Agen Terpercaya   Advertise
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Ritual Sex di Gunung Kemukus

Alur ceritaya berjalan natural.. Bikin merasa ikut suasana di sana.. Ide ceritanya juga menarik. Kalo bisa dilanjut ceritanya sampai teh lilis hamil dst dst..
 
Buset, Amerika dan Korea punya rudal jelajah antar benua. Ujang kontol jelajah antar lembah nikmat...makcroot
 
Bab 13 : Pindahan Mbak Wati

Aku bangun jam 5.30 pagi. Gila, lama benar tidurku, dari jam 18.30. 11 jam, aku tidur. Tubuhku benar benar segar, sekarang. Aku turun ke bawah dengan membawa handuk yang lembab karna tidak pernah dijemur selama 11 hari di Gunung Kemukus.

Kulihat Bi Narsih di dapur sedang menggoreng pisang goreng untuk sarapan. Bi Narsih membalikkan tubuhnya ke belakang begitu menyadari kehadiranku yang asik memandangi pantatnya yang bulat.

"Sudah bangun, Jang ? Enak amat tidur kamu. Bibi bangunin buat makan malam, kamu tidak bangun." Bi Narsih tersenyum, menatapku.

"Mang Karta, mana Bi ?" tanyaku, sambil tersenyum malu.

"Sudah berangkat sehabis shalat shubuh, tadi. Mandi, sana. Mumpung si Dessy belom bangun. Desy kalo sudah di kamar mandi, suka lama." kata Bi Narsih sambil meneruskan pekerjaannya.

Aku mengangguk, masuk kamar mandi. Segar sekali saat air mengguyur badanku. Terbayang olehku selama di Gunung Kemukus, aku selalu mandi bareng dengan ,Mbak Wati, Lilis dan juga Ningsih.

Dari ketiga wanita itu, yang paling berkesan adalah, Ningsih. Mungkin karena gadis iru sudah menyerahkan keperawanannya. Entah kapan aku bisa bertemu gadis itu, lagi. Jarak terlalu jauh memisahkan, kami. Gunung Kemukus yang sudah mempertemukan, kami.

Selesai nandi, aku duduk di ruang keluarga. Sudah ada kopi dan pisang goreng terhidang di meja. Aku meminum kopi hitan khas bogor, kopi Liong Bulan kesukaanku. Nikmat sekali, mataku semakin segar. Kunyalakan sebatang rokok kretek Mang Karta yang tertinggal di meja.

"A Ujang, kapan dateng ?" Tanya Desy yang baru bangun. Rambut panjangnya tampak acak acakan. Dalam keadaan bangun tidur, gadis itu terlihat manis.

"Kemaren sore jam 3, abis ngobrol sama bapakmu si Ujang langsung tidur, baru bangun sekarang." Bi Narsih yang menjawab pertanyaan, Desy. Sedangkan aku hanya tersenyum.

Jam 8 aku pamitan ke Bi Narsih, mau ke rumah bos. Mau bilang, aku berenti jualan. Sekalian ngambil beberapa barangku yang masih ada di sana.

"Sekalian nyari kontrakan, Jang. Ini uang buat manjer." kata Bi Narsih.

"Makasih, Bi." aku mencium tangan Bi Narsih.

Dari rumah Bi Narsih ke tempatku kalau naik angkot, cuma sekali naik. Cuma jalannya muter. Kalo jalan kaki sekitar 2 KM, bisa lewat jalan kampung. Ahirnya aku memilih buat jalan kaki melewati jalan kampumg. Sekalian nyari nyari, kontrakan. Lumayan juga, jalan kaki ke tempatku. Beda kalau jalan kaki sambil jualan. 2 KM itu jarak yang pendek. Ahirnya, sampai juga di rumah, bos.

Di teras, kulihat Bos sedang duduk sambil baca koran. Aku mengucapkan salam, si bos menyuruhku duduk. Aku mengutaran keinginanku untuk berhenti, karna mau jualan sendiri.

"Ya tidak apa apa. Mas Gatot juga sudah berhenti, jualan. Katanya dia mau jualan Mi ayam dan baso di Kios pinggir jalan." kata, bos. Aku pamit mau mengambil radio tape keu.

Di depan kontrakan, Mas Gatot sedang mengangkati barang barangnya ke dalam, gerobak. Rupanya mereka mau, pimdah.

"Mas, mau pindah ?" tanyaku.

"Iya, Jang. Kapan kamu datang, dari kampung?" tanya Mas Gatot.

"Kemaren, Mas. Langsung ke rumah, Bibi. Aku berenti, jualan Mas. Mau jualan sendiri. Mas Gatot kata Bos, mau jualan di Kios, ya?" tanyaku.

"Iya, Jang. Temenku yang jualan di kios, pulang kampung. Bapaknya meninggal, dai mau nerusin usaha bapaknya, penggilingan padi. Barang barangnya dijual ke aku separuh harga, kontrak kiosnya masih 6 bulan lagi, Jang. Lumayan, aku gak perlu ganti kontrak kiosnya. Tuhkan, Wati pulang Ritual sama kamu, langsung ada jalan." kata mas Gatot.

Aku menganggup. Aku mengambil radio tapeku, kumasukan ke dalam plastik hitam. Kemudian aku bantu Mas Gatot. Ternyata sudah selesai.

"Pindah ke mana, Mas ?" tanyaku.

"Kontrakannya, Pak Budi. Masih ada satu yang kosaong, Jang." kata Mas Gatot.

"Kontrakan Pak Budi, kan gede Mas ? Kamarnya dua ya, Mas ? Mahal, ya Mas? " tanyaku.

" iya, kamar 2. Rencananya anakku yang SMP mau aku ajak tinggal di sini. Gak mahal, Jang. Aku kan ngambil tahunan."

Mas Gatot mendorong gerobak berisi perabotan, aku mengirinya sambip, ngobrol. Kontrakan Pak Budi, adanya di belakang rumah, Pak Budi. Masuknya lewat samping rumah Pak Budi, ada jalan selebar 1,5 M. Ada 10 rumah berjajar milik Pak Budi.

Di depan rumah Pak Budi, kulihat Lilis sedang duduk di teras rumah sambil membaca tabloid wanita. Hatiku berdebar debar melihatnya, lututku terasa gemetar. Cantik sekali wanita itu dengan balutan baju muslim berwarna biru, kontras dengan kulitnya yang kuning langsat.

Aku sampai sekarang, tidak habis berpikir, bagaimana bisa aku seorang penjual Mi Ayam, bisa menyetubuhi dan menggumuli semua bagian tubuhnya yang indah selama seminggu. Selama seminggu aku dengan bebas melihat tubuh bugilnya yang indah. Tidak ada bagian tubuhnya yang tertutup.

"Assalam mu'alaiku." aku mengucapkan salam ke Lilis yang tidak menyadari kehadirannya.

"Wa 'alaikum salam. Eh, Ujang. Gak jualan, Jang ?" Lilis, tersenyum menatapku. Senyum terindah yang pernah aku lihat.

"Iya, ini ada titipan dari, Pak Budi.! Tunggu sebentar," Lilis masuk, tidak lama kemudaian di keluar lagi sambil memberikan amplop kepadaku.

"Eh, gak usah, Teh." aku nenolak pemberian amplop berisi, uang seperti yang dijanjikan Pak Budi waktu di Gunung Kemukus. Bagaimana aku menerima amplop, itu ? Aku bukan gigolo dan aku menikmati kebersamaanku dengan, Lilis. Sesungguhnya aku yang paling beruntung selama di Gunung Kemukus dengan, Lilis.

"Saya ke sini cuma may, nanya. Kata Mas Gatot, ada kontrakan kosong ? Saya mau ngontrak. Mau bawa ibu dan adik adik saya tinggal di, Bogor." kataku panjang, lebar.

"Och, gitu. Ada kintrakan kosong yang paling ujung. Terima ini dulu, Jang. Gak enak kalo diliat orang, nanti jadi, fitnah!" Lilis tetap memaksaku menerima amplop uang, itu, terpaksa aku menerimanya.

"Makasih, Teh. Ini Teh, sekalian saya panjerin kontrakannya, ya !" aku memanjer kintrakan dengan uang pemberian, Bi Narsih. Lilis menerima uang panjer dariku lalu memberikan kuncinya. Aku pamit mau bantu bantu Mas Gatot, sambil liat bagian dalam, rumah kontrakan.

Ternyata Mas Gatot sudah selesai memasukkan barang barangnya ke dalam rumah. Aku masuk ke dalam kontrakan Mas Gatot. Ternyata hampir semuanya sudah tertata rapi, nungkin karna barangnya sedikit.

"Cepet amat, Mas? Sudah rapi, aja." tanyaku ke mas Gatot. Tidak kulihat, Mba Wati.

"Barangnya cuma sedikit, Jang. Mulai pindahnya, dari tadi malam." Mas Gatot, menjelaskan.

"Eh, ada Ujang. Kapan datang?" Mbak Wati nuncul dari kamar hanya memakai baju you can see, sehingga belahan toketnya yang besar, terlihat.

"Baru, Mbak. " jawabku.

"Mau ngopi, apa nyusu, Jang?" Mbak Wati menggodaku sambil meremas toketnya. Cuwek saja, padahal ada, Mas Gatot.

"Kopi dulu aja, Dek. Habis ngopi, baru nyusu. Hahaha. " kata Mas Gatot, membuatku, jengah dan malu.

"Toket istriku gede, ya Jang ? Kamu puaskan, nyusu di kemukus ?" Tanya Mas Gatot.

Aku hanya mengangguk. Sepertinya Mas Gatot tidak, tahu, kalau di Gunung Kemukus, kami bertukar pasangan dengan Pak Budi dan Lilis."Jujur, aku lebih nyaman ritual dengan Lilis dan Ningsih, ada sesuatu yabg berbeda. Mereka memperlakukanku seperti seorang kekasih. Beda dengan Mbak Wati yang liar dan binal, hanya mencari kenikmatan sex, semata.

Mbak Wati keluar dapur dengan 2 gelas kopi. Aroma kopi tercium, membuatku rileks. Mba Wati meletakan kopi di lantai, maklum gak ada meja dan kursi. Mbak Wati duduk di samping Mas Gatot, nyender ke tembok sambil menyelonjorkan kakinya. Pahanya yang besar terlihat jelas, karna Mbak Wati memakai rok lebar, cuek riknya tersingkap ke atas atau sengaja mempertontonkan pahanya.

"Ngopi dulu, Jang. Paha Wati gak usah diliatin, mulu. Kamu belom puas ngentotin memek istriku, Jang " tanya Mas Gatot, membuatku tersedak.


"Husss, jangan digodain terus, mas. Sana tutup pintu." Mbak Wati mencubit tangan, Mas Gatot. "Cuek aja, Jang. Mas Gatot memang begitu. Baru pulang aja aku ditanyain macam macam. Kontol si Ujang, gede gak ? Ujang ngentotnya, tahan lama gak?. Kayaknya Mas Gatot malah seneng istrinya dientot orang. Mas Gatot malah nafsu, ngebayangin aku dientot orang." Mbak Wati bercerita tentang sifat suaminya. Jujur, aku gak begitu, ngerti. Masa ada suami yang terangsang tau istrinya berhubungan sex dengan pria lain.

Aku meminum kopi, menenangkan diriku yang agak tegang mendengar ocehan Mas Gatot dan Mba Wati. Kunyalakan rokok kretek kesukaanku. Mas Gatot ikut menyalakan rokok filternya.

"Gak tau, Jang. Aku punya kelainan. Ngebayangi istriku duentot orang, aku malah terangsang. Makanya aku ngijinin istriku pesugihan Gunung Kemukus. " kata Mas Gatot, membuatku semakin risih.

Kami terdiam dengan pikiran kami masing masing. Beberapa kali aku melihat Mba Wati yang tampak gelisah. Kakinya yang selonjoran, berubah jadi bersila. Beberapa kali kami beradu pandang. Mba Wati hanya tersenyum. Sesekali Mbak Wati meremas toketnya, membuatku membuang muka, risih, ada Mas Gatot. Melihat kelakuan istrinya, mas Gatot malah ikutan meremas toket Mbak Wati.

"Jang, mau nyusu, gak?" tanya Mas Gatot, sambil mengangkat baju Mbak Wati ke atas. Ternyata Mbak Wati tidak memakai BH. "Tuh, Jang. Udah gak pake BH !" kata Mas Gatot, mempertontonkan toket istrinya. Tidak berenti di situ saja, Mas Gatot mengangkat rok Mbak Wati, sehingga aku bisa melihat memeknya yang tidak tertutup celana.

"Mas Gatot gimana, sih. Toket dan memek istri sendiri dikasuh liat ke, orang.!" kata Mbak Wati, sambil tersenyum ke arahku. Mbak Wati bangkit dan menarik tanganku ke kamar.

"Buruan, Jang. Mbak udah sange pengen dientot kontol kamu. Biarin aja Mas Gatot nonton kita, ngentot."

Di kamar, Mbak Wati langsung menelanjangiku dan menelanjangi dirinya sendiri. Lalu berjongkok menghadap kontolku yang sudah tegang karna obrolan jorok Mas Gatot dan Mbak Wati, tadi.

"Tuch, mas. Kontol si Ujang, beneran gede, kan ?" kata Mbak Wati menoleh ke arah Mas Gatot yang mengikuti masuk, kamar.

Aku mendesis nikmat saat Mbak Wati melahap kontolku. Rasa risihku yang tadi telah hilang sama sekali. Entah kenapa, aku semakin bergairah, diseping Mbak Wati dengan dilihat, suaminya. Jangan jangan aku juga punya, kelainan? Entahlah, aku tidak bisa berpikir Yang kurasakan adalah rasa nikmat yang luar biasa kontolku disepong Mbak Wati.

Melihat Mbak Wati nyepong, Mas Gatot membuka pakaiannya hingga bugi, lalu berjongkok di belakang Mbak Wati sambil meremas toket dan mempermainkan memek, Mbak Wati. Mba Wati semakin ganas nyepong kontolku, membuatku merinding nikmat sambil memegang kepala, Mbak Wati.

"Udah Mbak, gantian, " kataku sambil mendorng kepala Mbak Wati menjau dari kontolku.

Mbak Wati segera telentang, aku merangkak di selangkangan Mbak Wati. Kudekatkan wajahku mendekati memek Mbak Wati yang tembem dan bergelambir, indah. Kuhirup aromanya yang has, lalu lidahku mulai menjilati itilnya disertai gigitan gigitan kecil dam pelan, pantat Mbak Wati terangkat, menyambut lidahku. Sementara Mas Gatot menyusu di toket Mbak Wati yang besar.

"Terus Jang, jilati memek Mbak. Jilatan kamu enak banget, Jang." rintih Mbak Wati yang sedang dimanjakan 2 pria.

Aku semakin keasikan menjilati memek Mbak Wati yang semakin basah. Kadang kuhisap cairan memek Mbak Wati dengan lahap. Walau rasanya aneh dan agak lengket, aku justru sangat menyukainya. Membuat birahiku terpacu maksimal.

"Aduh, ampuuuun, jang. Buruan, entot memek Mbak. Mbak udah gak tahan.!" Mbak Wati, menarik rambutku agar meninggalkan memeknya.

Aku bangkit, berjongkok di selangkangan Mbak Wati, kuangkat kaki Mbak Wati, sambil kubuka lebar. Tampak memeknya terbelah memperlihatkan lobangnya yang berwarna, merah.

Mbak Wati meraih kontolku menuju memeknya, bles, aku mendorong kontolku masuk dalam lobang sempit yang memberi sejuta kenikmatan. Kupompa memek Mba Wati dengan lembut dan bertenaga. Merojok hingga dasar lobang memeknya.

"Jang, ennnnak bangetttt kontol kamu. Apalagi dientot di depan, suamiiiiiiii..... Mas Gatot, istrimu lagiiii dientot, Ujang...." Mba Wati semakin histeris, saat kontolku mengocok memeknya dengan cepat. Menimbulkan bunyi yang merdu.

"Enak ya, Dek ? Kontol si Ujang ?" tanya Mas Gatot ke istrinya, sambil tangannya terus meremas remas toket Mbak Wati. Matanya begutu bernafsu melihat memek istrinya sedang disodok sodik, kontolku.

"Ennnnnak banget, masssss. Kontol Ujang panjang sampe mentok memekku. Gede banget, memekku sampe dower, mana keras banget. Ammmmmpuuuuun, Jang. Kamu kurang ajar, memek istri temen sendiri dientot."

"Gak apa apakan, mas? Memek istri Mas Gatot aku entot?" kataku sambil terus menyodok nyodok memek, Mbak Wati. Ternyata ngentot Mbak Wati, di depan suaminya, lebih nikmat. Sensasinya sangat kuar biasa.

"Aduuuuuh, Jang. Mbak kellllluarrrr, ampuuuun, nikmat...." Mbak Wati nenggeliat nikmat. Memeknya berkontraksi neremas remas kontolku.

"Gantian, Jang. Mbak mau di atas." kata Mbak Wati ketika orgasmenya mereda.

Aku terlentang, Mbak Wati segera berjongkok di atas kontolku, Mbak Wati memegang kontolku, perlahan Mbak Wati menurunkan pinggulnya, memeknya menelan kontolku perlahan, hiingga amblas semuanya.

"Mbaaaaak, ennnak banget memeknya." kataku.

"Kontol kamu jugaaaaa, ennnnak" Mbak Wati mulai memompa kontolku agak cepat, dan semakin cepat, membuat toketnya yang besar, bergoyang goyang dengan liar. Wajahnya yang manis, terlihat begitu binal.

Dengan posisi di atas, ternyata Mbak Wati cepat keluar. Dia mengerang,pinggulnya bergerak semakin cepat.

"Ammmmmpuuun, Jang. Mbak keluar lagi..... Ohhhh" memek Mbak Wati kontraksi meremas rema kontolku. Membuatku tak mampu bertahan.

"Mbak, aaaaaaku kelllluarrr...." kontolku menyemburkan pejuh, menyatu dengan cairan memek Mbak Wati.

Mba Wati memelukku erat, bibirnya mencium bibirku, kami berciuman lama, hingga sisa sisa orgasme kami reda. Mbak Wati menggulingkan tubuhnya ke samping. Kontolku terlepas dari memeknya.

Melihat Mbak Wati yang celentang, Mas Gatot langsung merangkak di atas tubuh Mbak Wati, tanpa memberi kesempatan Mbak Wati, kontol Mas Gatot langsung menerobos memek ustrinya.

"Mas, memekku belom dicuci!" protes Mbak Wati tidak didengar Mas Gatot yang terus memompa memek Mbak Wati yang banjir oleh pejuhku.

"Dek, memek kamu ennnak banget, becek sama pejuh si Ujang, kontolku geli geli enak. " kata Mas Gatot. Bibirnya melumat toket istrinya dengab rakus.

"Ennnak, Massss. Tumben belom kellluar?" kata Mbak Wati, heran. Biasanya suaminya cepat keluar.

Sebenarnya aku kembali terangsang melihat Mas Gatot dan Mbak Wati, ngentot. Tapi kulihat sudah jam 14:30, jam 5 sore, bibi minta dianter ke rumah temannya.

"Dek, akuuuu metuuuu" erabg Mas Gatot, nenembakkan pejuhnya ke memek istrinya.

"Aku jugaaaaa, massaaa. Ennnak banget dientottt 2 orang..." Mbak Wati memeluk tubuh suaminya erat. Nafas keduanya tersengal sengal.

Mas Gatot bangkit setelah nafasnya kembali normal, Mbak wati masih mengangkang, dari memeknya keluar pejuh Mas Gatot atau mungkin juga bercampur dengan pejuhku.

"Loh, Jang. Kamu udah rapi? Gak mau nambah ngentot istriku? "
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd