Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Senyuman Kekasihku

Bimabet
Mendung menggelayuti senjaku
hujan merintik, menjejak perih pada rinduku
gelegar petir pun menyedak dahaga tuk jumpa denganmu.

Senja-senja hidupku hanyalah rindu
malam-malam tidurku hanyalah tangis pilu
pagiku hanya sepi tanpa tahu kemana aku harus menuju.

Tapi itu dulu...

ketika hati berjarak dan ruang membentang
ketika cinta kita masih sekedar angan-angan.

Kini...

Adaku dan adamu
adalah kita.

Hatiku dan hatimu
adalah cinta.

Aku..
Kamu..
Selamanya.


Happy valentine’s day, sayang.
Neng ini puisi Senja ke Sae mantap mamang :beer::beer::beer:
 
Mendung menggelayuti senjaku
hujan merintik, menjejak perih pada rinduku
gelegar petir pun menyedak dahaga tuk jumpa denganmu.

Senja-senja hidupku hanyalah rindu
malam-malam tidurku hanyalah tangis pilu
pagiku hanya sepi tanpa tahu kemana aku harus menuju.

Tapi itu dulu...

ketika hati berjarak dan ruang membentang
ketika cinta kita masih sekedar angan-angan.

Kini...

Adaku dan adamu
adalah kita.

Hatiku dan hatimu
adalah cinta.

Aku..
Kamu..
Selamanya.


Happy valentine’s day, sayang.
Hati aa udah eneng masukin brangkas :hati: gak bisa keluar agi loh A..

Happy valentine day...
Neng ini puisi Senja ke Sae mantap mamang :beer::beer::beer:
Iya om, karang udah jadi milik eneng kok hehe..
 
Senyuman Kekasihku

Part 19. Strategi

"Cinta?
Orang bilang itu adalah kata sempurna
Tapi tidak untukku
Karena itu adalah kata penghancuran"

Volte d'Anuncio Buck









AUTHOR POV



Bar, Orchard Road, Singapore...


Suasana di bar itu sangat ramai pengunjung, lampu temaram menambah kesan eksotis. Wanita pirang berlalu-lalang kesana-kemari. Hinggar bingar suasana bar ini semakin larut semakin kentara.

Seorang pria tampan duduk di pojokan bar sambil menikmati minumannya. Entah sudah berapa botol minuman itu masuk ke dalam perut pria tersebut. Volte membuka tutup botol minuman yang kesekian dan segera mendaratkan moncong botol ke bibirnya.

Wajah Volte memerah, matanya sembab, rambutnya memang terlihat berantakan tetapi tidak mengurangi pesona yang dimilikinya. Walau terlihat kusut masai, tidak sedikit wanita yang menggoda pria tampan ini.

Volte merasa kepanasan, dirasakan musim panas udara tropis di sini dua kali lipat lebih panas dibanding musim panas di tempat kelahirannya. Ditambah lagi dengan pengaruh alkohol yang sudah menjejali perutnya hingga ia merasa perlu untuk membuka seluruh kancing kemeja memperlihatkan bentuk tubuh atletisnya.

Tatapan di bola matanya tak lagi bengis, kejam ataupun sadis. Sangat tampak kesedihan dan kerinduan yang cukup jelas di sana. Volte terjebak dalam rindu yang sangat menyiksa batinnya.

"Aahh.. Em..." Volte mendengar suara dua insan yang sedang berciuman di sebelahnya.

Volte sangat muak! Ingin rasanya marah pada mereka, namun kemarahannya mendadak sirna saat mengingat kekhilafannya bersama seorang gadis di Indonesia. Kenangan itu masih terpatri di kepalanya. Sosok gadis itu kian hadir dalam angannya.

Andai saja ia tidak mengacau, menjadi pahlawan kesiangan untuk Revan. Pasti semua ini tak akan terjadi.

Pikirannya semrawut. Hatinya terparut benda tajam tak kasat mata. Volte yakin kalau saat ini adiknya telah kembali menemui gadisnya. Valerio akan bahagia bersama cintanya, tapi dirinya sendiri?

Ia terkekeh geli sendiri. Bisa-bisanya seorang gadis kecil mengoyak luka sedemikian dalam. Tidak pernah ada seorang wanita pun yang pernah ia kencani sampai mengusik jiwanya seperti ini.

Volte teringat saat ia merengkuh pinggul Siren possesif. Kenangan itu sejernih kristal dalam benak Volte. Setiap ia menutup mata, yang ia lihat hanyalah mata sekelam langit malam yang menatap balik ke arahnya. Volte semakin memejamkan matanya dan berusaha menghalau bayangan itu.

Saat Volte sedang khusyuk menenteramkan hati, tiba-tiba terasa bahunya ditepuk seseorang.

"Haii... Kamu sendirian?" tanya seorang wanita pirang berbaju merah ketat kekurangan bahan.

"Jangan ganggu aku!" kesal Volte yang merasa terganggu oleh wanita itu.

Si wanita merasa direndahkan. Ia memepetkan belahan dadanya yang hampir tumpah ke lengan kekar Volte dan menggesek-gesekannya. Jari wanita itu bahkan membuat bulatan kecil pada puting Volte yang terbuka.

"Kau sangat butuh teman malam ini, aku akan memberikan kepuasan padamu." wanita itu tak mau menyerah.

"You are bitch."

Saat itu juga, otak Volte mulai diracuni hal-hal mesum hingga kehilangan kewarasannya. Laki-laki itu menyeringai dengan wajah mesum yang hot, tersenyum seakan ingin menerkam mangsanya.

"Kita pindah?"

"Tentu..." seringaian iblis tersungging.



***



Wanita pirang itu berjalan menggandeng lengan kekar Volte memasuki hotel yang berada tak jauh dari bar tersebut. Jalan Volte tidak lurus, mungkin ia terlalu banyak minum.

Volte menabrak beberapa orang yang menghalangi jalannya. Ia sudah tak peduli lagi kemarahan orang yang ia senggol.

"Auhh.." pekik seorang gadis yang baru saja keluar dari lift.

"Heh.. Hati-hati kalau jalan." ucapan gadis itu terhenti terpanah oleh ketampanan Volte.

"Ganteng bingit!!" batin gadis itu.

"Anak kecil. Kaulah yang harus berhati-hati kalau berjalan." marah Volte.

Volte melanjutlan langkahnya memasuki lift. Sedang sang gadis membeku karena shock.

"Ganteng-ganteng gila." gumam gadis itu, menggeleng-gelengkan kepalanya.

Lift berhenti di lantai 17. Volte berjalan sempoyongan, dipapah oleh wanita pirang. Mereka memasuki satu kamar hotel yang telah dipesan oleh Volte.

Volte menjatuhkan dirinya di tempat tidur, matanya terasa berat dan ia terpejam. Wanita pirang itu duduk di sebelah Volte dengan santai.

"Kau melupakanku, tampan." kata wanita pirang itu sambil menggerakan tangannya menyentuh dada Volte.

Volte mengerjapkan mata. Pikirannya melayang saat berada di Indonesia. Dadanya terasa sesak, hatinya perih. Matanya masih berkunang-kunang.

"Kau memikirkan sesuatu, honey..?"

Wanita pirang itu mengecup dada Volte dari perut hingga ke dadanya. Membuat si empunya mendesah. Desakan birahi semakin menyergap Volte saat lidah wanita pirang itu sampai di atas lehernya.

Volte membuka mata, melihat wanita yang sedang asik memanjakan tubuhnya. Tanpa disadari Volte bergumam pelan menyebut sebuah nama, "Siren...." Volte tersenyum manis, ia lalu menerkam wanita pirang itu dengan ganas.

"Kau datang untukku?" ucap Volte senang.

Volte melumat bibir wanita pirang itu dengan lembut, namun wanita itu membalasnya dengan ganas. Ciuman mereka mulai melibatkan lidah, saling membelit dan saling merasakan. Ciuman mereka yang sejak awal sudah penuh kegilaan kini semakin menggila.

Di sela ciuman mereka, tangan wanita itu itu mencari-cari sesuatu milik Volte dan meremasnya dengan kuat. Remasan kencang wanita pirang itu membuat Volte menggeram keras karena rasa sakit dan nikmat yang bercampur hingga precum keluar dari benda yang digenggam wanita itu.

Volte berdiri dan membuka seluruh pakaiannya tak sabar karena gairahnya sudah mencapai ubun-ubun. Wanita pirang itu terpesona melihat kejantanan milik Volte mengacung tegak. Volte berjalan dan mengambil sesuatu dari laci meja di sudut tempat tidur, serta memasangkannya pada penisnya yang besar.

Volte menyeringai penuh ambisi, ia menerkam kembali mangsanya yang masih tergeletak di tempat tidur.

Satu tangan Volte menaikan mini dress wanita pirang itu. Hingga terlihat g-string mungil nan seksi.

Volte memperhatikan sebentar bentuk g-string merah dan menyelipkannya ke sebelah kiri, ia memasukan miliknya tanpa aba-aba hingga wanita itu menjerit karena intinya merasa sakit.

"Aauochhh..."

Wanita pirang itu memekik kencang, ia melengking saat benda tumpul memasuki vaginanya secara paksa. Ia meronta dan mencoba melepaskan diri dari kukungan Volte. Namun terlambat, Volte telah bergerak cepat, maju mundur dan semakin cepat.

Volte mencengkeram tangan wanita itu erat. Wajahnya memerah seperti ingin mengeluarkan sesuatu. Laju pinggulnya semakin bergerak cepat. Wanita pirang itu hanya mendesis dan menjerit di bawahnya.

"Auhh... Yeah... Honey... Faster...." hanya itu yang wanita itu katakan.

Volte menusuk semakin dalam dan menggeram. Napasnya tak beraturan, keringatnya membasahi seluruh tubuh.

"Argghhh...."

Wanita pirang itu menarik napas panjang. Kakinya masih terasa perih, ia hanya diam mengangkang di atas tempat tidur.

Tok Tok Tok..

Tok Tok Tok Tok...


"Damn.."

Marah Volte karena seseorang mengganggu aktifitasnya. Ia melepaskan benda karet dan membuangnya ke tempat sampah. Lantas ia lekas berjalan mengambil kimononya yang tergantung pada lemari pakaian lalu memakainya.

Kaki Volte segera melangkah menuju pintu dan membukanya dengan cepat dan kasar. Ia sangat kesal melihat seorang pria berdiri gagah dengan wajah datar di depan pintu.

"Ada apa? Cepat katakan?"

"Anda sudah selesai, tuan?"

"Cepat katakan, jangan menghabiskan kesabaranku, Erbert." geram Volte.

"Tuan Vabio menelpon anda, Tuan. Anda harus pulang hari ini juga. Semuanya telah disiapkan." sahut Erbert datar.

"Aku tak akan kembali. Biarkan Dad yang mengurusnya." tegas Volte.

"Perusahaan butuh Anda, Tuan. Ayah anda ingin agar anda kembali secepatnya."

"Brengsek!! Memangnya di mana Ayahku?"

"Wanita itu menguping pembicaraan kita."

Volte menoleh ke arah tempat tidur, wanita pirang itu gelagapan ditatap oleh Volte. Lalu Volte berjalan ke arah meja membuka laci dan mengambil dolar Singapore.

"Kau pergilah, ini bayaranmu."

"Kau pikir aku seorang pelacur!" marah wanita pirang itu pada Volte.

"Ambil dan pergilah, atau kau akan menghadapi kemarahanku." geram Volte.

Aura bengis memancar dari wajah Volte. Pria tampan itu kini menampakan jati diri yang sebenarnya. Wanita itu bergidig ngeri melihatnya.

"Baiklah aku..aku pergi."

Dengan cepat wanita itu membenahi pakaiannya, mengambil segepok uang dan bergegas pergi keluar pintu.

"Anda terlihat berantakan, Tuan."

"Bereskan barang-barangku. Gaun pengantinku sudah kaukirim ke Italy?"

"Gaun buruk itu sudah aku buang, Tuan." jawab Erbert santai.

"Brengsek!! Jika kau tidak mendapatkan gaun itu kembali, akan kubunuh kau Erbert." murka Volte.

"Aku hanya bercanda. Gaun pengantin itu aku kirim ke perancang terkenal di Italy untuk diperbaiki." sahut Erbert datar.

"Jika kau bukan utusan Kakekku, sudah kumasukan kau ke ruangan penyiksaan, Erbert." geram Volte.

Napas Volte memburu, hatinya kembali perih mengingat gaun pengantin itu. Lagi pula untuk apa ia memperbaiki gaun tersebut? Jika wanitanya saja telah menjadi milik orang lain!

Pelupuk matanya membendung air dan menetes. Volte mengeratkan gerahamnya berusaha agar air mata itu tidak terjatuh. Erbert menggelengkan kepala saat memperhatikan tuannya.

"Kalian berdua mirip sekali dengan Ayah dan Kakek kalian. Ingatlah Tuan, jika Tuan Besar tahu, wanita itu akan dibunuh." kata Erbet, mengingatkan.

Volte menoleh pada Erbert. Tiba-tiba saja darahnya mendidih seperti ingin keluar dari ubun-ubunnya. Pipi Volte memerah, ia sangat marah mendengar perkataan Erbert.

"Kau..." geram Volte, meremas kerah baju Erbert dan tangannya mengepal ingin memukul ajudannya.

"Pukulah Tuan, jangan pernah ragu untuk melakukan hal apapun. Ragu hanya akan membuatmu lemah!" sahut Erbert datar tanpa takut.

Volte melepaskan cengkeramannya. Ia manarik napas dalam dan menghembuskannya pelan, menenangkan pikiran.

"Tuan besar telah memilihmu sebagai satu-satunya pewaris Vandals, kau tahu kenapa? Karena kau tidak selalu menggunakan emosimu dalam bertindak. Kau selalu berpikir beribu kali, menggunakan taktik licik dalam memenangkan apapun. Dengan mudah kau mampu menyingkirkan semua pesaingmu. Tidak seperti hari ini, kau tampak menyedihkan." lanjut Erbert, ia menghela napas.

Volte memejamkan matanya, menelaah perkataan Erbert. Laki-laki tampan itu kembali ke dalam kamar dengan badan yang bergetar hebat.

"Pesaingmu kali ini adalah adikmu sendiri. Tidak ada yang tahu, apakah perang saudara itu akan terulang kembali. Dan tampaknya adikmu sudah bisa menguasai dirinya sendiri. Vale juga sudah mempunyai sekutu atas bantuan Nyonya." Erbert menghentikan ucapannya. Ia prihatin melihat keadaan tuannya.

Volte berjalan melangkah ke sofa. Ia menuangkan wisky ke dalam sloki kecil dan menenggaknya langsung.

"Jika Anda terus seperti ini, bukan tidak mungkin adikmu yang akan menggantikanmu. Dan wanita itu yang akan menjadi Nyonya Vandals menggantikan Ibumu." lanjut Erbert tajam.

Pranggh..

Volte membanting slokinya. Wajahnya merah padam. Kini amarahnya sudah mencapai puncak. Persetan dengan tubuhnya yang tak mau diajak kompromi.

"Hentikan omong kosongmu, Erbert. Bereskan barang-barangku. Kita kembali ke Italy."



***



Roma, Italy..


Suasana riuh ramai di dalam ruang tamu keluarga Vandals. Berbagai model gaun pengantin terpajang berderet pada manekin di seluruh sudut ruang tamu keluarga itu.

Gaun pengantin rancangan Valentino Clemente Ludovico Garavani, yakni perancang paling terkenal asal Voghera Italy. Ia juga mendapatkan banyak pengakuan, termasuk penghargaan dari presiden Perancis Chirac pada tahun 2006. Penghargaan dengan nama Chevalier de la Légion d'honneur. Namanya sudah terkenal di seluruh dunia. Keluarga Vandals merupakan salah satu pelanggan paling istimewa.

Beberapa perhiasan bertahtakan permata berderet di atas meja. Sungguh menggugah mata, bagi wanita manapun yang melihatnya.

"Bagaimana Nyonya?" tanya Teresa de Biaggi, saudara dari Valentino Garavani.

"Semua rancanganmu sangat indah, Biaggi. Aku ambil beberapa yang paling mahal. Biar anakku sendiri yang akan memilihnya." jawab Marta senang.

"Baiklah Nyonya. Dan ini perhiasan yang Anda pesan, terbuat dari berlian putih 118 karat berasal dari Afrika. Saya mendapatkannya sewaktu saya menghadiri pelelangan di Hongkong." papar Biaggi bangga. Ia memperlihatkan cincin bertahtakan permata putih di dalam kotak perhiasan pada Marta.

"Kau mendapatkannya? Indah sekali Biaggi, sangat Indah. Aku akan ambil semuanya." sahut Marta takjub.

"Calon menantu Anda adalah gadis yang sangat beruntung, Nyonya." rayu Biaggi. "Ah.. Itu dia sang calon pengantin pria telah datang." lanjut Biaggi sumringah.

Volte baru saja memasuki ruang tamu diikuti Erbert. Marta menoleh melihat putra pertamanya dan menyambutnya dengan senyuman.

"Kau sudah pulang, Anakku?" sapa Marta pada Volte yang sedang mendekat dan mengecup pipinya.

"Ya.. Mom. Untuk apa semua ini?" tanya Volte yang bingung melihat begitu banyak manekin dengan gaun pengantin dan berjejer perhiasan permata di meja.

"Saya ucapkan selamat, Tuan. Anda telah menemukan pasangan hidup Anda." sela Biaggi sambil senyum.

"Pasangan?"

Volte mengernyitkan dahi seraya berpikir.

"Hemm..hemmm.. Ohh.. Sudahlah sayang, kau pasti lelah. Istirahatlah di kamarmu. Mom yang akan mengurus semua ini." sahut Marta menengahi. "Erbert, bawa anakku untuk beristirahat di kamarnya." perintah Marta kepada Erbert, ajudannya Volte.

"Baik, Nyonya." Erbert membungkukkan tubuhnya. "Silahkan Tuan," Erbert mempersilahkan Volte berjalan terlebih dahulu.

Erbert dapat melihat wajah Volte memerah. Volte tampak memendam kekecewaan, hatinya bergetar perih. Erbert bahkan dengan sengaja seperti menyeret bahu Volte yang sedari tadi membeku melihat gaun pengantin indah di depannya.

Volte berpikir gaun pengantin rancangan Valentinolah yang akan dipakai Siren nanti jika menikah dengan adiknya.

Hati Volte tergores semakin dalam. Ia sempat melihat raut kebahagiaan ibunya Marta. Ya.. Mungkin hanya ia saja yang tak bahagia di sini.

Erbert memasuki lift yang berada di sudut ruangan, ia terpaksa mendorong tuannya untuk segera masuk ke dalamnya. Erbert tak ingin suasana di ruangan itu menjadi kacau dan semua orang akan geger jika mengetahui jika yang akan menikah bukanlah pewaris Vandals, melainkan saudara kembarnya.

Volte terpaku melihat pantulan wajah kesedihan di depannya melalui pantulan pintu lift yang terang. Tampak samar memang, tidak sejelas cermin yang berada tepat di belakangnya. Lift itu memang dapat memantulkan gambar seperti cermin.

Tak lama lagi adik iparnya akan berada satu rumah dengannya. Apa dia sanggup tinggal serumah dengan orang yang dicintainya, tetapi bukan miliknya? Pertanyaan itu bergelut di otaknya.

Ting..

Volte dan Erbert berhenti di lantai tiga. Kamar pribadi khusus pewaris Vandals. Nuansa arsitektur Romawi sangat kental terasa, mewah sekali. Ruangan pribadi terbesar di mansion ini selain ruangan Vabio, tentunya.

Volte melangkah lurus ke depan memasuki kamar pribadinya. Ia mengambil botol wisky yang terletak di meja dekat sofa, ia membuka dan meminumnya tanpa sloki.

Glek Glek..

Napasnya memburu, wajahnya merah padam. Aura ganas dan kejam kembali bersinar, ia ingin melampiaskan semua kemarahannya pada seseorang. Tangannya terangkat seperti ingin membanting botol wisky, namun Erbert menangkap botol tersebut dan menaruhnya kembali ke atas meja.

"Sadarlah, Tuan. Wanita itu bukan milikmu. Kau sangat lemah!! Jika kau benar-benar menginginkannya, hadapi adikmu." kata Erbert dengan nada tinggi.

Volte memejamkan matanya sesaat, ia mengatur napasnya yang memburu. Kemudian Volte membuka matanya kembali, senyum iblis tersungging di bibirnya. Entah apa yang ada di pikirannya!

"Siapkan segalanya, aku butuh pelampiasan. Akan kuhancurkan beberapa markas Romanov satu per satu."

"Ya.. Tuan. Akan kupersiapkan segalanya. Apakah Tuan tidak mau mencoba memulainya dengan bisnis legalnya terlebih dahulu? Tuan besar telah mempersiapkannya, ia membeli beberapa saham dari pesaing Romanov di Moskow." Erbert tersenyum licik.

"Kakek melakukan semua itu untukku?"

"Tentu saja, Tuan. Jika adikmu saja mendapatkan dukungan dari Tokugawa, begitupun Anda."

"Jangan bahas dia sekarang, Erbert." balas Volte marah.

"Sepertinya Nyonya Marta telah mempersiapkan sesuatu yang besar untuk Adikmu, Tuan. Kau harus tahu itu!"

"Apa maksudmu, Erbert?" geram Volte menatap tajam pada Erbert.

Erbert membalas dengan senyum penuh arti.



***



Ruangan Kerja Vabio..


"Bagaimana Phaitoon? Sudah ada kabar terbaru." tanya Marta pada ajudannya.

"Tuan muda akan berlibur di salah satu kota yang ada di Indonesia, Nyonya."

"Baguslah, pastikan rencana kita ini akan berhasil. Semoga saja cucuku akan lahir sebelum bencana itu terjadi." raut wajah Marta berubah sedih.

"Tenang saja, Nyonya. Mereka telah melakukannya. Saya doakan, Anda akan segera mempunyai cucu dari Tuan muda Vale. Tapi timbul malasah baru." Phaitoon menghentikan ucapannya.

“Katakan, Phaitoon." Marta menelisik ucapan Phaitoon, ia penasaran.

"Erbert akan segera berangkat ke Moskow. Mereka bertindak cepat."

Wajah Marta menegang, ia meremas jemarinya erat.

"Anak itu selalu mencari masalah. Dia bukan hanya menebar benih dimana-mana tapi juga mencari permusuhan." geram Marta, wajahnya memerah. "Iblis tua Vandals itulah yang mendidiknya! Kirim orang terlatih, untuk menjaga keselamatan Anakku Volte. Jangan sampai Erbert curiga."

"Baik, Nyonya."

Phaitoon mengbungkukkan tubuhnya dan segera melangkah keluar.

“Tunggu, Phaitoon!! Bagaimana keadaan Decha? Apa dia sudah membaik?" tanya Marta cemas.

"Ya.. Nyonya. Ia telah siuman, ia akan melanjutkan tugasnya menjaga calon menantu Anda."

"Siapa yang menjaga anakku di sana sekarang? Apa kau sudah menyelidiki siapa pelakunya?" tanya Marta serius.

"Ada orang yang sudah menyelidikinya lebih dulu, Nyonya. Kami kehilangan petunjuk. Putraku sendiri sekarang yang menggantikan Decha untuk menjaga calon menantu Anda." sahut Phaitoon.

"Pasti Anakku yang melakukannya. Keadaan di Indonesia sangat berbeda dengan Italy, Phaitoon. Anakmu harus berhati-hati."

Marta bertambah cemas. Ia menyatukan kedua tangannya dan meremasnya kencang.

"Tenang saja, Nyonya. Semua saya akan lakukan dengan baik. John juga berada di sana menjaga Tuan muda, Nyonya. Anda harus tetap tenang. Tuan besar sudah mulai curiga!"

"Aku tahu, Pahitoon. Sebab itulah Vabio ke Korea menemui iblis tua Vandals."

Tangan Marta bergetar. Ia sangat tahu sifat dan karakter ayah mertuanya. Perkataannya tak bisa dibantah. Ia hanya takut suaminya akan terpengaruh lagi ucapan ayahnya yang menyesatkan.

"Aku harus menghubungi Omma (Ibu), untuk memastikan keadaan di sana."

Napas Marta tak beraturan, ia sangat cemas jika nanti akan ada perang di antara anak-anaknya. Ia tidak mau itu terjadi.

"Ya.. Nyonya. Hanya Nyonya Kim yang mampu menanganinya."

Tiba-tiba raut wajah Marta berubah. Ia menarik sebelah sudut bibirnya ke atas. Matanya menajam.

"Persiapkan penerbanganku ke pulau Jeju. Bawa beberapa gaun pengantin serta permata yang tadi kupilih. Iblis tua itu tak akan berkutik."

Phaitoon ikut tersenyum miring dan memberi hormat dengan membungkukkan tubuhnya serta berlalu pergi.




Bersambung ke Part 20.






Mohon maaf jika masih banyak typo. :ampun:


Spesial terimakasih buat akang ganteng @Nicefor :ampun:

Dan juga terimakasih @Samean puisina bagus :ampun:



Happy Valentine Day :hati:
 
Makasih dulu ya hu @gadissoyu baru baca
eladalah, kisah ini mengingatkan penyebab bagian terkelam yang terjadi didunia,khususnya dieropa, ada 3 pakta kekuatan, itally, rusia,jepang, awal kisah Perang Dunia 1, yang akhirnya menimbulkan 5 kekuatan besar, Jerman, jepang,itally,rusia, melawan inggris dan sekutu2nya dibantu amerika, xixixixi
pemicu perang PD 1 terbunuhnya putera mahkota dan istrinya di wina austria, apakah revan dan siren akan bernasib sama kah suhu @gadissoyu menarik dah
Suka deh pakde :panlok4:

Bisa aja nebaknya, emang di ambil dari latar belakang perang dunia kesatu iih..
Tandai duluuu.. Apdetnya pas jam gawe ih.

Makasih, Neng. Komen lebih lanjut ntar kalo dah baca. Nuhuunn :)
Sami sami om paman..
Saran yah om paman jan lupa :)
Hatur nuhun..:ampun:
Sami sami :ampun:
 
Makasih updatenya neng Gadis.

Siren jadi penyebab konflik keluarga ya?
Memang ada 3 hal yg bisa menghancurkan keluarga yaitu mamang RSP, mamang RSP, mamang RSP...















Kabooorrrrrrr wkwkwkwk....
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd