Agen Terpercaya   Advertise
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Ritual Sex di Gunung Kemukus

test lebih diperbaiki lagi ya suhu...bnyak typo
dan alurnya santai aja....
biar lebih sedap dibacanya
 
RITUAL PERTAMA/ MELEPAS PERJAKA


Tepat perkiraan Mbak Wati, kami tiba di Solo pukul 07.00, dari stasiun kami meneruskan perjalanan menggunakan becak ke terminal bus. Ternyata perjalanan dilanjutkan dengan Bus arah Purwodadi, perjalanan yang melelahkan.

"Masih jauh, Mbak?" tanyaku setelah kami duduk berdempetan di dalam bus tidak ber AC sehingga jendela harus dibuka lebar untuk mengurangi udara dalam bus yang pengap dan panas.

"Kata temen Mbak dari sini sekitar satu jam lagi, kita turun di Barong." jawab Mbak Wati yang terlihat lelah namun tetap terlihat bersemangat. Senyumnya tidak pernah lepas dari bibirnya yang menurutku sangat sensual.

"Mbak, capek?" tanyaku melihat matanya yang letih tapi semangatnya terlihat nyata.

"Capek, tapikan nanti dapet yang enak." goda Mbak Wati dengan senyum manisnya. Senyum yang tidak pernah gagal membuat jantungku berdegup kencang.

"Eh, iya Mbak." jawabku tersipu malu karena tahu apa yang dimaksud, Mbak Wati. Saat bus mulai keluar terminal, kantukku semakin tidak tertahankan hingga akhirnya aku benar benar tertidur.

"Jang, Ujang, bangun, sudah mau sampai.!" kata Mbak Wati sambil membangunkanku. Dengan mata masih mengantuk, aku menatapnya bingung.

"Sudah sampai, Mbak?" tanyaku melihat ke luar kaca mobil, walau aku sebenarnya tidak mengenal daerah sini, semuanya terlihat sangat asing..

"Sebentar lagi. Minum dulu Jang, biar matamu melek." kata Mbak Wati memberikan botol mineral yang isinya tinggal separuh, aku langsung meminumnya hingga tidak tersisa.

"Barong, kiri..!" kata Mbak Wati berdiri, aku ikut berdiri dan mengambil tas tas yang berisi pakaian kami, sudah seharusnya aku membawa semua tas yang berisi pakaian dan perlengkapan berat lainnya karena itu tugas lelaki.

“Mau ke Gunung Kemukus, Mbak?” tanya seorang bapak bapak yang tidak digubris oleh Mbak Wati yang terus berjalan ke arah pintu depan dan aku tidak perlu mewakili Mbak Wati menjawab pertanyaan si Bapak yang terlihat bergairah melihat Mbak Wati.

"Kita jalan kaki saja ya, Jang..! Badan Mbak pegal dari kemarin sore duduk saja." kata Mbak Wati saat kami sudah turun dari bus yang langsung melaju meninggalkan kami.

"Iya, Mbak..!" jawabku setuju, berjalan bisa mengendorkan otot otot kami yang kaku.

Kami berjalan bergandengan, beberapa tukang ojek yang sedang mangkal menawari kami, semuanya kami tolak dengan halus. Berjalan sambil bergandengan tangan dengan seorang wanita cantik sangatlah berbeda rasanya, ada kebanggaan yang muncul saat orang melihat ke arah Mbak Wati sambil bisik bisik yang tidak bisa kami dengar.

Akhirnya kami sampai pada sebuah waduk yang berbama wadung Kedung Ombo yang dibangun pada tahun 1985 hingga 1989, Waduk mulai diairi pada 14 Januari 1989 .
Menenggelamkan 37 desa, 7 kecamatan di 3
kabupaten, yaitu Sragen , Boyolali , Grobogan.
Sebanyak 5268 keluarga kehilangan tanahnya
akibat pembangunan waduk ini.

Pada tahun 1994, belum semua bagian waduk yang terendam oleh air sehingga kami masih busa berjalan ke Gunung Kemukus tanpa menggunakan perahu, sekarang jalan menuju ke Gunung Kemukus sudah tenggelam berganti menjadi jembatan.

"Masih jauh, Mbak?" tanyaku melihat jalan lurus ke arah Gunung Kemukus yang berupa tanah yang lebih tinggi dari pada kiri kanannya. Seperti jalan yang diapit oleh dua jurang dangkal.

"Nggakak tahu, Mbak belum pernah. Cuma kata teman Mbak dari Barong kurang lebih satu kilo meter." jawab Mbak Wati mengusap keningnya yang berkeringat akibat matahari yang terik sementara di kiri kanan kami tidak ada pohon.

o5xdmb.jpg


Kami terus berjalan di atas tanah kering yang berdebu hingga akhirnya kami sampai di pintu gerbang Gunung kemukus, Mbak Wati segera membeli tiket masuk yang aku lupa berapa harganya waktu itu. Setelah berjalan ke dalam, kami masuk ke sebuah warung yang terlihat sepi.

"Bu, kopinya satu dan teh manis ! " kata Mbak Wati ke pemilik warung yang menyambut kami dengan mata berbinar. Sepertinya kami pelanggan pertama yang masuk ke tempat ini.

"Ko, sepi, bu ?" tanya Mbak wati menyadarkanku dengan situasi sekeliling kami yang sepi. Sejak kami memasuki loket, sepanjang jalan berjajar warung warung yang terlihat sepi pembeli. Berbeda dengan tempat ziarah yang sudah terkenal dan selalu ramai dikunjungi peziarah yang datang dari setiap penjuru.

"Di sini ramainya malam Jum'at pon dan Jum" at kliwon, Mbak. Sampeyan dari mana, sudah berapa kali kesini ? Makannya juga, ggak?" tanya pemilik warung membombardir dengan berbagai pertanyaan, pandangan matanya penuh selidik bergantian ke arahku dan Mbak Wati.

"Baru sekarang, ibu. Saya dari Bogor, Jawa Barat, Iya Bu, sekalian nasinya.. Masih ada kamar kosong, Bu? "Tanya Mbak Wati sambil menoleh ke arahku karena bunyi perutku sangat keras hingga terdengar olehnya. Aku tersenyum malu.

"Masih banyak yang kosong, kecuali malam Jum'at Pon, semua kamar di sini penuh." jawab pemilik warung sambil menyuguhkan kopi dan teh manis ke hadapan kami. Dia kembali menyiapkan nasi dan lauk pauknya untuk disuguhkan kepada kami. Melihat nasi yang masih panas, membuatku semakin lapar.

Setelah selesai ngopi dan makan, pemilik warung mengajak kami masuk ke dalam warung, ternyata ada beberapa buah kamar berdinding triplek yang berjejer. Kami memilih kamar paling pojok agar tidak terganggu oleh pengunjung lain. Kamar yang kami tempati hanya berukuran 2 x 2 tanpa ranjang, kasur tergeletak di lantai. Kamar ini seperti kamarku di desa.

Aku segera merebahkan tubuhku yang terasa letih, mengikuti Mbak Wati yang sudah lebih dahulu membaringkan tubuhnya. Tubuh kami saling berdempetan membuat jantungku berdebar kencang, inilah pertama kali aku berada di kamar hanya berduaan dengan seorang wanita. Bau tubuh Mbak Wati membuatku semakin bergairah. Aku ingin memeluknya, tapi aku tidak mempunyai keberanian untuk melakukannya.

"Kamu mau langsung ngentot, atau mau mandi dulu?" tanya Mbak Wati sambil memelukku yang terpaku kaget dengan tawarannya.

"Ter serah..!" jawabku gugup. Payudara Mbak Wati terasa lunak menekan tubuhku.

"Kamu ditanya malah gugup..!" goda Mbak Wati semakin mempererat pelukannya, bahkan wajahnya menempel pada wajahku sehingga aku bisa merasakan nafasnya yang menerpa wajahku.

Aku semakin gelisah, tanganku tepat berada di selangkangan Mbak Wati, seolah Mbak Wati sengaja melakukannya. Pikiranku kosong tidak tahu apa yang harus aku lakukan, aku hanya bisa berharap Mbak Wati yang akan memulainya lebih dahulu,, mengajariku harus melakukan apa terhadapnya.

"Kita langsung mandi di sendang Ontrowulan, Jang. Setelah itu kita ziarah ke makam, Pangeran Samudra, setelah itu kita bisa bebas ngentot." Kata Mbak Wati, berbisik di telingaku, membuatku sedikit kecewa dengan keputusannya padahal aku sudah sangat ingin merasakannya, hal yang selalu dibanggakan oleh teman temanku yang sudah melepas masa perjakanya. Ya, memang seharusnya seperti itu, ritual harus mengikuti aturan dan tata cara yang benar. Pikirku berusaha menghibur diriku sendiri, tidak akan lari Gunung dikejar. Masanya melepas perjaka hanya tinggal menghitung jam.

"Iyyya, Mbak..!" jawabku. Sabar Jang, tinggal beberapa jam lagi. Aku menarik nafas sepanjang yang aku bisa.

"Gak bawa handuk, Mbak?" tanyaku heran melihat Mbak Wati langsung keluar kamar tanpa membawa apa apa, hanya tas tangan yang dibawanya.

"Kita mau mandi kembang tidak boleh pakai handuk, biar air sendang meresap ke tubuh kita." jawab Mbak Wati mengingatkanku saat aku mandi di tempat tempat keramat bersama Mang Karta, aku tidak boleh melap tubuhku yang basah karena akan mengurangi kekuatan mistis yang terdapat di air.

2q9wino.jpg


Sesampainya di sendang, aku heran karena tidak melihat sebuah sendang melainkan bilik kamar mandi yang di temboknya tertulis SENDANG ONTROWULAN. Yang dimaksud sendang, ternyata hanya sebuah sumur di dalam kamar mand, konon di sinilah Dewi Ontrowulan menyucikan diri sebelum akhirnya moksai, Mbak wati membeli kembang, lalu mengajakku masuk ke dalam bilik kamar mandi tempat sendang ontrowulan, membuat jantungku berdebar kencang. Aku akan bisa melihat tubuh bugil Mbak Wati hal yang belum pernah aku alami.

2lo0r5z.jpg


"Kamu kenapa, Jang?" tanya Mbak Wati yang melihatku tegang menanti apa yang akan terjadi.

"Gak apa apa, Mbak..!" jawabku gelisah saat Mbak Wati melepas jilbabnya, lalu membuka ikatan rambutnya sehingga rambutnya yang panjang tergerai indah. Aku merasakan sesuatu yang berbeda, padahal hampir setiap hari melihat rambut Mbak Wati saat di Bogor.

“Kamu seperti belum pernah melihat rambutku saja, Jang.” Kata Mbak Wati tertawa kecil melijatku yang terpesona oleh keindahan rambutnya.

“Ngga tahu Mbak, rambut Mbak sepertinya berbeda dibandingkan saat di Bogor.” Jawabku tidak mengerti dengan apa yang kurasakan.

“Apanya yang berbeda, Jang?” tanya Mbak Wati sambil mempermainkan rambutnya di dada.

“Nggak tahu Mbak, terlihat lebih imdah.” Jawabku semakin tidak mengerti apa yang sedang kurasakan. Samar samar aku melihat seorang wanita cantik yang berkemben mengibaskan rambutnya yang panjang sehingga beberapa perhiasan yang menempel pada rambutnya berjatuha dan saat menyentuh tanah, perhiasan itu hilang tidak berbekas. Aku memejamkan mataku, setahuku saat kami masuk, tidak ada seorangpun selain kami berdua.

“Kamu kenapa, Jang? Wajah kamu mendadak jadi pucat?” tanya Mbak Wati menjadi khawatir, dia meraba dahiku yang tiba tiba basah oleh keringat.

“Nggak apa apa, Mbak..!” jawabku, berusaha memberanikan diri membuka mata. Wanita itu sudah tidak, lenyap entah ke mana.

“Ya sudah, kita jangan lama lama di sini, nanti keburu ada yang datang untuk mandi.” Kata Mbak Wati mulai membuka baju bagian atasnya, membuatku menahan nafas mengikuti gerakkan baju yang terangkat semakin tinggi. Perut Mbak Wati memang berlemak, tapi tidak sedikitpun mengurangi keindahannya. Nafasku nyaris berhenti saat payudaranya yang tertutup BH, terbebas dari baju yang membelenggunya.

"Kenapa, Jang? Tetek Mbak gede ya?" goda Mbak Wati meremas payudaranya, menggodaku yang shock melihat payudaranya yang terbungkus BH, aku ingin menyentuhnya, tapi keberaniannku tidak sebanding dengan keinginanku.

Mataku kembali disuguhi pemandangan yang hanya ada dalam khyalanku, Mbak Wati menurunkan rokny perlahan, terlalu pelan sehingga seperti sebuah slow motion yang membetot kesadaranku. Celana dalamnya menghalangiku melihat bentuk memeknya yang seklilas pernah aku lihat di kontrakan. Buka terus, jangan siksa aku dengan gerakkanmu yang terlalu pelan.

“Jangan melotot begitu, nanti mata kamu lepas. Hihihi..!” kata Mbak Wati tertawa geli, tangannya berkacak pinggang. Sayang, BH dan Cd menutupi bagian yang paling ingin aku lihat, bagian yang membedakan seorang wanita dengan pria.

"Jang, jangan melotot terus, nanti juga setelah selesai ziarah kamu bksa merasakan semuanya.!" kata Mbak Wati menghampirikj dan menarik kaos yang aku kenakan terlepas dari badanku melewati kepala. Dengan santai mbak wati berjongkok dan membuka celanaku seperti seorang ibu yang menelanjangi anaknya yang nakal dan tidak mau mandi. Aku diam, tubuhku semakin kaku bahkan saat harus mengangkat kakiku untuk melepas celana, membuat celanaku basah terkena genangan air di lantai.

"Jang, kontol kamu gede amat !" ucap Mbak Waati takjub melihat kontolku yang sudah berdiri dengan perkasanya. Reflek aku menutup kontolku dari pandangan Mbak Wati yang melotot tepat di depan kontolku.

"Gak usah ditutup, Jang. Bentar lagi kontol kamu masuk memekku nanti malah kamu yang pengen selalu telanjang di depanku. Hihihi" Mbak Wati tertawa geli melihatku yang pucat karena malu. Tangannya menepiskan tanganku yang berusaha menutupi kontolku dari pandangan matanya yang takjub.

“Tolong bukai Bh Mbak, Jang !” kata Mbak Wati menarik tanganku sehingga tubuh kami bersentuhan, hangat sekali tubuhnya, bahkan aku bisa merasakan detak jantung Mbak Wati yang sangat keras.

“Jangan diam saja Jang, bukain BH Mbak! “ kata Mbak Wati berbisik sehingga nafasnya menerpa leher dan telingaku, membuat kesadaranku nyaris hilang.

"Iyyyya..!" tanganku terulur meraih kaitan BH yang berada di punggungnya sehingga tubuh kami semakin menempel, payudaranya yang besar terasa lunak dan hangat. Ya Tuhan, jangan biarkan aku hilang kesadaran sebelum mencicipi tubuhnya yang indah.

"Kamu bisa gak sich, buka kancing BH? " tanya Mbak Wati, tangannya memeluk leherku sehingga kesadaranku nyaris hilang dan aku belum juga berhasil membuka BHnya.

"Dasar perjaka ting ting..!" kata Mbak Wati membantu ku membuka kaitan BHnya yang dengan cepat terlepas.

"CD Mbak Jang, bukain..!" kata Mbak Wati merajuk manja sambil menekan pundakku agar berjongkok di hadapannya. Tanpa dapat kutahan dan aku memang tidak berusha jntybertahan, aku berjongkok menatap gundukan memeknya yang tersembunyi di balik CD putihnya sehingga aku bisa mencium bau asing dari memeknya, bau yang sangat menggarahkan.

"Bukain Jang, jangan dilihatin terus, nanti keburu ada Ya datang mau mandi..!" kata Mbak Wati menyadarkanku, ini bukan tempat yang teppat untuk menikmati keindahan tubuhnya. Dengan tangan gemetar aku bergerak cepat membuka cd nya.

"Memek Mbak jadi nyut nyutan pengen dientot...! Buruan kita mandi." kata Mbak Wati mengambil bungkusan berisi kembang dan minyak mawar dari tasnya. Kembang ditaburkan dalam ember yang masih kosong. Aku segera menimba air dan mengisi ember hingga penuh. Mbak Wati meneteskan minyak mawar ke dalam air.

"Jang, Mbak dulu yang kamu mandiin, setelah itu Mbak yang mandiin kamu. Ikuti bacaan Mbak, ya..!

Niat isun ngadusi Wati binti Adam,.................. "

kata Mbak Wati berjongkok menghadap sumur, membelakangiku. Membaca mantra untuk mandi hingga selesai. Mantra ya g menurutku terlalu panjang dan bebeda dengan mantra mandi yang aku hafal.

"Iyya, Mbak..!" aku mengikuti bacaan Mbak Wati hingga selesai. Dengan tangan gemetar, aku mulai menyiramkan air dari gayung ke atas kepala Mbak Wati sebanyak tujuh gayung, aku melakukannya dengan tergesa gesa. Aku ingin semua prosesi ritual cepat selesai sehingga aku bisa bisa membenamkan kontolku di memek Mbak Wati.

"Selesai, Mbak." kataku setelah tujuh gayung air membasahi tubuh Mbak Wati yang terlihat khusu menjalani prosesi ritual. Hilang sudah kesan nakal dan binal yang selalu terucap dari bibirnya.

"Sekarang Mbak yang mandiin, kamu." tanpa diperintah untuk kedua kalinya, aku berjongkok menghadap Mbak Wati sehingga aku bisa melihat memeknya dengan jelas, memek yang akan menjadi petualangan pertamaku.

"Kamu Jang, kok malah menghadap memek Mbak, bukannya menghadap sumur.!" kata Mbak Wati hanya tertawa kecil melihatku, dia mendekatkan memeknya ke wajahku membuat wajahku semakin memerah. Tangannya menarik kepalaku sehingga menyentuh memeknya, tercium bau memek yang sangat khas.

"Kamu sudah gak sabar pengen nyium memek, Mbak ya?" goda Mbak Wati sambil bergerak mundur menjauhkan memeknya dari wajahku, reflek aku mengejar memek Mbak Wati, tidak rela mangsa yang sudah di depan mata terlepas begitu saja.

"Santai, Jang. Nanti juga kamu bisa menikmati memek Mbak sesuka kamu, sepuasnya. Sekarang kamu menghadap sendang.!" kata Mbak Wati membuatku malu. Aku segera berbalik membelakanginya.

Mbak Wati mengambil air dengan gayung dan mulai membaca mantra seperti yang diajarkannya kepadaku, dia sangat khusu sehingga membuat bulu kudukku merinding membuatku melupakan bayang bayang memeknya dari pikiran. Air tertumpah membasahi kepalaku, turun ke sekujur tubuh yang membuatku merasa segar dan nyaman.

"Sudah, Jang..!" kata Mbak Wati menepuk pundakku yang sedang khusu. Aku segera berdiri nenatap Mbak Wati yang kembalu mengenakan pakaiannya.

"Terus sekarang kita ke mana, Mbak?" tanyaku setelah kami selesai berpakaian.

"Ke Makam Pangeran Samudra di atas bukit, kita ziarah dulu di sana." jawab Mbak Wati tersenyum menggodaku yang sudah tidak sabar ingin melepaskan perjaka.

Dari sedang ke makam Pangeran Samudra lumayan jauh, kami harus menaiki anak tangga yang berjumlah puluhan. Di kiri kanannya terdapat warung warung yang setahuku menyediakan kamar kamar untuk menginap dan melakukan ritual mesum. Sungguh tempat yang sangat unik, satu sisi tempat ini dianggap sebagai tempat sakral yang bisa mengabulkan setiap hajat dan pada sisi lain, tempat ini menjadi tempat mesum yang dijadilkan lokalisasi para wanita yang menjajakan dirinya.

Sesampainya di atas bukit, ada beberapa wanita menjajakan kembang untuk para peziarah. Mereka menawarkan kembang kepada para peziarah yang datang, Mbak Wati membeli dua bungkus kembang dan menyan yang sudah tersedia. Setelah itu kami masuk bangunan makam yang diberi nama Bangsal Sonyoyuri, di situlah makam Pangeran Samudra yang dipercaya sebagai putra dari Prabu Brawijaya V, raja terahir kerajaan Majapahit.

Sejarah dan asal usul Pangeran Samudra masih simpang siur, banyak persi yang beredar tetapi yang paling melekat adalah ucapan Dewi Ontrowulan sebelum wafat.

“ Bagi siapa saja yang mempunyai keinginan atau cita-cita, untuk mendapatkannya,harus dengan sungguh- sungguh, mantap, teguh pendirian, dan dengan hati yang suci. Jangan tergoda oleh apa pun, harus terpusat pada yang dituju atau yang diinginkan. Dekatkan dengan apa yang menjadi kesenangannya, seperti akan mengunjungi idamanya ( Dhemenane, Pacar gelap; selingkuhan )”

Kepercayaan itulah yang membuat ritual sex tumbuh subur di Gunung Kemukus.

"Nama dan binti, niat anda datang ke sini, Mbak ?" tanya kuncen ke Mbak Wati yang dengan lancar menyebutkan nama dan maksudnya datang ke Gunung Kemukus.

"Kamu ? " kuncen menoleh ke arahku., menanyakan hal yang sama seperti yang ditanyakan ke Mbak Wati.

"Ujang bin Ugan, niatnya sama, Pak" aku menjawab lirih, bau menyan begitu tajam membuatku merinding dan semakin merinding saat kuncen membaca mantra. Bau menyan yang mengingatkanku ke Abah, setiap malam Jumat Abah selalu membakar kemenyan untuk susuguh ke para Karuhun. Kulihat Mbak Wati menundukkan wajah dengan khusyuk.

Selesai membaca mantra, kuncen memberikan kembang yang sudah diasapi menyan, menyuruh kami masuk ke dalam cungkup makam. Hanya kami berdua di dalam cungkup, bersila dan berdoa dengan khusuk agar semua keinginan kami terkabul.

Keheningan itu pecah saat Mbak Wati terisak lirih, air mata mengalir di pipinya yang chubby dan mulus, tanpa sadar, aku pun ikut menangis. Teringat dengan nasibku, umur 8 aku sudah menjadi yatim, umur 15 tahun, aku sudah harus memberi nafkah ibu dan adikku, membiayai sekolah adikku adikku.

Suara isak kami seperti mantra yang mengetuk alam ghaib, mengiba agar semua hajat kami terkabul. Kami bersujud tanpa sadar, dahi kami menyentuh marmer makam yang dingin, semua tangis dan kesusahan yang dialami semuanya, seakan tertumpah saat itu. Akhirnya kesadaranku pulih, saat Mbak Wati mengguncang pundakku, tersenyum dengan mata yang sembab.

"Sudah selesai. Belum?" tanya Mbak Wati, masih terlihat matanya yang sembab sehabis menangis.

"Mbak sudah?" tanyaku balik bertanya. Aku kesini karena ajakannya, maka semuanya harus mengikuti perintahnya.

"Sudah..!" jawab Mbak Wati sambil berdiri, tangannya yang terulur kusambut dengan senang hati. Kami bergandengan tangan meninggalkan bangsal Sonyoruri seperti sepasang kekasih yang sedang dimabuk cinta dan kerinduan setelah lama berpisah. Mungkin ini yang dimaksud Dewi Ontrowulan dengan kata DEMENAN, walau pemahaman kami tentang kata DEMENAN berbeda dengan maksud dari Dewi Ontrowulan.

Kata DEMENAN menurut pemahaman kami adalah menumpahkan semua hasrat birahi yang belum tersalurkan, hasrat birahi tabu karena kami bukanlah sepasang suami istri,. Mbak Wati adalah seorang istri yang datang mencari berkah kekayaan sehingga rela berzina denganku seorang perjaka yang mendambakan kehangatan seorang wanita. Semuanya akan kami tumpahkan di sini, menuntaskan hasrat birahi yang belum sempat kami reguk.

Tanpa bersuara kami meninggalkan makam Pangeran Samudra, bergandengan tangan menuruni anak tangga yang di kiri kanan berjejer warung warung yang sepi, setia menunggu malam Jum'at Pon tiba. Pada saat itulah ribuan orang akan memadati tempat ini, menuntaskan hasrat birahi mereka dengan dalih melakukan ritual, ngalap berkah lewat pertemuan Lingga dan Yoni.

Kami berjalan menuruni anak tangga dengan bergandengan tangan dengan perasaan gelisah, sebentar lagi Ritual selanjutnya akan dimulai, tanganku semakin erat menggenggam tangan Mbak Wati yang menoleh ke arahku dengan senyumnya yang khas, sebentar lagi aku akan merasakan kenikmatan yang sebenarnya dan melakukan ritual sesungguhnya. Kenikmatan ngentot yang akan membuatku menjadi pria sejati.

****

Setibanya di kamar, Mbak Wati memesan kopi pahit, kopi manis, susu dan air putih. Piring kosong untuk tempat bunga, semuanya diletakkan di meja. Dari dalam tas, Mbak Wati mengeluarkan lisong, rokok klobot dan juga daun sirih.

“Untuk sesaji, " kata Mbak Wati menjelaskan melihat tatapanku. Senyumnya tidak lepas dari bibir mungilnya. Aku hanya mengangguk, karena hal ini bukan hal asing untukku. Aku dibesarkan oleh Ibu dan Abah/kakekku serta Mang Karta yang sangat memegang teguh adat istiadat, tradisi yang rutin kami lakukan pada malam malam tertentu dan saat saat tertentu. Menaruh sesajen di tempat PENDARINGAN/ TEMPAT MENYIMPAN BERAS, selalu rutin kami lakukan. Membakar menyan, tidak pernah Abah lewatkan.

"Sudah siap, buka bajunya Jang. Kita akan melakukan meditasi dalam keadan tubuh telanjang, memohon agar semua keinginan kita terkabul." kata Mbak Wati tersenyum menatapku yang asik melihat persiapan yang dilakukan Mbak Wati. Mbak Wati membuka jilbab perlahan lahan, membuatku menahan nafas. Walau aku tahu dan selalu melihat rambut dan lehernya tapi saat ini terasa berbeda, entah apa yang membuatnya berbeda.

"Kamu kenapa Jang, ngeliat Mbak seperti itu? " kata Mbak Wati sambil menggeraikan rambutnya yang panjang dan basah, semakin menambah kecantikannya, leher yang tidak jenjang tidak mengurangi keindahan rambutnya.

"Gak apa apa, Mbak..!" jawabku berbohong, jantungku berdegup makin kencang saat Mbak Wati mengangkat bajunya perlahan sehingga aku melihat perutnya yang berlemak, tidak mengurangi keindahan tubuhnya.

"Perut Mbak, gendut ya?" tanya Mbak Wati mengelus perutnya yang berlemak, seolah ingin menunjukkan lipatan lemak yang berada di perutnya.

"Iyyyya, Mbak!" jawabku gugup dengan pertanyaan Mbak Wati.

"Ujang jahat, perutku dibilang gendut." kata Mbak Wati kembali menurunkan bajunya sehingga aku gagal melihat keindahan payudaranya yang sudah menyihirku di Sendang Ontrowulan, tentu saja hal ini membuatku panik.

"Bukkkan begitu, Mbak. Perut Mbak Wati sexy..!" kataku berusaha meredakan kemarahan Mbak Wati. Aku tidak menyangka perkataanku menyinggung perasaan Mbak Wati.

"Hihihi, kamu lucu, Jang. Dasar perjaka ting tong..!" kata Mbak Wati kembali mengangkat baju atasnya perlahan lahan berusaha menggodaku yang bisa menarik nafas lega, ternyata Mbak Wati tidak marah seperti dugaanku. Dia hanya sedang menggodaku saja.

"Mbak Wati ngeledek..," kataku cemberut, setidaknya keteganganku mulai berkurang, ketegangan yang kurasakan sejak dari Bogor.

Pandanganku kembali tertuju ke Mbak Wati yang semakin tinggi menaikkan bajunya, kembali aku menarik nafas saat payudaranya yang tertutup BH warna putih terlihat.

"Tetek Mbak, gede nggak?" tanya Mbak Wati memegang kedua payudaranya yang tidak tertampung seluruhnya oleh BH yang menurutku sangat kekecilan untuk ukuran payudara Mbak Wati.

"Gede, Mbak..!" jawabku menelan air liur untuk membasahi tenggorokanku yang tiba tiba menjadi kering.

"Kamu sudah pernah nyusu, belum?" tanya Mbak Wati mengeluarkan payudaranya dari sela sela BH, sehingga kembali aku melihat putingnya yang berwarna kehitaman terlihat mengundang seleraku.

"Dulu sering, Mbak..!" jawabku, tidak mau dianggap culun, tentu saja aku pernah mencicipi susu ibuku sampai umur dua tahun, hingga akhirnya Ibuku berhenti memberikan aku susu karena putingnya tergigit olehku saat sedang menyusui, begitu cerita yang aku dengar dari ibuku.

"Katanya kamu nggak pernah deket sama cewek? Jangan jangan kamu suka main sama PSK yang biasa mangkal di stasiun, ya?" tanya Mbak Wati terdengar kecewa, bisa saja dia terkena penyakit menular kalau aku sering main dengan PSK.

"Kata Ibuku, waktu bayi aku paling kuat nyusunya." jawabku jujur. Aku agak kecewa saat Mbak Wati memasukkan payudaranya ke dalam BH.

"Ujang jahatttt...!" kata Mbak Wati dengan suara meninggi. Mbak Wati melempar bajunya ke wajahku membuatku tertawa geli karena berhasil membalas perbuatannya. Aku menciumi baju Mbak Wati, menghisap bau keringat Mbak Wati yang menempel di bajunya. Bau keringat yang semakin merangsangku.

"Jang, kok malah nyiumin baju sich, kan enakan nyiumin orangnya." kata Mbak Wati yang terlihat cemburu pada bajunya yang sedang aku ciumi.

"Abisnya dari tadi Mbak belum bugil juga, katanya mau meditasi bugil..!" kataku mengeluarkan unek unek, tidak tahukah dia aku sudah sangat tidak sabar untuk memulai ritual yang sesungguhnya. Ritual yang akan membuatku menjadi pria dewasa.

"Kamu juga belum buka baju, masa sudah nyuruh Mbak bugil..!" kata Mbak Wati mulai menurunkan roknya perlahan lahan sehingga aku melihat celana dalamnya yang berwarna putih.

"Mbak, lama amat." kataku mulai tidak sabar. Aku segera membuka seluruh pakaianku secepat yang aku bisa, seharusnya Mbak Wati mengikuti caraku, bukan malah menggodaku.

"Hihihihi, kamu sudah tidak tahan ya?" tanya Mbak Wati kembali melemparkan roknya menutupi wajahku.

"Bau keringat, Mbak..!" kataku kembali menciumi rok Mbak Wati berusaha mencari bau memek yang menempel, tapi aku gagal menemukannya.

"Kamu gak mau nyiumin CD, Mbak!" kata Mbak Wati menyodorkan CDnya me wajahku, entah sejak kapan dia melepaskannya. Aku mengambil CD dari tangan Mbak Wati dan menciumnya dengan bernafsu. Beginikah bau memek? Aku semakin bernafsu menciumi celana dalam Mbak Wati, ada bercak basah yang menempel di bagian yang menutupi memeknya.

"Ujang, jorok CD Mbak diciumin begitu, kalau mau nyiumin memeknya bukan celananya." kata Mbak Wati merampas celana dalamnya yang sedang kuciumi membuatku tertawa geli melihat wajah Mbak Wati yang terlihat jengkel melihatku mengabaikan tubuhnya. Godaanku berhasil, Mbak berhasil aku taklukkan, dia tentu tidak mau dikalahkan oleh pakaiannya sendiri, benda mati yang bisa dibuang kapan saja.

"Kita mulai meditasinya, Jang..!" kata Mbak Wati menarik tanganku agar duduk bersila berhadapan dengannya dengan dengkul yang saling bersentuhan. Mataku tidak mampu beranjak dari payudaranya yang menggantung seperti buah pepaya yang kutanam di desa.

"Kita bersila berhadapan, Jang. Kita baca mantra dulu sebelum kita ngentot, kamu ikuti bacaan Mbak, ya !" Kata Mbak Wati menerangkan apa yang harus kulakukan. Aku hanya menganggukan kepala tanda mengerti apa yang dikatakannya, walau aku sedikit kecewa karena harus melewati proses yang sepertinya tidak berakhir. Tidak masalah buatku yang sudah terbiasa membaca berbagai macam mantra yang sudah sering diajarkan oleh Abah dan Mang Karta, yang jadi masalah aku sudah sangat menginginkan kontolku terjepit memek Mbak Wati.

Kami duduk bersila berhadapan dengan tubuh bugil, dengkul kami saling bersentuhan. Setelah menganggap posisi kami sudah benar, Mbak Wati mulai membaca mantra dalam bahasa jawa, aku mengikuti bacaan Mbak Wati walau konsentrasiku terpecah antara mantra dan tubuh bugil Mbak Wati yang terlihat di depan mataku.. Beberapa kali mataku terbuka menatap tubuh polos Mbak Wati, tidak ada yang terlewat olehku. Sementara bibirku mengikuti apa yang dibaca oleh Mbak Wati, mengikutinya tanpa mengerti maksudnya. Aku lebih fokus dengan pikiranku untuk segera meraba setiap bagian tubuh Mbak Wati, menikmati jepitan memeknya yang konon di situlah surga dunia berada.

"Jang, kamu sudah gak sabar ya?." tanya Mbak Wati setelah mantra selesai kami ucapkan dan melihat mataku yang tidak berkedip. Mbak Wati tiba tiba mendorongku jatuh terlentang. Jantungku berdegup sangat kencang, inilah saat yang aku tunggu, detik detik keperjakaanku menjadi tumbal Ritual di Gunung Kemukus.
Tumbal yang tidak akan pernah kusesali. Tumbal kenikmatan yang akan membuka pintu surga dunia.

Mbak Wati tersenyum menggodaku yang sangat tegang menanti apa yang akan dilakukannya. Seperti seorang wanita nakal, Mbak Wati merangkak di atas tubuhku yang menjadi kaku. Payudaranya yang besar menyentuh kulitku merambat naik hingga dada saat wajah kami berhadapan, lunak dan hangat, kulitnya terasa sangat halus. Mbak Wati kembali tersenyum sebelum mulai mencium bibirku dengan bernafsu, lidahnya masuk ke dalam mulutku sehingga air liurnya masuk tertelan olehku. Inilah ciuman pertamaku, Mbak Wati tidak hanya mengulum bibirku dengan bernafsu, tangannya pun aktif memelintir pentil dadaku dengan lembut membuat tubuhku merinding geli dan nikmat yang menjadi satu. Pengalaman pertama yang fantastis, pengalaman mesum dan mistis, entah mana yang paling dominan saat ini, semuanya menjadi kabur dan aku tidak mau berpikir. Mataku terpejam menikmati perlakuan Mbak Wati.

"Kamu benar benar belum pernah bermesraan dengan cewek, y?" bisik Mbak Wati, lidahnya menjilati belakang telinga membuatku menggelinjang geli.

"Iya, Mbak..!" jawabku pelan. Aku memberanikan diri meraba payudaranya yang menempel di dadaku, tanganku gemetar saat bersentuhan dengan kulitnya yang halus.

"Diremes Jang, jangan cuma dielus..!" bisik Mbak Wati diakhiri dengan gigitan kecil pada telinga membuatku semakin blingsatan oleh rangsangan, tidak bisakah Mbak Wati memulai ritual yang sesungguhnya, bukan hanya mengulur waktu yang sangat berharga.

"Mbak, kapan mau ngentotnya?" tanyaku tidak bisa menahan diri untuk bertanya padanya. Aku sudah menanti momen ngentot sejak pertama kali menginjakkan kaki di tempat ini, kesabaranku hampir habis, aku bisa memperkosanya kalau terus dipermainkan seperti ini.

"Hihihi, kamu nggak sabar. Kalau mau ngentot harus pemanasan dulu biar sama sama puas." jawab Mbak Wati membuatku terdiam, Mbak Wati tentu lebih tahu apa yang harus dilakukannya. Aku harus belajar banyak darinya agar bisa memuaskan istriku setelah menikah.

"Och..!" jawabku dengan perasaan tidak menentu saat Mbak Wati menjilati puting dadaku, sensasi yang membuatku merinding geli.

"Kamu benar benar perjaka ting ting, ya Jang ?" tanya Mbak Wati menatapku sambil tersenyum. Tangannya terus membelai kontolku yang sudah sangat tegang. Seperti penasaran dengan panjang kontolku, Mbak Wati mengukurnya dengan merentangkan jari jempol dan keliling nya, satu jengkal lebih.

"Panjang amat, Jang. Pasti enak memek Mbak dientot kontol kamu, ich memek Mbak udah basah." kata Mbak Wati menuntun tanganku agar menyentuh memeknya yang terasa basah. Akhirnya aku bisa memegang memek Mbak Wati, jariku menyusup masuk berusaha merasakan tekstur memeknya yang bergelambir. Seperti inikah rasanya memegang memek.

Perlahan Mbak Wati mendekatkan wajahnya ke kontolku, aku heran apa yang akan dilakukannya? Apa dia tidak merasa jijik saat lidahnya menjilat kepala kontolku, tanpa sadar tubuhku mengejang. Mbak Wati benar benar menjilati kepala kontolku, bahkan dia mengulum kontolku dengan bernafsu.

"Mbak, jijik..!" rintihku menikmati kulumannya pada kontolku. Seperti inikah rasanya disepong? Sensasinya ternyata seenak ini, jauh lebih nikmat dibandingkan saat aku beronani, jariku semakin masuk ke dalam memeknya yang basah.. Mbak Wati sama sekali tidak menghiraukanku, dia begitu rakus menghisap dan mengocok kontolku dengan mulutnya yang mungil.

Aku tidak mampu menahan gelombang kenikmatan yang terus menerus datang. Magma yang terpendam sudah sampai puncaknya Ini pengalaman pertamaku, wajar kalau aku tidak bisa tahan lama.

"Mbak, aku mau keluar.....!!!" aku berteriak, tubuhku mengejang menyambut orgasme pertamaku, tanpa sadar aku menjambak rambut Mbak Wati, kepalanya aku tekan ke bawah sehingga kontolku mentok ke kerongkongannya sehingga membuatnya berusaha melepaskan diri karena sulit bernafas.

"Ma maaf...!" kataku melepaskan jambakanku. Namun Mbak Wati tetap menghisap kontolku sehingga semua pejuh yang tertumpah dari kontolku habis ditelannya tanpa rasa jijik sedikitpun, seolah pejuhku makanan berprotein yang nikmat. Aku terhempas lemas setelah semua pejuku ditelan habis oleh Mbak Wati, mataku menatap sayu melihat mbak Wati yang terus menyedot kontolku, berusaha mencari sisa sisa pejuh hingga dia benar benar yakin tidak ada lagi yang tersisa. Perlahan rasa nikmat berganti ngilu.

"Mbak, sudah. Kontolku ngilu." Mbak Wati menatapku tersenyum menggoda, lidahnya menjulur memperlihatkan pejuh yang tersisa di mulutnya lalu menelannya, pemandangan yang membuat wajah chubby nya semakin manis.

"Mbak, gak jijik nelen pejuhku?" tanyaku takjub. Tidak kusangka, ternyata Mbak Wati sangat binal melebihi perkiraanku. Pengalaman pertama yang rasanya akan sangat sulit aku lupakan.

"Inikan syarat ritual." ujar Mbak Wati menggodaku, wajahnya semakin mendekati wajahku dan aku bisa mencium bau pejuh yang membaur dengan air liur Mbak Wati, saat dia akan mencium bibirku, reflek aku berpaling menghindarinya. Aku merasa jijik karena sisa sisa pejuhku pasti masih menempel di bibirnya.

"Sebentar lagi kamu akan merasakan yang lebih enak, memek Mbak akan menjepit kontol kamu..!" bisik Mbak Wati. Suaranya terdengar samar, tubuhku sudah terlalu lelah, hanya tidur 1 jam, ditambah orgasme yang aku alami membuatku lemas seperti tidak bertenaga. Akupun tertidur.

**********

Aku terbangun oleh gerakkan liar di atas tubuhku, kontolku seperti keluar masuk di lobang licin dan basah yang terasa hangat. Nikmat sekali melebihi saat Mbak Wati mengulum kontolku, perlahan aku membuka mata dan melihat Mbak Wati berjongkok di atas tubuhku dengan kedua tangannya memegang dadaku yang bidang, pinggulnya naik turun dengan cepat. Aku terpaku melihat kontolku keluar masuk memek Mbak Wati, ternyata aku sudah kehilangan perjakaku saat tidur.

"Och, nikmat Jang, kontol kamu gede, panjang dan keras banget. Memek Mbak, enak !" Rintihan Mbak Wati disertai teriakan kecil membuatku langsung sadar sepenuhnya, ternyata yang kurasakan nyata. Mbak Wati sedang mengentotku. Aku bukan lagi seorang perjaka ting ting, aku perjaka yang ternoda. Ternoda oleh rasa nikmat yang sulit terlukiskan oleh kata kata. Noda yang membuatku menjadi pria sejati.

"Mbak, kontol Ujang ennnak banget...!" kataku setengah linglung, terpesona oleh Mbak Wati yang sedang memacu kontolku, payudaranya berguncang menjadi pemandangan terindah yang pernah aku lihat. Perjakaku hilang tanpa aku rasakan, momen yang seharusnya menjadi kenangan terindah, berlalu begitu saja tapi aku sekali tidak menyesalinya, momen terbangun dan melihat kontolku terbenam di memeknya juga momen terindah yang tidak akan pernah dialami oleh pria lain, hanya aku dari segelintir orang yang mengalaminya..

"Akhirnya kamu bangun juga, Jang. Dari tadi Mbak ngentotin kamu, tidurmu sangat nyenyak sampai nggak terasa Mbak entot. " Mbak Wati tersenyum, bergerak liar terus memacu kontolku. Terlihat dia sangat menikmati memperkosaku yang sedang tidur. Perkosaan yang sangat nikmat dan aku tidak mau semuanya cepat berlalu. Aku ingin menikmatinya lebih lama selama yang aku mampu

"Mbak, memek ennnnak banget..!" kataku dengan mata terpejam menikmati sensasi pertamaku. Sensasi ritual mesum.

"Iya, memekku juga ennnak, ini namanya ngentot Jang...!" kata Mbak wati terus memacu kontolku dengan liar. Dengan posisi WOT, membuatnya begitu leluasa memacu kontolku. Rambutnya yang panjang menjadi kusut, tubuhnya basah oleh keringat, membuatnya terlihat semakin cantik dengan dengan penerangan lampu yang temaram. Toketnya yang besar ikut bergoyang, dengan gemas aku meremasnya, menjaga agar tidak terjatuh dari tempatnya. Begitu kenyal dan hangat.

"Mbak Wati !!!" Jeritku menikmati gesekan demi gesekan kontolku dengan dinding memek Mbak Wati yang lembut dan lunak. Gesekan yang membuatku menggelinjang dan berteriak kecil.

"Jang, Mbak keluar lagi" teriak Mbak Wati. Memek Mbak Wati berkedut kedut meremas kontolku. Kedutannya sangat terasa menimbulkan rasa nikmat yang dahsyat.

"Mbak, cape jang. "Kata Mbak Wati setelah orgasmenya selesai, wajahnya terlihat puas, bibirnya tersenyum menatapku sayu, kontolku masih tertanam di dalam memeknya. Mbak Wati mencium bibirku dengan lembut, lalu merebahkan tubuhnya di sampingku, terkapar kehabisan tenaga.

"Mbak, aku belum keluar !" protesku. Aku masih ingin merasakan kehangatan dan kenikmatan memeknya, aku baru memulainya. Aku ingin menumpahkan pejuhku di dalam memeknya seperti aku menumpahkannya di mulutnya.

"Ya udah, masukin lagi kontol kamu ke memek Mbak, gitu saja kok repot. Gantian kamu yang diatas." kata mbak Wati meniru ucapan Gus Dur yang sangat terkenal. Pahanya mengangkang lebar menyuruhku segera naik ke atas tubuhnya yang montok. Tidak perlu mengulang perintah, Aku segera menindih tubuh Mbak Wati yang refleks meraih kontolku, agar posisinya pas dilubang memek. Secara naluri, aku menekan kontolku masuk memek Mbak Wati yang sangat licin dan basah oleh lendir birahinya.

"Mbak, memeknya enak." ujarku saat kontolku terbenam dalam jepitan memeknya, benar benar nikmat, pantas saja orang sangat menyukainya bahkan ngentot menjadi candu.

"Kontol kamu juga enak banget, Mbak udah keluar 3x, ayo Jang, entot lagi memek Mbak, keluarin pejuh kamu di memek, Mbak. Hamili Mbak, Jang.!" Kata Mbak Wati menyambut hujaman kontolku dengan mengangkat pinggulnya, untung saja kasur tempat kami ngentot terletak di lantai sehingga tidak takut ranjang rubuh menahan beban tubuh kami. Bibirku menciumi lehernya yang basah oleh keringat, terasa asin di lidahku.

"Mbak jahat, aku lagi tidur diperkosa." kataku sambil menghujamkan kontolku dengan bertenaga, berusaha membalas perbuatannya yang sudah memperkosaku. Perbuatan yang seharusnya dilakukan saat aku sadar, Mbak Wati harus menerima perbuatannya yang merenggut perjakaku tanpa aku sadari.

"Mbak, akkkku gak tahannnn...?" jeritku tidak mampu lagi menahan pejuku yang memancar deras membasahi memek Mbak Wati, bercampur dengan lendir memeknya.

"Iya Jang, mbak juga mau keluar. Terus kocok yang kenceng, Jang....." jerit Mbak Wati semakin mempercepat gerakkan pinggulnya, berusaha mendapatkan orgaamenya lagi.
Aku berusaha mengimbanginya, tidak akan kubiarkan dia mengocok kontolku tanpa perlawanan dariku, dia harus merasakan kontolku yang perkasa, entah benar entah tidak karena ini adalah pengalaman pertamaku.

"Mbak kelllluar....." jerit Mbak Wati memeluk tubuhku dengan erat, tanpa sadar dia menggigit leherku meninggalkan bekas Yang dangkal.

"Mbak, sakit....!"kataku jengkel, sehebat itukah rasa nikmat yang diperoleh Mbak Wati sehingga tega menggigit leherku seperti drakula.

"Kamu hebat banget, kontol kamu benar benar perkasa bikin Mbak kelojotan. Jangan dicabut dulu, Mbak masih pengen kontol kamu di memek." bisik Mbak Wati di telingaku tanpa merasa bersalah sudah menggigit leherku, tangannya menahan pinggangku saat aku mau beranjak dari atas tubuhnya.
 
Terakhir diubah:
Wah bagus banget nih cerita ada unsur binor dan milf nya, hehe

Maaf sebelumnya hu, sedikit saran buat suhu, kalo bisa karakter mbak wati nya dibikin lebih liar lagi hu, terus pengguna an kata "memek" diganti dan sama "pepek" aja hu, hehe

Semangat terus ya huu..
 
Bimabet
ini mah copas cerita lama ini, dulu ane pernah baca di situs cerita de***a.c*m, dan sekarang situs itu udah gak ada lagi.
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd