Agen Terpercaya   Advertise
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.
Bimabet
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Tadi denger percakapan, "Kamu memandangnya harus objektif dong, jangan subjektif gitu!"

Yang jadi pertanyaan: apakah pengertian yg dicetak miring itu ada kemiripan arti dg subjek dan objek dalam SPOK? Pertanyaan sederhana dan sering membingungkan saya, tapi saya belum sempet nanya ke yg ahlinya, maksudnya bagaimana.
Negoisasi sama negosiasi?
Makin kesini, semakin terasa cetek banget pengetahuan saya tentang bahasa indonesia.
Warga negara Indonesia apakah saya ini?
Aah tampaknya saya mesti pindah dari Indonesia ke Sawer saja lah
Apa dan bagaimana manusia dikatakan berpikir secara objektif ataupun subjektif? Sejak SD kita telah mengenal kalimat yang bersifat objektif dan Subjektif tetapi kurang bahkan belum paham mengenai arti luas dari kata “subjektif” dan “objektif” ini. Tulisan ini pribadi dari pemikiran saya sendiri secara subjektif dan melakukan observasi untuk mendapatkan definisi ataupun pengertian yang objektif.

Kembali membuka halaman yang lalu (Sekolah Dasar), masih ingat S P O K (Subjek Predikat Objek dan Keterangan. Dalam pelajaran Bahasa Indonesia Sekolah Dasar (SD), objek ini digunakan dalam kalimat yang di dalamnya terdapat sesuatu yang diberikan tindakan (gaya, daya, dsb). Sedangkan Subjek sesuatu yang memberikan gaya atau apapun kepada sesuatunya. Tetapi bagaimana jika Subjek dan Objek ini diberikan akhiran -tif?

Kata “Pikir” yang merupakan kata sifat, dan kemudian diberikan imbuhan ber-, maka “berpikir” ini bukanlah kata sifat lagi, telah berubah makna menjadi kata kerja. Sama halnya dengan Subjektif (dari kata subjek) dan Objektif (dari kata objek) berubah makna dari kata dasarnya. Subjektif merupakan tindakan manusia dalam menilai sesuatu sesuai seleranya, hanya memacu pada penilaian dari sudut pandang satu dan berasal dari asumsi ataupun dugaan yang bersifat empiris (pengalaman). Sebagai Contoh, ketika seseorang menilai orang lain, jelas penilaiannya dari diri sendiri. Bisa saja dari 5 orang, 2 diantaranya menilai cantik /gagah, 2 diantaranya mengakatan biasa – biasa saja, dan bahkan 1 mengatakan jelek. Bisa saya katakan subjektif ini bersifat yang relatif / penilaian secara sendiri – sendiri (menilai dari feeling / perasaan).

Indah atau tidak jika suatu perkampungan dihiasai bunga melatih disetiap sudutnya?

Sedangkan Objektif lebih kepada keabsahan yang universal (umum), diterima banyak orang (pengabsahan dari orang banyak), dengan menggunakan patokan seperti ukuran dan sebagainya. Objektif ini biasa kita gunakan dalam metode penilitian dengan tujuan mendapatkan kepastian ilmu, termasuk dalam menghitung jumlah kadar asam di suatu daerah, menganalisa transaksi ekonomi dan sebagainya. Pada umumnya, manusia berpikir secara objektif agar dapat mendapatkan kepastian dalam berpikir dan bertindak, karena merupakan sifat yang konstan dalam artian tidak berubah – ubah (dalam artian ini adalah konsisten dan tidak bimbang terhadap pilihan yang ada). Cara yang bisa digunakan untuk menilai keobjektifan adalah dengan mencoba membandingkan buah penilaian beberapa orang. Jika hasilnya sama persis atau cenderung sama, maka bisa disebut penilaiannya bersifat objektif.

Penilaian ataupun Pemikiran yang Subjektif / Objektif, sulit menemukan perbedaan terang (yang mendasar) dari ke duanya. Jelasnya Subjektif itu masih berupa asumsi yang tidak akurat (masih dapat ditentang) sedangkan Objektif itu terkait asumsi yang berdasarkan data – data yang empirik yang nyata.
 
Neng @merah_delima ...
Aku minta izin menyumbangkan sedikit ilmu, ya. :)


++++​


Cara Penulisan Judul yang Benar Sesuai dengan PUEBI


Untuk membuat tulisan yang menarik, dibutuhkan rangkaian narasi, pilihan diksi, alur penceritaan, bahkan kepadatan riset. Tetapi, bagian yang tidak kalah penting adalah mencantumkan judul yang tepat. Judul yang tepat tidak hanya membutuhkan rangkaian kalimat yang unik dan menarik, tetapi juga rapi dan sesuai kaidah. Tata penulisan yang amburadul hanya akan membuat calon pembaca merasa penulis tidak memiliki kredibilitas yang terpercaya, sehingga jangankan lanjut membaca, melirik lagi saja belum tentu berkenan.

Nah, agar terhindar dari kesalahan tersebut, simak penjelasan cara penulisan judul yang tepat menurut Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) berikut:


1. Setiap Huruf di Awal Kata Ditulis Dengan Huruf Kapital

Ada beberapa ragam cara penulisan judul, di antaranya adalah menulis keseluruhan huruf dengan huruf kapital (contoh: ANAK PERAWAN DI SARANG PENYAMUN). Cara itu tidak salah, tetapi menimbang dari segi kerapian, banyak yang lebih memilih cara konvensional. Cara penulisan judul yang benar adalah menulis setiap awal kata dengan huruf kapital, terutama huruf pada kata paling depan (perhatikan: Siti Nurbaya, Salah Asuhan, Ronggeng Dukuh Paruk). Aturan ini berlaku untuk hampir semua jenis kata termasuk nama, tempat, sifat, keterangan. Namun, ada beberapa pengecualian yang akan dijelaskan pada poin-poin berikut.


2. Gunakan Huruf Kecil untuk Preposisi, Konjungsi, dan Interjeksi

Yang dimaksud dengan preposisi adalah kata depan yang diikuti oleh kata lainnya. Dilihat dari fungsinya, kata ini memiliki fungsi untuk menjelaskan dan memberikan kesinambungan antara kata sebelum dan kata selanjutnya. Yang termasuk dalam preposisi adalah: di, ke, pada, dalam, yaitu, kepada, daripada, untuk, bagi, ala, bak, tentang, mengenai, sebab, secara, terhadap, dst.

Contoh judul menggunakan preposisi:

Tips Memasak Daging ala Chef Juna
Surat dari Praha
Anak Perawan di Sarang Penyamun


Sedangkan konjungsi adalah nama lain dari kata sambung. Kata ini memiliki fungsi untuk menghubungkan kata-kata, kalimat-kalimat, dan ungkapan-ungkapan dan tidak memiliki makna khusus jika berdiri sendiri. Kata-kata yang termasuk konjungsi termasuk dan, atau, tetapi, ketika, seandainya, supaya, pun, seperti, oleh, karena, sehingga, bahwa, kalau, untuk, kemudian.

Contoh konjungsi dalam suatu judul:

Si Jamin dan Si Johan
Dahulu Kaya, kemudian Miskin: Sebuah Antologi Kisah


Terakhir, interjeksi, adalah istilah lain untuk kata seru yang mengungkapkan isi hati dari si pembicara. Kata ini relatif jarang ditemui pada judul karya-karya tulis serius, tetapi banyak menjadi pilihan untuk narasi yang bersifat ekspresif. Contoh interjeksi adalah Alhamdulillah, duh, ih, cih, yuk, wah, wow, amboi, ah, lho, dan lain-lain.

Perhatikan judul-judul berikut:

Gaya Busana Adik Alyssa Soebandono Ini Tidak Kalah dengan Kakaknya, lho!
Jalan-Jalan ke Maldives, yuk!


Meskipun demikian, ketiga jenis kata partikel tersebut harus tetap ditulis dengan huruf kapital apabila letaknya di kata pertama sebuah judul, sesuai dengan kaidah awal. Kita bisa menjadikan sejumlah karya besar sebagai contoh pengecualian ini, termasuk Dari Ave Maria sampai Jalan Lain ke Roma, Kalau Tak Untung, atau judul-judul berita yang sering kita lihat seperti: Wow, Lihat Nasib Artis Ini Sekarang!


3. Perhatikan Kaidah Huruf Kapital pada Kata Ulang

Terkadang, kita menemukan kata ulang pada judul yang akan kita gunakan. Untuk mengetahui cara penulisannya, pertama-tama kita harus mengenali bentuk kata ulang tersebut. Pada dasarnya, kata ulang bisa didefinisikan sebagai kata yang telah mengalami pengulangan (reduplikasi) pada kata dasarnya. Kata ulang murni (dwilingga) dan kata ulang semu harus ditulis dengan huruf kapital di setiap awal kata karena sifatnya yang bisa dibilang tidak mengalami perubahan apapun. Seperti contoh-contoh berikut:

Pengalamanku Menyembelih Biri-Biri di Hari Raya Kurban
Hidup Si Kupu-Kupu Malam
Sayap-Sayap Kenangan
Kecil-Kecil Jadi Manten


Sedangkan bentuk kata ulang sebagian, kata ulang berimbuhan, kata ulang dwipurwa, dan kata ulang perubahan—semua yang sederhananya sudah mengalami perubahan bentuk—hanya ditulis kapital pada huruf pertama kata ulang. Seperti pada judul-judul berikut ini:

Kapolres Situbondo: Gerak-gerik Ibu Korban Mencurigakan
Berjalan-jalan di Kota Surabaya
Cerai-berai Negeriku


++++​


Secara umum, dalam membuat sebuah judul kita harus memerhatikan bentuk dan tata kalimat untuk memutuskan mana saja kata yang harus kita beri huruf kapital. Ini penting untuk membuat susunan kata yang elok dipandang dan terasa rapi, juga menarik. Nah, demikian paparan mengenai cara penulisan judul yang baik menurut PUEBI. Sedehana, bukan? Selamat berkarya. :)


++++​


sumber: https://typoonline.com/blog/cara-penulisan-judul-yang-benar/
Hatur nuhun kang @praharabuana atas sumbangsihnya dalam dunia bahasa kita :ampun:
 
Makasih ya, neng era. Tadinya, kata subjektif dan objektif ini cukup membingungkan. Sekarang cukup paham, apalagi dari akhir penjelasannya.
TERIMA KASIH BANGEEEEEET. Neng era emang te o pe be ge te
Trus yg negosiasi sama negoisasi?
Kayaknya yg negoisasi tuh salah ya? Tapi cukup sering juga dengernya. Cuma penjelasannya yg ga tau.
Saya juga sempat berpikir bahwa 'negosiasi' dan 'negoisasi' adalah dua kata yang berbeda, dan memiliki pengertian yang berbeda pula. Ternyata, kata negoisasi adalah kata yang salah karena tidak memiliki arti menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Sehingga kata yang benar adalah negosiasi dan bukannya negoisasi.

Negosiasi adalah sebuah cara yang dapat ditempuh demi mendapatkan suatu keputusan atau kesepakatan kedua belah pihak melalui sebuah cara komunikasi yang baik, dan diskusi yang terarah. Negosiasi tidak hanya dilakukan untuk menemukan sebuah perjanjian, kesepakatan, maupun kerjasama, tetapi juga dalam rangka untuk mempengaruhi keputusan orang lain.

Sumber: http://ciputrauceo.net/blog/2016/9/22/negosiasi-yang-baik
 
Waah giliran si akang guru yg jelasin. Makasih banget, kang. Permasalahan nego dg isasi/siasi pernah jadi perdebatan. Gara2 ada di kontrak kerja, ada Berita Acara Negoisasi Harga, ane bilang mestinya "negosiasi", tapi rekan kerja keukeuh peuteukeuh. Ane ga bisa nunjukin argumennya, argumen ane mah cuma bilang dari serapan bhs inggris "negotiation". Ga yakin juga sih sama argumen ane sendiri. Hehehe. Padahal argumennya tinggal lihat di KBBI
Iya, memang serapan dari "negotiation", Kang.
Dan rasanya tidak ada kata "negoitation" dalam kosakata Bahasa Inggris.
Jadi, kalau menurut saya, argumen Akang tersebut tepat. :)
 
Wah, ada trit bahasa Indonesia jg ternyata. Banyal lho salah kaprah dalam bahasa Indonesia.

Satu contohnya adalah "tidak bergeming" utk mengatakan seseorang tidak bergerak dari pendiriannya. Padahal arti bergeming sendiri adalah tidak bergerak. Jadi salah kalau dibilang tidak bergeming. Karena artinya seseorang itu bergerak.

Salah kaprah udah budaya sih. 🤭
 
Wah, ada trit bahasa Indonesia jg ternyata. Banyal lho salah kaprah dalam bahasa Indonesia.

Satu contohnya adalah "tidak bergeming" utk mengatakan seseorang tidak bergerak dari pendiriannya. Padahal arti bergeming sendiri adalah tidak bergerak. Jadi salah kalau dibilang tidak bergeming. Karena artinya seseorang itu bergerak.

Salah kaprah udah budaya sih. 🤭
Kurang lebih sama kayak kata acuh ya om. Banyak yang ngira acuh = tidak peduli, padahal acuh itu artinya peduli.

Jadi lirik lagu D'Masiv "Kau acuhkan aku dengan sikapmu." artinya jadi "Kau pedulikan aku dengan sikapmu.".

:lol::lol::lol:
 
Kurang lebih sama kayak kata acuh ya om. Banyak yang ngira acuh = tidak peduli, padahal acuh itu artinya peduli.

Jadi lirik lagu D'Masiv "Kau acuhkan aku dengan sikapmu." artinya jadi "Kau pedulikan aku dengan sikapmu.".

:lol::lol::lol:
Nah, bedul bgt. Tapi contohnya kok ngena bgt di ane sih? :bata:

Kesalahan berbahasa lain yg paling sering muncul jg itu kata ubah yg jadi merubah. Harusnya kan mengubah. Kalo merubah kan artinya menjadi rubah. Nanti takutnya ada kata memonyet dan menganjing. Kan gak lucu!
:pandaketawa:
 
Ada kesalahan dalam penggunaan kata terpapar yang terkait dengan pandemi Covid-19 baru-baru ini. Pasien dalam pengawasan dan pasien yang positif Covid-19 dikatakan terpapar oleh virus corona. Padahal kata terpapar tak bisa digunakan untuk mengatakan bahwa seseorang telah mengidap virus ini. Terpapar di sini bisa disinonimkan dengan kata “terpajan”. Artinya, objek yang terpajan berarti terbuka atau rentan terkena sesuatu. Misalnya, baju dijemur di luar rumah agar dapat terpapar sinar matahari.

Satu yang pasti, terpapar tidak tepat untuk digunakan terhadap orang yang mengidap virus ini. Lebih tepat mereka dikatakan tertular, terjangkiti, atau terinfeksi. Bila dikatakan terpapar virus, siapa pun bisa terpapar virus ini saat di luar rumah. Namun bukan berarti mereka mengidap virus ini. Kesalahkaprahan ini juga menjadi indikasi bahwa penanganan virus ini kurang efektif. Toh, dari segi kata yang digunakan saja sudah tidak tepat. Demikian ulasan bahasa sotoy dari nubie. :malu:
 
Udah serius baca, endingnya kok giniii om =))


Eniwei.
Agaknya kata “terpapar” memang mengalami perluasan makna, terutama di bidang kesehatan, akibat sering diterjemahkan dari kata “exposed”.
Misalnya: Pakailah masker supaya tidak terpapar abu vulkanik.
Di sini artinya jadi “terkena”.

Nah, terkait dengan pengidap penyakit, saya setuju lebih tepat pakai kata “tertular” atau “terinfeksi” saat menyebutkan si pasien.
Misalnya: Wali Kota Bogor positif terinfeksi Covid-19.


Keknya asik kalo hidupin thread ini lagi deh, Om Fly 🍻
Hahah2, itu bukan sok2an kritik soal pemerintahan skrg kok mba @rosie. Aku cuma mau menyiratkan kalo kesalahan dlm berbahasa jg menandakan adanya kesalahan dalam bernalar.

Dari jaman kuda blm monyong instansi2 gitu jg dah sering bikin kesalahan berbahasa.🤭 Ucapan mereka dikutip wartawan, lalu terpopulerkan lwt media.

Iya mbak. Kata terpapar mengalami peyorasi. Tapi menurut aku ini perluasan makna yg tidak perlu. Karena terjadi akibat kesalahkaprahan. Bukan karena kebutuhan utk mencari kata baru yg lbh memadai maknanya. Jd emang sebaiknya dikoreksi.

Aku emang ada rencana buat bikin tulisan2 pendek ttg bahasa di sini mbak. Numpang di trit ini. Takutnya kalo bikin trit sendiri kurang banyak yg baca. Kalo di trit yg TS-nya FM kan pasti lbh menarik pembaca. 😄

Atau Mbak Rosie mungkin mau ambil alih trit ini buat jadi TS-nya? ☺
 
Terakhir diubah:
Berarti udah bener tersuspect ya oom?

Baru tahu setelah baca ulang di depan, banyak kata-kata yang sering dilihat di suatu tempat kek daring, gawai dll. :lol:
Ya jgn begitu. Suspect itu kan bhs Inggris. Sebaiknya pake bahasa Indonesia aja. Untuk suspect kita bisa pake terduga.

Untuk pasien dalam pemantauan dan orang dalam pengawasan kita bisa pake frasa "terduga Covid-19". Untuk yang positif kita bisa sebut sbg orang yang terjangkit, tertular, atau terinfeksi Covid-19.

Daring (dalam jaringan) buat padanan online om. Untuk offline ada kata luring (luar jaringan), tapi kurang populer digunakan.
 
Aku emang ada rencana buat bikin tulisan2 pendek ttg bahasa di sini mbak.
Sebagai editor papan atas, kemampuan berbahasa sesuai EYD mu sungguh tidak diragukan lagi Flaii, segera direalisasikan :jempol:
Bantuin atuh mbak. Ya buat jadi pendamping hidup gitu. :malu:
Kalo ini monmaap ga bisa bantu .. butuh editor muka keknya wakakakakakak ..

#Kaboooooorrr :ngacir:
 
Sebagai editor papan atas, kemampuan berbahasa sesuai EYD mu sungguh tidak diragukan lagi Flaii, segera direalisasikan :jempol:

Kalo ini monmaap ga bisa bantu .. butuh editor muka keknya wakakakakakak ..

#Kaboooooorrr :ngacir:
Mwaaa....
Mwaaaliiing!!!!!!
Maling martabak!!!!!!

____

Haduh, apes bener dah!
Gara2 suketi setitik, rusak modus sebelanga.
:kbocor:
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd