Agen Terpercaya   Advertise
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Ritual Sex di Gunung Kemukus

Bimabet
Chapter 3

"Pertarungan sudah tidak bisa dihindari lagi, pergilah kamu membantu pamanmu..!" kata Bi Narsih. Wajahnya terlihat gelisah. Sesekali dia menggigit bibirnya.

"Pergilah, A. Semoga ini menjadi pertarungan terahir." kata Lilis, wajahnya terlihat ragu

"Semoga saja..!" gumamku.

Aku keluar dengan memakai baju pangsi yang bisa mempermudah gerakanku saat bertarung nanti. Di luar ternyata sudah berkumpul dua puluh orang yang akan ikut aku melakukan pertarungan. Pasti Lilis yang mengumpulkan mereka dalam waktu singkat. Wanita yang mengerikan, pikirku.

"Ayo kita berangkat, Jang." ajak Bi Narsih.

"Bi Narsih mau ikut?" tanyaku kaget. Dengan kehamilannya yang memasuki bulan ke delapan keberadaannya justru akan membuat repot. Aku tidak akan mengijinkan Bi Narsih ikut, utu sangat berbahaya.

"Bibi harus ikut, hanya Bi Narsih yang bisa menyelesaikan semuanya." kata Bi Narsih membuatku ragu untuk melarangnya ikut. Aku melihat ke arah Lilis untuk memastikan apa yang harus kulakukan. Biasanya dia tahu. Sebuah anggukan kecil dari Lilis sudah cukup.

"Baiklah, Bi." kataku, walau rasa sas wasku tidak mau hilang, bagaimana kalau terjadi apa apa dengan Bi Narsih? Aku orang yang paling menyesal.

Perjalanan ke tempat pertempuran Mang Karta dan Japra menghabiskan waktu hampir satu jam. Aku benar benar gelisah, takut semuanya sudah terlambat. Aku berharap Mang Karta bisa memenangkan pertarungan yang entah siapa yang memulai.

"Bi, apa yang sebenarnya terjadi?" tanyaku ke bi Narsih yang terlihat tegang. Bahkan Asep mobil tidak berpengaruh padanya, keringat dingin mengalir deras pada wajahnya yang terlihat tegang. Semoga semuanya belum terlambat.

"Mamangmu tahu orang yang membunuh ayahmu adalah Japra, dja ingin menuntut balas. " kata Bi Narsih singkat.

Aku percaya apa yang diucapkan Bi Natsih karena Japra hampir saja membunuhku. Itu mungkin yang menjadi alasan Japra berusaha membunuhku, agar tidak ada yang akan menuntut balas atas kematian ayahku. Padahal siapapun orang yang sudah membunuh ayahku, aku tidak berniat menuntut balas. Karena di mata kami, ayahku sudah mati puluhan tahun yang lalu.

Sesampainya di tempat yang kami tuju, sebuah bangunan bertingkat yang yang terbengkalai dan mulai ditumbuhi ilalang. Sebuah bangunan yang belum jadi dan ditinggalkan begitu saja. Tempat ini dipagari seng yang mulai berkarat. Kami segera masuk, tapi ternyata tidak ada pertempuran sama sekali.

"Coba kalian selidiki tempat ini, cari sisa sisa pertempuran.?" kataku memerintahkan semua orang untuk menggeledah tempat ini.

"Bi Narsih gak salah, di sini tempatnya?" tanyaku heran sambil menatap Bi Narsih yang sedang mengandung anakku.

"Benar, ini tempatnya." kata Bi Narsih heran. Tiba tiba wajahnya menjadi pucat.

"Ini jebakan, cepat panggil anak buahmu..!" kata Bi Narsih dengan suara bergetar.

Terlambat, aku mendengar teriakan bersahutan dari dalam gedung yang terbengkalai. Belum sempat aku bergerak dari tempatku, ada enam orang yang mengurungku dengan membawa berbagai macam senjata. Dari penampilannya sudah jelas mereka mau mencelakai kami. Posisiku sekarang berada diujung tanduk, aku harus melindungi Bi Narsih agar tidak celaka.

Tanpa pikir panjang aku menyerang prang terdekat denganku, sebuah pukulan mematikan ke arah rahangnya. Pukulan yang akan mampu memecahkan tembok tebal. Serentak orang yang yang mengepungku ikut menyerang ke arahku. Inilah yang aku inginkan, dengan menyerangku secara serentak mau tidak mau tubuh mereka akan saling bersentuhan untuk bisa mencapai diriku. Itu artinya aku bisa melumpuhkan mereka dengan cepat sebelum Bi Narsih.

Pukulanku tepat menghantam orang itu hingga rahangnya patah tanpa bisa dihindarinya dan aku langsung berbalik ke arah orang orang yang berebutan menyerangku. Secepat kilat aku kembali melancarkan pukulan ke arah bagian vital mereka tanpa sempat mereka hindari karena posisi mereka yang saling berdesakan. Sementara aku dengan leluasa menangkis dan menghindar pada posisi yang tepat karena ruang gerakku lebih terbuka. Dalam sekejam aku bisa mematahkan tulang rusuk seorang yang terdekat dan seorang lagi kutendan kantong semarnya.

Tinggal tiga orang yang masih berdiri dan inilah pertarungan yang sesungguhnya. Mereka adalah jago pilihan yang dikirim untuk mencelakaiku berarti kemampuan mereka sangatlah hebat. Dengan tersisanya tiga orang, maka ruang gerak mereka menjadi lebih luas. Kemampuan mereka akan keluar dengan maksimal.

Belum sempat aku mengambil nafas, sebuah tusukan dari arah samping kiri mengarah leherku dengan cepat. Aku menghindari pisau itu dengan cara melayangkan pukulan ke arah lawan yang berada tepat di depanku. Kali ini pukulanku bisa ditangkis dan lawan yang berada di depanku membalas dengan pukulan yang mengarah rahangku. Seperti tadi aku menghindar dengan melayangkan pukulan ke arah lawan yang berada di samping kananku. Sebuah pukulan tipuan mengarah ke wajahnya dan saat orang itu menghindar aku sudah berbali ke arah pria yang memegang pisau. Bertepatan dengan pria itu menusukkan pisaunya ke arah perutku, dengan sedikit gerakan menghindar ke samping kiri, lalu aku menarik tangannya dan pada saat yang sama temannya menusukkan pisaunya ke arahku. Aku meloncat ke samping. Fatal akibatnya, dua buah pisau saling menusuk. Tusukan pertama mengenai perut lawan yang menyerangku dari belakang dan tusukan orang yang menyerangku dari belakang tepat mengenai leher orang yang kutarik tangannya.

"Berhenti, atau wanita ini akan mati..!" sebuah teriakan mengagetkanku. Aku menoleh je asal suara orang yang berteriak, wajahku langsung pucat melihat seseorang memeluk Bi Narsih dari belakang dengan pisau belati mengarah tepat pada lehernya yang jenjang. Aku terpaku tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Salah bertindak, nyawa Bi Narsih melayang.

"Lepaskan dia!" bentakku dengan kemarahan yang terasa menyesakkan dada. Aku hanya bisa berdiri mematung tanpa bisa melakukan apapun.

Disaat aku diam mematung, pria yang mengancam Bi Narsih berteriak nyaring dan ambruk ke tanah membawa tubuh Bi Narsih jatuh menimpa tubuhnya sambil memegang pergelangan tangan orang yang memegang pisau. Ternyata yang membokong orang itu dari belakang adalah Mang Karta.

"Mang...!"/seruku lega melihat Mang Karta berdiri dihadapanku dengan gagah. Mang Karta hanya tersenyum sekilas dan segera membantu Bi Narsih bangun.

"Sudah Akang bilang, kamu gak perlu ikut ke sini. Kenapa kamu malah ikut." kata Mang Karta memarahi Bi Narsih yang susah payah bangun dari atas tubuh orang yang mungkin pinsan karena tengkuknya kena tonjokan Mang Karta.

"Maaf, Narsih sangat hawatir dengan kesalamatan Kang Karta. " kata Bi Narsih langsung memeluk Mang Karta walau perutnya yang sudah membuncit menghalanginya.

Mang Karta bersiul nyaring, dari luar berhamburan anak buahnya yang berjumlah sepuluh orang. Mereka semua bersiap melakukan serangan mencari anak buah Japra yang mungkin masih bersembunyi di dalam gedung yang terbengkalai. Belum lagi anak buah Mang Karta masuk ke dalam bangunan terbengkalai, orang orang yang kubawa keluar beriringan. Ada 6 orang diantara mereka terluka cukup serius sehingga harus dipapah dan digotong oleh teman temannya yang lain.

"Sebenarnya apa yang terjadi, Mang?" tanyaku penasaran dengan kejadian yang sebenarnya.

"Mamang curiga ini jebakan. Makanya Mamang gak masuk tapi mengintai dari kuar. Ech gak tahunya malah kalian yang kena jebak. Sekarang kita harus segera pergi dari tempat ini sebelum polisi datang." kata Mang Karta.

*******

Keesokan harinya aku berniat ke kios untuk melihat keadaan kios setelah ditinggalkan Lastri begitu saja. Ada perasaan jengkel karen apa yang aku rintis hilang begitu saja. Kerugian yang cukup besar bahkan menurut ukuranku sangat besar.

Saat aku sedang memeriksa stock barang, datang Heny menemuiku. Aku menyambut kedatangannya dengan perasaan curiga setelah mengetahui dia adalah seorang polisi yang sedang menyamar.

"Ada apa?" tanyaku dingin menyambut kedatangan Heny.

"Kamu tahu ke mana Lastri pergi?" tanya Heny terlihat tenang dengan sambutanku yang tidak ramah.

"Aku tidak tahu, kamu pasti lebih tahu ke mana dia pergi. Asal kamu tahu dia membawa lari uang kiosku." kataku berbalik membelakangi Heny meneruskan pekerjaanku.

"Aku ingin bicara sesuatu yang penting denganmu..!" kata Heny.

"Aku lagi sibuk." jawabku enggan menanggapi ajakannya. Aku sudah tidak perduli lagi dengan dunia hitam. Selama ini aku terjebak bukan karena keinginanku.

"Ayolah, ini tentang kematian ayahmu." kata Heny membuat tubuhku berbalik ke arahnya dengan perasaan mulai tertarik.

"Kita bicara di tempat tertutup." kata Heny tersenyum senang karena mendapatkan respon dariku.

"Mang, tolong dicatat apa yang gak ada. Besok aku lihat apa saja yang gak ada." kataku pada pegawaiku yang biasa membantu Lastri. Lalu aku berpamitan kepadanya.

Aku dan Heny meninggalkan pasar dengan motorku. Aku tidak tahu ke mana tujuan Heny, jadi aku mengikuti instruksi Heny hingga ahirnya kami sampai di sebuah penginapan yang cukup nyaman.

"Kita mau membicarakan masalah apa?" tanyaku setelah berada di dalam kamar yang cukup luas dengan kasur spring bed empuk bersprei putih.

"Nanti kita bicaranya sesudah kamu entot aku samapi puas." kata Heny yang segera membuka seluruh pakaiannya hingga bugil.

"Kita ke sini untuk membicarakan hal psnting." kataku hengkel dengan kelakuan Heny.

"Tentu saja ini juga gak malah pentingnya.!" kata Heny sambil meremas payudar mungilnya dan juga menggesek gesek memeknya yang berbulu kebat. Bahkan saking lebatnya mebutupi memeknya.

"Aku pulang kalau tidak ada yang dibicarakan." kataku semakin jengkel dengan gidaanya yang zudah bdrlebihan.

Belum sempat aku berdiri, Heny mengambil tas dan mengeluarkan sepucuk pistol yang langsung ditodongkan ke arahku.

"Buka bajumu...!" ancam Heny membuatku semakin marah. Tapi aku tidak bisa berbuat banyak karena aku masih belum mau kehilangan ngawaku sebelum anak anakku lahir.

Dengan perasaan jengkel, aku membuka seluruh pakaianku hingga tidak ada yang tersisa. Kontolku masih tertidur dengan nyenhak, nenggantung du selagkangan.

"Kontol kamu belum bangun aja sudah sebesar ini, hebat. Kontol yang bikin aku ketagihan." kata Heny berjongkok dihadapanku. Tangannya membelai kontolku dengan lembut.

Heny menjilati batang kontolku yang masih kemas. Ternyata kontolku tidak pernah mampu menahan godaan. Perlahan mulai bereaksi, menggeliat dari tudurnya. Apa lagi kemampuan Heny menyepong harus kuakui di atas rata rata bahkan bisa dikatakan sangat ahli seperti bintang porno profesional.

"Ennnnak banget seponganmu, Mbak..!" kataku sambil menjambak rambutnya yang pendek. Menekan kepalanya hingga kontolku masuk senakin dalam ke mulutnya yang mungil.

Heny nengulum kontolku disertai hisapan yang kuat sehingga kontolku semakin keras. Wanita yang binal sejak pertama kali ngentot dengannya, dialah yang selalu memulainya lebih dahulu..

"Udah, nanti aku keburu kellluar...!" kataku menyerah. Aku tidak begitu suka mengeluarkan pejuh di mulut. Rasanya tidak senikmat mengeluarkannya di memek.

Heny bangkit dan mendorongku jatuh terlentang ke spring bed empuk. Tanpa bicara Heny berjongkok diwajahku dan menjejalkan memeknya ke mulutku. Bau memek Heny sangat keras dibandingkan dengan semua wanita yang pernag ngentot denganku, namun hal itu tidak pernah mengganggu kesenanganku menjilati memek. Rasanya sangat nikmat dan asin.

"Iya, terus jilatin memekku...!" kata Heny menjambak rambutku sehingga wajahku semakin terbenam di memeknya yang panjang lebih panjang dari biasanya. Bibir memeknya lebih tebal.

Aku semakin bersemangat menjilati memeknya dan menghisap lobang memeknya hingga cairannya tertelan olehku. Kadang aku menggigit utilnya yang menonjol keluar dan menariknya pelan membuat Heny mengerang nikmat.

"Jang.... Akkkku kelllluar...!" Heny menjerit kecil, aroma memknya semakin menyengat keras. Aku semakin keras menghisap memeknya hingga tubuh Heny lemas tidak bertenaga.

"Gila, gila kamu benar benar pejantan tangguh...!" kata Heny beringsut mundur hingga mencapai kontolku yang langsung diarahkannya ke lobang memeknya. Heny memang selalu begitu, tidak pernah puas puas dengan orgasme yang sudah diraihnya. Swlama kontolku masih berdiri tegak, dia akan terus mengocok kontolku dan menguras pejuhku hingga tidak ada yang tersisa.

Heny langsung menurunkan pinggulnya sehingga memeknya menelan seluruh kontolku, tanpa menunggu lagi Heny menggerakkan pinggulnya dengan cepat memompa kontolku dengan liar sehingga kontolku serasa mau patah karena gerakannya yang cepat dan memutar. Untung aku sudah terbiasa dengan gerakkannya sehingga tidak perlu terlalu menderita.

"Kontol kamu benar benar luar biasa...akku kelllluar...!" Heny menjerit mebyambut orgasme ke duanya yang tidak kalah dahsyat dengan orgasme pertamanya...

Aku tunggu Heny diam dan aku balikkan tubuhku sehingga Heny berada di bawahku. Kedua kakinya kutaruh di pundak dan kontolku menghujam memeknya dengan keras. Tanpa memberinya waktu aku memompa memeknya dengan kasar sehingga tubuh kami ikut berguncang keras.

"Terus entot aku yang kenceng...!" Heny malah kesenangan nenerima hujaman kontolku yang kasar. Dan hal itu membuatnya tidak bertahan lama, Heny kembali meraih orgasme ke tiganya dalam waktu yang cepat.

Aku semakin bersemangat memompa memek Heny agar bisa orgasme secepatnya. Jeritan dan teriakan Heny menjadi simfony musik yang harmonis dan mempercepat orgasmeku.

"Aku kelllluar....!" teriakku sambil menghujamkan kontolku sedalam yang aku bisa dan menembakkan pejuhku.

"Aaaaaaku juga kelllluar...!" Heny kembali menerang nenyambut irgasmenya yang tidak kalah dahsyatnya. Kami terdiam dalam posisi masing masing hingga badai kenikmatan berlalu. Aku menggulingkan tubuhku ke samping.

"Apa yang mau kamu bicarakan?" tanyaku setelah pulih dari badai orgasme yang dahsyat.

Sebuah kerja sama..!" kata Heny tengkurap, sehingga kami bisa beradu pandang.

"Kerja sama apa?" tanyaku heran.

"Kerja sama untuk membongkar jaringan Si Kupu Kupu..!" kata Heny membuatku heran karena belum pernah mendengar nama si Kupu Kupu.

"Aku tidak kenal denga si Kupu Kupu. Lalu apa untungnya buat terlibat dalam operasimu?" tanyaku heran.

"Si Kupu Kupu adalah tangan kanan mediang Pak Budi, dia juga bekas tangan kanan Gobang. Kupu Kupu adalah nama julukannya. Namanya adalah Dhea...!" kata Heny.

"Dhea adalah si Kupu Kupu?" tanyaku heran.

"Ya, si Kupu Kupu yang berhasil melenyapkan tokoh tokoh penting. Dan kemungkinanya dia pula otak pembunuhan ayahmu. Kamj dan keluargamu adalah target selanjutnya untuk dilenyapkan." kata Heny membuaku terkejut.

"Baiklah, aku bersedia." kataku setelah berpikir keraa. Mungkin benar target selanjutnya adalah aku.

"Pakailah bajumu, sebentar lagi akan datang seseorang, dia akan menjadi penghubung kita." kata Heny setelah melihat jam tangannya. Kami segera berpakaian dan menunggu orang yang akan jadi penghubung kami.

Tok tok tok, ketukan di pintu membuyarkan lamunanku. Heny langsung membuka pintu dan masuklah seseorang yang tidak akan pernah aku lupakan. Dia orang yang pernah menusukku hingga koma selama beberapa hari.

Bersambung
 
Andai boleh meminta pada suhu satria73

Minta tolong cerita ini tamatin dulu. Baru sekuelnya..

Pusing aiing.. langsung ngikutin alur 3 cerita sekaligus.. hiks hika
 
Akhirnyaaaa...... Secepatnya diupdate dan diselesaikan hu... Biar enak nyambung ke season 3 nya
 
Chapter 4

Aku bersiap melihatnya. Tanganku terkepal bersiap melakukan pertarungan hidup dan mati. Orang itupun sangat terkejut melihat kehadiran dan sepertiku, tangannya langsung terkepal siap melakukan pertarungan. Sepertinya aku sudah dijebak oleh Heny yang terlihat tenang melihat kami dalam posisi siap melakulan pertarungan.

"Kalian tenanglah, aku tidak menjebak kalian. Duduklah, kita bicarakan rencana yang sudah kususun." kata Heny berusaha mengendalikan keadaan yang sudah mulai panas.

"Kamu terlibat dan sengaja mau menjebakku? Aku tidak tahu apa apa, aku hanya berada di tempat dan waktu yang salah." kataku menatap Heny dengan penuh kebencian. Kenapa aku harus terseret pada situasi seperti ini. Aku ingin menjauh tapi jeratannya begitu kuat mengikatku.

"Sudah aku bilang, ini bukan jebakan. Aku ingin berkoalisi dengan kalian untuk menghancurkan jaringan si kupu kupu. Ini adalah Kosim, aku dapat informasi dia adalah orang yang disuruh untuk membunuhmu." jawab Hdny begitu tenang.

"Kamu tahu dia orang yang nyaris membunuhku, lalu kenapa dia justru kamu ajak untuk bekerja sama denganku?" tanyaku heran. Itu artinya setiap saat dia bisa menikamku dari belakang seperti yang telah dilakukannya.

"Katakan pada Jalu, siapa yang menyuruhmu?" tanya Heny ke orang gang ternyata bernama Kosim, padaha dia pernah mengikutiku hingga Gunung Kemukus tapi aku tidak lernah tau siapa namanya. Temannya selalu memaggilnya Ceking karena tubuhnya benar benar kurus seperti tidak mempunyai daging. Tapi kemampuan bersilatnya sangat mumpuni karena aku pernah mencobanya di Gunung Kemukus.

"Aku tidak bisa mengatakannya, selama orang itu masih hidup. Kalau aku mengatakannya keluargaku akan dibunuhnya." kata Kosim menerangkan. Aku lebih suka dengan panggilan Ceking dari pada harus memanggil nama aslinya.

"Aku akan memaksamu bicara...!" kataku bergerak menghampiri ceking dengan tangan terkepal namu todongan pistol di tangan Heny menghentikan langkahku.

"Sudah kubilang, aku mengumpulkan kalian untuk bekerja sama bukan untuk saling jual tinju kalian." kata Heny suaranya melengking tinggi.

Swbuah pistol yang ditongkan dalam jarak 50 centi bukanlah senjata yang busa dilawan. Ahifnya aku memutuskan untuk mengalah. Aku duduk di pinggir ranjang tepat di samping Heny. Pistol yang dipegangnya membuatku merasa tidak nyaman, dengan duduk di samping kirinya, aku tidak melihat pistol yang dipegangnya. Tapi pikkran lain datang, bavakmana kalau pistol itu ditembakkan ke arahku yang berada di sisi kirinya, itu akam mempermudah gerakannya. Sungguh bodoh.

"Kamu takut aku akan menembakmu? Jangan takut aku tidak akan menembak selama keselamatanku aman." kata Heny tersenyum.

"Apa yang harus aku lakukan?" tanyaku. Aku buta dan tidak tahu apa yang harus aku lakukan.

"Menyusup ke sarang Si Kupu Kupu." kata Heny membuatku sangat terkejut. Ini gila, sama artinya aku harus masuk ke sarang Singa. Ada gerombolan singa yang akan menyerangku dari segala arah begitu aku masuk ke wilayah teritorial mereka.

"Itu sama saja dengan bunuh diri." jawabku dengan suara bergetar.

"Bukankah kamu pernah jadi bos di sarang Si Kupu Kupu walau hanya beberapa bulan?" tanya Heny membuatku heran dari mana dia tahu informasi itu. Tolol, tentu saja Heny tahu, dia seorang reserse yang menyusp melakukan penyamaran, tentu saja dia tahu apa yang terjadi.

"Persoalnnya lain, Japra hampir membunuhku dan bahkan hampir.... Sudahlah, aku tidak mau melakulannya." hampir saja aku mengatakan Japra mau menjebak Mang Karta hingga terjadi pertempuran di bangunan terbengkalai itu.

"Kamu yakin Japra benar benar berniat membunuhmu di Gunung Kemukus dan orang yang berniat menghabisi Kang Karta?" tanya Heny membuatku kembali terkejut karena dia tahu tentang kejadian di Gunung Kemukus dan juga di bangunan terbengkalai itu. Benar benar seorang reserse ulung, tidak ada rahasia yang tersembunyi darinya.

"Bagaimana kamu tahu?" tanyaku heran dan sekaligus takjub.

"Pertanyaanya bukan bagaimana aku mengetahui segalanya. Tapi pertanyaan yang paling penting adalah, apa kamu berani memasuki sarang singa atau kamu ternyata seorang pengecut yang lari dari medan pertempuran. Pikirkanlah, itu. Aku harus pergi, kalau kamu sudah menemukan jawabannya, kamu tahu di mana harus menemuiku." kata Heny berdiri dan memberi isyarat sebuah anggukan kecil ke si Ceking yang ikut berdiri. Aku hanya bisa memandang mereka keluar kamar.

********

Ini gila, kenapa aku terprovokasi oleh Heny yang mengatakan aku pengecut sehingga nekad mendatangi Sarang Singa seorang diri. Ya aku memutuskan datang seorang diri untuk menghindari pertarungan terbuka.

Sesaat aku ragu untuk masuk ke dalam klub malam yang pernah menjadi milikku. Aku seperti sedang memasuki sarang Singa dengan jumlah Singa yang sangat banyak. Sekarang mereka sedang mengintai gerak gerikku dari tempat yang tersembunyi menungguku lengah. Sebuah kesalahan kecil, tamat riwayatku. Perlahan aku mengatur nafasku berusaha mengumpulkan tekad yang sempat surut.

Perlahan aku melangkah masuk. Beberapa security yang melihatku mengangguk hormat dan kubalas dengan senyum. Hingar bingar suar musik membuat telingaku serasa mau pecah, perlu waktu untuk kembali menyesuaikan diri dengan keadaan klub yang berbisik. Jangan suara yang kudengar membuyarkan kosentrasiku.

Beberapa orang yang kukenal sebagai anak buah Dhea menyambut kedatanganku dengan penuh rasa hormat. Aku tidak tahu ini sebuah basa basi atau benar tulus dari hati mereka. Mereka mengantarku ke ruangan Dhea, ruangan yang pernah aku tempati beberpa bulan yang lalu.

Dhea langsung berdiri begitu melihat kedatanganku. Dia tentu tidak menyangka aku akan mendatanginya seorang diri. Tindakan yang sangat nekad.

"Ahirnya Sang Pewaris datang juga..!" Dhea terlihat senang melihat kedatanganku. Apakah ini sebuah akting? Kalau ya maka Dhe bisa masuk nominasi peraih piala CITRA.

"Apa maksudmu, Bu Dhea?" tanyaku heran dengan menyebutku sebagai Sang Pewaris. Aku menyambut uluran tangannya, jabatan tangannya begitu erat.

"Apa lagi yang aku maksud? Tentu saja kamu adalah pewaris semua peninggalan ayahmu. Kamu adalah pewadis tunggalnya." kata Bu Dhea membimbimbingku untuk duduk di kursi yang baru saja didudukinya. Kursi yang beberapa bulan yang lalu pernah aku duduki.

Ragu ragu aku duduk di kursi itu. Dhea duduk di meja demgan kaki kanannya diangkat ke kursi yang aku duduki sehingga rok yang dipakainya tersingkap ke atas dan aku dapat melihat celana dalamnya yang berwarna krem. Sebuah tantangan terbuka mulai dilancarkan Dhea. Pastas dia dijuluki Si Kupu kupu yang selalu memamerkan keindahan yang dimilikinya.

"Aku tidak mengerti maksudmu. Setahuku mendiang ayahku sudah mengambil semuanya dengan berbagai macam pertimbangan yang tidak aku mengerti. Lalu kenapa semuanya harus dikembalikan lagi padaku?" tanyaku heran. Aku berusaha untuk tidak melihat selangkangannya yang terlihat basah pada bagian memeknya.

"Mendiang ayahmu memang sengaja mengambil semua asetmu yang berkaitan dengan klub malam untuk menyelamatkan nyawamu." kata Dhea, kakinya yang telanjang menyentuh kontolku perlahan. Sebuah pancingan yang sangat menggoda.

"Tetap saja setelah aset diambil alih ayahku, aku hampir tewas ditikam seseorang dan Japra hampir membunuhku." jawabku. Ini benar benar membuat posisiku terasa sangat sulit.

"Japra tidak berniat membunuhmu, dia memang berniat membunuh Pak Tris yang banyak tahu dan bisa membahayakan posisi kita kalu dia nyanyi ke polisi. Kamu digunakan untuk memancing kemarahan Pak Tris, karena kalau harus bertarung dengan cara jujur, Japra bukan tandingan Pak Tris. Kamu ditikam karena ada seseorang yang tidak menginginkanmu keluarga dari dunia yang kita geluti.." kata Dhe sambil membuka blazer hitam yang dipakainya. Menyisakan kemeja putih dengan tiga kancing bagian atasnya yang terbuka.

"Kamu sedang hamil?" tanyaku melihat perut Dhea yang terlihat buncit.

"Ya, aku mengandung adikmu. Anak ayahmu." jawab Dhea sambil membuka seluruh kancing kemejanya dan memperlihatkan perutnya yang bucit mengingatkanku dengan perut Ningsih dan Lilis, walau perut Dhea lebih kecil dari mereka. Mungkin karena usia kehamilannya yang masih muda.

"Kamu hamil anak ayahku?" tanyaku ragu dengan pengakuannya. Walau kemungkinannya sangat besar. Perlahan aku mengelus perutnya yang buncit dan kencang sehingga kulitnya jadi mengkilap.

"Ya, kamu pikir aku berbohong. Atau jangan jangan kamu menganggap anak yang sedang kukandung adalah anakmu?" tanya Dhea menggoda dengan melepas kaitan BHnya yang berada di depan sehingga payudaranya yang semakin besar terlihat bebas.

Aku memalingkan wajahku dari pemandangan yang membuat birahiku bangkir. Kedatanganku ke sini untuk mencari imformasi sebanyak yang aku bisa. Bukan hanya berpacu dalam nafsu seperti yang sudah terlalu sering aku lakikan. Sudah saatnya aku harus melangkah lebih berhati hati. Pengalaman yang memaksaku untuk lebih berhati hati.

"Kenapa? Apa tubuhku sudah tidak semenarik dulu? Atau keperkasaanmu di ranjang sudah jailh berkurang?" tanya Dhea tangannya meremas payudaranya dan lidahnya terjulur mencapai puting payudaranya yang sudah mengeras.

"Aku ingin bicara serius..!" seruku. Pertahananku mulai goyah melihat godaan Dhea, apa lagi sebagian wanita yang sedang hamil tua, ASInya mulai keluar dan aku sangat menyukainya.

"Ini juga Dhea lagi serius..! Lihat, sudah keliar ASInya..!" seru Dhea merema payudaranya yang meneteskan ASI cukup banyak walau tidak sebanyak ASI Marni. Mau tidak mau aku menelan air liur, tergiur oleh tawaran Dhe untuk mencicipinya.

"Kamu gak pengen? Kamu gak akan keracunan gara gara minum ASI calon adikmu." goda Dhea membuatku kehilangan fokus. Tujuanku lenyap entah ke mana.

"Atau kamu mau ngintip adikmu yang lagi, bobok..?" tanya Dhea menarik celana dalamnya ke samping sehingga memeknya yang mulus berwarna pink mengintip, menggodaku untuk menikmatinya.

"Kamu gila...!" umpatku jengkel. Kulampiaskan kejengkelanku dengan meremas payudaranya dengan keras dan kasar. Respon yang kudapat membuatku heran. Dhea seperti menikmati saat payudaranya kuremas dengan kasar sehingga cairan ASInya membasahi telapak tanganku.

"Achhhh, kamu semakin pintar meremas payudaraku...!" Dhea merintih menikmati remasanku.

Aku heran dan makin jengkel karena remasanku yang kasar membuat Dhea merintih nikmat. Tiba tiba aku berpikir untuk memperkosanya dengan kasar. Aku membuka sabuk, kancing dan resleting celanaku. Kontolku yang sudah tegang kukeluarkan.

"Kamu mau merkosa aku?" tanya Dhea, wajahnya tidak menunjukan rasa takut, malah seperti melecehkan niatku.

Tanpa banyak bicar, kaki Dhea aku lebarkan, celana dalamnya kitarik ke sampimg agar tidak menghalangi kontolku menerobos memeknya. Tanpa pemanasan, aku langsung menghujamkan kontolku dengan keras. Tidak perduli memek Dhea sudah basah atau belum

"Ochhh, gilaaa..!" jerit Dhea menerima hujaman kontoku yang kasar dan bertenaga.

Aku tersenyum senang melihat Dhea seperti keasakita. Aku langsung mengocok memeknya dengan kasar seperysedang memperkosa Dhea. Tanganku meremas payudaranya hingga menjadi merah. Seperti kesetanan aku mengocok memek Dhea dengan cepat dan bertenaga sehingga tubuhnya berguncang keras menuebabkan gelas yang berada dekatnya jatuh tersenggol tanganya dab hancur berkeping keping.

"Terussss, perkosa Dhea... Ochhh, kamu lebih hebatbdari ayahmu." jerit Dhea menerima hujaman kontiolku yang kasar. Benar benar wanita gila, pikirku. Dia malah menikmati caraku yang kasar

Aku seperti kesurupan, memompa memeknya dengan beringas. Keinginanku untuk menikmati ASInua lenyap tidak berbekas.

"Akkku kellluar....!" jerit Dhea mengeram mencapai orgasme dahsyat.

Aku tidak perduli dengan orgasme yang sedang diraihnya, tanpa mengurangi kecepatan kocolan, aku meremas payidaranya dengan keras membuat Dhea menjerit kencang. Kalau saja dindingnya tidak kedap suara pasti jeritan Dhea akan terdengar ke luar. Ahirnya seyelah berjuang cukup lama, aku meraih orgasme.

"Akkkku kelllluar...!" aku mengeram menghujamkan kontolku amblas ke bagian terdalam memek Dhea.

"Akkkku juga kelllluar lagiii..!" Dhea kembali menjerit menyambut orgasmenya.

Tiba tiba pintu terbuka dan Japra masuk tanpa permisi. Dia menatapku tajam. Reflek aku menarik kontolku dari memek Dhea. Tapi tidak bisa karena tangan dan kaki Dhea mengunci pinggangku, tidak mau melepaskanku.

Bersambung
 
Terakhir diubah:
Bimabet
Chapter 4

Aku bersiap melihatnya. Tanganku terkepal bersiap melakukan pertarungan hidup dan mati. Orang itupun sangat terkejut melihat kehadiran dan sepertiku, tangannya langsung terkepal siap melakukan pertarungan. Sepertinya aku sudah dijebak oleh Heny yang terlihat tenang melihat kami dalam posisi siap melakulan pertarungan.

"Kalian tenanglah, aku tidak menjebak kalian. Duduklah, kita bicarakan rencana yang sudah kususun." kata Heny berusaha mengendalikan keadaan yang sudah mulai panas.

"Kamu terlibat dan sengaja mau menjebakku? Aku tidak tahu apa apa, aku hanya berada di tempat dan waktu yang salah." kataku menatap Heny dengan penuh kebencian. Kenapa aku harus terseret pada situasi seperti ini. Aku ingin menjauh tapi jeratannya begitu kuat mengikatku.

"Sudah aku bilang, ini bukan jebakan. Aku ingin berkoalisi dengan kalian untuk menghancurkan jaringan si kupu kupu. Ini adalah Kosim, aku dapat informasi dia adalah orang yang disuruh untuk membunuhmu." jawab Hdny begitu tenang.

"Kamu tahu dia orang yang nyaris membunuhku, lalu kenapa dia justru kamu ajak untuk bekerja sama denganku?" tanyaku heran. Itu artinya setiap saat dia bisa menikamku dari belakang seperti yang telah dilakukannya.

"Katakan pada Jalu, siapa yang menyuruhmu?" tanya Heny ke orang gang ternyata bernama Kosim, padaha dia pernah mengikutiku hingga Gunung Kemukus tapi aku tidak lernah tau siapa namanya. Temannya selalu memaggilnya Ceking karena tubuhnya benar benar kurus seperti tidak mempunyai daging. Tapi kemampuan bersilatnya sangat mumpuni karena aku pernah mencobanya di Gunung Kemukus.

"Aku tidak bisa mengatakannya, selama orang itu masih hidup. Kalau aku mengatakannya keluargaku akan dibunuhnya." kata Kosim menerangkan. Aku lebih suka dengan panggilan Ceking dari pada harus memanggil nama aslinya.

"Aku akan memaksamu bicara...!" kataku bergerak menghampiri ceking dengan tangan terkepal namu todongan pistol di tangan Heny menghentikan langkahku.

"Sudah kubilang, aku mengumpulkan kalian untuk bekerja sama bukan untuk saling jual tinju kalian." kata Heny suaranya melengking tinggi.

Swbuah pistol yang ditongkan dalam jarak 50 centi bukanlah senjata yang busa dilawan. Ahifnya aku memutuskan untuk mengalah. Aku duduk di pinggir ranjang tepat di samping Heny. Pistol yang dipegangnya membuatku merasa tidak nyaman, dengan duduk di samping kirinya, aku tidak melihat pistol yang dipegangnya. Tapi pikkran lain datang, bavakmana kalau pistol itu ditembakkan ke arahku yang berada di sisi kirinya, itu akam mempermudah gerakannya. Sungguh bodoh.

"Kamu takut aku akan menembakmu? Jangan takut aku tidak akan menembak selama keselamatanku aman." kata Heny tersenyum.

"Apa yang harus aku lakukan?" tanyaku. Aku buta dan tidak tahu apa yang harus aku lakukan.

"Menyusup ke sarang Si Kupu Kupu." kata Heny membuatku sangat terkejut. Ini gila, sama artinya aku harus masuk ke sarang Singa. Ada gerombolan singa yang akan menyerangku dari segala arah begitu aku masuk ke wilayah teritorial mereka.

"Itu sama saja dengan bunuh diri." jawabku dengan suara bergetar.

"Bukankah kamu pernah jadi bos di sarang Si Kupu Kupu walau hanya beberapa bulan?" tanya Heny membuatku heran dari mana dia tahu informasi itu. Tolol, tentu saja Heny tahu, dia seorang reserse yang menyusp melakukan penyamaran, tentu saja dia tahu apa yang terjadi.

"Persoalnnya lain, Japra hampir membunuhku dan bahkan hampir.... Sudahlah, aku tidak mau melakulannya." hampir saja aku mengatakan Japra mau menjebak Mang Karta hingga terjadi pertempuran di bangunan terbengkalai itu.

"Kamu yakin Japra benar benar berniat membunuhmu di Gunung Kemukus dan orang yang berniat menghabisi Kang Karta?" tanya Heny membuatku kembali terkejut karena dia tahu tentang kejadian di Gunung Kemukus dan juga di bangunan terbengkalai itu. Benar benar seorang reserse ulung, tidak ada rahasia yang tersembunyi darinya.

"Bagaimana kamu tahu?" tanyaku heran dan sekaligus takjub.

"Pertanyaanya bukan bagaimana aku mengetahui segalanya. Tapi pertanyaan yang paling penting adalah, apa kamu berani memasuki sarang singa atau kamu ternyata seorang pengecut yang lari dari medan pertempuran. Pikirkanlah, itu. Aku harus pergi, kalau kamu sudah menemukan jawabannya, kamu tahu di mana harus menemuiku." kata Heny berdiri dan memberi isyarat sebuah anggukan kecil ke si Ceking yang ikut berdiri. Aku hanya bisa memandang mereka keluar kamar.

********

Ini gila, kenapa aku terprovokasi oleh Heny yang mengatakan aku pengecut sehingga nekad mendatangi Sarang Singa seorang diri. Ya aku memutuskan datang seorang diri untuk menghindari pertarungan terbuka.

Sesaat aku ragu untuk masuk ke dalam klub malam yang pernah menjadi milikku. Aku seperti sedang memasuki sarang Singa dengan jumlah Singa yang sangat banyak. Sekarang mereka sedang mengintai gerak gerikku dari tempat yang tersembunyi menungguku lengah. Sebuah kesalahan kecil, tamat riwayatku. Perlahan aku mengatur nafasku berusaha mengumpulkan tekad yang sempat surut.

Perlahan aku melangkah masuk. Beberapa security yang melihatku mengangguk hormat dan kubalas dengan senyum. Hingar bingar suar musik membuat telingaku serasa mau pecah, perlu waktu untuk kembali menyesuaikan diri dengan keadaan klub yang berbisik. Jangan suara yang kudengar membuyarkan kosentrasiku.

Beberapa orang yang kukenal sebagai anak buah Dhea menyambut kedatanganku dengan penuh rasa hormat. Aku tidak tahu ini sebuah basa basi atau benar tulus dari hati mereka. Mereka mengantarku ke ruangan Dhea, ruangan yang pernah aku tempati beberpa bulan yang lalu.

Dhea langsung berdiri begitu melihat kedatanganku. Dia tentu tidak menyangka aku akan mendatanginya seorang diri. Tindakan yang sangat nekad.

"Ahirnya Sang Pewaris datang juga..!" Dhea terlihat senang melihat kedatanganku. Apakah ini sebuah akting? Kalau ya maka Dhe bisa masuk nominasi peraih piala CITRA.

"Apa maksudmu, Bu Dhea?" tanyaku heran dengan menyebutku sebagai Sang Pewaris. Aku menyambut uluran tangannya, jabatan tangannya begitu erat.

"Apa lagi yang aku maksud? Tentu saja kamu adalah pewaris semua peninggalan ayahmu. Kamu adalah pewadis tunggalnya." kata Bu Dhea membimbimbingku untuk duduk di kursi yang baru saja didudukinya. Kursi yang beberapa bulan yang lalu pernah aku duduki.

Ragu ragu aku duduk di kursi itu. Dhea duduk di meja demgan kaki kanannya diangkat ke kursi yang aku duduki sehingga rok yang dipakainya tersingkap ke atas dan aku dapat melihat celana dalamnya yang berwarna krem. Sebuah tantangan terbuka mulai dilancarkan Dhea. Pastas dia dijuluki Si Kupu kupu yang selalu memamerkan keindahan yang dimilikinya.

"Aku tidak mengerti maksudmu. Setahuku mendiang ayahku sudah mengambil semuanya dengan berbagai macam pertimbangan yang tidak aku mengerti. Lalu kenapa semuanya harus dikembalikan lagi padaku?" tanyaku heran. Aku berusaha untuk tidak melihat selangkangannya yang terlihat basah pada bagian memeknya.

"Mendiang ayahmu memang sengaja mengambil semua asetmu yang berkaitan dengan klub malam untuk menyelamatkan nyawamu." kata Dhea, kakinya yang telanjang menyentuh kontolku perlahan. Sebuah pancingan yang sangat menggoda.

"Tetap saja setelah aset diambil alih ayahku, aku hampir tewas ditikam seseorang dan Japra hampir membunuhku." jawabku. Ini benar benar membuat posisiku terasa sangat sulit.

"Japra tidak berniat membunuhmu, dia memang berniat membunuh Pak Tris yang banyak tahu dan bisa membahayakan posisi kita kalu dia nyanyi ke polisi. Kamu digunakan untuk memancing kemarahan Pak Tris, karena kalau harus bertarung dengan cara jujur, Japra bukan tandingan Pak Tris. Kamu ditikam karena ada seseorang yang tidak menginginkanmu keluarga dari dunia yang kita geluti.." kata Dhe sambil membuka blazer hitam yang dipakainya. Menyisakan kemeja putih dengan tiga kancing bagian atasnya yang terbuka.

"Kamu sedang hamil?" tanyaku melihat perut Dhea yang terlihat buncit.

"Ya, aku mengandung adikmu. Anak ayahmu." jawab Dhea sambil membuka seluruh kancing kemejanya dan memperlihatkan perutnya yang bucit mengingatkanku dengan perut Ningsih dan Lilis, walau perut Dhea lebih kecil dari mereka. Mungkin karena usia kehamilannya yang masih muda.

"Kamu hamil anak ayahku?" tanyaku ragu dengan pengakuannya. Walau kemungkinannya sangat besar. Perlahan aku mengelus perutnya yang buncit dan kencang sehingga kulitnya jadi mengkilap.

"Ya, kamu pikir aku berbohong. Atau jangan jangan kamu menganggap anak yang sedang kukandung adalah anakmu?" tanya Dhea menggoda dengan melepas kaitan BHnya yang berada di depan sehingga payudaranya yang semakin besar terlihat bebas.

Aku memalingkan wajahku dari pemandangan yang membuat birahiku bangkir. Kedatanganku ke sini untuk mencari imformasi sebanyak yang aku bisa. Bukan hanya berpacu dalam nafsu seperti yang sudah terlalu sering aku lakikan. Sudah saatnya aku harus melangkah lebih berhati hati. Pengalaman yang memaksaku untuk lebih berhati hati.

"Kenapa? Apa tubuhku sudah tidak semenarik dulu? Atau keperkasaanmu di ranjang sudah jailh berkurang?" tanya Dhea tangannya meremas payudaranya dan lidahnya terjulur mencapai puting payudaranya yang sudah mengeras.

"Aku ingin bicara serius..!" seruku. Pertahananku mulai goyah melihat godaan Dhea, apa lagi sebagian wanita yang sedang hamil tua, ASInya mulai keluar dan aku sangat menyukainya.

"Ini juga Dhea lagi serius..! Lihat, sudah keliar ASInya..!" seru Dhea merema payudaranya yang meneteskan ASI cukup banyak walau tidak sebanyak ASI Marni. Mau tidak mau aku menelan air liur, tergiur oleh tawaran Dhe untuk mencicipinya.

"Kamu gak pengen? Kamu gak akan keracunan gara gara minum ASI calon adikmu." goda Dhea membuatku kehilangan fokus. Tujuanku lenyap entah ke mana.

"Atau kamu mau ngintip adikmu yang lagi, bobok..?" tanya Dhea menarik celana dalamnya ke samping sehingga memeknya yang mulus berwarna pink mengintip, menggodaku untuk menikmatinya.

"Kamu gila...!" umpatku jengkel. Kulampiaskan kejengkelanku dengan meremas payudaranya dengan keras dan kasar. Respon yang kudapat membuatku heran. Dhea seperti menikmati saat payudaranya kuremas dengan kasar sehingga cairan ASInya membasahi telapak tanganku.

"Achhhh, kamu semakin pintar meremas payudaraku...!" Dhea merintih menikmati remasanku.

Aku heran dan makin jengkel karena remasanku yang kasar membuat Dhea merintih nikmat. Tiba tiba aku berpikir untuk memperkosanya dengan kasar. Aku membuka sabuk, kancing dan resleting celanaku. Kontolku yang sudah tegang kukeluarkan.

"Kamu mau merkosa aku?" tanya Dhea, wajahnya tidak menunjukan rasa takut, malah seperti melecehkan niatku.

Tanpa banyak bicar, kaki Dhea aku lebarkan, celana dalamnya kitarik ke sampimg agar tidak menghalangi kontolku menerobos memeknya. Tanpa pemanasan, aku langsung menghujamkan kontolku dengan keras. Tidak perduli memek Dhea sudah basah atau belum

"Ochhh, gilaaa..!" jerit Dhea menerima hujaman kontoku yang kasar dan bertenaga.

Aku tersenyum senang melihat Dhea seperti keasakita. Aku langsung mengocok memeknya dengan kasar seperysedang memperkosa Dhea. Tanganku meremas payudaranya hingga menjadi merah. Seperti kesetanan aku mengocok memek Dhea dengan cepat dan bertenaga sehingga tubuhnya berguncang keras menuebabkan gelas yang berada dekatnya jatuh tersenggol tanganya dab hancur berkeping keping.

"Terussss, perkosa Dhea... Ochhh, kamu lebih hebatbdari ayahmu." jerit Dhea menerima hujaman kontiolku yang kasar. Benar benar wanita gila, pikirku. Dia malah menikmati caraku yang kasar

Aku seperti kesurupan, memompa memeknya dengan beringas. Keinginanku untuk menikmati ASInua lenyap tidak berbekas.

"Akkku kellluar....!" jerit Dhea mengeram mencapai orgasme dahsyat.

Aku tidak perduli dengan orgasme yang sedang diraihnya, tanpa mengurangi kecepatan kocolan, aku meremas payidaranya dengan keras membuat Dhea menjerit kencang. Kalau saja dindingnya tidak kedap suara pasti jeritan Dhea akan terdengar ke luar. Ahirnya seyelah berjuang cukup lama, aku meraih orgasme.

"Akkkku kelllluar...!" aku mengeram menghujamkan kontolku amblas ke bagian terdalam memek Dhea.

"Akkkku juga kelllluar lagiii..!" Dhea kembali menjerit menyambut orgasmenya.

Tiba tiba pintu terbuka dan Jalu masuk tanpa permisi. Dia menatapku tajam. Reflek aku menarik kontolku dari memek Dhea. Tapi tidak bisa karena tangan dan kaki Dhea mengunci pinggangku, tidak mau melepaskanku.

Bersambung
Lho, bukannya yg sedang ngewe dengan Dea itu Jalu? Koq dibilang Jalu yg datang belakangan?
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd