coklat yang sering dilihat pada film-film bertema kolonial dengan celana panjang dan jas coklat yang menutupi tubuhnya yang kekar memberinya kesan kuno yang kental, apalagi dasi simpul antik yang kini nyaris tidak pernah terlihat lagi menghiasi kemeja putih dibalik jas lelaki itu.
Tak ketinggalan, ia juga memakai topi tinggi dan tongkat kayu hitam yang memperkuat kesan kesan maskulin seperti seorang "gentleman" Eropa. Pria itu cukup tinggi seperti layaknya pria-pria Eropa dengan tinggi sekitar 180 cm. Usia pria itu sudah mendekati akhir 40-an, terlihat dari kulitnya yang mulai keriput yang terlihat samar dibalik janggut coklatnya yang tipis. Entah kenapa, Melissa merasakan perasaan yang tidak asing lagi saat melihat pria itu, seolah ia sudah lama mengenal pria itu. Jantung Melissa terasa berdebar kencang, ada rasa rindu yang memenuhi hati Melissa, seolah ia sudah lama menanti kedatangan pria itu.
"Welkom, Meester." Agatha mengucapkan selamat datang dengan ramah dalam bahasa Belanda.
"Ah, Agatha! Saya sudah lapar. Bisakah kita makan sekarang?" ujar pria itu. Ryan dan Melissa terhenyak saat mendengar betapa fasihnya pria Belanda itu berbicara bahasa Indonesia.
"Baik, Meester." Jawab Agatha sambil membungkuk meminta permisi dari pria itu dan beranjak ke dapur.
"Hmm? kenapa ada dua Jong Chinees disini?" gumam pria itu. Ryan dan Melissa terkejut saat pria itu menyadari kehadiran mereka.
"Goede Avont, Roubert." ujar Melissa tiba-tiba. Mereka semua terkejut mendengar ucapan 'selamat malam' dalam bahasa Belanda itu. Melissa langsung menutup mulutnya dengan kedua tangannya, seolah tidak percaya apa yang baru dikatakannya.
"Mel? Kamu bisa bahasa Belanda? Memangnya kamu sudah kenal Mr. Roubert?" tanya Ryan yang tampak heran melihat tingkah pacarnya itu. Melissa hanya menggelengkan kepalanya dengan keras, ia masih kebingungan; sejak kapan ia bisa berbahasa Belanda? Kata-kata itu seolah meluncur sendiri dari mulutnya.
"Ah, apa kita sudah pernah bertemu, Meisje?" tanya Roubert dengan sopan. Melissa hanya menggelengkan kepalanya dengan kebingungan.
"Maaf, Mister. Dia agak sedikit demam. Mungkin dia kelelahan." Ujar Ryan.

Melissa masih kebingungan, ia melihat sekelilingnya dan matanya kembali tertuju pada lukisan Cerenia. Teror rasa takut yang mencekam kembali menyergap tubuh Melissa saat menyadari bahwa gaun yang dikenakan Cerenia dalam lukisan itu adalah gaun yang sama dengan gaun yang tadi ia keluarkan dari lemari kamar. Seketika itu pula semuanya serasa gelap dan tubuh Melissa serasa ditusuk oleh hawa dingin yang mencekam, seolah ada mata pisau yang menempel di setiap permukaan kulitnya, apalagi rasa sakit kepalanya kian menekan kesadarannya.
"Agh!" tiba-tiba, Melissa limbung dan tubuhnya ambruk karena tidak tahan pada tekanan rasa takutnya. Untunglah Ryan dengan sigap berhasil menangkap tubuh Melissa. Melissa tampak menggigil, dan tubuhnya berkeringat hebat.
"Mel? Kamu kenapa, Mel? Ya ampun! Panasnya semakin tinggi." Ryan semakin khawatir.
"Oh? Kalau begitu dia harus istirahat! Bawalah dia kembali ke kamarnya. Saya akan meminta Agatha untuk memasakkan sup untuknya! Ambillah kompres diruang kesehatan untuk meredakan demamnya" ujar Roubert.
"Dimana letaknya, Mister?"
"Ruang kedua... setelah dapur... tepat dihadapan perpustakaan..." tiba-tiba Melissa bergumam sendiri, seolah ia sudah hafal dengan seluk-beluk rumah itu.
"Mel?" Ryan semakin bingung dengan perilaku Melissa yang kian aneh. Namun Ryan tidak mau bertanya lebih lanjut. Ia lebih khawatir dengan kondisi Melissa yang sejujurnya mulai membuatnya takut.

Melissa lalu dibaringkan di ranjang kamarnya, sementara Ryan mengikuti petunjuk Melissa untuk menemukan ruang kesehatan itu; dan memang, letak ruang itu persis seperti yang dikatakan oleh Melissa.
Ryan segera kembali ke kamar Melissa sambil membawa kompres dan baki berisi air untuk Melissa. Sesampainya disana, Ryan melihat Roubert dan Agatha sudah berada disamping Melissa. Agatha tampak menyuapi Melissa dengan sup yang hangat.
"Dia terkena demam tinggi. Lebih baik biarkan dia istirahat." Ujar Agatha.
"Mel? Kamu baik-baik saja?"
"I... iya... maaf merepotkan... Nek, Mister Roubert..." ujar Melissa dengan lemah.
"Tidak apa-apa, sekarang kamu istirahatlah dulu." Ujar Roubert ramah.

Tiba-tiba, Melissa mencengkeram tangan Ryan dengan erat.
"Mel? Ada apa?" tanya Ryan bingung, ia bisa merasakan telapak tangan Melissa yang amat dingin.
"Ryan... tolong... temani aku malam ini..." pinta Melissa. Ryan pun sedikit merasa trenyuh melihat keadaan Melissa. Sehari-harinya Melissa tampak selalu bersemangat, namun kali ini ia sangat berbeda; Melissa tampak amat tidak berdaya dan seolah membutuhkan perlindungan, Ryan pun merasa ingin melindungi kekasihnya itu.

"Melissa, biarkan Ryan istirahat. Dia pasti kelelahan; saya akan menemani dan merawatmu." Tutur Agatha.
"Tenanglah, Agatha dulu pernah bekerja di rumah sakit Rotterdam; dia akan merawat kekasihmu sampai sembuh." Roubert menimpali sambil menepuk pundak Ryan.
"Lagipula, kamu sendiri harus beristirahat. Sekarang mari kita memberi kesempatan Meisje Melissa untuk beristirahat. Besok kita akan pergi untuk memanggil dokter untuknya." Lanjut Roubert dengan sopan.
"Ba... baik... Mel, Aku pergi dulu ya? Besok aku akan kembali. Kamu harus cepat sembuh ya?" tutur Ryan penuh perhatian. Melissa hanya mengangguk pelan dan melepaskan pegangan tangannya. Ryan akhirnya beranjak pergi menuju kamarnya bersama Roubert dengan perasaan galau.
 
PART 4: Time tells the Truth

Saat melihat Ryan sudah pergi, Melissa tak kuasa menahan isak tangisnya. Agatha segera membelai kepala Melissa untuk menenangkan gadis itu.
"Sudah, sudah... tidak apa-apa, besok kalian akan kembali bertemu." Ujar Agatha.
"Sekarang, saya akan membantu supaya kamu cepat sembuh. Apa kepalamu terasa sakit, Melissa?" tanya Agatha kembali yang segera dijawab dengan anggukan lemah Melissa.
"Dimana? Apa disini?" tanya Agatha sambil memijat ubun-ubun Melissa.
"Ngh!" Melissa mengerang sejenak, Melissa merasa pandangannya langsung terasa gelap saat merasakan pijatan itu di ubun-ubunnya. Namun, rasa sakit kepalanya menghilang dan kepala Melissa terasa nyaman.
"Apa rasanya enak?" tanya Agatha. Melissa hanya mengangguk, Agatha tersenyum dan melanjutkan pijatannya. Semakin lama, Melissa semakin terbenam dengan rasa nyaman pada kepalanya. Entah kenapa, semakin Agatha memijat kepalanya, semakin Melissa merasa kehilangan tenaganya dan satu-persatu ingatan seseorang tentang Villa itu semakin cepat bangkit dalam pikiran Melissa, seolah Melissa-lah yang mengalami semua ingatan itu. Kesadaran diri dan pikiran Melissa pun perlahan-lahan lenyap saat ia mengalami ingatan-ingatan itu.

Melissa mengingat wajah-wajah penghuni villa itu; Roubert, Agatha dan beberapa orang lainnya. Seolah ia bercengkerama dengan mereka secara langsung. Melissa bisa mengingat hembusan sejuk angin gunung dan wangi bunga saat ia sedang merawat kebun bunga di villa itu; bagaimana saat ia bercanda ria dengan Agatha saat mereka bersama-sama memasak makanan; bagaimana ekspresi gembira sang penjaga kuda saat ia diberikan 3 keping perunggu Belanda oleh Melissa dan bagaimana ia merasakan tubuhnya datang menghampiri dan memeluk Roubert dengan mesra di teras villa itu. Ya, seolah ingatan seseorang, seorang wanita telah masuk dan menggantikan ingatan Melissa.

Tubuh Melissa semakin bergetar dengan kencang saat ingatannya perlahan-lahan diubah oleh pijatan Agatha. Bola mata Melissa tampak tertarik keatas, sementara liur Melissa mengalir lewat pinggir bibirnya. Tubuh Melissa sama sekali tidak berontak saat Agatha menggantikan ingatannya karena kesadarannya sudah hilang sepenuhnya.

CKLEK! Tiba-tiba terdengar suara pintu kamar Melissa dibuka. Tampak Roubert masuk ke kamar itu.
"Bagaimana?" Tanya Roubert pada Agatha.
"Ya, dia sudah siap." Jawab Agatha sambil menghentikan pijatannya pada kepala Melissa. Tubuh Melissa segera berhenti bergetar, Agatha pun menutup kelopak mata Melissa yang masih terbuka.
"Melissa, bangunlah." Bisik Agatha. Seketika itu pula, tubuh Melissa langsung bangkit dari tempat tidurnya. Kelopak matanya ikut membuka, namun tatapan di bola matanya serasa kosong dan hampa karena pikirannya dalam kendali Agatha dan Roubert.
"Persiapkan dia." perintah Roubert yang segera dijawab dengan anggukan Agatha.
"Bagaimana dengan kekasihnya, Meester?" tanya Agatha.
"Dia akan diurus. Kamu tidak perlu khawatir, kita harus mulai mempersiapkan ritual." Ujar Roubert.

Sementara itu, Ryan masih tidak bisa tidur karena ia mengkhawatirkan Melissa. Ryan hendak kembali menjenguk Melissa, namun ia memilih untuk mengurungkan niatnya itu supaya Melissa dapat beristirahat tanpa gangguan. Ryan pun berjalan-jalan disekitar rumah itu. Ia bisa melihat luasnya kebun rumah itu yang ditanami cengkeh, rempah-rempah dan bunga. Termasuk kebun bunga yang cukup luas. Ryan melihat seorang pria yang dikenalnya sebagai pria pribumi yang tadi mendampingi Roubert, ia tampak tekun merawat tanaman cengkeh di kebun itu.

"Permisi, Mas." Sapa Ryan ramah.
"Oh, ada apa, Pak? Bisa saya bantu?" ujar pria itu dengan sopan.
"Ah tidak, saya tidak bisa tidur, makanya saya berjalan-jalan disekitar sini."
"Ooh, kenapa sulit tidur, Mas?"
"Teman saya sakit demam, saya bingung harus bagaimana." Tutur Ryan.
"Wah, lelaki yang tadi bersama Mas?" tanya pria itu.
"Hahaha... dia bukan laki-laki. Potongan rambutnya memang pendek, tapi dia perempuan!"
"Weleh... weleeh... Pantas, saya pikir laki-laki tapi kok mukanya manis mirip perempuan? Lagipula, perempuan kok rambutnya dipotong pendek? Benar-benar tidak mirip perempuan." Ujar pria itu.
"Lho, bukannya biasa, Pak?" tanya Ryan heran.
"Waah, Mas datangnya dari mana sih? Dimana-mana, tidak ada perempuan yang berambut pendek disini. Dari zamannya Inggris waktu saya masih kecil dulu, semua wanita itu pasti pakaiannya gaun. Seperti Meisje Cerenia."
"Inggris?" tanya Ryan semakin heran.
"Iya, Mas setelah Inggris menyingkir dari Jawa, Gubernur Jenderal Hindia Belanda meminta Meester Roubert untuk pindah kemari dia ditempatkan disini untuk mengawasi pembangunan di Buitenzorg."
"Lho, lho Pak? Bukannya Inggris sudah lama tidak ada di Indonesia?"
"Indonesia, mas? Apa itu? Nama daerah baru?" tanya pria itu. Ryan semakin cemas dan gusar dengan keanehan disekitarnya. Ada apa dengan dunia mereka? Ini seperti kembali ke masa kolonial Belanda.
"Indonesia? Itu nama negara ini, Pak? Jangan bercanda! Ini tidak lucu!" bentak Ryan gusar.

"Salah..." tiba-tiba pria itu menjawab dengan pelan.
"Kita baru merdeka pada tahun 1945... Itu masih lama, Mas..."
"Ya, masih 105 tahun dari sekarang..." gumamnya.
"Apa?! Apa-apaan kalian ini?! Ini sudah keterlaluan! Sekarang ini sudah tahun 2010! Bukan zaman Belanda lagi!" Ryan semakin gusar dan ketakutan dengan suasana disekelilingnya apalagi tingkah pria itu tampak aneh.
"Salah... sekarang ini tahun 1840... Tepatnya hari Jumat, 6 November 1840..." jawab pria itu.
"Kenapa bingung, Mas? Inilah jawaban mengapa semua yang ada di daerah ini berbeda dengan saat anda pernah kemari." Lanjut Pria itu.

Ryan bergidik. Apakah perkataan pria itu memang benar adanya? Memang, jawaban pria itu bisa menjawab rasa penasarannya akan keanehan di gunung itu sejak ia dan Melissa datang kemari. Namun bagaimana mungkin mereka malah terdampar ke masa lampau? Hal itu benar-benar tidak masuk akal!
"Tidak mungkin! Kami pada saat kami datang, tanggal menunjukkan tahun 2010! Mana mungkin kami kembali ke masa lampau!" Ryan.
"Iya, ya... Benar Mas... 169 tahun dari hari ini kita bertemu..." ujar pria itu
"A... apa?"
"Ya, 169 tahun lagi. Saya bertemu Mas dan kekasih Mas saat saya mengambil kayu bakar..." gumamnya
"Mas... si... siapa nama Mas?" tanya Ryan penasaran dan diliputi oleh rasa ngeri.
"Sapto" ujar pria itu dengan santai. Ryan benar-benar ketakutan dan kebingungan saat mendengar nama Sapto, lelaki tua yang ditemuinya tadi sore bersama Melissa.

"Saya dikutuk untuk mencari pendamping hidup Tuan Roubert... Saya pun berkelana melintasi waktu... mencari wanita yang tepat untuk Tuan Roubert..." tiba-tiba suara Sapto berganti menjadi serak, persis suara pria tua yang mengarahkan Ryan dan Melissa ke villa itu; Kek Sapto.
"Ya, setiap 10 tahun sekali, pada hari Jumat pertama bulan ketiga, waktu di daerah ini akan kembali berputar tepat ke tanggal 6 November 1840 selama 6 jam sejak pukul 1 siang akibat kutukan itu. Saat itulah tugas saya untuk mencari seorang wanita untuk diberikan pada Tuan Roubert." Terang Sapto.
"Saya akan menuntun wanita itu ke villa ini, dengan demikian, kutukan saya akan terhenti dan waktu akan kembali seperti semula pada hari ini; 6 November 1840..." lanjutnya.
"Ini... imbalan saya... " Sapto kembali merogoh kantongnya dan mengeluarkan 3 keping uang perunggu Belanda. Ryan benar-benar terkejut. Koin itu sama persis dengan koin yang dilihatnya di tangan Kek Sapto sore tadi! Bedanya hanyalah kepingan ini tidak memiliki karat sebanyak kepingan milik Kek Sapto.
Ryan pun semakin yakin bahwa ini bukanlah sebuah gurauan belaka! Ini memang kenyataan! Ia dan Melissa telah kembali melintasi zaman hingga abad ke-19.

"Jangan khawatir, Mas. Saya yakin, kekasih Mas akan bahagia bersama Tuan Roubert..." ujar Sapto.
"Melissa?" tiba-tiba Ryan teringat akan Melissa yang masih beristirahat di lantai atas. Secepat mungkin, Ryan pun segera berlari untuk kembali menyelamatkan Melissa. Namun belum sempat ia masuk kedalam villa itu, kepalanya serasa dihantam keras oleh suatu benda tumpul dari belakang. Pandangan sekeliling Ryan pun gelap, dan kesadarannya menghilang bersamaan dengan rubuhnya tubuh Ryan yang pingsan ke tanah. Sementara itu, Sapto tampak menyeringai dengan sepotong balok kayu yang berada di genggamannya.
"Terima kasih, Mas. Penantian saya selama 169 tahun akhirnya berakhir sekarang... Sekarang saya bisa beristirahat dengan tenang..." ujar Sapto sambil tersenyum puas. Perlahan-lahan, tubuh Sapto menghilang, seolah pasir yang tertiup oleh dinginnya angin malam itu; meninggalkan Ryan yang masih pingsan...
 
PART 5: Ritual for Melissa

Waktu pun berlalu. Saat tersadar, Ryan merasakan hawa hangar di sekujur tubuhnya dan aroma lilin yang terbakar tampak memasuki indra penciumannya. Ada dimanakah dirinya? Ryan perlahan-lahan membuka matanya, samar-samar Ryan melihat dirinya sedang berada di sebuah ruangan yang dipenuhi oleh lilin-lilin yang menyala sebagai penerangan. Ditengah ruangan itu, terdapat sebuah meja besar yang mirip dengan altar. Meja itu ditutupi dengan sehelai kain putih dan 2 buah bantal putih diletakkan diatasnya. Terdapat sebuah cermin besar di hadapan meja itu, sementara lukisan Cerenia terpampang dihadapan Ryan.
Ryan berusaha menggerakkan tubuhnya, namun sama sekali sia-sia. Dilihatnya tangannya tampak terikat oleh rantai sehingga tubuhnya tertempel pada dinding ruangan itu.

Tiba-tiba, pintu kamar itu terbuka dan tampaklah Agatha memasuki ruangan itu. Agatha kini tampak memakai sehelai jubah panjang yang memiliki tudung. Namun tudung kepalanya tidak terpasang
"Tepat waktu. Anda sudah sadar rupanya..." gumam Agatha.
"Nek... nenek... apa yang terjadi? Saya... ada dimana?" tanya Ryan penasaran.
"Anda masih di villa." Jawab Agatha singkat.
"Mel... Melissa... dia ada dimana? Dimana Melissa?" tanya Ryan.
"Meisje Melissa? Tenanglah, dia akan segera kemari."
"Lepaskan... Lepaskan kami!" seru Ryan, namun Agatha tampak tenang. Ia menyentuhkan jari telunjuknya ke bibirnya.
"Ssh! Jangan ribut! Kami akan melakukan ritual, lebih baik kamu diam saja dan tidak macam-macam. Perhatikan dengan baik!" ujar Agatha. Agatha lalu mengeluarkan sebuah buku yang tebal dibalik jubahnya, dan meletakkan buku itu diatas meja altar. Agatha juga mengeluarkan sebuah cawan emas dan sekeranjang kelopak bunga merah dari balik meja itu.

"Bagaimana? Apa semua sudah siap? Agatha?" tiba-tiba terdengar suara Roubert yang memasuki ruangan. Tidak berbeda jauh dengan Agatha, Roubert mengenakan jubah yang berbentuk mirip mantel yang juga memiliki tudung kepala.
"Semua sudah siap, Meester. Kita bisa mulai kapan saja!" jawab Agatha mantap.
"Bagus! Melissa, kemarilah!" seru Roubert.

Terdengar suara langkah kaki pelan yang memasuki ruangan itu. Ryan tertegun sejenak melihat penampilan Melissa. Melissa mengenakan sehelai kain sutra tipis berwarna putih yang dililitkan mengelilingi dadanya untuk menutupi kedua payudaranya yang mungil. Melissa mengenakan sebuah rok sutra putih sepaha yang tampak lembut seperti kain sutra pada payudaranya. Dengan lapisan-lapisan kain dalam rok yang halus, rok itu tampak berbentuk seperti sebuah kuncup bunga mawar putih yang terbalik. Dengan busananya itu, perut Melissa yang rata dan pinggangnya yang langsing dan mulus beserta pusarnya terpampang jelas amat menggoda. Kepala Melissa dihiasi dengan bando dari rangkaian bunga sutra berwarna putih.
Ryan benar-benar terpesona melihat penampilan kekasihnya itu, matanya tak henti-hentinya memandangi tubuh Melissa. Penampilan Melissa yang feminin itu memberinya sebuah aura lain yang mempesona hati Ryan. Apalagi busana sutra Melissa itu begitu minim sehingga menampilkan lekuk tubuhnya yang indah.

"Nah, Melissa. Berbaringlah disana." Ujar Roubert memberi perintah pada Melissa sambil menunjuk kearah meja yang terpampang dihadapan Ryan. Melissa hanya mengangguk pelan tanpa merespon lebih lanjut. Perlahan-lahan Melissa mengangkat kakinya dan mulai menaiki meja itu, Ryan tampak membelalak saat melihat sekilas selangkangan Melissa yang tampak polos; rupanya Melissa sama sekali tidak mengenakan celana dalam. Melissa segera membaringkan dirinya diatas meja itu. Tatapan mata Melissa sama sekali kosong, seolah tidak tercermin bayangan di bola matanya.

Ryan tersadar dari lamunannya saat melihat Melissa yang tampak seolah seperti terhipnotis.
"Apa-apaan... ini... Nek?" tanya Ryan pada Agatha, namun Agatha hanya diam tak bergeming.
"Mel? Kamu kenapa... Mel? Kamu baik-baik saja?" tanya Ryan dengan cemas pada Melissa. Namun Melissa sama sekali tidak merespon Ryan, seolah ia sama sekali tidak mendengarkan suara Ryan. Melissa hanya terbaring diam menatap langit-langit tanpa bergerak sedikitpun.

Tiba-tiba, Roubert menghampiri Ryan, dalam sekejap, ia mendaratkan sebuah tinjuan di rusuk Ryan.
"ARGH!" Ryan mengerang, tulang rusuknya terasa patah dan Ryan pun terkulai lemas tanpa daya. Ryan berusaha untuk memanggil Melissa kembali, namun suaranya tidak mampu keluar akibat rasa sakit yang melanda rusuknya itu.

Saat melihat bahwa Ryan berhasil dibungkam, Roubert kembali berjalan menghampiri Melissa yang terbaring diatas meja itu.
"Agatha, ayo kita mulai." Ujar Roubert sambil menutupi kepalanya dengan tudung mantel yang ia kenakan. Agatha mengangguk menjawab perintah Roubert dan ikut menutupi kepalanya dengan tudung jubahnya.

Roubert lalu berdiri didepan tubuh Melissa yang membujur lurus dihadapannya. Ia bisa melihat paha mulus Melissa yang indah terpampang dihadapannya beserta tubuh proporsional milik Melissa yang tampak indah dan menggoda dengan balutan busana sutra yang minim itu.
Agatha mengambil keranjang yang berisi kelopak bunga merah dan menebarkannya ke sekeliling tubuh Melissa sambil mengumandangkan mantra-mantra aneh, sehingga tercium aroma bunga yang wangi semerbak memenuhi ruangan itu.

Sementara itu, Roubert mencengkeram mata kaki Melissa dan merentangkan kedua kaki Melissa ke kedua sudut meja itu sehingga Melissa terbaring dengan kaki yang membuka lebar. Roubert lalu meletakkan sebuah liontin emas kedalam genggaman tangan Melissa. Kedua tangan Melissa lalu diletakkan diatas dadanya dengan masih mencengkeram liontin itu.

Setelah seluruh bunga di keranjang itu selesai ditaburkan, Agatha lalu berdiri didepan tubuh Melissa yang terbaring, tepat diatas kepala Melissa. Agatha menuangkan sebuah ramuan ke cawan emas dan meletakkan cawan itu di dahi Melissa sejenak, sebelum menyerahkannya kepada Roubert. Roubert mereguk setengah dari isi cawan itu dan meminumkan sisanya pada Melissa.
Melissa meminum isi cawan itu, ramuan dalam cawan itu menyirami tenggorokannya yang kering dan menyisakan rasa ramuan itu yang manis bercampur sedikit pahit.

"A... aah..." Melissa merintih pelan saat perlahan-lahan dadanya terasa sesak dan seolah terbakar. Jantungnya berdegup semakin kencang dan keringat Melissa mulai mengucur.deras dari tubuhnya. Seolah beresonansi dengan detak jantung Melissa, liontin dalam genggamannya juga terasa memancarkan hawa hangat dan terasa sedikit bergetar. Raut wajah Melissa mulai terlihat gelisah dengan keadaan tubuhnya itu.

Saat melihat bahwa Melissa sudah mulai bereaksi dengan ramuan yang diminumkan kepadanya, Agatha lalu meletakkan buku tebal yang tadi dikeluarkannya dan mulai menggumamkan mantra-mantra yang tertera di buku itu. Perlahan-lahan, Melissa merasa tubuhnya semakin memanas, permukaan kulitnya terasa menipis dan syarafnya kian sensitif akan sentuhan. Seolah ada suatu tekanan yang mengikat tubuhnya diatas meja itu dan ada sensasi aneh yang hendak keluar seiring dengan lafalan mantra Agatha.

"Ah!" Melissa mendesis terkejut sesaat ketika Roubert mulai menjelajahkan tangannya meraba paha mulus Melissa yang ada dihadapannya. Melissa tampak agak bergidik sejenak, kulitnya kini terasa amat sensitif dengan sentuhan dan rabaan tangan Roubert yang menimbulkan rasa geli disekujur kakinya.
Perlahan-lahan, rabaan tangan Roubert semakin naik menelusuri paha Melissa terus hingga ke selangkangan gadis itu.

Ryan berusaha berontak, namun rasa sakit di rusuknya membuatnya tidak mampu berbuat banyak selain menyaksikan tangan-tangan Roubert yang leluasa menjamah tubuh Melissa dihadapannya. Ryan hendak berteriak, namun untuk bernafas saja sudah cukup susah baginya saat ini dengan tulang rusuknya yang patah itu.
"Nggh..." Melissa menggigit pelan bibirnya saat Roubert mulai menyusupkan tangannya kedalam roknya. Roubert bisa merasakan permukaan vagina Melissa yang halus dan polos tanpa rambut-rambut kemaluannya lewat rabaan jarinya. Ia lalu membungkuk sejenak, melihat kedalam rok Melissa. Roubert bisa melihat jelas keadaan didalam rok Melissa karena posisi kaki Melissa yang membuka lebar; ia tampak tersenyum saat melihat jari-jarinya yang kini sudah menyentuh vagina Melissa.

Roubert lalu menyingkap rok Melissa keatas dan kini vagina gadis manis itu terpampang jelas dihadapannya. Ryan juga bisa melihat telapak tangan Roubert yang sedang meraba vagina Melissa.
"Ngh... Ssh..." Melissa mendesis pelan saat Roubert mengelus pelan permukaan vaginanya. Wajahnya tampak agak merah padam menahan rasa geli yang amat terasa melanda daerah vaginanya akibat syarafnya yang terasa lebih sensitif itu.

Lama kelamaan, elusan Roubert itu membangkitkan gairah Melissa, dan daerah vagina Melissa mulai tampak sedikit basah karena cairan cinta yang mulai keluar dari vaginanya.

Roubert tersenyum saat melihat jarinya yang kian basah oleh cairan cinta Melissa. Dengan pelan, Roubert mulai meraba tepian celah vagina Melissa dan membuka celah vagina Melissa dengan jari-jarinya.
"Mmh... ahh..." Melissa hanya mendesah pelan saat celah vaginanya itu dibuka oleh Roubert.
Roubert lalu meletakkan jari telunjuknya dicelah-celah vagina Melissa. Ia mulai memasukkan jarinya dengan pelan kedalam vagina Melissa.

"Ja... ngan... Mel..." Ryan yang menyadari apa yang akan dilakukan oleh Roubert berusaha mencegah Roubert, namun ia tidak mampu berkata dengan jelas. Hanya perkataan yang terpatah-patah saja yang mampu ia ucapkan.

"Egh... AAAH!" Tiba-tiba terdengar suara jeritan pilu Melissa saat jari telunjuk Roubert terbenam dalam liang vaginanya. Walaupun Melissa sudah tidak perawan lagi karena pernah berhubungan seks dengan Ryan, namun ia masih bisa merasakan rasa perih karena penetrasi awal jari-jari Roubert yang mendadak. Rasa perih di vaginanya terasa amat menyiksa dengan syarafnya yang sensitif itu dan tak pelak, air mata Melissa berlinang keluar dari bola matanya yang bening.

"Bagaimana, Meester?" tanya Agatha sambil berhenti membacakan mantranya sejenak.
"Dia sudah tidak perawan lagi... Tidak masalah, lanjutkan mantra berikutnya, Agatha." Tutur Roubert. Agatha membuka halaman baru dalam bukunya dan melanjutkan pembacaan mantranya itu.

Roubert mulai menggerakkan jarinya maju-mundur di liang vagina Melissa dengan pelan untuk menyesuaikan Melissa dengan jari didalam vaginanya itu.
"Ng... aah..." Melissa mendesah pelan seiring dengan permainan jari Roubert di vaginanya, posisi tubuhnya sama sekali tidak berubah. Ia tetap mencengkeram erat liontin itu dengan kedua tangannya yang diletakkan diatas dadanya sementara kakinya tetap membuka lebar. Mantra-mantra yang diucapkan Agatha seolah merantai tubuh Melissa di atas meja itu dengan rantai besi yang kuat.

Roubert membenamkan jarinya sedalam mungkin didalam liang vagina Melissa. Sejenak ia bisa merasakan rasa hangat yang menyelimuti jarinya dan rasa lembut didalam vagina Melissa. Ia lalu menggerakkan jarinya meliuk-liuk didalam vagina Melissa.
"Awh... ah..." Melissa kembali merintih saat ia merasakan jari tangan Roubert yang menggeliat-geliat didalam vaginanya. Perlahan-lahan, muncul rasa nikmat yang melanda vagina Melissa akibat pergerakan jari Roubert didalam vaginanya itu dan mulai melenyapkan rasa perih yang tadi sempat melanda vaginanya.

"Haah? Nggh..." Melissa sedikit terkejut saat lubang pipisnya kembali dipaksa membuka untuk menerima jari tengah Roubert. Perlahan-lahan, jari tengah Roubert pun ikut menyusul membenam didalam vagina Melissa diiringi dengan rasa sakit dan sedikit nikmat yang merasuk kedalam syaraf otak Melissa. Kini vagina Melissa berhasil dimasuki oleh dua jari Roubert sekaligus. Jepitan dalam liang vagina Melissa terasa semakin erat akibat ransangan dari penetrasi jari tengah Roubert dan karena liang vaginanya yang masih agak sempit untuk menerima kedua jari yang gemuk itu.

"Lihat, vagina kekasihmu memang luar biasa!" puji Roubert sambil mendorong paha Melissa sedikit keatas sehingga kaki Melissa semakin membuka lebar. Ryan pun bisa semakin jelas melihat vagina Melissa yang dimasuki dua jari Roubert itu. Roubert terus mengamati kewanitaan Melissa dengan seksama seperti seorang anak kecil yang penasaran. Roubert mendesakkan jarinya sedikit menekan vagina Melissa. Akibatnya, Melissa pun mengejang sesaat.

"Hmm, bagian dalamnya masih bagus dan terawat dengan baik, walaupun dia sudah tidak perawan lagi." gumam Roubert. Roubert mengarahkan telapak tangan kirinya ke vagina Melissa.
"Hngh... Awh!" Melissa kembali merintih terkejut saat ia merasakan sengatan rasa nikmat dari vaginanya, rupanya Roubert menyentuh klitoris Melissa dengan jarinya. Roubert pun mulai menggesek klitoris Melissa dengan jarinya sementara kedua jarinya yang terbenam dalam kewanitaan Melissa digerakkannya maju-mundur. Akibatnya, rasa nikmat yang terasa geli itu seolah meresap hingga ke tulang-tulang Melissa. Ya, dengan permukaan kulitnya yang kini terasa amat sensitif dengan sentuhan, rasa nikmat saat klitorisnya disentuh terasa berlipat ganda bagi tubuh Melissa.

"Meester, mohon agar anda mempercepat prosesi kita ini. Saya sudah hampir selesai membaca mantra ini." Ujar Agatha.
"Baik, saya mengerti." Ujar Roubert. Roubert segera mempercepat gerakan jarinya di liang vagina Melissa. Akibatnya, Melissa melolong-lolong keras saat desiran rasa nikmat dari vaginanya terus-menerus menerpa seluruh syaraf tubuhnya hingga kedalam sumsum tulangnya. Apalagi gerakan jari Roubert yang semakin kencang menggesek klitorisnya; tak pelak, cairan cinta Melissa pun membanjir keluar dari vaginanya saat menerima ransangan dan kenikmatan yang bertubi-tubi itu.

"Ooh! oh...! aah..." Melissa mendesah-desah penuh kenikmatan. Wajahnya tampak merah padam merasakan kenikmatan dalam gerakan Roubert itu. Jantung Melissa kian berdebar-debar dan dadanya terasa hendak meledak. Nafas Melissa pun kian memburu.

"Mel... lissa... Sadar Mel! Sadar!" Ryan mengumpulkan seluruh tenaganya untuk berteriak memanggil Melissa. Tiba-tiba, kesadaran Melissa kembali sejenak, walaupun kesadarannya mulai terkalahkan kembali oleh rasa nikmat di vaginanya. Apalagi tubuhnya terasa sesak dan sama sekali tidak bisa digerakkan karena mantra Agatha.
"Aah...! Ahh! Aaaa..." kepala Melissa tampak mendongak menahan desakan rasa nikmat di vaginanya yang siap meledak. Dengan kesadaran pikirannya yang terakhir, Melissa tetap berusaha untuk menahan ledakan kenikmatannya itu.
"Sebentar lagi... Ayo... cepatlah! Untuk apa kamu menahan diri?" pinta Roubert dengan terburu-buru.
"Akh... Ry... Ryaan... Oh... Aaa..." ujar Melissa terbata-bata. Roubert dan Agatha tampak terkejut saat menyadari kesadaran Melissa yang mulai pulih.
"Maaf, Meester. Mungkin pencucian otaknya belum sempurna seutuhnya." ujar Agatha.
"Tidak apa, asalkan kita berhasil membuatnya orgasme. Semua akan berjalan lancar!" lanjut Agatha.

Mendengar ucapan Agatha, Roubert kian bersemangat merangsang Melissa. Gerakan jarinya kian liar didalam vagina Melissa dan terdengarlah suara becek dan basah yang semakin kencang diiringi dengan desahan-desahan Melissa. Melissa semakin terdesak, kesadarannya kembali mulai menghilang ditelan oleh sensasi rasa nikmat vaginanya. Ryan pun tidak mampu berteriak lagi karena rasa sakit di rusuknya kian menjadi setelah ia berhasil memanggil Melissa sebelumnya.

"Ayo! Lepaskan semua beban pikiranmu! Terimalah kenikmatan ini!" bujuk Roubert.
"Ngg... ooh... OOOH!" Akhirnya pertahanan Melissa luluh juga, dengan diiringi oleh lenguhan yang keras, tubuh Melissa mengejang liar dan bahkan mantra Agatha yang menahan tubuhnya pun terlepas. Punggung Melissa membusung tinggi dan jari-jari kakinya menekuk keras. Vagina Melissa kembali memuncratkan cairan cintanya yang hangat membasahi tangan Roubert. Tubuh Melissa tetap menegang sesaat sebelum kembali melemas. Kesadaran dan pikiran Melissa pun kembali semakin menghilang seiiring dengan melemasnya tubuhnya setelah mengalami orgasme yang luar biasa itu.
"M... Mel...?" Ryan kembali memanggil Melissa dengan pelan. Namun kini tidak ada lagi respon dari Melissa.
"Akhirnya... berhasil..." ujar Roubert dengan lega sambil menarik keluar jari-jarinya dari vagina Melissa. PLOP! Terdengar suara pelepasan yang becek dari vagina Melissa.

Melissa kini tampak terbaring lemas dengan rok putihnya tersingkap dan menampakkan vaginanya yang sudah amat basah oleh cairan cintanya. Mata Melissa tampak sayu dan tatapan matanya kembali kosong. Pada saat yang bersamaan, Agatha selesai membaca mantranya. BLUK... Buku mantra yang tebal itu ditutupnya dengan keras; Agatha melepaskan pegangannya atas buku itu. Ajaib, buku itu tidak jatuh namun tampak melayang. Agatha menegadahkan tangannya dan mulai membaca mantra-mantra baru.

"Ah! Ugh!" tubuh Melissa tampak tersentak sedikit saat mendengar pembacaan mantra itu, rasa kesemutan melanda tubuhnya, seolah sekujur tubuhnya disetrum. Perlahan-lahan, tenaga Melissa mulai terasa kembali ke otot-otot tubuhnya. Agatha menghentikan pembacaan mantranya sejenak.
"Silahkan, Meester. Dia sudah siap." Ujar Agatha....
 
PART 6: Soul Unification

Roubert lalu menggenggam punggung tangan Melissa dan menggandengnya turun dari meja itu. Ryan melihat Roubert menggandeng tangan Melissa dengan menggunakan tangan kirinya, sementara tangan kanannya tampak masih basah oleh cairan cinta Melissa.

Melissa lalu dituntun ke hadapan lukisan Cerenia yang terpampang di dinding ruangan itu.
"Nah, lihatlah lukisan itu." bisik Roubert. Melissa segera menatap lukisan itu dengan tatapannya yang kosong.
"Kamu lihat lukisan itu?" tanya Roubert. Melissa hanya menangguk pelan.
"Kamu akan menjadi sepertinya. Apa kamu bersedia?" tanya Roubert sambil menunjuk potret Cerenia dalam lukisan itu, Melissa kembali mengangguk polos. Roubert menyeringai puas. Ia lalu mengambil liontin di tangan Melissa dan mengalungkannya ke leher gadis itu; ia lalu memegang telapak tangan Melissa dan menelusupkannya kedalam rok gadis itu. Melissa dibuat agar mengusap kewanitaannya yang masih penuh dengan cairan cintanya dengan tangannya sendiri.

Setelah merasa cukup, Roubert menarik tangan Melissa dan dilihatnya telapak tangan gadis itu yang sudah basah.
"Ayo!" Tutur Roubert sambil mengarahkan telapak tangan Melissa ke lukisan itu. Melissa lalu mengusapkan cairan cintanya diatas lukisan itu. Sekilas cat lukisan itu tampak luntur dan terpapar di telapak tangan Melissa. Setelah selesai, sebagian kecil lukisan itu tampak luntur, sementara tangan Melissa kini berwarna-warni oleh cat yang luntur di tangannya.

Roubert menggandeng Melissa dan kini menuntun gadis itu kearah cermin yang ada dihadapan meja tempat Melissa tadinya terbaring.
"Nah, usapkan tanganmu ke cermin ini." Perintah Roubert. Melissa mengangkat telapak tangannya dan mengoleskan cairan cintanya ke permukaan cermin itu sehingga cermin itu kini berlepotan oleh cat air yang luntur bercampur dengan cairan cinta Melissa.

"Ayo, lihatlah cermin itu." ujar Roubert. Melissa pun melihat bayangannya di cermin itu. Tiba-tiba, suasana didalam kamar itu terasa gelap. Angin dingin mulai bertiup mematikan beberapa lilin yang menyala sehingga suasana terasa temaram. Ryan merasakan hawa yang mencekam menekan tiap bagian tubuhnya. Keringat dingin Ryan mulai menetes, ia merasa ada sesuatu yang janggal didalam kamar itu. Nafasnya terasa kian berat akibat tekanan hawa itu.

Ryan tersentak saat melihat bayangan Melissa di cermin itu. bayangan itu bukanlah tubuh Melissa, namun seorang wanita cantik yang tampak mengenakan busana sutra seperti yang dikenakan Melissa. Ryan baru menyadari kalau bayangan itu adalah Cerenia saat ia melihat lukisan itu. Cerenia tampak tersenyum didalam cermin, sementara Melissa masih berdiri termangu dihadapan cermin itu.

"Cerenia... Bangunlah kembali, dia kuserahkan untukmu." Ujar Roubert sambil mendorong tubuh Melissa kehadapan cermin itu sedekat mungkin sehingga cermin itu tampak mengembun karena deru nafas Melissa yang memburu.
Sejenak, Melissa seolah mendengar suara didalam benaknya. Suara wanita itu terdengar memanggilnya.
"Melissa, itukah namamu?" Demikian suara itu terngiang di benak Melissa.
"Ya... Suara ini... Cerenia?" tanya Melissa. Ia mengenal suara dan wujud dalam cermin itu bayangan wanita sebagai yang sama yang menggantikan bayangannya saat Melissa bercermin di kamar tidur sebelumnya.
"Ya, aku sudah lama menunggu disini." Jawab suara itu.
"Apa... yang kamu mau? Cerenia..."
"Aku ingin agar kita bersatu. Kamu memiliki raga, sedangkan aku hanya sebuah jiwa; aku ingin kembali bersama Roubert... dan aku butuh bantuanmu..." pinta Cerenia.
"Lihat cermin ini, inilah aku dan inilah dirimu. Marilah, ulurkan tanganmu, Melissa. Jangan takut. Kamu akan tetap hidup. Kita hanya akan menyatu bersama-sama. Aku akan memberimu segala milikku didalam villa ini. Kita akan bersama selamanya mendampingi Roubert." Lanjut Cerenia sambil tersenyum dan menempelkan tangannya di cermin itu.
"Ya..." Seolah terhipnotis, Melissa mengulurkan telapak tangannya dan menempelkan tubuhnya di cermin itu. Kini Melissa dan bayangan Cerenia tampak saling menyentuhkan telapak tangan mereka, seolah mereka hanya dipisahkan oleh dinding kaca yang tipis. Melissa menutup matanya dan menempelkan dahinya di cermin.
"Roubert, kami akan menjadi milikmu selamanya..." tutur Melissa pelan. Tiba-tiba, angin yang amat kencang berhembus dan suasana kian mencekam saat villa itu terasa bergetar seperti diguncang gempa kecil. Bayangan Cerenia di cermin itu lenyap; cermin itu kini tidak menampakkan bayangan siapapun, seolah tidak ada orang di ruangan itu.

"AAGH!" Tiba-tiba Melissa mengerang kesakitan. Sekujur tubuhnya terasa sakit sekali, seolah seluruh tulangnya hendak tercabut keluar. Otot-otot tubuhnya terasa menegang keras dan rasa sakit itu mengoyak syaraf otot Melissa. Tubuh Melissa terasa amat panas dan kulitnya terasa amat sakit seolah terbakar. Kaki Melissa pun goyah karena rasa sakit itu, ia jatuh terduduk sambil memegangi tubuhnya yang terasa amat sakit.
Melissa membuka matanya, namun seluruh pandangannya kabur seperti ditutupi kabut yang tebal, seluruh ruangan itu terasa samar dimata Melissa, ia tidak bisa melihat apapun.

"... Mel..." Ryan berusaha memanggil Melissa, ia hendak menolong Melissa yang tampak amat kesakitan, namun ia sama sekali tidak berdaya karena kungkungan rantai itu dan lagi rasa sakit di tubuhnya. Roubert kembali menghampiri Ryan dan mengeluarkan sehelai kain hitam.
"Tenang, kamu boleh melihatnya sebentar lagi" ujar Roubert. Kain itu lalu digunakan untuk menutup mata Ryan yang tak bisa berontak saat matanya ditutupi oleh kain itu sehingga ia tidak bisa melihat apa-apa lagi, ia hanya bisa mendengar erangan dan jeritan kesakitan Melissa.

"Aagh... Aaa..." Melissa merintih kesakitan saat ia merasakan tubuhnya seperti mengeluarkan uap dari pori-pori kulitnya, perlahan-lahan, terdengar bunyi tulang-tulang tubuh Melissa yang mulai berubah seiring dengan keluarnya uap disekujur tubuh Melissa, otot-otot dan sendi disekujur tubuh Melissa tampak mulai berkembang sendirinya.
Perlahan-lahan, tubuh Melissa mulai berubah. Kulitnya semakin berwarna putih berubah dari putih khas Asia ke warna putih salju seperti kulit wanita Eropa. Kakinya semakin berkembang dengan pelan, menambah tinggi tubuhnya, pinggul Melissa yang kecil dan atletis kini semakin melebar; bahkan rok putih yang ia kenakan ikut robek akibat pinggulnya yang membesar. Perutnya yang rata tampak semakin padat dan pinggang Melissa tampak lebih ramping berkat perubahan struktur ototnya.
Dada Melissa juga mengalami perubahan, payudaranya yang mungil itu ikut berkembang pesat dan membesar, sehingga merobek kain sutra putih yang melilit dadanya. Tak pelak, kini tubuhnya terpampang telanjang tanpa sehelai benang pun karena rok dan penutup dadanya yang robek.
Tidak hanya tubuhnya, Melissa merasa kesakitan di kulit kepalanya, seolah rambutnya ditarik dengan kencang dan seiring dengan rasa sakit itu, rambut pendek Melissa memanjang dengan cepat. Rambut hitamnya juga perlahan berubah warna menjadi coklat seiring dengan memanjangnya rambut Melissa.
Melissa menutup matanya dengan erat saat ia merasakan ada suatu tekanan yang hendak meledak dari dalam tubuhnya. Perlahan-lahan, jantungnya semakin berdegup kencang seiring dengan tubuhnya yang semakin berkembang mendekati tahap akhir.

"HAAAGH!" Terdengar suara teriakan Melissa saat tubuhnya melepaskan rasa nyaman yang luar biasa dan menenangkan rasa sakitnya. Melissa akhirnya berhasil menyelesaikan perubahannya tubuhnya. Baik Agatha maupun Roubert berdecak kagum melihat tubuh baru Melissa. Mereka memapah tubuh Melissa dengan pelan dan memposisikan tubuh gadis itu dihadapan cermin.
"Bukalah matamu, Mel... bukan... Cerenia..." ujar Roubert. Melissa membuka matanya perlahan. Pandangannya kini kembali jelas dan semuanya tampak begitu bening dan cemerlang dimata Melissa. Melissa begitu takjub saat melihat bayangan tubuhnya saat ini.

"Ini... aku?" tanya Melissa setengah tidak percaya saat melihat bayangan tubuhnya yang kini telah berubah. Melissa kini bisa melihat bayangan seorang gadis berwajah mirip dengannya, bagai seorang kembaran namun dengan tubuh yang jauh berbeda; lebih indah dan sensual.
Ya, kini tubuh Melissa yang mungil telah berubah drastis. Kulitnya kini putih seperti wanita Eropa dan tubuhnya kini tampak jangkung dengan tinggi barunya yang kini berkisar sekitar 175 cm. Rambutnya yang kini berwarna coklat dan panjang terurai lurus sepunggung dan sebagian menutupi payudaranya yang kini berukuran sekitar 34D, berkembang jauh dari payudara awalnya yang mungil dan berukuran 32B.
Tubuh Melissa tampak amat indah dengan lekukan pinggang rampingnya yang sesuai dengan payudara dan pinggulnya yang telah membesar. Perutnya yang rata dan padat tampak semakin menonjol dengan bentuk tubuhnya. Pantat Melissa yang putih dan montok tampak begitu menggoda dihadapan Roubert.
Bola mata Melissa yang tadinya berwarna hitam kini telah berubah warna menjadi biru safir yang indah dengan sentuhan biru laut yang menawan. Suara Melissa terdengar semakin lembut dan lebih merdu.

"Agatha, waktunya sudah tiba..." tutur Roubert. Agatha mengangguk tanda mengerti. Ia segera melapas jubahnya dan menyelubungi tubuh Melissa yang masih terpampang polos.
"Meisje Cerenia... Selamat, anda telah kembali." Ujar Agatha.
"Aku... Cerenia?" tanya Melissa setengah tidak percaya, ia terus menatap dan mengagumi wujud barunya yang indah dan cantik itu.
"Ya, bukankah anda berdua adalah satu? Kini anda bukanlah lagi Melissa, nama anda adalah Cerenia."
"Ya... namaku Cerenia... Aku... adalah Cerenia..." ujar Melissa pelan.
"M... Mel... apa-apaan... kamu... agh!" tanya Ryan heran, ia kebingungan saat melihat mendengar percakapan antara Melissa dan Agatha. Apakah suara itu adalah suara Melissa? Nada suara wanita itu mirip dengan suara Melissa, namun jauh lebih lembut. Ryan sama sekali masih belum mengerti akan apa yang terjadi.
"Tenang, setelah dia siap, kamu boleh melihatnya. Kami harus mempersiapkan penampilannya dulu." Ujar Roubert.
"Ayo, Meisje Cerenia, kita akan mempersiapkan penampilan anda." Ujar Agatha. Mereka bertiga lalu berjalan keluar dari kamar itu, meninggalkan Ryan sendirian dengan mata yang ditutup.
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
PART 7: Cerenia

Selama beberapa saat Ryan merenung dalam kegelapan pengelihatannya. Sebenarnya apa yang telah terjadi pada Melissa? Mengapa Melissa seolah berubah drastis, dan apakah wanita yang lembut barusan itu benar-benar suara Melissa? Dari isi percakapan itu, seolah memang Melissa yang sedang berbicara. Ia tahu bahwa pastinya Roubert akan melakukan sesuatu sekali lagi dengan Melissa, namun apa yang dilakukan Roubert? Pikiran itu tetap menghantui benak Ryan selama beberapa saat dan ditambah dengan rasa sakit di rusuknya.

Beberapa saat kemudian, Ryan mencium aroma wangi bunga semerbak didalam ruangan itu. Wangi ini berbeda dengan aroma bunga bekas ritual yang masih memenuhi ruangan itu. Wangi bunga ini seperti wangi bunga lili yang lebih lembut namun lebih wangi daripada aroma bunga ritual itu. Bersamaan dengan terciumnya aroma bunga itu, Ryan mendengar suara langkah kaki beberapa orang yang terdengar memasuki ruangan itu. Ryan menggeliat, ia berusaha untuk memahami keadaan dalam ruangan itu.

"Nah, kamu ingin melihat kekasihmu, bukan?" tiba-tiba terdengar suara pria dari kegelapan. Ryan mengenali suara itu sebagai suara Roubert.
"Silahkan, lihatlah hingga kamu puas!" ujar Roubert sambil melepaskan kain penutup mata Ryan seketika itu pula Ryan kembali merasakan cahaya yang menerpa pengelihatannya. Perlahan-lahan ia mengangkat pandangannya untuk melihat suasana disekelilingya.

Ryan terkesima saat melihat seorang wanita cantik bergaun pengantin putih sedang duduk diatas meja altar tempat Melissa berbaring sebelumnya. Walaupun bermodel kuno, gaun pengantin itu justru menonjolkan keanggunan dan kecantikan wanita itu yang seolah tampak seperti seorang putri raja. Lekuk tubuh indah milik wanita itu tampak menonjol dengan balutan gaunnya yang feminin.
Ryan menggelengkan kepalanya sejenak seolah tidak percaya saat melihat wajah wanita yang ada dihadapannya. Ya, wanita itu tak lain adalah Melissa. Walaupun tubuhnya telah berubah dan rambutnya memanjang, Ryan masih bisa mengenali wajah kekasihnya itu karena wajah Melissa tidak banyak berubah, wajah Melissa yang manis kini tampak amat cantik dengan rambut panjangnya yang berwarna coklat dan bola matanya yang kini berwarna biru laut itu. Melissa kini mengenakan gaun pengantin milik Cerenia yang tadi ia keluarkan dari lemari jati dalam kamarnya saat ia baru selesai mandi.

Gaun Cerenia itu kini tampak pas dengan ukuran tubuh Melissa yang sudah berubah. Sebagai pelengkap, Melissa juga tampak memakai sepasang sarung tangan putih dari sutra yang menutupi jari-jari lentiknya hingga ke pergelangan tangannya. Di kepala Melissa, terpasang tiara perak dan rambut panjangnya yang terurai bebas dihiasi dengan sebuah pita putih besar yang memperkuat kesan feminin gaun itu. di jenjang leher Melissa masih terpasang liontin emas yang dikalungkan oleh Roubert.
Wajah Melissa juga telah dirias sedemikian rupa sehingga tampak semakin cantik. Bibir Melissa yang tampak merah merekah dan ditambah dengan bulu matanya yang dilentikkan membuatnya tampak anggun. Ryan benar-benar kagum melihat penampilan Melissa itu, belum pernah ia melihat Melissa dengan penampilan yang berbeda seperti ini, Melissa yang tomboy itu kini tampak amat feminin dan cantik dengan penampilan barunya dan balutan busana pengantinnya itu.

"M...Mel?" tanya Ryan setengah tidak percaya.
"Ah? Ya, dulunya dia bernama Melissa, tapi sekarang namanya adalah Cerenia. Benar, Sayang?"
"Ya." Jawab Cerenia sambil tersenyum manis. Ryan semakin yakin bahwa wanita itu adalah Melissa dari senyum wanita itu. Ryan masih mengingat jelas senyuman Melissa saat gadis itu memaafkannya karena mengatainya tomboy, senyuman itu sama persis dengan senyuman manis Cerenia saat ini.
"A... apa yang... kalian lakukan... pada Melissa...? Mel... kamu... kenapa?" tanya Ryan terbata-bata.
"Kami hanya membuatnya lebih cantik dan mengabulkan keinginannya, benar Cerenia?" ujar Agatha yang segera dijawab dengan anggukan riang Cerenia.
"A...pa?"
"Sepertinya dia belum mengerti, Meester." Gumam Agatha.
"Ya sayang, apa keinginanmu?" tanya Roubert pada Cerenia sambil datang dan merangkul pundak Cerenia.
"Aku ingin menjadi pengantinmu, Roubert." Jawab Cerenia mantap. Ryan tidak percaya saat mendengar ucapan Cerenia itu.
"M... Mel... kamu..."
"Masih belum mengerti juga? Dia bukan lagi Melissa yang kamu kenal dulu, sekarang dia adalah Cerenia, pengantinku di villa ini. Kepribadian, ingatan dan tubuh mereka sudah bersatu dan inilah hasilnya" Ujar Roubert.
"Bu... kan... Dia Me...lissa... " tutur Ryan.

"Haah..." Cerenia tampak menghela nafas melihat kengototan Ryan.
"Maaf, Madame Agatha, bolehkah anda keluar sebentar?" pinta Cerenia dengan sopan.
"Tentu, Meisje Cerenia." Jawab Agatha sambil berlalu pergi.
"Memang sulit untuk mempercayai hal seperti ini ya, Ryan? Apalagi beberapa saat sebelumnya kita masih bersama." ujar Cerenia sambil beranjak turun dari meja altar itu dan berjalan menghampiri Ryan.
"Tapi, kamu lihat sendiri. Sekarang aku bukan lagi Melissa. Aku adalah Cerenia van Roosliefde, Pengantin Roubert van der Aarkman." Lanjut Cerenia sambil tersenyum berdiri di hadapan Ryan. Ryan menatap wajah Cerenia, kini tinggi mereka hampir sama tinggi, padahal tadinya Melissa lebih pendek darinya. Aroma bunga lili yang terpancar dari tubuh Cerenia membuat Ryan merasa kepalanya melayang, sementara ia masih terpesona melihat kecantikan Cerenia dan mata birunya yang indah itu.
"M... Mel... aku tahu... ini kamu... Mel... Sadarlah..." ujar Ryan.
"Maaf Ryan. Kamu yang harus sadar." Jawab Cerenia pelan. Cerenia lalu menegadahkan wajah Ryan dan meniupnya pelan. Seketika itu pula, tubuh Ryan terasa lemas tanpa tenaga, seolah seluruh sisa tenaganya tertiup pergi oleh Cerenia.

Cerenia berjalan kearah Roubert dan segera memeluk leher kekasih barunya itu. Di hadapan Ryan, Cerenia mendaratkan kecupan lembut di bibir Roubert. Roubert pun segera memagut bibir pengantinnya itu dan menjelajahkan lidahnya kedalam rongga mulut Cerenia.
"Ik hou van jou, Roubert..." tutur Cerenia pelan sambil kembali memeluk Roubert. Roubert tersenyum sambil melihat Ryan. Seolah memamerkan kemenangannya atas Cerenia.
"Kamu lihat sendiri? Bukankah dia sendiri yang mengutarakan kalau dia mencintai saya?" ejek Roubert pada Ryan sambil memeluk pinggang Cerenia.
"Sekarang katakan sekali lagi, Cerenia. Supaya dia mengerti." Pinta Roubert.
"Ik hou van jou, aku mencintaimu, Roubert..." jawab Cerenia sambil menatap wajah Roubert. Pernyataan cinta itu seketika itu pula menghancurkan hati Ryan hingga berkeping-keping.

"Cerenia, bolehkah aku memintamu untuk melakukan sesuatu?" tanya Roubert.
"Ya?"
"Bolehkah aku mendapatkan tubuhmu sekarang? Aku ingin agar dia bisa melihat seberapa dalamnya cinta kita." Ujar Roubert sambil memeluk kepala Cerenia dan mengelus rambut Cerenia yang lembut.
"Apapun, apapun untukmu, Roubert..." jawab Cerenia mantap.
Roubert tersenyum dan mendorong pelan tubuh Cerenia kearah meja itu sehingga kini tubuh Cerenia terhimpit diantara meja altar itu dan tubuh Roubert. Roubert lalu meraih dagu Cerenia dan menegadahkan kepala Cerenia menatap wajahnya.
Cerenia tersenyum seolah mengerti dan membuka mulutnya perlahan. Tanpa menunggu lebih lama, Roubert segera mendaratkan ciumannya di bibir Cerenia. Kini, giliran Cerenia yang mengulurkan lidahnya dan menarikannya didalam mulut Roubert. Roubert membalas dengan mengulurkan lidahnya dan menautkannya di lidah Cerenia untuk mencicipi ludah pengantinnya itu.

"Hmmph..." Cerenia menggumam pelan, ia melingkarkan lengannya di leher Roubert dan memeluknya dengan erat, sehingga mereka kini berpelukan dengan semakin erat. Akibatnya, Roubert bisa merasakan hembusan nafas Cerenia yang wangi dan meresapi rasa lembut di mulut pengantinnya itu.
"Hmp... Cerenia..." gumam Roubert saat Cerenia menarikan lidahnya dengan lidah Roubert. Roubert amat menyukai gaya berciuman Cerenia dan tarian lidahnya yang erotis itu. Ryan sendiri melongo keheranan, belum pernah ia melihat Melissa yang begitu bersemangat seperti itu, bahkan saat mereka berhubungan seks sebelumnya.
Selama beberapa saat mereka berciuman dengan mesra dan setelah merasa cukup, Cerenia melepas pelukannya di leher Roubert dan sekaligus menghentikan ciumannya.
"Kamu memang hebat, sayang..." puji Roubert pada Cerenia.
"Ya, aku sudah lama ingin melakukannya dengan pria yang kucintai." Jawab Cerenia riang.

Roubert memegang pundak Cerenia yang masih tertutup puff bahu gadis itu. Ia lalu menekan bahu Cerenia sehingga posisi tubuh Cerenia pun semakin membungkuk dan akhirnya Cerenia berada dalam posisi berjongkok dihadapan Roubert. Roubert lalu melepaskan ikat pinggangnya dan menurunkan celananya dihadapan Cerenia. Kini penis Roubert terpampang jelas dihadapan wajah Cerenia.

Baik Ryan maupun Cerenia sendiri tampak membelalak melihat penis itu, ukurannya jauh lebih besar dari penis Ryan. Cerenia masih memiliki sebagian ingatannya sebagai Melissa, karena itulah ia tampak tertegun saat melihat penis milik Roubert yang sudah menegang dan tampak gagah itu; amat berbeda dari penis Ryan yang pernah dilihatnya dulu saat masih hidup sebagai Melissa.

"Nah, Cerenia. Layanilah aku." Perintah Roubert. Seolah terhipnotis, Cerenia menganggukkan kepalanya. Ia lalu mengarahkan tangannya meraih penis Roubert dan menggenggamnya erat. Perlahan-lahan Cerenia mengocok penis Roubert maju mundur dengan tangannya sambil sesekali membelainya pelan dengan jari-jari lentiknya. Akibatnya, Roubert merasakan sensasi rasa nikmat yang membelai dan menyelimuti penisnya dengan lembut. Kehalusan sarung tangan sutra milik Cerenia juga semakin membuat Roubert terangsang berat.
"Mmm, Bagaimana rasanya, Roubert?" tanya Cerenia dalam posisi jongkok dihadapan penis Roubert. Roubert tidak menjawab, ia masih terbuai oleh rasa nikmat kocokan tangan Cerenia.
"Apakah tidak nyaman?" tanya Cerenia dengan nada sedikit cemas. Ryan sedikit heran dengan kelakuan dan sifat Cerenia itu. Ya, sifat Cerenia yang kini tampak feminin dan agak polos jelas jauh berbeda dengan sifat tomboy Melissa karena kepribadian Cerenia yang lebih dominan, namun hal itu justru semakin membuatnya tampak lebih menarik. Cerenia tampak seperti anak kecil yang penasaran dan belum berpengalaman dalam melayani Roubert; hal itu justru membuat Roubert dan Ryan merasa gemas dengan kelakuannya itu.

"Tidak... hmm... kamu cukup hebat, Sayang..." ujar Roubert menenangkan Cerenia. Dengan kehangatan dari telapak tangan, kocokan pelan, sentuhan jari lentik dan kelembutan dari sarung tangan Cerenia, sudah lebih dari cukup untuk membuat Roubert terbang ke awang-awang. Walaupun tampak masih agak amatir, Cerenia sudah bisa memberi Roubert cukup kenikmatan. Namun Roubert mengatur dirinya agar ia tidak buru-buru berejakulasi. Roubert masih ingin agar Cerenia memuaskannya lebih jauh, apalagi pemandangan gadis cantik bergaun pengantin yang sedang memainkan penis dihadapan mantan kekasihnya itu cukup memuaskan Roubert, terlebih saat ia melihat sorot mata Ryan yang masih terikat erat di tembok. Roubert mengatur posisi tubuhnya sehingga pegangan tangan Cerenia sesekali terlepas dari penisnya saat Roubert merasa hendak berejakulasi.

"Oh ya? Bolehkah aku tetap memainkannya seperti ini?" tanya Cerenia sambil mempertahankan ritme gerakan tangannya dan mendekatkan tubuhnya ke paha Roubert. Roubert bisa melihat bahwa Cerenia mulai terbiasa memainkan penisnya itu.
"Lakukanlah sesukamu, Sayang." jawab Roubert. Cerenia tampak tersenyum kecil dan meneruskan kocokannya itu.

Roubert sesekali mengamati tubuh Cerenia. Kulit putih Cerenia tampak halus dan lembut dan tampak amat serasi dengan warna gaunnya yang putih bersih dan memberinya kesan feminin dan polos yang natural. Lehernya tampak ramping dan indah dengan kilauan liontin emas yang melingkari leher Cerenia. Ukuran tubuh Cerenia masih bisa dikatakan langsing dan padat untuk ukuran seorang wanita Eropa; walaupun masih tertutup oleh gaunnya, pinggangnya yang ramping tampak terlihat jelas sementara pinggulnya yang agak lebar tampak menggoda Roubert, belum lagi saat Roubert mengingat bentuk pantat Cerenia yang sempat dilihatnya saat Cerenia masih telanjang bulat setelah ritual itu.

"Bagaimana rasanya sekarang?" tanya Cerenia pelan dengan nada agak ragu. Roubert bisa merasakan Cerenia mencengkeram penisnya lebih erat dan memperkuat tenaga kocokannya. Roubert juga sesekali merasakan sesuatu yang lembut dan empuk sesekali menyentuh ujung penisnya. Rupanya penisnya juga sesekali menyentuh dada Cerenia seiring dengan kocokan Cerenia yang lebih kencang itu.

Roubert melihat wajah Cerenia yang kian memerah seolah dipenuhi oleh rasa penasaran saat mengocok penis Roubert. Hembusan nafas Cerenia tampak semakin berat, menggelitik permukaan kulit penis Roubert, sementara bibirnya yang sedikit membuka seolah memohon untuk mencicipi penis Roubert. Tubuh Roubert semakin bergetar karena sensasi yang diberikan Cerenia itu, namun karena Roubert mengatur tubuhnya itu, ia berhasil menahan ejakulasinya sehingga Cerenia juga semakin kebingungan.
"Apakah sentuhanku tidak nyaman?" gumam Cerenia sejenak dengan nada cemas bercampur bingung.
"Hmm... bukan begitu, Sayang... Egh!" Belum sempat Roubert menyelesaikan kalimatnya, ia dikejutkan dengan sensasi rasa hangat dan lembut yang menyelimuti ujung penisnya. Roubert menunduk, hanya untuk melihat bahwa ujung penisnya telah terbenam didalam mulut Cerenia yang mungil. Mata Cerenia tampak sayu saat ia menatap wajah Roubert yang masih tampak terkaget-kaget dengan tindakan pengantinnya itu.

"Mungkin aku harus melayanimu dengan mulutku?" tanya Cerenia pelan. Roubert mengangguk senang dan Cerenia kembali beraksi, ia membuka mulutnya dan menjulurkan lidahnya. Cerenia menjilati batang penis Roubert dengan lidahnya, melumuri batang penis Roubert dengan ludahnya hingga berkilat, sebelum mulutnya menutupi batang penis Roubert.
"Huaah..." Roubert mengerang penuh rasa nyaman saat ia merasakan rasa hangat dan lembut yang menyelimuti penisnya itu.
"Hmm... mmm... mmh..." Cerenia menyibakkan rambut panjangnya ke pinggiran telinganya, menggumam sejenak dan perlahan menggerakkan kepalanya maju-mundur sambil memijat ujung penis Roubert dengan bibirnya yang lembut. Lidahnya sesekali menjilat ujung penis Roubert didalam mulutnya; memberi lelaki itu sensasi kenikmatan baru.
"Hggh..." Roubert kembali mengerang, terpengaruh oleh permainan oral Cerenia. Ia berusaha kembali untuk mengatur posisi penisnya agar ia tidak cepat berejakulasi, namun kini penisnya sudah terperangkap didalam rongga mulut Cerenia dan tidak bisa ditariknya keluar. Sehingga kini Roubert tidak bisa berbuat apa-apa selain menerima servis Cerenia sepenuhnya.
"Hmm? Bwa...mmm... na?" tanya Cerenia setengah tidak jelas karena mulutnya masih dipenuhi penis itu, getaran dari suara Cerenia yang keluar dari mulutnya semakin menstimulasi penis Roubert. Roubert semakin tidak tahan, perlahan-lahan ia mendorong dahi Cerenia mundur, namun Cerenia malah memajukan kepalanya. Dengan sedikit putus asa, Roubert mendorong kepala Cerenia sekuat tenaga secara mendadak, akibatnya Cerenia terpental jatuh dari posisinya yang berjongkok itu.

"Aduh!" Rintih Cerenia saat pantatnya jatuh terjerembab di lantai ruangan itu. Ryan tampak sedikit membelalak menahan amarahnya, ia tidak terima atas perlakuan Roubert pada Cerenia itu. Bahkan Ryan sendiri tidak pernah mendorong Melissa hingga terjerembab; andai kata tubuhnya bisa digerakkan bebas, sudah pasti ia akan menolong Cerenia saat itu juga.

"Roubert... kenapa?" tanya Cerenia penuh keheranan dengan raut wajah yang agak memelas.
"Maaf... mungkin rasanya tidak nyaman ya? Aku hanya ingin melayanimu sebaik mungkin..." lanjut Cerenia sambil meminta maaf. Ryan merasa semakin geram, ia tahu jelas bahwa Cerenia sama sekali tidak bersalah dan justru Roubert-lah yang sedari tadi mempermainkan gadis itu. Roubert hanya tersenyum menatap wajah pengantinnya itu.
"Tidak. Kamu hebat sekali sayang." puji Roubert.
"Lalu, mengapa aku didorong?"
"Justru itu, kamu hebat sekali, tapi aku tidak mau hanya aku saja yang merasakan kenikmatan..." jawab Roubert sambil mengamati tubuh Cerenia yang kini terduduk dihadapannya. Tatapan Roubert perlahan-lahan mengarah pada kedua payudara ranum Cerenia yang masih tertutup oleh gaunnya. Roubert kembali tersenyum sambil meraih pergelangan tangan Cerenia dan menarik tubuh pengantinnya itu sehingga Cerenia kembali berdiri dihadapannya. Roubert membelai kepala Cerenia dengan penuh rasa sayang.

"Maaf ya, Cerenia? Kamu tidak apa-apa kan?" tanya Roubert. Cerenia hanya mengangguk pelan walaupun wajahnya tampak masih sedikit memancarkan rasa sakit.
"Sekarang, giliranku untuk membuatmu nyaman." Ujar Roubert dengan seringai penuh kegembiraan.
Perlahan-lahan, tangan Roubert menyusupi pinggiran bagian dada gaun Cerenia dan menelusupkan tangannya ke bagian dada Cerenia.
"Ah?" Cerenia terhenyak sesaat saat merasakan rabaan Roubert di dadanya.
"Aku tidak menduga kalau tubuhmu akan berkembang sampai seperti ini." Ujar Roubert.
"Hmm, Kenapa? Apa kamu tidak suka?" tanya Cerenia.
"Tidak, dadamu tetap indah dan empuk." Goda Roubert. Cerenia hanya tersipu malu mendengar komentar itu. Roubert lalu menjelajahkan tangannya meraba permukaan payudara Cerenia. Ia akhirnya menemukan apa yang dicarinya, puting susu Cerenia. Dengan pelan dipencetnya puting susu gadis itu.
"Ach!" Jerit Cerenia pelan, saat ia merasakan desiran rasa nikmat yang melanda bagian dadanya ketika puting susunya dipencet oleh Roubert. Roubert lalu memijat payudara Cerenia dengan pelan.
Cerenia merasakan rasa yang berbeda dengan saat ia masih hidup sebagai Melissa. Dengan payudaranya yang besar saat ini, rasa ransangan oleh jari-jari Roubert terasa semakin jelas, walaupun ia belum begitu terbiasa dengan sedikit rasa berat akibat pertumbuhan dadanya itu.

Roubert membungkukkan badannya sehingga wajahnya kini berada dihadapan dada Cerenia. Dengan gemasnya, ia membenamkan wajahnya di belahan dada Cerenia yang masih tertutup oleh gaunnya. Dihirupnya aroma wangi bunga lili dari gaun Cerenia sementara wajahnya menyerapi rasa nyaman dan empuk di dada Cerenia. Roubert pun semakin dalam membenamkan wajahnya di dada Cerenia sambil sesekali menggesekkan wajahnya di dada empuk itu. Cerenia hanya tersenyum geli saat melihat tingkah Roubert yang seperti anak kecil itu.

"Ah... Hei, Roubert... Geli..." ujar Cerenia sambil meringis kegelian. Roubert tidak tahan lagi, ia menatap Cerenia untuk meminta agar ia boleh menikmati payudara Cerenia lebih "dalam" lagi.
"Cerenia, bolehkah aku..."
"Ya, silakan saja." Jawab Cerenia sambil tersenyum kecil seolah bisa membaca pikiran Roubert. Cerenia lalu berbalik arah sehingga kini ia memunggungi Roubert. Roubert bisa melihat kancing-kancing yang masih terkancing rapi menutupi punggung Cerenia. Disibakkannya rambut panjang Cerenia dan perlahan-lahan, ia melepaskan kancing-kancing itu satu persatu sehingga akhirnya punggung putih mulus milik Cerenia terpampang indah dihadapan Roubert. Roubert tidak membuka simpul pengikat gaun Cerenia sehingga hanya setengah dari punggung Cerenia yang terpampang dihadapan Roubert.

Roubert lalu menarik kedua sisi gaun Cerenia yang telah terlepas dari kancing-kancing itu hingga terlepas dari tubuh Melissa, bagian lengan gaun itu lalu dilolosi dari lengan Cerenia dan memamerkan lengan putih mulus milik Cerenia. Bagian depan gaun itu lalu diturunkan akibatnya, payudara Cerenia pun kini menggantung bebas karena model gaun itu sekaligus merangkap sebagai bra bagi pemakainya.
Ryan menelan ludahnya penuh kekaguman saat melihat payudara Cerenia yang indah itu tergantung bebas. Walaupun berukuran besar, payudara Cerenia tidak tampak meler menurun, namun malah tampak membusung kencang, indah dan proporsional, seolah menonjolkan keindahan puting susunya yang berwarna merah muda.

Cerenia menggenggam payudara kanannya seolah masih tidak percaya bahwa dada itu adalah miliknya. Beberapa saat yang lalu, ia masih memiliki payudara mungil yang tampak cantik, namun kini dadanya yang telah berubah membesar itu tampak indah dan sensual. Kini tidak mungkin lagi baginya untuk memakai pakaian dalam ukuran tubuh Melissa; namun ia tidak perlu khawatir karena di dalam villa itu masih banyak gaun-gaun milik Cerenia yang sesuai untuk ukuran tubuhnya yang baru itu.

Roubert kembali membalikkan tubuh Cerenia sehingga kini dada Cerenia terpampang polos dihadapannya. Ia kembali menurunkan wajahnya dihadapan dada itu.
"Akh!" Cerenia menjerit terkejut saat mulut Roubert melahap payudara kirinya dan mengisap-isap puting susunya. Roubert lalu menggeser telapak tangan Cerenia dan mencengkeram kedua payudara Cerenia itu.
"Ach... mmm..." Cerenia mendesah pelan saat ia merasakan kehangatan telapak tangan Roubert dan rasa geli dengan hisapan Roubert di puting payudaranya.
Roubert pelan-pelan membelai ujung puting payudara Cerenia dengan lidahnya dan sesekali menggigit ujung puting itu dengan pelan. Akibatnya payudara Cerenia dilanda rasa geli sekaligus sedikit sakit akibat perlakuan Roubert pada payudaranya itu. Cerenia memejamkan matanya sambil berusaha menikmati rasa nikmat di payudaranya itu.

Roubert perlahan-lahan mendorong tubuh Cerenia sehingga Cerenia tersandar di meja itu.
"Ayo, naikkan pahamu, sayang..." pinta Roubert yang segera dijawab dengan anggukan Cerenia. Cerenia mendudukkan tubuhnya diatas meja itu dan mengangkat sebelah kakinya. Cerenia lalu mendudukkan dirinya diatas meja itu untuk menyamankan dirinya. Ryan bisa melihat sepatu hak tinggi berwarna putih dan kaos kaki putih sebetis yang menutupi kaki Cerenia.
Roubert memegang ujung rok gaun beserta kawat ujung petticoat yang terpasang di tubuh Cerenia dan menyingkapkannya keatas sehingga ini selangkangan Cerenia tampak jelas. Tampaklah sebuah celana dalam putih polos yang masih melindungi kewanitaan Cerenia.

Roubert lalu mengarahkan tangannya ke arah selangkangan Cerenia dan membelai permukaan celana dalam wanita itu. Cerenia mendesir perlahan saat merasakan rasa geli saat vaginanya dibelai oleh permukaan celana dalamnya. Roubert menjelajahkan tangannya semakin dalam ke pinggang Cerenia ia lalu menggenggam pinggiran celana dalam Cerenia dan melorotkannya turun. Cerenia tidak berontak sama sekali, malah ia merogoh kedalam rok gaunnya dan menarik pinggiran celana dalamnya yang lain sambil mengangkat punggungnya. Mereka berdua dengan kompak menarik turun celana dalam Cerenia hingga akhirnya celana dalam itu terlepas.

Roubert tidak mau menunggu terlalu lama, dijulurnya tangannya langsung meraba kewanitaan Cerenia.
"Ngh!" Cerenia tampak sedikit mendelik. Vaginanya juga terasa lebih sensitif pada sentuhan setelah ritual.
Roubert lalu berlutut dihadapan vagina Cerenia dan kembali memasukkan jarinya ke belahan vagina Cerenia.
"Aahn... aah... aaa..." Desah Cerenia penuh kenikmatan saat perlahan-lahan, Roubert mengaduk isi vaginanya seolah mencari sesuatu, Cerenia kian menggelinjang erotis merasakan sentuhan tangan Roubert pada tepian celah vaginanya.
"Awh!" Cerenia menjerit saat Roubert berhasil menemukan klitorisnya dan mencubitnya perlahan. Terasa semburan sensasi rasa geli dari klitoris Cerenia yang segera menggelitik seluruh syaraf tubuhnya. Roubert yang menyadari bahwa klitoris Cerenia ada dalam genggamannya, mulai beraksi. Daging lembut itu perlahan dipencet dan dimainkan dengan jari-jarinya yang besar.
"Bagaimana rasanya, Cerenia? Katakanlah dengan jelas supaya Ryan bisa mendengarmu." Tanya Roubert.
"Ach! Ah! Aakh... Roubert... rasanya nikmat... aakh!" gumam Cerenia dengan mata setengah terpejam saat rasa nikmat dari vaginanya kian menjalari tubuhnya. Wajah Cerenia merah merona saat ia sekilas melihat vaginanya yang sedang dipermainkan oleh jari Roubert.
"Coba ini, Cerenia..." ujar Roubert sambil menggesek-gesekan klitoris Cerenia.
"A... Aah! Ah... Aaa! Vaginaku... Ooh... Nikmat! Rasanya nikmat sekalii... aah..." celoteh Cerenia. Roubert tersenyum saat merasakan cairan hangat yang kian membasahi tangannya.
"Cerenia, coba lihat. Cairan cintamu sebanyak ini..." ujar Roubert sambil terus mempermainkan vagina Cerenia.
"Nggh... rasanya nikmaat... ngh... ooh!" celoteh Cerenia.
"Kalau begitu, sebentar lagi akan lebih nikmat." Ujar Roubert sambil melesakkan jari telunjuknya menembus lubang pipis Cerenia.
"Hyah!" Cerenia menjerit seketika dan tubuhnya mengejang sesaat. Roubert kembali meliuk-liukkan jarinya didalam vagina Cerenia namun ia kini menggerakkan jarinya lebih pelan agar Cerenia dapat meresapi rasa nikmat saat vaginanya dipermainkan. Semakin lama, cairan vagina Cerenia semakin banyak meluap dan membasahi petticoat yang dikenakannya. Roubert merasa sudah cukup dalam memberikan pemanasan untuk Cerenia.

Roubert memajukan kepalanya ke arah selangkangan Cerenia yang ada dihadapannya perlahan-lahan hingga wajahnya kini berada di hadapan vagina Cerenia. Roubert bisa mencium aroma khas vagina Cerenia
"Ah!" Cerenia merintih perlahan saat ia merasakan sesuatu yang lunak dan basah menyentuh permukaan kewanitaannya. Rupanya lidah Roubert sudah mulai menggerayangi vagina Cerenia. Perlahan-lahan, lidah Roubert menyapu celah vagina Cerenia dan membasahinya dengan liurnya. Cerenia merintih-rintih kegelian dengan perlakuan lidah Roubert di vaginanya itu.
Roubert lalu melesakkan lidahnya membelah celah kewanitaan Cerenia perlahan-lahan dan membenamkan lidahnya diantara celah vagina itu.

"Ah! Mmm..." Cerenia bergumam kegelian saat merasakan sensasi rasa geli dan basah yang serasa menceboki kewanitaannya itu.
"Ach! Aww..." Cerenia menjerit kecil saat merasakan sentuhan lidah Roubert pada klitorisnya. Rasa geli itu seolah menyetrum syaraf tubuhnya yang sensitif. Desiran-desiran kenikmatan datang silih berganti terus menerpa syaraf tubuh Cerenia. Apalagi saat Roubert kembali menyusupkan jari telunjuknya kedalam lubang vagina Cerenia dan mengoreknya pelan, seolah menggali liang vagina Cerenia lebih dalam. Akibatnya, cairan cinta Cerenia kian meluap keluar bersamaan dengan nafsu birahinya yang kian memuncak. Cairan cintanya meleleh pelan dari celah vaginanya sehingga gerakan di wajah Roubert tidak lagi hanya menjilat vagina Cerenia, namun kini ia juga semakin leluasa menyeruput cairan cinta Cerenia.

Tubuh Cerenia semakin menggelinjang penuh kenikmatan. Matanya tampak merem melek menahan desiran rasa geli yang nikmat saat vaginanya dikorek dan dijilati Roubert.
"Aawh... aach... aaa..." Cerenia semakin mendesah dengan keras. Ia merasakan seluruh tubuhnya seolah memancarkan rasa nyaman dari dalam tubuhnya dan hendak mendesak keluar dari vaginanya, otot-otot tubuhnya mulai menegang perlahan seiring dengan rasa nikmat yang semakin menjadi-jadi itu.
"NGGH... AAKH! AAHGG..." Cerenia menjerit keras dan mencengkeram rok gaunnya sekeras mungkin; seluruh otot Cerenia terasa menegang kaku bersamaan dengan rasa nikmat yang meluap dengan dahsyat dari syaraf-syaraf tubuhnya. Roubert pun terkejut saat vagina Cerenia mendadak menyemburkan cairan cintanya dengan deras. Cerenia akhirnya berhasil mencapai orgasmenya untuk pertama kali dengan tubuh barunya itu. Roubert pun segera menjilat dan menyeruput cairan cinta Cerenia hingga bersih tak bersisa.
"Bagaimana, Cerenia?" tanya Roubert.
"Eeh... Nikmatt... sekali... hhh...hh..." jawab Cerenia dengan nafas yang tersengal-sengal kelelahan setelah orgasme.
"Kamu suka?" tanya Roubert yang segera dijawab dengan anggukan Cerenia yang masih tampak sayu.
"Kamu masih mau lagi?" lanjut Roubert. Cerenia kembali mengangguk pelan sambil mengatur nafasnya.
"Bagus. Ayo kita mulai acara kita yang berikutnya!" ujar Roubert.
"Eh?..." Belum sempat Cerenia menyelesaikan kalimatnya, Roubert sudah mencengkeram paha mulusnya dan membalikkan tubuhnya sehingga Cerenia kini berada dalam posisi merangkak dengan kaki yang mengangkang lebar dihadapan Roubert. Roubert bisa melihat vagina dan lubang pantat Cerenia dengan amat jelas. Roubert bisa melihat vagina Cerenia yang tampak berkilat karena cairan cintanya yang ditimpa cahaya lilin ruangan itu.
"Hmm..." Roubert menggumam sejenak, ia tidak menyentuh tubuh Cerenia sama sekali; ia tampak sedang merenung dengan dalam.
"Ada... hhh... apa? Roubert... hhh..." tanya Cerenia.
"Kamu bisa berdiri?" Roubert bertanya dengan penasaran. Cerenia hanya mengangguk keheranan.
"Kalau begitu turunlah, Cerenia. Aku ada rencana untukmu." Ujar Roubert. Cerenia lalu membalikkan tubuhnya sekali lagi dan ia beranjak turun dari meja itu. Cerenia kini berdiri dihadapan Ryan dan Roubert, tampak kakinya agak bergetar dan tubuhnya sedikit limbung karena vaginanya yang baru dibuat orgasme oleh Roubert.
"Ikut aku, Cerenia." Perintah Roubert sambil menarik pergelangan tangan Cerenia ke arah Ryan. Sehingga Cerenia terpaksa mengikuti Roubert sambil tertatih-tatih.
 
PART 8: A Lover's Return

"Nah, pegang rantai Ryan dengan kedua tanganmu." Perintah Roubert. Cerenia hanya menurut sambil mengulurkan kedua tangannya dan mencengkeram rantai yang mengikat tangan Ryan. Kini, posisi tubuh Ryan dan Cerenia berhadapan langsung dengan wajah mereka yang saling bertatapan dengan jarak yang amat dekat itu.
Ryan menelan ludahnya, wajah Cerenia yang melega setelah orgasme itu amat sensual. Mata birunya yang masih sayu, bibirnya yang sedikit megap-megap mencari nafas dan hembusan nafasnya yang wangi dan menggelitik telinga dan wajah Ryan semakin membuat Cerenia tampak amat mempesona. Ryan juga semakin kagum saat melihat kecantikan Cerenia dari dekat.

"Nah, mundurkan pinggangmu sedikit."
"Kyah!" Jerit Cerenia pelan saat Roubert mencengkeram dan menarik pinggangnya ke belakang. Roubert lalu menyingkapkan rok gaun Cerenia dan mengaitkannya dengan ikatan tali gaun di pinggang Cerenia sehingga kini vagina dan pantat Cerenia kembali terpampang jelas dihadapan Roubert.
"Nghh... Roubert... jangan disini..." pinta Cerenia pelan, ia tampak agak ragu.
"Kenapa? Tidak apa-apa, aku ingin Ryan ikut merasakan permainan kita dari dekat."
"Tapi..."
"Bukankah kamu mencintaiku? Ayolah Cerenia, sekarang tunjukkan buktinya padaku. Kalian sudah bukan siapa-siapa lagi bukan? Kenapa kamu harus khawatir?" bujuk Roubert.
"Baiklah..." jawab Cerenia sambil menghela nafas sejenak. Cerenia lalu menekan rantai itu ke dinding kamar untuk mengokohkan pijakannya.

"Nah, Ryan. Sekarang lihatlah dengan matamu sendiri secara jelas, bagaimana kekasihmu ini sekarang adalah pengantin milikku!" ujar Roubert pongah, seolah memamerkan trofi kemenangannya atas Ryan, yaitu Melissa yang kini telah menjadi pengantin Roubert, Cerenia.

"Huah!" Cerenia menjerit pelan saat Roubert tiba-tiba mencengkeram payudaranya dari belakang, kembali aroma nafas Cerenia yang wangi menerpa wajah Ryan. Dengan posisi mereka yang sedekat itu, Ryan bisa merasakan dan menyaksikan langsung pergerakan wajah dan tubuh Cerenia dengan detail. Wajah mereka berdua yang begitu dekat membuat jantung Ryan berdebar-debar, ia begitu terpana akan kecantikan wajah Cerenia yang dapat ia saksikan begitu dekat dan Ryan juga masih setengah tidak percaya bahwa pengantin wanita yang cantik, anggun dan begitu feminin dihadapannya ini adalah gadis yang sama dengan Melissa, kekasihnya yang tomboy dan bersemangat itu.

"Nah, kamu penasaran? Rasakanlah sendiri!" ujar Roubert sambil menekankan payudara sekaligus mendorong punggung Cerenia ke dada Ryan sehingga kini payudara Cerenia terjepit diantara tubuhnya dan tubuh Ryan. Ryan bergidik sejenak, dada Cerenia itu amat lembut dan empuk. Sensasi yang diberikannya pun jauh lebih terasa dibandingkan dada mungil yang dulunya dimiliki oleh Melissa.
Roubert juga perlahan-lahan mendorong punggung Cerenia sehingga payudara Cerenia semakin terjepit. Semakin tubuh Cerenia terdorong maju, Ryan juga semakin dapat merasakan dan meresapi rasa empuk dan nyaman dada Cerenia. Roubert lalu membiarkan Ryan dan Cerenia terjepit untuk beberapa saat.

"Roubert... sesaak..." keluh Cerenia saat merasakan payudaranya yang semakin tergencet diantara tubuhnya dan tubuh Ryan itu. Roubert perlahan-lahan melepas tekanan tangannya di punggung Cerenia. Cerenia lalu mengendurkan tubuhnya dan mengangkat tubuhnya dari tubuh Ryan, namun tubuhnya masih tetap berada dekat dengan Ryan, Cerenia hanya mengembalikan posisinya seperti semula seperti sebelum ia "menggencet" Ryan.

"Ach! Kyah!" Cerenia menjerit kecil saat puting susunya tiba-tiba dicubit oleh Roubert. Perlahan-lahan, Cerenia menoleh kebelakang untuk melihat Roubert.
"Ngg... Roubeert..." gumam Cerenia pelan saat payudaranya kembali diremas perlahan oleh cengkeraman tangan Roubert. Roubert lalu mengarahkan tangannya meraih vagina Cerenia yang masih basah dengan cairan cintanya. Vagina Cerenia terasa hangat dan terasa sedikit berdenyut, seolah menantikan penis Roubert untuk memasukinya. Roubert perlahan-lahan memijat vagina Cerenia, sehingga rasa nyaman dari vagina Cerenia kembali terbangkitkan berikut nafsu birahinya yang tadinya sempat mereda.

"Cerenia, apakah aku boleh..." ujar Roubert sambil menekankan tangannya ke vagina Cerenia, memberi isyarat bahwa ia ingin mulai bersetubuh dengan pengantinnya itu.
"Ya... lakukanlah, Roubert... apapun untukmu..." jawab Cerenia.

Roubert lalu mengarahkan penisnya kearah liang vagina Cerenia. Cerenia merasakan bibir vaginanya perlahan-lahan dibuka lebar dan kepala penis Roubert yang kini terjepit ditengah bibir vaginanya itu. Cerenia mengatur nafasnya. Ia tahu persis seberapa ukuran penis Roubert yang besar itu dan ia tahu bahwa ia perlu mempersiapkan dirinya menghadapi penetrasi Roubert itu. Cerenia sempat mendongak dan menatap wajah Ryan; Ryan bisa melihat wajah Cerenia yang tampak agak khawatir saat menghadapi saat-saat penetrasi penis Roubert dalam vaginanya.

"Perhatikan dengan baik, akan kutunjukkan sesuatu yang menarik untukmu, Ryan." Ujar Roubert. Perlahan-lahan, ia semakin memajukan pinggangnya dan semakin dalam pula penis itu membelah liang vagina Cerenia.

"AAKH!" Cerenia tiba-tiba menjerit keras. Ryan bisa melihat raut wajahnya yang meringis kesakitan dan air mata Cerenia yang sedikit menetes dari matanya. Akhirnya penis Roubert berhasil membenam didalam vaginanya. Walaupun Cerenia sudah tidak perawan, rasa sakit tetap terasa menyengat vaginanya karena ukuran penis Roubert yang jauh lebih besar dibandingkan penis Ryan maupun jari-jari Roubert yang sempat membenam dalam vagina Cerenia.
"Cerenia, apa kamu tidak apa-apa? Rasanya sakit?" Tanya Roubert sambil menghentikan gerakannya.
"Ah... ah... hhh..." Cerenia mendesah pelan sambil berusaha membiasakan dirinya. Roubert sendiri bisa merasakan rasa hangat dan jepitan rongga vagina Cerenia yang cukup erat.
"A... aku... tidak apa-apa... jangan khawatir... lanjutkanlah..." jawab Cerenia dengan tegar, walaupun tampak jelas bahwa ia amat kesakitan karena liang vaginanya yang dipaksa membuka lebar untuk menerima penis Roubert. Roubert tidak menduga bahwa penetrasi itu akan terasa begitu sakit bagi Cerenia. Ia pun berniat untuk menghentikan persetubuhannya demi Cerenia. Bagaimanapun Cerenia masih lebih penting baginya.
"Tapi kamu kesakitan, bukan? Sebentar, kita akan melakukannya lain kali saja..." tutur Roubert penuh rasa cemas pada keadaan Cerenia, namun Cerenia segera mengurungkan niat Roubert itu.
"Sudah kukatakan... aku tidak apa-apa... aku hanya belum terbiasa karena ukuran penismu yang besar...hh..." ujar Cerenia sambil berusaha tersenyum sedikit untuk menenangkan Roubert.

Cerenia lalu menghela nafasnya sejenak dan mengendurkan otot-ototnya yang sedari tadi menegang keras setelah mengalami penetrasi penis Roubert. Roubert juga bisa merasakan jepitan vagina Cerenia yang perlahan mengendur dan kini memberinya sensasi rasa lembut yang legit.
"Lakukanlah, Roubert... Apapun yang kamu inginkan... Nikmati diriku sepenuhnya..." pinta Cerenia. Tiap kata penyerahan penuh kepasrahan yang terucap dari bibir Cerenia untuk Roubert bagaikan sembilu yang mengoyak perasaan dan hati Ryan. Ryan berusaha bertindak, namun ia tetap tidak berdaya dan hanya bisa merelakan dan menyaksikan persetubuhan kekasihnya dengan lelaki lain dihadapan matanya sendiri.

Roubert perlahan-lahan menarik pinggulnya mundur sehingga penisnya ikut tertarik keluar hingga ke pangkal penisnya. Roubert lalu perlahan-lahan memajukan tubuhnya sehingga penisnya ikut masuk kedalam vagina Cerenia secara perlahan.
"Aah... mmh..." Cerenia sedikit menggumam meresapi sensasi gesekan batang penis Roubert di celah vaginanya yang memberinya rasa sedikit geli bercampur dengan semburat rasa perih yang agak menyengat simpul syarafnya. Rasa sesak yang ditimbulkan oleh ukuran besar penis Roubert justru membuat Cerenia semakin dapat meresapi rasa di vaginanya itu. Roubert terus bergerak pelan sambil sesekali menggoyang-goyangkan pantatnya seolah mengaduk rahim Cerenia.

Akibat gerakan pelan Roubert, Cerenia semakin terbenam dalam nafsu birahinya. Ia pun semakin terbiasa dan merasa nyaman dengan diameter penis Roubert yang besar itu. Rasa perih di vaginanya semakin berkurang, tertelan oleh rasa nikmat yang kian kuat merasuki vaginanya. Kini, rasa geli lebih mendominasi dan menggelitik syaraf Cerenia, rasa perih kecil yang kadang menyengat justru memberinya variasi rasa nikmat tersendiri.

"Nggh... Oooh..." desah Cerenia penuh rasa nikmat saat Roubert membenamkan penisnya sekaligus menekankannya sedalam mungkin didalam vagina Cerenia. Bahkan tubuh Cerenia terdesak maju sehingga ia kembali menghimpit tubuh Ryan. Ryan kembali merasakan hembusan nafas Cerenia yang terdengar begitu erotis saat Cerenia melenguh-lenguh nikmat seiring dengan pompaan Roubert dalam vaginanya.

Saat Roubert merasa Cerenia sudah siap, ia mulai mempercepat gerakannya secara berkala, sehingga Cerenia juga dapat menyesuaikan diri dengan kecepatan pompaan Roubert. Roubert pun semakin kehilangan kontrol dirinya saat rasa nyaman menjalari seluruh batang penisnya didalam vagina Cerenia ia seolah semakin mengejar rasa nikmatnya semata tanpa menghiraukan Cerenia lagi.
"Aach... awh... aah... ce... pat..." ujar Cerenia terbata-bata, namun Roubert sendiri sudah tidak bisa mengontrol tubuhnya lagi. Gerakan pinggang Roubert semakin cepat seiring dengan memuncaknya rasa nikmat di penisnya. Suara tumbukan tubuh Roubert dengan pantat Cerenia kian terdengar kencang dan jelas ditelinga Ryan.

"Ahh... awwh..." Cerenia mendesah karena rasa nikmat dalam vaginanya yang kian menjadi. Secara otomatis, ia melepaskan cengkeraman tangannya dari rantai itu dan memeluk leher Ryan tanpa sadar.
"Hngh... Aw! Aah!" Cerenia menjerit saat penis Roubert bergesekan dengan klitorisnya, menjalarkan rasa nikmat bagai setruman di sekujur tubuhnya dan mengiringi rasa nikmat pompaan Roubert itu. Ryan semakin bisa merasakan dan menyerapi kelembutan tubuh Cerenia yang kian merapat sekaligus semakin jelas mendengar jeritan-jeritan maupun desahan erotis Cerenia karena posisi Cerenia yang sedang memeluknya ini.

"Rou... bert... aah...terus... jangan berhenti... aaa..." pinta Cerenia sambil mendesah penuh kenikmatan.
"Bagaimana rasanya? Masih sakit?" tanya Roubert. Cerenia hanya menggelengkan kepalanya sehingga rambut panjangnya terkibas ke wajah Ryan. Cairan cinta Cerenia semakin menetes keluar saat penis besar milik Roubert terus menerobos dan menghantam vaginanya yang lembut sedalam mungkin.
"Tidak... aku mau... terus... aah... haa... lagi..." jawab Cerenia pelan. Jelas bahwa suaranya bukan lagi suara dengan rasa sakit, namun suara penuh kenikmatan yang terdengar begitu sensual di telinga Ryan.

Roubert merasa kian dekat mencapai klimaksnya, namun ada sesuatu yang menarik perhatiannya: pantat ranum dan bulat milik Cerenia yang tersaji dihadapannya dari tadi. Pantat yang empuk itu berkali-kali menghantam selangkangan Roubert, dan menimbulkan suara tumbukan erotis antar tubuh kedua insan itu. Roubert berpikir sejenak, tentunya ia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk mempermainkan pantat Cerenia. Roubert pun berubah pikiran, tiba-tiba ia menghentikan pompaannya dalam vagina Cerenia sehingga rasa nikmat yang sedari tadi merasuki tubuh Cerenia langsung terhenti seketika. Cerenia berniat untuk menggerakkan pantatnya sendiri untuk melanjutkan rasa nikmat itu, namun Roubert mencengkeram dan menahan bongkahan pantat Cerenia.
"Ngg? Roubert... kenapaa?" tanya Cerenia dengan penasaran.
"Cerenia. Aku ingin tahu, apakah kamu masih perawan disini?"
"Hng... Kyah!" Cerenia menjerit saat merasakan lubang pantatnya ditekan oleh jari telunjuk Roubert. Amarah Ryan kembali terbangkitkan saat melihat telunjuk Roubert di depan lubang pantat Cerenia.
"Bagaimana?"
"Y... ya... lubang pantatku masih belum pernah dijamah sebelumnya..." tutur Cerenia.
"Bagus... Kalau begitu, aku menginginkan keperawanan pantatmu. Maukah kamu memberikannya untukku?" Pinta Roubert sambil menarik penisnya keluar dari liang vagina Cerenia. Dengan bangganya, Roubert kembali memamerkan penisnya yang baru saja mengaduk liang vagina Cerenia dihadapan Ryan sehingga Ryan dapat melihat penis Roubert yang berkilat karena basah oleh cairan cinta Cerenia.
"Tentu... Lakukanlah sesukamu, Roubert... Tubuh ini adalah milikmu selamanya..." jawab Cerenia penuh kesetiaan dan kepasrahan. Hal ini semakin melukai hati Ryan, namun mungkin itulah tujuan utama dari tindakan Roubert yang menginginkan agar Cerenia bersetubuh dengannya dihadapan Ryan.

Cerenia lalu membungkukkan tubuhnya sehingga posisinya semakin menungging, ia lalu melebarkan pahanya dihadapan Roubert dan menekukkan lututnya, menurunkan pinggulnya sedikit untuk menyesuaikan posisi lubang pantatnya dengan penis Roubert. Kini posisi lubang pantat Cerenia berada tepat dihadapan Roubert, tersaji indah siap untuk dipetik keperawanannya.
"Roubert... ayo, berikan penismu untukku. Aku siap..." ujar Cerenia.

Roubert tampak amat senang, ia lalu mengarahkan tangannya ke selangkangan Cerenia perlahan-lahan.
"Mmmh..." Cerenia mendesah pelan saat selangkangannya kembali disentuh oleh Roubert. Cerenia melepas pegangannya pada salah satu rantai itu dan mulai mencolek-colek vaginanya yang masih basah oleh cairan cintanya sendiri.

Cerenia lalu melepas tangannya yang lain dan menggunakan kedua tangannya untuk menguakkan bongkahan pantatnya itu. Roubert bisa melihat lubang pantat mungil milik Cerenia, sementara Cerenia menggunakan jari tangannya yang masih basah itu untuk membalurkan cairan cintanya di lubang pantatnya itu dan menggosoknya pelan disekitar lubang pantatnya itu. Roubert tentu tidak mampu menahan godaan saat melihat wanita cantik seperti Cerenia sedang membalurkan cairan cintanya di lubang pantatnya sendiri.

Roubert lalu mengacungkan penisnya yang menegang itu dan sedikit menyandarkan tubuhnya di tubuh Cerenia. Akibatnya, tubuh Cerenia kembali tertekan maju menggencet tubuh Ryan sekali lagi.
Roubert lalu memposisikan penisnya pada celah pantat Cerenia, tepat didepan lubang pantat pengantinnya itu. Roubert ikut mencengkeram pinggul Cerenia dan menariknya kearah tubuhnya. Cerenia kembali mengatur nafasnya sejenak saat ia merasakan lubang pantatnya membuka perlahan seiring masuknya penis Roubert kedalam pantatnya itu. Roubert yang merasakan lubang pantat Cerenia yang telah membuka segera mendorong pinggangnya dengan cepat.

"AAAWH!" terdengar jeritan pilu dari bibir Cerenia yang memenuhi ruangan itu. Rasa perih yang seolah mengoyak lubang pantat Cerenia itu begitu menyakitkan baginya karena keperawanan pantatnya yang terenggut.
Perasaan Ryan campur aduk antara marah, sedih, kesal dan kecewa bercampur dengan nafsu birahinya saat melihat Cerenia disetubuhi oleh Roubert. Ia amat kecewa karena belum sempat menikmati keperawanan pantat Cerenia saat ia masih hidup sebagai Melissa, rasa marahnya meluap pada Roubert yang telah mengubah Melissa sekaligus rasa kesalnya pada keadaan dirinya yang hanya terikat tanpa daya menyaksikan kekasihnya menjadi pengantin orang lain dan bersetubuh dihadapan matanya.

"Ahaa... Aaa..." Cerenia berusaha menyesuaikan tubuhnya dengan penetrasi penis besar milik Roubert yang kian membenam didalam pantatnya itu.
"Jadi inilah rasanya pantatmu..." gumam Roubert saat penisnya telah membenam sepenuhnya didalam pantat Cerenia.
"Hhh... mm... ahh..." Cerenia hanya bergumam dan mendesah kesakitan.
"Rasanya lembut dan hangat. Untunglah pantatmu masih belum sempat diperawani." Ujar Roubert sambil melirik penuh ejekan pada Ryan.

"Ayo, mari kita mulai." Ujar Roubert sambil menggerakkan pinggul Cerenia perlahan, penis itu pun maju mundur perlahan memasuki lubang pantat Cerenia, untuk memberi Cerenia kesempatan menyesuaikan diri.
"Tenanglah, jangan terlalu kaku, Sayang. Lemaskanlah otot pantatmu, terimalah seperti apa adanya." Bisik Roubert untuk menenangkan Cerenia. Cerenia menurut, dan melemaskan otot-ototnya yang menegang karena rasa sakit di pantatnya itu.

Perlahan-lahan, Cerenia mulai merasakan suatu sensasi yang aneh; rasa nikmat mulai menjalari tubuhnya, seolah ada kejutan listrik yang menggelitik hingga ke ujung jari kaki Cerenia saat penis Roubert menumbuk masuk sedalam mungkin kedalam anusnya. Rasa perih disekeliling lubang pantatnya memberi Cerenia rasa tersendiri yang melengkapi rasa nikmat itu sementara perutnya terasa agak sesak.
Cerenia pun mulai menggerakkan pinggulnya. Lubang pantatnya yang mungil begitu ketat melingkari batang penis Roubert sehingga Roubert pun ikut merasa amat nikmat dengan jepitan lubang pantat Cerenia. Roubert terus menarik dan mendorong keras penisnya menghunjam anus Cerenia.
"Aah... aah... ahn..." Cerenia mendesah penuh kenikmatan.
"Bagaimana rasanya?"
"Niikmaat... sekali... aah! Hnn... penismu besar sekali... Roubert... hyaah..." jawab Cerenia sambil mendesah-desah erotis. Roubert sekilas menatap wajah Ryan, ia bisa melihat mata Ryan yang penuh kemarahan. Melihat hal itu, justru menimbulkan ide baru bagi Roubert; ia tiba-tiba menghentikan gerakannya sekali lagi sekaligus menarik penisnya keluar dari lubang pantat Cerenia.

"Rou... bert... kenapaa? Aku tidak tahan... kumohon... lanjutkanlah..." pinta Cerenia pelan.
"Apa yang kamu inginkan, Cerenia?" tanya Roubert sambil tersenyum menyeringai.
"Kumohon... mainkanlah pantatku lagi..." jawab Cerenia.
"Kamu menyukainya?" tanya Roubert; Cerenia mengangguk mengiyakan.

"Kalau begitu, ucapkanlah dihadapan kami berdua, siapa yang lebih hebat dari kami?"
"Nggh... tentu saja dirimu, Roubert..."
"Apa yang paling kamu inginkan dalam hidupmu?"
"Pe... penismu, Roubert... Aku amat menyukainya! Aku menginginkannya!" Cerenia mulai berceloteh tanpa sadar karena dilanda nafsunya yang mengejar kenikmatan itu.
"Katakanlah sekali lagi dihadapan Ryan, siapakah dirimu sekarang? Siapa yang kamu cintai?"
"A... aku... namaku Cerenia van Roosliefde, pengantin... Roubert...van der Aarkman... Aku hanya mencintaimu, Rou... bert... Seluruh jiwa dan ragaku... kuserahkan padamu... sepenuhnya milikmu..." ikrar Cerenia dihadapan Ryan. Ryan hanya bisa mengepalkan tangannya dan menggeretakkan giginya dengan penuh kemarahan. Roubert sudah lebih dari cukup mempermainkan perasaannya dan rasa sakit setiap kali melihat adegan persetubuhan Cerenia dan Roubert ditambah dengan pengakuan dan ungkapan rasa cinta Cerenia pada Roubert terus menyayat dan membakar hatinya, layaknya perihnya luka yang diperciki dengan garam.

Ryan sekuat tenaga berusaha untuk memberontak, namun hasilnya tetap saja sia-sia, ikatan tubuhnya yang begitu erat pada rantai itu, rasa ngilu yang menyengat di rusuknya langsung menahan gerakannya lebih lanjut. Apalagi tubuhnya serasa lemas seluruhnya tanpa tenaga setelah Cerenia sempat meniup wajahnya tadi. Tubuhnya sama sekali tidak mau bergerak dan ia hanya bisa terdiam lemas menyaksikan adegan itu.

"Percuma saja kamu memberontak, Ryan. Untuk apa? Lebih baik kamu menonton dan menikmati percintaan kami saja. Bukankah kamu juga menikmatinya?" ejek Roubert. Ryan menggeram mendengar ejekan Roubert, namun memang itulah kenyataannya; fakta bahwa penis Ryan ikut menegang keras saat melihat adegan persetubuhan antara Roubert dan Cerenia tetap dapat dilihat dengan jelas.

Cerenia menunduk dan wajahnya sedikit memerah saat melihat penis Ryan yang masih tertutup oleh celana jinsnya itu tampak mengacung, seolah selangkangan Ryan tampak membengkak. Roubert kembali mempermainkan Ryan sekaligus ingin menguji kesetiaan Cerenia.
"Dia begitu menginginkanmu, Cerenia. Apa kamu mau melayaninya?" tanya Roubert menguji Cerenia.

Ryan begitu terkejut dan terluka saat melihat Cerenia menggelengkan kepalanya.
"Tidak, aku tidak mau melayaninya lagi... aku sudah pernah melayaninya dulu... aku hanya ingin melayanimu sepenuh hatiku, Roubert..." ujar Cerenia.
"Kenapa? Bukankah dia adalah kekasihmu?" tanya Roubert.
"Aku... sudah bukan lagi Melissa, kekasihnya. Kini aku adalah Cerenia, pengantinmu, kekasih hatimu Roubert... hatiku... hati dan cinta kami berdua sepenuhnya untukmu..." jawab Cerenia menunjukkan kesetiaannya. Ryan sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi, hatinya sudah terluka lebih dari yang bisa diungkapkan kata-kata saat mendengar ucapan dan sikap Cerenia yang seolah telah melupakan dan membuang dirinya itu.
"Sekarang... kumohon... masukkanlah kembali penismu, Roubert... Berilah aku kenikmatan lagi..." pinta Cerenia pelan sambil kembali menguakkan bongkahan pantatnya sehingga lubang pantatnya yang kini tampak membuka kecil terpampang jelas.

Roubert merangkul pinggang Cerenia dengan erat dan kembali menusukkan penisnya masuk sedalam mungkin ke lubang pantat Cerenia.
"Aah! Aaaw..." Cerenia kembali mendesah saat merasakan lubang pantatnya yang kembali mekar dan menerima penis Roubert didalamnya. Tidak seperti tadi, pantat Cerenia kini sudah basah dan lembab karena cairan cintanya dan persengamaannya barusan sehingga penis Roubert kini dengan mudahnya memasuki lubang pantat Cerenia.

Roubert terus memompa penisnya itu dengan ritme yang jauh lebih cepat dari sebelumnya. Cerenia, yang sudah terbiasa dengan penis Roubert didalam pantatnya kini merasakan rasa nikmat sepenuhnya. Rasa agak sesak di pantatnya seolah menggelitik pusarnya. Roubert menggoyangkan pinggulnya sehingga penisnya ikut bergoyang didalam pantat Cerenia.
"Ahn! Aaa... Awh... Perutku... gelii..." Cerenia menggumam sejenak saat penis itu mengaduk pantatnya. Cerenia berusaha meresapi rasa nikmat itu sebaik mungkin. Sensasi kenikmatan anal sex yang baru pertama kali ia rasakan ini begitu berbeda dengan saat vaginanya dimasuki penis.
"Ya, bagus. Nikmatilah, Cerenia!"
"Hnngh..." Cerenia meringis dan mengejan, lubang pantat Cerenia seolah sedikit meremas batang penis Roubert saat ia mengejan dan memberi Roubert rasa nikmat tersendiri.

Roubert membalas gerakan pantat Cerenia dengan menekankan penisnya sedalam mungkin di pantat Cerenia, bahkan tubuh Cerenia kembali terdesak maju dan sekali lagi menggencet tubuh Ryan. Tak pelak, Ryan semakin terangsang karena gencetan tubuh lembut Cerenia itu di tubuhnya.
Roubert lalu memompa penisnya dengan cepat menghujami lubang pantat Cerenia, akibatnya tubuh lembut dan empuk milik Cerenia tertekan-tekan dengan tubuh Ryan, sehingga Ryan dapat meresapi kelembutan tubuh Cerenia sepenuhnya; bahkan tubuh Ryan ikut terguncang-guncang bersamaan dengan guncangan tubuh Cerenia karena dipompa oleh Roubert.
"Ooohh... aah... aawwhhh!" desahan yang keluar dari bibir Cerenia kian keras saat ia mulai merasakan gelombang rasa nikmat yang mengalir ke sekujur tubuhnya saat Roubert menghentak-hentakkan penisnya didalam pantatnya. Roubert meraih vagina Cerenia, dirasakannya vagina Cerenia yang kian basah dan sedikit bergetar, Roubert sadar bahwa Cerenia sebentar lagi akan mencapai orgasmenya.

"R... Roubert... aku... aah..."
"Aku tahu... tidak apa-apa. Ayo, kamu boleh orgasme." Ujar Roubert seolah mengetahui apa yang hendak dikatakan oleh Cerenia dan memberinya izin.

"Akh... aaaw... AAAH! AA!" Tiba-tiba Cerenia melenguh keras dan tubuhnya menegang, menekan keras tubuh Ryan. Roubert bisa merasakan rasa hawa hangat dari selangkangan Cerenia dan memang, cairan cinta Cerenia kini menetes deras membasahi lantai kayu itu dan sebagian mengalir turun melalui pahanya. Selama beberapa saat, tubuh Cerenia menegang, sebelum akhirnya tubuh pengantin wanita itu melemas dan kehilangan tenaga. Cerenia pun menyandarkan tubuhnya pada Ryan, Ryan bisa mendengar dan merasakan hembusan nafas Cerenia yang tersengal-sengal kelelahan setelah orgasme itu.
"Belum selesai. Sekarang giliranku, Cerenia!" ujar Roubert sambil menarik keluar penisnya dari pantat Cerenia.
"Akh!" Cerenia merintih pelan saat ia merasa vaginanya dimasuki oleh penis Roubert.
"AAH! Akh! Aawh!" Cerenia menjerit keras saat Roubert memompa vaginanya dengan liar.
"S... stop..." tiba-tiba terdengar suara Ryan. Roubert melirik sejenak dan dilihatnya Ryan tampak bersusah payah untuk berontak dan berbicara.
"Hahaha... harus kuakui, aku kagum dengan semangatmu itu. Tapi sia-sia saja, kamu tidak bisa berbuat apa-apa. Aku akan melakukan sesuatu pada Cerenia sehingga semua orang, termasuk dirimu, dapat melihat bukti nyata dari cinta kami." tutur Roubert.

Ryan tampak bingung dengan perkataan Roubert itu, ia juga penasaran dengan apa yang ingin dilakukan Roubert pada Cerenia.
"Kamu belum mengerti? Lucu sekali, padahal kamu adalah kekasihnya sampai beberapa saat lalu. Kamu tidak tahu kondisi tubuh kekasihmu sendiri?" tanya Roubert. Ryan membelalak dan mulai menyadari maksud Roubert itu.
"Ya! Kalau belum jelas, akan kuberitahu; saat mempersiapkannya untuk ritual, Agatha menyadari bahwa kekasihmu, Melissa, sedang dalam masa suburnya. Aku juga berhasil memastikannya saat aku mempermainkan vaginanya saat ritual. Karena ritual itu tidak mempengaruhi kesuburan wanita, maka gejala biologis milik Melissa akan menurun pada tubuh Cerenia; jadi, apa kamu tahu apa yang akan terjadi kalau benih milikku dikeluarkan didalam rahimnya saat ini?" tanya Roubert sambil tersenyum sinis.

"Ya, dia akan hamil dan menjadi seorang ibu untuk anak-anak kami nantinya. Saat ia melahirkan anak kami, anak itu akan menjadi bukti nyata cinta kami; hasil dari percintaan kami ini." Lanjut Roubert.
Ryan menggeram keras penuh kemarahan yang kian meluap saat mendengar ucapan Roubert itu. Namun Roubert tampak tenang dan yakin, ia menghimpit dan menggencet tubuh Cerenia hingga Cerenia terjepit dihadapan kedua pria itu.
"Eergh... Aah..." Cerenia tampak meringis karena sesak akibat tubuhnya terhimpit apalagi penis Roubert yang membenam semakin dalam di vaginanya karena tubuhnya yang digencet itu memberi Cerenia rasa nikmat hingga ke dasar rahimnya.

DUKK... "Uargh!" Ryan meringis kesakitan saat Roubert mendaratkan tinjuan keras di rusuknya yang patah sekali lagi. Darah merah yang segar pun tampak muncrat dari mulut Ryan dan mengalir turun dari sela-sela bibirnya. Ryan menyadari bahwa ia sudah nyaris diambang batas kesadarannya. Sudah tidak mungkin baginya untuk berontak atau melakukan apapun untuk menyelamatkan Melissa.
"Kyah!" Cerenia menjerit saat Roubert menarik tubuhnya dengan kasar secara mendadak, menjauhi Ryan.
"Uups, maaf. Aku tidak ingin gaun putih bersih milik pengantinku ternoda oleh darah kotormu." Hina Roubert.

"Nah, Cerenia. Bersediakah kamu menerima benih cintaku didalam rahimmu?" tanya Roubert sambil memompa pelan vagina Cerenia.
"Aah... Ya... aku bersedia... Roubert. Tumpahkanlah semuanya kedalam tubuhku... Aah... ah..."
"Kamu dengar sendiri, Ryan? Sekarang, akan kukabulkan keinginannya!" ujar Roubert sambil mempercepat gerakan penisnya didalam tubuh Cerenia.
"Aah! Ah! Aw! Aah... aaa..." Cerenia menggelinjang liar seiring dengan gerakan Roubert yang kembali memompa vaginanya dengan kecepatan yang semakin kencang. Suara tumbukan tubuh mereka terus bergema didalam telinga Ryan, sementara ekspresi wajah Cerenia yang erotis tampak membayang dihadapan pengelihatannya yang semakin kabur karena rasa sakit yang menyiksa rusuknya.

Beberapa saat kemudian, nafas Roubert tampak semakin memburu dan wajahnya tampak mengrenyit keras. Baik Ryan maupun Cerenia menyadari bahwa Roubert sudah diambang klimaksnya
"Eergh... Cereniaa... terimalah ini! Terimalah seluruh benih cintaku ini!" dengan diiringi oleh geraman keras, Roubert menekankan penisnya sedalam mungkin ke vagina Cerenia dan...
"Aaah! Aaa..." Cerenia mendongak keatas, bibirnya membuka lebar dan mengeluarkan desahan erotis saat merasakan semburan cairan hangat dari penis Roubert kedalam dasar rahimnya.

Roubert tetap menahan penisnya didalam vagina Cerenia hingga ia merasa seluruh spermanya telah dikeluarkan didalam vagina pengantin wanitanya itu. Cerenia bisa merasakan penis Roubert yang tadinya menegang dan keras kini mulai menyusut dan lembek. Perlahan-lahan, Roubert pun mencabut penisnya dari kewanitaan Cerenia.

"Ah!" Cerenia tampak lunglai saat penis itu tercabut dari vaginanya, Cerenia pun ambruk dihadapan Ryan dan Roubert dengan nafas yang tersengal-sengal. Roubert tersenyum puas dan kembali berpakaian lengkap.

"Agatha!" seru Roubert memanggil wanita itu. Pintu kamar itu kembali dibuka dan Agatha tampak memasuki ruangan itu. Tak berbeda jauh dari Roubert, Agatha tampak tersenyum saat melihat Cerenia yang rebah kehabisan tenaga di lantai.
"Tolong bantu Cerenia untuk beristirahat dan rapikan penampilannya." Perintah Roubert.
"Baik, Meester." Jawab Agatha sambil membungkuk pelan.

Roubert kembali menghampiri Cerenia. Ia lalu membungkuk dan mengelus kepala Cerenia dengan pelan.
"Kamu benar-benar luar biasa, Sayangku. Aku senang kamu telah kembali lagi; kamu sekarang sepenuhnya adalah milikku, pengantin villa ini selamanya." bisik Roubert ditelinga Cerenia.
"Ya... Roubert... apa kamu mencintaiku?" tanya Cerenia pelan dengan raut wajah sedikit cemas.
"Ya, selamanya, pengantinku." Jawab Roubert mantap.
"Aku mencintaimu sepenuh hatiku, Roubert..." ungkap Cerenia, mencurahkan seluruh perasaan cintanya pada pria itu sambil memeluk leher Roubert.
"Ya, aku tahu. Kamu sudah berulang kali mengatakannya. Aku juga, Cerenia. Aku mencintaimu." Balas Roubert sambil sedikit menggoda Cerenia. Cerenia tampak sedikit tersipu malu mendengar ucapan itu.
"Nah, sekarang aku pergi dulu, sayang. Sampai nanti." Ujar Roubert sambil mencium pipi pengantinnya itu. Roubert lalu bangkit dan mulai beranjak pergi.
 
PART 8: A Lover's Passion

"Nah, pegang rantai Ryan dengan kedua tanganmu." Perintah Roubert. Cerenia hanya menurut sambil mengulurkan kedua tangannya dan mencengkeram rantai yang mengikat tangan Ryan. Kini, posisi tubuh Ryan dan Cerenia berhadapan langsung dengan wajah mereka yang saling bertatapan dengan jarak yang amat dekat itu.
Ryan menelan ludahnya, wajah Cerenia yang melega setelah orgasme itu amat sensual. Mata birunya yang masih sayu, bibirnya yang sedikit megap-megap mencari nafas dan hembusan nafasnya yang wangi dan menggelitik telinga dan wajah Ryan semakin membuat Cerenia tampak amat mempesona. Ryan juga semakin kagum saat melihat kecantikan Cerenia dari dekat.

"Nah, mundurkan pinggangmu sedikit."
"Kyah!" Jerit Cerenia pelan saat Roubert mencengkeram dan menarik pinggangnya ke belakang. Roubert lalu menyingkapkan rok gaun Cerenia dan mengaitkannya dengan ikatan tali gaun di pinggang Cerenia sehingga kini vagina dan pantat Cerenia kembali terpampang jelas dihadapan Roubert.
"Nghh... Roubert... jangan disini..." pinta Cerenia pelan, ia tampak agak ragu.
"Kenapa? Tidak apa-apa, aku ingin Ryan ikut merasakan permainan kita dari dekat."
"Tapi..."
"Bukankah kamu mencintaiku? Ayolah Cerenia, sekarang tunjukkan buktinya padaku. Kalian sudah bukan siapa-siapa lagi bukan? Kenapa kamu harus khawatir?" bujuk Roubert.
"Baiklah..." jawab Cerenia sambil menghela nafas sejenak. Cerenia lalu menekan rantai itu ke dinding kamar untuk mengokohkan pijakannya.

"Nah, Ryan. Sekarang lihatlah dengan matamu sendiri secara jelas, bagaimana kekasihmu ini sekarang adalah pengantin milikku!" ujar Roubert pongah, seolah memamerkan trofi kemenangannya atas Ryan, yaitu Melissa yang kini telah menjadi pengantin Roubert, Cerenia.

"Huah!" Cerenia menjerit pelan saat Roubert tiba-tiba mencengkeram payudaranya dari belakang, kembali aroma nafas Cerenia yang wangi menerpa wajah Ryan. Dengan posisi mereka yang sedekat itu, Ryan bisa merasakan dan menyaksikan langsung pergerakan wajah dan tubuh Cerenia dengan detail. Wajah mereka berdua yang begitu dekat membuat jantung Ryan berdebar-debar, ia begitu terpana akan kecantikan wajah Cerenia yang dapat ia saksikan begitu dekat dan Ryan juga masih setengah tidak percaya bahwa pengantin wanita yang cantik, anggun dan begitu feminin dihadapannya ini adalah gadis yang sama dengan Melissa, kekasihnya yang tomboy dan bersemangat itu.

"Nah, kamu penasaran? Rasakanlah sendiri!" ujar Roubert sambil menekankan payudara sekaligus mendorong punggung Cerenia ke dada Ryan sehingga kini payudara Cerenia terjepit diantara tubuhnya dan tubuh Ryan. Ryan bergidik sejenak, dada Cerenia itu amat lembut dan empuk. Sensasi yang diberikannya pun jauh lebih terasa dibandingkan dada mungil yang dulunya dimiliki oleh Melissa.
Roubert juga perlahan-lahan mendorong punggung Cerenia sehingga payudara Cerenia semakin terjepit. Semakin tubuh Cerenia terdorong maju, Ryan juga semakin dapat merasakan dan meresapi rasa empuk dan nyaman dada Cerenia. Roubert lalu membiarkan Ryan dan Cerenia terjepit untuk beberapa saat.

"Roubert... sesaak..." keluh Cerenia saat merasakan payudaranya yang semakin tergencet diantara tubuhnya dan tubuh Ryan itu. Roubert perlahan-lahan melepas tekanan tangannya di punggung Cerenia. Cerenia lalu mengendurkan tubuhnya dan mengangkat tubuhnya dari tubuh Ryan, namun tubuhnya masih tetap berada dekat dengan Ryan, Cerenia hanya mengembalikan posisinya seperti semula seperti sebelum ia "menggencet" Ryan.

"Ach! Kyah!" Cerenia menjerit kecil saat puting susunya tiba-tiba dicubit oleh Roubert. Perlahan-lahan, Cerenia menoleh kebelakang untuk melihat Roubert.
"Ngg... Roubeert..." gumam Cerenia pelan saat payudaranya kembali diremas perlahan oleh cengkeraman tangan Roubert. Roubert lalu mengarahkan tangannya meraih vagina Cerenia yang masih basah dengan cairan cintanya. Vagina Cerenia terasa hangat dan terasa sedikit berdenyut, seolah menantikan penis Roubert untuk memasukinya. Roubert perlahan-lahan memijat vagina Cerenia, sehingga rasa nyaman dari vagina Cerenia kembali terbangkitkan berikut nafsu birahinya yang tadinya sempat mereda.

"Cerenia, apakah aku boleh..." ujar Roubert sambil menekankan tangannya ke vagina Cerenia, memberi isyarat bahwa ia ingin mulai bersetubuh dengan pengantinnya itu.
"Ya... lakukanlah, Roubert... apapun untukmu..." jawab Cerenia.

Roubert lalu mengarahkan penisnya kearah liang vagina Cerenia. Cerenia merasakan bibir vaginanya perlahan-lahan dibuka lebar dan kepala penis Roubert yang kini terjepit ditengah bibir vaginanya itu. Cerenia mengatur nafasnya. Ia tahu persis seberapa ukuran penis Roubert yang besar itu dan ia tahu bahwa ia perlu mempersiapkan dirinya menghadapi penetrasi Roubert itu. Cerenia sempat mendongak dan menatap wajah Ryan; Ryan bisa melihat wajah Cerenia yang tampak agak khawatir saat menghadapi saat-saat penetrasi penis Roubert dalam vaginanya.

"Perhatikan dengan baik, akan kutunjukkan sesuatu yang menarik untukmu, Ryan." Ujar Roubert. Perlahan-lahan, ia semakin memajukan pinggangnya dan semakin dalam pula penis itu membelah liang vagina Cerenia.

"AAKH!" Cerenia tiba-tiba menjerit keras. Ryan bisa melihat raut wajahnya yang meringis kesakitan dan air mata Cerenia yang sedikit menetes dari matanya. Akhirnya penis Roubert berhasil membenam didalam vaginanya. Walaupun Cerenia sudah tidak perawan, rasa sakit tetap terasa menyengat vaginanya karena ukuran penis Roubert yang jauh lebih besar dibandingkan penis Ryan maupun jari-jari Roubert yang sempat membenam dalam vagina Cerenia.
"Cerenia, apa kamu tidak apa-apa? Rasanya sakit?" Tanya Roubert sambil menghentikan gerakannya.
"Ah... ah... hhh..." Cerenia mendesah pelan sambil berusaha membiasakan dirinya. Roubert sendiri bisa merasakan rasa hangat dan jepitan rongga vagina Cerenia yang cukup erat.
"A... aku... tidak apa-apa... jangan khawatir... lanjutkanlah..." jawab Cerenia dengan tegar, walaupun tampak jelas bahwa ia amat kesakitan karena liang vaginanya yang dipaksa membuka lebar untuk menerima penis Roubert. Roubert tidak menduga bahwa penetrasi itu akan terasa begitu sakit bagi Cerenia. Ia pun berniat untuk menghentikan persetubuhannya demi Cerenia. Bagaimanapun Cerenia masih lebih penting baginya.
"Tapi kamu kesakitan, bukan? Sebentar, kita akan melakukannya lain kali saja..." tutur Roubert penuh rasa cemas pada keadaan Cerenia, namun Cerenia segera mengurungkan niat Roubert itu.
"Sudah kukatakan... aku tidak apa-apa... aku hanya belum terbiasa karena ukuran penismu yang besar...hh..." ujar Cerenia sambil berusaha tersenyum sedikit untuk menenangkan Roubert.

Cerenia lalu menghela nafasnya sejenak dan mengendurkan otot-ototnya yang sedari tadi menegang keras setelah mengalami penetrasi penis Roubert. Roubert juga bisa merasakan jepitan vagina Cerenia yang perlahan mengendur dan kini memberinya sensasi rasa lembut yang legit.
"Lakukanlah, Roubert... Apapun yang kamu inginkan... Nikmati diriku sepenuhnya..." pinta Cerenia. Tiap kata penyerahan penuh kepasrahan yang terucap dari bibir Cerenia untuk Roubert bagaikan sembilu yang mengoyak perasaan dan hati Ryan. Ryan berusaha bertindak, namun ia tetap tidak berdaya dan hanya bisa merelakan dan menyaksikan persetubuhan kekasihnya dengan lelaki lain dihadapan matanya sendiri.

Roubert perlahan-lahan menarik pinggulnya mundur sehingga penisnya ikut tertarik keluar hingga ke pangkal penisnya. Roubert lalu perlahan-lahan memajukan tubuhnya sehingga penisnya ikut masuk kedalam vagina Cerenia secara perlahan.
"Aah... mmh..." Cerenia sedikit menggumam meresapi sensasi gesekan batang penis Roubert di celah vaginanya yang memberinya rasa sedikit geli bercampur dengan semburat rasa perih yang agak menyengat simpul syarafnya. Rasa sesak yang ditimbulkan oleh ukuran besar penis Roubert justru membuat Cerenia semakin dapat meresapi rasa di vaginanya itu. Roubert terus bergerak pelan sambil sesekali menggoyang-goyangkan pantatnya seolah mengaduk rahim Cerenia.

Akibat gerakan pelan Roubert, Cerenia semakin terbenam dalam nafsu birahinya. Ia pun semakin terbiasa dan merasa nyaman dengan diameter penis Roubert yang besar itu. Rasa perih di vaginanya semakin berkurang, tertelan oleh rasa nikmat yang kian kuat merasuki vaginanya. Kini, rasa geli lebih mendominasi dan menggelitik syaraf Cerenia, rasa perih kecil yang kadang menyengat justru memberinya variasi rasa nikmat tersendiri.

"Nggh... Oooh..." desah Cerenia penuh rasa nikmat saat Roubert membenamkan penisnya sekaligus menekankannya sedalam mungkin didalam vagina Cerenia. Bahkan tubuh Cerenia terdesak maju sehingga ia kembali menghimpit tubuh Ryan. Ryan kembali merasakan hembusan nafas Cerenia yang terdengar begitu erotis saat Cerenia melenguh-lenguh nikmat seiring dengan pompaan Roubert dalam vaginanya.

Saat Roubert merasa Cerenia sudah siap, ia mulai mempercepat gerakannya secara berkala, sehingga Cerenia juga dapat menyesuaikan diri dengan kecepatan pompaan Roubert. Roubert pun semakin kehilangan kontrol dirinya saat rasa nyaman menjalari seluruh batang penisnya didalam vagina Cerenia ia seolah semakin mengejar rasa nikmatnya semata tanpa menghiraukan Cerenia lagi.
"Aach... awh... aah... ce... pat..." ujar Cerenia terbata-bata, namun Roubert sendiri sudah tidak bisa mengontrol tubuhnya lagi. Gerakan pinggang Roubert semakin cepat seiring dengan memuncaknya rasa nikmat di penisnya. Suara tumbukan tubuh Roubert dengan pantat Cerenia kian terdengar kencang dan jelas ditelinga Ryan.

"Ahh... awwh..." Cerenia mendesah karena rasa nikmat dalam vaginanya yang kian menjadi. Secara otomatis, ia melepaskan cengkeraman tangannya dari rantai itu dan memeluk leher Ryan tanpa sadar.
"Hngh... Aw! Aah!" Cerenia menjerit saat penis Roubert bergesekan dengan klitorisnya, menjalarkan rasa nikmat bagai setruman di sekujur tubuhnya dan mengiringi rasa nikmat pompaan Roubert itu. Ryan semakin bisa merasakan dan menyerapi kelembutan tubuh Cerenia yang kian merapat sekaligus semakin jelas mendengar jeritan-jeritan maupun desahan erotis Cerenia karena posisi Cerenia yang sedang memeluknya ini.

"Rou... bert... aah...terus... jangan berhenti... aaa..." pinta Cerenia sambil mendesah penuh kenikmatan.
"Bagaimana rasanya? Masih sakit?" tanya Roubert. Cerenia hanya menggelengkan kepalanya sehingga rambut panjangnya terkibas ke wajah Ryan. Cairan cinta Cerenia semakin menetes keluar saat penis besar milik Roubert terus menerobos dan menghantam vaginanya yang lembut sedalam mungkin.
"Tidak... aku mau... terus... aah... haa... lagi..." jawab Cerenia pelan. Jelas bahwa suaranya bukan lagi suara dengan rasa sakit, namun suara penuh kenikmatan yang terdengar begitu sensual di telinga Ryan.

Roubert merasa kian dekat mencapai klimaksnya, namun ada sesuatu yang menarik perhatiannya: pantat ranum dan bulat milik Cerenia yang tersaji dihadapannya dari tadi. Pantat yang empuk itu berkali-kali menghantam selangkangan Roubert, dan menimbulkan suara tumbukan erotis antar tubuh kedua insan itu. Roubert berpikir sejenak, tentunya ia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk mempermainkan pantat Cerenia. Roubert pun berubah pikiran, tiba-tiba ia menghentikan pompaannya dalam vagina Cerenia sehingga rasa nikmat yang sedari tadi merasuki tubuh Cerenia langsung terhenti seketika. Cerenia berniat untuk menggerakkan pantatnya sendiri untuk melanjutkan rasa nikmat itu, namun Roubert mencengkeram dan menahan bongkahan pantat Cerenia.
"Ngg? Roubert... kenapaa?" tanya Cerenia dengan penasaran.
"Cerenia. Aku ingin tahu, apakah kamu masih perawan disini?"
"Hng... Kyah!" Cerenia menjerit saat merasakan lubang pantatnya ditekan oleh jari telunjuk Roubert. Amarah Ryan kembali terbangkitkan saat melihat telunjuk Roubert di depan lubang pantat Cerenia.
"Bagaimana?"
"Y... ya... lubang pantatku masih belum pernah dijamah sebelumnya..." tutur Cerenia.
"Bagus... Kalau begitu, aku menginginkan keperawanan pantatmu. Maukah kamu memberikannya untukku?" Pinta Roubert sambil menarik penisnya keluar dari liang vagina Cerenia. Dengan bangganya, Roubert kembali memamerkan penisnya yang baru saja mengaduk liang vagina Cerenia dihadapan Ryan sehingga Ryan dapat melihat penis Roubert yang berkilat karena basah oleh cairan cinta Cerenia.
"Tentu... Lakukanlah sesukamu, Roubert... Tubuh ini adalah milikmu selamanya..." jawab Cerenia penuh kesetiaan dan kepasrahan. Hal ini semakin melukai hati Ryan, namun mungkin itulah tujuan utama dari tindakan Roubert yang menginginkan agar Cerenia bersetubuh dengannya dihadapan Ryan.

Cerenia lalu membungkukkan tubuhnya sehingga posisinya semakin menungging, ia lalu melebarkan pahanya dihadapan Roubert dan menekukkan lututnya, menurunkan pinggulnya sedikit untuk menyesuaikan posisi lubang pantatnya dengan penis Roubert. Kini posisi lubang pantat Cerenia berada tepat dihadapan Roubert, tersaji indah siap untuk dipetik keperawanannya.
"Roubert... ayo, berikan penismu untukku. Aku siap..." ujar Cerenia.

Roubert tampak amat senang, ia lalu mengarahkan tangannya ke selangkangan Cerenia perlahan-lahan.
"Mmmh..." Cerenia mendesah pelan saat selangkangannya kembali disentuh oleh Roubert. Cerenia melepas pegangannya pada salah satu rantai itu dan mulai mencolek-colek vaginanya yang masih basah oleh cairan cintanya sendiri.

Cerenia lalu melepas tangannya yang lain dan menggunakan kedua tangannya untuk menguakkan bongkahan pantatnya itu. Roubert bisa melihat lubang pantat mungil milik Cerenia, sementara Cerenia menggunakan jari tangannya yang masih basah itu untuk membalurkan cairan cintanya di lubang pantatnya itu dan menggosoknya pelan disekitar lubang pantatnya itu. Roubert tentu tidak mampu menahan godaan saat melihat wanita cantik seperti Cerenia sedang membalurkan cairan cintanya di lubang pantatnya sendiri.

Roubert lalu mengacungkan penisnya yang menegang itu dan sedikit menyandarkan tubuhnya di tubuh Cerenia. Akibatnya, tubuh Cerenia kembali tertekan maju menggencet tubuh Ryan sekali lagi.
Roubert lalu memposisikan penisnya pada celah pantat Cerenia, tepat didepan lubang pantat pengantinnya itu. Roubert ikut mencengkeram pinggul Cerenia dan menariknya kearah tubuhnya. Cerenia kembali mengatur nafasnya sejenak saat ia merasakan lubang pantatnya membuka perlahan seiring masuknya penis Roubert kedalam pantatnya itu. Roubert yang merasakan lubang pantat Cerenia yang telah membuka segera mendorong pinggangnya dengan cepat.

"AAAWH!" terdengar jeritan pilu dari bibir Cerenia yang memenuhi ruangan itu. Rasa perih yang seolah mengoyak lubang pantat Cerenia itu begitu menyakitkan baginya karena keperawanan pantatnya yang terenggut.
Perasaan Ryan campur aduk antara marah, sedih, kesal dan kecewa bercampur dengan nafsu birahinya saat melihat Cerenia disetubuhi oleh Roubert. Ia amat kecewa karena belum sempat menikmati keperawanan pantat Cerenia saat ia masih hidup sebagai Melissa, rasa marahnya meluap pada Roubert yang telah mengubah Melissa sekaligus rasa kesalnya pada keadaan dirinya yang hanya terikat tanpa daya menyaksikan kekasihnya menjadi pengantin orang lain dan bersetubuh dihadapan matanya.

"Ahaa... Aaa..." Cerenia berusaha menyesuaikan tubuhnya dengan penetrasi penis besar milik Roubert yang kian membenam didalam pantatnya itu.
"Jadi inilah rasanya pantatmu..." gumam Roubert saat penisnya telah membenam sepenuhnya didalam pantat Cerenia.
"Hhh... mm... ahh..." Cerenia hanya bergumam dan mendesah kesakitan.
"Rasanya lembut dan hangat. Untunglah pantatmu masih belum sempat diperawani." Ujar Roubert sambil melirik penuh ejekan pada Ryan.

"Ayo, mari kita mulai." Ujar Roubert sambil menggerakkan pinggul Cerenia perlahan, penis itu pun maju mundur perlahan memasuki lubang pantat Cerenia, untuk memberi Cerenia kesempatan menyesuaikan diri.
"Tenanglah, jangan terlalu kaku, Sayang. Lemaskanlah otot pantatmu, terimalah seperti apa adanya." Bisik Roubert untuk menenangkan Cerenia. Cerenia menurut, dan melemaskan otot-ototnya yang menegang karena rasa sakit di pantatnya itu.

Perlahan-lahan, Cerenia mulai merasakan suatu sensasi yang aneh; rasa nikmat mulai menjalari tubuhnya, seolah ada kejutan listrik yang menggelitik hingga ke ujung jari kaki Cerenia saat penis Roubert menumbuk masuk sedalam mungkin kedalam anusnya. Rasa perih disekeliling lubang pantatnya memberi Cerenia rasa tersendiri yang melengkapi rasa nikmat itu sementara perutnya terasa agak sesak.
Cerenia pun mulai menggerakkan pinggulnya. Lubang pantatnya yang mungil begitu ketat melingkari batang penis Roubert sehingga Roubert pun ikut merasa amat nikmat dengan jepitan lubang pantat Cerenia. Roubert terus menarik dan mendorong keras penisnya menghunjam anus Cerenia.
"Aah... aah... ahn..." Cerenia mendesah penuh kenikmatan.
"Bagaimana rasanya?"
"Niikmaat... sekali... aah! Hnn... penismu besar sekali... Roubert... hyaah..." jawab Cerenia sambil mendesah-desah erotis. Roubert sekilas menatap wajah Ryan, ia bisa melihat mata Ryan yang penuh kemarahan. Melihat hal itu, justru menimbulkan ide baru bagi Roubert; ia tiba-tiba menghentikan gerakannya sekali lagi sekaligus menarik penisnya keluar dari lubang pantat Cerenia.

"Rou... bert... kenapaa? Aku tidak tahan... kumohon... lanjutkanlah..." pinta Cerenia pelan.
"Apa yang kamu inginkan, Cerenia?" tanya Roubert sambil tersenyum menyeringai.
"Kumohon... mainkanlah pantatku lagi..." jawab Cerenia.
"Kamu menyukainya?" tanya Roubert; Cerenia mengangguk mengiyakan.

"Kalau begitu, ucapkanlah dihadapan kami berdua, siapa yang lebih hebat dari kami?"
"Nggh... tentu saja dirimu, Roubert..."
"Apa yang paling kamu inginkan dalam hidupmu?"
"Pe... penismu, Roubert... Aku amat menyukainya! Aku menginginkannya!" Cerenia mulai berceloteh tanpa sadar karena dilanda nafsunya yang mengejar kenikmatan itu.
"Katakanlah sekali lagi dihadapan Ryan, siapakah dirimu sekarang? Siapa yang kamu cintai?"
"A... aku... namaku Cerenia van Roosliefde, pengantin... Roubert...van der Aarkman... Aku hanya mencintaimu, Rou... bert... Seluruh jiwa dan ragaku... kuserahkan padamu... sepenuhnya milikmu..." ikrar Cerenia dihadapan Ryan. Ryan hanya bisa mengepalkan tangannya dan menggeretakkan giginya dengan penuh kemarahan. Roubert sudah lebih dari cukup mempermainkan perasaannya dan rasa sakit setiap kali melihat adegan persetubuhan Cerenia dan Roubert ditambah dengan pengakuan dan ungkapan rasa cinta Cerenia pada Roubert terus menyayat dan membakar hatinya, layaknya perihnya luka yang diperciki dengan garam.

Ryan sekuat tenaga berusaha untuk memberontak, namun hasilnya tetap saja sia-sia, ikatan tubuhnya yang begitu erat pada rantai itu, rasa ngilu yang menyengat di rusuknya langsung menahan gerakannya lebih lanjut. Apalagi tubuhnya serasa lemas seluruhnya tanpa tenaga setelah Cerenia sempat meniup wajahnya tadi. Tubuhnya sama sekali tidak mau bergerak dan ia hanya bisa terdiam lemas menyaksikan adegan itu.

"Percuma saja kamu memberontak, Ryan. Untuk apa? Lebih baik kamu menonton dan menikmati percintaan kami saja. Bukankah kamu juga menikmatinya?" ejek Roubert. Ryan menggeram mendengar ejekan Roubert, namun memang itulah kenyataannya; fakta bahwa penis Ryan ikut menegang keras saat melihat adegan persetubuhan antara Roubert dan Cerenia tetap dapat dilihat dengan jelas.

Cerenia menunduk dan wajahnya sedikit memerah saat melihat penis Ryan yang masih tertutup oleh celana jinsnya itu tampak mengacung, seolah selangkangan Ryan tampak membengkak. Roubert kembali mempermainkan Ryan sekaligus ingin menguji kesetiaan Cerenia.
"Dia begitu menginginkanmu, Cerenia. Apa kamu mau melayaninya?" tanya Roubert menguji Cerenia.

Ryan begitu terkejut dan terluka saat melihat Cerenia menggelengkan kepalanya.
"Tidak, aku tidak mau melayaninya lagi... aku sudah pernah melayaninya dulu... aku hanya ingin melayanimu sepenuh hatiku, Roubert..." ujar Cerenia.
"Kenapa? Bukankah dia adalah kekasihmu?" tanya Roubert.
"Aku... sudah bukan lagi Melissa, kekasihnya. Kini aku adalah Cerenia, pengantinmu, kekasih hatimu Roubert... hatiku... hati dan cinta kami berdua sepenuhnya untukmu..." jawab Cerenia menunjukkan kesetiaannya. Ryan sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi, hatinya sudah terluka lebih dari yang bisa diungkapkan kata-kata saat mendengar ucapan dan sikap Cerenia yang seolah telah melupakan dan membuang dirinya itu.
"Sekarang... kumohon... masukkanlah kembali penismu, Roubert... Berilah aku kenikmatan lagi..." pinta Cerenia pelan sambil kembali menguakkan bongkahan pantatnya sehingga lubang pantatnya yang kini tampak membuka kecil terpampang jelas.

Roubert merangkul pinggang Cerenia dengan erat dan kembali menusukkan penisnya masuk sedalam mungkin ke lubang pantat Cerenia.
"Aah! Aaaw..." Cerenia kembali mendesah saat merasakan lubang pantatnya yang kembali mekar dan menerima penis Roubert didalamnya. Tidak seperti tadi, pantat Cerenia kini sudah basah dan lembab karena cairan cintanya dan persengamaannya barusan sehingga penis Roubert kini dengan mudahnya memasuki lubang pantat Cerenia.

Roubert terus memompa penisnya itu dengan ritme yang jauh lebih cepat dari sebelumnya. Cerenia, yang sudah terbiasa dengan penis Roubert didalam pantatnya kini merasakan rasa nikmat sepenuhnya. Rasa agak sesak di pantatnya seolah menggelitik pusarnya. Roubert menggoyangkan pinggulnya sehingga penisnya ikut bergoyang didalam pantat Cerenia.
"Ahn! Aaa... Awh... Perutku... gelii..." Cerenia menggumam sejenak saat penis itu mengaduk pantatnya. Cerenia berusaha meresapi rasa nikmat itu sebaik mungkin. Sensasi kenikmatan anal sex yang baru pertama kali ia rasakan ini begitu berbeda dengan saat vaginanya dimasuki penis.
"Ya, bagus. Nikmatilah, Cerenia!"
"Hnngh..." Cerenia meringis dan mengejan, lubang pantat Cerenia seolah sedikit meremas batang penis Roubert saat ia mengejan dan memberi Roubert rasa nikmat tersendiri.

Roubert membalas gerakan pantat Cerenia dengan menekankan penisnya sedalam mungkin di pantat Cerenia, bahkan tubuh Cerenia kembali terdesak maju dan sekali lagi menggencet tubuh Ryan. Tak pelak, Ryan semakin terangsang karena gencetan tubuh lembut Cerenia itu di tubuhnya.
Roubert lalu memompa penisnya dengan cepat menghujami lubang pantat Cerenia, akibatnya tubuh lembut dan empuk milik Cerenia tertekan-tekan dengan tubuh Ryan, sehingga Ryan dapat meresapi kelembutan tubuh Cerenia sepenuhnya; bahkan tubuh Ryan ikut terguncang-guncang bersamaan dengan guncangan tubuh Cerenia karena dipompa oleh Roubert.
"Ooohh... aah... aawwhhh!" desahan yang keluar dari bibir Cerenia kian keras saat ia mulai merasakan gelombang rasa nikmat yang mengalir ke sekujur tubuhnya saat Roubert menghentak-hentakkan penisnya didalam pantatnya. Roubert meraih vagina Cerenia, dirasakannya vagina Cerenia yang kian basah dan sedikit bergetar, Roubert sadar bahwa Cerenia sebentar lagi akan mencapai orgasmenya.

"R... Roubert... aku... aah..."
"Aku tahu... tidak apa-apa. Ayo, kamu boleh orgasme." Ujar Roubert seolah mengetahui apa yang hendak dikatakan oleh Cerenia dan memberinya izin.

"Akh... aaaw... AAAH! AA!" Tiba-tiba Cerenia melenguh keras dan tubuhnya menegang, menekan keras tubuh Ryan. Roubert bisa merasakan rasa hawa hangat dari selangkangan Cerenia dan memang, cairan cinta Cerenia kini menetes deras membasahi lantai kayu itu dan sebagian mengalir turun melalui pahanya. Selama beberapa saat, tubuh Cerenia menegang, sebelum akhirnya tubuh pengantin wanita itu melemas dan kehilangan tenaga. Cerenia pun menyandarkan tubuhnya pada Ryan, Ryan bisa mendengar dan merasakan hembusan nafas Cerenia yang tersengal-sengal kelelahan setelah orgasme itu.
"Belum selesai. Sekarang giliranku, Cerenia!" ujar Roubert sambil menarik keluar penisnya dari pantat Cerenia.
"Akh!" Cerenia merintih pelan saat ia merasa vaginanya dimasuki oleh penis Roubert.
"AAH! Akh! Aawh!" Cerenia menjerit keras saat Roubert memompa vaginanya dengan liar.
"S... stop..." tiba-tiba terdengar suara Ryan. Roubert melirik sejenak dan dilihatnya Ryan tampak bersusah payah untuk berontak dan berbicara.
"Hahaha... harus kuakui, aku kagum dengan semangatmu itu. Tapi sia-sia saja, kamu tidak bisa berbuat apa-apa. Aku akan melakukan sesuatu pada Cerenia sehingga semua orang, termasuk dirimu, dapat melihat bukti nyata dari cinta kami." tutur Roubert.

Ryan tampak bingung dengan perkataan Roubert itu, ia juga penasaran dengan apa yang ingin dilakukan Roubert pada Cerenia.
"Kamu belum mengerti? Lucu sekali, padahal kamu adalah kekasihnya sampai beberapa saat lalu. Kamu tidak tahu kondisi tubuh kekasihmu sendiri?" tanya Roubert. Ryan membelalak dan mulai menyadari maksud Roubert itu.
"Ya! Kalau belum jelas, akan kuberitahu; saat mempersiapkannya untuk ritual, Agatha menyadari bahwa kekasihmu, Melissa, sedang dalam masa suburnya. Aku juga berhasil memastikannya saat aku mempermainkan vaginanya saat ritual. Karena ritual itu tidak mempengaruhi kesuburan wanita, maka gejala biologis milik Melissa akan menurun pada tubuh Cerenia; jadi, apa kamu tahu apa yang akan terjadi kalau benih milikku dikeluarkan didalam rahimnya saat ini?" tanya Roubert sambil tersenyum sinis.

"Ya, dia akan hamil dan menjadi seorang ibu untuk anak-anak kami nantinya. Saat ia melahirkan anak kami, anak itu akan menjadi bukti nyata cinta kami; hasil dari percintaan kami ini." Lanjut Roubert.
Ryan menggeram keras penuh kemarahan yang kian meluap saat mendengar ucapan Roubert itu. Namun Roubert tampak tenang dan yakin, ia menghimpit dan menggencet tubuh Cerenia hingga Cerenia terjepit dihadapan kedua pria itu.
"Eergh... Aah..." Cerenia tampak meringis karena sesak akibat tubuhnya terhimpit apalagi penis Roubert yang membenam semakin dalam di vaginanya karena tubuhnya yang digencet itu memberi Cerenia rasa nikmat hingga ke dasar rahimnya.

DUKK... "Uargh!" Ryan meringis kesakitan saat Roubert mendaratkan tinjuan keras di rusuknya yang patah sekali lagi. Darah merah yang segar pun tampak muncrat dari mulut Ryan dan mengalir turun dari sela-sela bibirnya. Ryan menyadari bahwa ia sudah nyaris diambang batas kesadarannya. Sudah tidak mungkin baginya untuk berontak atau melakukan apapun untuk menyelamatkan Melissa.
"Kyah!" Cerenia menjerit saat Roubert menarik tubuhnya dengan kasar secara mendadak, menjauhi Ryan.
"Uups, maaf. Aku tidak ingin gaun putih bersih milik pengantinku ternoda oleh darah kotormu." Hina Roubert.

"Nah, Cerenia. Bersediakah kamu menerima benih cintaku didalam rahimmu?" tanya Roubert sambil memompa pelan vagina Cerenia.
"Aah... Ya... aku bersedia... Roubert. Tumpahkanlah semuanya kedalam tubuhku... Aah... ah..."
"Kamu dengar sendiri, Ryan? Sekarang, akan kukabulkan keinginannya!" ujar Roubert sambil mempercepat gerakan penisnya didalam tubuh Cerenia.
"Aah! Ah! Aw! Aah... aaa..." Cerenia menggelinjang liar seiring dengan gerakan Roubert yang kembali memompa vaginanya dengan kecepatan yang semakin kencang. Suara tumbukan tubuh mereka terus bergema didalam telinga Ryan, sementara ekspresi wajah Cerenia yang erotis tampak membayang dihadapan pengelihatannya yang semakin kabur karena rasa sakit yang menyiksa rusuknya.

Beberapa saat kemudian, nafas Roubert tampak semakin memburu dan wajahnya tampak mengrenyit keras. Baik Ryan maupun Cerenia menyadari bahwa Roubert sudah diambang klimaksnya
"Eergh... Cereniaa... terimalah ini! Terimalah seluruh benih cintaku ini!" dengan diiringi oleh geraman keras, Roubert menekankan penisnya sedalam mungkin ke vagina Cerenia dan...
"Aaah! Aaa..." Cerenia mendongak keatas, bibirnya membuka lebar dan mengeluarkan desahan erotis saat merasakan semburan cairan hangat dari penis Roubert kedalam dasar rahimnya.

Roubert tetap menahan penisnya didalam vagina Cerenia hingga ia merasa seluruh spermanya telah dikeluarkan didalam vagina pengantin wanitanya itu. Cerenia bisa merasakan penis Roubert yang tadinya menegang dan keras kini mulai menyusut dan lembek. Perlahan-lahan, Roubert pun mencabut penisnya dari kewanitaan Cerenia.

"Ah!" Cerenia tampak lunglai saat penis itu tercabut dari vaginanya, Cerenia pun ambruk dihadapan Ryan dan Roubert dengan nafas yang tersengal-sengal. Roubert tersenyum puas dan kembali berpakaian lengkap.

"Agatha!" seru Roubert memanggil wanita itu. Pintu kamar itu kembali dibuka dan Agatha tampak memasuki ruangan itu. Tak berbeda jauh dari Roubert, Agatha tampak tersenyum saat melihat Cerenia yang rebah kehabisan tenaga di lantai.
"Tolong bantu Cerenia untuk beristirahat dan rapikan penampilannya." Perintah Roubert.
"Baik, Meester." Jawab Agatha sambil membungkuk pelan.

Roubert kembali menghampiri Cerenia. Ia lalu membungkuk dan mengelus kepala Cerenia dengan pelan.
"Kamu benar-benar luar biasa, Sayangku. Aku senang kamu telah kembali lagi; kamu sekarang sepenuhnya adalah milikku, pengantin villa ini selamanya." bisik Roubert ditelinga Cerenia.
"Ya... Roubert... apa kamu mencintaiku?" tanya Cerenia pelan dengan raut wajah sedikit cemas.
"Ya, selamanya, pengantinku." Jawab Roubert mantap.
"Aku mencintaimu sepenuh hatiku, Roubert..." ungkap Cerenia, mencurahkan seluruh perasaan cintanya pada pria itu sambil memeluk leher Roubert.
"Ya, aku tahu. Kamu sudah berulang kali mengatakannya. Aku juga, Cerenia. Aku mencintaimu." Balas Roubert sambil sedikit menggoda Cerenia. Cerenia tampak sedikit tersipu malu mendengar ucapan itu.
"Nah, sekarang aku pergi dulu, sayang. Sampai nanti." Ujar Roubert sambil mencium pipi pengantinnya itu. Roubert lalu bangkit dan mulai beranjak pergi.
 
PART 9: The Farewell

"Maaf, Meester. Apa yang harus dilakukan pada pemuda ini?" tanya Agatha tiba-tiba sambil melirik kearah Ryan yang terikat tanpa daya di dinding itu.
"Cerenia, kuserahkan dia padamu. Lakukanlah apapun sesukamu padanya." Ujar Roubert.
"Aku mengerti." Cerenia menganggukkan kepalanya.

Roubert pun keluar dari kamar itu dan berjalan pergi. Sementara Cerenia dibantu oleh Agatha untuk merapikan penampilannya kembali.
"Selamat, Meisje Cerenia. Saya berharap anda berdua akan memiliki bayi yang lucu." Harap Agatha.
"Masih lama... butuh 9 bulan lagi, Madame Agatha." Ujar Cerenia sambil tersenyum dan memegangi perutnya.
"Jangan khawatir. Saya akan mengurus anda selama itu, Meisje Cerenia."
"Terima Kasih, Madame."

"Tapi... apa yang harus kita lakukan pada pemuda ini, Meisje Cerenia?" tanya Agatha sekali lagi pada Cerenia sambil menunjuk Ryan.
Cerenia tersentak seolah menyadari sesuatu saat ia melihat Ryan. Wajah Cerenia tampak menimbang-nimbang sejenak dan berpikir dalam-dalam. Wajahnya tampak amat serius namun semburat rasa sedih juga terpancar dari wajahnya itu.
"Madame Agatha... Bolehkah saya meminta sesuatu pada anda?" tanya Cerenia dengan sedikit ragu.
"Silahkan, apa saja. Meisje Cerenia, saya akan menuruti permintaan anda." Jawab Agatha. Cerenia beranjak mendekati Agatha dan membisikkan sesuatu di telinga wanita tua itu. Mata Agatha tampak membelalak mendengar permintaan Cerenia itu.

"Anda... anda yakin, Meisje Cerenia?" tanya Agatha setengah tidak percaya.
"Ya, apakah boleh saya melakukannya?" tanya Cerenia agak ragu.
"Silahkan saja. Saya mengerti perasaan anda, dan lagi saya berjanji untuk menuruti semua permintaan anda. Saya akan membantu menjelaskan ini pada Meester Roubert."
"Terima kasih... Madame Agatha..." ujar Cerenia. Ryan sayup-sayup mendengar suara Cerenia yang terdengar agak bergetar; ia juga melihat Cerenia perlahan-lahan berjalan mendekati tubuhnya.

Ryan bisa merasakan dagunya yang diraih oleh tangan Cerenia. Perlahan-lahan, Cerenia menegadahkan wajah Ryan yang sedikit tertunduk. Cerenia meraih dahi Ryan dan menekan dahi Ryan, seketika itu Ryan merasa sedikit tenaganya kembali dan rasa sakitnya sedikit mereda. Lidah Ryan terasa lemas, ia mulai bisa berbicara walaupun terpatah-patah.

"Maaf... Ryan... aku sudah... melukai dirimu... Aku tidak bisa menolak permintaan Roubert..." terucaplah sebuah permintaan maaf dari bibir Cerenia. Ryan tersentak sejenak mendengar ucapan Cerenia itu, ia segera mengangkat kepalanya untuk melihat wajah Cerenia. Ryan amat terkejut saat melihat air mata Cerenia berlinang keluar dari pelupuk matanya.
"Ce... bukan... Mel... lissa?" tanya Ryan setengah tidak percaya. Cerenia tidak menjawab, ia masih terisak.
"M... Mel?"
"Maafkan aku... Ryan... Aku bukan lagi Melissa yang kamu kenal..." tutur Cerenia sambil menggeleng.
"Bu... bukan... kamu... Mel...lissa..."
"Aku mengerti dengan perasaanmu, Ryan... Tapi kumohon... relakanlah aku... " pinta Cerenia.
"T... ta... tapi..." ujar Ryan terbata-bata setengah tidak percaya.
"Tidak... aku sekarang adalah Cerenia. Kami berdua adalah satu dan sama... Aku tidak bisa kembali... bersamamu lagi... Kutukan ini membuatku pasrah pada Roubert. Aku tidak akan bisa melawannya..." tutur Cerenia sambil berlinang air mata. Wajahnya memancarkan kesedihan dan rasa perih yang amat dalam.

Ryan merasa trenyuh melihat ekspresi wajah penuh kesedihan itu. Sadarlah Ryan kalau tidak hanya dirinya yang terluka. Melissa pun pasti juga demikian; walaupun sudah diubah menjadi Cerenia, tentunya belahan hati Melissa didalam Cerenia menjerit pilu saat ia harus melayani Roubert dihadapan Ryan sekaligus menyakiti hati Ryan hingga sedemikian rupa.

"Kumohon... mengertilah, Ryan... Aku sudah diubah menjadi pengantin Roubert... dan aku telah terikat selamanya dengannya oleh kutukan ini; dengan demikian masa hidupku pun kini ada di masa ini, di abad ini. Bukan lagi masa dimana kita dulu bersama..." jelas Cerenia sambil terus terisak sedih. Cerenia kembali ambruk terduduk di lantai, kedua telapak tangannya menutupi wajahnya dan ia terus menangis tersedu-sedu.

Melihat pemandangan itu, hati Agatha sedikit tergerak. Ia lalu berjalan mendatangi Ryan.
"Mengertilah, Meester. Meisje Cerenia hanya ingin agar anda bahagia."
"Ta... tapi... dia..." tutur Ryan terbata-bata.
"Apa anda tahu apa yang diminta olehnya pada saya?" tanya Agatha.
"Meisje Cerenia meminta pada saya agar anda bisa diizinkan untuk kembali ke masa hidup anda yang sebenarnya. Ke masa depan..." tutur Agatha. Ryan tersentak mendengar ucapan Agatha itu.

"Ke... napa? Di... Dia... Mel..."
"Ia tidak mau melukai anda lagi. Apabila anda tinggal disini, saya yakin Meester Roubert akan kembali melakukan hal yang sama; mempermainkan anda seperti yang anda saksikan dan rasakan barusan. Apabila anda kembali ke masa anda, maka anda tidak akan bisa disakiti lagi."
"Anda tidak mengerti? Meisje Cerenia melakukan ini demi kebaikan anda sendiri. Ya, walaupun tubuhnya sudah berubah, jiwa dan perasaannya sebagai Melissa pasti masih tersisa sebelum kutukan itu sempurna; ia masih mencintai anda, karena itulah ia ingin agar anda pulang dan melanjutkan hidup anda. Tidakkah anda sadar betapa terlukanya hati Meisje Cerenia dengan perbuatan Meester Roubert pada anda barusan?" Jelas Agatha.
"Ka... lau begitu... ke... kenapa dia..."
"Itulah kutukan ritual itu. Ia akan jatuh cinta hingga tergila-gila pada Meester Roubert apabila Meester Roubert ada disampingnya. Namun karena ia baru saja diubah, maka kutukan itu belum sempurna dan ia masih bisa mempertahankan rasa cintanya pada anda selama Meester Roubert tidak berada didekatnya; walaupun hanya sebentar. Beberapa hari lagi, saat kutukan itu sudah sepenuhnya sempurna, ia akan benar-benar mencintai Meester Roubert sepenuhnya tanpa sedikitpun perasaan cinta pada anda." Jawab Agatha menjelaskan perbuatan dan kejadian barusan; seolah sudah mengetahui pertanyaan yang akan dilontarkan oleh Ryan.

"Mel... Kalau... be... gitu, Mel... ikutlah... denganku..." pinta Ryan pelan.
Agatha langsung kehilangan kesabarannya saat mendengar permintaan Ryan itu. PLAAK... ditamparnya pipi kanan Ryan dengan keras.
"Madame Agatha!" Cerenia menjerit saat melihat wanita itu menampar Ryan.
"Meisje Cerenia, anda terlalu baik bagi orang sepertinya!" seru Agatha marah.
"Tahukah anda!? Sekarang ini Meisje Cerenia telah menjadi bagian dari abad ini! Satu-satunya yang bisa kembali hanyalah anda seorang karena tubuh anda masih sama seperti waktu anda kembali!"
"M... mak...sudnya?" tanya Ryan agak kebingungan.

Agatha segera melepas rantai tangan kanan Ryan. Dicengkeramnya pergelangan tangan pemuda itu dengan keras dan diarahkannya tangan itu menuju dada kiri pemuda itu. Ryan bisa merasakan detak jantungnya yang berdegup kencang. Namun Agatha kembali menarik tangan Ryan itu dan menyentuhkannya ke bagian dada kirinya sendiri. Ryan tersentak kaget saat merasakan dada Agatha.
"Ti... tidak ada..."
"Ya, karena anda berasal dari masa mendatang, anda tidak akan merasakan detak jantung kami, orang-orang yang hidup di masa ini! Di masa anda, kami semua sudah meninggal seabad yang lalu!"
"L... lalu... Me... lissa?" Ryan tercengang saat menyadari arti perkataan Agatha itu.

"Maaf, Meisje Cerenia..." ujar Agatha sambil membopong tubuh Cerenia keatas. Disentuhkannya kembali tangan Ryan ke dada Cerenia, tepat di bagian jantung. Ryan semakin ketakutan dan khawatir saat ia tidak bisa merasakan denyut jantung Cerenia sama sekali. Walaupun tubuh mereka sempat terhimpit, Ryan sama sekali tidak menyadari bahwa detak jantung Cerenia tidak bisa ia rasakan. Baru kali inilah, dengan tangannya sendiri, Ryan menyadari bahwa jantung Cerenia tidak berdetak sama sekali.
"Anda masih mau melukainya lagi, setelah tahu bahwa ia tidak mungkin kembali ke dunia anda? Dengan mengajaknya pulang sama saja dengan memberinya harapan kosong dan ia akan terus merenung dan merindukan anda saat tinggal disini. Belum cukupkah rasa sakit dan luka di hati Meisje Cerenia?" bisik Agatha pelan di telinga Ryan dengan raut wajah marah bercampur kecewa. Ryan tercengang, itu berarti mereka akan terpisah selamanya saat ia kembali ke masanya sendirian.

"Inilah perbedaan antara kita sekarang, Ryan... Keberadaan kita pada masa yang berbeda... Aku tidak bisa lagi bersamamu..." tutur Cerenia pelan.
"Kalaupun kembali ke masa kita lagi, aku hanya akan langsung lenyap... Keberadaanku telah ditentukan dan tersimpan di masa ini..." lanjut Cerenia. Ryan menunduk, air matanya tak kuasa dibendung olehnya lagi saat menyadari bahwa ia dan Melissa harus berpisah selamanya.

"Madame Agatha..." pinta Cerenia sambil memberi isyarat pada Agatha. Agatha mengangguk. Ia segera melepaskan rantai tangan kiri Ryan sehingga Ryan terbebas dari belenggunya.
Tubuh Ryan tampak lunglai, ia terhuyung-huyung hendak ambruk; namun Cerenia segera menangkap tubuh Ryan dan memeluknya dengan erat.

"M... Mel..."
"Maafkan aku, Ryan... Kamu harus kembali, tapi kumohon mengertilah... aku tidak bisa kembali bersamamu lagi... Aku harus tinggal disini. Inilah masaku disinilah keberadaanku..."
"A... aku... Argh!" Ryan hendak berbicara, namun lukanya kembali menimbulkan rasa perih yang luar biasa.
"Jangan bicara lagi Ryan... Aku hanya menghentikan peradanganmu sementara..."
"M... Mel... K... kamu... cantik..." puji Ryan sambil berlinangan air mata saat melihat sosok kekasihnya itu yang begitu cantik dan feminin dengan balutan gaun pengantinnya itu. Andai saja Melissa mengenakan gaun itu untuknya, tak terbayang betapa bahagianya dirinya. Namun kenyataan berbicara lain; Melissa sudah terlanjur menjadi pengantin wanita orang lain yang tak mungkin ia miliki lagi. Cerenia sedikit terhenyak mendegar pujian Ryan itu, ia tersenyum lembut sambil membelai rambut Ryan.
"Akhirnya... kamu memujiku juga, Ryan..." ujar Cerenia bahagia.
"Kalau saja aku bisa membanggakan ini dihadapan Linda atau Felicia..." Cerenia tampak kembali terisak sedih.

"Maafkan saya, Meisje Cerenia. Tapi kita sudah harus segera mengembalikan Meester Ryan ke masanya; jangan sampai ia melewatkan waktu selama 6 jam di villa ini." Tutur Agatha.
"Ya..." jawab Cerenia pelan sambil mengangguk tanda mengerti.
"6 Jam waktu berputar ke tanggal 6 November 1840, 6 jam masa yang terhabiskan di villa ini, dimana waktu akan terikat di masa depan... Dia sudah harus kembali, masih ada 20 menit lagi..." lanjut Agatha.

Cerenia menyadari waktunya amat terbatas, ia lalu berlutut sambil mendekap erat tubuh Ryan.
"Aku akan menyembuhkanmu, Ryan... Sebelum aku memulangkanmu ke masa kita." Tutur Cerenia sambil mendekap erat tubuh Ryan. Ryan bisa merasakan kehangatan dan kelembutan tubuh Cerenia, aroma lili semerbak dari tubuh Cerenia, rasa halus dan lembut dari gaun pengantin Cerenia kini dapat ia rasakan dan resapi sepenuhnya. Perlahan-lahan, rasa sakit di tubuh Ryan mereda dan lenyap, namun anehnya Ryan merasa semakin lelah dan mengantuk.
"Kumohon... berbahagialah di masa hidupmu, Ryan. Aku berharap kamu akan menemukan pengganti diriku... Lupakanlah aku dan carilah wanita lain yang pantas bagimu." Ujar Cerenia sambil berlinangan air mata. Air matanya yang bening menetes dan membasahi wajah Ryan. Ryan masih bisa melihat sekilas wajah Cerenia dan dari wajah Cerenia bisa terpancar jelas perasaannya yang begitu berat untuk melepas dan berpisah dengan Ryan selamanya. Ryan menghela nafasnya sejenak dan memantapkan hatinya...

"Tidak..." jawab Ryan.
"Eh?"
"Aku tidak akan melupakanmu, Melissa. Maafkan aku kalau aku sudah banyak menyakitimu." ujar Ryan.
"Kamu tetap akan ada didalam hatiku, selamanya... walaupun kita harus terpisahkan oleh waktu, apapun yang telah terjadi padamu... Kamu tetap pacarku, Melissa." lanjut Ryan dengan mantap, walaupun ia sendiri bisa merasakan kesadarannya yang kian buyar akibat rasa kantuk dan lelah yang melandanya.
"Terima Kasih, Ryan..." Cerenia kembali menyeka air matanya dengan penuh rasa haru dan sedih.
"Kamu juga, berbahagialah di masa hidupmu ini, Mel... Nek, tolong jaga dia..." pinta Ryan pada Agatha. Agatha mengangguk pelan, ia tampak menyeka airmatanya karena tak kuasa menahan rasa haru melihat perpisahan sepasang kekasih itu.
"Tenanglah, saya akan merawat Meisje Cerenia sebaik mungkin... dengan segenap jiwa saya." Ujar Agatha. Ryan tersenyum lega, entah kenapa ia bisa merasa tenang melepaskan kekasihnya itu. Mungkin inilah saatnya ia harus merelakan kekasihnya itu untuk menjalani hidup mereka masing-masing; lagipula, sorot mata Agatha tampak penuh kesungguhan dan keseriusannya dalam merawat dan menjaga Cerenia untuk Ryan.

Agatha lalu membisikkan sesuatu pada Cerenia, Cerenia tampak terkejut mendengar bisikan Agatha itu.
"Benarkah hal itu bisa terjadi? Madame Agatha?" tanya Cerenia penuh pengharapan.
"Ya, Meisje... ada kemungkinannya, namun anda harus memberitahunya dulu agar ia tidak terkejut apabila hal itu benar-benar terjadi." jawab Agatha.
"Waktunya tak akan sempat, aku akan memberitahunya lewat ini..." Cerenia mengeluarkan sehelai kain putih seperti sapu tangan dan seolah membisikkan sesuatu pada kain itu.
"Ryan, bawalah ini... ini kenang-kenangan dariku untukmu..." Ujar Cerenia sambil menyelipkan kain putih itu di saku baju Ryan.

"Selamat Tinggal, Mel..."
"Ya, Selamat Tinggal, Ryan... jaga dirimu baik-baik..." tutur Cerenia pelan.
"Aku berjanji akan me... mu ... gi... ... ..." bibir Cerenia tampak mengucapkan sesuatu, namun pendengaran Ryan mulai samar-samar, ia tidak lagi bisa mendengar jelas perkataan Cerenia maupun suara-suara disekitarnya. Entah apa yang dikatakan Cerenia, namun ia bisa samar-samar melihat Cerenia menunjuk ke saku baju Ryan dan menekannya, seolah memberi isyarat atas adanya sesuatu di kain putih yang diberikan olehnya.
Ryan menatap mata biru safir Cerenia yang indah tampak memancarkan kesedihan yang mendalam, itulah pemandangan terakhir yang dilihat oleh Ryan sebelum ia menutup matanya, aroma bunga lili yang lembut semerbak dari tubuh Cerenia mengiringi Ryan menuju alam mimpi dan ia pun akhirnya tertidur lelap...
 
PART 10: A Dream's End

CUIIT... CUIITT... Terdengar suara kicau burung di telinga Ryan dan membangunkannya dari tidurnya. Entah sudah berapa lama Ryan tertidur lelap. Saat ia mulai sadar dan terbangun, ia bisa merasakan rasa hangat menerpa wajahnya dengan lembut, sementara angin semilir membelai permukaan wajahnya. Ryan merasakan cahaya matahari yang cerah di pelupuk matanya.
"Hngg... Aahh..." Ryan meluruskan badannya sejenak dan pelan-pelan membuka matanya. Ia bisa melihat langit biru yang cerah, matahari yang bersinar cerah dan awan yang berarakan di udara.

Ryan melihat sekelilingnya, kini ia sudah berada disamping mobil yang disewanya bersama Melissa. Ryan bangkit dan berusaha memahami keadaan sekitarnya. Ia menyadari bahwa panorama alam disekitarnya adalah gunung tempat ia dan Melissa bertamasya.
"Hei, sudah bangun rupanya!" tiba-tiba terdengar suara seorang pria yang menyapa Ryan. Ryan menoleh ke asal suara itu dan dilihatnya seorang pemuda sedang berdiri dihadapannya sambil menggendong beberapa potong kayu bakar.
"Bi... Billy? Lho? Kenapa kamu ada disini?" tanya Ryan keheranan saat melihat teman kuliahnya, Billy berada disampingnya.
"Oi, oi, bukannya kamu yang mengajak kami ke sini? Katanya mau kemping? Kok kamu malah tidur? Dasar pemalas!" gerutu Billy.
"Kami?"
"Tuh, yang lain sudah pada pergi mencari kayu bakar untuk nanti malam! Cuma kamu saja yang ketiduran disini! Ayo cepat! Daripada nanti kita ditertawakan cewek-cewek gara-gara kamu!" lanjut Billy.
"Eh... eh... Bil... sekarang ini tahun berapa?" tanya Ryan sedikit cemas dan khawatir.
"Kelamaan tidur ya? Ini tahun 2010! Kamu menerawang sampai kemana waktu tidur?" ejek Billy.

Ryan beranjak bangkit dengan hati yang galau, benarkah semua yang ia alami dan rasakan beberapa saat lalu hanyalah mimpi? Ryan merogoh rusuknya, sama sekali tidak terasa sakit; seolah tidak pernah ada luka di tubuhnya itu.

"Ayo, cepat! Bantu aku sebentar!" pinta Billy sambil menyodorkan beberapa kayu bakar pada Ryan.
"Bil, kita kemping dengan siapa saja?" tanya Ryan.
"Duh, kamu kebentur batu atau apa, Ryan? Kamu sendiri yang mengajak aku dan Ferry; katanya disuruh bawa pacar masing-masing untuk kemping weekend!" jelas Billy.
"Jadi, Linda dengan Felicia juga ikut?"
"Yaa ampun... ingatnya pacar orang lain, pacar sendiri dilupakan!"
"Pacar? pacarku? Melissa! Dia ada disini?!" tanya Ryan tidak percaya.
"Hoi, sejak kapan kamu selingkuh?! Dasar playboy! Siapa tuh Melissa? Pacar barumu?" goda Billy sambil menyikut Ryan.
"Eh?" tanya Ryan heran, siapakah "pacar" yang dimaksud oleh Billy? Bukankah pacarnya seharusnya adalah Melissa, dan bukankah Melissa telah berada di masa lampau? Lalu, apa yang terjadi padanya di masa ini?

"Ooi..." Lamunan Ryan terbuyarkan oleh seruan Billy tampak melambaikan tangannya kearah sekelompok pemuda-pemudi yang sedang berkumpul di sebuah perkemahan. Ryan melihat dua temannya yang lain, Linda, bersama Ferry sedang menyiapkan tenda.

"Lama banget, Bil! Kita sudah keburu mau masak!" gerutu Linda.
"Iya, iya! Nih, si Ryan lagi tidur sampai mengigau parah, masak pacarnya dilupakan!" goda Billy sambil menyikut rusuk Ryan.
"Yaah, dasar pemalas!" timpal Ferry. Ryan masih tampak melongo, ia sekarang bingung membedakan apa yang terjadi; antara kenyataan dan mimpi. Bukankah tadinya ia hanya pergi ke gunung itu bersama Melissa? Lalu apa yang dilakukan oleh teman-teman kuliahnya disini? Sejak kapan ia mengajak mereka kemping bersama?

"Heei, kayunya sudah datang belum?" tiba-tiba terdengar suara dari dalam salah satu tenda itu, kain tenda itu disibakkan dan keluarlah seorang gadis muda berambut panjang. Ryan mengenali gadis itu sebagai Felicia, pacar Billy.
"Sudah nih, Sayang!" jawab Billy sambil meletakkan potongan kayu bakar itu.
"Waah, syukur deh! Sudah lapar banget nih!" gumam Felicia. Felicia lalu kembali masuk ke tendanya.
"Hei, kayunya sudah ada tuh! Ayo, buruan!" ujar Felicia memanggil seseorang dari dalam tenda itu.

"Huuh untunglah! Aku kira kita bakal kelaparan malam ini!" terdengar gerutuan seorang gadis dari dalam tenda itu. Ryan tersentak terkejut. Rasa-rasanya ia mengenali suara itu...
Kain tenda itu kembali terbuka dan keluarlah sesosok tubuh seorang gadis yang membawa sekeranjang jagung yang telah dikupas. Ryan benar-benar terkejut setengah mati saat melihat wajah gadis itu yang tak asing lagi di ingatannya. Ya, gadis itu tak lain adalah Melissa; dengan tubuh yang sama persis dengan saat sebelum ia menjalani ritual itu, namun rambutnya tidak lagi pendek, melainkan hitam panjang sebahu dan dihias dengan bando putih.

"M... Mel?! Melissa?! Kamu... kenapa masih disini?!" seru Ryan setengah tidak percaya. Para pemuda-pemudi itu tampak bingung dan keheranan saat Ryan memanggil nama "Melissa" itu.
"Hee? Ryan? Kamu panggil siapa tuh?" tanya Felicia heran.
"Tuh kan? Dia mengigau lagi! Oii, Lii...lyy! Si Ryan punya selingkuhan tuh! Sampai kebawa mimpi!" Goda Billy.
"Iya nih! Dari tadi melongo saja melulu! Kebanyakan tidur, mimpiin si Melissa kali!" canda Linda.
"Heeh? Kamu mimpi apa sih Ryan? Siapa itu Melissa?!" tanya gadis yang dipanggil Lily itu dihadapan Ryan sambil berkacak pinggang.
"E... eh... kamu..." ujar Ryan bingung sambil menunjuk ke arah Lily.
"Bil, tadi dia terhantam apa sih? Kok jadinya linglung begini?" tanya Lily heran.
"Tahu, demam kali, ya?" tanya Billy.
"Ta... tapi... kamu kan Mel... Melissa..."
"Sejak kapan aku berganti nama, heeh? Dasar! Namaku Lily tahu! Li... ly! Bukan Melissa!" tegas Lily.
"Nama pacar sendiri saja sampai lupa, dasar si Ryan!" imbuh Felicia.
"Li... Lily?" Ryan tampak kebingungan.
"Duh! Ampun deh! Sudah sana! Kamu istirahat saja, mungkin kamu kebanyakan bergadang!" omel Lily.

Ryan terkesima sesaat, apakah gadis ini bukan Melissa? Bagaimana mungkin? Selain rambut panjang sebahunya yang menggantikan rambut pendek Melissa, tubuh dan suara Lily sama persis dengan tubuh dan suara Melissa sebelum berubah menjadi Cerenia; dan lagi watak dan sifat mereka sama persis! Apa yang sebenarnya telah terjadi? Ryan semakin tenggelam dalam pemikirannya. Apakah ini adalah kenyataan atau hanya mimpi?

Tiba-tiba, Ryan mencium aroma bunga lili dari saku bajunya. Ryan terpana saat mengingat bahwa wangi itu adalah wangi tubuh Cerenia. Ryan segera merogoh sakunya, ia menemukan sehelai saputangan wanita dari sutra putih yang memancarkan aroma wangi itu. Ryan sadar, bahwa yang semua dialaminya di villa itu adalah nyata saat melihat saputangan itu.
Ryan melihat seperti ada noda di saputangan putih itu. Karena penasaran, ia pun membentangkan dan memperhatikan sapu tangan dengan seksama, rupanya noda itu adalah sebuah tulisan kecil yang bertuliskan...
"Vaarwell... Tot ziens, Ryan. Aku pasti akan menemuimu lagi... walaupun harus mengarungi waktu..." demikianlah tulisan itu tertera di saputangan itu.

Saat membaca tulisan "Aku pasti akan menemuimu lagi walaupun harus mengarungi waktu" itu, seketika itu pula Ryan memahami apa yang telah terjadi. Ya! Karena keberadaan Melissa telah berpindah mundur ke tahun 1840, maka wajar saja apabila tidak ada orang yang mengenal nama "Melissa" di masa ini karena alur sejarah telah sedikit berubah dengan keberadaan Melissa di masa lalu. Tentunya Lily telah menggantikan keberadaan Melissa dan ini pula yang menjelaskan mengapa peristiwa yang terjadi sekarang berbeda dengan apa yang terjadi sebelumnya; mengapa ada teman-teman Ryan dalam masa saat ia kembali dan situasi yang telah jauh berubah dengan tergantikannya keberadaan dan posisi Melissa oleh Lily sebagai pacar Ryan.
Ryan pun akhirnya menyadari arti dari keberadaan Lily, itulah penepatan janji Melissa untuk kembali bersamanya, setelah beberapa dekade yang memisahkan mereka. Pastilah Lily merupakan inkarnasi dari Melissa; guna menepati janjinya seperti yang telah tertulis di saputangan itu. Ryan tersenyum penuh kebahagiaan saat melihat janji Cerenia yang tertulis di saputangan itu. Saat ini yang ada dihadapannya adalah kenyataan, Melissa telah berhasil menepati janjinya, ia kini kembali sebagai gadis yang bernama Lily!

"Hayoo, sapu tangan siapa itu?! Punya si Melissa itu, ya?!" tiba-tiba terdengar suara wanita yang membuyarkan lamunan Ryan.
"Eergh..." Ryan mengerang saat telinganya tiba-tiba dijewer keras dari belakang.
"Kamu beneran selingkuh ya? Heh?!" terdengar suara Lily dari belakang.
"Li... Lily?" Ryan menoleh dan dilihatnya wajah yang telah lama ia rindukan itu, wajah manis gadis itu tampak merengut kesal dengan sorot mata yang tajam penuh kecurigaan.
"Akhirnya sadar juga deh! Kukira kamu kebentur batu atau demam sampai amnesia! Masak lupa dengan nama pacarmu sendiri." ujar Lily.
"Nah, sekarang jelasin padaku, itu sapu tangan cewek yang mana, Bung Playboy?" lanjut Lily sambil menguatkan jewerannya di telinga Ryan.
"Egh! Bu... bukan...aku... saputangan ini punyamu..." tutur Ryan sambil menahan rasa sakit di telinganya.
"Eh?"
"Iya... Aku mau memberikannya untukmu..." jelas Ryan.
"Yang benar?"
"Iya... anggap saja aku mengembalikannya padamu." Ujar Ryan. Lily mengrenyitkan dahinya sedikit kebingungan. Namun ia tetap mengambil saputangan itu dari tangan Ryan.
"Lhoo... kenapa ada tulisanku disini?" tanya Lily bingung saat melihat tulisan Cerenia. Ryan hanya tersenyum karena mengetahui fakta dari asal-usul saputangan itu.
"Kan sudah kubilang, sapu tangan itu punyamu." Jawab Ryan.
"Huuh, dasar aneh! Ya sudah, sapu tangan ini kuterima! Tapi kamu beneran nggak selingkuh kan?" tanya Lily sambil mendelik ke mata Ryan.
"Iya... sumpah! Buat apa aku cari pacar lagi? Pacarku saja sudah manis begini!" bujuk Ryan. Lily menatap tajam sorot mata Ryan, entah kenapa ia bisa merasakan bahwa Ryan tidak berbohong dan ada perasaan sayang dari sorot mata Ryan itu. Lily pun melepas jewerannya sambil tersenyum.
"Ya sudah, asal kamu nggak bohong. Aku nggak marah..." Ujar Lily.
"Nah, ayo! Kita mau pesta jagung bakar! Tolong bantu kami, ya!" lanjut Lily sambil tersenyum manis dan mengulurkan tangannya. Ryan melihat wajah Lily; ya, itulah senyum manis yang telah membuatnya jatuh hati pada Melissa, senyum itu sama persis dengan senyum Lily saat ini. Ya, Melissa telah hidup kembali sebagai Lily untuk menepati janjinya!

Tak kuasa menahan gejolak emosinya, Ryan segera meraih uluran tangan Lily dan menariknya kearah tubuhnya.
"Kyah!" Lily menjerit saat tubuhnya bertubrukan dengan tubuh Ryan. Ryan segera mendekap Lily sekuat mungkin, seolah tidak rela melepaskannya lagi.
"Ah! Hei, Ryan! Apa-apaan sih?!" protes Lily.
"Maaf, tapi bolehkah aku seperti ini sementara waktu?" pinta Ryan dengan suara yang bergetar menahan haru. Ia masih belum percaya bahwa kekasihnya itu masih bersamanya dan mereka tidak lagi terpisah; perpisahannya dengan Melissa seolah hanya mimpi semata. Ryan tidak peduli lagi dengan apa yang telah terjadi. Ryan mendekap erat tubuh Lily; ia bisa merasakan detak jantung Lily dengan amat nyata, bukti bahwa mereka hidup di masa yang sama. Lily sendiri bisa merasakan bahwa Ryan sedang tertekan dan terkejut. Lily pun sedikit tersenyum, ia seolah bisa merasakan dan mengerti akan keadaan hati Ryan yang galau dan berusaha menghiburnya sebisa mungkin.
"Kamu aneh deh, Ryan! Sebenarnya kamu kenapa sih? Ya sudah, kamu boleh memelukku sampai kamu baikan. Tapi jangan kelamaan, ya? Awas lho, kalau semua jagungnya keburu disantap mereka..." ujar Lily setengah bercanda sambil mengelus punggung Ryan untuk menenangkan pemuda itu.
"Terima kasih, Lily..." ujar Ryan pelan.
Ryan kembali menitikkan air mata, namun air matanya bukanlah air mata kesedihan lagi, namun air mata bahagia yang mengalir turun dari pipinya. Ryan tahu, bahwa ini adalah kenyataan indah yang telah menghapuskan mimpi buruk akan kehilangan kekasihnya untuk selamanya itu. Baginya, keberadaan Lily sudah lebih dari cukup untuk menghapuskan luka hatinya dan sebagai bukti nyata bahwa Melissa telah kembali padanya.

"Mimpi buruk itu telah berlalu... " bisik Ryan pelan.
"Dan walaupun saat ini adalah sebuah mimpi, kumohon, jangan bangunkan aku..." lanjutnya.

-TAMAT-
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd